muhammad iqbal
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjalanan sejarah telah melahirkan banyak karya dibidang kesusastraan
Islam. Khususnya puisi yang kaya dengan muatan makna yang dalam.
Pembahasan mengenai syair-syair ini pun masih menjadi bahan yang menarik
untuk dikaji dan dilakukan penelitian, bahkan telah banyak hasil penelitian yang
membahas karya-karya tersebut.
Pesona yang dipancarkan dari syair-syair tersebut dikarenakan penggunaan
bahasa simbolik, yang mengandung kedalaman makna dan pemikiran sang
penyair. Selain itu syair tersebut tak hanya mewakili satu bidang pengetahuan
saja, tapi mencakup bidang pengetahuan lainnya. dalam syair-syair tersebut
menunjukan sisi-sisi lain dari Islam yaitu sisi keindahan yang bisa menarik
pemeluknya menuju ke arah yang lebih baik.
Namun demikian, penggunaan bahasa simbolik yang digunakan dapat
menimbulkan banyak pertentangan pemahaman, tapi berangkat dari sinilah
muncul berbagai dimensi estetika dalam Islam.
Pembahasan mengenai syair tentunya tak terlepas dari sosok yang bernama
Muhammad Iqbal. Beliau adalah seorang penyair yang sangat terkenal lewat
syair-syairnya yang penuh optimisme dan semangat serta kontribusi pemikiran
yang ia berikan tak hanya dalam bidang sastra Islam tapi juga filosofis.
Dalam kajian ini kami akan membahas seputar kehuidupan Iqbal dan kontribusi
apa yang diberikan beliau kepada Islam serta apa saja karya-karya yang telah
dilahirkan.
Pembahasan dalam makalah ini akan dibagi kedalam beberapa poin. Poin
pertama adalah pendahuluan yang akan mengantarkan kita pada pembahasan inti
1
seputar Iqbal. Selanjutnya akan membahas seputar perjalanan hidup Iqbal,
bagaimana latar belakang keluarga yang telah mencetak penyair sefenomenal
Iqbal. Setelah itu akan dibahas mengenai kehausan Iqbal terhadap ilmu
pengetahuan serta bagaimana Iqbal mampu meraih kegemilangannya dalam dunia
sajak. Selanjutnya akan dikaji juga mengenai sebagian karya Iqbal dan terakhir
adalah kesimpulan.
Semoga beberapa poin yang disajikan dalam makalah ini akan memberikan
sedikit gamabaran mengenai sosok penyair seperti Muhammad Iqbal.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan saya angkat dalam penulisan makalah ini yaitu :
a. Tentang riwayat hidup Muhammad Iqbal
b. Tentang karakteristik Muhammad Iqbal
c. Tentang pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal
C. Tujuan Masalah
Adanya tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan
dari ayng tidak tahu menjadi tahu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, 9 Nopember 1877. Menguasai
bahasa Arab dan Persia pada usia muda, disamping bahasa Urdu sebagai bahasa
ibu, Iqbal telah menjadi dosen di Universitas Lahore pada usia 24. Kemudian
melanjutkan studinya ke Universitas Cambridge di Inggris, dan meraih gelar
doktor pada usia 30 dari Universitas Munich, Jerman dengan disertasi berjudul
Perkembangan Metafisika di Persia, yang mengungkap sejumlah aspek
mistisisme Islam. Di samping berpraktek sebagai pengacara, Iqbal terjun ke
politik dan menjadi anggota parlemen daerah Punjab tahun 1920.1
Iqbal dikenal sebagai filosof penyair yang menggagas wacana tentang ide
negara Islam bagi masyarakat India di propinsi-propinsi berpenduduk mayoritas
Muslim.2 Ide inilah yang pada 1947 direalisasikan Muhammad Ali Jinnah dengan
membentuk negara Islam Pakistan, sembilan tahun setelah kematian Iqbal pada
21 April 1938.
Posisi sentralnya sebagai filosof mengemuka dalam kuliah-kuliahnya yang
kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Religious Thought in
Islam yang menjadi topik utama bahasan makalah ini. Karya-karyanya yang lain
1 Wasiullah Khan, “Muhammad Iqbal” dalam Great Muslims of 20th Century, dalam www. islam101.com.2 Dr Hasan Asari, MA, Modernisasi Islam, Tokoh, Gagasan, dan Gerakan, (Bandung : Citapusaka Media, 2002), hal. 164.
3
berupa kumpulan puisi seperti Bal-i Jibril (Sayap Jibril), Payam-i Mashriq
(Pesan dari Timur), Gulshan-i Raz-i Jadid (Taman Misteri Baru), Asrar-i Khudi
(Rahasia Diri), yang keseluruhannya kemudian dihimpun dalam Kulliyat-i Iqbal
yang diterbitkan pertama kali dalam dua bahasa; Urdu dan Persia.
