outline tyo kesling
TRANSCRIPT
USUL PENELITIAN
STUDI KOMPARASI ANGKA KUMAN UDARA PADA RUANG BERSALIN DAN RUANG PERAWATAN BAYI DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KEBUMENTAHUN 2013
Oleh :
PRASETYO SARWO P
G1B009012
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan vital setiap manusia.
Manusia selalu berupaya menjaga dirinya agar tetap sehat baik jasmani
maupun rohani untuk melakukan segala aktivitasnya.
Menurut WHO dalam Budioro (1997), sehat adalah kondisi fisik,
mental dan sosial yang sempurna dan bukan sekedar tidak sakit atau tidak
cacat. Kesehatan adalah hak dasar yang harus dipenuhi dimana dalam upaya
pemenuhannya memerlukan berbagai langkah terpadu dan menyeluruh agar
derajat kesehatan dapat dicapai seoptimal mungkin. Tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal menunjukkan berhasilnya sistem
pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh suatu Negara (Notoatmodjo,
2003).
Upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan menuju
target pencapaian Milleium Development Goals (MDG’s), yaitu komitmen
global untuk mengupayakan pencapaian delapan tujuan bersama pada tahun
2015 antara lain adalah (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2)
mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3) mendorong kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan angka kematian anak; (5)
meningkatkan kesehatan ibu; (6) memerangi hiv/aids, malaria dan penyakit
menular lainnya; (7) memastikan kelestarian lingkungan hidup; (8)
membangun kemitraan global untuk pembangunan. Dalam tujuannya yang ke-
enam yaitu menangani berbagai penyakit menular paling berbahaya seperti
memerangi HIV dan AIDS, Malaria serta penyakit lainnya, salah satu
parameter dari penanganan penyakit menular lainnya adalah penyakit yang
disebabkan oleh kuman. Penyakit tersebut antara lain seperti penyakit
influenza, pneumonia dan TB Paru (MDGs, 2008). Kenyataan saat ini
berdasarkan laporan pencapaian tujuan pembangunan millennium di Indonesia
(2010) menyatakan bahwa kasus penyakit menular (malaria, TB dan penyakit
lainnya) masih sangat tinggi misalnya kasus TB di indonesia menduduki
peringkat ketiga terbanyak setelah india dengan jumlah kasus baru
pertahunnya 500ribu dan 140ribu dengan kasus lama.
Sedangkan dalam tujuannya yang keempat dan kelima yaitu
menurunkan angka kematian anak (termasuk bayi) serta meningkatkan
kesehatan ibu, hal tersebut sangat erat kaitannya dengan infeksi penyakit
menular. Penyakit menular dapat ditularkan melalui berbagai perantara seperti
air, tanah, udara dan benda mati lainnya. Permasalahan yang dihadapi saat ini
berdasarkan data laporan pencapaian tujuan pembangunan Milenium di
Indonesia (2010) adalah masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan
angka kematian bayi (AKB) yaitu dengan nilai angka kematian ibu melahirkan
(228 per 100.000 kelahiran hidup) dan AKB (34 per 1000 kelahiran hidup).
Salah satu penyebab tingginya nilai tersebut ialah akibat dari adanya infeksi
nosokomial pasca melahirkan dan saat perawatan di Rumah Sakit.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang bersumber dari rumah sakit
atau infeksi yang terdapat pada sarana kesehatan (Sabarguna 2007).
Prosentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3 –
21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia
mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO
menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang
berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan
adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO,
2002). Selain itu, dari hasil studi yang dilakukan oleh Suwarni tentang angka
prevalensi infeksi nosokomial luka operasi pasien pasca bedah yang dioperasi
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik selama bulan April sampai
September 2010, menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial
berkisar antara 0,0% hingga 12,06%, dengan rata-rata keseluruhan 4,26%.
Melihat dari hasil penelitian tersebut, infeksi nosokomial merupakan masalah
serius yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terutama disetiap Rumah
Sakit.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan sumber dari berbagai
penyakit atau yang disebut dengan infeksi nosokomial. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial ialah karena interaksi langsung
atau tidak langsung antara penderita (host) yang rentan, mikroorganisme
infeksius dan lingkungan sekitarnya (environment). Interaksi tidak langsung
dalam hal ini salah satunya yaitu infeksi melalui udara dimana kuman terbang
bersama dengan debu atau angin dari sumber yang jauh. Disisi lain, udara
sangat berkaitan erat dengan manusia untuk kelangsungan hidupnya sehingga
infeksi nosokomial akan mudah terjadi apabila sanitasi lingkungan Rumah
Sakit tidak dikelola dengan baik. Depkes RI dalam Nasrul (2008), juga
menyebutkan bahwa sepuluh sampai dengan duapuluh persen infeksi
nosokomial disebabkan oleh penularan melalui udara.
Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen merupakan salah satu Rumah
Sakit Tipe C milik Pemerintah yang ada di Kebumen. Fenomena yang
ditemukan saat ini berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di
kebumen adalah sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan RS Swasta dibandingkan dengan RSUD Kebumen.
Alasan yang dikemukakan oleh informan tersebut antara lain yaitu masih
kurangnya pelayanan yang diberikan, kurangnya kelengkapan sarana dan
prasarana serta sanitasi lingkungan yang kurang memadai. Dengan kata lain,
masih terdapat banyak masalah di RSUD Kebumen sehingga masyarakat lebih
memilih RS swasta dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Melihat adanya
permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RSUD
Kebumen.
Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen terdiri dari beberapa ruangan-
ruangan antara lain ialah ruang bangsal, ruang operasi, ruang bersalin, ruang
perawatan bayi dll. Menurut Permenkes No 1204 Tahun 2004 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit, ruang bersalin dan ruang
perawatan bayi adalah ruang dengan resiko tinggi terjadi infeksi nosokomial
dengan dampak langsung yaitu kematian. Ruang bersalin dan ruang perawatan
bayi sangat berpotensial dalam menularkan berbagai macam penyakit. Kuman
yang terdapat pada lingkungan rumah sakit termasuk kuman di udara pada
ruang bersalin dan ruang perawatan bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomial yang dapat berimbas pada kematian ibu maupun bayi.
Depkes Provinsi Jawa Tengah (2013) menjelaskan bahwa angka kematian ibu
di Kabupaten Kebumen pada tahun 2012 menduduki peringkat keempat dari
bawah dengan 42,58 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian
bayi masih relatif tinggi dengan peringkat 20 yaitu 10,44 per 1000 kelahiran
hidup. Nilai tersebut relatif tinggi dan perlu perhatian lebih dibandingkan
dengan kota lainnya di provinsi Jawa Tengah. Salah satu penyebab tingginya
AKI dan AKB di Kabupaten Kebuman ialah adanya infeksi kuman pasca
melahirkan dan saat perawatan.
Setiap tahun infeksi nosokomial masih sering terjadi di RSUD
Kebumen termasuk pada ibu pasca melahirkan serta bayi dalam perawatan
(RSUD Kebumen 2011). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara
kepada petugas kesehatan RSUD Kebumen yang menjelaskan bahwa masih
terdapat kasus kematian ibu pasca melahirkan dan bayi dalam perawatan.
Salah satu upaya untuk menurunkan jumlah infeksi nosokomial di RSUD
Kebumen ialah dengan menjaga kebersihan lingkungan termasuk kebersihan
di udara. Salah satu indikator yang digunakan sebagai pencapaian tingkat
kebersihan di udara adalah jumlah angka hitung kuman.
Peneliti terdahulu oleh Nasrul (2008) telah memberikan kerangka
teoritis untuk meniliti angka kuman di RSUD Undata Palu yang berkaitan
dengan subjek penelitian lantai dan objek penelitian di beberapa ruangan
Rumah Sakit (ruang perawatan penyakit dalam dan ruang isolasi penyakit
menular) menjelaskan bahwa angka kuman yang terdapat pada lantai ruang
perawatan penyakit dalam melebihi nilai standar yaitu >10 koloni/cm2,
sedangkan angka kuman di ruang perawatan penyakit menular melebihi nilai
standar yaitu >5 koloni/cm2. Ningrum (2009) juga menjelaskan mengenai
angka kuman pada peralatan makan (piring, gelas dan sendok) di RSUD
Kebumen melebihi standar Permenkes RI No. 416 tahun 1990 dengan nilai
angka kuman >100 koloni/cm2.
Hal menarik selanjutnya yang perlu dikaji adalah mengenai angka
kuman yang ada di berbagai objek dengan subjek penelitian yang berbeda.
