obat obat

52
5.1 Antibakteri PENGERTIAN Antibakteri terdiri atas antibiotik dan kemoterapi. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis. Kemoterapi ialah zat kimia yang mampu menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba tetapi tidak berasal dari suatu mikroba atau fungi. Prinsip penggunaan antibiotik Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama: 1. Penyebab infeksi Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera, pemberian antibiotik dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman. Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess. Tabel 5.1 memberikan pedoman pemilihan antibiotik berdasarkan educated guess untuk berbagai jenis infeksi. 2. Faktor pasien Di antara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, etnis, usia, penggunaan pengobatan konkomitan, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui, atau sedang mengkonsumsi kontrasepsi oral Tabel 5.1 Pedoman Pemilihan Antibiotik JENIS INFEKSI PENYEBAB TERSERING PILIHAN ANTIMIKROBA I. Saluran Nafas - Faringitis - virus - Streptococcus pyogenes - Corynebacterium diphtheriae - tidak memerlukan antimikroba - penisilin V, eritomisin, penisilin G - penisilin G, eritromisin - Otitis media dan Sinusitis - Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae - Staphylococcus aureus - amoksisilin/ampisilin, eritromisin, kotrimoksasol - amoksisilin/asam klavulanat - Bronkitis akut - Virus - Streptococcus pneumoniae, Hemophilus - tidak memerlukan - amoksisilin/ampisilin,

Upload: irma-nurtiana-syafitri

Post on 15-Jan-2016

65 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obat

TRANSCRIPT

Page 1: obat obat

5.1 AntibakteriPENGERTIAN

Antibakteri terdiri atas antibiotik dan kemoterapi. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan

oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi

mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis. Kemoterapi ialah zat

kimia yang mampu menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba tetapi tidak

berasal dari suatu mikroba atau fungi.

Prinsip penggunaan antibiotik

Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama:

1. Penyebab infeksi

Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan

mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin

melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita

suatu infeksi. Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera,

pemberian antibiotik dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik

untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman. Pemberian antibiotik tanpa

pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess. Tabel 5.1

memberikan pedoman pemilihan antibiotik berdasarkan educated guess untuk berbagai

jenis infeksi.

2. Faktor pasien

Di antara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain

fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis),

daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, etnis, usia, penggunaan pengobatan

konkomitan, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui, atau sedang

mengkonsumsi kontrasepsi oral

Tabel 5.1 Pedoman Pemilihan Antibiotik

JENIS INFEKSI PENYEBAB TERSERING PILIHAN ANTIMIKROBA

I. Saluran Nafas

- Faringitis

- virus- Streptococcus pyogenes- Corynebacterium diphtheriae

- tidak memerlukan antimikroba- penisilin V, eritomisin, penisilin G- penisilin G, eritromisin

- Otitis media dan Sinusitis

- Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae- Staphylococcus aureus

- amoksisilin/ampisilin, eritromisin, kotrimoksasol- amoksisilin/asam klavulanat

- Bronkitis akut

- Virus- Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae

- Mycoplasma pneumoniae

- tidak memerlukan- amoksisilin/ampisilin, eritromisin,

- eritromisin

Page 2: obat obat

- Eksaserbasi akut bronkitis kronis

- Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza- Mycoplasma pneumoniae- Moraxella (Branhamella catarrhalis (jarang)

- amoksisilin/ampisilin, eritromisin, kotrimoksazol- doksisiklin- amoksisilin/asam klavulanat, kotrimoksazol, eritromisin

- Influenza- Virus influenza A atau B- Streptococcus pneumoniae

- tidak memerlukan antimikroba- penisilin G Prokain penisilin V, eritromisin, sefalosporin generasi I

- Pneumonia bacterial

- Hemophilus influenza

- Mycoplasma pneumoniae- Staphylococcus aureus- Kuman enterik gram negatif

- amoksisilin/ampisilin, kotrimoksazol, ampisilin/sulbaktam, kloramfenikol, fluorokuinolon.- Eritromisin, doksisiklin- Kloksasilin, sefalosporin generasi I- Sefalosporin generasi III dengan atau tanpa aminoglikosida

- Tuberkulosis paru - Mycobacterium tuberculosis

- Isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, streptomisin

II. Saluran kemih

- Sistitis akut

- Escherichia coli,Staphylococcus saprophyticus, kuman Gram negatif lainnya

- nitrofurantoin, ampisilin, trimetropim, aztreonam.

- Pielonefritis akut

- Escherichia coli, kuman Gram negatif lainnya, streptokokus

- untuk pasien rawat: gentamisin (aminoglikosida lainnya), kotrimoksazol, parentral, sefalosporin generasi III,- untuk pasien rawat jalan: kotrimoksazol oral, fluorokuinolon, amoksisilin/asam klavulanat.

- Prostatitis akut

- Escherichia coli, kuman Gram negatif lainnya,Enterococcus faecalis

- kotrimoksazol atau fluorokuinolon atau aminoglikosida + ampisilin parenteral.

- Prostatitis kronik

- Escherichia coli, kuman Gram negatif lainnya,Enterococcus faecalis

- kotrimoksazol atau fluorokuinolon atau trimetoprim.

III. Yang ditularkan melalui hubungan kelamin

- Uretritis - Neisseria gonorrhoeae(bukan penghasil penisilinase)- Neisseria gonorrhoeae(penghasil penisilinase)Chlamydia

- ampisilin/amoksisilin/penisilin G + probenesid, setriakson, tetrasiklin- seftriakson, fluorokuinolon

Page 3: obat obat

trachomatis- Ureaplasma urealyticum

- doksisiklin/tetrasiklin, eritromisin.- doksisiklin/tetrasiklin

- Herpes genital  - Virus herpes simpleks - asiklovir

- Sifilis - Treponema pallidum- penisilin G prokain, seftriakson tetrasiklin.

- Ulkus mole - Hemophilus ducreyi- Kotrimoksazol, eritromisin, sefriakson, tetrasiklin.

IV. Saluran cerna

- Enteritis infeksiosa

- Virus- Shigella- Vibrio cholerae- Entamoeba histolytica- Campylobacter jejuni- berbagai kuman enterik Gram negatif

- kotrimoksazol/fluorokuinolon/ ampisilin- tetrasiklin/kotrimoksazol- metronidazol- eritromisin/fluorokuinolon, tetrasiklin- umumnya tidak memerlukan anti mikroba negatif lainnya

- Kolestitis akut

- Escherichia coli, berbagai kuman enterik Gram negatif, Bacteroides fragilis - ampisilin + gentamisin,

ampisilin sulbaktam, sefazolin

- Peritonitis karena perforasi usus

- Escherichia coli, berbagai kuman enterik Gram negatif,kuman anaerob

- ampisilin + gentamisin + metronidazol/ klindamisin, gentamisin + metronidazol klindamisin, sefoksitin

V. Kardiovaskular

- Endokarditis

- Streptokokus- Stafilokokus- Stafilokokus yang resisten terhadap metisilin (Meticillin Resistant Staphylococcus aureus/MRSA)- Bakteri Gram negatif

- penisilin G + gentamisin- kloksasilin + gentamisin- vankomisin

- sefotaksim + gentamisin

VI. Kulit, otot, tulang

- Impetigo, frunkel, selulitis, dll

- Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus

- kloksasilin/eritromisin sefalosforin generasi I

- Gas gangren Clostridium perfringens - penisilin G

- Osteomielitis akut Staphylococcus aureus - kloksasilin

VII. Sistem saraf pusat

- Meningitis bakterial anak/dewasa

- Streptococcus pneumoniae, stafilokokus, Hemophilus influenzae

- ampisilin+kloramfenikol (sebagai terapi awal)

Page 4: obat obat

- Meningokokus- penisilin G, kloramfenikol

- Meningitis pada  Neonates

- berbagai kuman enterik Gram negatif - sefalosforin generasi III

- Abses otak

- Streptokokus,Staphylococcus aureus, Enterobacteriaceae,berbagai kuman anaerob

- penisilin G + kloramfenikol/ metronidazol + sefalosforin generasi III.

VIII. Sepsis

- Neonatus < 4 8jam

- Streptococcus agalactiae,streptokokus lain, kuman enterik Gram negatif

- benzil penisilin + gentamisin atau amoksisilin/ampisilin + sefotaksim

- Neonatus > 4 8 jam

- Streptococcus penumoniae, Hemophilus influenzae, Neisseria meningitides,Staphylococcus aureus

- flukoksasilin+gentamisin atau amoksisilin/ampisilin + sefotaksim

- Anak 1 bulan - 18 tahun, community acquired

- Kuman enterik Gram negatif, Staphylococcusaureus, streptokokus

- aminoglikosida + amoksisilin/ampisilin atau sefotaksim/seftriakson tunggal.

- Anak 1 bulan - 18 th, hospital acquired

- antibakteri beta-laktam antipseudomonas spektrum luas (misal: seftazidim, tikarsilin, piperasilin, imipenem atau meropenem)

IX.Gigi dan mulut

- Ginggivitis dan abses gigi

- infeksi campuran kuman aerob+anaerob - penisilin G prokain/penisilin V

- Kandidiasis oral - Candida albicans - nistatin

Keterangan:

1. Tabel ini dimaksudkan untuk membantu menentukan pilihan antimikroba untuk

sementara. Bila hasil pemeriksaan mikrobiologik telah didapat maka pilihan

antimikroba harus disesuaikan lagi.

2. Kuman penyebab dan kepekaannya terhadap antimikroba dapat bervariasi pada

rumah sakit/ tempat yang berbeda.

3. Yang termasuk dengan aminoglikosida ialah: gentamisin, tobramisin, netilmisin dan

amikasin (tidak termasuk streptomisin dan kanamisin).

4. Yang termasuk dengan sefalosporin generasi I ialah: sefazolin, sefradin, sefaleksin,

sefadroksil dll; generasi II: sefamandol, sefuroksim, dll; generasi III: sefotaksim,

sefoperazon, seftriakson, seftazidim, sefsulodin dll.

5. Yang termasuk dengan fluorokuinolon ialah: siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin,

norfloksasin, fleroksasin, siprofloksasin, levofloksasin, dll. (tidak termasuk asam

nalidiksat dan asam pipemidat).

Page 5: obat obat

Infeksi Bakteri di Rongga Mulut

Obat antibakteri untuk pengobatan infeksi di rongga mulut sebaiknya digunakan sesuai

dengan keperluan. Antibiotik digunakan bersama tindakan lain yang diperlukan (bukan

sebagai pengganti).

Terapi empiris yang tidak didukung oleh bukti yang memadai dari antibakteri untuk

gejala demam, limfadenopati servikal atau pembengkakan pada wajah, yang tidak

diketahui pasti penyebabnya akan dapat menimbulkan kesulitan dalam penegakan

diagnosis. Pemeriksaan uji kultur sebaiknya selalu dilakukan pada kasus infeksi rongga

mulut berat.

Infeksi oral yang memerlukan terapi antibakteri adalah pulpitis supuratif akut, abses

periodontal atau periapikal akut, selulitis, oral-antral fistula (dan sinusitis akut),

perikoronitis berat, osteitis terlokalisir, acute necrotising ulcerative gingivitis dan

penyakit periodontal kronis yang destruktif. Sebagian besar infeksi oral dapat diatasi

dengan tindakan membersihkan (drainage) atau membuang penyebabnya. Antibiotik

hanya diindikasikan pada tindakan yang tidak dapat sesegera mungkin dilakukan dan

penting pada pasien immunocompromised, diabetes melitus atau Paget’s disease. Infeksi

tertentu yang jarang terjadi seperti sialadenitis bakteri, osteomielitis, aktinomikosis, dan

infeksi di bagian wajah seperti Ludwig’s angina, memerlukan antibiotik dan perawatan

spesialis di rumah sakit.

Penggunaan antibiotik untuk profilaksis

Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan-keadaan berikut:

1. Untuk melindungi seseorang yang terpapar kuman tertentu: Misalnya untuk

pencegahan demam rematik pada orang yang terpapar kuman Streptococcus

hemolyticus grup A, diberikan fenoksimetilpenisilin 2 kali 250 mg per hari.

2. Mencegah endokarditis pada pasien yang mengalami kelainan katup jantung atau

defek septum yang akan menjalani prosedur dengan risiko bakteremia, misalnya

pencabutan gigi, pembedahan dan lain-lain. Amoksisilin: DEWASA: 1 g per oral, 3

jam sebelum tindakan. ANAK di bawah 5 tahun: seperempat dosis dewasa. ANAK 5-

10 tahun: setengah dosis dewasa. Obat di atas diberikan dalam dosis tunggal.

3. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering

disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi infeksi pasca

bedah.

Operasi lambung, esofagus, kolesistektomi pada pasien dengan kemungkinan

infeksi kandung empedu: Gentamisin atau sefalosporin dosis tunggal. Diberikan 2

jam sebelum operasi.

Reseksi kolon atau rektum: Gentamisin + metronidazol dosis tunggal atau

sefuroksim + metronidazol, diberikan 2 jam sebelum operasi.

Histerektomi: Metronidazol supositoria atau intravena dosis tunggal.

Antibiotik kombinasi:

Antibiotik kombinasi diberikan untuk 4 indikasi utama:

Pengobatan infeksi campuran, misalnya pasca bedah abdomen.

Pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya sepsis,

meningitis purulenta

Mendapatkan efek sinergi.

Page 6: obat obat

Memperlambat timbulnya resistensi, misalnya pada pengobatan tuberkulosis.

