oma rica
DESCRIPTION
ATRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga
telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan
komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold,
influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba
Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga tengah.1
Adapun infeksi saluran nafas bagian atas akan menyebabkan invasi kuman ke
telinga tengah bahkan sampai ke mastoid. Kuman penyebab utama adalah bakteri
piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aereus, Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus influeza.1
OMA lebih sering terjadi pada anak oleh karena infekasi saluran nafas atas
sangat sering terjadi pada anak – anak dan bentuk anatomi tuba Eustachii pada
anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal letaknya dibanding orang dewasa.
Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar melalui tuba Eustachii. Menurut
Klein dan Howie frekuwensi tertinggi di OMA terdapat pada bayi dan anak
berumur 0-2 tahun. Sedangkan menurut Moch. Zaman melaporkan 50 % dari
kasus OMA ditemukan pada anak berumur 0 – 5 tahun dan frekwensi tertinggi
pada umur 0-1 tahun.1
Gejala klinis dari OMA antara lain sakit telinga, demam, kadang disertai otore
bila telah terjadi perforasi dari membran timpani. OMA dapat sembuh dengan atau
tanpa disertai perforasi membran timpani, tetapi dapat pula berlanjut menjadi
otitis media kronik (OMK) dan otitis media dengan efusi (OME). Proses
peradangan akut pada telinga tengah berjalan cepat dan sebagian dapat
menimbulkan proses destruktif, tidak hanya mengenai mukoperiostium saja tetapi
juga mengenai tulang-tulang sekitarnya karena telinga tengah hanya dibatasi
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
1
tulang-tulang yang tipis. Adapun penjalaran penyakit ke daerah sekitarnya
tergantung pada keadaan penyakitnya sendiri dan terapi yang diberikan.2
Otitis media akut atau OMA dapat memberikan komplikasi seperti abses
subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Oleh
karena itu kemampuan dalam mendiagnosis OMA secara tepat dan akurat
haruslah di miliki terutama oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan latar belakang
diatas maka kami menyajikan makalah tentang Diagnosis dan Penatalaksanaan
dari Otitis Media Akut.2
1.2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk melengkapi persyaratan tugas kepanitraan klinik stase THT rumah
Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam.
b. Tujuan Khusus
Memberikan penjelasan tentang Otitis Media Akut
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI TELINGA
Telinga tengah dapat dibagi berdasarkan anatomi dan fisiologinya. Secara
anatomi telinga tengah terdiri dari :2
1.Membran timpani
2.Kavum timpani
3.Tuba Eustachii
4.Mastoid dan Selulae
Berdasarkan fisiologis pembagian telinga tengah terdiri dari :4
Timpani anterior, terdiri atas : Mesotimpani, Hipotimpani dan Tuba
Eustachii
Timpani posterior, terdiri atas : Epitimpani dan Retrotimpani (Antrum dan
Selulae)
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : Membran Timpani
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
3
Batas depan : Tuba Eustachius
Batas bawah : Bulbus Jugularis
Batas belakang : Aditus ad antrum, Fasialis pars Vertikalis
Batas atas : Tegmen Timpani
Batas dalam : kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis tingkap
lonjong, tingkap bundar dan promontorium
A. Membran Timpani1
Membran timpani berbentuk bulat dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani terdiri
dari dua bagian, yaitu bagian atas yang disebut pars flasida (membran shrapnell),
sedangkan bagian bawah pars tensa Pars flasida mempunyai dua lapisan, bagian
luar adalah stratum kutaneum yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi stratum mukosum yang berasal dari mukosa kavum
timpani. Pars tensa mempunyai tiga lapisan yaitu stratum kutaneum, stratum
fibrosum yang merupakan lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastis yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam,
serta stratum mukosum.
Batas antara pars flasida dan pars tensa adalah plika malearis anterior dan
plika malearis posterior. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
4
membran timpami disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya
(cone of light) ke arah bawah.
Membran timpani dibagi dalam empat kuadran dengan menarik garis
searah dengan processus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu
di umbo, yaitu anteroposterior, anteroinferior, posteroinferior dan posterosuperior.