Nasrul (2008), mengemukakan bahwa masih perlu dilakukan penelitian
tentang angka kuman dibeberapa variabel dengan tempat berbeda yang
berpengaruh terhadap infeksi nosokomial. Variabel tersebut meliputi air,
tanah, udara, lantai, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan lainnya serta
dilakukan dibeberapa tempat lain (Rumah Sakit) dengan kemungkinan
terjadinya infeksi nosokomial. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji dan
memiliki manfaat yang besar bagi pembangunan kesehatan di Indonesia. Pada
penelitian ini, subjek yang diteliti ialah udara di beberapa ruang dengan resiko
tinggi (ruang bersalin dan ruang partus) pada Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kebumen.
Berdasarkan uraian diatas peneliti akan melanjutkan penelitian
sebelumnya dengan mengambil variabel yang berbeda yaitu angka kuman di
udara. Angka kuman yang akan diteliti yaitu angka kuman udara di ruang
bersalin dan ruang perawatan bayi sebagai salah satu upaya pencapaian derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya serta pencapaian tujuan
pembangunan milenium indonesia dengan melakukan “Studi Komparasi
Angka Kuman Udara Pada Ruang Bersalin dan Ruang Perawatan Bayi
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Tahun 2013”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dan dalam rangka penelitian kali ini,
peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Berapakah angka kuman udara di Ruang Perawatan Bayi RSUD
Kebumen?
2. Berapakah angka kuman udara di Ruang Bersalin RSUD Kebumen?
3. Apakah ada perbedaan angka kuman udara di ruang bersalin dan ruang
perawatan bayi RSUD Kebumen?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui perbedaan angka kuman udara di ruang bersalin dan
ruang perawatan bayi RSUD Kebumen.
2. Tujuan khusus
a. Menganalisis angka kuman udara di Ruang Bersalin RSUD Kebumen.
b. Menganalisis angka kuman udara di Ruang Perawatan Bayi RSUD
Kebumen.
c. Menganalisis perbedaan angka kuman udara di Ruang bersalin dan
ruang perawatan bayi RSUD Kebumen.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai komparasi angka kuman udara pada ruang
bersalin dan ruang perawatan bayi di RSUD Kebumen mimiliki manfaat
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
penelitian sebelumnya
2. Manfaat Aplikatif
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi RSUD
Kebumen untuk meningkatkan sanitasi lingkungan rumah sakit serta
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehubungan dengan infeksi
nosokomial agar masyarakat lebih berminat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan di RSUD Kebumen.
E. Keaslian Penelitian
No.
Nama Pengarang (Tahun)
Judul Persamaan Perbedaan
1. Martika IntanKusbaryanto(2011)
Evaluasi Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dalam Upaya Menurunkan Angka Kuman di Udara, Lantai, dan Dinding dalam Lima Hari Pasca Sterilisasi di Ruang Operasi RS Nur Hidayah di Yogyakarta
sama-sama menghitung angka kuman
tempat yang diteliti adalah Ruang Operasi RS Nur Hidayah di Yogyakarta sedangkan yang akan diteliti yaitu di ruang bersalin dan ruang perawatan bayi RSUD Kebumen..
Tahun 2011
2. Nasrul, dkk (2008) Analisis angka kuman lantai ruang perawatan penyakit dalam tidak menular dan ruang isolasi penyakit menular di RSUD Undata Palu tahun 2008
sama-sama menghitung angka kuman
Angka kuman yang dihitung adalah angka kuman pada lantai ruang perawatan penyakit dalam tidak menular dan ruang isolasi penyakit menular. Sedangkan yang akan diteliti adalah angka kuman udara di ruang bersalin dan ruang perawatan bayi RSUD Kebumen.
3. Nurwahyu ningrum (2009)
Studi Sanitasi Alat Makan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kebumen Kabupaten Kebumen Tahun 2009
sama-sama menghitung angka kuman
Angka kuman yang dihitung pada peralatan makan sedangkan yang akan diteliti yaitu angka kuman di udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
1. Pengertian
Rumah sakit didefinisikan sebagai “Sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan serta dapat berfungsi sebagai
tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.” Permenkes RI Nomor
986 tahun 1996 (Indonesia DepKes, 1998, h. 2). Menurut Keputusan
Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa
rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan (Depkes, RI 2004).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit, berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum diklasifikasikan
menjadi:
a. Rumah sakit umum kelas A
Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan
medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik,
12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas)
pelayanan medik sub spesialis.
b. Rumah sakit umum kelas B
Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan
medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik,
8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan
medik sub spesialis dasar.
c. Rumah sakit umum kelas C
Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan
medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang
medik.
d. Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik
spesialis dasar.
