outline skripsi new

26
OUTLINE SKRIPSI PENGARUH APLIKASI IMPLANTASI TRIKALSIUM FOSFAT-KITOSAN TERHADAP KECEPATAN PROSES PENYEMBUHAN CEDERA TULANG (Penelitian eksperimental pada hewan coba) Oleh: ARI WAHYUDA G1G009022 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2013 A. Judul

Upload: ari-wahyuda

Post on 05-Dec-2014

146 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Outline Skripsi New

OUTLINE SKRIPSI

PENGARUH APLIKASI IMPLANTASI TRIKALSIUM FOSFAT-KITOSAN

TERHADAP KECEPATAN PROSES PENYEMBUHAN CEDERA TULANG

(Penelitian eksperimental pada hewan coba)

Oleh:

ARI WAHYUDAG1G009022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

PURWOKERTO

2013

A. Judul

Page 2: Outline Skripsi New

Pengaruh aplikasi implantasi Trikalsium Fosfat-Kitosan terhadap kecepatan

proses penyembuhan cedera tulang (penelitian eksperimental pada hewan coba).

B. Latar Belakang

Penyakit tulang terdiri dari berbagai kasus penyakit seperti kanker tulang,

periodontis, trauma, patah tulang, dan lain-lain. Penyakit tulang diakibatkan oleh

trauma, tumor, atau patah tulang sering dialami oleh manusia pada umumnya

(Murugan & Ramakrishna, 2004). Dewasa ini kasus penyakit tulang seperti tumor

tulang, patah tulang ataupun trauma semakin meningkat di Indonesia. Kehilangan

tulang alveolar karena cidera yang diakibatkan oleh penyakit periodontal atau akibat

pembedahan (trauma) merupakan komplikasi yang sering terjadi dalam tindakan

kedokteran gigi khususnya dibidang bedah mulut dan periodontologi. Berdasarkan

Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Tahun 2001, penyakit periodontal memiliki prevalensi sebesar 70% dengan

jumlah kasus sebanyak 72.223 kasus. Daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah memiliki

jumlah kasus 5.205 kasus (Kemenkes, 2010). Kabupaten Banyumas dilaporkan kasus

tertinggi di Jawa Tengah dengan jumlah kasus 15.236 (Dinkes Banyumas, 2011).

Banyaknya kasus kerusakan tulang ini membuat kebutuhan graft tulang atau

biomaterial semakin meningkat (Darwis, 2008). Tindakan terapi yang biasanya

diberikan pada kasus penyakit tulang adalah dengan teknik implantasi dengan tujuan

untuk menggantikan jaringan tulang yang hilang atau rusak, sehingga kebutuhan akan

bahan implan atau biomaterial semakin meningkatkan (Bhat, 2002). Graft tulang

berperan penting dalam mendukung struktur struktur dan fungsi tulang alveolar.

Secara garis besar terdapat dua fungsi utama graft terhadap tulang resepien yaitu

mendorong terjadinya osteogenesis (pembentukan tulang) dan memberi dukungan

mekanis pada kerangka resipien (mechanical support) (Caranza, 2002).

Biomaterial merupakan suatu material, baik bersifat alamiah maupun buatan,

yang dapat berinteraksi dengan sistem tubuh dengan tujuan untuk memperbaiki

(repair), memulihkan (restore), dan menggantikan jaringan yang rusak (replace) atau

sebagai penghubung (interface) dengan lingkungan fisiologis tubuh (Darwis, 2008).

Page 3: Outline Skripsi New

Penggunaan biomaterial sebaiknya yang bersifat osteoinduktif, osteokonduktif,

biokompatibel, bioaktif, stabil secara biomekanis, bebas penyakit, serta mengandung

faktor antigen minimal (Kalfas, 2001), bioresorbabel (Samsiah, 2009) dan

biodegradabel (Pane, 2008). Berbagai sifat tersebut terdapat dalam biomaterial

alamiah atau biomaterial yang berasal dari bagian lain tubuh pasien itu sendiri

(autograft) Namun penggunaan Autograft memiliki keterbatasan karena membuat

luka baru pada pasien sehingga pasien akan kehilangan darah yang lebih banyak.

