tonsilitis kronis longcase

31
LONG CASE TONSILITIS KRONIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT RSUD Panembahan Senopati Pembimbing dr. I Wayan Marthana WK, M.Kes, Sp. THT Disusun oleh Khoirurrohmah Nuzula 2008 031 0068 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Upload: niddy-rohim-febriadi

Post on 20-Oct-2015

132 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tonsilitis kronis hipertrofi

TRANSCRIPT

Page 1: Tonsilitis Kronis Longcase

LONG CASE

TONSILITIS KRONIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT

RSUD Panembahan Senopati

Pembimbing

dr. I Wayan Marthana WK, M.Kes, Sp. THT

Disusun oleh

Khoirurrohmah Nuzula

2008 031 0068

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

Page 2: Tonsilitis Kronis Longcase

HALAMAN PENGESAHAN

TONSILITIS KRONIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorok

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Khoirurrohmah Nuzula

20080310068

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Februari 2014

Oleh :

Dokter Penguji

dr. I Wayan Marthana, M.Kes, Sp.THT

Page 3: Tonsilitis Kronis Longcase

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. ZA

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 5 Juni 2006

Umur : 8 tahun

Alamat : Sanden,Trirenggo, Sewon, Bantul

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Tanggal Masuk RS : 5 Januari 2014

No. RM : 450672

II. ANAMNESIS

Alloanamnesa oleh nenek dan ayah pasien pada 5 Januari 2014

A. Keluhan Utama:

Pasien mendengkur saat tidur sejak ± 3 tahun yang lalu.

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli untuk rencana operasi amandel. Menurut pengakuan ayah dan

nenek pasien, pasien sering mendengkur pada saat tidur dan keluhan ini dirasakan

sudah lama dan sangat menganggu. Terkadang beberapakali pasien tampak berhenti

bernapas pada saat tidur kemudian bernapas normal kembali sambil mendengkur.

Keluhan ini sudah dirasakan sejak ± 3 tahun yang lalu. Menurut nenek pasien, tidak

ada keluhan lain yang dirasakan, sulit menelan (-) baik minuman ataupun makanan

padat hanya saja pasien susah makan (+). Pasien sering batuk berdahak dan pilek (+)

yang hilang timbul. Menurut ayah pasien, makanan dan minuman anaknya sudah

dijaga dengan baik, tidak pernah jajan diluar. Pendengaran terganggu, nyeri telinga,

dan pusing disangkal pasien. Riwayat alergi obat, cuaca dingin, dan makanan

disangkal pasien. Pasien sudah sering berobat ke dokter dan diberi obat oleh dokter

Page 4: Tonsilitis Kronis Longcase

tersebut namun tidak kunjung sembuh. Menurut dokter yang sebelumnya, keluhan

tersebut diakibatkan pembesaran amandel yang terjadi pada pasien. Karena keluhan

yang dirasakan tidak berkurang maka ayah dan nenek pasien membawa pasien untuk

diperiksakan ke poliklinik THT RSUD Panembahan Senopati untuk minta dilakukan

operasi amandel.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat batuk pilek berulang (+)

Riwayat amandel membesar kambuh-kambuhan (+)

D. Riwayat Penyakit Keluarga:

Ibu pasien juga memiliki riwayat pembesaran amandel dan dilakukan

operasi pada waktu SD.

E. Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : demam (-), pusing (-)

Sistem respiratorius : snooring (+) batuk (-) pilek (-)

Sistem Kardiovaskuler : berdebar-debar (-)

Sistem gastrointestinal : dysfagia (-)

Sistem genitalia : tidak ada keluhan

Sistem muskuloskeletal : tidak ada hambatan dalam bergerak

Sistem Integumentum : Akral teraba hangat

III. PEMERIKSAAN

Keadaan Umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign :

Tekanan Darah : tidak dilakukan

Suhu : afebris

Nadi : 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Respirasi Rate : 22 x/menit, reguler

Page 5: Tonsilitis Kronis Longcase

Status Lokalis

1. Hidung dan Paranasal

Inspeksi

Simetris (+), deformitas (-), deviasi nasal (-), massa (-), rhinorea (-),

pembengkakan (-),hiperemis (-)

SPN: edema(-), warna normal.

