ok refrat longcase

22
CHRONIC KIDNEY DISEASE I.Pendahuluan Penyakit ginjal kronik merupakan permasalah di bidang nefrologi dengan angka kejadiannya masih cukup tinggi, etiologi luas dan kompleks, sering tanpa keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah berada pada stadium terminal(gagal ginjal terminal). Pasien penyakit ginjal kronis di evaluasi selain untuk menetapkan diagnosis jenis penyakit ginjal juga untuk mengetahui adanya penyakit penyerta, derajat penyakit dengan menilai fungsi ginjal, komplikasi yang terkait dengan derajat fungsi ginjal. Gagal ginjal kronik CRF adalah penurunan faal ginjal yang bertahap, progresif, menahun dan reversible. Gangguan menetap pada kedua faal glomerulus dan tubulus yang sangat berat sehingga ginjal tidak dapat mempertahankan lingkungan di dalam tubuh tetap normal. Batasan ini dapat berupa gangguan ringan tanpa keluhan sering disebut sebagai penurunan faal ginjal kronik. Yang terpenting penanganan CRF adalah diagnosis dini dan pengobatan kondisi atau factor reversible. Pengobatan di tujukan untuk mengurangi efek CRF dan menghambat progresifitas menjadi gagal ginjal terminal. 6,9 II.Definisi Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada urinalisis, dengan

Upload: kenny-stefanus

Post on 15-Apr-2016

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asdasd safas f asdas fassaf sa asfd as f afa asdf af adf da af das df

TRANSCRIPT

Page 1: Ok REFRAT Longcase

CHRONIC KIDNEY DISEASE

I.PendahuluanPenyakit ginjal kronik merupakan permasalah di bidang nefrologi dengan angka kejadiannya

masih cukup tinggi, etiologi luas dan kompleks, sering tanpa keluhan maupun gejala klinis

kecuali sudah berada pada stadium terminal(gagal ginjal terminal). Pasien penyakit ginjal kronis

di evaluasi selain untuk menetapkan diagnosis jenis penyakit ginjal juga untuk mengetahui

adanya penyakit penyerta, derajat penyakit dengan menilai fungsi ginjal, komplikasi yang terkait

dengan derajat fungsi ginjal. Gagal ginjal kronik CRF adalah penurunan faal ginjal yang

bertahap, progresif, menahun dan reversible. Gangguan menetap pada kedua faal glomerulus dan

tubulus yang sangat berat sehingga ginjal tidak dapat mempertahankan lingkungan di dalam

tubuh tetap normal. Batasan ini dapat berupa gangguan ringan tanpa keluhan sering disebut

sebagai penurunan faal ginjal kronik. Yang terpenting penanganan CRF adalah diagnosis dini

dan pengobatan kondisi atau factor reversible. Pengobatan di tujukan untuk mengurangi efek

CRF dan menghambat progresifitas menjadi gagal ginjal terminal.6,9

II.DefinisiPenyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih,

berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada urinalisis,

dengan penurunan laju filtrasi ataupun tidak. Penyakit ginjal kronik di tandai dengan penurunan

semua faal ginjal secara bertahap, diikuti penimbunan sisa metabolism protein dan gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Cronik Kidney Disease (Penyakit Ginjal Kronik) adalah

GFR < 60 mL/min/1,73m3 selama > 3bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal

didefinisikan sebagai perubahan structural atau fungsional dari ginjal, mula – mula tanpa

penurunan GFR, dimana suatu saat dapat terjadi penurunan GFR. Penyakit kardiovaskuler adalah

penyebab utama dari kematian dari pasien – pasien dengan gagal ginjal kronik atau ESRD dari

penyakit ginjal tahap akhir.4

Page 2: Ok REFRAT Longcase

III.Kriteria1.kerusakan ginjal selama 3 bulan, yaitu kalainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

- Kelainan patologik atau

- Petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urine atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan

2.Laju filtrasi glomerulus <60 mL/min/1,73m2 selama >3 bulan dengan atau tanpa kerusakan

ginjal.1

IV.Klasifikasi Ada individu dengan PGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus

(LFG), yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukan nilai LFG yang lebih rendah berdasarkan ada

atau tidak adanya penyakit ginjal.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu :

a. Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockcroft – Gault

LFG(ml/mnt/1,73m2 ) = (140-umur)x BB

72 x kreatinin plasma mg/dl

(Pada wanita x 0,85)