Klasifikasi antibakteri:

5.1.1 Penisilin

5.1.2 Sefalosporin dan antibiotik beta-laktam lainnya

5.1.3 Tetrasiklin

5.1.4 Aminoglikosida

5.1.5 Makrolida

5.1.6 Kuinolon

5.1.7 Sulfonamid dan trimetoprim

5.1.8 Antibiotik lain

5.1.3 TetrasiklinTetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang kegunaannya sudah menurun

karena meningkatnya resistensi bakteri. Namun obat ini tetap merupakan pilihan untuk

infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis dan

limfogranuloma venereum), riketsia (termasuk Q-fever), brusela (doksisiklin dengan

streptomisin atau rifampisin) dan spiroketa, Borellia burgdorferi (Lyme

disease). Tetrasiklin juga digunakan pada infeksi saluran pernafasan dan mikoplasma

genital, akne, destructive (refractory) periodontal disease, eksaserbasi bronkitis kronis

(karena aktivitasnya terhadap Hemophilus influenzae), dan untuk leptospirosis pada

pasien yang hipersensitif terhadap penisilin (sebagai alternatif dari eritromisin).

Secara mikrobiologis, hanya sedikit jenis organisme yang dapat diatasi dengan

menggunakan golongan tetrasiklin, kecuali minosiklin yang memiliki spektrum luas.

Minosiklin sudah jarang digunakan karena efek samping seperti vertigo dan

pusing. Infeksi pada rongga mulut. Pada dewasa dan anak di atas 12 tahun,

tetrasiklin efektif terhadap kuman anaerob oral namun sudah jarang digunakan karena

resistensi. Obat ini masih mempunyai peranan dalam terapi destructive (refractory)

forms of periodontal disease. Doksisiklin mempunyai lama kerja yang lebih panjang

daripada tetrasiklin, klortetrasiklin atau oksitetrasiklin dan hanya perlu diberikan satu

kali sehari; juga dilaporkan lebih aktif terhadap anaerob dibandingkan tetrasiklin lainnya.

Doksisiklin digunakan dalam terapi recurrent aphthous ulceration, herpes oral atau

sebagai terapi tambahan pada gingival scaling dan root planing untuk periodontitis.

Peringatan:Tetrasiklin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan

gangguan fungsi hati atau yang menerima obat yang bersifat hepatotoksik. Tetrasiklin

dapat meningkatkan kelemahan otot pada pasien miastenia gravis dan eksaserbasi lupus

eritematosus sistemik. Antasida dan garam Al, Ca, Fe, Mg dan Zn menurunkan absorpsi

tetrasiklin. Susu menurunkan absorpsi demeklosiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin.

Interaksi lain: Lampiran 1 (tetrasiklin)

Kontraindikasi: Tetrasiklin dideposit di jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh

(terikat pada kalsium) sehingga menyebabkan pewarnaan dan kadang-kadang hipoplasia

pada gigi. Obat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah 12 tahun, ibu hamil

(lampiran 4) dan menyusui (lampiran 5). Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada pasien

Page 7: obat obat

dengan gangguan fungsi ginjal karena dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit ginjal,

kecuali doksisiklin dan minosiklin.

Efek samping: Efek samping dari tetrasiklin adalah mual, muntah, diare (kolitis akibat

antibiotik jarang dilaporkan), disfagia dan iritasi esofagus. Efek samping lain yang jarang

terjadi adalah hepatotoksisitas, pankreatitis, gangguan darah, fotosensitivitas (terutama

dengan demeklosiklin) dan reaksi hipersensitivitas (ruam, dermatitis eksfoliatif,

sindrom Steven-Johnsons, urtikaria, angioedema, anafilaksis, perikarditis). Sakit kepala

dan gangguan penglihatan dapat sebagai pertanda adanya benign intracranial

hypertension (terapi dihentikan). Bulging fontanelles pada bayi telah dilaporkan.

Monografi: 

DEMEKLOSIKLINIndikasi: 

lihat tetrasiklin. Lihat juga gangguan sekresi hormon antidiuretik.

Peringatan: 

lihat tetrasiklin

Kontraindikasi: 

lihat tetrasiklin

Efek Samping: 

Fotosensitivitas lebih sering terjadi, pernah dilaporkan terjadinya diabetes insipidus

nefrogenik

Dosis: 

150 mg tiap 6 jam atau 300 mg tiap 12 jam

DOKSISIKLINIndikasi: 

untuk terapi infeksi-infeksi sebagai berikut: Rocky Mountain spotted fever, demam

tiphoid dan golongan thyphosa, demam Q, demam rickettsialpox and tick yang

disebabkan oleh Rickettsiae; infeksi saluran nafas yang disebabkan Mycoplasma

pneumoniae; Psittacosis yang disebabkan olehChlamydia

psittaci; Lymphogranuloma venereum, yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis;

infeksi uretra, endocervical, atau rektal tanpa komplikasi pada dewasa yang disebabkan

olehChlamydia trachomatis; Trachoma yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis

walau penyebab infeksi tidak selalu dapat dihilangkan, yang dijustifikasi

oleh immunoflourescence; Konjungtivitis inklusi yang disebabkan oleh Chlamydia

trachomatis dapat diterapi dengan doksisiklin oral tunggal atau kombinasi dengan obat

topikal. Acute epididymo- orchitis yang disebabkan oleh Chlamydia

trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. Granuloma inguinale (donovanosis) yang

disebabkan oleh Calymmatobacterium granulomatis; Louse-borne elapsing fever yang

Page 8: obat obat

disebabkan olehBorrelia recurrentis; Tick-borne relapsing fever yang disebabkan

oleh Borrelia duttonii; Nongonococcal urethritis (NGU) yang disebabkan oleh Ureaplasma

urealyticum (T-Mycoplasma); Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis dan terapi infeksi

Malaria yang disebabkan olehPlasmodium falciparum (bila P. falciparum resiten terhadap

klorokuin); Penyakit Lyme awal (tahap 1 dan 2) yang disebabkan oleh Borrelia

burgdorferi. Doksisiklin juga diindikasikan untuk terapi infeksi yang disebabkan bakteri

Gram negatif (Acinetobacter species, Brucellosis; Bartonellosis); bila uji bakteriologi

mengindikasikan penggunaan obat sesuai. Gonorrhoe tanpa komplikasi yang disebabkan

oleh Neisseria gonorrhoeae; doksisiklin diindikasikan untuk terapi infeksi yang

disebabkan oleh bakteri gram positif bila uji bakteriologi menunjukkan peka terhadap

doksisiklin:

Streptococcus species: persentase strain Streptococcus pyogenes dan Streptococcus

faecalistertentu diketahui resisten terhadap tetrasiklin. Tetrasiklin jangan digunakan

untuk penyakit yang disebabkan Streptococcus kecuali telah diketahui bakteri tersebut

sensitif terhadap tetrasiklin.

Antraks yang disebabkan oleh Bacillus anthracis, termasuk Antraks (setelah

penggunaan) inhalasi: untuk menurunkan kejadian atau perkembangan penyakit setelah

penggunaan Bacillus anthracisaerosol. Untuk infeksi saluran nafas bagian atas yang

disebabkan oleh kelompok streptococci betahemolitik, penisilin merupakan obat pilihan

yang biasa digunakan, termasuk profilaksis demam rematik. Hal ini termasuk: Infeksi

saluran nafas bagian atas yang disebabkan olehStreptococcus pneumoniae; infeksi

pernafasan, kulit dan jaringan lunak yang disebabkan olehStaphylococcus aureus;

Tetrasiklin bukan merupakan obat pilihan pada terapi infeksiStaphylococcus. Bila

penisilin dikontraindikasikan, doksisiklin merupakan alternative pada

terapiActinomycosis yang disebabkan oleh spesies Actinomyces;

Infeksi yang disebabkan oleh Clostridium species; Syphilis yang disebabkan

oleh Treponema pallidum dan yang disebabkan oleh Treponema pertenue; Listeriosis

yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes; Vincent’s infection (acute necrotizing

ulcerative gingivitis) yang disebabkan olehLeptotrichia

buccalis (sebelumnya, Fusobacterium fusiform).

Pada amebiasis usus halus akut, doksisiklin mungkin merupakan terapi pendukung untuk

amebiasis.

Pada akne berat yang disebabkan oleh acne vulgaris, doksisiklin mungkin berguna

debagai terapi pendukung. Leptospirosis yang disebabkan oleh genus Leptospira. Kolera

yang disebabkan oleh Vibrio cholerae.

Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis pada keadaan sebagai berikut: Scrub typhus

yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi; Traveler’s diarrhea yang disebabkan

oleh enterotoxigenic Eschericia coli.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas. Boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal; ketergantungan

alkohol, fotosensitifitas (hindari paparan dengan sinar matahari atau sinar lampu);

hindarkan pada porfiria.

Kontraindikasi: 

Page 9: obat obat

lihat keterangan di atas

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; anoreksia, kemerahan, dan tinnitus

Dosis: 

Dosis lazim dewasa: 200 mg pada hari pertama (diberikan sebagai dosis tunggal atau

100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari (diberikan sebagai

dosis tunggal atau sebagai dosis 50 mg setiap 12 jam). Untuk mengatasi infeksi yang

lebih berat (terutama infeksi saluran kemih kronis), 200 mg sehari selama perioda terapi.

Anak di atas 8 tahun: Dosis yang dianjurkan pada anak BB kurang dari atau sama

dengan 45 kg adalah 4,4 mg/kg bb (sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua pada

hari pertama), diikuti dengan 2,2 mg/kg bb (dosis tunggal atau dosis terbagi dua) pada

hari yang berurutan. Pada infeksi yang lebih berat, bisa hingga 4,4 kg/bb.Anak dengan

berat badan lebih dari 45 kg: sama dengan dosis dewasa

Akne Vulgaris: 50-100 mg per hari hingga 12 minggu.

Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada serviks, rektum atau uretra dimana gonokokus

masih sensitif: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari dianjurkan ditambah

dengan sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: sefiksim oral 400 mg

dalam dosis tunggal atau seftriakson 125 mg intramuskular dalam dosis tunggal atau

siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis

tunggal.

Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada faring, dimana gonokokus masih sensitif:

Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari, dianjurkan ditambah dengan

sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: seftriakson 125 mg

intramuskular dalam dosis tunggal atau siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal

atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis tunggal.

Tipus atau demam berulang yang disebarkan oleh kutu dapat diatasi dengan dosis oral

tunggal 100 atau 200 mg, tergantung pada keparahan.

Terapi alternatif untuk mengurangi risiko tidak teratasinya atau berulangnya penyakit

demam berulang yang disebarkan oleh kutu, dianjurkan doksisiklin 100 mg setiap 12 jam

selama 7 hari.Early Lyme disease   (Tahap 1 dan 2):  doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari

selama 14-60 hari, tergantung dari gejala klinis dan respons.

Infeksi rektal, endoservikal dan uretra tanpa komplikasi, pada dewasa yang disebabkan

olehChlamydia trachomatis: Oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh hari.

Epididymo-orchitis   akut  yang disebabkan oleh Chlamydia

trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae: seftriakson 250 mg IM atau sefalosporin lain

yang sesuai dalam dosis tunggal, plus doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 10

hari.

Non gonococcal urethritis   ( NGU )  yang disebabkan oleh Chlamydia

trachomatis atau Ureaplasma urealyticum: oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh

hari.

Page 10: obat obat

Sifilis primer dan sekunder: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis

primer atau sekunder dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg dua

kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif terapi penisilin.

Sifilis laten dan tersier: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis

sekunder atau tersier dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg dua

kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif dari terapi penisilin jika lama infeksi

diketahui kurang dari satu tahun.Jika tidak, doksisiklin harus diberikan selama empat

minggu.

Acute pelvic inflammatory disease   ( PID ):  Pasien rawat inap - Doksisiklin 100 mg setiap 12

jam, plus sefoksitin 2 g intravena setiap enam jam atau sefotetan 2 g IV setiap 12 jam

selama minimal empat hari dan sekurang- kurangnya 24-48 jam setelah kondisi

membaik. Kemudian lanjutkan dengan doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari untuk

melengkapi total terapi selama 14 hari.

Pasien rawat jalan – Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 14 hari sebagai terapi

tambahan pada seftriakson 250 mg intramuskular sekali sehari atau sefoksitin 2 g

intramuskular, plus probenesid oral 1 g dosis tunggal diminum bersamaan, atau injeksi

sefalosporin generasi ketiga lainnya (misal, seftizoksim atau sefotaksim).

Terapi malaria falsiparum yang resisten pada klorokuin: 200 mg perhari selama

sekurang-kurangnya tujuh hari. Karena adanya potensi infeksi yang semakin parah,

suatu schizonticidedengan kerja cepat seperti kuinin harus selau diberikan dalam

kombinasi dengan doksisiklin, rekomendasi dosis kuinin bervariasi pada area yang

berbeda.

Untuk profilaksis malaria: Dewasa, 100 mg per hari; Anak di atas 8 tahun, 2 mg/kg bb

diberikan sekali sehari, dapat hingga dosis dewasa. Profilaksis dapat dimulai pada 1-2

hari sebelum perjalanan menuju area pandemik malaria. Dilanjutkan selama di sana dan

empat minggu setelah meninggalkan area

tersebut. Lymphogranulomavenereum yangdisebabkan oleh Chlamydia trachomatis:

doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama minimum 21 hari.

Terapi dan profilaksis selektif kolera: Dewasa, 300 mg dosis tunggal.

Pencegahan scrub typhus: Oral, 200 mg sebagai dosis tunggal.

Pencegahan traveler’s diarrhea: Dewasa, 200 mg pada hari pertama perjalanan

(diberikan sebagai dosis tunggal atau 100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan 100 mg

sehari selama tinggal diarea tersebut. Penggunaan di atas 21 hari untuk tujuan

profilaksis belum ada datanya. Pencegahan leptospirosis: Oral, 200 mg setiap minggu

selama tinggal diarea yang berrisiko dan 200 mg pada akhir perjalanan. Penggu- naan di

atas 21 hari untuk tujuan profilaksis belum diketahui pasti efektifitasnya..

Terapi Leptospirosis: Oral, 100 mg dua kali sehari selama 7 hari.

Inhalational anthrax   (pasca terpapar) : DEWASA: Doksisiklin oral, 100 mg dua kali sehari

selama 60 hari.

ANAK: Berat badan kurang dari 45 kg: 2,2 mg/kg bb, oral, dua kali sehari selama 60 hari.

BB lebih dari atau sama dengan 45 kg sama dengan dosis dewasa.

