oleh : muhammad fiqhi i111 12 316 sapi bali hasil inseminasi buatan dan kawin alam pada kondisi...

54
PERFORMANS SAPI BALI HASIL INSEMINASI BUATAN DAN KAWIN ALAM PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KECAMATAN TANETE RIAJA KABUPATEN BARRU SKRIPSI Oleh : MUHAMMAD FIQHI I111 12 316 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: lamngoc

Post on 22-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERFORMANS SAPI BALI HASIL INSEMINASI BUATAN DAN KAWIN ALAM PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KECAMATAN

TANETE RIAJA KABUPATEN BARRU

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD FIQHI I111 12 316

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

ii

PERFORMANS SAPI BALI HASIL INSEMINASI BUATAN DAN KAWIN ALAM PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KECAMATAN

TANETE RIAJA KABUPATEN BARRU

Oleh

MUHAMMAD FIQHI I111 12 316

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

SKRIPSI

iii

iv

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh………………………………………

Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang

senantiasa tercurahkan kepada penulis sehingga dapat merampungkan penulisan

Skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang

telah menjadi panutan serta telah membawa ummat dari lembah kehancuran menuju

alam yang terang benderang.

Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada Ibunda Andi Nurani,

S.E. , Ibu, yang telah memberikan hidup kepada penulis, menegakkan punggung,

melangkahkan kaki, menampung setiap keluh-kesah untuk kemudian

menggantikannya dengan kasih sayang, yang rela menebus dirinya dengan

kepayahan dan air mata sehingga penulis dapat tegap menelusuri jalan kehidupan

dan mencoba teguh berpegang pada kebenaran. Dan kepada Almarhum Ayahanda

Ir. Ahmad Kamarul B. yang selalu ada sebagai penyemangat di hati penulis.

Semoga ananda dapat mempersembahkan yang terbaik kepada Ayah dan Ibu.

Terima kasih tak terhingga kepada Ibu Prof. Rr. Sri Rachma A.B., M.Sc.,

Ph.D selaku Pembimbing Utama yang telah membimbing penulis, memberi

motivasi dan telah memberi/membagi waktu serta pengetahuannya kepada penulis,

kemudian kepada bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA, DES selaku

Pembimbing Anggota yang bersahaja dalam membimbing, mengingatkan, dan

mengoreksi skripsi ini.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan

segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada:

vi

1. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I, II dan III dan

seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada

penulis, serta Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin yang selalu melayani kebutuhan administrasi penulis.

2. Dr. Muhammad Ichsan A. Dagong, S.Pt., M.Si selaku penasehat

akademik penulis yang telah memberikan bimbingan selama masa

perkuliahan penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu, M.Si atas segala dukungan moril,

materil sehingga melancarkan segala urusan dalam mengikuti kegiatan

kemahasiswaan di dalam maupun di luar negeri.

4. SUIJI-SLP UNHAS atas segala dukungan yang diberikan selama

menjalani penelitian terutama untuk sensei saya yang selalu

memberikan pembelajaran arti kehidupan Prof. Dr. Ir. Dorothea Agnes

Rampisela, M.Sc

5. Rekan-rekan sepenelitian yaitu Saharia, Sari Putri, Andi Nurul Airin,

Dewi Sartika, Asri Puspita, Hilma Utami Putri, Hikmayani Iskandar,

Arda Runita, dan Nawawi Arfan yang telah mencurahkan segenap

tenaga, waktu, materi dan perhatiannya selama penelitian ini.

6. Sahabat-sahabat terbaik penulis selama di Fakultas Peternakan, terutama

Muhammad Nur Rustan, Suprapto, Zulkifli, dan Imam Gazali.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis selama berproses di Universitas

Hasanuddin, terutama Saifullah Masdar, Arifuddin Jamil, Yustika

Januari, Dewi Fatmasari Edy, Kanda Wahyu Arfansyah, Kanda Darwan

Saputra, dan Kanda Mustakim Hamzah.

vii

8. Organisasi tercinta selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan

yaitu UKM KPI Unhas dan FOSIL Fapet Unhas yang menjadi wadah

bagi penulis untuk berproses dan belajar.

9. Teman-teman angkatan Flock Mentality, khususnya kelas D yang selalu

mendoakan.

10. Buat semua kawan-kawan yang belum sempat tersebutkan nama-

namanya, namun telah memberi andil kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini mohon maafku, dan terima kasihku untukmu

semuanya.

Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik serta saran pembaca sangat diharapkan

adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan nantinya,

terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah skripsi ini dapat memberi

manfaat bagi para pembaca terutama bagi penulis itu sendiri.

AAMIIN YA ROBBAL AALAMIN.

Akhir Qalam Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Agustus 2017

Penulis

viii

ABSTRAK

Muhammad Fiqhi I111 12 316. Performans Sapi Bali Hasil Inseminasi Buatan Dan Kawin Alam Pada Kondisi Peternakan Rakyat Di Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru. Dibimbing oleh Rr. Sri Rachma A.B. dan Herry Sonjaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans sapi Bali hasil inseminasi buatan (IB) dan kawin alam (KA) yang dipelihara pada peternakan rakyat di kecamatan Tanete Riaja kabupaten Barru. Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 44 ekor sapi Bali berumur ± 2 tahun yang terdiri dari 11 ekor sapi Bali jantan dan 11 ekor sapi Bali betina hasil inseminasi buatan (IB) serta 11 ekor sapi Bali jantan dan 11 ekor sapi Bali betina hasil kawin alam. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2x2 dengan sistem perkawinan sebagai faktor pertama dan jenis kelamin sebagai faktor kedua. Umur ternak sapi dikoreksi pada umur 205 hari dan umur 365 hari. Parameter yang diukur adalah performans sapi Bali (berat badan, tinggi pundak, panjang badan, dan lingkar dada). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem perkawinan dan jenis kelamin tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap performans (berat badan, tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada) pada sapi Bali yang dipelihara pada peternakan rakyat di kecamatan Tanete Riaja namun terdapat korelasi yang tinggi dan positif antara bobot badan dengan tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada. Kata Kunci : Sapi Bali, Sistem Perkawinan, Jenis Kelamin, Performans

ix

ABSTRACT

Muhammad Fiqhi I111 12 316. Performance of Artificial Insemination and Natural Mating in Bali Cattle on Household Farming Condition at Tanete Riaja Subdistrict Barru District . Under Guiden by Rr. Sri Rachma A.B. and Herry Sonjaya

This research aiming to determine the performance of Bali Cattle of artificial insemination and natural mating on household farming condition at Tanete Riaja subdistrict Barru district. The Bali cattle used in this research was 44 heads of Bali cattle on ± 2 years old consist 11 heads male Bali cattle and 11 heads female Bali cattle of artificial insemination, than 11 heads male Bali cattle and 11 heads female Bali cattle of natural mating. This research using Randomized Block Design (RBD) on factorial pattern 2x2 which are mating system as first treatment and sex as second treatment. Correction Factor used on Bali cattle age at 205 days and 365 days. Parameters measured by the performance of Bali cattle which are body weight (BW), wither height (WH), body length (BL), and chest girth (CG) respectively. The result of this research was showed that mating system effect and sex effect were not significant affected (P>0,05) to performance of Bali cattle on household farming at Tanete Riaja subdistrict Barru district. Furthermore, there were high and positive correlations between BW with WH, BL, CG respectively. Keywords : Bali Cattle, Mating System, Sex, Performance

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i

HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................ v

ABSTRAK .................................................................................................. viii

ABSTRACT ................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

Latar belakang .......................................................................................... 1 Rumusan masalah ..................................................................................... 3 Tujuan dan kegunaan .............................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5

Kondisi sapi Bali di peternakan rakyat ..................................................... 5 Pertumbuhan dan perkembangan .............................................................. 6 Dimensi tubuh .......................................................................................... 8 Pengaruh sistem perkawinan terhadap performans sapi ............................ 11

METODE PENELITIAN ........................................................................... 14

Waktu dan tempat ..................................................................................... 14 Materi dan alat penelitian ......................................................................... 14 Rancangan penelitian ............................................................................... 14 Parameter yang diukur .............................................................................. 15 Analisis data ............................................................................................. 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 19