Palpasi

nyeri tekan (-), massa (-/-)

SPN : nyeri tekan sinus (-)

Transiluminasi (-/-)

Aliran udara tak ada hambatan (-/)

Rhinoskopi Anterior

Tidak dilakukan

Rhinskopi Posterior

Tidak dilakukan

2. Telinga

Inspeksi, Palpasi

AD/AS : hematom (-/-), edema (-/-), otore (-/-), nyeri tragus (-/-),

nyeri mastoid (-/-), nyeri retro auriculer (-/-), fistel (-/-), nll.

tidak teraba.

Otoskopi

AD/AS : tidak dilakukan

Fungsional (Test Pendengaran: Garpu Tala)

Page 6: Tonsilitis Kronis Longcase

Rinne : tidak dilakukan

Webber : tidak dilakukan

Schwabh : tidak dilakukan

3. Tenggorokan dan Laring (Leher)

Inspeksi, Palpasi

Trakhea letak sentral, gld.thyroid tak teraba, massa(-), retraksi(-).

Cavum oris : caries dentis (+), gigi tanggal (-), mukosa mulut dalam

batas normal, papil lidah dalam batas normal, lidah

mobile, uvula sentral, massa (-)

Faring : mukosa tidak hiperemis, edema (-), massa (-)

Uvula : deviasi (-)

Tonsil : hiperemis (-), T4-T4, kripta melebar (+) detritus (-)

Arcus palatoglosus : tidak hiperemis, protrusi asimetris (-), massa(-)

Arcus palatopharingeus : hiperemis (-), protrusi asimetris (-),

massa(-)

Laringoskopi Indirek

Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal

Laboratorium :

Hb : 11,7 gr/dl

AL : 8,9 ribu/ul

Page 7: Tonsilitis Kronis Longcase

AT : 270 ribu/ul

AE : 4,67 ribu/ul

HMT : 38,6 %

Eosinophil : 3

Basophil : 0

Batang : 2

Segmen : 93

Limposit : 28

Monosit : 6

PPT : 13,1 detik

APTT : 30,5 detik

Control PPT : 13,5

Control APTT : 32,6

Ureum : 15 mg/dl

Kreatinin : 0,61 mg/dl

Albumin : 3,99 g/dl

GDS : 97

Natrium : 140,3

Kalium : 3,58

Klorida : 108,6

HbsAg : negatif

V. DIAGNOSIS

Tonsilitis kronis

VI. RENCANA TERAPI

1. Planning tonsilodektomi

2. Edukasi :

Hindari minum minuman dingin

Hindari makanan yang berminyak, makanan ringan

Menjaga kebersihan di sekitar mulut

Page 8: Tonsilitis Kronis Longcase

VII. PROGNOSIS

Que ad vitam : dubia ad bonam

Que ad fungsionam : dubia ad bonam

Que ad sanam : dubia ad bonam

Page 9: Tonsilitis Kronis Longcase

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. 2.1. EMBRIOLOGI TONSIL

Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong

faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian

dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus

branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12

minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga,

tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.

Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau

trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel

germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel

(jaringan limfoid dari berbagai stadium).

Gambar 1. Gambaran Histologi Tonsil

B. ANATOMI TONSIL

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria

membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran

pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini

melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin

Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3

tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin

waldeyer.

Page 10: Tonsilitis Kronis Longcase

Gambar 2 : Cincin Waldeyer

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-

kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa

dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s).

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang

terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi

membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring.

Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae

Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla

terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis

jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan

tonsilla lingualis.

Gambar 3. Tonsil Palatina

Page 11: Tonsilitis Kronis Longcase

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1.      Anterior : arcus palatoglossus

2.      Posterior : arcus palatopharyngeus

3.      Superior : palatum mole

4.      Inferior : 1/3 posterior lidah

5.      Medial : ruang orofaring

6.      Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.