Catatan: kapsul harus ditelan dalam bentuk utuh bersama dengan makanan dan air yang

cukup, dalam posisi duduk atau berdiri. Jika terjadi iritasi lambung, dianjurkan untuk

Page 11: obat obat

diminum dengan makanan atau susu. Absorpsi doksisiklin tidak dipengaruhi oleh adanya

makanan atau susu.

MINOSIKLINIndikasi: 

lihat tetrasiklin, lihat juga carrier meningokokus.

Peringatan: 

lihat tetrasiklin

Kontraindikasi: 

lihat tetrasiklin, tapi boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal.

Efek Samping: 

lihat juga tetrasiklin; sakit kepala dan vertigo (lebih sering pada wanita); dermatitis

eksfoliatif, pigmentasi (kadang-kadang ireversibel), SLE dan kerusakan hepar.

Dosis: 

100 mg dua kali sehari. Akne: 50 mg dua kali sehari atau 100 mg sekali sehari selam 6

minggu atau lebih.Gonore: dosis awal 200 mg, dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam selama

paling sedikit 4 hari untuk laki-laki. Untuk wanita perlu lebih lama.

OKSITETRASIKLINIndikasi: 

lihat tetrasiklin

Peringatan: 

lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria

Kontraindikasi: 

lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria

Efek Samping: 

lihat tetrasiklin

Dosis: 

250-500 mg tiap 6 jam

TETRASIKLINIndikasi: 

eksaserbasi bronkitis kronis, bruselosis (lihat juga keterangan di atas), klamidia,

mikoplasma dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulgaris

Peringatan: 

Page 12: obat obat

gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara intravena), gangguan fungsi ginjal (lihat

Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (tetrasiklin)

Efek Samping: 

mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala dan gangguan

penglihatan dapat merupakan petunjuk peningkatan tekanan intrakranial,

hepatotoksisitas, pankreatitis dan kolitis

Dosis: 

oral: 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg tiap 6-8

jam.Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.Uretritis non

gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan pertama gagal

atau bila kambuh).

Catatan: 

tablet atau kapsul harus ditelan bersama air yang cukup, dalam posisi duduk atau

berdiri.

Injeksi intravena: 500 mg tiap 12 jam; maksimum 2 g perhari.

Untuk efusi pleura: infus intrapleural 500 mg dalam 30-50 mL NaCl fisiologis.

TIGESIKLINIndikasi: 

komplikasi infeksi pada kulit yang disebabkan Escherichia coli, Enterococcus

faecalis (hanya isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan –

metisilin dan resisten –), termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus

agalactiae, Streptococcus anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S. intermedius, dan S.

constellatus), Streptococcus pyogenes, Enterobacter cloacae,Klebsiella pneumonia,

dan Bacteroides fragilis.

Komplikasi infeksi intra-abdominal yang disebabkan Citrobacter freundii, Enterobacter

cloacae,Escherichia coli (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), Klebsiella

oxytoca, Klebsiella pneumoniae (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), Enterococcus

faecalis (hanya isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan –

metisilin dan resisten –), termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus

anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S. intermedius, dan S. constellatus), Bacteroides

fragilis, Bacteroides thetaiotamicron, Bacteroides uniformis, Bacteroides

vulgatus, Clostridium perfringens, dan Peptostreptococcus micros.

Peringatan: 

dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan organisme lain, seperti jamur; kehamilan

dan menyusui.

Page 13: obat obat

Interaksi: 

Penggunaan bersamaan dengan warfarin, monitor waktu protrombin atau pemeriksaan

antikoagulan lain; penggunaan bersamaan dengan kontrasepsi oral dapat menurunkan

kemanfaatan obat kontrasepsi oral

Kontraindikasi: 

riwayat hipersensitif

Efek Samping: 

mual, muntah,diare, nyeri perut, sakit kepala, hipoproteinemia, peningkatan SGPT dan

SGOT, ruam, peningkatan amilase, peningkatan BUN, phlebitis, dispepsia.

Dosis: 

Dosis awal 100 mg, dilanjutkan dengan dosis 50 mg setiap 12 jam. Infus intravena

tigesiklin sebaiknya diberikan selama kira-kira 30 hingga 60 menit setiap 12 jam. Lama

pengobatan untuk komplikasi kulit atau komplikasi intra-abdominal adalah 5 sampai 14

hari. Durasi pengobatan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat keparahan, tempat

infeksi, kondisi klinis pasien dan hasil pemeriksaan bakteri.

Pasien dengan gangguan fungsi hati berat: dosis awal 100 mg dilanjutkan dengan

penyesuaian dosis menjadi 25 mg setiap 12 jam.

Tidak direkomendasikan untuk pasien di bawah 18 tahun.

5.1.8.1 KloramfenikolKloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas, namun dapat menyebabkan efek

samping hematologik yang berat jika diberikan secara sistemik. Oleh karena itu, obat ini

sebaiknya dicadangkan untuk penanganan infeksi yang mengancam jiwa, terutama

akibat Hemophilus influenzae dan demam tifoid. Kloramfenikol juga digunakan pada

fibrosis sistik untuk mengatasi infeksi pernafasan karena Burkholderia cepacia yang

resisten terhadap antibiotik lain. SindromGrey baby dapat terjadi setelah pemberian

dosis tinggi pada neonatus dengan metabolisme hati yang belum matang. Untuk

menghindarkan hal ini dianjurkan untuk melakukan monitoring kadar plasma.

Kloramfenikol juga tersedia dalam bentuk tetes mata (lihat 11.1) dan tetes telinga

(12.1.1).

Monografi: 

KLORAMFENIKOLIndikasi: 

lihat keterangan di atas.

Peringatan: 

Page 14: obat obat

hindari pemberian berulang dan jangka panjang. Turunkan dosis pada gangguan fungsi

hati dan ginjal. Lakukan hitung jenis sel darah sebelum dan secara berkala selama

pengobatan. Pada neonatus dapat menimbulkan grey baby syndrome. (Periksa kadar

dalam plasma).

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (kloramfenikol).

Kontraindikasi: 

wanita hamil, menyusui dan pasien porfiria

Efek Samping: 

kelainan darah yang reversibel dan ireversibel seperti anemia aplastik (dapat berlanjut

menjadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optik, eritema multiforme, mual, muntah,

diare, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nokturnal.

Dosis: 

oral, injeksi intravena atau infus: 50 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 dosis (pada infeksi

berat seperti septikemia dan meningitis, dosis dapat digandakan dan segera diturunkan

bila terdapat perbaikan klinis).

ANAK: epiglotitis hemofilus, meningitis purulenta, 50-100 mg/kg bb/hari dalam dosis

terbagi. BAYI di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb/hari (dibagi dalam 4 dosis). 2 minggu-1

tahun, 50 mg/kg bb/hari (dibagi 4 dosis).

TIAMFENIKOLIndikasi: 

infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp., Hemophilus influenzae (terutama infeksi

meningeal),Rickettsia, lyphogranuloma-psittacosis, dan bakteri gram negatif penyebab

bakterimia-meningitis; tidak digunakan untuk hepatobilier dan gonorrhoea.

Peringatan: 

hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya; pemakaian dalam waktu

lama perlu dilakukan pemeriksaan hematologik secara berkala; sesuaikan dosis pada

penderita dengan gangguan fungsi ginjal, hentikan penggunaan apabila timbul

retikulositopenia, leukopenia, trombositopenia atau anemia; lama pemakaian sebaiknya

tidak melebihi batas waktu yang ditentukan; kehamilan dan menyusui (dapat menembus

plasenta dan diekskresikan melalui ASI); hati-hati pada bayi baru lahir (2 minggu

pertama) dan bayi prematur (untuk menghindari timbulnya sindrom Grey); penggunaan

jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya mikroorganisme yang tidak sensitif

termasuk fungi dan bakteri

Interaksi: 

Page 15: obat obat

penggunaan bersama kloramfenikol dapat mengakibatkan resistensi silang; hati-hati bila

digunakan bersama dengan obat-obat yang juga dimetabolisme oleh enzim-enzim

mikrosom hati, seperti dikumarol, fenitoin, tolbutamid, dan fenobarbital

Kontraindikasi: 

hipersensitif terhadap tiamfenikol; gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat; tindakan

pencegahan infeksi bakteri dan pengobatan infeksi trivial, infeksi tenggorokan dan

influenza

Efek Samping: 

diskrasia darah (anemia aplastik, anemia hipoplastik, trombositopenia dan

granulositopenia), gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, glositis, stomatitis dan

diare), reaksi hipersensitif (demam, ruam angioedema, dan urtikaria), sakit kepala,

depresi mental, neuritis optik dan sindrom grey

Dosis: 

Dewasa, anak-anak, dan bayi berusia di atas 2 minggu, 50 mg/kg bb sehari dalam dosis

terbagi 3-4 kali sehari.Bayi prematur, 25 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi 4 kali

sehari. Bayi berusia di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi 4 kali

sehari.

AMOKSISILINIndikasi: 

lihat ampisilin; juga untuk profilaksis endokarditis; terapi tambahan pada listerial

meningitis (lihat Tabel 5.1), eradikasi Helicobacter pylori (lihat 1.3).

Peringatan: 

lihat ampisilin; mempertahankan hidrasi yang tepat pada pemberian dosis tinggi

(terutama selama terapi parenteral). 

Kontraindikasi: 

lihat ampisilin

Efek Samping: 

lihat ampisilin

Dosis: 

oral: 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat; ANAK hingga 10 tahun: 125

- 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat. Otitis media, 1 g setiap 8 jam.

Anak 40 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi (maksimum 3 g sehari). Pneumonia, 0,5 –

1 g setiap 8 jam. Antrax (terapi dan profilaksis setelah paparan), 500 mg setiap 8 jam;

Page 16: obat obat

ANAK berat badan kurang dari 20 kg, 80 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi, berat

badan lebih dari 20 kg, dosis dewasa. Terapi oral jangka pendek: Abses gigi: 3 g, diulangi

setelah 8 jam; Infeksi saluran kemih: 3 g, diulangi setelah 10-12 jam; Injeksi

intramuskular: 500 mg tiap 8 jam; ANAK, 50-100 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi;

Injeksi intravena atau infus: 500 mg tiap 8 jam, dapat dinaikkan sampai 1 g tiap 6 jam

pada infeksi berat; ANAK: 50-100 mg/hari dalam dosis terbagi. Listerial meningitis (dalam

kombinasi dengan antibiotik lain), infus intravena, 2 g setiap 4 jam untuk 10 -14 jam.

Endokarditis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus intravena, 2

g setiap 6 jam, ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam, seperti dalam endokarditis

enterokokus atau jika amoksisilin digunakan tunggal.

5.1.1 Penisilin5.1.1.1 Benzilpenisilin dan fenoksimetilpenisilin

5.1.1.2 Penisilin tahan penisilinase

5.1.1.3 Penisilin spektrum luas

5.1.1.4 Penisilin anti pseudomonas

5.1.1.5 Mesilinam

Penisilin bersifat bakterisida dan bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel. Obat

ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi penetrasi ke dalam cairan

otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Obat ini diekskresi ke urin

dalam kadar terapetik.

Efek samping penting yang harus diwaspadai adalah reaksi yang dapat menimbulkan

urtikaria dan reaksi anafilaksis yang dapat menjadi fatal.

Reaksi alergi terhadap penisilin terjadi pada 1–10% individu yang terpapar; reaksi

anafilaksis terjadi pada kurang dari 0,05% pasien yang mendapat penisilin. Pasien

dengan riwayat alergi atopik (seperti asma, eksim, hay fever) memiliki risiko yang lebih

tinggi untuk mengalami reaksi anafilaktik jika mendapat penisilin. Individu dengan

riwayat anafilaksis, urtikaria, atau ruam yang langsung muncul setelah pemberian

penisilin, memiliki risiko hipersensitif yang segera langsung muncul setelah pemberian

penisilin. Pasien yang demikian ini tidak boleh diberi penisilin, sefalosporin atau antibiotik

beta- laktam lainnya.

Pasien yang alergi terhadap suatu penisilin biasanya alergi terhadap semua turunan

penisilin karena hipersensitivitas berkait dengan struktur dasar penisilin. Jika penisilin

(atau antibiotik beta-laktam lain) sangat diperlukan oleh pasien dengan reaksi

hipersensitifitas yang langsung muncul segera setelah pemberian penisilin, maka

pemberian sebaiknya berdasarkan uji hipersensitivitas. Orang yang memiliki riwayat

ruam ringan (ruam yang terjadi pada bagian kecil dari tubuh) atau ruam yang terjadi

lebih dari 72 jam setelah pemberian penisilin mungkin tidak alergi terhadap penisilin dan

pada orang-orang ini, pemberian penisilin dapat dilakukan terutama jika untuk

mengatasi infeksi berat; namun, kemungkinan terjadinya alergi juga sebaiknya tetap

Page 17: obat obat

diwaspadai. Ensefalopati akibat iritasi serebral merupakan efek samping yang sangat

jarang, namun serius. Hal ini dapat terjadi pada pemberian dosis yang berlebihan atau

dosis normal pada pasien gagal ginjal. Penisilin tidak boleh diberikan secara intratekal

karena cara ini dapat menimbulkan ensefalopati yang mungkin berakibat fatal.

Injeksi penisilin biasanya mengandung garam natrium atau kalium, sehingga pemberian

dosis besar atau dosis normal pada pasien gagal ginjal dapat menyebabkan akumulasi

elektrolit.

Diare sering terjadi pada pemberian per oral. Hal ini paling sering terjadi karena ampisilin

dan turunannya juga dapat menyebabkan kolitis.

5.1.1.2 Penisilin Tahan PenisilinaseSebagian besar stafilokokus telah resisten terhadap benzilpenisilin karena kuman ini

memproduksi penisilinase. Namun, flukloksasilin tidak diinaktivasi oleh penisilinase

sehingga efektif untuk strain kuman tersebut. Flukloksasilin juga tahan terhadap asam

lambung sehingga selain bentuk injeksi, juga dapat diberikan per oral.