Keadaan umum lokasi penelitian .............................................................. 19

xi

Pengaruh Sistem Perkawinan dan Jenis Kelamin Terhadap Performans Sapi Bali ............................................................................................................ 20 Korelasi Sistem Perkawinan dan Jenis Kelamin Terhadap Performans Sapi Bali ............................................................................................................ 24

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28

LAMPIRAN ................................................................................................. 31

DOKUMENTASI PENELITIAN .............................................................. 36

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 40

xii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rataan Performans Sapi Bali Jantan dan Betina Hasil Inseminasi

Buatan dan Kawin Alam...................................................... 20 2. Korelasi Sistem Perkawinan dan Jenis Kelamin terhadap Performans

sapi Bali................................................................................ 25

xiii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Timbangan Digital.......................................................................... 16

2. Pengukuran Tinggi Pundak Sapi dengan Tongkat Ukur................ 16

3. Pengukuran Panjang Badan Sapi Menggunakan Pita Ukur............ 17

4. Pengukuran Lingkar Dada Sapi Menggunakan Pita Ukur.............. 17

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Tabel Hasil Analisis Ragam RAK Faktorial Sapi Bali Hasil Inseminasi

Buatan dan Kawin Alam...................................................... 31 2. Tabel Hasil Analisis Korelasi Parsial Performans Sapi Bali terhadap

Jenis Kelamin dan Sistem Perkawinan................................ 34

1

PENDAHULUAN

Sapi Bali adalah salah satu jenis sapi potong lokal yang dikembangbiakkan

untuk memenuhi kebutuhan terhadap daging dan sapi bakalan di Indonesia.

Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh sapi Bali adalah memiliki daya adaptasi

tinggi terhadap segala kondisi lingkungan (Zulkharnaim dan Noor, 2010), memiliki

kualitas daging yang tinggi dan berkadar lemak rendah (Bugiwati, 2007),

mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dibandingkan dengan jenis sapi

potong lain, persentase kelahirannya dapat mencapai 80-82%, dan memiliki

heterosis positif tinggi pada persilangan (Noor et al., 2001). Namun sapi Bali

memiliki beberapa kelemahan, antara lain waktu untuk kembali birahi setelah

melahirkan sangat panjang yaitu sekitar 182 hari, interval beranak atau jangka

waktu kelahiran antar anak rata-rata 555 hari, rentan terhadap penyakit seperti

penyakit Jembrana, Bali Ziekte, dan MCF (Guntoro, 2002).

Performans sapi Bali dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor manajemen

pemeliharaan, faktor lingkungan, dan faktor penyakit (Bugiwati, 2006). Kondisi

performans sapi Bali erat kaitannya dengan faktor pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan tubuh umumnya diukur melalui pertambahan berat badan sedangkan

perkembangan tubuh diketahui melalui pengukuran dimensi tubuh seperti

pengukuran tinggi pundak, panjang badan, dan lingkar dada (Bugiwati, 2006).

Pengamatan pertambahan berat badan dan perkembangan dimensi tubuh sering

digunakan sebagai patokan saat menyeleksi sapi bibit.

Secara umum sapi Bali yang dipelihara pada peternakan rakyat di

kecamatan Tanete Riaja memiliki performans yang kurang baik. Hal ini disebabkan

oleh sistem pemeliharaan yang umumnya dilakukan masih menggunakan cara-cara

2

sederhana dan tradisional seperti digembalakan di ladang milik sendiri ataupun

dilepaskan merumput secara bebas. Salah satu upaya yang dilakukan oleh beberapa

peternak untuk meningkatkan performans pada sapi Bali antara lain melalui

perbaikan mutu genetik menggunakan sistem perkawinan inseminasi buatan (IB).

IB memiliki efisiensi yang tinggi karena menggunakan semen dari sapi Bali

pejantan unggul. Hal ini dilakukan agar peningkatan mutu genetik ternak diiringi

dengan biaya murah, mudah, dan cepat sehingga diharapkan dapat meningkatkan

pendapatan para peternak. Namun demikian IB memiliki beberapa kelemahan

antaralain sulitnya peternak untuk mengidentifikasi sapi yang birahi (estrus). Tidak

semua peternak di kecamatan Tanete Riaja mau menggunakan sistem perkawinan

IB untuk sapi peliharaannya karena mereka cenderung menggunakan sistem

perkawinan secara alami. Umumnya untuk menerapkan IB peternak sulit untuk

menghubungi inseminator, akibatnya proses pelaksanaan IB cenderung lambat.

Pelaksanaan IB yang lambat umumnya memiliki persentasi kebuntingan yang

sangat rendah. Kawin alam cukup efektif dan efisien digunakan pada pola usaha

budidaya sapi Bali di peternakan rakyat karena ternak jantan mampu mengetahui

ternak betina yang birahi, sehingga sedikit kemungkinan terjadinya keterlambatan

perkawinan yang dapat merugikan peternak. Namun demikian kawin alam

memiliki kelemahan antaralain terbatasnya kemampuan pejantan dalam membuahi

sejumlah betina, respon betina yang terkadang mengeluarkan kembali sperma yang

telah masuk dan lain sebagainya. Selain selain itu faktor lingkungan pemeliharaan

sapi Bali di peternakan rakyat juga dapat memberikan pengaruh terhadap model

sistem perkawinan yang digunakan dalam hal ini belum tentu kawin secara IB lebih

baik dari kawin alam ataupun sebaliknya.

3

Kecamatan Tanete Riaja di kabupaten Barru adalah salah satu wilayah

pembibitan dan pemurnian sapi Bali di Sulawesi Selatan. Menyandang sebagai

lokasi pembibitan maka perlu suatu upaya untuk meningkatkan mutu genetik salah

satunya melalui sistem perkawinan yakni secara kawin IB dan kawin alam yang

diharapkan akan lahir bibit sapi Bali yang unggul sehingga memudahkan peternak

dalam menyeleksi calon indukan dan pejantan yang baik.

Selama ini kualitas sapi pejantan yang digunakan untuk kawin alam belum

diketahui. Selain itu di kecamatan Tanete Riaja tidak memiliki informasi tentang

performans hasil kawin IB dan kawin alam yang dapat digunakan sebagai referensi

bahan seleksi calon indukan dan pejantan sapi Bali. Pengamatan dan pendataan

untuk melihat produktivitas kedua sistem perkawinan ini terhadap performans sapi

Bali yang dipelihara pada peternakan rakyat di kecamatan Tanete Riaja kabupaten

Barru perlu untuk dilakukan. Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan suatu

penelitian tentang perbandingan performans keturunan dari dua model perkawinan

yang umumnya digunakan oleh peternak yakni sistem perkawinan IB dan kawin

alam yang dipelihara di peternakan rakyat di kecamatan Tanete Riaja kabupaten

Barru sehingga dapat menjadi referensi peternak dalam menyeleksi bibit sapi Bali

yang unggul.

Tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah untuk mengetahui performans

sapi Bali hasil inseminasi buatan (IB) dan kawin alam yang dipelihara pada

peternakan rakyat di kecamatan Tanete Riaja kabupaten Barru dan diharapkan hasil

penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi ilmiah bagi mahasiswa

fakultas peternakan, peternak sapi Bali, dinas peternakan tentang kondisi

performans anak sapi Bali hasil kawin alam dan hasil IB. Informasi ini dapat pula

4

digunakan sebagai salah satu acuan saat menseleksi calon pejantan atau indukan

unggul sapi Bali.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Sapi Bali di Peternakan Rakyat

Komoditas daging sapi merupakan salah satu komoditas prioritas dalam

program pembangunan nasional dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan asal

hewani meskipun produk daging sapi merupakan komoditas unggulan kedua

setelah unggas (ayam potong). Kontribusi daging sapi terhadap kebutuhan daging

nasional sebesar 23% dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan

(Direktorat Jenderal Peternakan, 2011). Badan Pusat Statistik dan Populasi Sapi

Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 juga mencatat jenis sapi potong

terbanyak dipelihara adalah sapi Bali dengan jumlah 4,8 juta ekor, sisanya adalah

sapi jenis Peranakan Ongole, sapi Madura, sapi Limousin, dan jenis sapi lain.