A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.

Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina

Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular

yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus

paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum

mastoid pada bagian lateral.

Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus

bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi.

Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam

antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai

pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul

sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi

lingkungan. 

Page 12: Tonsilitis Kronis Longcase

Gambar 5. Adenoid

Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior

adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring

superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil.

Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.

Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan

ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang

kemudian membentuk septa.

Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah

bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Plika

triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara pangkal

lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal

dari otot palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat

pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa

tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.

Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.

maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A.

palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.

lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan

memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,

mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri

faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.

konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim

cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a.

palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan palatum

Page 13: Tonsilitis Kronis Longcase

mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari

tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.

Gambar 6. Pendarahan Tonsil

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah

bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal

profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke

kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.

Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui

ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus (N.

IX).

Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher

Page 14: Tonsilitis Kronis Longcase

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen,

selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari

tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B

dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu

respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap

I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan

kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan

mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro

intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing,

limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik

Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel

kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun

berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa

migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high

endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.

2.3. Fisiologi Tonsil

Tonsila palaitna adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris

dikedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila

palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi

oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta (Amaruddin T, 2007). Tonsila

palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan

tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke

saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila

patogen menembus lapisan epitel maka sel – sel fagositik mononuklear pertama – tama

akan mengenal dan mengeliminasi antigen (Farokah, 2005).

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan

asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T

dengan antigen spesifik (Kartika H, 2008).

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada

kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah

Page 15: Tonsilitis Kronis Longcase

terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus

yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun

untuk memproduksi antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan

terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil

tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi

yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 –

10 tahun (Amarudin T, 2007).

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi Tonsilitis

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte –

kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman

terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu

melalui mulut bersama makanan (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003).

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang

melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, sel

– sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu

tonsil tidak bisa membunuh kuman – kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di

tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang

infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh

tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi

Siswantoro, 2003).

2.5. Definisi Tonisilitis Kronis

Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun.

Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau karena

pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena penyebaran infeksi dari tempat lain,

misalnya karena adanya sekret dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusistis kronis dan

rhinitis kronik), atau karies gigi. Pada sinusitis kronik dan rhinitis kronik terdapat sekret di

hidung yang mengandung kuman penyakit. Sekret tersebut kontak dengan permukaan

tonsil. Sedangkan penyebaran infeksinya adalah secara hematogen maupun secara

limfogen ke tempat jaringan yang lain.

Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan histologik pada

tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan

dikelilingi oleh zona sel – sel radang (Rivai L. dalam Boedi Siswantoro, 2003).

Page 16: Tonsilitis Kronis Longcase

Mikroabses pada tonsilitis kronis maka tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ –

organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain – lain (Mawson S, 1987 dalam Boedi

Siswantoro, 2003).

Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman didalam tubuh dimana kuman /

produk – produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat

menimbulkan panyakit (Pradono AP, 1978 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Kelainan ini

hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan

menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.

Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat

biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.

Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia (Ahmad A, 1988

dalam Boedi Siswantoro, 2003). Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah.

Kuman – kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat

pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas – batas

tertentu untuk membunuh kuman - kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh

sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit

sampai beberapa jam setelah tindakan (Boedi Siswantoro, 2003).

2.6. Etiologi Tonsilitis Kronis

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut

yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila

fase resolusi tidak sempurna.

Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang

paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA, 2002 ; Arif Mansyoer dkk, 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak

ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β hemolyticus. Beberapa jenis bakteri

lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus

influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.

Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab

tonsilofaringitis kronis yaitu Streptococcus alpha, Staphylococcus aurius, Streptococcus β

hemolyticus group A, Enterobacter, Streptococcus pneumonie, Pseudomonas aeroginosa,

Page 17: Tonsilitis Kronis Longcase

Klabsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus epidermidis (Suyitno S, Sadeli S, 1995

dalam Farokah 2005).