Iqbal sebagaimana diakuinya sendiri adalah pengikut dan banyak dipengaruhi
pemikiran dan gagasan-gagasan Shah Wali Allah Dihlawi, Sayyed Ahmad Khan
dan Jamaluddin al-Afghani. Iqbal juga, sebagaimana dapat dibaca dalam karya
utamanya, adalah pengikut yang kritis dari pemikiran Al-Ghazali dan Immanuel
Kant, tetapi banyak berseberangan pandangan dengan Mu’tazilah dan Al-Asy’ari
sekaligus, dan juga dengan pengikut aliran filsafat Yunani, terutama Ibnu Rusyd
dan Al-Farabi.
Terhadap dua yang disebut terakhir, misalnya, Iqbal menyayangkan mereka
yang membutuhkan waktu sampai 200 tahun untuk menyadari semangat Al-
Qur’an adalah anti-klasik. “Mereka mempelajari Al-Qur’an di bawah sorotan
filsafat Yunani,” sesalnya. Kesadaran yang terlambat itu menyebabkan Al-
Ghazali mendasarkan agama kepada skeptisisme filsafat, “satu dasar yang agak
kurang aman bagi agama dan tak seluruhnya dibenarkan oleh semangat Al-
Qur’an.”3
Kritik tajamnya terhadap filsafat Yunani dia ungkapkan dengan menilai Ibnu
Rusyd sebagai orang yang telah kehilangan pandangan tentang cita-cita besar dan
3 Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, terj. Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1983), hal. 35.
4
bermanfaat dalam Islam, dan secara tidak sadar membantu pertumbuhan filsafat
(Yunani), yang sesungguhnya mengaburkan pandangan manusia terhadap dirinya
sendiri, terhadap dunianya, dan juga terhadap Tuhannya.
Demikian pula dengan Al-Asy’ari yang dalam pandangan Iqbal
berusaha membela pemikiran tradisional mereka tetapi dengan menggunakan
dialektika Yunani sebagai senjata. Akan halnya Mu’tazilah, Iqbal menyebut
mereka sebagai pihak yang tak sanggup melihat bahwa dalam kerajaan
pengetahuan ilmiah maupun keagamaan, kemerdekaan pikiran yang mutlak
bebas dari pengalaman nyata adalah tidak mungkin.4
B. Pendidikan dan Karir Pekerjaannya
Ia lahir di sebuah kota bernama Sialkot, sebuah kota peninggalan Dinasti
Mughal India pada tanggal 22 Februari 1873.
Ayahandanya Syaikh Nur Muhammad memiliki kedekatan dengan
kalangan Sufi. Karena kesalehan dan kecerdasannya, penjahit yang cukup berhasil
ini dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa keingintahuan ilmiah
yang tinggi. Tak heran, jika Nur Muhammad dijuluki kawan-kawannya dengan
sebutan "Sang Filosof tanpa guru" (un parh falsafi)5
Ibunda Iqbal, Imam Bibi, juga dikenal sangat relegius. Ia membekali
kelima anaknya, tiga putri dan dua putra, dengan pendidikan dasar dan disiplin
keislaman yang kuat. Di bawah bimbingan kedua orangtuanya yang taat inilah
Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak di kemudian hari, Iqbal sering berkata bahwa
4 Ibid., hal. 36.5 Ibid,.24
5
pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi filosofis, tetapi diwarisi
dari kedua orangtuanya tersebut.
Pada tahun 1895 ia pergi ke Lahore, salah satu kota di India yang menjadi
pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni. Di kota ini ia bergabung dengan
perhimpunan sastrawan yang sering diundang musyara'ah, yakni pertemuan-
pertemuan di mana para penyair membacakan sajak-sajaknya. Ini merupakan
tradisi yang masih berkembang di Pakistan dan India hingga kini. Di kota Lahore
ini, sambil melanjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar filsafat di Government
College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh gelar B.A., kemudian ia mengambil
program M.A. dalam bidang filsafat. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir
Thomas Arnold—orientalis Inggris yang terkenal—yang mengajarkan filsafat
Islam di College tersebut. Antara keduanya terjalin kedekatan melebihi hubungan
guru dan murid, sebagaimana tertuang dalam sajaknya Bang-I Dara6
Dengan dorongan dan dukungan dari Arnold, Iqbal menjadi terkenal
sebagai salah satu pengajar yang berbakat dan penyair di Lahore. Sajak-sajaknya
banyak diminati orang. Pada tahun 1905, ia belajar di Cambridge pada R.A.
Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme, dan seorang Neo-Hegelian, yaitu
Jhon M.E.McTaggart. Iqbal kemudian belajar di Heidilberg dan Munich. Di
Munich ia menyelesaikan doktornya pada tahun 1908 dengan disertasi, The
Development of Metaphysics in Persia.(disertasi ini kemudian diterbitkan di
London dalam bentuk buku, dan dihadiahkan Iqbal kepada gurunya, Sir Thomas
Arnold). Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali ke London untuk belajar
di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di
Universitas London. Selama di Eropa Iqbal tidak pernah bosan menemui para
ilmuwan untuk mengadakan berbagai perbincangan tentang persoalan-persoalan
keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga memperbincangkan Islam dan peradabannya.
Di samping itu Iqbal memberikan ceramah dan berbagai kesempatan tentang
Islam. Isi ceramahnya tersebut dipublikasikan dalam berbagai penerbitan surat
6 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama),182
6
kabar. Ternyata setelah menyaksikan langsung dan mengkaji kebudayaan Barat,
ia tidak terpesona oleh gemerlapan dan daya pikat kebudayaan tersebut. Iqbal
tetap concern pada budaya dan kepercayaannya.
C. Karya-karya Muhammad Iqbal
1. Asrar-i Khudi (Rahasia Pribadi), (1915)
2. Bang-i Dara (Seruan dari Perjalanan), (1924)
3. The Recunstruction of Relegious Thought in Islam, (1930)
4. Payam-i Masyriq (Pesan dari Timur), (1923)
D. Pemikiran Filsafat Iqbal
Filsafat (Al-hikmah; al-falsafah) Islam merupakan salah satu tradisi
intelektual besar dunia Islam, dan telah mempengaruhi disamping dipengaruhi
oleh banyak perspektif intelektual lain, termasuk teologi skolastik (kalam) dan
sufisme doktrinal (al-ma’rifah; ‘irfan). Filsafat Islam lahir dari spekulasi filosofis
tentang warisan filsafat Yunani, tetapi berbeda dengan sumbernya, filsafat Islam
berkonsentrasi pada apa yang disebut Seyyed Hossein Nasr sebagai “filsafat
kenabian”.7
Iqbal justru bergerak lebih jauh. Ia mempertajam pemikirannya
tentang bahasan seputar filsafat ketuhanan. Menurutnya, ambisi agama terbang
lebih tinggi dari ambisi filsafat. Agama, dalam hal ini, Islam, tidak puas hanya
dengan konsepsi saja, tetapi berusaha mencari pengetahuan yang lebih mesra
7 Seyyed Hossein Nasr, entri Filsafat, dalam John L. Esposito, (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid 2 (Bandung : Mizan, 2001), hal. 71.
7
tentang Obyek dari yang dikejarnya. Aplikasi pengetahuan itu dimanifestasikan
dalam tindakan menyembah atau shalat.8
Dalam pandangan Iqbal, ada perbedaan prinsip antara filsafat dengan
agama. Semangat filsafat adalah semangat bebas bertanya dan mencurigai semua
yang memiliki otoritas. Filsafat berfungsi mengusut penerimaan-pemerimaan
yang tidak kritis dari pikiran manusia sampai ke dasarnya yang paling
tersembunyi sekalipun. Dalam pengusutan dan penjelajahan tersebut akhirnya
akan bermuara kepada penolakan atau penerimaan yang jujur bahwa akal semata
tidaklah sanggup mencapai kebenaran yang hakiki.9
Sebaliknya, agama berangkat dengan dasar iman yang sifatnya
dogmatik. Untungnya, iman tidaklah semata faktor perasaan tetapi
membutuhkan akal sebagai alat penjelas. Tetapi menyesuaikan agama dengan
akal tidaklah berarti mengakui kelebihan filsafat atas agama. Meski filsafat
memiliki kewenangan mempersoalkan agama, tetaplah hal itu harus mengacu
kepada sifat agama itu sendiri, yakni agama tidak semata menyangkut akal, dan
tidak pula semata menyangkut intuisi, melainkan meliputi keduanya.10
Akal sebagai wilayah kajian filsafat dan akal beserta intuisi sebagai
wilayah agama, dideskripsikan Iqbal dengan membuat pembedaan : Filsafat
bertujuan mencari kebenaran relatif, agama mencari kebenaran absolut. Filsafat
merumuskan aspek temporer kebenaran, agama merumuskan aspek keabadian
8 Iqbal, op.cit., hal. 135.9 Ibid., hal. 31.10 Ibid., hal. 32.
8
kebenaran. Agar dapat sampai kepada tujuan masing-masing, filsafat berangkat
melalui pengujian intelektual dan agama melalui pengujian pragmatis. Pengujian
intelektual yang dimaksud Iqbal adalah pemahaman kritis tanpa asumsi dasar apa
pun dari pengalaman manusia, dengan tujuan hendak menemukan apakah
pemahaman manusia tentang sesuatu itu dapat membimbingnya ke arah
kebenaran yang sama sifatnya dengan yang diungkapkan agama. Adapun
pengujian pragmatis lebih mengacu kepada hasil akhir.11 Dengan kata lain, Iqbal
nampaknya hendak mengatakan pengujian intelektual yang dilakukan filosof
berorientasi kepada metode, dan pengujian pragmatis yang dilakukan para Nabi
berorientasi kepada tujuan.