Pembagian ini berguna untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
B. Kavum Timpani 1
Kavum timpani adalah rongga di dalam os temporal yang berbentuk kubus
irreguler. Terletak antara liang telinga dan telinga dalam. Berhubungan dengan
nasofaring melalui tuba auditiva, dengan antrum mastoidea melalui aditus ad
antrum.
Adapun kavun timpani dibagi menjadi 3 bagian:
1. Epitimpani yaitu rongga telinga bagian atas yang berhubungan dengan
antrum melalui aditus ad antrum.
2. mesotimpani yaitu rongga telinga bagian tengah
3. hipotimpani yaitu rongga telinga bagian bawah
Kavum timpani merupakan bagian dari telinga tengah dapat dibayangkan
sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada
dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Batas – batas dari kavum
timpani yaitu:
Batas luar : membran timpani
Batas dalam : berturut – turut dari atas ke bawah canalis semi sirkularis
horisontal, canalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window), promontorium.
Batas depan : vena jugularis (bulbus jugularis)
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
5
Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari
membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit di bagian tengah. Pada
bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di
bawahnya adalah saraf fasialis. Bangunan yang paling menonjol pada dinding
medial adalah pormontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama.
Isi kavum timpani adalah :
Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, incus, dan stapes.
Ligamen yang terdiri dari ligamen malei lateral, ligamen malei superior,
ligamen incudis posteriror.
endo otot yaitu tendo m. Tensor timpani, tendo m. Stapeidus.
C. Tuba Eustachius1
Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. Bagian lateral tuba Eustachius adalah yang bertulang (pars osseus),
sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Pars osseus merupakan
bagian sepertiga bagian lateral yang panjangnya 12 mm dan selalu
terbuka.Lubang awalnya yang disebut osteum timpanicum tuba eustachii
merupakan bagian yang terlebar, kemudian makin menyempit dan berakhir pada
sudut pertemuan pars petrosa dan pars skuamosa os temporale. Bagian akhir ini
bergerigi untuk perlekatan pars cartilaginea tuba eustachii. Bagian pertemuan
antara pars ossea dan pars kartilaginea merupakan bagian yang tersempit dan
disebut istmus tuba eustachii. Pars kartilaginea merupakan duapertiga bagian
medial, panjangnya 24 mm dan selalu tertutup. Bagian ini terbuka oleh karena
kontraksi m. Tensor veli palatini dan m. Levaotr veli palatini yang masing –
masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustachii
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
6
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana
timpani.
D. Mastoid1
Terletak di belakang rongga telinga yang dihubungkan oleh antrum dengan
aditus ad antrum. Dibentuk oleh pars squamosa dan pars petrosa. Di sini melekat
m. Sternocleidomastoideus dan m. Digastrikus venter posterior. Mastoid
mengandung rongga – rongga udara yang disebut selulae dan saling berhubungan
dan juga berhubungan dengan antrum. Antrum sudah ada sejak lahir sedangkan
selulae terbentuk sejak kehidupan tahun – tahun pertama sampai pada tahun
kelima atau keenam yang penting untuk proses pneumatisasi.
2.2. FISIOLOGI TELINGA3
Telinga pada dasarnya berfungsi sebagai alat pendengaran, alat
keseimbangan,dan juga sebagai alat kosmetik. Sebagai alat pendengaran telinga
berfungsi sebagai alat penghantar gelombang suara dari luar (membran timpani)
sampai ke telinga dalam (foramen ovale).Di telinga tengah gelombang suara
dihantarkan melalui tulang pendengaran yang akan mengaplikasikan gelombang
suara melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getaran yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa
pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran
basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel – sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
7
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39 – 40) di lobus temporalis.3
Telinga tengah juga memberi (mensuplai) oksigen kepada telinga dalam
dengan cara difusi ke dalam perilimfe, terutama melaui foramen rotundum.