Hampir 90 % dari usaha peternakan sapi potong di Sulawesi Selatan

merupakan usaha peternakan rakyat. Peternakan rakyat masih memegang peranan

sebagai aset terbesar dalam pembangunan peternakan nasional, tetapi sampai saat

ini tipologinya masih bersifat sambilan (tradisional) (Soehadji, 1995). Menurut

Pambudy dan Sudarjat (2000), sapi dalam peternakan rakyat umumnya dipelihara

dengan cara-cara sederhana dan tradisional. Salah satu ciri usaha peternakan adalah

memiliki produktivitas rendah (Sonjaya dan Idris, 1996). Dampak dari sistem

pemeliharaan ini adalah rendahnya produktivitas ternak yang dipelihara dicirikan

oleh tingkat pertumbuhan rendah. Bugiwati (2007) meneliti tentang perbedaan

pertumbuhan dimensi tubuh pedet jantan sapi Bali di Kabupaten Bone dan Barru

Sulawesi Selatan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pedet jantan sapi Bali

di Kabupaten Bone memiliki pertumbuhan dimensi tubuh yang lebih baik

dibandingkan dengan pedet jantan sapi Bali di Kabupaten Barru. Beberapa

6

penyebab perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan sistem perkawinan yang

dilakukan, cara pemeliharaan, dan kualitas serta kuantitas pakan yang dikonsumsi

oleh ternak.

Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot

hidup, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan komponen-

komponen tubuh dan organ serta komponen kimia (Soeparno, 2005). Butterfield

(1988) mendefinisikan pertumbuhan merupakan proses terjadinya perubahan

ukuran tubuh dalam suatu organisme sebelum mencapai dewasa dan perkembangan

adalah produk hasil perbedaan pertumbuhan dari masing-masing bagian tubuh

suatu organisme. Pertumbuhan ternak adalah hasil dari proses yang

berkesinambungan dalam seluruh hidup ternak tersebut, dimana setiap komponen

tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertumbuhan dapat

pula diartikan sebagai perubahan bentuk dan komposisi tubuh hewan sebagai akibat

adanya kecepatan pertumbuhan relatif yang berbeda antara berbagai ukuran tubuh.

Fenomena pertumbuhan ini dapat dilihat dari tulang yang merupakan komponen

tubuh yang mengalami pertumbuhan paling dini (Dwipartha dkk., 2014).

Tumbuh kembang pada ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan,

jenis kelamin, hormon, lingkungan, dan manajemen (Judge et al., 1989). Sonjaya

(2012) mengemukakan bahwa terdapat tiga gambaran utama pada pertumbuhan

ternak, yaitu terjadi proses dasar pertumbuhan satu sel, dalam hal ini termasuk

hiperplasia (penggandaan sel), hipertropi (pembesaran sel), dan pertumbuhan

materi nonprotoplasmik (peletakan lemak, glikogen, plasma darah, dan tulang

rawan). Sel-sel akan tumbuh bermula dengan hiperplasia, kemudian diikuti

7

hipertropi sampai mencapai ukuran karakterisik untuk organ tertentu. Selanjutnya

terjadi proses diferensiasi sel-sel induk dan embrio menjadi ektoderm, mesoderm,

dan endoderm dan selanjutnya berdiferensiasi menjadi sel-sel spasial dan terdapat

kontrol pertumbuhan dan diferensiasi sel yang melibatkan banyak proses, baik pada

penghentian permanen dari proses pertumbuhan yang dilakukan pada waktu yang

tepat.

Seringkali para peternak sapi Bali tidak mengetahui dengan pasti kondisi

perkembangan tubuh ternaknya dari awal kelahiran, pemeliharaan hingga saat

penjualan sehingga tidak diketahui dengan pasti produktivitas ternak dan

keuntungan nominal yang akan dan seharusnya diperoleh. Perkembangan tubuh

ternak sapi dipengaruhi oleh faktor genetik ternak, faktor sistem manajemen

pemeliharaan, faktor lingkungan antara lain ketinggian tempat, curah hujan,

ketersediaan air, suhu lingkungan, faktor penyakit, dan lain-lain (Bugiwati, 2007).

Pertumbuhan yaitu meningkatnya berat badan ternak sampai mencapai

berat badan dewasa dan perkembangan yaitu terjadinya perubahan konformasi dan

bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu

menjadi wujud penuh (Wello, 2007). Proses pertumbuhan saat pembuahan

berlangsung lambat, kemudian menjadi agak cepat pada saat menjelang kelahiran.

Setelah kelahiran, pertumbuhan semakin cepat hingga usia penyapihan dan

bertahan dalam kondisi laju bertumbuh pesat hingga usia puberitas. Namun sejak

usia setelah puberitas hingga dewasa ternyata laju pertumbuhan berangsur

menurun (Bambang, 2005). Potensi pertumbuhan ternak ditentukan oleh genetik

yang dinyatakan dalam hubungan hormonal dalam tubuh. Hal tersebut

8

mengakibatkan adanya perbedaan dalam tingkat pertumbuhan dan berat dewasa

yang dicapai (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).

Dimensi Tubuh

Dimensi tubuh merupakan faktor yang erat hubungannya dengan

penampilan seekor ternak. Pengukuran dimensi tubuh seringkali digunakan dalam

melakukan seleksi bibit, mengetahui sifat keturunan dan tingkat produksi maupun

saat menaksir berat badan. Menurut Sloan dan Marrow (1993), pengukuran

dimensi tubuh dapat dipakai sebagai penduga penampilan pejantan yang baik.

Berat badan ternak sapi dapat diketahui dengan tepat jika sapi tersebut

ditimbang menggunakan alat timbangan tetapi banyak peternak tidak memiliki

tersebut karena harganya sangat mahal. Oleh karena itu diperlukan alternatif alat

pengukuran selain timbangan sapi. Alat ukur yang lazim dipergunakan adalah pita

ukur dan tongkat ukur untuk bagian eksterior ternak sapi. Hasil pengukuran dari

alat-alat tersebut kemudian dituangkan dalam persamaan regresi untuk menaksir

berat badan sapi (Siregar, 2008). Dimensi tubuh yang sering dipakai untuk

menduga bobot tubuh adalah tinggi pundak dan lingkar dada karena dengan

mengetahui ukuran-ukuran vital tubuh dapat diketahui apakah sapi tersebut

memiliki bentuk tubuh yang normal atau tidak (Santoso, 2001). Soenarjo (1988)

menambahkan bahwa ada korelasi antara berat badan dengan ukuran-ukuran badan.

Misal lingkaran dada pada hewan yang sedang tumbuh. Dapat dikatakan bahwa

setiap lingkar dada bertambah 1% berat badan tambah lebih kurang 3%.

Menurut Djagra (1994) cara pengukuran dimensi tubuh ternak atau ukuran

statistik yaitu

9

1. Ukuran Tinggi

a. Tinggi pundak ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ke

tanah atau lantai. Alat pengukur tinggi pundak adalah tongkat ukur.

b. Tinggi pinggul ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum

pertama sampai ke tanah. Alat pengukur tinggi pinggul adalah tongkat

ukur.

2. Ukuran Panjang

Panjang badan diukur secara lurus dengan pita ukur dari siku (humerus)

sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii). Alat pengukur panjang badan

adalah pita ukur.

3. Ukuran Lebar

Lebar dada diukur melaui jarak terbesar tepat di belakang antara kedua

benjolan siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada. Alat

pengukur lebar dada adalah jangka ukur.

4. Ukuran Lingkar

Lingkar dada yaitu lingkaran yang diukur pada dada atau persis di belakang

siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh. Alat pengukur lingkar dada adalah

pita ukur.

Faktor- faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh sapi Bali adalah :

a. Umur

Umur ternak berperan penting dalam perubahan dimensi tubuhnya. Dimensi

tubuh pedet berbeda dengan dimensi tubuh sapi dara dan induk. Hal tersebut

membuktikan umur berpengaruh terhadap dimensi tubuh (Siregar, 2008).

