longcase ulkus kornea
DESCRIPTION
ulkus kornea stase mataTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskular, dan deturgenses. Deturgenses atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan pompa bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat
film air mata menjadi hipertonik, proses tersebut dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superficial untuk
mempertahankan keadaan dehisrasi.
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Penyebab utama kebutaan dan gangguan pengliahatan di dunia adalah
pembentukan parut akibat ulserasi kornea. Kekeruhan kornea ini terutama
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila
terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian
permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea
banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentukoleh sel epitel baru dan
sel radang. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri, berair, fotofobia, biasanya
disertai riwayat trauma pada mata.
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak
epitel kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi
oleh karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh 1
karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa
tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian
ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan,
penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam
pengobatan penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering
ditemukan.
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti
descementocele, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang
sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomor dua di Indonesia.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, dan pemeriksaan
klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanya atau penyebabnya
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan kultur.
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi penyebab dari ulkus
kornea, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada
kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta
memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
mikroorganisme penyebab. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat
keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme
penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas
memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat
avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga mempengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan penggunaan obat terjadi pada
penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan masalah baru, yaitu resistensi.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama : Tn. N
Usia : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Buruh
No RM/Reg : 757322 / RI 13024514
MRS : 30 Agustus 2013
B. Anamnesis (Autoanamnesis, tanggal 7 September 2013)
Keluhan Utama : Mata kanan merah sejak ± 3 minggu SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 3 minggu SMRS penderita mengeluh mata kanan penderita
merah (+), berair-air (+), nyeri (+) dan pandangan bertambah kabur (+).
Penderita mengaku adanya riwayat mata terkena kayu. Nyeri pada mata
kanan dirasakan terus menerus. Keluhan ini tidak disertai adanya sakit
kepala, muntah, ataupun demam. Keluhan adanya penglihatan pelangi atau
halo ketika melihat lampu disangkal. Penderita berobat ke puskesmas dan
diberi obat tetes mata dan pil (penderita lupa nama obatnya) dan tidak ada
perbaikan
± 1 minggu SMRS, penderita mengeluh mata kanan penderita
merah (+), bertambah kabur (+), berair-air (+), dan nyeri. Penderita
berobat ke RS swasta diberi obat tetes mata, dan tidak ada perbaikan.
Penderita lalu berobat ke RSUP Dr. Moh. Hosien dan di rawat di bagian
mata.
3
Riwayat penyakit dahulu
- riwayat menggunakan kacamata (-)
- riwayat kencing manis (-)
- riwayat darah tinggi (-)
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : afebris
Status oftalmologis
VOD = 1/300 ph (-)
TIOD = P = N+0
VOS = 6/6
TIOS = 15,6 mmHg
KBM Simetris
GBM
Palpebra Edema (+) Tenang
4
Konjungtiva Mix injeksi (+)
Sekret (-)
Tenang
Kornea Defek bergaung di sentral
uk. 6x7mm, kedalaman
2/3 stroma, infiltrate (+),
desmetocele (+)
Jernih
BMD Dangkal, Hipopion (-) Sedang
Iris Tampak iris tertarik ke
sentral
Gambaran baik
Pupil Sulit dinilai Bulat, sentral, refleks
cahaya (+), diameter 3
mm
Lensa Sulit dinilai Keruh, ST (+)
Segmen Posterior RFOD (-) RFOS (+)
FOD : Tidak dilakukan
FOS : Papil : Bulat, batas tegas, warna merah
normal, c/d = 0.3, a/v= 2:3
Makula: Refleks fovea (+) normal
Retina : Kontur pembuluh darah baik
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Gram-KOH
5
Gram (+) coccus (+)
KOH Jamur (-)
Leuko: 0-1/lp
Epitel: 0-1/lp
USG
- vitreus : echofree
- retina : intak
- koroid : tidak menebal
E. Diagnosis Kerja
Ulkus Kornea sentral dengan desmetokel OD ec. bakteri
F. Tatalaksana
- spooling RL-povidon iodine 0,5% 2x1
- Moxifloxacin ED 8x1 gtt OD
- SA 1% 3x1 gtt OD
- Timolol 2x1 gtt OD
- Vit.C tab 3x 500 mg p.o
- Pro keratoplasti tektonik
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea
mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh
sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu
ulkus sentral dan marginal atau perifer. Penyebab ulkus kornea adalah
bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes simpleks. Selain radang dan
infeksi, penyebab lain ulkus kornea ialah defisiensi vitamin A, lagoftalmus
akibat parese saraf ke VII, lesi saraf ke III atau neurotropik dan ulkus
Mooren.2
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan
hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp.
Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna
untuk membantu membuat diagnosis kausa. 1
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan
gangguan penglihatan ini dapat dihindari dengan melakukan diagnosis dini
dan pengobatan yang memadai dengan segera, tetapi juga dengan
meminimalkan berbagai faktor predisposisi.1
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan
mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama
kebutaan. Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000
penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea
antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-
kadang tidak diketahui penyebabnya.3
7
II. Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di
limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus
skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan
epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara
sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea
udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang
dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,
sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan
8
ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi
rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen
ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement
melalui hemidosom dan zonula okluden.4
9
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan
supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh
strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1
III. Ulkus Kornea
A. Definisi
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh
adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas
jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang
luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah
perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, 10
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomor dua di Indonesia.2
B. Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain
terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis
diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian
ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan
selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea
seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus
kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan
karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
C. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.
Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
11
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi
dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi
pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa
sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan
palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan
parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus
yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan
daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke
membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5
D. Etiopatogenesis
Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin
yang menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea.
Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat Infeksi oleh bakteri (misalnya 12
stafilokokus, pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya
herpes) atau protozoa akantamuba. Penyebab lain adalah aberasi atau
benda asing, penutupan kelopak mata yang tidak cukup, mata yang sangat
kering, defisiensi vitamin A, penyakit alergi mata yang berat atau pelbagai
kelainan inflamasi yang lain.1,2,6,8
Pengguna lensa kontak, terutamanya mereka yang memakainya
waktu tidur, bisa menyebabkan ulkus kornea. Infeksi oleh Protozoa,
infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan
lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak steril), berenang
atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa kontak. Organisme
ini menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di salah diagnosis
dengan virus herpes simpleks. Keratitis herpes simpleks merupakan
infeksi viral yang serius. Ia bisa menyebabkan serangan berulang yang
dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari, atau keadaan yang
menurunkan sistem imun. 4,7
Hipoksia Dan Hiperkapnia
Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik
kornea bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu
memiliki kondisi oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari
komplikasi hipoksia. Baik dengan menutup mata maupun memakai lensa
kontak keduanya dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon
dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu
permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa (L),
merupakan variabel yang paling penting dalam menentukan pengantaran
relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak.
Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan
oksigen kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil
dengan transmissibilitas oksigen yang sama atau lebih rendah dapat
mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika dibandingkan dengan lensa
kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air mata
13
yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada
lapisan stroma bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh
oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor aquous.12
Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel
kornea yang menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis,
dan peningkatan fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat
menyebabkan keratopati pungtat epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan
resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma akibat
metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan
mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan striae,
lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan balik cahaya.
Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis
stroma, yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan
blebs dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel
endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia adalah hypoesthesia kornea dan
neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi stroma dapat
berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau
kadang-kadang perdarahan intrastromal. Pada beberapa kasus pemakaian
lensa kontak yang lama, kornea menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen
baru, dan edema stroma berubah menjadi lapisan stroma yang tipis.12
Alergi Dan Toksisitas
Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen.
Lensa kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan
dengan jaringan okular. Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di
dalamnya menginduksi respon alergi pada individu-individu yang sensitif.
Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan konjungtivitis,
infiltrat epitel kornea, dan superior limbus keratokonjunktivitis. Reaksi
terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat mengakibatkan
konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak
yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari
metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan
14
hiperemis pada limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik presipitat.
Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas larutan mengakibatkan
keratopati pungtat epitel.12
Kekuatan Mekanik
Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa
kontak termasuk abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak
tepat, atau akibat fitting dan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku
yang tajam dapat menyebabkan distorsi kornea atau abrasi. Pada kasus
yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok. Keratokonus dapat
timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa kontak.
Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang
terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder akibat debris
yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat penting
mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada
perempuan.12
Efek Osmotik
Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan
refleks air mata, sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat.
Permukaan yang kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air
mata, sehingga epitel beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan
erosi. 12
Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan
oleh tumbuh-tumbuhan atau pada mereka dengan imunosuppressi.
Keratitis acanthamoeba terjadi pada pengguna lensa kontak, terutama pada
mereka yang coba membuat solusi pembersih sendiri. 12
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea adalah mata kering, alergi
berat, riwayat kelainan inflamasi, penggunaan lensa kontak,
immunosuppresi, trauma dan infeksi umum. 4,7
E. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
15
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi
ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin
yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna
putik kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek
epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang
disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat
hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah
sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam
kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea
dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu
dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang
bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak.
16
Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b
Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea
sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan
sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen.
Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-
kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di
temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus
yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur
ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran
seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan
naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion.
17
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya
gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel
dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu
kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa
sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini
dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu
dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau
bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit
herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya
Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendriti Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik
18
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus
kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.
Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada
infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada
influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang
berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada
penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
Gambar 7. Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea
kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus,
alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali.
19
Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan
satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
Gambar 8. Mooren's Ulcer
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat
ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa
dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang
banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi
pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis
kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea
yaitu nyeri yang ekstrirn oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea
menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat oleh
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap
sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan
penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit
kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh
darah Ms adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf
kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal
pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga
merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia
20
umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali
pada ulkus bakteri purulen. 2
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek
pada epitel yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga
terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti miosis, aqueus flare (protein
pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon berperan
terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea
menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin,
histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya
eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva,
injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus
konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat
menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk
bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp
dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion.1,2,6,10
G. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
21
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan,
selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.
Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram,
giemsa atau KOH)
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi
22
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus Gambar 10 b.Pewarnaan gram
ulkus kornea herpes simplex herpes zoster
Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus Gambar 11. b Pewarnaan gramKornea bakteria ulkus kornea akantamoeba
H. Penatalaksanaan23
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani
oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih
Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
Pengobatan lokal
24
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
25
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya
: topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,
thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
26
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
27
Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat
pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 14. Keratoplasti
I. Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera
berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali
luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam
mata
28
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam
keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai
dan merawat lensa tersebut.
J. Komplikasi
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi
kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis
dibanding dengan normal sehingga dapat mencetuskan terjadinya
peningkatan tekanan intraokuler. Jaringan parut kornea dapat berkembang
yang pada akhirnya menyebabkan penurunan parsial maupun kompleks
juga dapat terjadi, glaukoma dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan
endoftalmitis11, penipisan kornea yang akan menjadi perforasi, uveitis,
sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma dan katarak juga bisa menjadi
salah satu komplikasi dari penyakit ini.2,3,6
K. Prognosis
Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambannya
pasien mendapat pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, dan adanya
penyulit maupun komplikasi. Ulkus kornea biasanya mengalami perbaikan
tiap hari dan sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan tidak
terjadi atau ulkus bertambah berat, diagnosis dan terapi alternatif harus
dipertimbangkan. 3,4
29
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Seorang laki-laki berumur 29 tahun, bekerja sebagai petani dengan tempat
tinggal di luar kota. Datang ke RSMH dengan keluhan utama mata kanan merah
sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Penderita juga mengeluhkan mata penderita nyeri, pandangan bertambah
kabur, dan berair-air sejak 3 minggu SMRS, pasien mengaku adanya riwayat
terkena kayu. Nyeri pada mata kanan dirasakan terus menerus. Keluhan ini
tidak disertai adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam. Keluhan adanya
penglihatan pelangi atau halo ketika melihat lampu disangkal.
Satu minggu sebelum masuk RS, penderita mengeluh mata kanan penderita
merah (+), bertambah kabur (+), berair-air (+), dan nyeri. Penderita telah mendapatkan
terapi obat tetes mata dan pil, namun tidak ada perbaikan.
Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya mata merah
disertai nyeri dan penurunan penglihatan, maka dapat dipikirkan kemungkinan
adanya ulkus kornea, keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior, endofthalmitis,
dan panofthalmitis.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat terkena kayu
pada mata kanan, kemudian mata tersebut menjadi kabur, merah, nyeri, berair-air.
Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea dan
keratitis.
Kemungkinan diagnosis glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada
penderita ini tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri
kepala hebat yang menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi
atau halo ketika melihat lampu.
Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosis utama pada pasien ini
juga dapat disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan
gambaran tukak di kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni
uveitis anterior. Kelainan pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu
inflamasi dan infeksi pada kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai
30
komplikasi diagnosis utama dapat dipertimbangkan karena infeksi pada kornea
dapat menyebar ke uvea anterior. Namun tidak ditemukan hipopion pada mata
kanan penderita, ini menunjukkan tidak terjadi peradangan pada uvea anterior
yaitu badan silier dan iris.
Kemungkinan terjadinya endofthalmitis dapat dipertimbangkan karena
terdapat faktor penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi berdasarkan hasil
pemeriksaan UGS ditemukan segmen posterior bola mata dalam batas normal.
Sehingga diagnosis endophtalmitis dapat disingkirkan.
Kemungkinan diagnosis panofthalmitis juga dapat disingkirkan karena
pada penderita ini tidak ditemukan gejala-gejala panothalmitis seperti nyeri pada
pergerakan bola mata, bola mata yang menonjol (eksoftalmos), dan penderita
yang kelihatan sakit, menggigil, demam, ataupun sakit kepala berat. Selain itu,
diagnosis pasti panofthalmitis tidak dapat ditegakkan karena berdasarkan
pemeriksaan USG mata segmen posterior dalam batas normal.
Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea.
Diagnosis keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya
terdapat infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada
kornea akan tetapi terdapat juga gambaran tukak pada kornea.
Diagnosis ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya
penurunan visus disertai dengan mata yang merah, silau, berair, dan adanya secret.
Adanya riwayat trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan suatu
ulkus. Pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi serta
gambaran defek bergaung di sentral, ukuran 6x7mm, kedalaman 2/3 stroma, dan
tes fluoresein positif pada tepi lesi, ditemukan juga desmatocele positif.
Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak
ulkus yang sentral mengandung sekret kental dengan dasar yang keruh,
memberikan kemungkinan penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau
jamur. Karena itu dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea
dengan cara scrapping dan dengan KOH 10%.
31
Dari pemeriksaan gram didapatkan coccus gram (+), biakan menunjukkan
spesies Staphylococcus aureus sedangkan hasil KOH jamur (-). Sehingga dapat
ditegakkan diagnosisnya adalah ulkus kornea sentral OD dengan desmatocele OD
et causa bakteri.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon
Iodine 0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan kotoran
mata dan benda asing. Obat lain yang diberikan Moxifloxacin sebagai antibakteri
spektrum gram positif. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan
peradangan dan untuk melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior,
karena sulfas atropin memiliki efek sikloplegik yang menyebabkan pupil
midriasis, sehingga mencegah perlengkatan iris pada kornea. Vitamin C diberikan
untuk merangsang reepitelisasi dan mempercepat proses penyembuhan sel-sel
kornea. Pemberian timolol ditujukan untuk mencegah glaukoma sekunder karena
pada ulkus erdapat kemungkinan hambatan jalur humor aquous konvensional,
sehingga Timolol diharapkan dapat mengontrol produksi humor aqueos tersebut.
Keratoplasti dilakukan setelah kornea steril dan tanda-tanda inflamasi
menghilang.
Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya
masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena
walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh,
namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan
tajam penglihatan.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49
2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied on August 9, 2011. Avaible from: http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm.
3. Netter Atlas of Human Anatomy.4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13. 5. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10
6. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-447. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,
Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-98. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,
Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-929. Basic and Clinical Science Course. Fundamental and principles of
ophthalmology, section 2, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009. P. 45-9
10. Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67
11. Farouqui SZ, Central Sterile Co rnea Ulceration. Citied on August 9 th, 2011. Available from: www.emedicine.com
12. Boles, SF, MD. Lens Complication & Management QEI Winter 2009 Newsletter. Citied on August 9 th, 2011.
33