Dengan demikian maka bagian yang terpenting di dalam telinga tengah adalah
foramen ovale dan foramen rotundum, baik sebagai penghantaran gelombang
suara maupun sebagai pemberi oksigen kepada telinga dalam. Telinga tengah
sendiri mendapat oksigen dari kapiler submukosa dan dari udara yang berada
dalam kavum timpani dengan cara mengabsorbsi udara.untuk kedua fungsi ini
maka udara dalam kavum timpani harus diatur keluar masuknya untuk menjaga
keseimbangan dengan tekanan atmosfer udara luar, serta diatur pertukaran
udaranya (pengudaraan,aerasi). Hal ini dilakukan oleh tuba Eustachii, dengan
demikian pentingnya tuba adalah untuk mengatur pengudaraan pada telinga
tengah. Selain pengatur tekanan udara, yang lebih penting lagi adalah pemberian
udara segar (oksigen), yang disebut pengudaraan atau aerasi.
Kavum timpani dan visceranya dilapisi oleh mukosa yang membentuk lipatan
– lipatan mukosa. Epitel kavum timpani ada 3 macam yaitu epitel gepeng
(skuamous epitel), kuboid, dan kolumner yang terdiri dari kolumner bersilia,
kolumner berkelenjar (sekretorik), kolumner biasa.Bila telinga tengah mengalami
peradangan, maka akan dapat ditemukan sel kelenjar dan sel goblet. Epitel telinga
tengah dapat mengalami tranformasi, metaplasia, maupun displasia. Proses ini
terlihat jika epitel mengalami rangsangan yang kronik baik mekanik maupun
kimia. Epitel kolumner bersilia dan berkelenjar lebih banyak terdapat di daerah
dekat muara tuba dan promontorium (ruang mesotimpanum). Di daerah
epitimpanum dan retrotimpanum banyak terdapat epitel gepeng karena udara
disini bersifat statis, selain epitel kolumner bersilia dan berkelenjar yang
jumlahnya sedikit, yang berfungsi untuk pembuangan dan pertahanan.
Adapun fungsi telinga tengah sendiri dapat dikelompokkan menjadi:3
a. Kegiatan mukosa
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
8
mengabsorbsi oksigen, cairan hasil metabolisme, dan hasil dari proses
patologi.
drainase (pembuangan) dengan sistem transport mukosilia.
menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke dalam telinga
tengah, di sekitar muara tuba
alat proteksi yang terdiri atas: mekanik karena adanya lapisan lendir di atas
epitel yang menahan kotoran dan kuman, kemudian oleh sel kolumner
bersilia digerakkan ke tuba, Cairan yang dihasilkan oleh sel kolumner
berkelenjar, meliputi enzim (lisosim, tripsin, kolagenase), zat
imunoglobulin, dan seluler di submukosa meliputi fibrosit, fibroblast
submukosa, sel limfosit, sel plasma.
b. Pengudaraan kavum timpani (aerasi),
Terbagi atas lintasan udara superior yaitu aliran udara dari tuba langsung ke
relung foramen ovale melalui di atas promontorium, terus ke ruang epitimpanum
melalui istmus timpani anterior, dan lintasan udara inferior yaitu dari tuba aliran
udara dibelokkan oleh tendo m. Tensor timpani dengan lipatan maleolus tensoris
untuk masuk ke saluran antara mesotimpanum dan hipotimpanum untuk masuk ke
relung foramen rotundum, terus masuk istmus timpanum posterior dan
mengudarai kantong Prussak terus ke epitimpanum.
c. tekan udara kavum timpani
tekanan udara kavum timpani selalu berubah, dan naik setelah menelan (tuba
terbuka) dan pada posisi tiduran. Perubahan tekanan ini dapat diatur kembali oleh
udara cadangan yang berada di retrotimpanum untuk menyeimbangkan dengan
tekanan atmosfer luar dengan melalui istmus timpani. Dengan demikian maka
makin sedikit udara cadangannya makin mudah terjadinya proses patologi di
kavum timpani.
d. Pertukaran gas
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
9
Seperti di dalam alat pernafasan, kavum timpani juga mengadaka pertukaran
gas. Dengan adanya perbedaan tekanan antara gas – gas dalam telinga tengah dan
dalam jaringan, maka terjadi absorbsi gas perlahan tetapi kontinyu oleh lapisan
mukosa.
