oma rica

36
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold, influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga tengah. 1 Adapun infeksi saluran nafas bagian atas akan menyebabkan invasi kuman ke telinga tengah bahkan sampai ke mastoid. Kuman penyebab utama adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aereus, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influeza. 1 OMA lebih sering terjadi pada anak oleh karena infekasi saluran nafas atas sangat sering terjadi pada anak – anak dan bentuk anatomi tuba Eustachii pada anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal letaknya dibanding orang dewasa. Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar melalui tuba Eustachii. Menurut Klein dan Howie frekuwensi tertinggi di OMA terdapat pada bayi dan anak berumur 0-2 tahun. Sedangkan menurut PAPER OTITIS MEDIA AKUT 1

Upload: aga-perdana

Post on 26-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

A

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga

telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan

komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold,

influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba

Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga tengah.1

Adapun infeksi saluran nafas bagian atas akan menyebabkan invasi kuman ke

telinga tengah bahkan sampai ke mastoid. Kuman penyebab utama adalah bakteri

piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aereus, Streptococcus

pneumonia dan Haemophilus influeza.1

OMA lebih sering terjadi pada anak oleh karena infekasi saluran nafas atas

sangat sering terjadi pada anak – anak dan bentuk anatomi tuba Eustachii pada

anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal letaknya dibanding orang dewasa.

Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar melalui tuba Eustachii. Menurut

Klein dan Howie frekuwensi tertinggi di OMA terdapat pada bayi dan anak

berumur 0-2 tahun. Sedangkan menurut Moch. Zaman melaporkan 50 % dari

kasus OMA ditemukan pada anak berumur 0 – 5 tahun dan frekwensi tertinggi

pada umur 0-1 tahun.1

Gejala klinis dari OMA antara lain sakit telinga, demam, kadang disertai otore

bila telah terjadi perforasi dari membran timpani. OMA dapat sembuh dengan atau

tanpa disertai perforasi membran timpani, tetapi dapat pula berlanjut menjadi

otitis media kronik (OMK) dan otitis media dengan efusi (OME). Proses

peradangan akut pada telinga tengah berjalan cepat dan sebagian dapat

menimbulkan proses destruktif, tidak hanya mengenai mukoperiostium saja tetapi

juga mengenai tulang-tulang sekitarnya karena telinga tengah hanya dibatasi

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

1

tulang-tulang yang tipis. Adapun penjalaran penyakit ke daerah sekitarnya

tergantung pada keadaan penyakitnya sendiri dan terapi yang diberikan.2

Otitis media akut atau OMA dapat memberikan komplikasi seperti abses

subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Oleh

karena itu kemampuan dalam mendiagnosis OMA secara tepat dan akurat

haruslah di miliki terutama oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan latar belakang

diatas maka kami menyajikan makalah tentang Diagnosis dan Penatalaksanaan

dari Otitis Media Akut.2

1.2. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Untuk melengkapi persyaratan tugas kepanitraan klinik stase THT rumah

Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam.

b. Tujuan Khusus

Memberikan penjelasan tentang Otitis Media Akut

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI TELINGA

Telinga tengah dapat dibagi berdasarkan anatomi dan fisiologinya. Secara

anatomi telinga tengah terdiri dari :2

1.Membran timpani

2.Kavum timpani

3.Tuba Eustachii

4.Mastoid dan Selulae

Berdasarkan fisiologis pembagian telinga tengah terdiri dari :4

Timpani anterior, terdiri atas : Mesotimpani, Hipotimpani dan Tuba

Eustachii

Timpani posterior, terdiri atas : Epitimpani dan Retrotimpani (Antrum dan

Selulae)

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : Membran Timpani

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

3

Batas depan : Tuba Eustachius

Batas bawah : Bulbus Jugularis

Batas belakang : Aditus ad antrum, Fasialis pars Vertikalis

Batas atas : Tegmen Timpani

Batas dalam : kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis tingkap

lonjong, tingkap bundar dan promontorium

A. Membran Timpani1

Membran timpani berbentuk bulat dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani terdiri

dari dua bagian, yaitu bagian atas yang disebut pars flasida (membran shrapnell),

sedangkan bagian bawah pars tensa Pars flasida mempunyai dua lapisan, bagian

luar adalah stratum kutaneum yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga

dan bagian dalam dilapisi stratum mukosum yang berasal dari mukosa kavum

timpani. Pars tensa mempunyai tiga lapisan yaitu stratum kutaneum, stratum

fibrosum yang merupakan lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat

elastis yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam,

serta stratum mukosum.