Flukloksasilin diabsorpsi dengan baik dalam saluran cerna. Namun perlu dilakukan

perhatian khusus tehadap gangguan fungsi hati.

MRSA Strain Staphylococus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA, Methicillin

Resistant Staphylococcus aureus) dan terhadap flukloksasilin sekarang telah muncul.

Beberapa organisme ini masih sensitif terhadap vankomisin atau teikoplanin (lihat

5.1.8.3). Strain ini mungkin juga masih sensitif terhadap rifampisin, natrium fusidat,

tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan klindamisin. Rifampisin atau natrium fusidat

tidak boleh diberikan secara tunggal karena akan menimbulkan resistensi dengan cepat.

Trimetoprim tunggal dapat digunakan untuk infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh

beberapa strain MRSA. Linezolid (lihat 5.1.8.6) aktif terhadap MRSA, namun antibiotik ini

sebaiknya dicadangkan untuk organisme yang resisten terhadap antibakteri lain atau

untuk pasien yang tidak dapat mentolerir obat antibakteri lain atau tidak memberi

respons terhadap vankomisin atau teikoplanin. Terapi ini sebaiknya dilakukan

berdasarkan sensitivitas strain organisme penyebab infeksi. Untuk eradikasi dari nasal

carriage akibat MRSA lihat 12.2.3.

Monografi: 

FLUKLOKSASILINIndikasi: 

infeksi karena stafilokokus penghasil penisilinase, termasuk otitis eksterna; terapi

tambahan pada pneumonia, impetigo, selulitis, endokarditis (lihat Tabel 5.1).

Peringatan: 

Page 18: obat obat

lihat benzilpenisilin (lihat 5.1.1.1); juga gangguan hati; risiko kernikterus pada jaundice

neonatal jika diberikan dosis tinggi secara parenteral. Anjuran terkait dengan hepatic

disorders: Pemberian untuk waktu yang lebih dari 2 minggu dan peningkatan usia

merupakan faktor resiko. Perlu diingat hal-hal sebagai berikut: Flukloksasilin tidak boleh

digunakan pada pasien yang memiliki riwayat disfungsi hati terkait dengan flukloksasilin.

Flukloklasilin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati.

Perhatian khusus sebaiknya dibuat terhadap reaksi hipersensitivitas antibakteri beta-

laktam.

Kontraindikasi: 

lihat benzilpenisilin (lihat 5.1.1.1)

Efek Samping: 

lihat benzilpenisilin (lihat 5.1.1.1); gangguan saluran cerna; sangat jarang, hepatitis dan

kolestatik jaundice.

Dosis: 

oral: 250-500 mg tiap 6 jam diberikan sekurang-kurangnya 30 menit sebelum makan;

ANAK di bawah 2 tahun, seperempat dosis dewasa; 2–10 tahun, setengah dosis dewasa;

Injeksi intramuskular: 250 - 500 mg tiap 6 jam; ANAK di bawah 2 tahun, ¼ dosis dewasa;

2–10 tahun, ½ dosis dewasa. Injeksi intravena secara lambat atau infus: 0,25-2 g tiap 6

jam; ANAK di bawah 2 tahun, ¼ dosis dewasa; 2–10 tahun, ½ dosis dewasa; Endokarditis

(dalam kombinasi dengan antibakteri lain), berat badan kurang dari 85 kg, 8 g sehari

dalam 4 dosis terbagi; berat badan lebih dari 85 kg, 12 g sehari dalam 6 dosis terbagi.

Osteomielitis, hingga 8 g sehari dalam 3-4 dosis terbagi.

KLOKSASILINIndikasi: 

infeksi karena stafilokokus yang memproduksi penisilinase.

Peringatan: 

lihat benzilpenisilin

Interaksi: 

lihat benzilpenisilin

Efek Samping: 

lihat benzilpenisilin

Dosis: 

oral: 500 mg tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan. Injeksi intramuskuler: 250

mg tiap 4-6 jam. Injeksi intravena lambat atau infus: 500 mg tiap 4-6 jam. Dalam kasus

yang berat dosis dapat dinaikkan dua kali. ANAK: kurang dari 2 tahun: seperempat dosis

Page 19: obat obat

dewasa.

ANAK: 2-10 tahun: setengah dosis dewasa.

5.1.1.3 Penisilin Spektrum LuasAmpisilin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif tertentu, tapi

diinaktivasi oleh penisilinase, termasuk yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dan

basilus Gram negatif yang umum seperti Escherichia coli. Hampir semua stafilokokus,

50% strain Escherichia coli dan 15% strain Hemophilus influenzae, resisten terhadap

ampisilin.

Oleh karena itu, kemungkinan resistensi sebaiknya dipertimbangkan sebelum

menggunakan ampisilin sebagai terapi infeksi tanpa penetapan diagnosa. Di rumah sakit,

obat ini tidak boleh digunakan tanpa adanya hasil uji sensitivitas.

Ampisilin diekskresi dengan baik dalam empedu dan urin. Obat ini terutama

diindikasikan untuk pengobatan eksaserbasi bronkitis kronis, dan infeksi telinga bagian

tengah, keduanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Hemophilus

influenzae.

Ampisilin dapat diberikan per oral, tapi yang diabsorpsi kurang dari separuhnya dan

absorpsi dapat lebih menurun bila ada makanan dalam lambung.

Ruam makulopapular umum terjadi pada penggunaan ampisilin (dan amoksisilin), tapi

biasanya tidak terkait dengan alergi penisilin. Hal ini umumnya terjadi pada pasien yang

mengalamiglandular fever; karena itu penisilin spektrum luas tidak boleh digunakan

untuk terapi tanpa penetapan diagnosis pada nyeri tenggorok. Ruam juga sering terjadi

pada pasien leukemia limfositik akut atau kronis atau pada infeksi

sitomegalovirus. Amoksisilin merupakan turunan ampisilin dan memiliki spektrum

antibakteri yang sama. Obat ini diabsorpsi lebih baik daripada ampisilin bila diberikan per

oral dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan. Tidak seperti

ampisilin, absorpsinya tidak terganggu dengan adanya makanan dalam lambung.

Amoksisilin digunakan untuk profilaksis endokarditis.

Co amoksiklav terdiri dari amoksisilin dan asam klavulanat (penghambat beta-

laktamase) yang tersedia dalam bentuk kombinasi tetap. Asam klavulanat sendiri hampir

tidak memiliki efek antibakteri. Tapi dengan menginaktifkan penisilinase, kombinasi ini

aktif terhadap bakteri penghasil penisilinase yang resisten terhadap amoksisilin.

Termasuk strain Staphylococcus aureus,Escherichia coli, dan Hemophilus influenzae,

serta juga Bacteroides dan Klebsiella spp. Co- amoksiklav hanya diberikan (dicadangkan)

pada infeksi yang diduga diketahui atau diketahui disebabkan oleh strain yang

menghasilkan beta-laktamase yang resisten terhadap amoksisilin.

Lyme disease. Lyme disease sebaiknya ditangani oleh dokter yang berpengalaman

dalam penatalaksanaan penyakit ini. Doksisiklin merupakan antibakteri pilihan

untuk Lyme diseasestadium awal. Pemberian intravena sefotaksim, seftriakson atau

benzilpenisilin direkomendasikan untuk Lyme disease terkait dengan abnormalitas

Page 20: obat obat

neurologik atau kardiak sedang sampai berat. Lama terapi biasanya 2-4 minggu; Lyme

arthritis memerlukan terapi antibakteri oral yang lebih lama.

Infeksi pada mulut. Amoksisilin atau ampisilin sama efektifnya dengan

fenoksimetilpenisilin tetapi absorpsinya lebih baik, namun obat ini dapat menyebabkan

berkembangnya organisme yang resisten. Seperti halnya fenoksimetilpenisilin,

amoksisilin dan ampisilin tidak efektif terhadap bakteri yang menghasilkan beta-

laktamase. Amoksisilin juga berguna untuk regimen terapi oral jangka pendek.

Amoksisilin juga digunakan untuk profilaksis endokarditis.

Monografi: 

AMOKSISILINIndikasi: 

lihat ampisilin; juga untuk profilaksis endokarditis; terapi tambahan pada listerial

meningitis (lihat Tabel 5.1), eradikasi Helicobacter pylori (lihat 1.3).

Peringatan: 

lihat ampisilin; mempertahankan hidrasi yang tepat pada pemberian dosis tinggi

(terutama selama terapi parenteral). 

Kontraindikasi: 

lihat ampisilin

Efek Samping: 

lihat ampisilin

Dosis: 

oral: 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat; ANAK hingga 10 tahun: 125

- 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat. Otitis media, 1 g setiap 8 jam.

Anak 40 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi (maksimum 3 g sehari). Pneumonia, 0,5 –

1 g setiap 8 jam. Antrax (terapi dan profilaksis setelah paparan), 500 mg setiap 8 jam;

ANAK berat badan kurang dari 20 kg, 80 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi, berat

badan lebih dari 20 kg, dosis dewasa. Terapi oral jangka pendek: Abses gigi: 3 g, diulangi

setelah 8 jam; Infeksi saluran kemih: 3 g, diulangi setelah 10-12 jam; Injeksi

intramuskular: 500 mg tiap 8 jam; ANAK, 50-100 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi;

Injeksi intravena atau infus: 500 mg tiap 8 jam, dapat dinaikkan sampai 1 g tiap 6 jam

pada infeksi berat; ANAK: 50-100 mg/hari dalam dosis terbagi. Listerial meningitis (dalam

kombinasi dengan antibiotik lain), infus intravena, 2 g setiap 4 jam untuk 10 -14 jam.

Endokarditis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus intravena, 2

g setiap 6 jam, ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam, seperti dalam endokarditis

enterokokus atau jika amoksisilin digunakan tunggal.

AMPISILINIndikasi: 

Page 21: obat obat

 infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, infeksi pada mulut (lihat keterangan di

atas), bronkitis, uncomplicated community- acquired pneumonia, infeksi Haemophillus

influenza, salmonellosis invasif; listerial meningitis.

Peringatan: 

riwayat alergi, gangguan ginjal (lampiran 2), ruam eritematous umumnya pada glandular

fever, infeksi sitomegalovirus, dan leukemia limfositik akut atau kronik (lihat keterangan

di atas). Pemakaian dosis tinggi atau jangka lama dapat menimbulkan superinfeksi

terutama pada saluran pencernaan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir dan ibu yang

hipersensitif terhadap penisilin. Pada penderita payah ginjal, takaran harus dikurangi.

Keamanan pemakaian pada wanita hamil belum diketahui dengan pasti. Hati-hati

kemungkinan terjadi syok anafilaktik.

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (penisilin)

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas terhadap penisilin.

Efek Samping: 

mual, muntah, diare; ruam (hentikan penggunaan), jarang terjadi kolitis karena

antibiotik; lihat juga Benzilpenisilin (5.1.1.1)

Dosis: 

oral: 0,25-1 gram tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan. ANAK di bawah 10

tahun, ½ dosis dewasa. Infeksi saluran kemih, 500 mg tiap 8 jam; ANAK di bawah 10

tahun, setengah dosis dewasa. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena atau infus,

500 mg setiap 4-6 jam; ANAK di bawah 10 tahun, ½ dosis dewasa; Endokarditis (dalam

kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus intravena, 2 g setiap 6 jam,

ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam, dalam endokarditis enterokokus atau jika ampisilin

digunakan tunggal; Listerial meningitis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain), infus

intravena, 2 g setiap 4 jam selama 10–14 hari; NEONATAL 50 mg/kg bb setiap 6 jam;

BAYI 1-3 bulan, 50-100 mg/kg bb setiap 6 jam; ANAK 3 bulan – 12 tahun, 100 mg/kg bb

setiap 6 jam (maksimal 12 g sehari).

BAKAMPISILINIndikasi: 

lihat ampisilin

Peringatan: 

lihat ampisilin

Kontraindikasi: 

lihat ampisilin

Page 22: obat obat

Efek Samping: 

lihat ampisilin

Dosis: 

400 mg, 2-3 kali sehari.

Pada infeksi berat dapat diberikan dua kali lebih tinggi. ANAK lebih dari 5 tahun: 200 mg,

tiga kali sehari. Gonore tanpa komplikasi: 1,6 g dosis tunggal, ditambah 1 g probenesid.

CO AMOKSIKLAV (AMOKSISILIN-ASAM KLAVULANAT)Indikasi: 

lihat ampisilin

Peringatan: 

lihat Ampisilin dan catatan di atas; juga peringatan pada gangguan hati (pengawasan

fungsi hati), kehamilan, mempertahankan hidrasi yang tepat pada penggunaan dosis

tinggi (terutama selama terapi parenteral)

Cholestatic jaundice dapat terjadi selama atau segera setelah penggunaan co

amoksiklav. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa risiko toksisitas hati akut dari co

amoksiklav, enam kali lebih besar daripada amoksisilin. Cholestatic jaundice lebih sering

terjadi pada pasien usia di atas 65 tahun dan pada laki- laik; reaksi ini hanya jarang

terjadi pada anak- anak. Jaundice biasanya dapat hilang dengan sendirinya dan jarang

sekali fatal. Lama terapi sebaiknya tepat sesuai dengan indikasi dan tidak boleh melebihi

dari 14 hari.

Kontraindikasi: 

hipersensitifitas pada penisilin, riwayat jaundice karena co amoksiklav atau jaundice

karena penisilin atau disfungsi hati.

Efek Samping: 

lihat ampisilin; hepatitis, kolestatik jaundice (lihat di atas); sindrom Steven-Johnson,

nekrolisis epidermal toksik, dermatitis exfoliatif, vaskulitis; memperpanjang waktu

perdarahan, pusing, sakit kepala, konvulsi (terutama pada dosis tinggi atau pada

gangguan ginjal); pewarnaan permukaan gigi dengan penggunaan suspensi, flebitis pada

tempat injeksi.