2.3. DEFENISI OMA
Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga
telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan
komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold,
influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba
Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga tengah.2
2.4. ETIOLOGI OMA
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya
(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis
alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak
horisontal.
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,
Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.5
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
10
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody.7
Otitis media akut (OMA) terjadi karena factor pertahanan tubuh ini
terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis
media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan infasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk kedalam telinga
tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA
ialah infeksi saluran napas atas.4
Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. 1
2.5. PATOGENESIS OMA
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
kedalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachii enzim dan antibody.
Seperti yang diketahui bahwa OMA dapat terjadi karena infeksi saluran nafas atas
yang menginvasi telinga tengah melalui tuba Eustachii. Pada bayi, makin sering
bayi terserang infeksi saluran nafas atas makin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya
pendek, lebar dan agak horizontal letaknya.3
Pada OMA terjadi keadaan yang patologis di mukosa yang melapisi tuba
Eustachii, telinga tengah, dan sel mastoid, di mana terkumpul sekret, terjadi
proses supurasi, terjadi kerusakan silia sehingga tidak dapat mengalirkan sekret
menuju tuba Eustachii. Adanya kumpulan mukopus dalam telinga tengah
mengakibatkan tekanannya meningkat, membran timpani meradang dan
menonjol. Tekanan yang tinggi akan mempengaruhi pembuluh darah dalam
membran timpani. Selanjutnya timbul nekrosis iskemik pada membran timpani,
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
11
sehinga terjadi perforasi dan keluar pus. Dengan adanya perforasi ini gejala klinis
seperti sakit telinga dan demam akan berkurang. Proses yang terjadi di telinga
tengah adalah akumulasi, dekomposisi, dan iritasi. Mukosa menjadi rusak, terjadi
desintegrasi periosteum, terjadi trombosis arteri yang berakibat berkurangnya
aliran darah ke mukosa periosteum dan tulang telinga. Pada OMA yang tidak
diobati dengan baik dan adekuat, bisa terjadi otitis media perforata kronik, dapat
meluas ke otak melalui tegmen timpani, terutama jika disertai denagn kerusakan
mukosa, tulang dan jaringan sekitarnya 4
2.6. MANIFESTASI KLINIS OMA
Manifestasi klinis dari OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur
klien. 6
a. Stadium Hiperemi
Nyeri dan rasa penuh dalam telinga karena tertupnya tuba eustachius
yang mengalami hiperemi dan edema
Demam
Pendengaran biasanya masih normal
b. Stadium Oklusi
Nyeri dan demam bertambah hebat
Pada anak : panas tinggi disertai muntah, kejang, dan meningismus
Pendengaran mulai berkurang
c. Stadium Supurasi
Keluar sekret dari telinga
Nyeri berkurang karena terbentuk drainase akibat membran timpani
ruptur
Demam berkurang
Gangguan pendengaran bertambah karena terjadi gangguan mekanisme
konduksi udara dalam telinga tengah
d. Stadium Koalesen
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
12
Nyeri tekan pada daerah mastoid, dan akan terasa berat pada malam hari
e. Stadium Resolusi
Pendengaran membaik atau kembali normal.
