skripsi asri pusfita i111 13 060 - core.ac.uk fileprof. dr. drh. hj. ratmawati malaka, m.sc. nip....
TRANSCRIPT
i
KEMAMPUAN PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI BALI HASIL
KRIOPRESERVASI DENGAN PENGGUNAAN
KRIOPROTEKTAN ETILEN GLIKOL
ASRI PUSFITA
I111 13 060
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
SKRIPSI
ii
KEMAMPUAN PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI BALI HASIL
KRIOPRESERVASI DENGAN PENGGUNAAN
KRIOPROTEKTAN ETILEN GLIKOL
ASRI PUSFITA
I111 13 060
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
SKRIPSI
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Asri Pusfita
NIM : I111 13 060
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan
dikarenakan sanksi akademik yang berlaku
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan sepenuhnya.
Makassar. Agustus 2017
TTD
Asri Pusfita
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Kemampuan Perkembangan Embrio Sapi Bali Hasil
Kriopreservasi dengan Penggunaan Krioprotektan
Etilen Glikol
Nama : Asri Pusfita
No. Pokok : I11113 060
Program Studi : Peternakan
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya DEA. DES
NIP. 19570129 198003 1 001
Dekan Fakultas Peternakan
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc
NIP. 19641231 198903 1 025
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc
NIP. 196412311989031026
Ketua Program Studi Peternakan
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc.
NIP. 19640712198911 2 002
Tanggal Lulus: 2017
v
ABSTRAK
ASRI PUSFITA (I111 13 060). Kemampuan Perkembangan Embrio Sapi Bali
Hasil Kriopreservasi dengan Penggunaan Krioprotektan Etilen Glikol. Dibawah
bimbingan HERRY SONJAYA sebagai pembimbing utama dan AMBO AKO
sebagai pembimbing anggota.
Selama proses pembekuan embrio terjadi cekaman dingin yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan sel embryo dan dampaknya menyebabkan
embrio mati. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan krioprotektan Etilen Glikol selama pembekuan terhadap tingkat
pemulihan setelah kriopreservasi dan perkembangan embrio sapi Bali setelah
kultur kembali. Prosedur penelitian dimulai dari pengambilan ovarium di RPH,
dilanjutkan dengan koleksi dan seleksi oosit. Oosit kemudian dimaturasi selama
24 jam, difertilisasi 5-6 jam, dan dikultur 48 jam. Setelah menjadi embrio
dilakukan kriopreservasi dengan Etilen Glikol selama 48 jam. Embrio beku
kemudian dithawing dan dikultur kembali selama 24 jam untuk melihat viabilitas.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan
yaitu penambahan krioprotektan Etilen Glikol 0%, 10%, 20%, dan 30% dengan 4
kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan Etilen Glikol
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pemulihan dan perkembangan embrio
setelah kultur kembali. Tingkat pemulihan embrio setelah kriopreservasi dan
jumlah embrio hidup setelah kultur kembali (viabilitas) sangat nyata lebih rendah
pada kontrol dibanding yang diberi perlakuan Etilen Glikol. Namun ketiga
perlakuan menghasilkan hasil yang sama. Dapat disimpulkan bahwa Etilen Glikol
dapat mencegah kerusakan embrio setelah kriopreservasi.
Kata Kunci: Embrio Sapi Bali, Etilen Gikol, Recovery, viabilitas
.
vi
ABSTRACT
ASRI PUSFITA (I111 13 060) The ability of Embryo Development of Bali cows
Cryopreserved using Ethylene Glycol as Cryprotectant. Guided by HERRY SONJAYA
as the primary supervisor and AMBO AKO as supervisor members.
During the process of freezing the embryo occurs cold stress that can cause
damage to embryo cells and its impact causes the embryo to die. There fore, this study
aimed to determine the effect of ethylene glycol cryoprotectant during the freezing on
recovery rate after cryopreservation and the embryo development of Bali Cow’s after re-
culture. Procedure of this study started from, collection of ovarian from slaughtered
house, continued with the collected and selected of the oocytes. Those oocytes were
maturated for 24 hours, fertilized 5-6 hours, and cultured 48 hours. The embryos were
cryopreserved using ethylene glycol for 48 hours. Freezed embryos were thawed and re-
cultured for 24 hours to determine their viability. This study was designed using
Completely Randomized Design (CRD) with four treatments addition of Ethylene Glycol
of 0%, 10%, 20%, and 30% with four replication. The results of this study slowed that
treatment of Ethylene Glycol had significant effect on recovery and development of
embryos after cultured. Recovery rate of the embryos after cryopreservation and the
number of embryos life (viability) after re-cultured had significantly lower in control
group in comparison to those embryos treated with Ethylene Glycol, however the last
three treated groups resulted in similar viabilities. It can be concluded that Ethylene
Glycol could prevent embryo damage after cryopreservation.
Key words: Embryo of Bali Cows, Ethylene Glycol, Recovery rate, Viability
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim…..
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir/Skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Skripsi dengan judul “Kemampuan Perkembangan Embrio Sapi Bali Hasil
Kriopreservasi dengan Penggunaan Krioprotektan Etilen Glikol” Sebagai Salah
Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
hanturkan dengan rasa hormat kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya DEA. DES selaku Pembimbing Utama, dan
Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc selaku Pembimbing Anggota, atas segala
bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan
saran-saran sejak awal penelitian sampai selesainya skripsi ini.
2. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
dengan segenap cinta dan hormat kepada ayahanda Misrianto dan ibunda
Sukini atas segala doa, motivasi dan kasih sayang serta materi yang
diberikan kepada penulis dan saudara-saudara saya Suhariadi, ST, Tri
Hengki SulakSono, Indra Sarwanto, dan Dirga Budi Setiawan yang
senantiasa membantu, memberi candatawa dan memberikan motivasi untuk
selalu lebih semangat.
3. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Rr. Sri Rachma A.
viii
Bugiwati, M.Sc., dan Dr. Muh. Ihsan A. Dagong, S.Pt, M.Si selaku dosen
pembahas yang telah memberikan saran-saran dan masukan untuk
perbaikan skripsi ini.
4. Dr. Aslina Asnawi, S.Pt. M.Si selaku Penasehat Akademik yang telah
memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis.
5. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan
dan seluruh Staf Pengawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas segala
bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
6. Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Ketua Program Studi
Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada penulis
7. Dr. Hasbi, S.Pt. M.Si selaku pembimbing Laboratorium penulis
melaksanakan penelitian.
8. Semua dosen-dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat “PETERNAKAN B” hayu Fitryani, Hilma Utami Putri,
Andi Musdalifa Bakri, Hamdana Darsan, Arda Runita, Syahidah, Nursanti,
Saharia, Nurhikmawati, Nita Kurnia Puti, Asri Puspita, Andi Irma Eka
Lestari, Khasrima Mulya Utari, Sari Putri, Abeng Daisuri, Ummy Kalsum,
Nurhasnah, Tri Wahyuni, Indah Sari Nur Utami, Nabila Chaerunnisa,
Ahmad syakir, Dwi Suprapto, Abd. Rahman, Insan Putra Pratama, Wahyu,
Gede Suamba, Aprianto Mandala Putra, Fulki Alen, Muhammad
Nurhidayat, Misbahuddin, Muh. Kasim, Ardianto, Sofyan Basri, Jamal
Heri, Haidil Kunang, Amir Mirzad terima kasih yang setinggi-tingginya
serta penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala cinta, pengorbanan,
ix
bantuan, pengertian, candatawa serta kebersamaan selama ini, waktu yang
dilalui sungguh merupakan pengalaman hidup yang berharga dan tak
mungkin untuk terlupakan dan terima kasih telah memberiku sedikit tempat
dihatimu untuk menjadikanku sahabat dan teriring dengan doa semoga
rekan dan sahabatku sukses selalu.
10. Yaumul Firman, SP., Besse Gusna, S,Pt., Ulvianti Diansari, SH., Siti
Rahmini, Nursanti, Siti Nur Arni, dan Nurhasanah, terima kasih atas
motivasi dan segala kebaikan serta bantuan yang kalian berikan kepada
penulis.
11. Kepada sahabat ”TEAM PKL” Andi Nurul Airin Arif, Arda Runita, dan
Sari Putri, terima kasih atas kerja samanya, segala kebaikan serta bantuan
yang kalian barikan kepada penulis selama penelitian.
12. Kepada sahabat “ TEAM PENELITIAN” Dewi Sartika, Hilma Utami Putri,
Hikmayani Iskandar, Andi Nurul airin Arif, Nawawi, dan M. Nasrullah,
terima kasih atas segala kebaikan serta bantuan yang kalian berikan kepada
penulis selama penelitian.
13. Sahabat-Sahabat “HIMAJATI-MAKASSAR’’ terima kasih atas motivasi
dan candatawa selama penulis menjadi anggota HIMAJATI.
14. Teman-teman HIMAPROTEK UH, terima kasih atas ilmu, pembelajaran,
nasehat-nasehat kebersamaan, kebaikan, amanah yang kalian berikan
selama penulis berorganisasi.
15. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Mama Caya, Dg, Sai, Aming dan
ibu Salma atas bantuannya kepada penulis.
16. Sahabat-sahabat teman seperjuangan, teman angkatan LARFA’13, terima
x
kasih atas motivasi dan segala kebaikan serta bantuan yang kalian berikan
kepada penulis.