Dalam kalimat lain, Iqbal membedakan filsafat sebagai pandangan
akal tentang benda-benda tanpa merasa perlu menggagasnya sebgai sebuah
sistem. Filsafat memandang Hakikat dari jauh, agama mencari hubungan yang
lebih akrab dengan Hakikat. Filsafat adalah teori, dan agama adalah pengalaman
dan pendekatan yang digunakan untuk membuktikan kebenaran atau
ketidakbenaran teori itu.12
Filosof-Filosof yang Mempengaruhi Iqbal
11 Ibid., hal. 62.12 Ibid., hal. 103.
9
Iqbal adalah filosof Muslim yang banyak dipengaruhi oleh banyak filosof
Barat seperti Thomas Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan masih banyak lagi
yang lainnya.13 Di antara sekian banyak filosof, menurut Donny Gahral, Nietzsche
dan Bergsonlah yang paling banyak mempengaruhi Iqbal, oleh karena itu
pemikiran kedua filosof ini akan dipaparkan sebagai berikut:
Nietzsche dan Bergson sangat mempengaruhi Iqbal khususnya konsepnya
tentang hidup sebagai kehendak kreatif yang terus bergerak menuju realisasi.
Manusia sebagai kehendak kreatif tidak bisa dibelenggu oleh hukum mekanis
maupun takdir sebagai rencana Tuhan terhadap manusia yang ditetapkan sebelum
penciptaan. Namun semangat relegius Iqbal menyelamatkannya dari sikap
atheisme yang dianut Nitzsche sebagai konsekuensi kebebasan kreatif manusia.
Iqbal masih mempertahankan Tuhan dan mengemukakan argumentasi yang bisa
mendamaikan kemahakuasaan Tuhan dengan kebebasan manusia.
Iqbal juga menolak konsep Nitzsche maupun Bergson tentang kehendak
sebagai sesuatu yang buta, khaotis, tanpa tujuan. Iqbal mengatakan bagaimanapun
orang sadar bahwa dalam kehendaknya ia memiliki tujuan karena kalau tidak buat
apa ia berkehendak, namun Iqbal menolak tujuan sebagai tujuan yang bukan
ditetapkan oleh manusia sendiri melainkan oleh takdir atau hukum evolusionistik.
1. Friedrich Nietzsche
Filsafat Nietzsche (1844-1900) adalah filsafat kehendak untuk
penguasaan. Konsep Nietzsche tentang kehendak untuk penguasaan berkaitan
erat dengan konsep lebenphi-losophie tentang hidup. Tradisi lebenphi-
losophie memandang hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai
sesuatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apa pun yang
mematikan gerak hidup. Nietzsche memandang hidup sebagai insting atas
pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Pendeknya, hidup menurut
Nietzsche adalah kehendak untuk penguasaan.
13 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.34
10
Berdasarkan konsep hidup sebagai kehendak untuk penguasaan,
Nietzsche secara revolusioner mendekonstruksi tiga warisan klasik yang
menjadi pondasi dasar peradaban Barat: filsafat, moralitas, dan agama
(Yudeo-Kristiani) yang dinilainya tidak mewadahi kehendak untuk
penguasaan. Tiga serangkai yang membawa peradaban Barat menuju pada
kehancuran bukan kemajuan. Ketiga warisan klasik peradaban Barat itu
menurut Nietzche berlawanan dengan konsepnya tentang hidup.
Dengan nada ironis Iqbal pernah melukiskan Nietzsche sebagai jenius
yang kesepian dan tersesat. Bahkan nyaris putus asa. Ia merindukan seseorang
yang bisa ia patuhi untuk membimbing kekuatan-kekuatan batin dalam
kehidupan ruhaninya. Nietzsche sesungguhnya sadar akan kebutuhan
ruhaninya, tetapi ia telah gagal menumbuhkna sifat-sifat ketuhanan yang tak
terbatas dalam dirinya. Kekuatan-kekuatan batinnya malah menjadi tidak
produktif karena Nietzsche menciptakan solusi di luar kehidupan ruhaninya
melalui gagasan-gagasan semacam radikalisme aristokrasi.
Iqbal memang terinspirasi Nietzsche, terutama dalam semangatnya.