Meskipun tonsilitis kronis dapat disebabkan berbagai bakteri namun streptococcus

β hemolyticus group A perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar karena dapat

menyebabkan komplikasi yang serius diantaranya demam rematik, penyakit jantung

rematik, penyakit sendi rematik dan glomerulonefritis.

2.7. Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis

Adapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu :

• Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

• Higiene mulut yang buruk

• Pengaruh cuaca

• Kelelahan fisik

• Merokok

• Makanan

2.8. Gejala dan Tanda Klinis Tonsilitis Kronis

Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan,

kadang – kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan

lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang – meriang.

Tanda klinik pada tonsilitis kronis adalah (Primara IW,1999 dalam Boedi

Siswantoro, 2003) :

• Pilar/plika anterior hiperemis

• Kripte tonsil melebar

• Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba

• Muara kripte terisi pus

• Tonsil tertanam atau membesar

Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan

pembesaran kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering muncul

adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau

membesar (Boedi Siswantoro, 2003).

Page 18: Tonsilitis Kronis Longcase

2.9. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Kronis

Dari pemeriksaan dapat dijumpai :

a. Tonsil dapat membesar bervariasi.

b. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil

c. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai

keju

d. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, tanda ini

merupakan tanda penting untuk menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil.

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar

(hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa,

kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus

mandibula (Aritomoyo D, 1980 dalam Farokah 2005).

Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 :

T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior – uvula

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior –

uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar

anterior – uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih

Klasifikasi pembesaran tonsil menurut Friedman adalah sebagai berikut :

Page 19: Tonsilitis Kronis Longcase

Sedangkan pembesaran tonsil menurut Brodsky adalah sebagai berikut :

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang

dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan

dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur,

gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu secara mikrobiologi.

Pemeriksaan dengan antimikroba sering gagal untuk segera dikasi kuman patogen dan

mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen

disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi anitbiotika yang

inadekuat.

2.10. Pengobatan pada Tonsilitis Kronis

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan

mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim

tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif

bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus

permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering

digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle

aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang menjanjikan (Kote Noordhianta, Tonny B

S dan Lina Lasminingrum, 2009).

Page 20: Tonsilitis Kronis Longcase

Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian

antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin ditambah

Metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau absees),

amoksisilin dengan asam clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala

sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E dkk, 2007).

Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya

diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam setahun yaitu tonsilitis akut

berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau sakit tenggorokan 4 – 6 kali setahun tanpa

memperhatikan jumlah serangan tonsilitis akut. Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik,

pemberian antibiotik akan menurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada

permukaan tonsil tetapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan bagian dalam tonsil paska

tonsilektomi, ditemukan jenis kuman patogen yang sama bahkan lebih banyak dari hasil

pemeriksaan di permukaan tonsil sebelum pemberian antibiotik (Amarudin T, Christanto

A, 1999).

Menurut American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery (AAO-

HNS) (1995), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut:

Indikasi Absolut

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,

gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase

c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

Indikasi Relatif

a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat

b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis

c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan

pemberian antibiotik β-laktamase resisten

d. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

Page 21: Tonsilitis Kronis Longcase

2.11. Komplikasi Tonsilitis Kronis

Komplikasi secara kontinuitatum kedaerah sekitar berupa rhinitis kronis, sinusitis

dan otitis media. Komplikasi secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari

tonsil seperti endokarditis, arthiritis, miositis, uveitis, nefritis, dermatitis, urtikari,

furunkolitis,dll (Arif Mansyoer dkk, 2001).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala

sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E dkk, 2007).

2.12. Prognosa

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita

tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika

tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila

penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.

Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami

infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga

dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi

serius seperti demam rematik atau pneumonia.

2.13. Pencegahan

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu

penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar

dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan

perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan

menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah

lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan

karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran

infeksi pada orang lain.