Klasifikasi atas dasar diagnosis :

Derajat Penjelasan LFG

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat >90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialysis

Page 3: Ok REFRAT Longcase

b. Berdasarkan diagnose kausa/etiologi

Penyakit Tipe

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular( penyakit autoimun, infeksi

sistemik, obat, neoplasia), Penyakit vascular

(penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati), Penyakit

tubulointerstitial (pielonefritis kronik,

batu, obstruksi, keracunan obat), penyakit kistik

(ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik, keracunan

obat(siklosporin/takrolimus), penyakit recurrent

(glomerular), transplant glomerulopaty.1

V.Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinis :a. Penurunan cadangan faal ginjal (LFG= 40-75%)

Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal eksresi dan regulasi masih dapat

dipertahankan normal. Masalah ini sesuai dengan konsep intake nephron hypothesis

Kelompok pasien ini sering di temukan kebetulan pada pemeriksaan laboratorium rutin. 5

b. Insufisiensi renal (LFG=20-50%)

Pasien PGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah

memperlihatkan keluhan – keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia.

Pada pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi(glomerulopati), anemia (penurunan HCT) dan

hiperurikemia. Pasien pada tahap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal failure

artinya gambaran klinis penyakit ginjal akut (GGA) pada seorang pasien penyakit ginjal

kronis(GGK).5

Sindrom ini sering berhubungan dengan factor factor yang memperburuk faal ginjal.

Sindrom acute on chronic renal failure :

Oliguria

Tanda- tanda overhydration (bendungan paru, bendungan hepar, kardiomegali)

Page 4: Ok REFRAT Longcase

Edema perifer (ekstremitas & otak)

Asidosis, hiperkalemia

Anemia

Hipertensi berat

c. Gagal ginjal (LFG = 5-25%)

Gambaran klinis dan laboratorium makin nyata : anemia, hipertensi, overhydration atau

dehidrasi, kelainan laboratorium seperti penurunan HCT, hiperurikemia, kenaikan ureum &

kreatinin serum, hiperfosfatemia, hiponatremia, dilusi atau normonatremia, kalium serum

biasanya masih normal.5

d. Sindrom azotemia

Sindrom azotemia (uremia) dengan gambaran klinis sangat kompleks dan melibatkan banyak

organ (multi organ).5

Umum : Fatig, malaise, gagal tumbuh, debil

Kulit : Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia

Kepala dan leher : Fetor uremik, lidah kering dan berselaput

Mata : Fundus hipertensif, mata merah

Kardiovaskular : Hipertensi, berlebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik, penyakit

vascular

Pernapasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura

Gastrointestinal : anoreksi, nausea, gastritis, ulkus peptikum, colitis uremik, diare yang di

sebabkan antibiotic

Kemih : Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya

Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore

Saraf : Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk, kebingungan, flap, mioklonus, kejang,

koma

Tulang : hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D

Sendi : Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang

Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah mengalami pendarahan

Endokrin : multiple

Page 5: Ok REFRAT Longcase

Farmakologi : obat – obat yang di ekskresi oleh ginjal.2

VI. StadiumPerjalanan umum GGK biasanya dibagi dalam 3 stadium :

a) Stadium I ( Penurunan Cadangan Ginjal )

Pada stadium ini dapat dijumpai kadar kreatinin serum dan kadar BUN ( kadar ureum dan

Nitrogen serum ) normal dan penderita asimptomatik. Biasanya hanya dapat diketahui

dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut seperti tes pemekatan kemih

yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.

b) Stadium II ( Insufisiensi Ginjal )

Sudah terdapat lebih dari 75% jaringan ginjal yang rusak ditandai dengan kadar BUN yang

mulai meningkat diatas batas normal dan tergantung dari kadar protein dalam diet. Kreatinin

serum juga mulai meningkat. Azotemia mulai meningkat ringan kecuali penderita mengalami

stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Disini terdapat gejala nokturia, poliuria.

c) Stadium III ( Akhir / Uremia )

90% dari massa nefron telah hancur, nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal dan bersihan

kreatinin mungkin sebesar 5-10ml permenit atau berkurang. Pada keadaan ini kreatinin serum

dan kadar BUN akan meningkat dengan mencolok. Penderita mulai merasakan gejala-gejala

yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan

elektrolit dalam tubuh. Pada stadium akhir ini penderita pasti akan meninggal kecuali

mendapat pangobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis.8

VII. EtiologiDi amerika serikat penyebab tersering CKD adalah nefropati diabetikum, yang merupakan

komplikasi dari diabetes mellitus tipe 2. Nefropati hipertensi merupakan penyebab tersering