17. Teman-teman “ KKN Desa Pattalasang” Nadia Anggraeni f, Ratih Sagita
W, A. Purwanti, Nurul Hidayah, Nurul Muhlisah, NurWalyana Sawal,
Fatun Munir, Saldi, Ismail, Rista, Elma Nabila, dan Nurul Riska dan teman-
teman sekecamatan Pattalasang Kabupaten Gowa.
28. Jajaran Pemerintahan Desa Pattalasang Kecamatan Pattalasang Kabupaten
Gowa, terima kasih telah memberi banyak bantuan penulis pada saat KKN.
21. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih
banyak atas segala bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Makassar, Agustus 2017
Asri Pusfita
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Folikulogenesis ....................................................................................... 3
Oogenesis ................................................................................................ 4
Spermatogenesis ..................................................................................... 6
Fertilisasi in Vitro ................................................................................... 8
Produksi Embrio in Vitro ........................................................................ 9
Kriopreservasi ......................................................................................... 11
Krioprotektan Etilen Glikol .................................................................... 13
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................. 16
Materi Penelitian ..................................................................................... 16
Rancangan Penelitian .............................................................................. 16
Prosedur Penelitian ................................................................................. 17
Parameter yang Diamati .......................................................................... 20
Analisa Data ............................................................................................ 21
Halaman
xii
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Maturasi Oosit Sampai Fertilisasi ..................................................... 22
Perkembangan Embrio Hasil Kriopreservasi dan Viabilitas Embrio...... 25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................. 28
Saran ....................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 29
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
No. Teks
1. Total dan Persentase Oosit Sebelum dan sesudah maturasi, dan Total Produksi
Embrio pada kelompok Perlakuan .......................................................................... 24
2. Embrio yang Pulih setelah Kriopreservasi dengan Etilen Glikol dan Embrio
Hidup setelah Kultur kembali ................................................................................ 25
Halaman
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Proses Oogenesis ................................................................................... 5
2. Proses Spermatogenesis ........................................................................ 7
3. Diagram Alir Prosedur Penelitian ......................................................... 17
4. Proses Perubahan Oosit ......................................................................... 22
5. Perkembangan Embrio .......................................................................... 23
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks
1. Komposisi Media Maturaso Oosit Secara In Vitro. ............................................... 33
2. Komposisi Media Fertilisasi Secara In Vitro. ........................................................ 33
3. Komposisi Media Kultur Secara In Vitro. ............................................................. 33
4. Data Jumlah Embrio Terhadap Kriopreservasi dengan Krioprotektan EG Secara
In Vitro ................................................................................................................ 35
5. Data Jumlah Embrio Terhadap Kriopreservasi dengan Krioprotektan EG Secara
In Vitro Hasil Transformasi Arcsin ............................................. 36
6. Analisis Ragam Recoverry Embrio In Vitro. ......................................................... 37
7. Analisis Ragam viabilitas Embrio In Vitro ............................................................ 38
8. Dokumentasi ......................................................................................................... 39
Halaman
1
PENDAHULUAN
Teknologi kriopreservasi gamet banyak dikembangkan pada berbagai spesies
hewan dan manusia. Teknik kriopreservasi gamet merupakan suatu cara untuk
menyimpan gamet dalam bentuk beku yang bertujuan untuk menyimpan,
pemeliharaan, menjamin dan mempertahankan kelangsungan hidup sel gamet
(Djuwita, 2001). Penggunaan teknik kriopreservasi gamet dapat juga digunakan juga
untuk penyimpanan embrio hasil fertilisasi in vitro serta kelebihan embrio hasil
produksi in vivo. Teknologi ini juga memungkinkan penyimpanan embrio dalam
jangka waktu yang relatif lama sehingga bisa dimanfaatkan dalam waktu kapan saja
dan dimana saja.
Beberapa faktor yang mempengaruhi daya hidup embrio beku diantaranya
teknik pembekuan, jenis pengencer, dan konsentrasi krioprotektan yang digunakan.
Embrio beku yang berkualitas tinggi, membutuhkan medium yang mampu
mempertahankan kualitas embrio selama proses pendinginan, pembekuan, maupun
saat thawing. Penggunaan bahan pengencer umumnya diikuti dengan penambahan
zat krioprotektan untuk melindungi embrio dari efek yang mematikan yaitu terjadinya
proses kristalisasi cairan baik intraseluler maupun extraseluler selama proses
pembekuan.
Krioprotektan dapat melindungi sel pada saat kriopreservasi embrio. Proses
kristalisasi pada masa pembekuan tergantung dari jenis dan konsentrasi krioprotektan
yang dipakai. Dari beberapa penelitian tentang kriopreservasi embrio, diketahui ada
bermacam-macam krioprotektan yang dapat dipergunakan untuk kriopreservasi
2
embrio, namun demikian telah diketahui bahwa etilen glikol (EG) merupakan
krioprotektan yang mudah didapatkan ditoko kimia dan harga untuk EG juga relative
murah. Menurut Gordon (1994), EG mempunyai efek toksik yang lebih rendah
dibandingkan krioprotektan yang lain. Kemampuan hidup post thawing dari embrio
yang dibekukan dapat menggunakan krioprotektan EG. Oleh karena itu, perlu
mengevaluasi akhir kriopreservasi dari EG pada embrio sapi Bali in vitro. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan Etilen Glikol sebagai
krioprotektan selama proses pembekuan dalam mempertahankan viabilitas embrio
sapi Bali.
Selama proses pembekuan embrio terjadi cekaman dingin yang dapat
menyebabkan terjadinya kristalisasi cairan intraseluler maupun extraseluler dan
dampaknya menyebabkan embrio mengkerut atau mati. Untuk mencegah proses
kristalisasi pada saat kriopreservasi diperlukan krioprotektan seperti EG sehingga
embrio bisa hidup kembali pada saat pencairan kembali. Informasi tentang
konsentrasi penambahan EG untuk pembekuan embrio sapi Bali sangat terbatas. Oleh
karena itu perlu penelitian pengaruh EG dalam mempertahankan daya hidup embrio
sapi Bali selama pembekuan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
krioprotektan Etilen Glikol selama pembekuan terhadap tingkat pemulihan setelah
kriopreservasi dan perkembangan embrio sapi Bali setelah kultur kembali.
Kegunaan penelitian adalah sebagai salah satu sumber informasi sebagai data
awal bagi peneliti selanjutnya untuk pembekuan embrio sapi Bali.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Folikulogenesis
Folikulogenesis adalah proses pematangan folikel pada korteks ovarium yang
tersusun dari sel somatik padat dan mengandung oosit imatur. Proses ini
menggambarkan perubahan dari folikel primordial kecil menjadi folikel preovulasi
besar. Peran utama pematangan folikel adalah untuk mendukung oogenesis yang pada
akhirnya menghasilkan oosit (Speroff et al., 2010). Sejak lahir, pada ovarium terdapat
sejumlah folikel primordial imatur yang mengandung oosit primer yang juga imatur.
Folikel primordial mengalami perubahan karakter histologis dan fisiologis dimana
akan terbentuk baik folikel tersier maupun folikel antral. Proses ini bergantung pada
berbagai jenis hormon yang menyebabkan kecepatan folikulogenesis dan oogenesis
yang berakhir adanya ovulasi atau sebaliknya atresia folikel.
Berdasarkan perubahan morfologisnya, folikel diklasifikasikan
dalam 3 kelompok yaitu folikel primer, folikel sekunder dan folikel tersier atau
Degraaf. Folikel primer terdiri dari oosit yang dikelilingi oleh selapis sel epitel
sedangkan sel teka belum terbentuk, sebagian besar folikel primer tersebut akan
mengalami regresi atau tetap tidak berkembang sama sekali. Lapisan sel-sel yang
mengelilingi folikel primer disebut stratum granulosum atau lapisan granulosa. Telur
berada pada satu sisi folikel dalam gundukan sel-sel granulosa yang disebut kumulus
oophorus dan lapisan sel granulose yang langsung menyelubungi sel telur disebut
korona radiata (Partodiharjo, 1980). Tingkat kedua adalah folikel sekunder yang
mengandung oosit dalam volume maksimal dan letaknya eksentrik atau agak ke
pinggir seperti pada folikel primer. Sel-sel granulose terdiri dari 6-12 lapis sel.Pada
4
folikel sekunder ovum sudah dilengkapi zona pelusida yang bergerak menuju korteks
(Yatim, 1994). Stadium terakhir adalah perkembangan folikel tersier, yang juga
disebut folikel de graaf. Sel-sel folikel yang melengkapi oogonia akan membentuk
antrum atau membentuk ruangan yang berisi cairan. Ruangan ini dikelilingi oleh sel-
sel yang disebut membran granulosa.
Pengelompokan folikel berdasarkan ukuran diameternya terbagi menjadi tiga
kelompok yaitu dilakukan oleh tiga kelompok folikel tersebut adalah folikel ukuran
kecil (2-3 mm), folikel ukuran sedang (3,1 – 5 mm), folikel ukuran besar (>5 mm)
(Crozet et al., 1995).
Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.
Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia.