10

Perubahan atau pertambahan dimensi tubuh ternak yang mendapat perlakuan dan

manajemen pemeliharaan yang baik sejak usia muda akan bagus.

b. Pakan

Peranan pakan dalam usaha ternak sapi potong sangat penting karena

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

produksi ternak sehingga ketersediaan pakan baik dari segi kuantitas, kualitas dan

secara berkesinambungan perlu diperhatikan. Tujuan pakan yang berkualitas

kepada ternak sapi adalah untuk menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat

Sudarmono dan Bambang, 2008). Pakan yang berkualitas memiliki kandungan

protein tinggi yang berfungsi untuk membangun dan memelihara jaringan dan

organ tubuh, menyediakan energi dalam tubuh, menyediakan sumber lemak badan,

dan menyediakan asam amino.

c. Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap pertumbuhan tubuh ternak.

Kay dan Housseman (1975) menyatakan bahwa hormon androgen pada hewan

jantan dapat merangsang pertumbuhan sehingga ukuran tubuh jantan lebih besar

dibandingkan dengan hewan betina. Terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan

tubuh antara jantan dan betina contohnya sapi Simmental jantan dewasa

mempunyai bobot badan 1100 kg sedangkan sapi Simmental betina dewasa hanya

800 kg pada umur yang sama (Sarwono dan arianto, 2003). Hal ini menunjukkan

bahwa hormon kelamin memegang peranan peting untuk merangsang

pertumbuhan. Penggunaan estrogen-sintesis pada hewan kastrasi dapat

meningkatkan pertumbuhan rata-rata sebanyak 15% dan efisiensi penggunaan

makanan sebanyak 10% selama fase akhir dari program finishing (Parakkasi, 1999).

11

Pengaruh Sistem Perkawinan terhadap Performans Sapi

Upaya perbaikan genetik pada sapi dapat dilakukan dengan melalui dua

manajemen perkawinan. Dua metode perkawinan yang umumnya diterapkan oleh

masyarakat adalah inseminasi buatan (IB) dan kawin alam. IB adalah teknik

memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan

peralatan khusus. Umumnya IB dilakukan karena dapat menghemat biaya

pemeliharaan pejantan dan menghindari terjadinya perkawinan sedarah

(inbreeding). Inseminasi buatan dikatakan berhasil apabila sapi yang dilakukan

inseminasi buatan menjadi bunting. Kawin alam merupakan perkawinan yang

dilakukan tanpa bantuan manusia, melainkan sapi betina yang sedang birahi

dikawini oleh pejantan yang telah diseleksi. Pertimbangan dilakukannya kawin

alam adalah bahwa secara alamiah ternak memiliki kebebasan hidup di alam bebas,

sehingga dengan sikap alamiah ini perkembangbiakannya diharapkan akan terjadi

secara normal dan mendekati sempurna karena ternak jantan secara alamiah mampu

mengetahui ternak betina yang birahi sehingga sedikit kemungkinan terjadinya

keterlambatan perkawinan yang dapat merugikan dalam proses peningkatan

populasi.

Penelitian tentang perbedaan morfometrik anak sapi Bali sebelum

penyapihan hasil perkawinan alami dan inseminasi buatan yang dipelihara secara

semi intensif di kecamatan Kampar kabupaten Kampar yang telah dilakukan oleh

Asriadi (2014). Penelitian tersebut dilakukan dengan mengukur panjang badan,

lebar dada, dalam dada, lingkar dada, tinggi pinggul, lebar pinggul dan tinggi

pundak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rataan panjang badan, lebar

dada, dalam dada, lingkar dada, lebar pinggul dan tinggi pundak anak sapi Bali hasil

12

IB berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan anak sapi bali jantan hasil

perkawinan alam. Namun tinggi pinggul anak sapi Bali hasil IB tidak berbeda

(P>0,05) jika dibandingkan dengan anak sapi Bali hasil perkawinan alam.

Subiharta dkk. (2010) melakukan penelitian tentang kinerja reproduksi sapi

potong pada peternakan rakyat di daerah Kantong Ternak di Jawa Tengah dengan

melakukan pendalaman wawancara kepada informan dan pengamatan langsung

serta monitoring. Hasil dari penelitian ini adalah salah satunya menunjukkan

bahwa di daerah peternakan rakyat di wilayah Kantong Ternak umumnya

menggunakan sistem perkawinan melalui IB. Peta sistem perkawinan dari 5

kabupaten yang telah dilakukan identifikasi menunjukkan, rata-rata perkawinan

dengan IB lebih banyak (60,9%) dan sisanya (45,58%) dengan pejantan. Alasan

masyarakat menggunakan IB adalah karena pertumbuhan pedet sapi yang lebih baik

jika dibandingkan dengan kawin alam. Namun demikian perkawinan dengan

menggunakan pejantan (kawin alam) juga masih dilakukan oleh peternak dengan

alasan tingkat keberhasilan kawin alam cukup tinggi jika dibandingkan dengan IB.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Gunawan dkk. (2011) tentang faktor

non genetik yang mempengaruhi performans reproduksi dan tingkat mortalitas pra

sapih dari sapi Bali yang kawin secara inseminasi buatan dan kawin alam

menunjukkan bahwa sifat reproduksi antaralain age first calving (AFC), calving

interval (CL), dan pregnancy rates (PR) tidak dipengaruhi (P>0.05) oleh sistem

perkawinan. Secara keseluruhan AFC, CI, PR dan kematian preweaning

43.86±0.70 bulan, 360.93±4.47 hari, 88.44±1.91% dan 7.58±1.07%. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa AFC dan PR secara signifikan (P < 0.01)

dipengaruhi oleh umur induk yang melahirkan (P<0.01). Rata-rata performans

13

reproduksi dan mortalitas pra sapih pada sapi Bali tidak bergantung pada sistem

perkawinan yang dilakukan. Namun mungkin dipengaruhi oleh perbaikan

manajemen pemeliharaan dan mengontrol waktu yang tepat untuk kawin.

14

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2017, bertempat di

Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Materi dan Alat Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 44 ekor sapi Bali berumur

± 2 tahun yang terdiri dari 11 ekor sapi Bali jantan dan 11 ekor sapi Bali betina

hasil inseminasi buatan (IB) serta 11 ekor sapi Bali jantan dan 11 ekor sapi Bali

betina hasil kawin alam.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, tongkat

ukur, pita ukur, Log Book, pulpen, dan kamera digital.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian lapangan dengan melakukan

pengamatan, pengukuran, dan pencatatan pada objek penelitian secara langsung

serta menganalisis data recording ukuran tubuh (berat badan, tinggi pundak,

panjang badan, dan lingkar dada). Model rancangan penelitian berbasis rancangan

acak kelompok pola faktorial 2 x 2 dengan faktor pertama adalah sistem perkawinan

(kawin alam dan inseminasi buatan) dan faktor kedua adalah jenis kelamin (jantan

dan betina). Umur ternak sapi dikoreksi pada umur 205 hari dan umur 365 hari.

Menurut Wijono (2007) model matematis faktor koreksi umur 205 hari dan 365

hari adalah sebagai berikut :

UT (205) = (UT sapih - UT lahir)/jumlah hari) x 205 hari + UT lahir

15

UT (365) = (UT setahun - UT lahir)/jumlah hari) x 160 hari + UT 205

dimana :

UT (205) : ukuran tubuh umur sapih (205 hari) yang telah dikoreksi ke umur

sapih 205 hari

UT (365) : ukuran tubuh umur setahun (365 hari) yang telah dikoreksi ke umur

365 hari

UT lahir : ukuran tubuh saat lahir

UT sapih : ukuran tubuh saat umur sapih

UT setahun : ukuran tubuh saat umur setahun

Pengambilan data dilakukan secara purposive sampling yakni hanya

mengambil di wilayah tertentu sebagai sampel karena cakupan wilayah kabupaten

Barru cukup luas. Sudjana (1998) mengemukakan bahwa pengambilan sampel

dapat dilakukan dengan cara purposive sampling jika cakupan wilayah cukup luas.

Parameter yang diukur

1. Berat Badan (kg)

Berat badan diukur menggunakan timbangan digital (Gambar 1). Cara

pengukuran berat badan yaitu dengan mengatur angka timbangan pada kondisi

normal (angka pada timbangan menunjukkan angka 0,00 kg), kemudian sapi

dinaikkan ke atas timbangan, lalu membaca nilai yang tertera pada timbangan

digital yang merupakan berat badan sapi tersebut.