Selain Autograft, terdapat biomaterial yang berasal dari spesies yang sama (allograft).

Adapun jenis biomaterial pengganti tulang lainnya yaitu xenograft, yang berasal dari

spesies berbeda misalnya sapi, memiliki keterbatasan dalam kemungkinan perbedaan

karakter mineral tulangnya (Stavropoulos 2008). Oleh karena itu, diperlukan

pengembangan biomaterial sintetik yang sesuai untuk mengatasi berbagai

keterbatasan tersebut.

Pengggunaan biomaterial sintetik pengganti tulang (synthetic bone

graft) harus memiliki struktur serta komposisi yang mendekati tulang asli.

Komposisi tulang terdiri dari mineral tulang dan bahan organik. Sebagai

alternatif lain pengganti tulang (bone graft) juga dapat disintesis dari berbagai

biomaterial, seperti hidroksiapatit, trikalsium fosfat, hidrogel dan lain-lain.

Komponen utama senyawa apatit adalah kalsium fosfat. Kalsium fosfat terdiri

dari beberapa fase yaitu oktakalsium fosfat, dikalsium fosfat dihidrat (DKFD),

trikalsium fosfat (TKF) dan hidroksiapatit (HA). Komponen mineral apatit

memiliki rumus kimia M10(ZO4)6X2.

Trikalsium fosfat (TKF) merupakan salah satu jenis kalsium fosfat

yang memiliki sifat biodegradabel dan memiliki struktur kimia Ca3(PO4)2

(Shi,2004). Senyawa ini dikenal sebagai tribasic calsium phosphate atau "abu

tulang". TKF dapat berbentuk kristal alfa dan beta. Senyawa ini banyak

ditemukan pada kerangka tulang maupun gigi hewan vertebrata. Senyawa ini

di alam tidak sepenuhnya murni. Sebagian besar mengandung kadar fosfat

30% - 40%. Kandungan senyawa ini sering digunakan sebagai pengganti

untuk memperbaiki kerusakan jaringan tulang (Anonim, 2009). Jika

Page 4: Outline Skripsi New

dibandingkan dengan HA, TKF lebih bersifat bioresorbable (mudah diserap),

tetapi kurang bersifat osteoinductive.

Kitosan (K) merupakan polimer dari D-glucosamine yang terdapat

dalam jumlah melimpah di alam, yang dapat dimanfaatkan sebagai komponen

organik. Kitosan banyak terkandung dalam cangkang kepiting yang masih

menjadi limbah di Indonesia.

Penggabungan TKF dengan K (komposit HA-K) diharapkan dapat

mendekati struktur asli tulang serta dapat meningkatkan sinergisme dari

masing-masing bahan sehingga berpotensi sebagai biomaterial sintetik

pengganti tulang yang ideal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

penggunaan implan kombinasi antara Hidroksiapatit dengan kitosan terhadap

morfologi proses persembuhan kerusakan segmental pada tulang domba tidak

menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok perlakuan

kontrol (Berlianti, 2011). Penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian

yang dilakukan oleh menyatakan bahwa implantasi material ß-TKF ke dalam

os femur kelinci menunjukkan bioresorbabel atau dapat diserap namun tidak

pada HA (Takatoshi, 2007). Sehingga Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian penggunaan implan Trikalsium fosfat-kitosan terhadap regenerasi

cidera tulang pada kelinci.

C. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh aplikasi implantasi Trikalsium Fosfat-Kitosan terhadap

kecepatan proses penyembuhan cedera tulang (penelitian eksperimental pada hewan

coba).

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh aplikasi implantasi Trikalsium Fosfat-Kitosan

terhadap kecepatan proses penyembuhan cedera tulang (penelitian

eksperimental pada hewan coba).