2.7. DIAGNOSIS OMA
Diagnosis OMA ditegakkan dengan ditemukannya gejala – gejala dan tanda
klinik yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada telinga tengah
terutama membran timpani, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
bakteriologik dan radiologik.2
Dari anamnesis akan didapatkan gejala dari OMA antara lain berupa nyeri
pada telinga, demam, malaise, dan kadang – kadang nyeri kepala disamping nyeri
telinga. Gejala klinik yang tampak tergantung pada umur penderita dan stadium
klinik dari OMA itu sendiri. Bila OMA didapatkan pada anak – anak, keluhan
utama yang didapat adalah berupa rasa nyeri dalam telinga dengan adanya riwayat
batuk dan pilek sebelumnya dan suhu tubuh penderita dapat meningkat. Khusus
pada bayi dan anak kecil dapat terjadi anoreksia dan kadang – kadang mual dan
muntah. Demam dapat tinggi pada bayi dan anak kecil sampai 39,5 oc (pada
stadium supurasi), namun dapat pula tidak ditemukan pada 30% kasus. Anak bisa
menjadi gelisah dan sukar tidur, tiba – tiba anak menjerit waktu tidur, diare,
kejang – kejang dan kadang – kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila
terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
turun dan anak tertidur tenang. Seluruh atau sebagian membran timpani secara
khas menjadi merah dan dan menonjol, dan pembuluh – pembuluh darah di atas
membran timpani dan tangkai maleus berdilatasi dan menjadi menonjol.2
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Bila disertai perforasi, gejala klinik yang ada akan membaik. Pada anak –
anak dapat dinyatakan dengan keluhan ibu penderita melihat bercak kuning pada
bantal anaknya dan suhu tubuh dapat turun, serta anak dapat tidur dengan tenang.
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
13
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, stadium OMA dapat dibagi
atas 5 stadium:3
1. Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
3. Stadium supurasi
4. Stadium resolusi
Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi
udara. Kadang – kadang membran timpani sendiri tampak normal atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi. Dari penderita sendiri biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat (oklusi
tuba), gemrebeg (tinnitus low frequence), kurang dengar, sepeti mendengar suara
sendiri (otofoni) dan kadang – kadang penderita merasa pengeng tapi belum ada
rasa otalgia.3
a. Stadium Hiperemis (PreSupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum timpani mulai tampak PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
14
hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Pada stadium ini penderita merasakan
otalgia karena kulit di membran timpani tampak meregang.4
b. Stadium Supurasi
Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani,
menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada anak - anak sering disertai kejang dan
anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang purulen di cavum timpani
tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada kapiler – kapiler, serta
terjadi trombophlebitis pada vena – vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih
lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur. Sehingga bila
tidak dilakukan incisi membran timpani (miringitomi) maka kemungkinan besar
membran timpani akan ruptur dan discharge keluar ke liang telinga luar. Dengan
melakukan miringitomi luka incisi akan menutup kembali karena belum terjadi
perforasi spontan dan belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah, sedangkan bila
terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup
kembali.4
c. Stadium Resolusi
o Menutup Sikatrik
o Sembuh
o Membran timpani tidak Dry Ear
o perforasi menutup
o Stadium resolusi Tidak sembuh OMSK
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
15
o Sembuh Normal
o Membran timpani utuh
o Tidak sembuh Glue Ear4
Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pada stadium resolusi dapat terjadi dua
kemungkinan, yaitu membran timpani utuh (tidak terjadi perforasi) dan membran
timpani perforasi.
Pada membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan
membran timpani perlahan – lahan akan normal kembali. Sedangkan pada
membran timpani yang utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan berlanjut
menja di Glue Ear. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan incisi pada membran
timpani (miringitomi) untuk mencegah terjadinya perforasi spontan.
Pada membran timpani yang mengalami perforasi, bila terjadi kesembuhan
dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila terjadi kesembuhan dan tidak
menutup maka akan menjadi Dry ear (sekret berkurang dan akhirnya kering).
Sedangkan bila tidak terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK), di mana sekret akan keluar terus – menerus
atau hilang timbul.1
2.8. PENATALAKSANAAN OMA
Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya memberikan terapi medikamentosa.
Pemberian terapi medikamentosa ini tergantung pada stadium penyakitnya.6
a. Stadium oklusi
Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan
obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam laruitan fisiologis (anak 12 tahun)
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
16
atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun
dan pada orang dewasa. Disamping itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika
diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
b. Stadium Presupurasi
Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidunng dan analgetika perlu
diberikan. Bilamembran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi.
Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/BB/hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari.
c. Stadium Supurasi
Diamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi,
bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala – gejala klinis lebih
cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium ini bila terjadi perforasi
sering terlihat adanya sekret berupa purulen dan kadang terlihat keluarnya sekret
secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga
H2O2 selam 3 – 5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.
d. Stadium Resolusi
Pada stadium ini jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Tetapi
bila tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
17
dilanjutkan sampai 3 minggu bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap
banyak, kemungkina telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu,maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret masih tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua
bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).