Hati-hati pada pasien gangguan fungsi hati, hepatitis, ikterus kolestatik, termasuk

kehamilan.

Dosis: 

Oral, dinyatakan sebagai amoksisilin, 250 mg setiap 8 jam, dosis digandakan pada

infeksi berat; ANAK di bawah 6 tahun 125 mg; 6-12 tahun, 250 mg atau untuk terapi

jangka pendek dengan dosis dua kali sehari. Infeksi dental berat (tapi umumnya bukan

Page 23: obat obat

pilihan pertama, lihat catatan di atas), dinyatakan sebagai amoksisilin, 250 mg setiap 8

jam selama 5 hari.

Injeksi intravena selama 3-4 menit atau infus intravena, dinyatakan sebagai amoksisilin,

1 g setiap 8 jam, ditingkatkan hingga 1 g setiap 6 jam pada infeksi yang lebih berat; BAYI

hingga 3 bulan 25 mg/kg bb setiap 8 jam (setiap 12 jam pada saat perinatal atau bayi

prematur); ANAK 3 bulan – 12 tahun, 25 mg/kg bb setiap 8 jam ditingkatkan hingga 25

mg/kg bb setiap 6 jam pada infeksi yang lebih berat.

Profilaksis bedah, dinyatakan sebagai amoksisilin, 1 g saat induksi; untuk bedah dengan

risiko tinggi (seperti operasi kolorektal) sampai dengan 2-3 dosis berikutnya 1 g dapat

diberikan setiap 8 jam.

Keterangan: 

Campuran dari amoksisilin (dalam bentuk trihidrat atau garam natrium) dan asam

klavulanat (sebagai kalium klavulanat).

PIVAMPISILINIndikasi: 

lihat ampisilin

Peringatan: 

lihat ampisilin

Kontraindikasi: 

lihat ampisilin

Efek Samping: 

lihat ampisilin; uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal diperlukan pada penggunaan jangka

panjang; hindari pada porfiria dan dalam defisiensi karnitin

Dosis: 

500 mg setiap 12 jam, gandakan pada infeksi berat; ANAK usia 3 bulan-1 tahun 40-60

mg/kg bb/hari dalam 2 -3 dosis terbagi; 1-5 tahun 350-525 mg/hari; 6-10 tahun 525-700

mg/hari; dosis bisa digandakan pada infeksi berat.

SULTAMISILINIndikasi: 

infeksi mikroorganisme yang  mudah menyebar seperti infeksi saluran napas bagian atas

(termasuk sinusitis, otitis media dan tonsilitis); infeksi saluran napas bagian bawah

(termasuk pneumonia karena bakteri dan bronkitis); infeksi saluran kemih

dan pyelonephritis; infeksi kulit dan jaringan lunak; infeksi gonococcal.

Peringatan: 

Page 24: obat obat

superinfeksi, diare terkait Clostridium difficile,  pantau fungsi ginjal, hati dan darah pada

pemberian dalam jangka waktu lama, menyusui, neonatus.

Interaksi: 

alopurinol meningkatkan kejadian kemerahan pada kulit; antikoagulan, sultamisilin

meningkatkan agregasi platelet dan pemeriksaan koagulasi; bakteriostatik

(kloramfenikol, eritromisin, sulfonamida dan tetrasiklin) dapat mengganggu efek

bakterisida dari sultamisilin; kontrasepsi estrogen, sultamisilin dapat menurunkan

efektivitas kontrasepsi oral; metotreksat, sultamisilin menurunkan bersihan metotreksat

dan dapat meningkatkan toksisitas metotreksat; probenesid menurunkan sekresi renal

tubular dari ampisilin dan sulbaktam.

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas terhadap penisilin.

Efek Samping: 

alergi, syok anafilaksis, reaksi anafilaktoid, pusing, diare, dispnea, kemerahan,

gatal, black hairy tongue, glositis, stomatitis, anemia, anemia hemolitik, trombositopenia,

trombositopenia purpura, eosinofilia, leukopeni, neutropenia, agranulositosis,

abnormalitas agregasi platelet.

Dosis: 

dewasa 375 mg – 750 mg sehari 2 kali selama 5-14 hari, tapi lama pemberian dapat

ditambah jika dibutuhkan; anak (BB <30 kg) 25 – 50 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi;

anak dengan BB 30 kg atau lebih mengikuti dosis dewasa.

Untuk gonore tanpa komplikasi, 2,25 g  sebagai dosis tunggal selama 10 hari. Disarankan

untuk diberikan bersama dengan  probenesid 1g untuk mempertahankan kadar plasma

sulbaktam dan ampisilin.

Catatan: 

sultamisilin merupakan pro-drug dari ampisilin dan sulbaktam.

5.1.7 Sulfonamid dan TrimetoprimPenggunaan sulfonamid semakin berkurang dengan semakin banyaknya kuman yang

resisten, dan digeser oleh antibiotik yang umumnya lebih efektif dan kurang toksik.

Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi (ko-

trimoksazol) karena sifat sinergistiknya. Namun, kotrimoksasol dapat menyebabkan efek

samping yang serius, walaupun jarang terjadi (sindrom Stevens Johnson dan diskrasia

darah, seperti penekanan sumsum tulang dan agranulositosis) terutama pada lansia.

Kotrimoksazol sebaiknya dihindari diberikan pada bayi usia kurang dari 6 minggu

(kecuali untuk pengobatan dan profilaksis pneumosistis pneumonia) karena ada risiko

Page 25: obat obat

kernikterus. Ada risiko anemia hemolitik jika digunakan pada anak dewasa defisiensi

G6PD. Kotrimoksazol sebaiknya dibatasi penggunaan-nya sebagai pilihan utama untuk

pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis carinii (Pneumocystis jiroveci). Obat ini

juga diindikasikan untuk toksoplasmosis dan nokardiasis. Saat ini penggunaannya hanya

dapat dipertimbangkan untuk mengatasi eksaserbasi akut dari bronkitis kronis dan

infeksi saluran kemih jika ada bukti hasil uji sensitivitas bakteri terhadap kotrimoksazol

dan alasan kuat untuk menggunakan kombinasi ini daripada antibakteri lain secara

tunggal. Penggunaan obat ini untuk mengatasi otitis media akut pada anak hanya

dianjurkan jika ada alasan kuat.

Monografi: 

KOTRIMOKSAZOL (KOMBINASI TRIMETOPRIM DAN SULFA METOKSAZOL DENGAN PERBANDINGAN 1:5)Indikasi: 

lihat keterangan di atas.

Peringatan: 

gangguan fungsi hati dan ginjal; minum air cukup banyak. Hindarkan penggunaan pada

gangguan darah (kecuali di bawah pengawasan spesialis); pada penggunaan jangka

panjang perlu dilakukan hitung jenis sel darah. Bila timbul ruam atau gangguan darah,

obat segera dihentikan. Hati-hati pada asma, defisiensi G6PD, wanita hamil atau

menyusui. Hindari penggunaan pada bayi di bawah 6 minggu (kecuali untuk pengobatan

atau profilaksis Pneumocystis carinii).

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (kotrimoksazol).

Kontraindikasi: 

gagal ginjal dan gangguan fungsi hati yang berat, porfiria

Efek Samping: 

mual, muntah, ruam (termasuk sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik,

fotosensitivitas) hentikan obat dengan segera. Gangguan darah (neutropenia,

trombositopenia, agranulositosis dan purpura) hentikan obat dengan segera. Reaksi

alergi, diare, stomatitis, glositis, anoreksia, artralgia, mialgia. Kerusakan hati seperti

ikterus dan nekrosis hati; pankreatitis, kolitis terkait antibiotik, eosinofilia, batuk, napas

singkat, infiltrat paru, meningitis aseptik, sakit kepala, depresi, konvulsi, ataksia, tinitus.

Anemia megaloblastik karena trimetoprim, gangguan elektrolit, kristaluria, gangguan

ginjal termasuk nefritis interstisialis.

Dosis: 

oral: 960 mg/hari tiap 12 jam, dapat ditingkatkan menjadi 1,44 gram tiap 12 jam pada

infeksi berat. 480 mg tiap 12 jam bila pengobatan lebih dari 14 hari. ANAK/BAYI: tiap 2

Page 26: obat obat

jam, 6 minggu sampai 5 bulan, 120 mg, 6 bulan sampai 5 tahun, 240 mg; 6 - 12 tahun,

480 mg.

Infus intravena: 960 mg tiap 12 jam, naikkan sampai 1,44 g tiap 12 jam pada infeksi

berat. ANAK 36 mg/kg bb/hari terbagi dalam dua dosis. Pada infeksi berat dapat

ditingkatkan menjadi 54 mg/kg bb/hari.

Pengobatan Pneumosystis carinii (dilakukan bila ada fasilitas monitoring yang memadai):

Oral atau intravena, 120 mg/kg bb/hari, dibagi dalam 2 atau 4 dosis, dan diberikan

selama 14 hari.

Catatan: 

Kotrimoksazol 120 mg mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 20 mg trimetoprim.

Kotrimoksazol 240 mg mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim.

Kotrimoksazol 480 mg mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim.

Kotrimoksazol 960 mg mengandung 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim.

SULFADIAZINIndikasi: 

pencegahan kambuhan demam rematik, toksoplasmosis.

Peringatan: 

lihat kotrimoksazol

Kontraindikasi: 

lihat kotrimoksazol

Efek Samping: 

lihat kotrimoksazol. Hindari pada gangguan fungsi ginjal berat.

Dosis: 

pencegahan demam rematik, oral: 1 g/hari (500 mg/hari jika berat badan lebih kecil 30

kg).

SULFADIMIDINIndikasi: 

infeksi saluran kemih.

Peringatan: 

lihat kotrimoksazol.

Kontraindikasi: 

lihat kotrimoksazol.

Efek Samping: 

Page 27: obat obat

lihat kotrimoksazol.

Dosis: 

oral, dosis awal 2 g, dilanjutkan dengan 0,5 - 1 g tiap 6-8 jam.

SULFASALAZINIndikasi: 

untuk pengobatan kolitis ulseratif yang ringan sampai sedang dan sebagai terapi

penunjang pada kolitis ulseratif berat

Peringatan: 

kehamilan; penderita gangguan faal dan ginjal, dikrasia darah; asma bronkial atau alergi,

minum lebih banyak air untuk mencegah terjadinya kristaluria dan pembentukan batu;

pada penderita defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase harus diperhatikan tanda-tanda

anemia hemolitik, reaksi ini sering berhubungan dengan dosis yang diberikan, jika terjadi

toksik atau hipersensitifitas pemberian obat ini harus segera dihentikan

Interaksi: 

fenobarbital menaikkan ekskresi empedu sulfasalazin sehingga menurunkan ekskresi

urin dari obat; sulfasalazin mengurangi bioavailabilitas digoksin

Kontraindikasi: 

hipersensitif terhadap sulfonamid dan salisilat; anak usia di bawah 2 tahun; obstruksi

saluran kemih dan saluran cerna; penderita porfiria (dapat menyebabkan pengendapan

dari golongan sulfonamid); menyusui

Efek Samping: 

pusing, mual, muntah, demam, timbul hipersensitif, agranulositosis, diskrasia darah

Dosis: 

Dewasa, oral, 1-2 gram 4 kali sehari; Anak, oral, dosis awal : 40-60 mg /kg bb per hari

dalam dosis terbagi.

TRIMETOPRIMIndikasi: 

infeksi saluran kemih, bronkitis akut dan kronis.

Peringatan: 

gangguan fungsi ginjal, ibu menyusui, pasien dengan risiko defisiensi folat, porfiria.

Untuk pengobatan jangka panjang diperlukan hitung jenis sel darah.

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (trimetoprim).

Page 28: obat obat

Kontraindikasi: 

gangguan fungsi ginjal berat, wanita hamil, neonatus dan diskrasia darah.

Efek Samping: 

gangguan saluran cerna, mual dan muntah, ruam, pruritus, eritema multiforme (jarang-

jarang), nekrolisis epidermal toksik, gangguan hematopoesis, meningitis aseptik

Dosis: 

oral: infeksi akut, 200 mg tiap 12 jam. ANAK dua kali sehari: 2-5 bulan, 25 mg; 6 bulan-5

tahun, 50 mg; 6-12 tahun, 100 mg.Infeksi kronik dan profilaksis, 100 mg malam hari;

ANAK, 1-2 mg/kg bb malam hari. Injeksi intravena lambat atau infus: 150-250 mg tiap 12

jam; ANAK di bawah 12 tahun, 6-9 mg/kg bb/hari dibagi 2 atau 3 dosis.

2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin IILosartan, valsartan, kandesartan, olmesartan, telmisartan,

eprosartan dan irbesartanadalah antagonis reseptor angiotensin II. Sifatnya mirip

dengan penghambat ACE, tetapi obat golongan ini tidak menghambat pemecahan

bradikinin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tidak menimbulkan batuk kering persisten

yang biasanya mengganggu terapi dengan penghambat ACE. Karena itu, obat golongan

ini merupakan alternatif yang berguna untuk pasien yang harus menghentikan

penghambat ACE akibat batuk yang persisten. Antagonis reseptor angiotensin II

digunakan sebagai alternatif dari penghambat ACE dalam tatalaksana gagal jantung atau

nefropati akibat diabetes.

Peringatan: Antagonis reseptor angiotensin II harus digunakan dengan hati-hati pada

stenosis arteri ginjal. Dianjurkan dilakukan pemantauan kadar kalium plasma, terutama

pada pasien lansia dan pada pasien gangguan ginjal. Dosis awal yang lebih rendah

mungkin sesuai untuk pasien ini. Antagonis reseptor angiotensin II harus digunakan

dengan hati-hati pada stenosis pembuluh “mitral” atau aorta dan pada kardiomiopati

hipertrofik obstruktif. Pasien Afro-Karibian, terutama yang mengalami hipertrofik

ventrikel kiri tidak akan mendapat manfaat dengan pemberian antagonis reseptor

angiotensin II.