Page 5: Outline Skripsi New

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan secara histologi proses regenerasi cidera tulang

alveolar.

b. Mendiskripsikan pengaruh aplikasi implantasi Trikalsium Fosfat-

Kitosan terhadap kecepatan proses penyembuhan cedera tulang.

E. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah ilmu pengetahuan mengenai pengaruh aplikasi implantasi

Trikalsium Fosfat-Kitosan terhadap kecepatan proses penyembuhan

cedera tulang.

b. Menambah ilmu pengetahuan mengenai proses penyembuhan tulang.

2. Manfaat Praktis

a. Mahasiswa dapat menggunakan aplikasi implantasi Trikalsium Fosfat-

Kitosan terhadap kecepatan proses penyembuhan cedera tulang.

b. Mahasiswa dapat melakukan perawatan penyembuhan tulang.

F. Landasan Teori

Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang berfungsi sebagai alat

penyokong, pelekatan, perlindungan, dan penyimpanan mineral. Jaringan ini

dilengkapi dengan rigiditas, kekuatan yang sangat besar, serta elastisitas yang

sangat terbatas. Kemampuan jaringan ini untuk menyimpan mineral terutama

kalsium (Ca), kebanyakan dalam bentuk kristal hidroksiapatit, merupakan

sifat utama yang membedakan tulang dari jaringan ikat lainnya (Samuelson

2007). Tulang secara eksternal diselaputi oleh sebuah jaringan bernama

Page 6: Outline Skripsi New

periosteum. Periosteum berisi pembuluh darah, lapisan tebal serabut kolagen

yang tersusun padat tidak beraturan, dan sel-sel yang mampu berdiferensiasi

menjadi osteoblas (sel osteogenik). Semua bagian tulang diselaputi oleh

periosteum, kecuali bagian yang terdapat artikulasi dengan tulang lainnya.

Tulang memiliki ruang internal di bagian tengahnya yaitu rongga sumsum,

yang di dalamnya terdapat sel stem dari sel darah. Rongga sumsum dilapisi

oleh selapis jaringan ikat tipis tervaskularisasi bernama endosteum.

Endosteum juga memiliki sel-sel osteogenik seperti halnya periosteum (Kalfas

2001; Samuelson 2007). Tulang berperan dalam fungsi metabolik yaitu

menyediakan sumber kalsium untuk memelihara keseimbangan kadar kalsium

dalam darah serta menyediakan beberapa faktor pertumbuhan (growth factor)

seperti transforming growth factor (TGF-ß) yang berperan dalam remodelling

(Dellmann & Eurell 1998).

Tulang memiliki komponen seluler yang terdiri dari berbagai macam

sel tulang. Sel tersebut antara lain prekursor osteogenik atau osteoprogenitor,

osteoblas, osteosit dan osteoklas serta elemen hematopoetik dari sumsum

tulang (Kalfas 2001). Sedangkan komponen ekstraseluler terdiri dari bahan

organik dan anorganik pembentuk matriks (Samuelson 2007). Osteoblas

terletak dalam suatu garis di sepanjang permukaan jaringan tulang. Saat aktif,

osteoblas cenderung berbentuk kubus dan bersifat basofilik. Sedangkan saat

kurang aktif, maka bentuknya akan menjadi lebih kempis dan kurang

basofilik. Ketika aktivitas sintesis matriks berhenti dan osteoblas telah

memasuki matriks tersebut maka osteoblas berubah namanya menjadi

osteosit. Sebagian besar jaringan tulang terdiri atas matriks ekstraseluler, yang

kurang lebih 2/3 bagiannya berupa material anorganik dan sisanya berupa

material organik. Sebagian besar material organik terdiri atas serabut kolagen

tipe I dan sejumlah kecil bahan dasar (Samuelson 2007; IOF 2009). Secara

umum tulang tersusun oleh 30% substansi organik, 55% substansi anorganik

(mineral), dan 10% air (Aoki 1991). Material anorganik tulang seperti kalsium

(Ca) dan fosfor (P) tersedia dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian besar

Page 7: Outline Skripsi New

Ca dan P membentuk kristal hidroksiapatit, yang terletak berdampingan

dengan serabut kolagen. Selain itu, beberapa mineral lain juga terdapat dalam

jumlah sedikit antara lain: bikarbonat (HCO3-), magnesium (Mg), natrium

(Na), kalium (K), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), dan lainnya

(Samuelson 2007).