Pertumbuhan oosit antara lain berupa peningkatan diameter oosit, pertambahan
ukuran dari organel-organel, dan disertai dengan perubahan atau perkembangan pada
inti dan sitoplasma (Telfer dan Sharpley, 2008).
Proses oogenesis Gambar 1 terdiri dari beberapa tahap yaitu oogonium
mengalami pembelahan mitosis berubah menjadi oosit primer. Oosit primer
melakukan meiosis (tahap I), yang menghasilkan dua sel anak yang ukurannya tidak
sama. Sel anak yang lebih besar adalah oosit sekunder yang bersifat haploid (n).
Ukurannya lebih besar dari yang lain karena berisi lebih banyak sitoplasma dari oosit
primer yang lain. Sel anak yang lebih kecil disebut badan kutub (polar body) pertama
yang kemudian membelah lagi (Sonjaya et al., 2016).
5
Gambar 1. Proses Oogenesis (Telfer dan Sharpley, 2008).
Setelah folikel matang maka folikel akan pecah dan oosit sekunder ditangkap
fimbrie lalu menuju ke tuba fallopi. Apabila oosit sekunder dibuahi oleh sel sperma
(fertilisasi), maka akan mengalami pembelahan meiosis yang kedua, begitu pula
dengan badan polar pertama membelah menjadi dua badan polar kedua yang akhirnya
mengalami degenerasi. Selama pembelahan meiosis kedua, oosit sekunder menjadi
bersifat haploid (n) dengan 30 kromosom dan selanjutnya disebut dengan oosit
(Campbell et al., 2000).
Perkembangan oosit terdiri dari tiga tahap yaitu proliferasi, pertumbuhan, dan
pematangan. Pada tahap proliferasi terjadi proses mitosis oogonium menjadi beberapa
oogonia yang terjadi pada saat pralahir atau sesaat setelah lahir kemudian oogonia
berdiferensiasi menjadi oosit primer. Inti oosit pada tahap ini disebut Germinal
Vesicle (GV) yang ditandai dengan adanya membran inti yang utuh dan nucleus yang
6
jelas. Selanjutnya oosit akan memasuki tahap pertumbuhan dan pematangan yang
berlangsung bersamaan dengan proses perkembangan folikel (Campbell et al., 2000).
Pada sapi proses maturasi inti secara in vivo membutuhkan waktu selama ± 24
jam (Gordon, 1994). Pematangan ini meliputi berbagai perubahan kronologi tahapan
meiosis (Gordon, 2003). Proses pematangan inti berhubungan dengan aktivitas
sintesis RNA, ditandai dengan perubahan inti dari fase diploten ke metaphase II.
Membran inti akan mengadakan penyatuan dengan vesicle membentuk Germinal
Vesicle (GV) dan kemudian akan mengalami pelepasan membran inti membentuk
Germinal Vesicle Break Down (GVBD). Setelah GVBD terjadi, kromosom
dibungkus oleh mikrotubulus dan mikrofilamen yang sangat mempengaruhi
keberhasilan pembelahan meiosis. Oosit yang telah mengalami GVBD selanjutnya
akan mencapai tahap metaphase I (MI). Pada oosit sapi, metaphase I terjadi setelah
12-14 jam inkubasi dan diikuti oleh tahap anaphase (AI) dan telophase (TI) yang
berlangsung relatife singkat (14-18 jam) setelah masa inkubasi (Chohan, and Hunter,
2003). Tahap metaphase II (MII) akan terjadi dan ditandai dengan terbentuknya
badan kutub I dan oosit yang sudah matang siap untuk difertilisasi (Pawshe, et al.,
1994).
Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pertumbuhan dan perubahan dari
spermatogonia sampai spermatozoa yang meliputi tiga fase. Fase pertama meliputi
spermatositogenesis, yaitu spermatogonium membelah secara mitosis menghasilkan
generasi sel baru yang nantinya akan menghasilkan spermatosit primer. Fase kedua
meliputi meiosis I, yaitu spermatosit primer mengalami dua kali pembelahan secara
7
berurutan dengan mereduksi sampai setengah jumlah kromosom dan jumlah DNA per
sel, menghasilkan spermatosit sekunder, spermatosit sekunder mengalami meiosis II
menghasilkan spermatid. Fase ketiga meliputi spermiogenesis, yaitu spermatid
mengalami proses sitodiferensiasi, menghasilkan spermatozoa (Junqueira et al.,
2007).
Hasil akhir spermatogenesis gambar 2 adalah spermatozoa dewasa.
Strukturnya menyerupai kecebong kecil dengan panjang 0,06 mm. Spermatozoa
terdiri atas empat bagian yaitu kepala, leher, tubuh dan ekor. Salah satu bagian yang
penting daristruktur spermatozoa adalah akrosom. Akrosom adalah bagian dari kepala
spermatozoa yang berasal dari nukleus yang mengalami kondensasi dan elongasi.
Akrosom mengandung enzim hidrolitik seperti hyalurinidase, neuraminidase
danprotease. Enzim-enzim ini berfungsi untuk menembus corona radiata dan zona
pellucida di sekeliling sel telur. Proses pengeluaran enzim ini disebut reaksi
akrosom,yang juga menandai langkah pertama terjadinya fertilisasi. Pada bagian leher
banyak mitokondria yang tersusun spiral (Junqueira et al., 2007).
Gambar 2. Proses Spermatogenesis (Shier et al., 2003).
8
Mitokondria beragregasi pada bagian proximal flagellum, sehingga bagian ini
tampak menebal. Pengumpulan mitokondria pada leher spermatozoa sangat penting
dalam pergerakan sel dan konsumsi energi yang tinggi. Ekor atau disebut juga dengan
flagellum spermatozoa terdiri dari beberapa mikrotubuli yang dilingkupi oleh
membran sel yang memanjang. Ekor sperma yang memanjang dapat dibagi menjadi
tiga bagian (tengah, utama dan ujung), menyebabkan gerak maju spermatozoa dengan
gelombang dua kali yang dimulai didaerah implantasi ekor kepala dan berjalan kearah
distal (Shier et al., 2003).
Fertilisasi In Vitro
Fertilisasi in vitro (FIV) adalah pembuahan sel telur oleh spermatozoa di luar
uterus yang direkayasa oleh manusia (Sukra, 2000). Teknik ini terdiri dari beberapa
langkah yaitu koleksi oosit, maturasi oosit, koleksi spermatozoa, kapasitasi
spermatozoa, fertilisasi dan pembiakan embrio secara in vitro (Susilowati et al., 1998;
Fibrianto et al., 2000).
Dalam usaha pengembangbiakan ternak, masalah infertilitas merupakan faktor
penghambat yang perlu diatasi dengan beberapa cara diantaranya dengan inseminasi
buatan, FIV dan transfer embrio. Terapi yang akan dilakukan harus berdasarkan
pertimbangan ekonomis, sehingga teknik terapi ini dapat dipakai untuk meningkatkan
kapasitasi reproduksi bibit ternak unggul dan mengatasi pemborosan sel-sel gamet
yang melimpah. Selain itu teknik FIV dan transfer embrio pada hewan dapat dipakai
sebagai uji biologis (Supriatna dan Pasaribu, 1992).
FIV sangat bermanfaat dalam mempelajari proses fertilisasi dan membantu
pengembangan metode praktis untuk pencangkokan embrio dari induk unggul ke
9
induk yang kurang unggul. Fungsi induk yang kurang baik dapat sebagai tempat
perkembangan anak yang berpotensi tinggi. Perkembangan pengetahuan semacam ini
sangat membantu penelitian di bidang genetika dan fisiologi (Salisbury dan
VanDenmark, 1985). Keberhasilan fertilisasi in vitro akan menghasilkan embrio
dengan kualitas tinggi dan dalam jumlah yang besar. Hal tersebut menurut Saito, et
al. (1994), tergantung pada pemilihan kondisi kultur yang optimal pada maturasi
oosit sampai sel telur mengalami meiosis pada metafase II.
Teknologi FIV sangat menguntungkan, antara lain dalam peningkatan mutu
genetik, pembekuan embrio sehingga dapat diperdagangkan dari suatu negara ke
negara lain, dan pengembangan teknologi perekayasaan, seperti penentuan jenis
kelamin embrio (embryo sexing), penyayatan embrio menjadi dua atau lebih (embryo
splitting) (Sukra, 2000).
Salah satu penerapan dari teknik fertilisasi in vitro pada mencit adalah untuk
mendapatkan jumlah yang banyak dari tingkat pembelahan awal embrio yang
berkembang secara lebih bersamaan. Kegunaan lain adalah untuk menghasilkan
keturunan dari mencit tanpa melalui perkawinan dan dapat menghasilkan keturunan
yang banyak pada saat bersamaan (Hogan et al., 1986).
Produksi Embrio In Vitro
Produksi embrio in vitro adalah proses produksi untuk menghasilkan atau
pengembangbiakan sel telur dan spermatozoa menjadi zigot dan berkembang menjadi
embrio diluar tubuh ternak (Ball dan Peters, 2007).