2. Fungsi dan Tugas Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, fungsi dan tugas rumah sakit, yaitu:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
3. Penataan ruangan berdasarkan tingkat risiko
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No:1204/Menkes/Sk/X/2004, Penataan ruang bangunan dan penggunaanya
harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu
dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya
penularan penyakit sebagai berikut:
a. Zona dengan risiko rendah
Zona risiko rendah meliputi: ruang administrasi, ruang komputer, ruang
pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis dan ruang
pendidikan/pelatihan.
1) Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang
2) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap
air, berwarna terang dan pertemuan antara lantai dengan dinding
harus berbentuk konus.
3) Langit-langit harus terbuat dari bahan multileks atau bahan yang
kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat dan
tinggi minimal 2,70 mter dari lantai.
4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter dan
ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
5) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara didalam kamar/ruang
dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya
pergantian udara dengan baik, harus dilengkapi dengan penghawaan
mekanis (exhauster).
6) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal
1,40 meter dari lantai.
b. Zona dengan risiko sedang
Zona risiko sedang meliputi: ruang rawat inap bukan penyakit menular,
rawat jalan, ruang ganti pakaian dan ruang tunggu pasien. Persyaratan
bangunan pada zona dengan risiko sedang sama dengan persyaratan
pada zona risiko rendah.
c. Zona dengan risiko tinggi
Zona risiko tinggi meliputi: ruang isolasi, ruang perawatan intensif,
laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang
bedah mayat (autopsy) dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang,
a) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik
setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang.
b) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan
ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaransinar yang
dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut,
tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan kamar gelap
dilengkapi dengan transfer cassette.
2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,
berwarna terang dan pertemuan antara lantaidengan dinding harus
berbentuk konus.
3) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang kuat,
warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuatdan tinggi
minimal 2,70 meter dari lantai.
4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter dan
ambang bawah jendela minimal 1,00 meter darilantai.
5) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal
1,40 meter dari lantai.
d. Zona dengan risiko sangat tinggi
Zona risiko tinggi meliputi: ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang
perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalindan ruang patologi
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-langit,
atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur danaman, berwarna
terang.
2) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman dan tinggi
minimal 2,70 meter dari lantai.
3) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 m dan
semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.
4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan
dan berwarna terang.
5) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu
bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasangsebelum
pemasangan langit-langit.
6) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai.
7) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang
dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasiyang terpisah
dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai
dan aliran udara bersih yang masuk kedalam kamar operasi berasal
dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau
transplantasi organ harusmenggunakan pengaturan udara UCA
(Ultra Clean Air) System.
8) Tidak dibaenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar,
untuk itu harus dibuat ruang antara.
9) Hubungan dengan ruang scrub–up untuk melihat ke dalam ruang
operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan keruang steril
dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat diuka
dan ditutup.
10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah
lantai atau di atas langit-langit. Dilengkapi dengan sarana
pengumpulan limbah medis.
Berdasarkan penjelasan daiatas dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit
merupakan tempat dimana masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan
serta sebagai tempat terjadinya penularan penyakit.
B. Ruang Bersalin
Ruang bersalin adalah salah satu bagian unit kerja obstetric dan
ginokologi sebuah rumah sakit yang fungsi dan perannya sangat penting untuk
menolong persalinan atau melahirkan janin pervaginam (Darmadi, 2008).
Kamar bersalin juga dapat diidentikan dengan kamar bedah dengan skala yang
lebih terbatas fungsi dan peralatannya. Menurut Kementrian Kesehatan RI
(2004), dilihat dari sudut pandang penularan penyakit, ruang bersalin
tergolong dalam zona dengan resiko sangat tinggi. Ruang bersalin memiliki
indeks angka kuman tidak melebihi 200 CFU/m3. Pengelolaan sanitasi
lingkungan dan tindakan invasi merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Sanitasi dan tidakan invasi yang buruk akan mempengaruhi terjadinya infeksi
nosokomial melihat ruang bersalin merupakan zona resiko sangat tinggi.