Interaksi: lampiran 1 (sama dengan untuk penghambat ACE)

Kontraindikasi: kehamilan (s ama dengan penghambat ACE, lampiran 4)

Efek Samping: biasanya ringan. Hipotensi simtomatik termasuk pusing dapat terjadi,

terutama pada pasien dengan kekurangan cairan intravaskular (misal yang mendapat

diuretika dosis tinggi). Hiperkalemia kadang-kadang terjadi; angioedema juga dapat

terjadi pada beberapa antagonis reseptor angiotensin II.

Monografi: 

Page 29: obat obat

ALISKIRENIndikasi: 

Hipertensi

Peringatan: 

Pasien yang menggunakan diuretik, diet rendah-natrium, atau dehidrasi (dosis pertama

terjadi hipotensi); renal arteri stenosis; pasien dengan risiko kerusakan ginjal; monitor

secara rutin kadar kalium dalam plasma dan fungsi ginjal, diabetes mellitus dan gagal

jantung, angioedema kepala dan leher.

Interaksi: 

Furosemid; ketokonazol; diuretik hemat kalium, suplemen kalium, substitusi garam yang

mengandung kalium atau obat lain yang meningkatkan serum kalium; pemberian

bersama valsartan, metformin, amlodipin atau simetidin, atorvastatin mempengaruhi

stedy state aliskiren tapi tidak dibutuhkan penyesuaian dosis aliskiren atau obat-obat

tersebut.

Kontraindikasi: 

Hipersensitif; Kehamilan dan menyusui; Aliskiren tidak dianjurkan digunakan pada

kehamilan dan pada wanita yang merencanakan kehamilan. Bila kehamilan terdeteksi

maka pengobatan harus segera dihentikan. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan

interaksinya dengan RAS (Renin Angiotensin Sistem) yang berhubungan dengan

malformasi fetal dan kematian neonatal.

Efek Samping: 

Diare, rash, kenaikan asam urat, gout, batu ginjal, angioedema, anaemia, hiperkalemia,

sakit kepala, nasopharingitis, pusing, lemah, infeksi saluran nafas bagian atas, nyeri

punggung, dan batuk.

Dosis: 

Dewasa > 18 tahun: Dosis awal 150 mg 1 kali sehari, jika tekanan darah tidak terkontrol,

dosis ditingkatkan hingga 300 mg 1 kali sehari, diberikan tunggal atau kombinasi dengan

antihipertensi lain, diberikan tidak bersama makanan. Tidak dianjurkan pemberian pada

anak dan remaja di bawah 18 tahun, karena belum ada data keamanan dan khasiat yang

memadai.

IRBESARTANIndikasi: 

Hipertensi, untuk menurunkan albuminurea mikro dan makro pada pasien hipertensi

dengan diabetes mellitus tipe II yang mengalami netropatiKombinasi dengan HCT: untuk

pasien hipertensi dimana tekanan darahnya tidak dapat terkontrol dengan irbesartan

atau HCT tunggal.

Peringatan: 

Page 30: obat obat

lihat keterangan di atas; deplesi volume intravaskular, hipertensi renovaskular,

gangguan fungsi ginjal dan transplantasi ginjal, hipertensi pada pasien diabetes mellitus

tipe II dengan gangguan ginjal, hiperkalemia. Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat

HCT)

Interaksi: 

obat diuretika dan antihipertensi lain, suplemen kalium dan diuretika hemat kalium,

AINS.Pemberian bersamaan litium dengan angiotensin converting enzyme inhibitor dapat

meningkatkan serum litium yang reversible dan toksisitasnya.Obat-obatan yang dapat

mempengaruhi kalium: kaliuretik diuretika lain, laksatif, amfotericin, karbenoksolon,

penisilin G natrium, derivat asam salisilat.Obat-obatan yang dipengaruhi oleh gangguan

serum kalium: glikosida digitalis dan antiaritmia. Kombinasi dengan HCT (keterangan

lihat HCT).

Kontraindikasi: 

lihat keterangan di atas; hamil (lihat lampiran 2) dan menyusui (lihat lampiran 4).

Kombinasi dengan HCT (lihat keterangan HCT)

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; mual, muntah, lelah, nyeri pada otot; tidak terlalu sering: diare,

dispepsia, kemerahan, takikardia, batuk, disfungsi seksual; jarang: ruam, urtikaria;

sangat jarang: sakit kepala, mialgia, arthalgia, telinga berdenging, gangguan pencecap,

hepatitis, disfungsi ginjal.Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT).

Dosis: 

Hipertensi, dosis awal 150 mg sehari sekali, jika perlu dapat ditingkatkan hingga 300 mg

sehari sekali. Pada pasien hemodialisis atau usia lanjut lebih dari 75 tahun, dosis awal 75

mg/hari dapat digunakan. Hipertensi pada pasien diabetes mellitus tipe II, dosis awal 150

mg sehari sekali dan dapat ditingkatkan hingga 300 mg sehari sekali sebagai dosis

penunjang untuk pengobatan penyakit ginjal, pada pasien hemodialisis atau lansia di

atas 75 tahun, dosis awal 75 mg sehari sekali.

Kombinasi Irbesartan/HCT 150mg/12.5 mg digunakan pada pasien hipertensi

dimana tekanan darahnya tidak dapat terkontrol dengan Irbesartan 150 mg atau

hidroklorotiazid tunggal.

Kombinasi Irbesartan/HCT 300mg/12.5 mg digunakan pada pasien hipertensi

dimana tekanan darahnya tidak dapat terkontrol dengan Irbesartan 300 mg atau

Irbesartan/HCT 150mg/12.5 mg.

Dosis yang lebih tinggi dari irbesartan 300m /25 mg HCT sehari sekali tidak

dianjurkan.

KANDESARTAN SILEKSETILIndikasi: 

hipertensi; Kombinasi dengan HCT: Pengobatan hipertensi yang tidak dapat terkontrol

dengan kandesartan sileksetil atau HCT sebagai monoterapi

Peringatan: 

Page 31: obat obat

lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal (lampiran 1).

Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT)

Interaksi: 

Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT)

Kontraindikasi: 

lihat keterangan di atas; menyusui (lampiran 4); kolestasis; kombinasi dengan HCT

(keterangan lihat HCT)

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; juga vertigo, sakit kepala; sangat jarang mual, hepatitis,

kerusakan darah, hiponatremia, nyeri punggung, sakit sendi, nyeri otot, ruam, urtikaria,

rasa gatalKombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT)

Dosis: 

hipertensi, dosis awal 8 mg (gangguan fungsi hati 2 mg, gangguan fungsi ginjal atau

volume deplesi intravaskular 4 mg) sekali sehari, tingkatkan jika perlu pada interval 4

minggu hingga maksimal 32 mg sekali sehari; dosis penunjang lazim 8 mg sekali sehari.

Gagal jantung, dosis awal 4 mg sekali sehari, tingkatkan pada interval sedikitnya 2

minggu hingga dosis target 32 mg sekali sehari atau hingga dosis maksimal yang masih

dapat ditoleransi.

Kombinasi dengan HCT: kandesartan sileksetil 16 mg + HCT 12,5 mg sekali sehari,

dengan atau tanpa makanan. Pasien usia lanjut: sebelum pengobatan dengan kombinasi

harus dimulai dengan kandesartan sileksetil 2 mg tunggal untuk pasien >75 tahun, atau

kandesartan sileksetil 4 mg tunggal untuk pasien < 75 tahun. Pasien dengan gangguan

fungsi ginjal, regimen lazim untuk kombinasi kandesartan sileksetil/HCT dapat diikuti

selama kreatinin klirens di atas 30 mL/menit. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

yang lebih parah, diuretika kuat lebih disukai daripada tiazid, sehingga kombinasi

kandesartan sileksetil/HCT tidak dianjurkan. Pasien dengan gangguan fungsi hati,

diuretika tiazid harus digunakan dengan hati-hati, oleh karenanya dosis harus diberikan

dengan hati-hati.

LOSARTAN KALIUMIndikasi: 

hipertensi, termasuk pasien hipertropi ventrikular kiri, nefropati diabetik pada diabetes

melitus tipe 2.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati dan ginjal

Kontraindikasi: 

lihat keterangan di atas; menyusui

Efek Samping: 

Page 32: obat obat

lihat keterangan di atas; pusing, gangguan pencecap, kadang-kadang perubahan uji

fungsi hati

Dosis: 

Biasanya 50 mg sekali sehari (usia lanjut di atas 75 tahun, gangguan fungsi ginjal sedang

sampai berat, deplesi cairan, dimulai dengan 25 mg sekali sehari); bila perlu tingkatkan

setelah berminggu-minggu menjadi 100 mg sekali sehari

OLMESARTAN MEDOKSOMILIndikasi: 

hipertensi

Peringatan: 

lihat keterangan diatas

Kontraindikasi: 

lihat atas, kelainan fungsi hati, kelainan fungsi ginjal sedang sampai berat (lihat lampiran

3), kerusakan empedu, menyusui

Efek Samping: 

lihat keterangan diatas, nyeri abdomem, diare, dispepsia, mual, gejala influenza, batuk

faringitis, rinitis, hematuria, infeksi saluran kencing, bengkak periferal, artritis, nyeri otot,

gejala mirip jarang vertigo, ruam

Dosis: 

awal 10 mg sekali sehari, jika perlu dapat dinaikkan menjadi 20 mg sekali sehari; dosis

maksimum 40 mg sehari (lanjut usia, maksimum 20 mg sehari)

OLMESARTAN MEDOKSOMIL+AMLODIPIN BESILATIndikasi: 

hipertensi, pengalihan penggunaan kombinasi obat tunggal olmesartan medoksomil dan

amlodipin besilat, hipertensi dengan kondisi tekanan darah tidak terkontrol dengan

monoterapi olmesartan medoksomil atau amlodipin besilat, tidak boleh digunakan

sebagai terapi awal

Peringatan: 

kekurangan cairan intramuskular, hipertensi renovaskular, kerusakan ginjal dan

tranplantasi ginjal, kerusakan hati, penyakit jantung obstruktif berat, aldosteronisme

primer (obat tidak berespon menurunkan tekanan darah), angina dan infark miokard,

gagal jantung kongestif, ras kulit hitam (efek penurunan tekanan darah dari olmesartan

medoksomil lebih rendah dibanding selain ras kulit hitam), tidak boleh digunakan pada

kehamilan trimester pertama, jika terjadi kehamilan pada masa penggunaan obat

hentikan segera penggunaan obat, menyusui, perlu diwaspadai terjadinya efek samping

dari masing-masing obat sebagai potensial risiko walau tidak ditemukan pada

penggunaan kombinasi.

Page 33: obat obat

Interaksi: 

efek penurunan tekanan darah akan meningkat apabila digunakan bersama

antihipertensi lain seperti alfa bloker atau diuretik, penggunaan olmesartan medoksomil

bersama suplemen kalium atau diuretik hemat kalium tidak direkomendasikan karena

dapat meningkatkan serum kalium, pemberian bersama AINS berisiko menimbulkan

gagal ginjal akut dan menurunkan efek antihipertensi, setelah pemberian antasida

(aluminium magnesium hidroksida), terjadi sedikit penurunan bioavailabilitas

olmesartan, pemberian bersama litium dapat meningkatkan kadar serum litium,

pemberian amlodipin grapefruit atau sari grapefruit tidak dianjurkan karena dapat

meningkatkan bioavailabilitas amlodipin sehingga efek penurunan tekanan darah

menjadi meningkat

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas, pasien berusia dibawah 18 tahun, kehamilan, pasien dengan gagal

ginjal berat, pasien dengan kerusakan hati atau obstruksi saluran empedu, syok

kardiogenik, infark miokard akut (rentang waktu 4 minggu), angina pektoris tidak stabil.

Efek Samping: 

umum:edema perifer, edema, kelelahan, pusing, sakit kepala;  tidak umum: hipertensi,

palpitasi, takikardi, vertigo, mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi, mulut kering,

nyeri abdomen atas, astenia, penurunan kalium darah, peningkatan kreatinin darah,

peningkatan asam urat darah, peningkatan gamma glutamyl transferase, hiperkalemia,

kram otot, nyeri ekstremitas, nyeri punggung, pusing postural, letargi, paraestesia,

hipoestesia, penurunan libido, polakiuria, disfungsi ereksi, dispnea, batuk, ruam,

hipotensi, hipotensi ortostatik; jarang: edema wajah, hipersensitivitas, pingsan, urtikaria

Dosis: 

satu kali sehari satu tablet dengan kandungan 20 mg olmesartan medoksomil/5 mg

amlodipin besilat sebelum atau sesudah makan, pasien dengan tekanan darah tidak

cukup terkontrol dengan kombinasi olmesartan medoksomil/amlodipin besilat 20 mg/5

mg, maka direkomendasikan titrasi menjadi olmesartan medoksomil/amlodipin besilat 40

mg/5 mg. Kemudian, jika tekanan darahnya tidak cukup terkontrol dengan olmesartan

medoksomil/amlodipin besilat 40 mg/5 mg, maka direkomendasikan titrasi menjadi

olmesartan medoksomil/amlodipin besilat 40 mg/10 mg, pasien yang beralih dari

penggunaan kombinasi obat tunggal olmesartan medoksomil dan amlodipin besilat, dosis

disesuaikan dengan dosis olmesartan medoksomil dan amlodipin besilat yang telah

diminum.