Masuknya sperma ke dalam sel telur menyebabkan terjadinya rangkaian
perubahan yang cepat yaitu penyelesaian pembelahan meiosis, penyatuan pronukleus
10
jantan dan betina serta gerakan kompleks dari zat-zat dalam sitoplasma telur, laju
konsumsi oksigen dan sintesis protein dalam telur spesies tertentu meningkat. Segera
setelah fertilisasi, di dalam embrio mulai ada sel-sel yang memisahkan diri dan terjadi
pembelahan sel yang berturut-turut (Villee et al., 1988, Salisbury dan Vandemark,
1985). Dalam tingkat ini embrio mengalami pembelahan menjadi sel-sel yang
ukurannya berangsur-angsur mengecil sampai ukurun tertentu. Tiap sel yang
terbentuk disebut blastomer (Sagi, 1999).
Pembelahan sel embrio terjadi secara mitosis, sehingga setiap sel embrio
mengandung kromosom diploid (2n) yang setengahnya berasal dari spermatozoa dan
setengahnya lagi berasal dari ovum. Pembelahan dimulai dari inti dan diteruskan ke
sitoplasma. Ovum yang telah dibuahi mengalami pembelahan pertama membentuk
embrio 2 sel. Embrio 2 sel segera membelah lagi menjadi embrio 4 sel. Pembelahan
terus berlanjut hingga embrio menjadi 8 sel, 16 sel, 32 sel (Toelihere, 1979; Salisbury
dan Vandemark, 1985).
Pada tingkatan embrio 16 sampai 32 sel, sel-sel berkumpul menjadi satu
kelompok di dalam zona pelusida. Isi sel di dalam zona pelusida berbentuk seperti
bola yang padat. Embrio tersebut dikenal sebagai morula. Cairan mulai menumpuk di
dalam ruang-ruang interseluler dan terbentuk suatu rongga bagian dalam yang disebut
blastocoele. Rongga tersebut semakin lama semakin besar dan berisi cairan. Embrio
tahap ini disebut blastosis ( Toelihere, 1979).
Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses
ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau
fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel
11
pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik (Alberio et al., 2001).
Perkembangan embrio terjadi mulai dari proses fertilisasi antara oosit dengan
spermatozoa. Oosit yang diperoleh dari hasil ovulasi secara alami atau melalui
maturasi secara in vitro adalah dalam kondisi matang (siap untuk dibuahi) (Jones,
2007).
Menurut Meo et al. (2005), tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio
dibedakan menjadi 2 tahap yaitu :
1. Fase Fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan
menghasilkan zigot.
2. Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk
hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai
dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina.
Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa
fase, antara lain (Alberio et al., 2001) :
1. Sel tunggal (yang telah dibuahi)
2. Blastomer
3. Blastula
4. Gastrula
5. Neurula
6. Embrio / Janin
Kriopreservasi
Teknik kriopreservasi merupakan suatu teknik penyimpanan sel hewan,
tumbuhan ataupun materi genetika lain (termasuk semen) dalam keadaan beku
melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam
12
sel sehingga fungsi fisiologis, biologis, dan morfologis tetap ada (Watson, 2000).
Teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan yang dilakukan pada suhu
yang sangat rendah (-196 0C) dalam nitrogen cair (Boediono, 2003). Teknik
kriopreservasi pada berbagai sel, jaringan, dan organ telah banyak dilakukan,
demikian juga dengan kriopreservasi embrio (Rimayanti, 2005).
Kerusakan sel yang terjadi pada saat kriopreservasi embrio adalah
terbentuknya kristal es baik ekstraseluler maupun intraseluler. Hal ini disebabkan
oleh elektrolit yang menumpuk akan merusak dinding sel sehingga pada waktu
pencairan kembali permeabilitas membran plasma akan menurun dan sel akan mati.
Pembentukan kristal es kemungkinan berkaitan dengan perubahan tekanan osmotik
dalam fraksi yang tidak mengalami pembekuan (Watson, 2000).
Proses kriopreservasi oosit pada mamalia sampai saat ini dilakukan dengan
dua cara yang berbeda yaitu pembekuan lambat (slow rate freezing) dan vitrifikasi
(rapid freezing). Slow rate freezing merupakan cara penyimpanan oosit dalam
keadaan beku pada temperatur rendah dengan meminimalkan pembentukan kristal es
intraselular, sedangkan vitrifikasi tanpa adanya pembentukan kristal es sebagai
penyebab utama kerusakan intraselular (Lieberman et al., 2002).
Menurut Toelihere (1979), setiap teknik kriopreservasi mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan dari kriopreservasi secara umum adalah:
1) Bahan atau materi dapat disimpan dalam waktu tidak terbatas.
2) Dapat dikoleksi setiap saat.
3) Dapat digunakan kapan saja bila dibutuhkan.
4) Melestarikan plasma nutfah yang mendekati kepunahan.
13
5) Tidak perlu mengimpor atau memelihara pejantan-pejantan unggul.
6) Tidak membutuhkan ruangan yang besar karena tabung nitrogen cair cukup
memadai untuk menyimpan bahan dalam ragam dan jumlah yang banyak.
7) Tidak menyebabkan perubahan material genetik yang disimpan.
Sementara itu, kekurangannya adalah:
1) Biaya pelaksanaan cukup mahal.
2) Memerlukan tenaga yang terampil dan berpengalaman.
3) Nitrogen cair perlu tersedia secara kontinyu.
Krioprotektan Etilen Glikol
Krioprotektan ialah zat kimia nonelektrolit yang berperan dalam mengurangi
pengaruh mematikan selama pembekuan baik berupa pengaruh larutan maupun
adanya pembentukan kristal es sehingga viabilitas sel dapat dipertahankan (Chen et
al., 2005). Penambahan krioprotektan bertujuan untuk memelihara keutuhan
membran dan meningkatkan potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel
mengalir keluar dan terjadi dehidrasi. Kemampuan proteksi krioprotektan terhadap
membran sel merupakan indikasi dari interaksi yang berjalan baik antara
krioprotektan dan membran sel. Interaksi ini dapat mengurangi kerusakan membran
sel pada saat terjadi perubahan keadaan dari relatif cair ke struktur relatif padat dan
juga pada saat kembali ke struktur yang relatif cair selama proses pencairan
(Kostaman dan Setioko, 2011).
Penggunaan krioprotektan baik pada saat pra-pembekuan dan pasca thawing
(pencairan kembali) yang bertahap juga melibatkan proses pembekuan bertahap
dengan menekankan pentingnya proses seeding. Proses seeding dimaksudkan untuk
14
menginisiasi pembentukan kristal es sebagai inti es dengan menurunkan temperatur
sebagian larutan agar dehidrasi terjadi dan menekan pelepasan energi panas yang
berlebihan dari fusi kristal es. Inisiasi secara mendadak ini dilakukan pada temperatur
sedikit di bawah titik beku larutan, sehingga dapat mencegah membesarnya derajat
supercooling atau memperpendek selang supercooling. Tanpa perlakuan seeding, inti
es akan terbentuk secara spontan pada temperatur -10 oC sampai -15 oC (fenomena
supercooling) yang disertai dengan pelepasan fusi panas, sehingga temperatur hampir
mencapai titik bekunya kembali. Kondisi ini akan menimbulkan suatu fluktuasi
temperatur yang cukup besar (Kostaman dan Setioko, 2011).
Etilen Glikol (EG) merupakan cairan jenuh, tidak berwarna, tidak berbau, dan
larut sempurna dalam air dan merupakan salah satu bahan kimia sebagai bahan baku
yang jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri di Indonesia. EG berfungsi
sebagai bahan industri antara lain adalah sebagai bahan baku tambahan pembuatan
tinta, kosmetik, pembuatan cat, dan bahan anti beku (Kusumadewi, 2005).
Menurut laporan Gordon (1994), EG efektif digunakan sebagai krioprotektan
untuk kriopreservansi embrio dan diaplikasikan pula pada kriopreservasi oosit. Berat
molekul EG yang rendah (62,07) memberikan efek yang menguntungkan berupa
permeabilitas yang lebih tinggi. Beberapa peneliti juga mengatakan bahwa kelebihan
EG sebagai krioprotektan adalah karena toksisitasnya yang rendah.
Penelitian Hochi et al. (1996), menunjukkan bahwa tingkat fertilisasi in vitro
embrio sapi dalam larutan EG (Etilen Glikol) 40% menunjukkan tingkat poliploid
yang cukup tinggi yaitu 44,9%. bahwa proses vitrifikasi mengakibatkan perubahan
15
beberapa struktur oosit seperti zona pelusida, membrane plasma dan butir-butir
korteks yang berperan didalam proses pencegahan polispermi.
Penggunaan konsentrasi EG 30% dan waktu pemaparan 5 menit cukup
memadai untuk vitrifikasi sel telur domba (Djuwita et al. 2001), sel telur dan embrio
mencit, EG mempunyai kemampuan masuk dan keluar sel yang lebih cepat
dibandingkan dengan gliserol. (Mohamad et al., 2000).
Diungkapkan oleh Nowshari et al. (1994), bahwa waktu pemaparan,
konsentrasi krioprotektan dan prosedur pencairan kembali mempengaruhi
kemampuan fertilitas dari embrio dan perkembangan sampai pada tahap blastosis.