Batas antara pars flasida dan pars tensa adalah plika malearis anterior dan

plika malearis posterior. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

4

membran timpami disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya

(cone of light) ke arah bawah.

Membran timpani dibagi dalam empat kuadran dengan menarik garis

searah dengan processus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu

di umbo, yaitu anteroposterior, anteroinferior, posteroinferior dan posterosuperior.

Pembagian ini berguna untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.

B. Kavum Timpani 1

Kavum timpani adalah rongga di dalam os temporal yang berbentuk kubus

irreguler. Terletak antara liang telinga dan telinga dalam. Berhubungan dengan

nasofaring melalui tuba auditiva, dengan antrum mastoidea melalui aditus ad

antrum.

Adapun kavun timpani dibagi menjadi 3 bagian:

1. Epitimpani yaitu rongga telinga bagian atas yang berhubungan dengan

antrum melalui aditus ad antrum.

2. mesotimpani yaitu rongga telinga bagian tengah

3. hipotimpani yaitu rongga telinga bagian bawah

Kavum timpani merupakan bagian dari telinga tengah dapat dibayangkan

sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada

dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Batas – batas dari kavum

timpani yaitu:

Batas luar : membran timpani

Batas dalam : berturut – turut dari atas ke bawah canalis semi sirkularis

horisontal, canalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar

(round window), promontorium.

Batas depan : vena jugularis (bulbus jugularis)

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

5

Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari

membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit di bagian tengah. Pada

bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di

bawahnya adalah saraf fasialis. Bangunan yang paling menonjol pada dinding

medial adalah pormontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama.

Isi kavum timpani adalah :

Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, incus, dan stapes.

Ligamen yang terdiri dari ligamen malei lateral, ligamen malei superior,

ligamen incudis posteriror.

endo otot yaitu tendo m. Tensor timpani, tendo m. Stapeidus.

C. Tuba Eustachius1

Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan

nasofaring. Bagian lateral tuba Eustachius adalah yang bertulang (pars osseus),

sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Pars osseus merupakan

bagian sepertiga bagian lateral yang panjangnya 12 mm dan selalu

terbuka.Lubang awalnya yang disebut osteum timpanicum tuba eustachii

merupakan bagian yang terlebar, kemudian makin menyempit dan berakhir pada

sudut pertemuan pars petrosa dan pars skuamosa os temporale. Bagian akhir ini

bergerigi untuk perlekatan pars cartilaginea tuba eustachii. Bagian pertemuan

antara pars ossea dan pars kartilaginea merupakan bagian yang tersempit dan

disebut istmus tuba eustachii. Pars kartilaginea merupakan duapertiga bagian

medial, panjangnya 24 mm dan selalu tertutup. Bagian ini terbuka oleh karena

kontraksi m. Tensor veli palatini dan m. Levaotr veli palatini yang masing –

masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustachii

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

6

berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana

timpani.

D. Mastoid1

Terletak di belakang rongga telinga yang dihubungkan oleh antrum dengan

aditus ad antrum. Dibentuk oleh pars squamosa dan pars petrosa. Di sini melekat

m. Sternocleidomastoideus dan m. Digastrikus venter posterior. Mastoid

mengandung rongga – rongga udara yang disebut selulae dan saling berhubungan

dan juga berhubungan dengan antrum. Antrum sudah ada sejak lahir sedangkan

selulae terbentuk sejak kehidupan tahun – tahun pertama sampai pada tahun

kelima atau keenam yang penting untuk proses pneumatisasi.

2.2. FISIOLOGI TELINGA3

Telinga pada dasarnya berfungsi sebagai alat pendengaran, alat

keseimbangan,dan juga sebagai alat kosmetik. Sebagai alat pendengaran telinga

berfungsi sebagai alat penghantar gelombang suara dari luar (membran timpani)

sampai ke telinga dalam (foramen ovale).Di telinga tengah gelombang suara

dihantarkan melalui tulang pendengaran yang akan mengaplikasikan gelombang

suara melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getaran yang telah diamplifikasi ini

akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa

pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran

basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel – sel rambut, sehingga kanal ion

terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

7

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39 – 40) di lobus temporalis.3

Telinga tengah juga memberi (mensuplai) oksigen kepada telinga dalam

dengan cara difusi ke dalam perilimfe, terutama melaui foramen rotundum.