Berdasarkan penjelasan diatas, kebersihan di ruang bersalin harus
selalu diperhatikan termasuk kebersihan di udara. Penelitian yang dilakukan
oleh Martika (2008) di ruang operasi yang masih tergolong dalam zona resiko
sangat tingi memperoleh hasil bahwa angka kuman udara di ruang operasi
(16,8 CFU/m3) melebihi standar Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004, yaitu
10 CFU/m3. Kajian tentang angka kuman di ruang bersalin menjadi suatu hal
yang menarik melihat dengan adanya resiko yang sangat tinggi terjadinya
penularan penyakit.
C. Ruang Perawatan Bayi
Ruang perawatan bayi adalah ruang pelayanan kesehatan berupa
perawatan bayi pasca dilahirkan. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2004),
dilihat dari sudut pandang penularan penyakit, ruang perawatan bayi tergolong
dalam zona dengan resiko sangat tinggi. Ruang perawatan bayi memiliki
indeks angka kuman tidak melebihi 200 CFU/m3 .
Berdasarkan penjelasan diatas, kebersihan di ruang perawatan bayi
harus selalu diperhatikan termasuk kebersihan di udara. Penelitian yang
dilakukan oleh Martika (2008) di ruang operasi yang masih tergolong dalam
zona resiko sangat tingi memperoleh hasil bahwa angka kuman udara di ruang
operasi (16,8 CFU/m3) melebihi standar Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004, yaitu 10 CFU/m3. Kajian tentang angka kuman di
ruang perawatan bayi menjadi suatu hal yang menarik melihat dengan adanya
resiko yang sangat tinggi terjadinya penularan penyakit.
D. Udara
Udara adalah sekumpulan zat yang menempati ruang, udara disebut
juga dengan atmosfer. Menurut Michael J. Pelczar, E.C.S Chan (2008) udara
terdiri dari Oksigen, Karbondioksida dan Ozon. Udara merupakan kebutuhan
penting dalam kehidupan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Zat-zat yang
terkandung di udara dapat mempengaruhi kondisi fisik setiap makhluk hidup
termasuk manusia. Oleh karena itu, karakteristik udara perlu diperhatikan.
E. Suhu
Suhu adalah Temperatur udara didalam ruangan dinyatakan dengan
derajat Celcius (0C) yang diukur dengan menggunakan
thermometer.Berdasarkan atas kemampuannya Bakteri dapat memulai
pertumbuhan pada kisaran suhu tertentu, antara lain :
1) Bakteri Psikrofil
Bakteri psikrofil yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara
0°-30°C, dengan suhu optimum 15°C. Contoh bakteri psikrofil Bacillus
cereus, Staphylococcus aureus, Sterptococcus faecalisi pseudomonas, dan
Bacillus subtilisi micrococcus.
2) Bakteri Mesofil
Bakteri mesofil yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15°C
-55°C, dengan suhu optimum 25°C - 40°C.
3) Bakteri Termofil
Bakteri termofil yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi
antara 40°C - 75°C, dengan suhu optimum 25°C - 40°C (Srikandi Fardiaz,
1992)
F. Kelembababan
Kelembaban adalah jumlah uap air diudara/meter3 diukur dengan
menggunakan hygrometer.Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan
yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma
menyebabkan kegiatan metabolism terhenti.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai
kelembaban udara disuatu ruangan berpengaruh terhadap keberadaan bakteri.
G. Pencahayaan
Menurut Kepmenkes RI nomor 1204/menkes/SK/X/2004 Pencahayaan
adalah intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada didalam ruang
bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara
efektif. Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri.
Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar
ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang
berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh
cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai
pencahayaan disuatu ruangan berpengarung terhadap keberadaan bakteri.
Semakin baik pencahayaan di suatu ruangan maka semakin sedikit keberadaan
bakteri di ruangan tersebut.(http://www.docstoc.com/docs/37899151/makalah-
bakteri).
H. Kepadatan Hunian (Pengunjung, Pasien dan Karyawan)
Kepadatan adalah suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila
jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan
dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
Kepadatan hunian atau pasien akan meningkatkan suhu ruangan yang
disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan
kelembaban akibat uap air dari pernafasan tersebut. Dengan demikian,
semakin banyak jumlah penghuni atau pasien maka semakin cepat udara
ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya
penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh
peningkatan CO2 ruangan dan dampak dari peningkatan CO2 ruangan adalah
penurunan kualitas udara dalam ruangan. Hal tersebut diatas sama juga dengan
kepadatan pengunjung yang datang
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah
kepadatan hunian disuatu ruangan berpengarung terhadap keberadaan bakteri.