TELMISARTANIndikasi: 

Hipertensi essensial

Peringatan: 

Page 34: obat obat

peningkatan risiko hipotensi pada stenosis arteri renal, gangguan fungsi ginjal –perlu

dimonitor secara periodik kadar kalium dan kreatinin,

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (Antagonis reseptor angiotensin-II)

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas, kehamilan trimester dua dan tiga, menyusui, gangguan obstruktif

empedu, gangguan hati berat

Efek Samping: 

infeksi saluran kemih (termasuk sistitis), infeksi saluran napas atas, sepsis termasuk

yang sifatnya fatal, anemia, eosinofilia, trombositopenia, reaksi anafilaksis,

hipersensitivitas, hiperkalemia, hipoglikemia (pada pasien diabetes), insomnia, depresi,

ansietas, pingsan, gangguan penglihatan, vertigo, bradikardi, takikardi, hipotensi,

hipotensi ortostatik, dispnea, nyeri abdomen, diare, dispepsia, perut kembung, muntah,

mulut kering, rasa tidak nyaman pada lambung, gangguan fungsi hati, pruritus,

hiperhidrosis, ruam, angioedema, eksim, eritema, urtikaria, drug eruption, toxic

skin eruption, nyeri punggung, spasme otot (kram pada kaki), myalgia, arthtralgia, nyeri

pada ekstremitas (nyeri pada tungkai kaki), nyeri pada tendon (gejala seperti tendinitis),

gangguan fungsi ginjal, termasuk gagal ginjal akut, nyeri dada, astenia, penyakit mirip

influenza, peningkatan kadar kreatinin, penurunan hemoglobin, peningkatan asam urat,

peningkatan enzim hepatik, peningkatan fosfokinase kreatin darah.

Dosis: 

40 mg sekali sehari, dapat diberikan 20 mg sekali sehari jika sudah memberikan efek,

jika target tekanan darah belum tercapai, dosis dapat ditingkatkan hingga maksimum 80

mg sekali sehari, kombinasi telmisartan 40 mg/HCT 12,5 mg digunakan pada pasien

hipertensi jika tekanan darah tidak dapat terkontrol dengan te lmisartan 40 mg tunggal,

kombinasi telmisartan 80 mg/HCT 12,5 mg digunakan pada pasien hipertensi jika

tekanan darah tidak dapat terkontrol dengan irbesartan 80 mg atau telmisartan 40

mg /HCT 12,5 mg.

TELMISARTAN+AMLODIPINIndikasi: 

hipertensi essensial, pada kondisi tekanan darah tidak terkontrol dengan amlodipin

tunggal

Peringatan: 

gangguan hati, hipertensi renovaskular, gangguan ginjal, hipovolemia intravaskular,

aldosteronis primer, stenosis aorta dan mitral, kardiomiopati hipertropi, angina pektoris

tidak stabil, infark miokard akut, hiperkalemia, diabetes melitus, perlu diwaspadai

terjadinya efek samping dari masing-masing obat sebagai potensial risiko walau tidak

ditemukan pada penggunaan kombinasi.

Page 35: obat obat

Interaksi: 

antihipertensi lain dapat meningkatkan efek penurunan tekanan darah, alkohol,

barbiturat, narkotik, antidepresan, kortikosteroid sistemik, grapefruit, diuretik hemat

kalium, suplemen kalium, litium, AINS, penghambat atau penginduksi CYP3A4.

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas, hipersensitivitas pada turunan dihidropiridin, kehamilan trimester

kedua dan ketiga, menyusui, gangguan obstruksi empedu, gangguan hati berat, syok

(termasuk syok kardiogenik), hipotensi berat, obstruksi saluran keluar ventrikel kiri,

gagal jantung yang tidak stabil secara hemodinamik pasca infark miokard akut,

penggunaan bersama dengan aliskiren pada diabetes mellitus atau gangguan fungsi

ginjal.

Efek Samping: 

umum: pusing, edema perifer; tidak umum: somnolens, migrain, sakit kepala,

paraestesia, vertigo, bradikardi, palpitasi, hipotensi, hipotensi ortostatik, kulit memerah,

batuk, nyeri abdomen, diare, mual, pruritus, artralgia, kram otot, (kram pada kaki),

mialgia, disfungsi ereksi, astenia, nyeri dada, letih, edema, peningkatan enzim

hati; jarang: sistitis,depresi, ansietas, insomnia, pingsan, neuropati perifer, hipoestesia,

disgeusia, tremor, muntah, hipertropi gusi, dispepsia, mulut kering, eksim, eritema, ruam

kulit, nyeri punggung, nyeri pada esktremitas, nokturia, malaise, peningkatan asam urat

darah

Dosis: 

satu kali sehari satu tablet dengan kandungan 40 mg telmisartan/ 5 mg amlodipin, dosis

maksimal satu tablet dengan kandungan 80  mg telmisartan / 10 mg amlodipin per hari,

penggunaan kombinasi ini untuk jangka panjang.

VALSARTANIndikasi: 

hipertensi (dapat digunakan tunggal maupun dikombinasi dengan obat antihipertensi

lain); gagal jantung pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat penghambat ACE

(penghambat enzim pengubah angiotensin).

Peringatan: 

lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati ringan sampai sedang; gangguan fungsi

ginjal (lampiran 3); data keamanan dan khasiat pada anak-anak belum tersedia.

Interaksi: 

penggunaan bersama dengan penghambat ACE dan beta-bloker tidak dianjurkan.

Kontraindikasi: 

lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati berat, sirosis, obstruksi empedu,

menyusui (lampiran 4); hipersensitif terhadap komponen obat.

Page 36: obat obat

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; kelelahan, jarang diare, sakit kepala, mimisan; trombositopenia,

nyeri sendi, nyeri otot, gangguan rasa, neutropenia.

Dosis: 

Hipertensi, lazimnya 80 mg sekali sehari; jika diperlukan (pada pasien yang tekanan

darahnya tidak terkontrol) ditingkatkan hingga 160 mg sehari atau ditambahkan

pemberian diuretika; tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk pasien dengan gangguan

fungsi ginjal atau pada pasien dengan gangguan fungsi hati tanpa kolestasis. Gagal

jantung, dosis awal 40 mg dua kali sehari. Penyesuaian dosis hingga 80 mg dan 160 mg

dua kali sehari harus dilakukan pada dosis tertinggi yang dapat ditoleransi oleh pasien;

pertimbangan untuk menguragi dosis harus dilakukan pada pasien yang juga menerima

diuretika; dosis maksimal yang diberikan pada uji klinik adalah 320 mg pada dosis

terbagi.

2.3.5 Penghambat ACEPenghambat ACE bekerja dengan cara menghambat konversi angiotensin I menjadi

angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada umumnya dapat ditoleransi

dengan baik. Pada bayi dan anak-anak dengan gagal jantung, kaptopril biasanya

merupakan obat utama. Penggunaannya pada anak harus dimulai oleh dokter spesialis

dan dengan monitoring yang intensif.

GAGAL JANTUNG. Pengobatan gagal jantung kronis bertujuan untuk mengurangi gejala,

meningkatkan daya tahan saat berolah raga, mengurangi insiden eksaserbasi akut dan

menurunkan tingkat kematian. Penghambat ACE digunakan pada semua tingkat

keparahan gagal jantung, biasanya dikombinasikan dengan diuretika (lihat bagian 2.5).

Suplemen kalium dan diuretika hemat kalium sebaiknya dihentikan penggunaannya

sebelum memulai penggunaan penghambat ACE karena risiko hiperkalemia.

Spironolakton mungkin bermanfaat pada gagal jantung berat dan dapat digunakan

bersama dengan penghambat ACE dengan memantau kadar serum kalium dengan

intensif. Hipotensi berat pada pemberian dosis pertama penghambat ACE dapat terjadi

apabila diberikan pertama kali pada pasien dengan gagal jantung yang telah diberi dosis

tinggi diuretika kuat sebelumnya (misalnya furosemid 80 mg sehari atau lebih).

Penghentian sementara diuretika kuat dapat menurunkan risiko, namun kemungkinan

dapat menyebabkanrebound edema paru berat. Oleh karena itu, pada pasien yang

menggunakan dosis tinggi diuretika kuat, penghambat ACE perlu diberikan di bawah

pengawasan dokter spesialis. Penghambat ACE dapat diberikan pada pasien yang

menerima dosis rendah diuretika atau pada pasien yang tidak mempunyai risiko serius

hipotensi. Namun, tetap diperlukan kehati-hatian dan diberikan dosis awal yang sangat

rendah.

HIPERTENSI. Penghambat ACE merupakan terapi awal yang sesuai untuk hipertensi pada

pasien Kaukasian berusia muda; tetapi pasien Afro-Karibian dan pasien yang berumur

Page 37: obat obat

lebih dari 55 tahun memberikan respon yang kurang baik. Penghambat ACE terutama

diindikasikan untuk hipertensi pada pasien diabetes yang tergantung pada insulin

dengan nefropati. Pada beberapa pasien, obat ini menurunkan tekanan darah dengan

sangat cepat terutama pada pasien yang juga mendapatkan terapi diuretika . Dosis

pertama sebaiknya diberikan sebelum tidur. Pada anak, penghambat ACE harus

dipertimbangkan untuk pengobatan hipertensi bila tiazid dan beta-bloker

dikontraindikasikan, tidak dapat ditoleransi, atau gagal mengendalikan tekanan darah.

Pada beberapa pasien, penghambat ACE dapat menyebabkan penurunan tekanan darah

yang sangat cepat. Karena itu, bila mungkin, terapi diuretika dihentikan untuk beberapa

hari sebelum memulai terapi dengan penghambat ACE, dan dosis pertama sebaiknya

diberikan sebelum tidur.

PROFILAKSIS SERANGAN JANTUNG. Penghambat ACE digunakan dalam tata laksana awal

dan jangka panjang pada pasien infark miokard. Penghambat ACE mencegah serangan

jantung dan stroke pada pasien penyakit jantung koroner stabil dengan risiko tersebut.

PEMBERIAN AWAL DI BAWAH PENGAWASAN DOKTER SPESIALIS.

Pemberian awal penghambat ACE harus dibawah pengawasan dokter spesialis dengan

pemantauan klinis yang intensif pada pasien dengan gagal jantung yang berat atau pada

pasien yang:

menerima beberapa macam obat atau terapi diuretika dosis tinggi (misalnya lebih

dari 80 mg furosemid sehari atau setara dengan itu)

mengalami hipovolemia

mengalami hiponatremia (kadar natrium dalam jaringan di bawah 90 mmHg)

menderita gangguan jantung yang tidak stabil

menderita gangguan fungsi ginjal (kadar kreatinin dalam plasma di atas 150

mikromol/liter)

menerima terapi vasodilator dosis tinggi

berumur 70 tahun atau lebih

EFEK PADA GINJAL

Pada pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral yang berat atau stenosis arteri ginjal

unilateral berat (hanya satu ginjal yang berfungsi), penghambat ACE mengurangi atau

meniadakan filtrasi glomerulus sehingga menyebabkan gagal ginjal yang berat dan

progresif. Karena itu, penghambat ACE dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki

penyakit renovaskuler kritis tersebut.

Penghambat ACE cenderung tidak mempunyai efek samping pada fungsi ginjal secara

keseluruhan. Pada pasien dengan stenosis arteri ginjal unilateral berat dan kontralateral

ginjal normal, filtrasi glomerulus dapat berkurang (atau bahkan ditiadakan) pada ginjal

yang rusak dan efek jangka panjangnya belum diketahui. Pada umumnya, penghambat

ACE paling baik dihindarkan pada pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit

renovaskuler, kecuali bila tekanan darah tidak dapat dikendalikan dengan obat lain. Bila

terpaksa digunakan dalam situasi yang demikian, fungsi ginjal perlu dipantau.

Penghambat ACE juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit

renovaskuler, yang tidak terdiagnosis dan tidak menunjukkan gejala, pasien dengan

Page 38: obat obat

penyakit vaskuler perifer atau dengan aterosklerosis yang parah. Fungsi ginjal dan

elektrolit harus diperiksa sebelum memulai pengobatan dengan penghambat ACE dan

dipantau selama pengobatan (harus lebih sering dilakukan bila terjadi pada keadaan-

keadaan seperti tersebut di atas). Meskipun penghambat ACE saat ini menunjukkan

peran khusus dalam beberapa bentuk penyakit ginjal, kadang-kadang obat-obat ini juga

menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang mungkin berkembang dan menjadi parah

pada situasi yang lain (terutama pada pasien lansia). Pemberian bersama AINS

meningkatkan risiko kerusakan ginjal, dan diuretika hemat kalium (atau suplemen garam

kalium) meningkatkan risiko hiperkalemia.

PERINGATAN. Pada pasien yang sedang menggunakan diuretika, pemberian awal

penghambat ACE perlu dilakukan dengan hati-hati. Dosis pertama dapat menyebabkan

hipotensi terutama pada pasien yang sedang menggunakan diuretika dosis tinggi,

diet rendah garam, dialisis, dehidrasi atau pasien dengan gagal ginjal (lihat keterangan

di atas). Penghambat ACE sebaiknya juga digunakan dengan hati-hati pada penyakit

vaskuler perifer atau aterosklerosis yang mempunyai risiko penyakit renovaskuler (lihat

juga keterangan di atas). Fungsi ginjal sebaiknya dipantau sebelum dan selama

pengobatan, dan dosis diturunkan pada gangguan fungsi ginjal (lihat juga lampiran3).

Risiko agranulositosis meningkat pada penyakit kolagen vaskuler (dianjurkan dilakukan

hitung jenis darah). Penghambat ACE sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien

dengan stenosis aortik berat atau simtomatik (berisiko hipotensi), pada kardiomiopati

obstruktif hipertrofi, pada pasien dengan riwayat idiopati, pada angioedema herediter,

dan pada ibu yang menyusui (Lampiran 5).

Interaksi: Lampiran 1 (Penghambat ACE)

Reaksi anafilaksis. Untuk mencegah terjadinya reaksi anafilaksis, penghambat ACE

sebaiknya dihindari selama dialisis dengan membran high-flux polyacrylonitrile dan

selama apheresis lipoprotein densitas rendah dengan dekstran sulfat; penghambat ACE

juga harus dihentikan sebelum desensitisasi dengan tawon atau sengat lebah.