16

Gambar 1. Timbangan Digital

2. Dimensi Tubuh

Pengukuran dimensi tubuh pada anak sapi menggunakan dua alat yaitu

tongkat ukur dan pita ukur.

a) Tinggi Pundak (cm)

Tinggi pundak diukur melalui belakang scapula menggunakan

tongkat ukur pada jarak tertinggi pundak tegak lurus ke tanah.

Gambar 2. Pengukuran Tinggi Pundak Sapi dengan Tongkat Ukur

Sumber : Dokumentasi pribadi

17

b) Panjang Badan (cm)

Panjang badan diukur dari jarak garis lurus dari tepi tulang processus

spinosus sampai dengan tonjolan tulang tapis (os ichium) menggunakan pita

ukur.

Gambar 3. Pengukuran Panjang Badan Sapi Menggunakan Pita Ukur Sumber : Muhammad Syafii (2016)

c) Lingkar dada (cm)

Lingkar dada diukur dmenggunakan pita ukur melingkari badan tepat

dibelakang scapula.

Gambar 4. Pengukuran Lingkar Dada Sapi Menggunakan Pita Ukur Sumber : Muhammad Syafii (2016)

18

Analisis Data

1. Analisis Ragam (Anova)

Model matematis rancangan acak kelompok pola faktorial dengan dua

faktor adalah:

Yijk = µ + Ci + Aj + Bk + (AB)jk + εijk

dimana :

Yijk : Nilai pengamatan

µ : Nilai rata-rata umum

Ci : Pengaruh kelompok umur ke-i

Aj : Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor sistem perkawinan

Bk : Pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor jenis kelamin

(AB)jk : Pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor sistem perkawinan dan taraf ke-k

dari faktor jenis kelamin

εijk : Eror akibat perlakuan ke-j dan perlakuan ke-k pada kelompok ke-i

2. Analisis Korelasi Parsial

Model matematis analisis korelasi parsial adalah :

r : koefisien korelasi

n : jumlah titik pasangan (x,y)

X : nilai variabel X

Y : nilai variabel Y

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Barru merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang

mempunyai wilayah yang terbentang dipesisir selat Makassar, membujur dari arah

selatan ke utara sepanjang kurang lebih 78 Km. Topografis Kabupaten Barru

mempunyai wilayah yang cukup bervariasi, terdiri dari daerah laut, dataran rendah

dan daerah pegunungan, dengan ketinggian antara 100 sampai 500 m diatas

permukaan laut (mdpl).

Kabupaten Barru merupakan salah satu daerah pengembangan populasi sapi

Bali yang terbesar di Sulawesi Selatan. Populasi Sapi Bali di Kabupaten Barru

pada tahun 2011 berdasarkan sensus ternak pada bulan juni 2011 sejumlah 52.833

ekor. Berdasarkan informasi teknis yang ada di lapangan untuk tinggi gumba dari

Sapi Bali jantan yang dewasa sekitar 102 cm dan untuk Sapi Bali betina dewasa

sekitar 100 cm. Penelitian ini berlokasi di kecamatan Tanete Riaja yang merupakan

salah satu tempat pengembangan sapi Bali di kabupaten Barru.

Secara administratif, Kecamatan Tanete riaja merupakan salah satu

kecamatan dari tujuh (7) kecamatan yang ada di Kabupaten Barru. Kecamatan

Tanete riaja berada di daerah pegunungan yaitu sekitar 200-700 meter diatas

permukaan laut. Kecamatan Tanete riaja memiliki batas-batas wilayahnya yaitu :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Barru

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Soppeng

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Pujananting

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Tanete Rilau

20

Kecamatan Tanete riaja terdiri atas Satu (1) Kelurahan dan Enam (6) Desa

yaitu Kelurahan Lompo Riaja, Desa Kading, Desa Lompo Tengah, Desa Lempang,

Desa Mattiro Walie, Desa Harapan, dan Desa Libureng. Secara umum keadaan

topografi Kecamatan Tanete riaja adalah berada di daerah pegunungan yaitu 200-

700 diatas pemukaan laut (Supriadi, 2013).

Pengaruh Sistem Perkawinan dan Jenis Kelamin Terhadap Performans Sapi

Bali

Hasil pengukuran performans yang meliputi pengukuran berat badan, tinggi

pundak, panjang badan, dan lingkar dada pada sapi Bali jantan dan betina hasil

inseminasi buatan dan kawin alam di peternakan rakyat kabupaten Barru disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Performans Sapi Bali Jantan dan Betina Hasil Inseminasi Buatan dan Kawin Alam

Keterangan : n = jumlah unit percobaan IB = inseminasi buatan KA = kawin alam FK 205 = faktor koreksi umur 205 hari FK 365 = faktor koreksi umur 365 hari

Parameter Performans

Jenis Kelamin N

Sistem Perkawinan IB KA

FK 205 FK 365 FK 205 FK 365

Berat Badan (kg)

Jantan 22 53.5 ± 15.9 88,5 ± 15,4 52.8 ± 16.3 87,4 ± 18,4 Betina 22 54.5 ± 16.2 83,3 ± 18,6 51.5 ± 18.9 77,9 ± 20,17

Tinggi Pundak

(cm)

Jantan 22 68.8 ± 6.5 79.3 ± 6,7 71.2 ± 7.0 82,3 ± 7,0

Betina 22 69.4 ± 7.2 78,6 ± 7,0 69.4 ± 8.8 78,0 ± 9,5

Panjang Badan (cm)

Jantan 22 70.2 ± 6.3 80,7 ± 7,9 72.6 ± 7.5 83,8 ± 8,6

Betina 22 70.9 ± 7.1 81,1 ± 7,1 70.3 ± 8.4 80,6 ± 8,3

Lingkar Dada (cm)

Jantan 22 85.5 ± 9.9 99,3 ± 10.1 91.8 ± 11.3 104,5 ± 13,2 Betina 22 84.5 ± 12.6 97,2 ± 13.7 84.3 ± 12.9 95,3 ± 14,4

21

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa sistem perkawinan dan jenis

kelamin tidak berpengaruh terhadap performans (berat badan, tinggi pundak,

panjang badan dan lingkar dada) sapi Bali yang dipelihara pada peternakan rakyat

di kecamatan Tanete Riaja. Hasil tersebut menunjukkan indikasi bahwa kualitas

sperma yang digunakan pada KA memiliki kualitas yang hampir sama dengan

sperma yang digunakan pada IB. Kondisi sperma tersebut mempengaruhi

performans anak sapi bali yang lahir dari hasil perkawinan tersebut yang dipelihara

pada kondisi peternakan rakyat di kecamatan Tanete Riaja.

Tabel 1 menunjukkan kecenderungan sapi Bali jantan hasil KA memiliki

performans yang lebih baik pada umur 205 hari dan 305 hari dibandingkan dengan

sapi Bali jantan hasil IB. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan oleh kemampuan

beradaptasi sapi Bali hasil KA terhadap lingkungan, pakan dan sistem pemeliharaan

yang lebih baik dibandingkan dengan sapi Bali hasil IB. Namun demikian, kondisi

yang berlawanan terjadi pada sapi Bali betina yang menunjukkan kecenderungan

hasil IB baik pada umur 205 hari dan 305 hari memiliki performans yang lebih baik

dibandingkan sapi Bali betina hasil KA. Hal ini kemungkinan disebabkan karena

faktor lingkungan. Faktor lingkungan tidak seluruhnya dapat diseragamkan karena

pola pemeliharaan ternak tiap tahun tidak sama sehingga secara tidak langsung akan

mempengaruhi tampilan bobot hidup. Pakan walaupun hampir sama dan selalu

tersedia dalam jumlah yang cukup tetapi pada kondisi di peternakan rakyat hampir

semua sapi Bali dipelihara secara ekstensif maupun semi intensif dengan pakan

yang kurang terkontrol sehingga kondisi ini turut mempengaruhi tampilan bobot

hidup dan ukuran tubuh pada ternak yang diamati. Pengaruh faktor lingkungan

terhadap individu satu dengan individu lain yang tidak sama akan menimbulkan

22

variansi lingkungan. Pengaruh variansi genetik suatu sifat pada suatu populasi

ternak hanya dapat diketahui apabila variansi lingkungan yang mempengaruhi sifat

tersebut dapat ditiadakan.