Dengan demikian maka bagian yang terpenting di dalam telinga tengah adalah

foramen ovale dan foramen rotundum, baik sebagai penghantaran gelombang

suara maupun sebagai pemberi oksigen kepada telinga dalam. Telinga tengah

sendiri mendapat oksigen dari kapiler submukosa dan dari udara yang berada

dalam kavum timpani dengan cara mengabsorbsi udara.untuk kedua fungsi ini

maka udara dalam kavum timpani harus diatur keluar masuknya untuk menjaga

keseimbangan dengan tekanan atmosfer udara luar, serta diatur pertukaran

udaranya (pengudaraan,aerasi). Hal ini dilakukan oleh tuba Eustachii, dengan

demikian pentingnya tuba adalah untuk mengatur pengudaraan pada telinga

tengah. Selain pengatur tekanan udara, yang lebih penting lagi adalah pemberian

udara segar (oksigen), yang disebut pengudaraan atau aerasi.

Kavum timpani dan visceranya dilapisi oleh mukosa yang membentuk lipatan

– lipatan mukosa. Epitel kavum timpani ada 3 macam yaitu epitel gepeng

(skuamous epitel), kuboid, dan kolumner yang terdiri dari kolumner bersilia,

kolumner berkelenjar (sekretorik), kolumner biasa.Bila telinga tengah mengalami

peradangan, maka akan dapat ditemukan sel kelenjar dan sel goblet. Epitel telinga

tengah dapat mengalami tranformasi, metaplasia, maupun displasia. Proses ini

terlihat jika epitel mengalami rangsangan yang kronik baik mekanik maupun

kimia. Epitel kolumner bersilia dan berkelenjar lebih banyak terdapat di daerah

dekat muara tuba dan promontorium (ruang mesotimpanum). Di daerah

epitimpanum dan retrotimpanum banyak terdapat epitel gepeng karena udara

disini bersifat statis, selain epitel kolumner bersilia dan berkelenjar yang

jumlahnya sedikit, yang berfungsi untuk pembuangan dan pertahanan.

Adapun fungsi telinga tengah sendiri dapat dikelompokkan menjadi:3

a. Kegiatan mukosa

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

8

mengabsorbsi oksigen, cairan hasil metabolisme, dan hasil dari proses

patologi.

drainase (pembuangan) dengan sistem transport mukosilia.

menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke dalam telinga

tengah, di sekitar muara tuba

alat proteksi yang terdiri atas: mekanik karena adanya lapisan lendir di atas

epitel yang menahan kotoran dan kuman, kemudian oleh sel kolumner

bersilia digerakkan ke tuba, Cairan yang dihasilkan oleh sel kolumner

berkelenjar, meliputi enzim (lisosim, tripsin, kolagenase), zat

imunoglobulin, dan seluler di submukosa meliputi fibrosit, fibroblast

submukosa, sel limfosit, sel plasma.

b. Pengudaraan kavum timpani (aerasi),

Terbagi atas lintasan udara superior yaitu aliran udara dari tuba langsung ke

relung foramen ovale melalui di atas promontorium, terus ke ruang epitimpanum

melalui istmus timpani anterior, dan lintasan udara inferior yaitu dari tuba aliran

udara dibelokkan oleh tendo m. Tensor timpani dengan lipatan maleolus tensoris

untuk masuk ke saluran antara mesotimpanum dan hipotimpanum untuk masuk ke

relung foramen rotundum, terus masuk istmus timpanum posterior dan

mengudarai kantong Prussak terus ke epitimpanum.

c. tekan udara kavum timpani

tekanan udara kavum timpani selalu berubah, dan naik setelah menelan (tuba

terbuka) dan pada posisi tiduran. Perubahan tekanan ini dapat diatur kembali oleh

udara cadangan yang berada di retrotimpanum untuk menyeimbangkan dengan

tekanan atmosfer luar dengan melalui istmus timpani. Dengan demikian maka

makin sedikit udara cadangannya makin mudah terjadinya proses patologi di

kavum timpani.

d. Pertukaran gas

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

9

Seperti di dalam alat pernafasan, kavum timpani juga mengadaka pertukaran

gas. Dengan adanya perbedaan tekanan antara gas – gas dalam telinga tengah dan

dalam jaringan, maka terjadi absorbsi gas perlahan tetapi kontinyu oleh lapisan

mukosa.