Hal ini tampak dari puisi lainnya tentang Nietzsche bahwa kita dapat meraih
semangat yang positif dan harapan dari ketulushatiannya:
Jika kau nada lembut, jangan datang padanyaGemuruh topannya adalah musik yang ditiup seruling penanyaIa celupkan pisau bedah ke lubuk hati BaratTangannya berlumuran darah setelah membersihkan darah salib KristusPada pembangunan Ka’bah, ia mendirikan rumah berhala sendiriHatinya adalah seorang mukmin, namun otaknya kafirPergilah dan bakar dirimu di api unggun raja Namrudz iniAgar taman bunga Ibrahim berbunga dari api azar
2. Henry Bergson
Henry Bergson (1859-1941) merupakan tokoh yang bisa dibilang
paling berpengaruh terhadap pemikiran Iqbal, khususnya tentang intuisi dan
élan vital. Bergson mengemukakan adanya dua cara pengenalan yaitu analisis
11
dan intuisi. Analisis adalah aktivitas intelektual yang mengenali objek dengan
observasi bergerak mengitari objek atau dengan memisahkan bagian-bagian
konstituen objek kajiannya. Analisis bekerja dengan simbol-simbol tersebut
selalu berupa generalisasi abstrak yang melenyapkan keunikan individu
Intuisi, di lain pihak, menurut Bergson merupakan semacam rasio
simpati yang mana subjek peneliti menempatkan dirinya dalam objeknya
untuk menemukan apa yang unik dalamnya dan oleh karenanya tidak dapat
diekspresikan. Berpikir secara intuitif adalah berpikir dalam durasi. Durasi
sendiri dipahami sebagai waktu dalam bergerak berkelanjutan (continuous
flow) dan bukan waktu yang terspesialisasi oleh rasio menjadi momen-momen
atau titik-titik dalam garis. Rasio hanya mampu memahami bagian-bagian
statis dan tidak mampu menangkap pergerakan terus-menerus (durasi).
Elan Vital merupakan suatu kesadaran dari mana tumbuh kehidupan
dan semua kemungkinan kreatifnya. Evolusi bersifat kreatif dan tidak
deterministik seperti dikemukakan Darwin dan Marx karena masa depan
bersifat terbuka. Bergson menolak, berdasarkan argumen élan vitalnya,
adanya tujuan final yang ditetapkan di depan.
D. Filosof-Filosof yang Mempengaruhi Iqbal
Iqbal adalah filosof Muslim yang banyak dipengaruhi oleh banyak filosof
Barat seperti Thomas Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan masih banyak lagi
yang lainnya.14 Di antara sekian banyak filosof, menurut Donny Gahral, Nietzsche
dan Bergsonlah yang paling banyak mempengaruhi Iqbal, oleh karena itu
pemikiran kedua filosof ini akan dipaparkan sebagai berikut:
Nietzsche dan Bergson sangat mempengaruhi Iqbal khususnya konsepnya
tentang hidup sebagai kehendak kreatif yang terus bergerak menuju realisasi.
Manusia sebagai kehendak kreatif tidak bisa dibelenggu oleh hukum mekanis
maupun takdir sebagai rencana Tuhan terhadap manusia yang ditetapkan sebelum
penciptaan. Namun semangat relegius Iqbal menyelamatkannya dari sikap
14 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.34
12
atheisme yang dianut Nitzsche sebagai konsekuensi kebebasan kreatif manusia.
Iqbal masih mempertahankan Tuhan dan mengemukakan argumentasi yang bisa
mendamaikan kemahakuasaan Tuhan dengan kebebasan manusia.
Iqbal juga menolak konsep Nitzsche maupun Bergson tentang kehendak
sebagai sesuatu yang buta, khaotis, tanpa tujuan. Iqbal mengatakan bagaimanapun
orang sadar bahwa dalam kehendaknya ia memiliki tujuan karena kalau tidak buat
apa ia berkehendak, namun Iqbal menolak tujuan sebagai tujuan yang bukan
ditetapkan oleh manusia sendiri melainkan oleh takdir atau hukum evolusionistik.
1. Friedrich Nietzsche
Filsafat Nietzsche (1844-1900) adalah filsafat kehendak untuk
penguasaan. Konsep Nietzsche tentang kehendak untuk penguasaan berkaitan
erat dengan konsep lebenphi-losophie tentang hidup. Tradisi lebenphi-
losophie memandang hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai
sesuatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apa pun yang
mematikan gerak hidup. Nietzsche memandang hidup sebagai insting atas
pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Pendeknya, hidup menurut
Nietzsche adalah kehendak untuk penguasaan.