Remodelling tulang merupakan reorganisasi atau renovasi struktur

tulang lama. Terjadi resorpsi jaringan tulang dan deposisi simultan tulang baru

pada tulang normal, kedua proses ini berada dalam keseimbangan yang

dinamis (Dorland 2002). Kondisi ini sebagian besar terjadi pada kerangka

hewan dewasa untuk mempertahankan massa tulang. Proses ini mencakup

pembentukan dan resorpsi tulang secara bersamaan (berpasangan).

Remodeling merupakan sebuah proses yang dinamis termasuk penggantian

dan pengisian kembali baik tulang kompak maupun trabekular. Proses ini

terus-menerus terjadi untuk mempertahankan massa tulang serta integritas dan

fungsi kerangka. Proses ini kompleks dan dikendalikan oleh susunan syaraf

pusat melalui hormon dan oleh tekanan mekanis. Proses ini bergantung pada

keterpaduan aksi dari osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Secara bersamaan,

ketiga sel ini membentuk BMU (Basic Multicellular Unit) atau unit

remodeling tulang yang berperan dalam proses remodeling pada hewan

dewasa (Mills 2007). Proses remodeling tulang terjadi dalam beberapa fase

yaitu: aktivasi, resorpsi, pembalikan, pembentukan, fase pasif. Remodeling

terjadi dalam empat tahap antara lain:

1. Tahap Hemoragi dan Tahap Awal Inflamasi

Ketika terjadi fraktur maka pembuluh darah akan mengalami

kerusakan atau ruptur dan terjadi hemoragi di dalam daerah fraktur, jika

darah merembes melewati periosteum di dalam otot. Kemudian darah

mengalami koagulasi dan mengisi ruang terjadinya fraktur atau terjadi

hematoma dalam ruang fraktur (Kalfas, 2001). Adanya trauma pada

kejadian fraktur akan menginduksi tahap inflamasi . Pada tahap ini, sel-

sel peradangan seperti monosit, limfosit, sel-sel polimorfonuklear dan

Page 8: Outline Skripsi New

fibroblast menginfiltrasi tulang yang diperantarai oleh prostaglandin.

Monosit yang masuk ke dalam daerah fraktur akan bertransformasi

menjadi makrofag yang memainkan peranan penting dalam persembuhan

tulang (Cheville, 2006). Hal ini akan menyebabkan pembentukan

jaringan granulasi, pertumbuhan jaringan pembuluh darah

(neovaskularisasi), dan migrasi dari sel-sel mesenkimal (Kalfas 2001).

Tahap ini terjadi pada awal kerusakan yaitu satu sampai lima hari

pertama setelah terjadi kerusakan.

2. Tahap Perbaikan (Pembentukan Kalus)

Tahap perbaikan fraktur diawali dengan pembentukan kalus

kemudian sampai 48 jam setelah fraktur, darah yang mengendap akan

diinfiltrasi oleh sel osteogenik yang ada pada lapisan periosteum,

endosteum dan sumsum tulang. Sel tersebut berproliferasi di pinggir

fraktur dan dengan cepat menghampiri endapan dan perbatasan area

nekrotik. Kalus merupakan jaringan baru antara dua ujung fraktur yang

kemudian akan berubah menjadi jaringan tulang (Dorland 2002).

Awalnya, terjadi jaringan granulasi (kalus lunak) dan kemudian berubah

menjadi kartilago atau tulang (kalus keras). Fase jaringan granulasi

diperpanjang dan formasi jaringan tulang rawan hialin akan menyokong

sampai terjadi pembentukan tulang di kalus.