2.3. DEFENISI OMA

Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga

telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan

komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold,

influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba

Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga tengah.2

2.4. ETIOLOGI OMA

1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari

otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba

eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga

tengah juga akan terganggu

2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya

(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis

alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar

kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA

dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak

horisontal.

3. Bakteri

Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah

Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,

dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,

Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.5

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

10

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring

dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba

ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody.7

Otitis media akut (OMA) terjadi karena factor pertahanan tubuh ini

terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis

media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan infasi kuman ke

dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk kedalam telinga

tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA

ialah infeksi saluran napas atas.4

Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar

kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh

karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. 1

2.5. PATOGENESIS OMA

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan

faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba

kedalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachii enzim dan antibody.

Seperti yang diketahui bahwa OMA dapat terjadi karena infeksi saluran nafas atas

yang menginvasi telinga tengah melalui tuba Eustachii. Pada bayi, makin sering

bayi terserang infeksi saluran nafas atas makin besar kemungkinan terjadinya

OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya

pendek, lebar dan agak horizontal letaknya.3

Pada OMA terjadi keadaan yang patologis di mukosa yang melapisi tuba

Eustachii, telinga tengah, dan sel mastoid, di mana terkumpul sekret, terjadi

proses supurasi, terjadi kerusakan silia sehingga tidak dapat mengalirkan sekret

menuju tuba Eustachii. Adanya kumpulan mukopus dalam telinga tengah

mengakibatkan tekanannya meningkat, membran timpani meradang dan

menonjol. Tekanan yang tinggi akan mempengaruhi pembuluh darah dalam

membran timpani. Selanjutnya timbul nekrosis iskemik pada membran timpani,

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

11

sehinga terjadi perforasi dan keluar pus. Dengan adanya perforasi ini gejala klinis

seperti sakit telinga dan demam akan berkurang. Proses yang terjadi di telinga

tengah adalah akumulasi, dekomposisi, dan iritasi. Mukosa menjadi rusak, terjadi

desintegrasi periosteum, terjadi trombosis arteri yang berakibat berkurangnya

aliran darah ke mukosa periosteum dan tulang telinga. Pada OMA yang tidak

diobati dengan baik dan adekuat, bisa terjadi otitis media perforata kronik, dapat

meluas ke otak melalui tegmen timpani, terutama jika disertai denagn kerusakan

mukosa, tulang dan jaringan sekitarnya 4

2.6. MANIFESTASI KLINIS OMA

Manifestasi klinis dari OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur

klien. 6

a. Stadium Hiperemi

Nyeri dan rasa penuh dalam telinga karena tertupnya tuba eustachius

yang mengalami hiperemi dan edema

Demam

Pendengaran biasanya masih normal

b. Stadium Oklusi

Nyeri dan demam bertambah hebat

Pada anak : panas tinggi disertai muntah, kejang, dan meningismus

Pendengaran mulai berkurang

c. Stadium Supurasi

Keluar sekret dari telinga

Nyeri berkurang karena terbentuk drainase akibat membran timpani

ruptur

Demam berkurang

Gangguan pendengaran bertambah karena terjadi gangguan mekanisme

konduksi udara dalam telinga tengah

d. Stadium Koalesen

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

12

Nyeri tekan pada daerah mastoid, dan akan terasa berat pada malam hari

e. Stadium Resolusi

Pendengaran membaik atau kembali normal.

2.7. DIAGNOSIS OMA

Diagnosis OMA ditegakkan dengan ditemukannya gejala – gejala dan tanda

klinik yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada telinga tengah

terutama membran timpani, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

bakteriologik dan radiologik.2

Dari anamnesis akan didapatkan gejala dari OMA antara lain berupa nyeri

pada telinga, demam, malaise, dan kadang – kadang nyeri kepala disamping nyeri

telinga. Gejala klinik yang tampak tergantung pada umur penderita dan stadium

klinik dari OMA itu sendiri. Bila OMA didapatkan pada anak – anak, keluhan

utama yang didapat adalah berupa rasa nyeri dalam telinga dengan adanya riwayat

batuk dan pilek sebelumnya dan suhu tubuh penderita dapat meningkat. Khusus

pada bayi dan anak kecil dapat terjadi anoreksia dan kadang – kadang mual dan

muntah. Demam dapat tinggi pada bayi dan anak kecil sampai 39,5 oc (pada

stadium supurasi), namun dapat pula tidak ditemukan pada 30% kasus. Anak bisa

menjadi gelisah dan sukar tidur, tiba – tiba anak menjerit waktu tidur, diare,

kejang – kejang dan kadang – kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila

terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh

turun dan anak tertidur tenang. Seluruh atau sebagian membran timpani secara

khas menjadi merah dan dan menonjol, dan pembuluh – pembuluh darah di atas

membran timpani dan tangkai maleus berdilatasi dan menjadi menonjol.2

Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri

terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang

dengar. Bila disertai perforasi, gejala klinik yang ada akan membaik. Pada anak –

anak dapat dinyatakan dengan keluhan ibu penderita melihat bercak kuning pada

bantal anaknya dan suhu tubuh dapat turun, serta anak dapat tidur dengan tenang.

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

13

Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, stadium OMA dapat dibagi

atas 5 stadium:3

1. Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

3. Stadium supurasi

4. Stadium resolusi

Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)

Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani

akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi

udara. Kadang – kadang membran timpani sendiri tampak normal atau berwarna

keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini

sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau

alergi. Dari penderita sendiri biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat (oklusi

tuba), gemrebeg (tinnitus low frequence), kurang dengar, sepeti mendengar suara

sendiri (otofoni) dan kadang – kadang penderita merasa pengeng tapi belum ada

rasa otalgia.3

a. Stadium Hiperemis (PreSupurasi)

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran

timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum timpani mulai tampak PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

14

hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat

eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Pada stadium ini penderita merasakan

otalgia karena kulit di membran timpani tampak meregang.4

b. Stadium Supurasi

Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel

superfisial serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani,

menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta

rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada anak - anak sering disertai kejang dan

anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang purulen di cavum timpani

tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada kapiler – kapiler, serta

terjadi trombophlebitis pada vena – vena kecil dan nekrosis mukosa dan

submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih

lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur. Sehingga bila

tidak dilakukan incisi membran timpani (miringitomi) maka kemungkinan besar

membran timpani akan ruptur dan discharge keluar ke liang telinga luar. Dengan

melakukan miringitomi luka incisi akan menutup kembali karena belum terjadi

perforasi spontan dan belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah, sedangkan bila

terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup

kembali.4

c. Stadium Resolusi

o Menutup Sikatrik

o Sembuh

o Membran timpani tidak Dry Ear

o perforasi menutup

o Stadium resolusi Tidak sembuh OMSK

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

15

o Sembuh Normal

o Membran timpani utuh

o Tidak sembuh Glue Ear4

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pada stadium resolusi dapat terjadi dua

kemungkinan, yaitu membran timpani utuh (tidak terjadi perforasi) dan membran

timpani perforasi.

Pada membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan

membran timpani perlahan – lahan akan normal kembali. Sedangkan pada

membran timpani yang utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan berlanjut

menja di Glue Ear. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan incisi pada membran

timpani (miringitomi) untuk mencegah terjadinya perforasi spontan.

Pada membran timpani yang mengalami perforasi, bila terjadi kesembuhan

dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila terjadi kesembuhan dan tidak

menutup maka akan menjadi Dry ear (sekret berkurang dan akhirnya kering).

Sedangkan bila tidak terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi Otitis

Media Supuratif Kronik (OMSK), di mana sekret akan keluar terus – menerus

atau hilang timbul.1

2.8. PENATALAKSANAAN OMA

Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya memberikan terapi medikamentosa.

Pemberian terapi medikamentosa ini tergantung pada stadium penyakitnya.6

a. Stadium oklusi

Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba

Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan

obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam laruitan fisiologis (anak 12 tahun)

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

16

atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun

dan pada orang dewasa. Disamping itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika

diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.

b. Stadium Presupurasi

Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidunng dan analgetika perlu

diberikan. Bilamembran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya

dilakukan miringotomi.

Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin.

Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi

terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.

Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/BB/hari, dibagi

dalam 4 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari.

c. Stadium Supurasi

Diamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi,

bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala – gejala klinis lebih

cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium ini bila terjadi perforasi

sering terlihat adanya sekret berupa purulen dan kadang terlihat keluarnya sekret

secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga

H2O2 selam 3 – 5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang

dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.

d. Stadium Resolusi

Pada stadium ini jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal

kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Tetapi

bila tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui

perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya

edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

17

dilanjutkan sampai 3 minggu bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap

banyak, kemungkina telah terjadi mastoiditis.