Menurut Voelkel dan Hu (1992), EG memiliki permeabilitas terhadap sel
embrio yang lebih baik daripada gliserol, viabilitas embrio beku lebih tinggi
dibekukan dengan larutan EG (70%) dari pada dengan gliserol (30%), karena berat
molekul etilen glikol lebih kecil dibandingkan dengan gliserol. Sedangkan menurut
Szell et al. (1989), bahwa permeabilitas embrio domba dan sapi terhadap EG dan
propilen glikol lebih baik daripada terhadap gliserol. Toksisitas etilen glikol lebih
kecil jika dibandingkan dengan gliserol sehingga mempengaruhi ketahanan hidup
embrio yang lebih tinggi
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2017, di
Laboratorium Fertilisasi dan Produksi In Vitro Embrio, Pusat Kegiatan Penelitian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Alat yang digunakan adalah incubator, mikroskop (ZEISS, image A2 : Axio
Cam HRc), Syringe (10 ml), scalpel, petri dish, gelas kimia, labu enlemeyer, freezer,
timbangan analitik, kaca objek, kaca penutup, pipet tetes, mikropipet, cawan petri dan
gunting bedah.
Bahan yang digunakan adalah ovarium sapi Bali yang diperoleh dari Rumah
Potong Hewan (RPH) Tamangapa, Kota Makassar, provinsi Sulawesi Selatan. Bahan-
bahan yang digunakan antara lain medium transportasi ovarium, medium in vitro
fertilization (IVF), medium in vitro culture (IVC), medium in vitro maturation
(IVM), alcohol 70 % tissue, mineral oil (Sigma Chemical Co. St. Louis MO, USA),
Kcl 0,7% enzim hyaluronidase (Sigma, USA) 0,25%, dan krioprotektan Etilen Glikol.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan metode eksperimental laboratorium
berdasarkan Rancangan Acak lengkap (RAL) yaitu dengan 4 perlakuan dan 4 kali
ulangan sebagai perlakuan adalah sebagai berikut:
A. Kontrol 0% Etilen Glikol + 100% phosphate buffered saline (PBS)
B. 10% Etilen Glikol + 90% phosphate buffered saline (PBS)
C. 20% Etilen Glikol + 80% phosphate buffered saline (PBS)
D. 30% Etilen Glikol + 70% phosphate buffered saline (PBS)
17
Prosedur Penelitian
Secara garis besar prosedur penelitian disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3: Diagram Alir Prosedur Penelitian
Koleksi Ovarium di RPH (Rumah
Pemotongan Hewan)
Pencacahan Ovarium seleksi Oosit
Proses Fertilisasi IVF (in vitro
fertilization)
Embrio
Kriopreservasi
Thawing
Kultur IVC (in vitro culture)
Kultur Embrio yang telah dithawing
Embrio Hidup
Sperma
Beku
Kapasitasi Sperma
Maturasi in Vitro
Penambahan krioprotektan EG (0%,10%,20% dan 30% pada medium
kriopreservasi Evaluasi pemulihan Embrio setelah kriopreservasi
S
e
b
e
l
u
m
P
e
r
l
a
k
u
a
n
p
e
r
l
a
k
u
a
n Evaluasi Embrio
18
Prosedur penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Koleksi oosit.
Ovarium sapi segar dikumpulkan di rumah potong hewan dan dibawa ke
laboratorium menggunakan larutan NaCl 0,9%. Koleksi oosit dilakukan dengan
menyayat/mencacah folikel yang ada di permukaan ovarium hingga oosit keluar
dengan media PBS (Phosphate Buffered Serum). Selanjutnya oosit diseleksi
menggunakan mikroskop. Kemudian ditampung dalam petri dish yang berisi
media phosphate buffered saline (PBS).
2. Seleksi dengan Koleksi
Oosit hasil koleksi dicuci dalam medium koleksi yang terdiri atas
PBS(Phosphate Buffered Serum) ditambah 10% Serum masing-masing dua kali,
selanjutnya dilakukan seleksi berdasarkan grade A, grade B, dan grade C.
maturasi dalam tissue culture medium (TCM) ditambahkan FBS (Fetal Bovine
Serum) 10%, 10 IU/ml pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG), 10
IU/mlhuman chorionic gonadotrophin (HCG) dan 50 μg/ml Gentamycin.
3. Pematangan oosit in vitro.
Oosit yang terseleksi dan telah melalui dua kali pencucian dengan beberapa
media, pematangan oosit dilakukan dalam medium maturasi (tissue culture
medium (TCM) ditambahkan FBS (Fetal Bovine Serum) 10%, 10 IU/ml pregnant
mare serum gonadotrophin (PMSG), 10 IU/mlhuman chorionic gonadotrophin
(HCG) dan 50 μg/ml Gentamycin), dengan membuat empat tetesan (drop) pada
petri dish (50 μL/drop) dan ditutup dengan mineral oil 9 agar tidak terjadi
penguapan) dalam inkubator, temperature 38,5 0C selama 24 jam.
19
4. Fertilisasi
Setelah pematangan inti Oosit, kemudian disiapkan medium fertilisasi
(Suzuku et al., 2000). Spermatozoa disiapkan dalam bentuk drop dalam cawan
petri dan ditutup dengan mineral oil (agar tidak terjadi penguapan).. Oosit yang
telah dicuci dalam medium fertilisasi sebanyak dua kali kemudian dipindahkan
kedalam drop spermatozoa dan diinkubasi selama 5-6 jam dalam inkubator CO2
5%, suhu 380C.
5. Kultur
Zigot hasil fertilisasi kemudian dipindahkan dalam drop 50 μl medium kultur
yang ditambahkan 5 mg/ml BSA, 2,5% FBS dan ditutup mineral oil, selanjutnya
dikultur dalam inkubator 5% CO2, suhu 38,8° C selama 48 jam (Meo et al.,
2005). Hasil kultur ini memproduksi embrio yang siap untuk dibekukan (
kriopreservasi).
6. Kriopreservasi
Pembekuan embrio dilakukan setelah kultur 48 jam. Kemudian embrio yang
sudah membelah dilakukan pembekuan dengan media kriopreservasi yang
ditambahkan Etilen Glikol dengan konsentrasi 0% (kontrol), 10%, 20%, dan 30%.
Kemudian selanjutnya dibekukan dalam nitrogen cair selama 48 jam.
7. Thawing dan Kultur
Setelah dikriopresrvasi selama 48 jam kemudian dilakukan pencairan kembali
(thawing) selama 20 detik dalam air hangat dengan suhu 37oC. Selanjutnya
dilakukan pengamatan dan dilakukan kultur kembali dengan media kultur selama
24 jam di dalam inkubator CO2 5% dengan suhu 38,5oC.
20
8. Evaluasi
Setelah kultur kembali dengan media kultur selama 24 jam dilakukan
evaluasi embrio.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Recovery embrio
Recovery embrio adalah kemampuan embrio kembali dalam keadaan
semula setelah kriopreservasi. Pengamatan yang dilakukan yaitu dengan
pengamatan embrio setelah thawing yang dilihat menggunakan mikroskop
dengan melihat setiap embrio yang masih hidup ditunjukkan dengan bentuk
sel sama dengan sebelum kriopreservasi (Gambar 5A) dan dilakukan
perhitungan dengan menghitung jumlah embrio yang masih hidup dari jumlah
embrio yang dikriopreservasi disetiap perlakuan
x 100
2. Viabilitas embrio
Viabilitas embrio adalah kemampuan perkembangan embrio selama
dikultur setelah dibekukan. Pengamatan terhadap viabilitas embrio dilakukan
setelah embrio dikultur selama 24 jam yang ditunjukkan dengan sel yang
membelah pada saat dikultur. Penilaian kelangsungan hidup didasarkan pada
keadaan morfologis tahapan perkembangan embrio
x 100
21
Analisis Data
Data perkembangan embrio sebelum dianalisis terlebih dahulu dilakukan
Transformasi Arcsin untuk penyebaran data secara distribusi normal,
selanjutnya data di analisis ragam menggunakan model matematis sebagai berikut:
Yij = μ + ᴛi + ɛij
Keterangan :
Yij= Hasil pengamatan dari tingkat perkembangan embrio dengan konsentrasi Etilen
Glikol ke-i dengan ulangan ke-j
μ = Rata-rata pengamatan
ᴛi = Pengaruh konsentrasi Etilen Glikol ke-i
ɛ = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji beda nyata jujur (list
significant diferent).
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Maturasi Oosit sampai Fertilisasi
Data hasil pengamatan oosit sapi bali mulai dari sebelum maturasi hingga
sebelum fertilisasi dapat dilihat pada Gambar 4.
d
a b c
Gambar 4. Proses perubahan oosit A Sebelum Maturasi, B Setelah Maturasi, dan C
Sebelum Fertilissi inti sel oosit (a); sel-sel kumulus oophorus masih
menyatu (b); sel-sel kumulus sudah terlihat mekar dari bentuk semula (c);
sel-sel kumulus di kurangi (d).
Oosit sebelum maturasi (4A) mempunyai ciri berikut: inti oosit kelihatan
jelas (4a), sel-sel kumulus yang mengelilingi masih terlihat mengumpul dengan
warna yang agak gelap (4b). Oosit yang akan dimaturasi diseleksi dahulu agar
dapat termaturasi dengan baik. Gambar 4B adalah gambar oosit setelah maturasi.