Performans (tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada) pada sapi Bali

betina hasil IB dan KA yang dipelihara pada kondisi peternakan rakyat di

kecamatan Tanete Riaja cenderung hampir sama pada umur 205 hari kecuali pada

berat badan sapi Bali betina hasil IB cenderung lebih berat daripada hasil KA yaitu

54,5 kg dan 51,5 kg.

Hasil yang berbeda terdapat pada performans (tinggi pundak, panjang

badan, dan lingkar dada) sapi Bali jantan yang menunjukkan bahwa sapi Bali jantan

hasil KA cenderung lebih baik dari sapi Bali jantan Hasil IB pada umur 205 hari

kecuali pada berat badan sapi Bali jantan hasil IB cenderung lebih berat daripada

hasil KA yaitu 53,5 kg dan 52,8 kg.

Seluruh performans (berat badan, tinggi pundak, panjang badan, dan lingkar

dada) sapi Bali betina hasil IB pada umur 305 hari menunjukkan performans yang

cenderung lebih baik daripada sapi Bali betina hasil KA. Sedangkan pada sapi Bali

jantan hasil KA cenderung lebih baik daripada sapi Bali jantan Hasil IB pada umur

365 hari.

Rataan berat badan sapi Bali jantan dan betina hasil IB (88,5 kg dan 83,3

kg) dan hasil KA (87,4 kg dan 77,9 kg) pada umur 365 hari dalam penelitian ini

lebih rendah dibandingkan rataaan berat badan pada penelitian Latulumanina

(2013) yang menggunakan sapi Bali jantan (160,3 kg) dan betina (100,43 kg) pada

umur 365 hari.

23

Rataan tinggi pundak sapi Bali jantan dan betina hasil IB (79,3 cm dan 78,6

cm) dan hasil KA (82,3 cm dan 78,0 cm) pada umur 365 hari dalam penelitian ini

lebih rendah dibandingkan rataan tinggi pundak pada penelitian Asriadi (2014)

yang menggunakan sapi Bali jantan dan betina hasil IB (102,22 CM dan 101,23)

dan hasil KA (87,83 cm dan 84,54 cm) pada umur 365 hari.

Rataan panjang badan sapi Bali jantan dan betina hasil IB (80,7 cm dan 81,1

cm) pada umur 365 hari dalam penelitian ini lebih rendah daripada rataan panjang

badan sapi Bali jantan dan betina hasil IB (100,05 cm dan 99,23 cm) pada penelitian

Asriadi (2014), namun lebih tinggi rataan panjang badan sapi Bali jantan dan betina

hasil KA (83,8 cm dan 80,6 cm) dalam penelitian ini daripada rataan panjang badan

sapi Bali jantan dan betina hasil KA (62,11 cm dan 59,45 cm) pada penelitian

Asriadi (2014) yang menggunakan sapi Bali pada umur 365 hari.

Rataan lingkar dada sapi Bali jantan dan betina hasil IB (99,3 cm dan 97,2

cm) 365 hari dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan pada penelitian

Asriadi (2014) yang menggunakan sapi Bali jantan dan betina hasil IB (120,74 cm

dan 117,22 cm), namun lebih tinggi rataan lingkar dada sapi Bali jantan dan betina

dan hasil KA (104,5 cm dan 95,3 cm) dalam penelitian ini daripada rataan lingkar

dada sapi Bali jantan dan betina hasil KA (62,11 cm dan 59,45 cm) pada penelitian

Asriadi (2014) yang menggunakan sapi Bali pada umur 365 hari.

Kecendrungan kesamaan performans sapi Bali hasil IB dan KA yang

terukur dalam penelian ini menunjukkan indikasi bahwa kualitas sperma dari

pejantan sapi Bali yang digunakan untuk KA memiliki kualitas yang cukup baik

dan dapat menyamai kualitas sperma pejantan yang digunakan untuk IB. Oleh

24

karena itu kedua jenis perkawinan tersebut (IB dan KA) dapat digunakan untuk

memperbaiki keturunan sapi Bali di kecamatan Tanete Riaja.

Faktor lingkungan, seperti ketersediaan pakan yang kurang berkualitas dan

dan pemeliharaan secara ekstensif maupun semi intensif pada peternakan rakyat

sehingga tingkat konsumsi pakan kurang terkontrol juga dapat menyebabkan

pertumbuhan performans (berat badan, tinggi pundak, panjang badan, dan lingkar

dada) menjadi kurang optimal dan akan memunculkan perbedaan pada sapi Bali

yang dipelihara di tiap daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarmono dan

Bambang (2008), adanya perbedaan antara ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi

oleh adanya faktor pakan. Faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan

kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam

proses pertumbuhan., terlebih apabila dalam pakan tersebut zat-zat pakan untuk

pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, vitamin dan mineral maka hal

ini dapat menyebabkan pertumbuhan tubuh ternak tersebut tidak dapat bertumbuh

baik. Sugeng (2003) menambahkan bahwa adanya perbedaan ukuran tubuh suatu

ternak dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu faktor pengaruh bangsa sapi,

pengaruh umur sapi, pengaruh jenis kelamin sapi, sistem pemeliharaan, pengaruh

pakan yang diberikan kepada ternak sapi dan pengaruh suhu serta iklim lingkungan

di sekitar habitat sapi.

Korelasi Sistem Perkawinan dan Jenis Kelamin Terhadap Performans Sapi

Bali

Korelasi sistem perkawinan dan jenis kelamin terhadap performans sapi

Bali dapat dilihat pada Tabel 2.

25

Tabel 2. Hasil Analisis Korelasi Parsial Sistem Perkawinan dan Jenis Kelamin terhadap Performans Sapi Bali

Keterangan : IB = inseminasi buatan KA = kawin alam

BB = berat badan TP = tinggi pundak PB = panjang badan LD = lingkar dada

Inverval koefisien korelasi antara 0,00 – 0,20 menunjukan tingkat hubungan

korelasi rendah, interval koefisien kolerasi antara 0,20 – 0,50 tingkat hubungan

korelasi adalah sedang, serta interval koefisien korelasi 0,5 – 1,00 menunjukan

tingkat hubungan korelasi sangat kuat atau kategori tinggi (Sugiyono, 2012). Hasil

analisis korelasi parsial seluruh nilai korelasi antara seluruh performans (berat

badan, tinggi pundak, panjang badan, dan lingkar dada) berdasarkan sistem

perkawinan (IB dan KA) adalah tinggi dan positif dengan rentang nilai koefisien

korelasi antara 0,68 - 0,79.

Nilai korelasi tertinggi terdapat pada korelasi antara BB-TP (0,79) pada

sistem perkawinan inseminasi buatan dan BB-PB (0,79) pada sistem perkawinan

kawin alam.

Nilai korelasi antara BB-TP pada sapi Bali betina merupakan nilai tertinggi

(0,79) diantara performans lainnya. Sedangkan nilai korelasi untuk semua performa

sapi Bali jantan adalah serupa (0,73-0,74).

Parameter Sistem Perkawinan Jenis Kelamin

IB KA Jantan Betina

BB-TP 0,79 0,77 0,73 0,79

BB-PB 0,73 0,79 0,74 0,77

BB-LD 0,73 0,71 0,74 0,68

26

Hasil analisis korelasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai

korelasi antara performans sapi Bali jantan dan betina berdasarkan sistem

perkawinan (IB dan KA) adalah tinggi.

Kecenderungan dimensi tubuh yang memiliki korelasi yang tertinggi

dengan berat badan dalam penelitian ini adalah tinggi pundak, diikuti dengan

panjang badan dan lingkar dada. Hal ini berbeda dengan hasil analisis korelasi pada

penelitian Monica (2016) yang menunjukkan hasil analisis korelasi dengan

koefisien korelasi tertinggi dengan berat badan adalah lingkar dada (0,66), diikuti

dengan panjang badan (0,28), dan tinggi pundak (0,03). Perbedaan tersebut

mungkin disebabkan oleh perbedaan umur ternak yang digunakan. Ternak sapi

yang lebih muda pertumbuhannya lebih mengarah pada pertumbuhan tulang

sehingga kecenderungan nilai koefisien korelasi tertinggi dengan berat badan

adalah tinggi pundak (TP) dibandingkan dengan lingkar dada (LD). Hal ini sesuai

dengan pendapat Arianto (2006) yang mengemukakan bahwa ternak sapi juga

memiliki fase-fase dalam perrtumbuhannya yaitu fase pertumbuhan tulang dan

pertumbuhan jaringan otot (daging) pada tahun pertama sampai tahun ketiga dan

fase pertumbuhan lemak diatas umur 3 tahun.