3. Tahap Pembentukan Tulang Rawan

Tahap pembentukan tulang rawan terjadi dalam waktu satu

minggu, proliferasi sel akan mulai berdeferensiasi menjadi khondroblas.

Material matriks yang dilepaskan dari permukaan khondroblas yang

tertimbun dalam lingkaran yang mengeliling sel. Dalam proses

kalsifikasi tulang rawan, vesikel matriks kecil keluar dengan proses

enzimatik (alkaline fosfatase dan enzim untuk ATP-dependent calcium

transport) yang meningkatkan konsentrasi lokal dari orthofosfat yang

akan berfungsi untuk membentuk hidroksiapatit. Pada hari ke 7-10, pH di

dalam kalus meningkat dan akan menyokong endapan garam kalsium.

Page 9: Outline Skripsi New

Tulang rawan yang terbentuk keberadaannya hanya sementara dan pada

akhirnya akan digantikan dengan tulang sebenarnya (woven bone)

melalui tahap remodelling, dan membutuhkan waktu untuk menjadi

tulang lamellar (lamellar bone). Matriks ekstraseluler tulang rawan

mengalami kalsifikasi, kemudian menyebabkan khondrosit mati. Tulang

baru terbentuk sebagai tulang rawan yang disintegrasi. Osteosit

berkembang dari pluripoten mesenkim sel, fibroblast, dan deposit

osteoid. Selama tahap perbaikan, fibroblast menuju stroma yang akan

membantu pertumbuhan pembuluh darah (vaskular). Tahap perubahan

tulang rawan menjadi tulang terjadi melalui mekanisme osifikasi

endokhondral.

4. Tahap Remodelling

Persembuhan fraktur akan sempurna selama tahap remodelling.

Pada tahap ini kerusakan tulang telah kembali mempunyai bentuk,

struktur, dan kekuatan mekanik seperti semula. Remodelling tulang

terjadi secara perlahan selama beberapa bulan bahkan tahun. Kekuatan

tulang yang memadai akan dicapai dalam tiga sampai enam bulan

(Kalfas 2001).

Biomaterial merupakan suatu material, baik bersifat alamiah maupun

buatan, yang dapat berinteraksi dengan sistem tubuh dengan tujuan untuk

memperbaiki (repair), memulihkan (restore), dan menggantikan jaringan yang

rusak (replace) atau sebagai penghubung (interface) dengan lingkungan

fisiologis tubuh (Darwis 2008). Pemilihan biomaterial yang tepat sangatlah

diperlukan dalam proses implantasi. Tentunya biomaterial yang dipilih adalah

yang bersifat osteoinduktif, osteokonduktif, biokompatibel, bioaktif, stabil

secara biomekanis, bebas penyakit, serta mengandung faktor antigen minimal

(Kalfas 2001), bioresorbabel (Samsiah 2009) dan biodegradabel (Pane 2008).