CKD pada usia tua, dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal sebagai akibat penyakit vaskular

mikro dan makro ginjal. Nefrosklerosis progresif terjadi dengan cara yang sama seperti pada

penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular. Berikut tabel merupakan etiologi yang

dapat menyebabkan CKD. 4

Page 6: Ok REFRAT Longcase

Tabel Etiologi CKD

Penyakit vascular Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli, nephrosclerosis

hipertensi, thrombosis vena renalis

Penyakit glomerulus primer Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan segmental

glomerulosclerosis (FSGS), minimal change disease,

membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly progressive

(crescentic) glomerulonephritis

Penyakit glomerulus sekunder Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus, rheumatoid

arthritis, scleroderma, Goodpasture syndrome, Wegener

granulomatosis,  postinfectious glomerulonephritis,

endocarditis, hepatitis B and C, syphilis, human

immunodeficiency virus (HIV), parasitic infection, pemakaian

heroin, gold, penicillamine, amyloidosis,  neoplasia, thrombotic

thrombocytopenic purpura (TTP), hemolytic-uremic syndrome

(HUS), Henoch-Schönlein purpura, Alport syndrome, reflux

nephropathy

Penyakit tubulo-interstitial Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri, parasit),

Sjögren syndrome, hypokalemia kronik, hypercalcemia kronik,

sarcoidosis, multiple myeloma cast nephropathy, heavy metals,

radiation nephritis, polycystic kidneys, cystinosis

Obstruksi saluran kemih Urolithiasis, benign prostatic hypertrophy, tumors,

retroperitoneal fibrosis, urethral stricture, neurogenic bladder

VIII.PatofisiologiPatogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,

tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi

penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan:

(1) merupakan mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan

selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulonephritis, atau pajanan

zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium

Page 7: Ok REFRAT Longcase

(2) merupakan mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi

nephron yang tersisa.3

Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional

sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang

diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun

penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-

aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan

progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian

diperantarai oleh  growth factor seperti  transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,

hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.3,6,7

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya

cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau bahkan

meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang

progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi

keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia

yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti

infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi

gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit

antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang

lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)

antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal.6,7

Page 8: Ok REFRAT Longcase

IX.Pendekatan diagnostik1. Gambaran Klinis

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.1

DM, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LSE dan sebagainya

b. Sindrom Uremia

Lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati

perifer,pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang sampai koma.1

Patofisiologi sindrom uremia dapat dibagi menjadi 2 mekanisme: (1) akibat akumulasi

produk metabolism protein; hasil metabolism protein dan asam amino sebagian besar

bergantung pada ginjal untuk diekskresi. Urea mewakili kira-kira 80 % nitrogen atau lebih

dari seluruh nitrogen yang diekskresikan ke dalam urin. Gejala uremik itu ditandai dengan

peningkatan urea di dalam darah yang menyebabkan manifestasi klinis seperti anoreksia,

malaise, mula, muntah, sakit kepala, dll; (2) akibat kehilangan fungsi ginjal yang lain, seperti

gangguan hemostasis cairan dan elektrolit dan abnormalitas hormonal. Pada gagal ginjal,

kadar hormone di dalam plasma seperti hormone paratiroid (PTH), insulin, glucagon, LTH,

dan prolaktin meningkat. Hal ini selain disebabkan kegagalan katabolisme ginjal tetapi juga

karena sekresi hormone tersebut meningkat, yang merupakan konsekuensi sekunder dari

disfungsi renal. Ginjal juga memproduksi erythropoietin (EPO) dan 1,23-

dihidroxychlorocalsiferol yang pada penyakit ginjal kronik kadarnya menurun.7

c. Gejala komplikasi

Hipertensi, anemia, osteodistrofi ginjal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit(sodium, kalium, khlorida).