Perbedaan antara sebelum maturasi dan setelah maturasi yaitu terlihat sangat jelas
bentuk sel-sel kumulusnya. Oosit setelah maturasi sel kumulusnya tampak sudah
mekar/ merenggang dari bentuk mulanya (Gambar 4Bc)
Maturasi dapat terjadi secara in vivo maupun in vitro. Maturasi secara in
vitro dilakukan agar diperoleh oosit primer yang berkembang menjadi oosit
sekunder. Oosit sekunder tersebut akan melakukan proses pembelahan meiosis
C
23
dengan normal dan sempurna, sehingga dihasilkan sel telur yang siap dibuahi oleh
spermatozoa dan dapat berkembang menjadi embrio dengan kualitas yang baik.
Proses maturasi oosit primer perlu dilakukan sebelum terjadinya fertilisasi oleh
spermatozoa dengan tujuan
untuk meningkatkan angka keberhasilan fertilisasi (Fatchiyah et al., 2000).
Gambar 4C yaitu oosit sebelum proses fertilisasi yang dicirikan oleh sel-sel
kumulus yang mengelilingi berkurang dibanding setelah maturasi. Apabila banyak
sel-sel kumulus yang mengelilingi maka menyebabkan sperma sulit untuk menuju
inti sel oosit, yang mengakibatkan oosit tdak terfertilisasi.
Setelah proses fertilisasi terbentuk zigot dan dikultur selama 24 jam hingga
terbentuk embrio terlihat dalam Gambar 5.
a
Gambar 5. Perkembangan embrio yang dicirikan dengan pembelahan embrio menjadi beberapa sel
setelah kultur 48 jam sebelum kriopreservasi (A) dan kultur kembali selama 24 jam
setelah kriopreservasi 48 jam (B).
Gambar 5Aa,b menunjukkan embrio sebelum kriopreservasi morfologinya
cukup jelas, dimana sel-sel embrio nampak dengan jelas sekat-sekat antara sel yang
satu dengan sel yang lainya. setelah di kriopreservasi Gambar 5Bc sekat-sekat
pembelahan tidak terlalu jelas seperti gambar 5Aa dan embrio yang dikultur kembali
selama 24 jam setelah kriopreservasi bentuk embrio tidak begitu jelas (Gambar 5Cd).
C
h
a
si
l
a
n
a
li
si
s
r
a
g
a
m
(
L
a
m
p
ir
a
n
5
)
p
e
A
e
rr
E
E
D
B
24
Metode kultur in vitro embrio pada umumnya menggunakan media yang telah
diketahui komposisinya. Penambahan serum dalam media kultur dapat membantu
pertumbuhan embrio sampai tahap morulla dan blastosis secara in vitro (Kaiin dan
Tappa, 1994).
Data hasil pengamatan oosit mulai dari maturasi hingga terbentuknya embrio
sebelum dan sesudah kriopreservasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Total dan Persentase Oosit Sebelum dan sesudah maturasi, dan Total
Produksi Embrio pada kelompok Perlakuan
Perlakuan
Σ Oosit
Sebelum
Maturasi
Σ Oosit Setelah
Maturasi
(%)
Σ Produksi Embrio in
vitro
0% 41 100 21 (55,26)
10% 36 100 16 (50,00)
20% 36 100 20 (57,14)
30% 42 100 22 (57,89)
Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase
Tabel 1 merupakan data sebelum kriopreseravasi, untuk menghasilkan embrio
yang akan diberi perlakuan. Daya hidup oosit dari sebelum maturasi dan setelah
maturasi menunjukkan angka yang tinggi yaitu 100%. Hal ini karena oosit yang
digunakan oosit kualitas baik. Peranan sel kumulus oophorus dalam maturasi oosit
sangat mendukung pematangan oosit (Fatchiyah et al., 2000). Kumulus oophorus
berperan sebagai penghubung antara sel-sel stratum granulosum dengan oosit dan
memungkinkan pemindahan molekul dari populasi sel-sel granulosa ke oosit (Putro,
1993).
Oosit yang matang dilakukan pembuahan dengan spernma kemudian
dikultur selama 24 jam menghasilkan tingkat embrio yang dihasilkan sekitar 50% -
57,89%. Hal ini disebabkan pada proses fertilisasi terdapat oosit yang tidak dibuahi
oleh sel spermatozoa, sel spermatozoa kurang bagus kualitasnya. Tingkat fertilisasi
25
spermatozoa pada oosit sapi yang memiliki sel-sel kumulus lengkap 78% dan
kejadian polispermi sebesar 8%. (Bilodeau dan Panich, 2002).
Perkembangan Embrio Hasil Kriopreservasi dan Viabilitas Embrio
Data hasil pengamatan embrio yang pulih setelah kriopreservasi dengan Etilen
Glikol dan embrio hidup setelah kultur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Embrio yang Pulih setelah Kriopreservasi dengan Etilen Glikol dan Embrio
Hidup setelah Kultur kembali
Perlakuan
Σ Embrio
Sebelum
Kriopreservasi
Pulih
( Recoverry)
Hidup setelah Kultur
kembali (Viabilitas)
0% 21 9 (42,86)a 5 (23,80)a
10% 16 15 (93,75)b 13 (81,25)b
20% 20 20 (100,00)b 16 (80,00)b
30% 22 20 (90,91)b 17 (61,81)b
Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) perlakuan penambahan
krioprotektan Etilen Glikol (EG) berpengaruh nyata terhadap tingkat pemulihan
embrio (recovery rate) setelah kriopreservasi (P< 002) dan terhadap perkembangan
embrio setelah dikultur kembali (viabilitas) (P< 035). Hasil uji lanjutan (BNT)
menunjukkan bahwa tingkat pemulihan embrio pada kontrol (krioprotektan Etilen
Glikol 0%) sangat nyata (P< 0,01) lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
pemulihan embrio pada konsentrasi EG 10%, 20% dan 30%. Hal ini disebabkn
pengaruh penambahan krioprotektan EG yaitu mampu memelihara keutuhan
membran dan meningkatkan potensi osmotik pada media. Hal ini sesuai dengan
laporan Gordon (1994), yang menyatakan EG efektif digunakan sebagai
26
krioprotektan untuk kriopreservasi embrio dan diaplikasikan pula pada kriopreservasi
oosit. Berat molekul EG yang rendah (62,07) memberikan efek yang menguntungkan
berupa permeabilitas yang lebih tinggi.
Krioprotektan dapat melindungi sel selama proses kriopreservasi. Derajat
proteksi dari bahan krioprotektan terhadap proses kristalisasi pada masa pembekuan
tergantung dari jenis dan konsentrasi krioprotektan yang dipakai serta lama paparan
(Kasai, 2002).
Penggunaan konsentrasi EG 30% dan waktu pemaparan 5 menit cukup
memadai untuk kriopreservasi sel telur domba (Djuwita et al. 2001), sel telur dan
embrio mencit, EG mempunyai kemampuan masuk dan keluar sel yang lebih cepat
dibandingkan dengan gliserol. (Mohamad et al., 2000).
Tingkat perkembangan embrio setelah dikultur kembali (viabilitas) pada
konsentrasi penggunaan krioprotektan Etilen Glikol 0% sangat nyata (P< 0,01) lebih
rendah dibandingkan dengan tingkat pemulihan embrio pada konsentrasi 10%, 20%
dan 30%. Hal ini mungkin disebabkan oleh dampak residu Etilen Glikol pada saat
kriopreservasi yang mungkin menyebabkan perlukaan pada sel akibat efek toksik dari
konsentrasi krioprotektan dan stress karena perubahan suhu yang ekstrim. Menurut
Lane et al. (1999), salah satu alasan kecenderungan penurunan nilai viabilitas selama
24 jam kultur in vitro setelah kriopreservasi disebabkan karena embrio mamalia pada
setiap tahap perkembangan yang berbeda, memiliki mekanisme tersendiri dan
kemampuan yang relatif berbeda dalam menyerap krioprotektan, serta mencapai
tingkat dehidrasi sempurna selama proses penyerapan larutan.
27
Kecenderungan penurunan daya hidup zigot setelah kriopreservasi dapat
disebabkan pula oleh kerusakan fisik akibat pembentukan kristal es selama
pembekuan, efek toksik krioprotektan dan stress osmotik selama pengeluaran
krioprotektan (Nowshari dan Brem 2001).
Pada dosis EG 30% tingkat viabilitas embrio setelah di kultur kembali
cenderung menurun disbanding dosis 10 dan 20 %, hal ini diuga disebabkan
toksisitas krioprotektan (Kasai, 1996). Faktor lain penyebab tidak berkembangnya
embrio mungkin disebabkan konsentrasi glukosa dalam medium kultur in vitro yang
kurang sesuai untuk setiap tahap perkembangan embrio (Kasai, 1996). Pada
umumnya embrio yang dihasilkan melalui fertilisasi in vitro atau mulai dikultur pada
tahap zigot dalam medium kultur akan mengalami hambatan perkembangan embrio
tahap awal (Djuwita et al., 2000).
28
PENUTUP
Kesimpulan
1. Penambahan krioprotektan Etilen Glikol pada medium kriopeservasi dengan
konsentrasi 10 sampai 30% dapat mempertahankan tingkat pulih embrio dan
tingkat perkembangan embrio setelah dikultur kembali yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol
2. Penggunaan Etilen Glikol untuk krioprervasi cukup dengan dosis 10%.
Saran
Sebaiknya dosis untuk penggunaan kriprotektan Etilen Glikol dalam
penggunaanys untuk kriopreservasi embrio disarankan tidak lebih dari 10%.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alberio, R., V. Zakhartchenko, J. Motlik, and E. Wolf E. 2001. Mammalian oocyte
activation: Lessons from the sperm and implication for nuclear transfer. Int. J.