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem perkawinan inseminasi buatan (IB) dan kawin alam (KA) tidak

memberikan pengaruh terhadap performans sapi Bali jantan dan betina yang

dipelihara pada kondisi peternakan rakyat di kecamatan Tanete Riaja kabupatan

Barru.

Korelasi antara bobot badan dengan tinggi pundak, panjang badan dan

lingkar dada adalah tinggi dan positif

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian dengan menggunakan unit percobaan sapi

Bali yang lebih banyak dengan variansi umur yang lebih beragam agar

mendapatkan hasil yang lebih akurat mengenai informasi performans dari tiap

sistem perkawinan.

28

DAFTAR PUSTAKA

Arianto, H. B. 2006. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Cetakan ke 6, Swadaya, Jakarta.

Asriadi. 2014. Morfometrik Anak Sapi Bali Hasil Perkawinan Alami dan Inseminasi Buatan yang Dipelihara secara Semi Intensif di Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar. Skripsi. Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau.

Bambang, S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Bamualim, A. and R.B. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies to improve Bali cattle in eastern Indonesia. In K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds.). Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proc. No.110: 17-22.

BPS3. 2011. Pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau (PSPK 2011). http://mimikakab.bps. go.id/index.php/component/content/article/1- latest-news. (27 Januari 2012).

Bugiwati, S. R. A. 2001. Studies on selecting superior breeding stock of Japanese beef cattle. Disertasi. Kagoshima University, Kagoshima. Jepang.

______ 2007. Pertumbuhan dimensi tubuh pedet jantan sapi Bali di Kabupaten Bone dan Barru Sulawesi Selatan. Jurnal Sains dan Teknologi. 7:103-108.

Butterfield. R. M. 1988. New Concepts of Sheep Growth. Dept. of Vet. Anatomy. University of Sidney Press. Sydney.

Disnak Kab. Barru. 2010. Laporan Tahunan Keadaan Perkembangan Peternakan Kabupaten Barru. Dinas Peternakan Kabupaten Barru.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan Tahun 2011. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian. Jakarta

Direktorat Jendral Peternakan. 2011. Populasi Sapi Potong Indonesia. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.

Djagra, I.B. 1994. Pertumbuhan sapi Bali sebuah analisis berdasarkan dimensi tubuh. Majalah Ilmiah Universitas Udayana. Tahun XXI. No. 39.

Dwipartha, P. S., I Nyoman S., dan Ni Ketut S. 2014. Profil mineral kalium (k) dan kobalt (co) pada serum sapi bali yang dipelihara di lahan perkebunan. Buletin Veteriner Udayana. 6 (2) : ISSN : 2085-2495 Agustus 2014.

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.

29

Gunawan, A., R. Sari, Y. Parwoto, dan M. J. Uddin. 2011. Non genetic factors effect on reproductive performance and preweaning mortality from artificially and naturally bred in Bali cattle. J.Indonesian Trop. Anim. Agric. 36 (2) June 2011.

Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C Forrest, H. B. Hedrick. and R. A. Merkel. 1989. Principles of Meat Science. Kendall/Hunt Publishing Co. Iowa.

Kay M. and R. Housseman. 1975. The Influence of Sex on Meat Production. In Meat. Edited by Cook DJ, Lawrrie RA. London. Butterworth.

Latulumanina. M. 2013. Korelasi antara umur dan berat badan sapi Bali (Bos sondaicus) di Pulau Seram. Agrinimal, 3(1) : 35-40.

Made. I. Y. W. P., I Putu. S., I Ketut. S. 2014. Pertummbuhan dimensi tinggi tubuh pedet sapi Bali. Buletin Veteriner Udayana, 6 (1) : 81-85.

Monica, T. 2016. Hubungan Antara Pertambahan Ukuran-Ukuran Tubuh Dengan Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali Betina Di Ptpn Vi Provinsi Jambi. Skripsi. Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.

Noor, R. R., A. Farajallah and M. Karmita. 2001. The purity test of Bali cattle by haemoglobin analysis using the isoelectric focusing method. Hayati. 8:107–111.

Pambudy, R. dan S. D. Sofyan. 2000. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Peternak Rakyat. Jakarta Yayasan Agroindo Mandiri.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. Jakarta. UI Press. 371-374. Praharani. L dan Elizabeth. J. 2005. Evaluasi keragaan berat badan sapi Bali umur 190 hari dan 350 hari. Lokakarya nasional pengolahan dan perhitungan sumber daya genetic di Indonesia. Hal 168-174.

Priyatno, D. 2013. Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate dengan SPSS. Penerbit Gaya Media, Yogyakarta.

Santoso, Undang. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sarwono B. dan Arianto H. B. 2007. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sloan, J.L. and R.E. Marrow. 1983. The relationship of performance traits and body measurement in evaluation of bull in test. J. Anim. Sci. 57: 35 (Abstract).

Soehadji. 1995. Membangun Peternakan Tangguh. Orasi Ilmiah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Padjadjaran. Bandung.

30

Soenarjo, C.H. 1988. Buku Pegangan Ilmu Tilik Ternak. C.V. Baru. Jakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sonjaya, H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. Bogor. IPB Press.

Sonjaya, H dan T. Idris. 1996. Kajian Populasi dan Struktur Populasi Ternak di Sulawesi Selatan. Forum Komunikasi Pimpinan Perguruan Tinggi Peternakan Se-Indonesia. 9-10 Agustus 1996. Ujung Pandang.

Subiharta, B. Utomo, Y. Ermawati, dan Muryanto. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Daerah Kantong ternak di Jawa Tengah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 14 Januari 2011. Bogor.

Sudarmono, A.S dan Y. S. Bambang. 2008. Sapi Potong Pemeliharaan Perbaikan Produksi Prospek Bisnis Analisis Penggemukan. Jakarta. Penebar Swadaya.

Sudjana. 1998. Metoda Statistik. Tarsito. Bandung.

Sugeng, Y. B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung.

Sumadi, W. Hardjosubroto, N. Ngadiyono, dan S. Prihadi. 2001. Potensi sapi potong di Kabupaten Sleman. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Supriadi. 2013, Analisis Keuntungan Lembaga Pemasaran Sapi Potong di Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Ke Makassar. Universitas Hasanuddin, Makasar.

Warwick, E,J., J.M. Astuti dan W. Hardjo subroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Wello, B. 2007. Bahan Ajar Manajemen Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Wijono, D. B. 2007. Pengaruh Seleksi Bobot Sapih Dan Bobot Setahun Terhadap Laju Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole Di Foundation Stock. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 21-22 Agustus 2007. Bogor.

Zulkharnaim, J. and R. R. Noor. 2010. Identification of genetic diversity of growth hormone receptor (GHR|Alu I) gene in Bali cattle. Med. Pet. 33:81-87.

31

Lampiran 1. Tabel Hasil Analisis Ragam RAK Faktorial Sapi Bali Hasil Inseminasi Buatan dan Kawin Alam

Between-Subjects Factors Value Label N

SP 1.00 IB 44 2.00 KA 44

JK 1.00 MALE 44 2.00 FEMALE 44

Multivariate Testsa

Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.