(http://journal.unair.ac.id/filterPDF/KESLING-1-2-02.pdf).
I. Angka Kuman
Michael J. Pelczar, E.C.S Chan (2008) menjelaskan bahwa kuman
diartikan sebagai suatu mikrorganisme yang berukuran kecil, biasanya bersifat
patogenik. Menurut Yenice Derek (2008), angka kuman adalah
mikroorganisme pathogen atau non pathogen menurut pengamatan secara
visual atau dengan kaca pembesar pada media penanaman yang diperiksa,
kemudian dihitung berdasarkan lempeng total.
J. Infeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial nosokomial adalah infeksi yang didapat selama masa
perawatan atau pemeriksaan di rumah sakit tanpa adanya tanda tanda infeksi
sebelumnya dan minimal terjadi 48 jam sesudah masuknya kuman (Depkes,
2003). Menurut Darmadi (2008), kata nosokomial berasal dari bahasa Yunani,
dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat.
Nosokomion berrarti tempat untuk merawat/ rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial
dapat diartikan sebagai inefeksi yang didapat atau terjadi di rumah sakit.
Penularan dapat terjadi melalui cara silang (cross infection) dari satu
pasien ke pasien yang lainnya atau infeksi diri sendiri dimana kuman sudah
ada pada pasien kemudian melalui suatu migrasi (gesekan) pindah tempat dan
ditempatbaru menyebabkan infeksi. Tidak hanya pasien rawat yang dapat
tertular tetapi seluruh personil rumah sakit yang berhubungan dengan pasien
(ilmu penyakit dalam, edisi ketiga).
Menurut Darmadi (2008), penyebaran penyakit di rumah sakit pada
dasarnya ada 3 unsur pokok yakni :
1. Sumber infeksi
Penyakit menular yang berasal dari pasien, pengunjung atau
petugasdan termasuk orang yang menderita penyakit yang aktif yaitu masa
inkubasiatau carrier panyakit.
2. Cara transmisi dari kuman
Cara penularan infeksi nosokomial dapat melalui :
a. Melalui Kontak
1) Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan
kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan
pasien. Transmisi kontak langsung juga bisa terjadi antar dua
pasien.
2) Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak
seseorang yang rentan dengan obyek tercemar yang berada di
lingkungan pasien.
b. Melalui Percikan ( droplet )
Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva,
membran mukosa hidunng atau mulut individu yang rentan oleh
percikan partikel besar yang mengandung mikroorganisme. berbicara,
batuk bersin dan tindakan sperti penghisapan lendir dan broknkoskopi
dapat menyebarkan organisme.
c. Melalui Udara (airborne)
Transmisi airborne terjadi melalui penyebaran partikel partikel
kecil ke udara, baik secara langsung atau melalui partikel debu yang
mengandung mikroorganisme infeksius. Partikel infeksius dapat
menetap di udara selama beberapa jam dan dapat disebarkan secara
luas dalam suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh.
d. Melalui perantara (Vehicleborne)
Organisme yang ditularkan oleh benda benda terkontaminasi
seperti makanan, air dan peralatan.
e. Melalui vektor (Vectorborne)
Terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang
pengerat lain menularkan mikroorganisme. Luka setelah pembedahan,
kerusakan jaringan kulit, nekrosis dll merupakan puntu masuknya
(port-deentre) mikroorganisme dimana penularan biaranya melalui
vector.
3. Host atau manusia yang rentan
Host adalah orang yang terkena sasaran penyakit menular, kondisi
host dipengaruhi oleh daya tahan tubuh terhadap penyakit, keadan gizi,
pola hidup . Semakin rentan seseorang maka semakin mudah dia terkena
penyakit, demikian pula sebaliknya semakin kuat daya tahan tubuh
seseorang maka semakin sulit terkena penyakit menular.
Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection”
seseorang dikatakan menderita infeksi nosokomial apabila memenuhi batasan
atau kriteria sebagai berikut:
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-
tanda klinik dari infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 × 24 jam
sejak mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya
(Darmadi, 2008).