2. Gambaran Laboratoris

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal:

Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan

Penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault.

c. Kelainan biokimiawi darah:

Penurunan kadar hemoglobin

Peningkatan kadar asam urat

Hiper/hipokalemia, hiponatremia, hipo/hiperkloremia

Page 9: Ok REFRAT Longcase

Hiperfosfatemia, hipokalsemia

Asidosis metabolik

d. Kelainan urinalisis:

Proteinuria, Hematuria, Leukosuria, cast, isostenuria

3. Gambaran Radiologis

a. Foto polos abdomen: tampak radio-opak

b. Ultrasonografi ginjal: ukuran ginjal mengecil, korteks yang menipis, adanya

hidronefrosis / batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

c. Pemeriksaan pemidaian ginjal/ renografi bila ada indikasi

d. Pielografi ante/retrograd bila ada indikasi

4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Dilakukan pada ukuran ginjal yang mendekati normal di mana diagnosis non-invasif tidak

dapat ditegakkan.

Tujuan: mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi

Kontraindikasi: ukuran ginjal mengecil, ginjal polikistik, hipertensi tidak terkendali, infeksi

perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.1

X.PenatalaksanaanPerencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya:

Derajat LFG

(mL/menit/1,73m2)

Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi

perburukan, fungsi ginjal, memperkecil resiko

kardiovaskuler

2 60 – 89 Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Page 10: Ok REFRAT Longcase

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan

LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal

secara ultrasonografi, biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi

yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari

normal terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.1

2. Pecegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurun LFG pada pasien penyakit

ginjak kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat

memperburuk keadaan pasie. Faktor – factor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan

cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat

– obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.1

3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

a. Pembatasan asupan protein, dilakukan pada LFG <60ml/mnt, sedangkan di atas nilai

tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu di anjurkan. Protein diberikan

0,6-0,8/kgbb/hari yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.

Jumlah kalori yang di berikan sebesar 30-35 kkal/kgbb/hari. Dibutuhkan pemantauan yang

teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein

dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan

dalam tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama

diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion

hydrogen, fosfat, sulfat dan ion unorganik lain juga di ekskresikan melalui ginjal. Oleh

karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan

mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan

gangguan klinis dan metabolic yang di sebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan

protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremia. Masalah penting lain adalah

asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa

peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomelurus (intaglomerulus hyperfiltration), yang

akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga

berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu bersala dari

sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.1

Page 11: Ok REFRAT Longcase

Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat PD PGK

LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hr

>60 Tidak di anjurkan Tidak di batasi

25-60 0,6-0,8kg/hr termasuk >0,35

gr/kg/hari nilai biologi tinggi

<10g

5-25 0,6-0,8kg/hr termasuk

>0,35gr/kg/hr nilai biologi

tinggi atau tambahan 0,3 g

asam amino esensial atau

asam keton

<10g

<60 (sindrom nefrotik) 0,8/kg/hr (+1 gr protein/g

proteinuria atau 0,3 g/kg

tambahan asam amino esensial

atau asam keto)

<9g

b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomelurus. Pemakaian obat

antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga

sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi

hipertensi intraglomelurus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa obat antihipertensi

terutama ACE inhibitor mengurangi hipertensi intraglomerulus dan glomerulus, di

samping memperkecil risiko kardiovaskular,melalui mekanisme antihipertensi dan

antiproteinuria.1

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Pencegahan terapi dan terapi terhadap kardiovaskular merupakan hal yang petning karena 40-

45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal hal

yang termasuk dalam pencegahan dan terapi kardiovaskular adalah pengendalian hipertensi,

diabetes, dislipidemia, anemia dan hiperfosfatemia, terapi terhadap kelebihan cairan dan

gangguan keseimbangan elektrolit.1

Page 12: Ok REFRAT Longcase

5. Pencegahan dan Terapi Komplikasi

a. Anemia

Anemia terjadi pada 80-90% penyakit ginjal kronik, terutamanya disebabkan oleh

defisiensi eritropoitin. Hal hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah

defisiensi besi, kehilangan darah, masa hidup eritrosit pendek, defisiensi asam folat,

depresi sumsum tulang, proses inflamasi maupun kronik. Evaluasi dimulai saat kadar

hemoglobin ≤10% atau hematokrit ≥30%, mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit

dan kemungkinan adanya hemolisis.Pemberian eritropoitin (EPO) dianjurkan dengan

memerhatikan status besi serum. Transfusi darah dilakukan dengan hati-hati berdasarkan

indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat untuk mengelakkan kelebihan cairan

tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin adalah 11-12g/dL.1

b. Hiperfosfatemia

Pemberian diet rendah fosfat pada diet tinggi kalori rendah protein dan rendah garam.