Berdasarkan konsep hidup sebagai kehendak untuk penguasaan,
Nietzsche secara revolusioner mendekonstruksi tiga warisan klasik yang
menjadi pondasi dasar peradaban Barat: filsafat, moralitas, dan agama
(Yudeo-Kristiani) yang dinilainya tidak mewadahi kehendak untuk
penguasaan. Tiga serangkai yang membawa peradaban Barat menuju pada
kehancuran bukan kemajuan. Ketiga warisan klasik peradaban Barat itu
menurut Nietzche berlawanan dengan konsepnya tentang hidup.
Dengan nada ironis Iqbal pernah melukiskan Nietzsche sebagai jenius
yang kesepian dan tersesat. Bahkan nyaris putus asa. Ia merindukan seseorang
yang bisa ia patuhi untuk membimbing kekuatan-kekuatan batin dalam
kehidupan ruhaninya. Nietzsche sesungguhnya sadar akan kebutuhan
ruhaninya, tetapi ia telah gagal menumbuhkna sifat-sifat ketuhanan yang tak
13
terbatas dalam dirinya. Kekuatan-kekuatan batinnya malah menjadi tidak
produktif karena Nietzsche menciptakan solusi di luar kehidupan ruhaninya
melalui gagasan-gagasan semacam radikalisme aristokrasi.
Iqbal memang terinspirasi Nietzsche, terutama dalam semangatnya.
Hal ini tampak dari puisi lainnya tentang Nietzsche bahwa kita dapat meraih
semangat yang positif dan harapan dari ketulushatiannya:
Jika kau nada lembut, jangan datang padanyaGemuruh topannya adalah musik yang ditiup seruling penanyaIa celupkan pisau bedah ke lubuk hati BaratTangannya berlumuran darah setelah membersihkan darah salib KristusPada pembangunan Ka’bah, ia mendirikan rumah berhala sendiriHatinya adalah seorang mukmin, namun otaknya kafirPergilah dan bakar dirimu di api unggun raja Namrudz iniAgar taman bunga Ibrahim berbunga dari api azar
2. Henry Bergson
Henry Bergson (1859-1941) merupakan tokoh yang bisa dibilang
paling berpengaruh terhadap pemikiran Iqbal, khususnya tentang intuisi dan
élan vital. Bergson mengemukakan adanya dua cara pengenalan yaitu analisis
dan intuisi. Analisis adalah aktivitas intelektual yang mengenali objek dengan
observasi bergerak mengitari objek atau dengan memisahkan bagian-bagian
konstituen objek kajiannya. Analisis bekerja dengan simbol-simbol tersebut
selalu berupa generalisasi abstrak yang melenyapkan keunikan individu
Intuisi, di lain pihak, menurut Bergson merupakan semacam rasio
simpati yang mana subjek peneliti menempatkan dirinya dalam objeknya
untuk menemukan apa yang unik dalamnya dan oleh karenanya tidak dapat
diekspresikan. Berpikir secara intuitif adalah berpikir dalam durasi. Durasi
sendiri dipahami sebagai waktu dalam bergerak berkelanjutan (continuous
flow) dan bukan waktu yang terspesialisasi oleh rasio menjadi momen-momen
atau titik-titik dalam garis. Rasio hanya mampu memahami bagian-bagian
statis dan tidak mampu menangkap pergerakan terus-menerus (durasi).
14
Elan Vital merupakan suatu kesadaran dari mana tumbuh kehidupan
dan semua kemungkinan kreatifnya. Evolusi bersifat kreatif dan tidak
deterministik seperti dikemukakan Darwin dan Marx karena masa depan
bersifat terbuka. Bergson menolak, berdasarkan argumen élan vitalnya,
adanya tujuan final yang ditetapkan di depan.
E. Pemikiran-Pemikiran Muhammad Iqbal
1. Filsafat Ego atau Khudi
Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep
dasar dari filsafat Iqbal, dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur
pemikirannya. Masalah ini dibahas dalam karyanya yang ditulis dalam bahasa
Persia dengan bentuk matsnawi berjudul Asrar-i Khudi; kemudian
dikembangkan dalam berbagai puisi dan dalam kumpulan ceramah yang
kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Relegious Thought
in Islam15
Menurut Iqbal, khudi, arti harfiahnya ego atau self atau individualitas,
merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari
semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara
rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah
suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat
mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan
kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup
ke arah suatu tujuan konstruktif. Iqbal menerangkan bahwa khudi merupakan
pusat dan landasan dari keseluruhan kehidupan. Hal ini tercantum pada
beberapa matsnawinya dalam Asrar-i Khudi.
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudiApa saja yang kaulihat ialah rahasia khudiDijelmakannya alam cita dan pikian murniApa guna wujudmu melainkan untuk mengembangkan dayamu?