Infeksi Nosokomial dapat dicegah dengan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
1. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
Rumah sakit
Ruang bersalin dan perawatan bayi
Lingkungan fisik :UdaraSuhu ruanganKelembaban ruanganPencahayaan
Angka kuman Infeksi nosokomial
Jumlah karyawanKepadatan pengunjung
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi
yang cukup, dan vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur
invasif.
5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
Terdapat berbagai pencegahan yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial, salah satunya adalah menjaga kebersihan udara
baik kualitas fisik maupun bakteriologis.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
B. Hipotesis
Variabel bebas
Udara di ruang bersalin dan ruang perawatan bayi
Variabel bebasVariabel pengganggu
Kelembaban ruanganSuhu ruanganPencahayaan
Jumlah karyawanKepadatan pengunjung
Variabel pengganggu
Variabel terikat
Angka kuman udara di ruang bersalin dan ruang perawatan bayi
1. Hipotesis nol (Ho), tidak ada perbedaan angka kuman udara di Ruang
Bersalin dan Ruang Perawatan Bayi RSUD Kebumen.
2. Hipotesis alternatif (Ha), ada perbedaan angka kuman udara di Ruang
Bersalin dan Ruang Perawatan Bayi RSUD Kebumen.
C. Variabel PenelitianJenis variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel bebas(Independent)
Variabel bebas yaitu variabel yang berpengaruh atau menyebabkan
berubahnya nilai dari variabel terikat dan merupakan variabel pengaruh
yang paling utama dalam penelitian. Variabel bebas dari penelitian ini
adalah udara ruang bersalin dan ruang perawatan bayi.
b. Variabel terikat(Dependent)
Variabel terikat yaitu variabel yang diduga nilainya akan berubah
karena adanya pengaruh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalahangka kuman di udara.
c. Variabel pengganggu(Counfounding)
Variabel pengganggu yaitu variabel pengaruh yang tidak termasuk
kelompok variabel bebas, yang diduga juga berpengaruh terhadap variabel
terikat, namun dalam penelitian ini tidak dapat dikendalikan dan tidak
dapat diutamakan. Variabel pengganggu disini adalah kelembaban
ruangan, suhu ruangan, pencahayaan, jumlah karyawan dan kepadatan
pengunjung.
D. Definisi Operasional
No
Variabel Definisi Satuan Alat ukur Skala
1 2 3 4 5 61. Angka
kumanBanyaknya koloni kuman yang ada di udara pada ruang bersalin dan ruang perawatan bayi yang diperoleh dengan cara menggunakan cawan petri yang telah berisi media TSA
Koloni/cm2 Media TSA Rasio
2. Suhu Temperatur udara didalam ruang bersalin dan ruang perawatan bayi
0C Termometer Interval
3. Kelembaban Jumlah uap air diudara/meter3
% Hygrometer Ratio
4. Pencahayaan Intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada didalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif
Lux Luxmeter Ratio
5. Lokasi Tempat dimana udara berada
Ruang bersalin
Ruang perawatan bayi
Observasi Nominal
6. Jumlah karyawan
Banyaknya orang yang bertugas di Ruang bersalin dan Ruang perawatan bayi.
Orang Kuesioner Ratio
7. Kepadatan pengunjung
Sejumlah manusia yang berkunjung dalam setiap Ruang bersalin dan Ruang perawatan bayi.
m2/orang Pengukuran dengan menghitung jumlah pengunjung setiap meter persegi per orang
Ratio
E. Jenis dan Metode Penelitian
Berdasarkan teknik pelaksanaannya penelitian ini termasuk penelitian
observasional analitik dengan jenis penelitian analisis inferensial. Analisis
data dilakukan secara univariat untuk menentukan frekuensi dan bivariat
dengan menggunakan uji komparasi untuk mengetahui perbedaan angka
kuman udara di ruang bersalin dan ruang perawatan bayi di RSUD Kebumen
dengan menggunakan uji U Mann- Whitney.
F. Lokasi Penelitan
Lokasi penelitian yaitu di ruang bersalin dan ruang perawatan bayi
Rumah Ssakit Umum Daerah Kebumen.
G. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah kuman udara di ruang bersalin
dan ruang perawatan bayi dengan teknik pengambilan random sampling.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah sejumlah kuman udara yang berada
pada ruang bersalin dan perawatan bayi. Pengambilan sampel dengan
mengambil kuman di 5 titik yang berbeda pada ruang bersalin (5 titik) dan
ruang perawatan bayi (5 titik).
H. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium,
wawancara, dan observasi dilokasi pengambilan sampel angka kuman
udara di ruang bersalin dan ruang perawatan bayi RSUD Kebumen.
2. Data Sekunder
Data sekunder berasal dari Dinas Kesehatan Kabupeten Kebumen
dan RSUD Kabupaten Kebumen.
I. Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab,
2. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara melihat secara langsung
obyek yang diteliti,
3. Pemeriksaan, yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan
terhadap sampel angka kuman udara di ruang bersalin dan ruang perawatan
bayi RSUD Kebumen yang diambil dengan menggunakan metode kultur
(metode pasif).
4. Pengukuran dan pengumpulan data dengan cara melakukan pengukuran
yang meliputi pengukuran suhu ruangan, kelembaban ruangan,
pencahayaan ruangan dan angka kuman udara di ruang bersalin dan ruang
perawatan bayi RSUD Kebumen.
J. Validitas Data
1. Uji Validitas Instrument
Validitas didefinisikan sebagai sejauh mana ketepatan dan
kecermatan alat ukur dlam melakukan fungsi ukurnya (Suliyanto, 2005).
Validitas dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji validitas
banding. Uji ini diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran
dengan pengukuran yang sudar terstandar.
K. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pedoman
obervasi. Instrument ini merupakan alat pengumpulan data berupa daftar
informasi yang ingin diketahui oleh peneliti. Pada penelitian kali ini pedoman
observasi berisi data yang diperoleh dengan hasil pengukuran angka kuman
dengan menggunakan alat Coloni Counter.
L. AnalisisData
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Uji
U-Man Whitney. Uji U-Man Whitney merupakan suatu teknik untuk menguji
perbedaan dua kelompok sampel atau sebuah isu tertentu bila data yang
diperoleh adalah data ordinal yang tidak berdistribusi normal (Agusty, 2006)
M. Jadwal Penelitian
Waktu penelitian terbagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan, dilaksanakan mulai bulan Februari sampai bulan Maret
2013
2. Tahap pelaksanaan, dilaksanakan mulai bulan awal April sampai
pertengahan bulan April 2012
3. Tahap penyelesaian, dilaksanakan mulai bulan pertengahan April sampai
akhir bulan mei 2013
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta
Budioro B. 1997. Pengantar Epidemiologi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Departemen Kesehatan RI, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Depkes RI, 2004, Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit(Kepmenkes RI No: 1204/MENKES/SK/X/2004), Jakarta: Depkes RI
Kemenkes RI, 2010. capaian MDGs bidang kesehatan. Jakarta: Simposium Nasional JHCC
2011 Jaminan Persalinan Upaya Terobosan Kementrian Kesehatan dalam Percepatan Pencapaian Target MDG’s. http://www.kesehtanibu.depkes.go.id. Diakses tanggal 28 Februari 2013
Kemenkes RI,2011. Milenium Development Goals (MDGs) dan Aspek Kesehatan. http://pppl.depkes.go.id. Diakses tanggal 28 Februari 2013
Kepmenkes RI, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan, Jakarta: Kepmenkes RI
Martika Intan, 2006, Evaluasi Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dalam Upaya Menurunkan Angka Kuman di Udara, Lantai, dan Dinding dalam Lima Hari Pasca Sterilisasi di Ruang Operasi RS Nur Hidayah di Yogyakarta Tahun 2011. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Nasrul, dkk 2008, Analisis Angka Kuman Lantai Ruang Perawatan Penyakit Dalam Tidak Menular Dan Ruang Isolasi Penyakit Menular Di RSUD Undata Palu Tahun 2008. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Palu
Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta, Jakarta.
Nurwahyuningrum, 2009, Studi Sanitasi Alat Makan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) Kebumen Kabupaten Kebumen Tahun 2009, KTI, Purwokerto: Kementerian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Semarang Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit
Sabarguna, 2007, Sistem Informasi Pemeliharaan Alat Medis Rumah Sakit Jakarta: FKM Universitas Indonesia
Srikandi, Fardiaz, 1992, Mikrobiologi Pangan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
http://www.docstoc.com/docs/37899151/makalah-bakteri, Diakses 16.19 wib, tanggal 5 Maret 2013
http://journal.unair.ac.id/filterPDF/KESLING-1-2-02.pdf . Diakses 16.30 wib, tanggal 5 Maret 2013
LAMPIRAN