Osteoinduktif adalah kemampuan biomaterial untuk menginduksi sel-sel

sumsum tulang atau osteoprogenitor berdiferensiasi menjadi sel-sel tulang

dewasa (Laurencin 2009). Osteokonduktif adalah kemampuan biomaterial

Page 10: Outline Skripsi New

untuk mendukung pelekatan sel-sel osteoblas baru dan osteoprogenitor,

menyediakan struktur saling berhubungan sehingga sel-sel baru dapat

berpindah dan pembuluh darah baru dapat terbentuk (Laurencin 2009). Sifat

biokompatibel adalah kemampuan biomaterial untuk menyesuaikan dengan

kecocokan tubuh penerima, tidak mempunyai efek toksik maupun melukai

fungsi biologis (Dorland 2002). Sedangkan bioaktif adalah kemampuan

biomaterial untuk bereaksi dengan jaringan tubuh dan menghasilkan suatu

ikatan yang sangat baik (Purnama 2006). Biomaterial sintetik pengganti

tulang merupakan alternatif yang dapat mengatasi keterbatasan beberapa

metode sebelumnya. Penggunaan biomaterial sintetik secara tepat untuk

substitusi tulang tidak akan menimbulkan inflamasi serta tidak menyebabkan

respon iritasi (Nurlaela 2009). Saat ini penggunaan biomaterial sintetik yang

memiliki kemiripan dengan fase anorganik tulang telah mengalami

peningkatan di bidang operasi rekonstruksi tulang karena sifat

biokompatibilitasnya yang unggul (Schnettler et al. 2004).

Secara umum penyusun utama komponen anorganik tulang adalah

kalsium fosfat yang mempunyai dua fase yaitu amorf dan kristal. Senyawa

kalsium fosfat kristal hadir dalam empat fase, yaitu dikalsium fosfat (DKF,

CaHPO4.2H2O), okta kalsium fosfat (OKF, Ca8H2PO4.5H2O), trikalsium

fosfat (TKF, Ca3(PO4)2) dan hidroksiapatit (HA, Ca10(PO4)6(OH)2). TKF

memiliki 4 polymorph yaitu α, ß, γ dan super-α. ß polymorph adalah fase

bertekanan tinggi dan super-α polymorph dapat diobservasi pada temperatur

kira-kira diatas 1500oC. Oleh karena itu, TKF polymorph yang sering

digunakan dalam penelitian biokeramik adalah α dan ß-TKF (Shi 2004).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa TKF memiliki sifat

biodegradabel,walaupun sedikit berbeda dengan karakteristik material yang

digunakan (Shi, 2004). Strukturnya juga berupa kristal, laju biodegradasi TKF

lebih baik daripada HA. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Takatoshi (2007) menyatakan bahwa implantasi material ß-TKF ke dalam os

femur kelinci menunjukkan bioresorbabel atau dapat diserap namun tidak

Page 11: Outline Skripsi New

pada HA. TKF mempunyai peranan penting sebagai bioresorbabel keramik.

Bahan ini memperlihatkan tingginya daya larut dan bioaktifitas. Hasilnya

menunjukkan mikrostrutur ß-TKF berefek pada aktifitas dari sel-sel tulang

dan kemudian dapat menggantikan tulang. ß-TKF dapat diterima dan

digunakan di dalam tubuh atau dikenal sebagai biokompatibel, bioresorbabel

material untuk perbaikan tulang yang dibentuk menjadi keramik blok, granul,

atau fosfat semen (Shi, 2004).

Kitosan adalah biopolimer karbohidrat hasil ekstraksi kitin, yang

merupakan biopolimer alami kedua disamping selulosa yang terdapat dalam

jumlah melimpah. Kitin merupakan komponen struktural primer dari

eksoskeleton hewan arthropoda (contohnya crustacean), dinding sel fungi, dan

kutikula serangga. Kitin merupakan polisakarida dan polimer linear dari N-

acetyl-Dglucosamine monomers yang bergabung dalam ikatan 1,4β-glikosidik

(Shin et al., 2009). Ketertarikan dalam pemanfaatan kitosan telah meningkat

sehubungan dengan sifat biologisnya yang unggul, seperti biokompatibilitas,

mudah terdegradasi tanpa meninggalkan racun, tidak karsinogenik terhadap

hewan maupun manusia, bioaktif (Nurlaela 2009) serta memiliki efek anti

bakterial dan efek persembuhan yang cepat bagi jaringan (Shin et al. 2009).

Studi lain memperlihatkan bahwa kitosan mampu meningkatkan pembentukan

jaringan tulang dan dapat digunakan sebagai matriks dalam teknik pembuatan

jaringan gingival.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah laboratorium

eksperimental dengan post test only control group design.

2. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah Trikaslsium fosfat-Kitosan

b. Variabel Terikat

Page 12: Outline Skripsi New

Variabel terikat penelitian ini adalah jumlah osteoblast pasca

cedera tulang

c. Variabel terkendali

1) Galur tikus (Galur Wistar)

2) Umur tikus

3) Jenis kelamin tikus

4) Suhu lingkungan

5) Makanan tikus

d. Variabel Tidak Terkendali

Variabel tidak terkendali penelitian ini adalah kondisi umum,

kondisi tulang. Kondisi sistemik, dan variasi genetik hewan coba.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian menggunakan sekelompok tikus putih (Rattus

norvegicus Strain Wistar) karena mempunyai struktur kulit dan hemostatis

yang hampir sama dengan manusia (Wibisono dalam Ratih,2009). Dengan

menggunakan rumus Federer maka jumlah kelinci yang digunakan dalam

penelitian sebanyak 5 ekor (www.lontar.ui.ac.id, 2012). Subjek dibagi

menjadi 4 kelompok yaitu kelompok perlakuan I, kelompok perlakuan II,

kelompok perlakuan III, dan kelompok kontrol. Semua subjek penelitian

akan di bur pada tulang femur dengan diameter ±3cm ±5mm. Setiap

kelinci akan dibuat bur sebanyak 4 untuk pemberian perlakuan I,

perlakuan II, perlakuan III, dan kontrol dari 5 ekor kelinci. Kelompok

perlakuan I diberi aplikasi aplikasi Trikalsium fosfat, kelompok perlakuan

II diberi aplikasi Kitosan, kelompok perlakuan III diberi aplikasi

kombinasi antara Trikalsium fosfat dengan kitosan, dan kelompok kontrol

aplikasi bone graft.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di LPPT IV Universitas Gadjah Mada dan Lab

Page 13: Outline Skripsi New

Histologi dan Biologi Sel Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

5. Instrumen Penelitian

a. Alat

1) Timbangan elektrik

2) Gelas Beker

3) Pipet

4) pH meter

5) Magnetic stirrer (IKA RCT Basic, model ETS-D4?ETS-D5)

6) Freeza dryer

7) Autoclve

8) EOG sterilizer

9) Spuit injeksi

10) Eksavator

11) Pinset

12) Jarum bedah

13) Needle holder

14) Block Cetak

15) Mikrotom

16) Waterbath

17) Gelas Objek

18) Drying plate

19) Kaca Penutup

20) Mikroskop cahaya dilengkapi dengan kamera digital merk Nikon,

model E600W

b. Bahan

1) Kitosan

2) Trikalsium

3) Anestesi

4) Aquadest

Page 14: Outline Skripsi New

5) Bone graft

6) Palet (makanan mencit jantan)

7) Povidon iodine

8) Benang jahit (catgut)

9) Alkohol 70%

10) Formalin 10%

11) Parafin

12) Bahan pengecatan mayer hematixylin dan eosin (HE)

6. Cara Penelitian

a. Persiapan Pembuatan Kavitas Defek Tulang

Persiapan yang dilakukan sebelum prosedur pembuatan kavitas

defek tulang pada tikus adalah mensterilkan alat dan bahan yang akan

digunakan untuk prosedur pembuatan kavitas dan aplikasi graft tulang.

Peralatan yang digunakan antara lain ekskavator, pinset, bor tulang, dan

needle holder. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave pada

suhu 121 C selama 30 menit.

b. Pembuatan Kavitas Defek Tulang

Prosedur pembuatan kavitas pada hewan coba diawali dengan

pemberian anestei intramuscular dengan ketamin hidroklorida

(Ketamine, 8mg/100g berat badan). Kavitas dibuat dengan mengebor

bagian tibia hewan coba. Setelah kavitas terbentuk dibersihkan dengan

Nacl fisiologis.

c. Aplikasi Trikalsium fosfat-Kitosan

Aplikasi Trikalsium fosfat-Kitosan pada devek tulang dengan

ekskavator. Kavitas dijait dengan menggunakan jarum bedah dan benang

jahit, kemudian diolesin dengan povidone iodine sebagai antiseptik

d. Pembuatan Preparat Histologi

a) Fikasi, dilakukan dengan cara memasukan jaringan tulang yang

telah diambil kedalam formalin 10% untuk mempertahankan

Page 15: Outline Skripsi New

struktur sel.