15 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama),185
15
Kalau kau perkuat dirimu dengan khudiKau akan pecahkan dunia sesuka khudimu;Jika kau hendak hidup, isilah dirimu dengan khudiApakah mati sebenarnya? Melepaskan semua khudi Kenapa berkhayal itulah terpisahnya roh dari tubuhBermukimlah dalam khudi, penaka YusufMajulah dari rebutan yang satu ke rebutan yang lainPikirkanlah khudimu dan jadilah beraksi
Jadilah manusia-Tuhan, kandunglah rahasia dalammu. Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas. Ia mengambil
bagian dalam kehidupan dan kebebasan Ego mutlak. Sementara itu, aliran
kausalitas dari alam mengalir ke dalam ego dan dari ego ke alam. Karena itu,
ego dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Dalam keadaan
inilah Ego Mutlak membiarkan munculnya ego relatif yang sanggup
berprakarsa sendiri dan membatasi kebebasan ini atas kemauan bebasnya
sendiri. Menurut Iqbal, nasib sesuatu tidak ditentukan oleh sesuatu yang
bekerja di luar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu, yaitu
kemungkinan-kemungkinan yang dapat direalisasikan yang terletak pada
kedalaman sifatnya.
Untuk memperkuat ego dibutuhkan cinta (intuisi) dan ketertarikan,
sedangkan yang memperlemahnya adalah ketergantungan pada yang lain.
Untuk mencapai kesempurnaan ego maka setiap individu mesti menjalani tiga
tahap. Pertama, setiap individu harus belajar mematuhi dan secara sabar
tunduk kepada kodrat makhluk dan hukum-hukum ilahiah. Kedua, belajar
berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinya melalui rasa
takut dan cinta kepada Tuhan seraya tidak bergantung pada dunia. Ketiga,
menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai kesempurnaan spiritual
(Insan Kamil).
2. Filsafat Ketuhanan
16
Tuhan sebagai objek kajian metafisika memiliki kekhususan dibanding
kedua objek metafisika lainnya. Apabila manifestasi lahiriah dari semesta
maupun jiwa dapat ditangkap indra, maka hal yang sama tidak berlaku bagi
realitas ketuhanan. Tuhan adalah suatu yang mutlak tidak ditangkap indra.
Metafisika yang mengkaji tentang Tuhan disebut filsafat ketuhanan
(teologi naturalis) untuk membedakannya dari teologi adikodrati atau teologi
wahyu. Apabila filsafat ketuhanan mengambil Tuhan sebagai titik akhir atau
kesimpulan seluruh pengkajiannya, maka teologi wahyu sebagai titik awal
pembahasannya.
Filsafat ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya
Tuhan yang didasarkan pada penalaran manusia. Filsafat ketuhanan tidak
mempersoalkan eksistensi Tuhan, disiplin tersebut hanya ingin
menggarisbawahi bahwa apabila tidak ada penyebab pertama yang tidak
disebabkan maka kedudukan benda-benda yang relatif-kontigen tidak dapat
dipahami akal.
Paling tidak, terdapat tiga argumen besar dalam filsafat ketuhanan:
argumen kosmologis, argumen teologis, dan argumen ontologis. Argumen
kosmologis mengemukakan bahwa Tuhan harus ada, karena kalau tidak maka
akan ada rangkaian kausalitas yang tak terhingga untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa. Argumen teologis mengemukakan bahwa dari struktur
finalitas realitas dapat ditariik kesimpulan adanya Sang Pencipta yang
menetapkan struktur tersebut. Sedangkan argumen ontologis mengemukakan
bahwa Tuhan ada karena kita memikirkannya dan memprediksikan eksistensi
terhadap Dirinya.16
Iqbal secara tegas menolak argumen-argumen para filosof skolastik
tersebut. Baginya argumen-argumen ini telah menemui kegagalan. Di
samping tampak sebagai suatu interpretasi pengalaman yang dibuat-dibuat,
menurutnya argumen-argumen itu mengundang pula kesesatan logis. Iqbal
16 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.60
17
mengungkapkan bahwa di antara penyebab kegagalan argumen-argumen ini
adalah karena dipaksakannya dualisme epistemologis, yaitu pemisahan antara
pikiran dan wujud (being). Padahal dalam argumen-argumen itu sendiri
sesungguhnya telah tersirat bahwa pikiran dan wujud pada akhirnya
merupakan satu kesatuan.
Iqbal sepakat dengan Kant bahwa rasio manusia memiliki keterbatasan
dalam mengetahui hakikat Tuhan. Namun keterbatasan rasio tidak menjadikan
Iqbal seorang skeptis seperti Kant, ia tetap meyakini bahwa manusia mampu
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan secara langsung melalui proses
intuisi dalam pengalaman relegius. Dalam hal ini konsep intuisi Iqbal berbeda
dengan konsep intuisi kaum mistikus. Apabila kaum mistikus menekankan
kontak langsung dengan Tuhan lewat proses intuisi, Iqbal menolaknya dengan
mengatakan bahwa apa yang pertama-pertama tersingkap secara kuat lewat
intuisi adalah keberadaan ego atau diri yang kreatif dan bebas.
Filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan
kontemplatif karena Iqbal berangkat dari filsafat manusia yang menekankan
pengetahuan langsung tentang keberadaan ego atau diri yang bebas-kreatif.
Metafisika gerak Iqbal mengemukakan bahwa manusia bukanlah
benda statis tetapi suatu aktivitas gerak dinamis-kreatif yang terus merindu
akan kesempurnaan. Hidup keberagamaan sendiri menurut Iqbal adalah suatu
proses evolusi yang dapat dibagi menjadi tiga tahap, iman, pemikiran dan
penemuan. Pada tahap pertama yaitu tahap iman kita menerima apa yang
difirmankan Tuhan tanpa keraguan sedikitpun. Pendeknya segala sesuatu yang
berasal dari Tuhan adalah mutlak benar karena berasal dari Tuhan dan bukan
konstruksi manusia. Pada tahap kedua yaitu tahap pemikiran. Kita tidak
sekadar menaati secara buta firman Tuhan melainkan mulai memikirkan
maksud dari firman tersebut atau singkatnya kita mencoba memahami secara
18
rasional apa yang kita percayai.17[ Dan pada tahap terakhir yaitu tahap
penemuan kita mencapai kontak langsung dengan realitas ultim yang
merupakan sumber semua hukum dan kenyataan.18
Menurut Iqbal agama bukan sekadar sekumpulan ajaran untuk
menekan aktivitas nafsu instingtif manusia (agama sebagai instrumen moral)
seperti diklaim para psikoanalisis (Freud, Jung). Bagi Iqbal, agama lebih dari
sekadar etika yang berfungsi membuat orang terkendali secara moral. Fungsi
sesungguhnya adalah mendorong proses evolusi ego manusia di mana etika
dan pengendalian diri menurut Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan
perkembangan ego manusia yang selalu mendampakan kesempurnaan.
Dengan kata lain, agama justru mengintegrasikan kembali kekuatan-kekuatan
pribadi seseorang.
BAB III
PENUTUP
17 Thomas Aquinas, seorang teolog-filosof termasyhur Abad Pertengahan, mengemukakan suatu diktum berbunyi: fides quaerit intelectum atau iman mencari penjelasan rasional.18 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.94
19
A. Kesimpulan
Dari makalah yang saya tullis maka dapatlah kesimpulan tentang riwayat
Muhammad Iqbal dan pembuktian adanya tuhan sebab Muhammad Iqbal
beranggapan bahwa tuahan itu ialah iradah yang abadi. Adapun ajaran-ajaran
Muhammad Iqbal yaitu diantaranya filssafat dan lain-lain. Dan Muhammad Iqbal
dalam memproses adanya tuhan dengan memahami dengan menggunakan metode
intuisi-intuisi yang merupakan suatu mata bahu yang tajam tetapi tidak boleh
disamakan dengan sifat kemanusiaan yang utuh.
B. Kritik Dan Saran
Bahwasanya dalam makalah ini masih banyak sekali kekirangan dan
kesalahan yang harus kita benahi bersama, maka kritik dan saran dari teman-teman
semua sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini untuk lebih baik dan yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa. 2007. filsafat islam. Bandung : CV Pustaka Setia
20
Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal, Teraju, Bandung: 2003
Iqbal, Muhammad, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, Lazuardi,
Yogyakarta: 2002
Esposito, John L., (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid 2 (Bandung :
Mizan, 2001).
Farnell, Lewis R, The Attributes of God (Oxford : Clarendon Press, 1925).
Hasan Asari, Dr, MA, Modernisasi Islam, Tokoh, Gagasan, dan Gerakan, (Bandung :
Citapusaka Media, 2002)
Nasution, Dr Hasyimsyah, MA, Filsafat Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama,
2002).
Iqbal, Muhammad, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, terj. Osman Raliby,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1983).
Khan, Wasiullah, “Muhammad Iqbal” dalam Great Muslims of 20th Century, dalam
www. islam101.com.
Tafsir Al-Muntakhab, Edisi Arab-Indonesia (Kairo : Universitas Al-Azhar,
Kementerian Wakaf dan Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Republik Arab
Mesir, 1421 H), http ://www. awkaf.org.
Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam ,
Semarang : Dina Utama, 1993
M. M. Sharif, Iqbal : Tentang Tuhan dan Keindahan, Bandung : CV.
Mizan, tt
21
22