Dev. Biol. 45:797-809.
Ball, P. J. H., and A. R. Peters. 2007. Reproduction In Cattle Third Edition. Blacwell
Publishing Ltd. UK.
Boediono, A, K. Mohamad, Y. Rusiyantono, I. Djuwita, dan Y. Sukra. 2003. Kloning
embrio dengan pembuatan kembar identik melalui rekayasa embrio dan
pembekuan dngan metode vitrifikasi. Lab. Embriologi FKH IPB.
Bilodeau-Goeseels, S., and P. Panich. 2002. Effects of oocyte quality on development
and transcriptional activity in early bovine embryos. Anim. Reprod. Sci.
71:143-155.
Campbell, N.A., J. B. Reece, and L. G. Mitchel. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Chen, S.U., Y.R. Lien, H.F. Chen, L.J. Chang, Y.Y. Tsai and Y.S. Yang. 2005.
Observational clinical follow-up of oocyte cryopreservation using a slow-
freezing method with 1,2-propanediol plus sucrose followed by ICSI. Human
Reprod. 20: 1975 – 1980.
Chohan, K. R., and Hunter A. G. 2003. Meiotic competence of bovine fetal oocytes
following in vitro maturation.Anim. Reprod. Sci. 76:43-51.
Crozet, N., Ali A., and M. P. Dubos. 1995. Developmental competence of goat
oocytes from follicles of different size categories following maturation,
fertilization and culture in vitro. Reprod. Fertil. 103(2):293-298.
Djuwita, I., L. Amalia, Widjiati, dan K. Mohamad. 2000. Efek Konsentrasi Glukosa
dalam Medium Dengan dan Tanpa Fosfat terhadap Perkembangan Embrio
Preimplantasi Mencit secara In vitro. Media Veteriner. 7 (1): 9-12.
Djuwita, I . 2001. Kajian Morfologis dan fungsi Biologis Oosit Domba setelah
Kriopreservasi dengan Metode Vitrifikasi. Disertasi. Sekolah pasca sarjana
institute pertanian Bogor. Bogor. Hal 104.
Fatchiyah, F.G. Ciptadi, M.S. Djati dan S. Wahyuningsih. 2000. Penambahan FB dan
EGS pada Media Kultur Maturasi In Vitro (IVM) Oosit Kambing Lokal PE.
Natural. J. 4 (3): 52-55.
30
Fibrianto, Y.H., D.L. Kusindarta dan S. Soebagyo. 2000. Penggunaan Serum
Inaktivasi dari Rumah Potong Hewan pada Media Fertilisasi In Vitro.
Mediagama. 2: 1-6.
Gordon, I. 1994. Laboratory Production of Cattle Embryos. Cab international.
Cambridge.
Gordon, I. R. 2003. Laboratory Production of Cattle Embryos.CABI Publishing;
Wallingford UK.
Hochi, S., K. Kimura, K. Ito, and M. Hirabayashi. 1996. Effect of nuclear stages
during invitro maturation on the survival of bovine oocytes following
vitrification. Theriogenology. 46:345. (Abstr).
Hogan, B., C. Frank and L. Elizabeth. 1986. Manipulating The Mouse Embryo A
Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory. USA.
Jones, K.T. 2007. Intracellular calcium in the fertilization and development of
mammalian eggs.Proc. Aust. Phys. Soc. 38:35-41
Junqueira L. C., J, Carneiro, O. K. Robert. 2007. Histologi Dasar edisi ke-8. Jakarta
(ID): EGC.
Kaiin, E.M. dan B. Tappa. 1994. perkembangan embrio in vitro mencapai hatched
blastosis pada kondisi media yang berbeda. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Bioteknologi II. Puslitbang Bioteknologi LIPI. Bogor.
Kasai, M. 1996. Simple and Efficient Methods for Vitrification of Mammalian
Embryos. Animal Reproduction Sciences 42 : 67-75.
Kasai, M. 2002. Advances in the cryopreservation of mammalian oocytes and
embryos: Development of ultrarapid vitrification. Rev.1:1-
9.http:www/blackwellsynergy.com/links/doi/10.1046/j.1445781.2002.00004.
Kostaman, T. dan A.R. Setioko. 2011. Perkembangan penelitian teknik kriopreservasi
untuk penyimpanan semen unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Hal 145-
152.
Kusumadewi, I. 2005. Prarancangan Pabrik Etilen Glikol dari Etilen Oksida dan Air
dengan Proses Hidrosi non Katalistik Kapasitas 110.000Ton/tahun. Hal 1-21
Lane M, BD. Bavister, Lyons EA, and Forest KT. 1999. Container-less vitrification
of mammalian oocytes and embryos. Nat Biot 17:1234-1236
Liebermann, J., F. Nawroth and F. Isachenko. 2002. Potential importance of
vitrification in reproductive medicine. Biol. Reprod. 67: 71-80.
31
Meo, S.C., W. Yamazaki, C.L.V. Leal, J.A. de Oliveira, and J.M. Garcia. 2005. Use
of strontium for bovine oocyte activation. Theriogenology.63:2089-2102.
Mohamad, K., E. Rumiyati, F. Sari, N. Liyanah, dan I. Djuwita. 2000. Kriopreservasi
oosit pronukleus dan embrio mencit dengan metode vitrifikasi. Abstrak
Seminar Nasional Biologi XVI. Bandung
Nowshari, M.A., P.L. Nayudu, and J.K. Hodges. 1994. Effect of Cryoprotectant
Concentration, Equili bration Time and Thawing Procedure on Survival and
Development of Rapid Frozen Thawed Mature Mouse Oocytes.
Theriogenology. 42 : 1193-1204.
Nowshari MA, and Brem G. 2001. Effect of freezing rate and exposure time to
cryoprotectan on the development of mouse pronuclear stage embryos. Hum
Reprod 16:2368-2373.
Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.
Pawshe, C. H., K. B. C. Appa Rao, S. K. Jain, and S. M. Totey. 1994. Biochemical
studies on goat oocytes timing of nuclear progresian, effect of protein
inhibitor and pattern of polypeptide synthesis during in vitro maturation.
Theriogenology. 42(2):307-320.
Putro, P.P. 1993. Petunjuk Laboratorium Fertilisasi In Vitro. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. UGM. Yogyakarta.
Rimayanti. 2005. Pengaruh Proses Vitrifikasi dengan Krioprotektan Etilen Glikol
Terhadap Daya Hidup Oosit Sapi. Department of Reproduction and Obstetric ,
Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University. 28- 31.
Sagi, M. 1999. Embriologi Perbandingan pada Vertebrata. Fajar Offset. Yogyakarta.
Saito, N., K. Imal, and M. Tomizawa. 1994. Effect of sugars-addition on the survival
of vitrified bovine blastocist produced in vitro . Theriogenology 41:1053-1060
.
Salisbury, G.W. dan N.L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi (diterjemahkan oleh R. Djanuar). UGM Press. Yogyakarta.
Shier, D., J. Butler, and R. Lewis. 2003. Hole’s Essential of Human Anatomy and
Physiology. 8thed. New York, USA: McGraw Hill. 498-508.
Sonjaya, H., M. Amin, Hasbi, L. Rahim. 2016. Pengaruh waktu maturasi oosit
terhadap keberhasilan produksi embrio sapi bali secara in vitro. Seminar
Nasional Biotek 4. Universtas Gadjah Mada.
Speroff, L. Fritz, M. A. Lippincot Williams, and Wilkin. 2010. Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility. USA: 749-857
32
Sukra,Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio Benih Masa Depan. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Supriatna, I. dan F.H. Pasaribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Depdikbud. Dirjen. Pend. Tinggi, Pusat Antar
Universitas Biotek. IPB. Bogor.
Susilowati, T., S.B. Sumitro, M.S. Djati, G. Ciptadi. and B. Permono. 1998.
Optimalisasi Maturasi Oosit secara In Vitro dengan Kombinasi Konsentrasi
Serum dan Hormon pada TCM 199. Natural. J. 2 (1): 16-23.
Suzuki,K., B. Erikson, H. Shimizu, I. Nagai, H. Rodhiguez Martinez. 2000. Effect of
hyaluron on monospermic penetration of porcine oocyte fertilized in vitro int
Androl. 23:13-21.
Szell, A., J . N . Shelton, and K. Szel. 1989. Osmotic characteristics sheep and
cattle embryos. Cryobiology; 26: 297 -301 .
Telfer, D. J., and R. S. Sharpley. 2008. Tourisme and Development in The
Development in The USA and Canada by Routledge, 270 Madison Ave, New
York.
Toelihere, M.R. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. penerbit Angkasa.
Bandung.
Villee, C.A., F.W. Warren and D.B. Robert. 1988. Zoologi Umum (diterjemahkan
oleh Nawangsari Sugiri). Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Voelkel, S.A. and Y . X . Hu. 1992. Use of ethylene glycol as a
cryoprotectant for bovine embryos allowing direct transfer of frozen-
thawed embryos to recipient females. Theriogenology. 37: 687-697.