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3

minggu,maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi

menetap dan sekret masih tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua

bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).

2.9. KOMPLIKASI OMA

Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulakn komplikasi.Baru setelah

ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai

komplikasi dari OMSK. Bila pengobatan OMA tidak tepat dan adekuat, maka

OMA bisa memberikan komplikasi atau perluasan ke mastoid.2

Komplikasi OMA menurut Mawson 1978, Youwer 1983 dan Paparella 1988

dapat dibagi menjadi:2

1. Komplikasi Intra temporal

a. Otitis media supuratif kronik

Dapat terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang

tidak adekuat, daya tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi.

Secara klinis ada 2 stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada

liang telingadan stadium nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.

b. Mastoiditis Akut

Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid

dan terjadi nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul

akan terisi sel peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat

melanjut menembus tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

18

Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik

dimana didapat retensi pus di dalam selule mastoid yang disebut sebagai mastoid

reservoir dengan gejala utama otore profus.

Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran

bertambah, sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.

c. Petrositis

Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik.

Walau demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.

d. Fasial paralisis

Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan

terjadi penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada

kelainan kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.

Klinis : gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung

menjadi berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan

ini akan sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.

e. Labirintitis

Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan

dari petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan rotundum.

Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi sirkularis.

Klinis : mual, tumpah, vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.

d. Proses adhesi atau perlengketan

Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung 6 minggu. Sekret mukoid

yang kental dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan

perleketan tulang pendengaran dengan dinding cavum timpani.

e. Ketulian

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

19

2. Komplikasi Intrakranial

a. Abses extradural

Terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali

tegmen timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum,

adn celulae mastoid. Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil

yang terdapat pada mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis,

dan labirin. Klinis : otalgia, sakit kepala, tampak lemah.

b. Abses subdural

Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid.

Penyebaran kuman melalui pembuluh darah. Klinis : sakit kepala, rangsang

meningeal, kadang – kadang hemiplegi.

c. Abses otak

Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena – vena

daerah mastoid dan vena – vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.

Klinis : sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun,

kejang, papil edema.

d. Meningitis otogenik

Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah

ada. Pada anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang

telinga tengah dan fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani

yang tipis. Klinis : tampak sakit, gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala,

rangsang meningeal (+).

e. Otitic Hodrocephalus

Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis :

sakit kepala terus – menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil

edem. PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

20

2.10. PROGNOSIS OMA

Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk

pendengaran dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum

terjadi perforasi spontan membran timpani.5

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

21

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Menurut Smeltzer, 2001, Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi

pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam

telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran/tuba

eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibat infeksi bakteri

yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada

anak juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.

Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain: Stadium

Hiperemi, Oklusi, Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi

dari OMA juga tergantung pada letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari

OMA juga berdasar pada stadium yang dialami klien. Dari perjalanan penyakit

OMA, dapat muncul beberapa masalah keperawatan yang dialami oleh klien,

antara lain: gangguan rasa nyaman (nyeri), perubahan sensori persepsi

pendengaran, gangguan komunikasi, dan kecemasan.

3.2. Saran

1) Perlunya mencegah terjadinya infeksi saluran pernafasan atas terutama

pada bayi dan anak – anak. Karena Infeksi saluran nafas atas merupakan

faktor utama penyebab terjadinya OMA pada bayi dan anak – anak

disamping bentuk anatomi dari tuba Eustachii yang lebih lebar, pendek

dan mendatar dibanding orang dewasa.

2) Perlunya dilakukan miringotomi pada stadium dua, terutama stadium tiga

bila membran timpani masih utuh, untuk menghindari terjadinya perforasi

spontan.

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

22

3) Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis

bakteri yang menginfeksi dan untuk pemberian antibiotic yang tepat.

4) Segera diberikan antibiotik untuk mencegah agar tidak terjadi keadaan

lebih parah.

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,

Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi

kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.

Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1997

3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:

Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung

tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73

4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah

dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit

THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118

5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.

Available from URL: http://www.pediatrics.org/

6. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif

otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004;

1: 36-39 Available from URL: http://www.jneuro.org/

7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of

ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in

Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind

randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Available

from URL: http://www.mja.com.au/

8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical

Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/

PAPE

R O

TITI

S M

EDIA

AKU

T

24