2.9. KOMPLIKASI OMA
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulakn komplikasi.Baru setelah
ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai
komplikasi dari OMSK. Bila pengobatan OMA tidak tepat dan adekuat, maka
OMA bisa memberikan komplikasi atau perluasan ke mastoid.2
Komplikasi OMA menurut Mawson 1978, Youwer 1983 dan Paparella 1988
dapat dibagi menjadi:2
1. Komplikasi Intra temporal
a. Otitis media supuratif kronik
Dapat terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang
tidak adekuat, daya tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi.
Secara klinis ada 2 stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada
liang telingadan stadium nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
b. Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid
dan terjadi nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul
akan terisi sel peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat
melanjut menembus tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
18
Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik
dimana didapat retensi pus di dalam selule mastoid yang disebut sebagai mastoid
reservoir dengan gejala utama otore profus.
Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran
bertambah, sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.
c. Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik.
Walau demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
d. Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan
terjadi penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada
kelainan kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis : gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung
menjadi berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan
ini akan sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.
e. Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan
dari petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan rotundum.
Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi sirkularis.
Klinis : mual, tumpah, vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.
d. Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung 6 minggu. Sekret mukoid
yang kental dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan
perleketan tulang pendengaran dengan dinding cavum timpani.
e. Ketulian
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
19
2. Komplikasi Intrakranial
a. Abses extradural
Terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali
tegmen timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum,
adn celulae mastoid. Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil
yang terdapat pada mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis,
dan labirin. Klinis : otalgia, sakit kepala, tampak lemah.
b. Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid.
Penyebaran kuman melalui pembuluh darah. Klinis : sakit kepala, rangsang
meningeal, kadang – kadang hemiplegi.
c. Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena – vena
daerah mastoid dan vena – vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.
Klinis : sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun,
kejang, papil edema.
d. Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah
ada. Pada anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang
telinga tengah dan fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani
yang tipis. Klinis : tampak sakit, gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala,
rangsang meningeal (+).
e. Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis :
sakit kepala terus – menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil
edem. PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
20
2.10. PROGNOSIS OMA
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk
pendengaran dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum
terjadi perforasi spontan membran timpani.5
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
21
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Menurut Smeltzer, 2001, Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi
pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam
telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran/tuba
eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibat infeksi bakteri
yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada
anak juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.
Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain: Stadium
Hiperemi, Oklusi, Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi
dari OMA juga tergantung pada letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari
OMA juga berdasar pada stadium yang dialami klien. Dari perjalanan penyakit
OMA, dapat muncul beberapa masalah keperawatan yang dialami oleh klien,
antara lain: gangguan rasa nyaman (nyeri), perubahan sensori persepsi
pendengaran, gangguan komunikasi, dan kecemasan.
3.2. Saran
1) Perlunya mencegah terjadinya infeksi saluran pernafasan atas terutama
pada bayi dan anak – anak. Karena Infeksi saluran nafas atas merupakan
faktor utama penyebab terjadinya OMA pada bayi dan anak – anak
disamping bentuk anatomi dari tuba Eustachii yang lebih lebar, pendek
dan mendatar dibanding orang dewasa.
2) Perlunya dilakukan miringotomi pada stadium dua, terutama stadium tiga
bila membran timpani masih utuh, untuk menghindari terjadinya perforasi
spontan.
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
22
3) Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis
bakteri yang menginfeksi dan untuk pemberian antibiotic yang tepat.
4) Segera diberikan antibiotik untuk mencegah agar tidak terjadi keadaan
lebih parah.
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah
dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
6. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif
otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004;
1: 36-39 Available from URL: http://www.jneuro.org/
7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of
ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in
Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind
randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Available
from URL: http://www.mja.com.au/
8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical
Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
PAPE
R O
TITI
S M
EDIA
AKU
T
24