Watson, P.F. 2000. The causes of reduced fertility with cryopreserved semen.
Anim. Reprod. Sci. 60 – 61: 481 – 492.
Yatim W, 1994. Reproduksi dan Embriologi. Penerbit Tarsito. Bandung.
33
Lampiran 1. Komposisi Media Maturasi Oosit Secara In Vitro
No Nama Bahan Volume
1 TCM-199 1800 µl
2 Serum FBS (fetal bovine serum) 200 µl
3 PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) 20 µl
4 hCG (human chorionic gonadotropin) 20 µl
5 Gentamycin 4 µl
Lampiran 2. Komposisi Media Fertilisasi Secara In Vitro
No Nama Bahan Volume
1 Ultra pure water 50 ml
2 NaCl (natrium/sodium chloride) 0,2629 gram
3 KCL (kalium chloride) 0,0447 gram
4 NaHCo3 (natrium bicarbonate) 0,1050 gram
5 NaH2PO4 (natrium dihydrogen phosphate monohydrate) 0,0030 gram
6 MgSO4 7H2O (magnesium sulfat-heptahydrate) 0,0061 gram
7 Sodium lactate 60% syrup 0,095 ml
8 Hepes 0,1191 gram
9 CaCl2 2H2O (calcium chloride_dihydrate) 0,0588 gram
10 Sodium pyruvate 0,0110 gram
11 Caffeine anhydrous 0,0194 gram
12 BSA (fatty acid free) fraksi V 0,2500 gram
13 Gentamycin 10 µl
Lampiran 3. Komposisi Media Kultur Secara In Vitro
A-solution
Nama Bahan Volume
NaCl 2.1763 g 4.3526 g 6.7031 g
KCl 0.0750 g 0.1500 g 0.2311 g
Na-pyruvate 0.0143 g 0.2086 g 0.0440 g
naHCO2 0.7145 g 1.4293 g 2.2011 g
Phenol red 0.6578 g 1.3157 g 2.0262 g
Ultra Pure Water Up to 250
mL
Up to 500 mL Up to 770 mL
34
B. Solution
Bahan Jumlah
Hemicalcium
laetate
0.2998 g 0.5996 g 0.7495 g 1.499 g
Ultra Pure Water 100 ml 200 ml 250 ml 500 ml
CR1aa medium
Bahan Jumlah Keterangan
A-Solution 76 ml -
B-Solution 20 ml -
BME Essensial amino acids 2 ml Sigma ; BME amino acids solution
50xB6766
MEM Non Essensial amino acids 1 ml Sigma ;MEM non- essensial amino
acids 100x m7145
L-Glutamic Acids 0,0146 g Sigma ;G-1251
Bovine Serum Albumin 0,3 g Sigma ; A-7030
Antibiotik
(penicillin-streptomycin)
1 ml/ 100 ml Sigma ; P4333-100 ml
Penicillin ; 10 000 IU
Streptomycin ; 10 mg/ml
++ FBS 10% 10 ml Gibco FBS ; 26140-079
35
Lampiran 4. Data Jumlah Embrio Terhadap Kriopreservasi dengan
Krioprotektan EG Secara in vitro (%)
Perlakuan Ulangan Jumlah embrio
Recocerry rate Viabilitas
0%
1 0 0
2 333,32 16,67
3 66,66 33,33
4 71,42 42,86
10%
1 100 66,66
2 100 66,66
3 100 100
4 85,71 87,71
20%
1 100 66,66
2 100 80
3 100 75
4 100 87,5
30%
1 80 60
2 83,37 66,66
3 100 100
4 100 81,5
36
Lampiran 5. Data Jumlah Embrio Terhadap Kriopreservasi dengan
Krioprotektan EG Secara in vitro Hasil Transformasi Arcsin
Perlakuan Ulangan jumlah embrio
Recocerry rat Viabilitas
0%
1 0 0
2 35,24 24,04
3 54,70 35,24
4 57,67 40,86
10%
1 90,00 54,70
2 90,00 54,70
3 90,00 90,00
4 67,78 67,78
20%
1 90,00 54,70
2 90,00 63,44
3 90,00 60
4 90,00 69,30
30%
1 63,44 50,77
2 65,88 54,70
3 90,00 90,00
4 90,00 64,52
37
Lampiran 6. Analisis Ragam Recoverry Embrio In vitro
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Pulih
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6956.027a 3 2318.676 8.895 .002
Intercept 83334.699 1 83334.699 319.700 .000
Perlakuan 6956.027 3 2318.676 8.895 .002
Error 3127.987 12 260.666
Total 93418.713 16
Corrected Total 10084.014 15
a. R Squared = .690 (Adjusted R Squared = .612)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Pulih
LSD
(I) Perlakuan (J) Perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 -47.5425* 11.41634 .001 -72.4166 -22.6684
3.00 -53.0975* 11.41634 .001 -77.9716 -28.2234
4.00 -40.4275* 11.41634 .004 -65.3016 -15.5534
2.00 1.00 47.5425* 11.41634 .001 22.6684 72.4166
3.00 -5.5550 11.41634 .635 -30.4291 19.3191
4.00 7.1150 11.41634 .545 -17.7591 31.9891
3.00 1.00 53.0975* 11.41634 .001 28.2234 77.9716
2.00 5.5550 11.41634 .635 -19.3191 30.4291
4.00 12.6700 11.41634 .289 -12.2041 37.5441
4.00 1.00 40.4275* 11.41634 .004 15.5534 65.3016
2.00 -7.1150 11.41634 .545 -31.9891 17.7591
3.00 -12.6700 11.41634 .289 -37.5441 12.2041
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 260.666.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 7. Analisis Ragam Viabilitas Embrio In vitro
38
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Viabilitas01
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4737.292a 3 1579.097 6.622 .007
Intercept 47846.094 1 47846.094 200.656 .000
Perlakuan 4737.292 3 1579.097 6.622 .007
Error 2861.385 12 238.449
Total 55444.770 16
Corrected Total 7598.676 15
a. R Squared = .623 (Adjusted R Squared = .529)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Viabilitas01
LSD
(I) Perlakuan (J) Perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 -41.7600* 10.91899 .002 -65.5504 -17.9696
3.00 -36.8750* 10.91899 .005 -60.6654 -13.0846
4.00 -39.9625* 10.91899 .003 -63.7529 -16.1721
2.00 1.00 41.7600* 10.91899 .002 17.9696 65.5504
3.00 4.8850 10.91899 .663 -18.9054 28.6754
4.00 1.7975 10.91899 .872 -21.9929 25.5879
3.00 1.00 36.8750* 10.91899 .005 13.0846 60.6654
2.00 -4.8850 10.91899 .663 -28.6754 18.9054
4.00 -3.0875 10.91899 .782 -26.8779 20.7029
4.00 1.00 39.9625* 10.91899 .003 16.1721 63.7529
2.00 -1.7975 10.91899 .872 -25.5879 21.9929
3.00 3.0875 10.91899 .782 -20.7029 26.8779
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 238.449.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
39
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Ovarium sapi bali Oosit setelah di fertilisasi
Embrio umur 48 jam Kriopreservasi embrio dengan straw
Proses pengamatan oosit Mikropipet dan tip
Bahan untuk medium maturasi Bahan untuk medium fertilisasi
40
Timbangan analitik Stirrer
Centrifuge Kontainer penyimpanan sperma beku
Pipet yang dimodifikasi Bunsen untuk memodifikasi pipet
Scalpel, pinset dan gunting bedah Minitube
41
Oven untuk sterilisasi kering Inkubator
Bahan untuk fiksasi Bahan untuk pewarnaan
Tissu dan alkohol 70% untuk sterilisasi Disk maturasi dan fertilisasi
42
Media transport NaCl 0.9% Syringe filter
Mikroskop stereo Mikroskop inverted
43
RIWAYAT HIDUP
ASRI PUSFITA lahir di Luwu Timur, pada tanggal 26
Agustus 1994 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dan
juga sebagai satu-satunya anak perempuan dari lima
bersaudara dari pasangan Bapak Misrianto dan Ibu Sukini.
Jenjang pendidikan formal yang pernah di tempuh yakni
Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 155 Karya Mukti Luwu
Timur lulus pada tahun 2007, dan setelah lulus pada tahun
2007, penulis melanjutkan Sekolah Tingkat Menengah Pertama (SMP) di SMP
Negeri 1 kalaena dan lulus pada tahun 2010 dan setelah lulus pada tahun 2010.
Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1
Kalaena dan lulus pada tahun 2013. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah
Atas, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Negeri (SNMPTN) di Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar. Sekarang sedang menempuh pendidikan SI di
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Organisasi yang pernah
diikuti selama menjadi mahasiswa di Universitas Hasanuddin, jurusan peternakan
yaitu Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTEK-UNHAS) dan
menjabat sebagai anggota dari biro dana kesejahteraan. Di luar kampus penulis
juga mengikuti Organisasi yaitu himpunan Himpunan Mahasiswa Jawa Timur
(HIMAJATI-Makassar) dan menjabat sebagai koordinator minat dan bakat.
Penulis pernah juga mengikuti unit kegiatan mahasiswa Praja Muda Karana
Universitas Hasannudin (UKM-PRAMUKA) bidang Drum Corps, memilih
sebagai pemain CG ( colour Gate ).