Asupan fosfat dibatasi 600-800mg/hari. Pembatasan yang ketat tidak dianjurkan untuk

menghindari malnutrisi. Pemberian pengikat fosfat untuk menghambat absorbsi fosfat dari

makanan.1

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Pembatasan asupan air mencegah edema dan komplikasi kardiovaskular. Dengan asumsi

insensible water loss antara 500-800mL sehari maka asupan air yang dianjurkan 500-

800mL ditambah jumlah urin. Pembatasan kalium dapat mencegah hiperkalemia yang

dapat menyebabkan aritmia jantung yang fatal. Obat yang mengandungi kalium dan

makanan tinggi kalium seperti buah dan sayur dibatasi. Pembatasan natrium pula untuk

mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium disesuaikan dengan tekanan

darah dan derajat edema pasien.1

6. Terapi Pengganti Ginjal

Dilakukan pada stadium 5 yaitu LFG kurang dari 15mL/menit/1,73m2. Terapi dapat

berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.1

Page 13: Ok REFRAT Longcase

7. Hemodialisis

Indikasi untuk inisiasi terapi dialysis:

a. inisiasi terapi dialysis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,

dan nutrisi. Tetapi terapi dialysis terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap

akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG)

b. Keputusan untuk inisiasi terapi dialysis berdasarkan parameter laboratorium bila LFG

antara 5 dan 8 ml/menit/1,73 m2.10

XI.Faktor risiko gagal ginjal kronikSangatlah penting untuk mengetahui faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD, sekalipun

pada individu dengan GFR yangnormal. Faktor risiko CKD meliputi hipertensi, diabetes

mellitus, penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasma, usia lanjut, keturunan afrika, riwayat

keluarga dengan penyakit ginjal, riwayat gagal ginjal akut, penggunaan obat-obatan jangka

panjang, berat badan lahir rendah, dan adanya proteinuria, kelainan sedimen urin, infeksi saluran

kemih, batu ginjal, batu saluran kemih atau kelainan struktural saluran kemih. Keadaan status

sosioekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah juga merupakan faktor yang dapat

meningkatkan risiko CKD.3,7

XII. EPIDEMIOLOGIRahardjo (1996) mengatakan bahwa jumlah penderita CRF atau gagal ginjal kronik terus

meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada

penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dari data di

beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal

kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk.9

Page 14: Ok REFRAT Longcase

XIII.KesimpulanPenyakit Gagal Ginjal Kronik adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Sejak awal

mengelola penyakit secara medis kedokteran adalah sangat baik agar tidak cepat-cepat terjun ke

gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti (cuci darah atau transplantasi).

Sampai saat ini belum ada satu pun pengobatan (alternatif maupun kedokteran) yang bisa

menyembuhkan penyakit gagal ginjal.

Dengan demikian satu-satunya cara mengelola gagal ginjal kronik, hanya dengan mengunjungi

dokter ahli dan mengikuti anjuran-anjurannya. Diharapkan penderita bisa mengontrol

penyakitnya dan mempunyai kualitas hidup yang baik hingga usia lanjut.9

Page 15: Ok REFRAT Longcase

Daftar Pustaka

1. Aru W. Sudyonyo. Bambang setiyohandi, idrus Alwi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I

Edisi IV, Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2006 hal 570-573.

2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran: Gagal ginjal kronik. Edisi

ke-3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI; 2009 hal 531-534.

3. Skorecki K, Green J, Brenner B M. Chronic kidney disease in Harrison’s principles of internal

medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. hal 1858-69

4. Rahardjo, J.P. Strategi terapi gagal ginjal kronik. Dalam S. Waspadji, R.A. Gani, S. Setiati &

I. Alwi (Eds.), Bunga rampai ilmu penyakit dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 1996.

5. Lubis, H.R. Pengenalan dan penangggulangan gagal ginjal kronik. Dalam H.R. Lubis & M.Y.

Nasution (Eds.), Simposium pengenalan dan penanggulangan gagal ginjal kronik. 1991.

6. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. hal 581-584.

7. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13. Jakarta:

EGC, 2000 hal 1435-1443.

8. A.Aziz Rani dkk. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Agustus 2008

9. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari http://www.medicastore.com, 14 Desember 2010

10. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Ginjal. In: Patofisiologi : Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Jilid I edisi IV, Jakarta : EGC, 1995 hal 812-885.