b) Dekalsifikasi, dilakukan selama 24 jam dengan metode Plank dan

Rychlo menggunakan bahan-bahan: alumunium klorida 7 gram,

HCl 37% sebanyak 8,5 ml, asam forminat pekat sejumlah 5,0 ml,

akuades steril yang digunakan untuk pengenceran hingga volume

mencapai 100 ml.

c) Dehidrasi yaitu proses mengambil seluruh air yang terkandung

dalam jaringan dan membersihkan sisa-sisa fiksatif. Dehidrasi

dilakukan dalam alkohol 70%, 80%, 95% dan alkohol absolut

masing-masing selama 1,5 jam.

d) Penjernihan yaitu aplikasi xylol selama 1-1,5 jam umtuk

menghilangkan alkohol dalam jaringan.

e) Infiltrasi parafin dan pembuatan blok parafin, dilakukan dengan

cara memasukan jaringan kedalam parafin cair dengan suhu 57-

59 C selama 1,5 jam agar rongga atau pori-pori jaringan terisi

parafin sehingga mudah dipotong. Jaringan dimasukan dalam

blok cetakan selama 30 menit sampai parafin mengeras,

kemudian dilepas dari cetakan dan diberi label.

f) Pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom dengan

ketebalan 6. Hasil irisan dimasukan kedalam waterbath berisi air

dengan suhu 50, krmudian diambil menggunakan kaca objek dan

dibri label.

g) Penempelan pada kaca objek, dilakukan dengan meletakan kaca

objek irisan diatas drying plate bersuhu 40 selama 20 menit untuk

menguapkan kandungan air pada kaca objek sehingga jaringan

dapat menempel dengan baik.

h) Deparafinisasi dan rehidrasi, dilakukan dengan memasukan

sediaan kedalam xylol selama 3 menit, kemudian sediaan

dimasukan kedalam alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 80%,

alkohol 70% selama 2 menit. Kemudian dicuci dengan air selama

Page 16: Outline Skripsi New

3 menit untuk menghilangkan alkohol. Deparafinisasi dilakuka

untuk menghilankan parafin agar jaringan dapat diisi dengan air

yang selanjutnya dapat dicat dengan yang larut air. Rehidrasi

bertujuan untuk menghilangkan xylol pada sediaan karena tidak

bisa bercampur dengan air.

i) Pengecatan dilakukan dengan aplikasi cat Mayer-Hematoksilin

sebagai initialstain untuk memberikan warna biru pada inti sel.

Sediaan dimasukan dalam Mayer-Hematoksilin selama 7 menit

kemudian dibasuh dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa

cat.

j) Penjernihan dan penempelan dilakukan dengan memasukan

sediaan kedalam xylol selama 5 menit, kemudian siteteskan

balsam Canada 1 tetes ditutup dengan kaca penutup serta diberi

label.

e. Perhitungan Jumlah Osteoblast

Parameter yang dipakai untuk mengetahui pengaruh tulang

dengan trikalsiun fosfat-kitosan terhadap pembentukan jaringan tulang

baru adala se osteoblas. Penghitungan jumlah osteoblas dilakukukan

dengan menggunakan mikroskof cahaya dan kamera dengan pembesaan

400x pada 3 lapang pandang dengan diameter tiap lapang pandang 065

kemudian data dijumlah.

7. Analisa Hasil

Untuk menilai normalitas dari variabel tergantung dilakukan uji

Kolmogorov-smirnov Data hasil pemeriksaan dilakukan uji hipotesis

dengan One-Way ANOVA. Batas derajat kemaknaan adalah apabila p<

0,05 dengan 95 % interval kepercayaan. Analisa data dilakukan dengan

program komputer SPSS 19.