Intercept

Pillai's Trace .927 253.740b 4.000 80.000 .000 Wilks' Lambda .073 253.740b 4.000 80.000 .000 Hotelling's Trace 12.687 253.740b 4.000 80.000 .000 Roy's Largest Root 12.687 253.740b 4.000 80.000 .000

UMUR

Pillai's Trace .404 13.547b 4.000 80.000 .000 Wilks' Lambda .596 13.547b 4.000 80.000 .000 Hotelling's Trace .677 13.547b 4.000 80.000 .000 Roy's Largest Root .677 13.547b 4.000 80.000 .000

SP

Pillai's Trace .037 .761b 4.000 80.000 .000 Wilks' Lambda .963 .761b 4.000 80.000 .000 Hotelling's Trace .038 .761b 4.000 80.000 .554 Roy's Largest Root .038 .761b 4.000 80.000 .554

JK

Pillai's Trace .058 1.231b 4.000 80.000 .305 Wilks' Lambda .942 1.231b 4.000 80.000 .305 Hotelling's Trace .062 1.231b 4.000 80.000 .305 Roy's Largest Root .062 1.231b 4.000 80.000 .305

SP * JK

Pillai's Trace .026 .544b 4.000 80.000 .704 Wilks' Lambda .974 .544b 4.000 80.000 .704 Hotelling's Trace .027 .544b 4.000 80.000 .704 Roy's Largest Root .027 .544b 4.000 80.000 .704

a. Design: Intercept + UMUR + SP + JK + SP * JK b. Exact statistic

32

Tests of Between-Subjects Effects Source Dependent

Variable Type III Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

Corrected Model

BB 21935.482a 4 5483.871 18.250 .000 TP 2289.227b 4 572.307 10.415 .000 PB 2553.545c 4 638.386 11.161 .000 LD 4404.818d 4 1101.205 7.148 .000

Intercept

BB 4214.438 1 4214.438 14.026 .000 TP 31488.291 1 31488.291 573.035 .000 PB 32210.200 1 32210.200 563.122 .000 LD 48129.618 1 48129.618 312.409 .000

Umur

BB 21428.162 1 21428.162 71.312 .000 TP 2150.284 1 2150.284 39.132 .000 PB 2446.545 1 2446.545 42.772 .000 LD 3487.682 1 3487.682 22.639 .000

SP

BB 144.077 1 144.077 .479 .491 TP 36.920 1 36.920 .672 .415 PB 24.045 1 24.045 .420 .519 LD 118.227 1 118.227 .767 .384

JK

BB 305.636 1 305.636 1.017 .316 TP 51.011 1 51.011 .928 .338 PB 24.045 1 24.045 .420 .519 LD 550.000 1 550.000 3.570 .062

SP * JK

BB 57.607 1 57.607 .192 .663 TP 51.011 1 51.011 .928 .338 PB 58.909 1 58.909 1.030 .313 LD 248.909 1 248.909 1.616 .207

Error

BB 24940.097 83 300.483 TP 4560.852 83 54.950 PB 4747.545 83 57.199 LD 12786.955 83 154.060

Total

BB 462180.820 88 TP 497211.000 88 PB 519854.000 88 LD 775702.000 88

Corrected Total

BB 46875.580 87

TP 6850.080 87

PB 7301.091 87

LD 17191.773 87

33

a. R Squared = .336 (Adjusted R Squared = .304) b. R Squared = .202 (Adjusted R Squared = .163) c. R Squared = .163 (Adjusted R Squared = .123) d. R Squared = .115 (Adjusted R Squared = .073)

a. Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: UMUR = 1.5000.

SP * JK Dependent Variable

SP JK Mean Std. Error

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

BB IB

MALE 65.482a 3.319 58.881 72.083 FEMALE 63.532a 3.319 56.931 70.133

KA MALE 65.445a 3.319 58.845 72.046 FEMALE 59.950a 3.319 53.349 66.551

TP IB MALE 72.273a 1.458 69.372 75.173

FEMALE 72.318a 1.458 69.418 75.219

KA MALE 74.818a 1.458 71.918 77.719 FEMALE 71.955a 1.458 69.054 74.855

PB IB MALE 73.227a 1.492 70.260 76.194

FEMALE 73.773a 1.492 70.806 76.740

KA MALE 75.545a 1.492 72.578 78.513 FEMALE 72.955a 1.492 69.987 75.922

LD IB

MALE 88.591a 2.389 83.840 93.342 FEMALE 87.364a 2.389 82.613 92.114

KA MALE 94.091a 2.389 89.340 98.842 FEMALE 86.364a 2.389 81.613 91.114

34

Lampiran 2. Tabel Hasil Analisis Korelasi Parsial Performans Sapi Bali terhadap Jenis Kelamin dan Sistem Perkawinan

Correlations IB Control Variables BB TP PB LD IB

-none-a

BB Correlation 1.000 .772** .733** .729** . TP Correlation .772** 1.000 .922** .888** . PB Correlation .733** .922** 1.000 .793** . LD Correlation .729** .888** .793** 1.000 . IB Correlation . . . . 1.000

IB

BB Correlation 1.000 . . . TP Correlation . 1.000 . . PB Correlation . . 1.000 . LD Correlation . . . 1.000

Correlations KA Control Variables BB TP PB LD KA

-none-a

BB Correlation 1.000 .767** .793** .709** . TP Correlation .767** 1.000 .956** .862** . PB Correlation .793** .956** 1.000 .822** . LD Correlation .709** .862** .822** 1.000 . KA Correlation . . . . 1.000

KA

BB Correlation 1.000 . . . TP Correlation . 1.000 . . PB Correlation . . 1.000 . LD Correlation . . . 1.000

35

Correlations Jantan Control Variables BB TP PB LD Jantan

-none-a

BB Correlation 1.000 .724** .744** .736** . TP Correlation .724** 1.000 .970** .843** . PB Correlation .744** .970** 1.000 .865** . LD Correlation .736** .843** .865** 1.000 . Jantan Correlation . . . . 1.000

Jantan

BB Correlation 1.000 . . . TP Correlation . 1.000 . . PB Correlation . . 1.000 . LD Correlation . . . 1.000

Correlations Betina Control Variables BB TP PB LD KA

-none-a

BB Correlation 1.000 .797** .774** .684** . TP Correlation .797** 1.000 .914** .905** . PB Correlation .774** .914** 1.000 .764** . LD Correlation .684** .905** .764** 1.000 . KA Correlation . . . . 1.000

KA

BB Correlation 1.000 . . . TP Correlation . 1.000 . . PB Correlation . . 1.000 . LD Correlation . . . 1.000

**. Correlation is significant at 0.01 level a. Cells contain zero-order (Pearson) correlations.

36

DOKUMENTASI PENELITIAN

Persiapan sebelum melakukan pengukuran sapi Bali bersama dengan dinas peternakan kabupaten

Barru

Recording hasil pengukuran sapi Bali

37

Pengakuran sapi Bali secara langsung di kelompok tani ternak di kec. Tanete Riaja

Berpindah ke lokasi pengukuran di kelompok tani ternak yang lain

38

Peternak berkumpul menyaksikan proses pengukuran ternaknya

Peternak membawa sapi Bali peliharannya (hasil kawin alam dan ib)

Recording hasil pengukuran sapi Bali

39

Berfoto dengan tim penelitian (dosen pembimbing dan beberapa mahasiswa)

40

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Muhammad Fiqhi lahir di Ujung pandang pada

tanggal 31 Oktober 1994. Merupakan anak pertama

dari pasangan Bapak Ahmad Kamarul Bachraini

dan Ibu Andi Nurani. Penulis menghabiskan masa

kecilnya di Kabupaten Bone dengan menempuh

pendidikan formal di SDN 14 Biru Watampone, lalu

melanjutkan pendidikan ke MTsN 1 Watampone.

Penulis menempuh pendidikan menengah di SMAN 1 Watampone dan saat ini

menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Beralamat di Kompleks Pesone Mediterania, Antang, Makassar dan dapat

dihubungi pada nomor +6285 341 346 273 atau [email protected].

Adapun beberapa prestasi yang pernah diraih antara lain:

• Delegasi UNHAS pada Service Learning Program SUIJI (Six University Initiative

Japan Indonesia) di Ehime, Jepang Tahun 2015

• Delegasi UNHAS pada Internship Program NIAPP 2016 (NTCA Indonesia

Australia Pastoral Program) di Northern Territory, Australia Tahun 2016

• Finalis Lomba Karya Tulis Mahasiswa Nasional Kemaritiman UNHAS Tahun

2016

• Juara II Poster Terbaik Lomba Karya Tulis Mahasiswa Nasional Kemaritiman

UNHAS Tahun 2016