Penggunaan bersama dengan diuretika. Penghambat ACE dapat menyebabkan

penurunan tekanan darah yang sangat cepat pada pasien dengan kekurangan cairan;

oleh karena itu pengobatan sebaiknya dimulai dengan dosis yang sangat rendah. Jika

dosis diuretika lebih besar dari 80 mg furosemid atau ekivalen, penghambat ACE

sebaiknya mulai diberikan di bawah pengawasan dokter spesialis dan pada beberapa

pasien dosis diuretika mungkin perlu diturunkan atau dihentikan selama sekitar 24 jam

sebelum pemberian penghambat ACE. Apabila terapi diuretika dosis tinggi tidak dapat

dihentikan, diperlukan pemantauan secara intensif setelah pemberian dosis awal

penghambat ACE, selama sekitar 2 jam atau sampai tekanan darah telah stabil.

KONTRAINDIKASI. Penghambat ACE dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif

terhadap penghambat ACE (termasuk angioedema) dan pada pasien yang diduga atau

dipastikan menderita penyakit renovaskuler (lihat juga keterangan di atas). Penghambat

ACE tidak boleh digunakan pada wanita hamil (lihat Lampiran 4).

EFEK SAMPING. Penghambat ACE dapat menyebabkan hipotensi yang parah (lihat

peringatan) dan gangguan fungsi ginjal (lihat efek pada ginjal di atas), dan batuk kering

yang menetap. Penghambat ACE juga menyebabkan angioedema (mula kerja dapat

Page 39: obat obat

tertunda), ruam kulit (pruritus dan urtikaria), pankreatitis dan gejala pada saluran

pernafasan atas seperti sinusitis, rinitis, dan sakit tenggorok. Efek gangguan saluran

cerna yang dilaporkan meliputi mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi, dan nyeri

abdomen. Telah dilaporkan juga perubahan pada hasil tes fungsi hati, ikterus kolestatik

dan hepatitis. Hiperkalemia, hipoglikemi, dan kelainan darah termasuk trombositopenia,

leukopeni, neutropenia, dan anemia hemolitik juga telah dilaporkan. Efek samping lain

yang telah dilaporkan diantaranya sakit kepala, mengantuk, kelelahan, malaise,

gangguan pengecapan, paraestesia, bronkospasme, demam, vaskulitis, mialgia,

artralgia, antibodi antinuklir positif, peningkatan laju endap darah, eosinofilia,

leukositosis, dan fotosensitivitas.

PRODUK KOMBINASI

Penggunaan sediaan kombinasi penghambat ACE dengan tiazid seharusnya dicadangkan

bagi pasien yang efek penurunan tekanan darahnya tidak memberikan respons terhadap

pemberian diuretika tiazid atau penghambat ACE tunggal. Kombinasi penghambat ACE

dan antagonis kalsium juga tersedia untuk pengobatan hipertensi. Bentuk kombinasi

harus dipertimbangkan hanya jika pasien tidak mengalami perubahan pada pemberian

tunggal dengan proporsi yang sama. NEONATUS. Respon neonatus terhadap pengobatan

dengan penghambat ACE sangat bervariasi, dan beberapa neonatus mengalami

hipotensi berat meskipun dengan dosis pemberian yang kecil; oleh karena itu harus

diberikan dosis uji terlebih dahulu dan kewaspadaan harus ditingkatkan. Efek samping

seperti apnea, kejang, gagal ginjal, dan hipotensi berat yang tidak terduga biasa terjadi

pada neonatus usia satu bulan dan oleh karena itu sedapat mungkin dihindarkan

penggunaan penghambat ACE, terutama pada neonatus yang baru lahir.

Monografi: 

BENAZEPRILDosis: 

Dewasa 10 mg sekali sehari untuk pasien yang tidak menggunakan obat diuretika atau 5

mg 1 kali sehari bagi pasien yang menggunakan diuretika. Dosis penunjang 20-40 mg 1

kali sehari atau 2 dosis bagi yang sama (maksimum 80 mg/hari). Untuk pasien dengan

gangguan fungsi ginjal (bersihan kreatinin kurang dari 30 mL/menit), dosis awal 5 mg 1

kali 1 hari, dosis penunjang 40 mg/hari

Keterangan: 

Penghambat ACE yang bekerja tidak langsung (prodrug), yaitu diesterifikasi di hati, atau

mungkin di organ lainnya (ginjal, saluran cerna) menjadi bentuk aktifnya (benazeprilat)

DELAPRILKeterangan: 

Penghambat ACE yang bekerja tidak langsung

ENALAPRIL MALEATIndikasi: 

Page 40: obat obat

hipertensi; pengobatan gagal jantung simptomatik (tambahan); pencegahan gagal

jantung simtomatik dan pencegahan kejadian iskemia koroner pada pasien dengan

disfungsi ventrikel kiri

Peringatan: 

lihat Kaptopril; gangguan hati

Kontraindikasi: 

lihat Kaptopril

Efek Samping: 

lihat Kaptopril

Dosis: 

hipertensi, digunakan sendiri, dosis awal 5 mg sekali sehari; jika ditambahkan pada

diuretika, pada usia lanjut, atau pada gangguan ginjal, awalnya 2,5 mg sehari; dosis

penunjang lazim 10-20 mg sekali sehari; pada hipertensi berat dapat ditingkatkan

sampai maksimal 40 mg sekali sehari. Gagal jantung (tambahan), disfungsi ventrikel kiri

yang asimtomatik, dosis awal 2,5 mg sehari di bawah pengawasan medis yang ketat;

dosis penunjang lazim 20 mg sehari terbagi dalam 1-2 dosis

FOSINOPRILIndikasi: 

Hipertensi (tetapi lihat peringatan dan keterangan di atas); gagal jantung kongestif

(tambahan)

Peringatan: 

lihat pada Kaptopril dan keterangan di atas

Kontraindikasi: 

lihat pada Kaptopril dan keterangan di atas

Efek Samping: 

lihat pada Kaptopril dan keterangan di atas

Dosis: 

Hipertensi, dosis awal dan dosis penunjang 10 mg/hari; maksimum 40 mg sekali sehari.

Catatan. Pada kasus hipertensi, jika digunakan sebagai tambahan pada penggunaan

diuretika, hentikan pemakaian diuretika beberapa hari sebelum pemakaian obat ini dan

lanjutkan setelah kira-kira empat minggu jika tekanan darah tidak cukup terkontrol

(apabila terapi diuretika tidak bisa dihentikan, perlu ada pengawasan medis selama

beberapa jam). Gagal jantung (tambahan), dosis awal 10 mg sehari di bawah

pengawasan ketat tenaga medis (lihat catatan di atas); jika dosis awal ditoleransi dengan

baik, bisa dinaikkan sampai 40 mg sekali sehari

Page 41: obat obat

IMIDAPRILIndikasi: 

hipertensi esensial

Peringatan: 

lihat keterangan diatas; gangguan fungsi hati (lampiran 2)

Kontraindikasi: 

lihat keterangan diatas

Efek Samping: 

lihat keterangan diatas; mulut kering, glositis, ileus, bronkitis, dispnea; gangguan tidur,

depresi, bingung, penglihatan kabur, tinitus, impoten.

Dosis: 

Dosis awal, 5 mg sehari sebelum makan; jika digunakan sebagai terapi tambahan

terhadap diuretika (lihat keterangan diatas), pada lansia, pada pasien

Anda di siniDepan » KAPTOPRIL

KAPTOPRILIndikasi: 

hipertensi ringan sampai sedang (sendiri atau dengan terapi tiazid) dan hipertensi berat

yang resisten terhadap pengobatan lain; gagal jantung kongestif (tambahan); setelah

infark miokard; nefropati diabetik (mikroalbuminuri lebih dari 30 mg/hari) pada diabetes

tergantung insulin

Peringatan: 

diuretika (lihat keterangan di atas); dosis pertama mungkin menyebabkan hipotensi

terutama pada pasien yang menggunakan diuretika, dengan diet rendah natrium,

dengan dialisis, atau dehidrasi; penyakit vaskuler perifer atau aterosklerosis menyeluruh

karena risiko penyakit renovaskuler yang tidak bergejala; pantau fungsi ginjal sebelum

dan selama pengobatan, dan kurangi dosis pada gangguan ginjal; mungkin

meningkatkan risiko agranulositosis pada penyakit vaskuler kolagen (disarankan hitung

jenis); reaksi anafilaktoid (lihat keterangan di bawah); menyusui; mungkin menguatkan

efek hipoglikemi insulin atau antidiabetik oral.

REAKSI ANAFILAKTOID. Guna mencegah reaksi ini, penghambat ACE harus

dihindarkan selama dialisis dengan membran high-flux polyacrilonitrile dan selama

aferesis lipoprotein densitas rendah dengan dekstran sulfat

Interaksi: 

Page 42: obat obat

lihat lampiran 1 (penghambat ACE)

Kontraindikasi: 

hipersensitif terhadap penghambat ACE (termasuk angiodema); penyakit renovaskuler

(pasti atau dugaan); stenosis aortik atau obstruksi keluarnya darah dari jantung;

kehamilan (lihat lampiran 4); porfiria

Efek Samping: 

hipotensi; pusing, sakit kepala, letih, astenia, mual (terkadang muntah), diare,

(terkadang konstipasi), kram otot, batuk kering yang persisten, gangguan kerongkongan,

perubahan suara, perubahan pencecap (mungkin disertai dengan turunnya berat badan),

stomatitis, dispepsia, nyeri perut; gangguan ginjal; hiperkalemia; angiodema, urtikaria,

ruam kulit (termasuk eritema multiforme dan nekrolisis epidermal toksik), dan reaksi

hipersensitivitas (lihat keterangan di bawah untuk kompleks gejala), gangguan darah

(termasuk trombositopenia, neutropenia, agranulositosis, dan anemia aplastik); gejala-

gejala saluran nafas atas, hiponatremia, takikardia, palpitasi, aritmia, infark miokard, dan

strok (mungkin akibat hipotensi yang berat), nyeri punggung, muka merah, sakit kuning

(hepatoseluler atau kolestatik), pankreatitis, gangguan tidur, gelisah, perubahan suasana

hati, parestesia, impotensi, onikolisis, alopesia.

KOMPLEKS GEJALA. Telah dilaporkan suatu kompleks gejala untuk penghambat ACE

yang meliputi demam, serositis, vaskulitis, mialgia, artralgia, antibodi antinuklear positif,

laju endap darah meningkat, eosinofilia, leukositosis; mungkin juga terjadi ruam kulit,

fotosensitivitas atau reaksi kulit yang lain

Dosis: 

hipertensi, digunakan sendiri, awalnya 12,5 mg 2 kali sehari; jika digunakan bersama

diuretika (lihat keterangan), atau pada usia lanjut; awalnya 6,25 mg 2 kali sehari (dosis

pertama sebelum tidur); dosis penunjang lazim 25 mg 2 kali sehari; maksimal 50 mg 2

kali sehari (jarang 3 kali sehari pada hipertensi berat) Gagal jantung (tambahan),

awalnya 6,25 - 12,5 mg di bawah pengawasan medis yang ketat (lihat keterangan di

atas); dosis penunjang lazim 25 mg 2 - 3 kali sehari; maksimal 150 mg sehari. Profilaksis

setelah infark miokard pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (asimtomatik atau

simptomatik) yang stabil secara klinis, awalnya 6,25 mg, dimulai 3 hari setelah infark,

kemudian ditingkatkan dalam beberapa minggu sampai 150 mg sehari (jika dapat

ditolerir dalam dosis terbagi). Nefropati diabetik, 75-100 mg sehari dalam dosis terbagi;

jika diperlukan penurunan tekanan darah lebih lanjut, antihipertensi lain dapat digunakan

bersama kaptopril; pada gangguan ginjal yang berat, awalnya 12,5 mg 2 kali sehari (jika

diperlukan terapi bersama diuretika, sebaiknya dipilih diuretika kuat daripada tiazid)

METILDOPAα2-agonis sentral

Indikasi: 

hipertensi, bersama dengan diuretika; krisis hipertensi jika tidak diperlukan efek segera

Page 43: obat obat

Peringatan: 

riwayat gangguan hati; gangguan ginjal; hasil positif uji Coomb langsung yang dapat

terjadi pada hingga 20% pasien (bisa mempengaruhi blood cross-matching);

mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada gagal ginjal;

disarankan untuk melakukan hitung darah dan uji fungsi hati; riwayat depresi.

Interaksi: 

lihat lampiran 1 (metildopa).

MENGEMUDI: Rasa mengantuk bisa mempengaruhi kinerja tugas-tugas yang

memerlukan keahlian (misalnya mengemudi); efek alkohol dapat meningkat.

Kontraindikasi: 

depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma; porfiria.

Efek Samping: 

gangguan saluran cerna, stomatis, mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare,

retensi cairan, gangguan ejakulasi, kerusakan hati, anemia hemolitik, sindrom mirip

lupus eritematosus, parkinsonismus, ruam kulit, hidung tersumbat.

Dosis: 

oral, 250 mg 2-3 kali/hari, secara bertahap dinaikkan dengan selang waktu 2 hari atau

lebih; dosis maksimum sehari 3 g;

PASIEN LANJUT USIA dosis awal 125 mg dua kali/hari, dinaikkan secara bertahap; dosis

maksimum sehari 2 g (lihat juga keterangan di atas).

Infus intravena, metildopa hidroklorida 250-500 mg, diulangi setelah enam jam jika

diperlukan.

2.3 Antihipertensi2.3.1 Vasodilator

2.3.2 Penghambat saraf adrenergik

2.3.3 Alfa-bloker

2.3.4 Beta-bloker

2.3.5 Penghambat ACE

2.3.6 Antagonis reseptor angiotensin II

2.3.7 Antihipertensi kerja sentral

2.3.8 Lain-lain

Menurunkan tekanan darah yang meningkat dapat menurunkan frekuensi stroke,

kejadian koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal. Kemungkinan penyebab hipertensi

(misalnya penyakit ginjal, penyebab endokrin), faktor pendukung, faktor risiko, dan

adanya beberapa komplikasi, seperti hipertrofi ventrikel kiri harus ditegakkan. Pasien

sebaiknya disarankan untuk merubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah

maupun risiko kardiovaskuler; termasuk menghentikan merokok, menurunkan berat

Page 44: obat obat

badan, mengurangi konsumsi alkohol yang berlebih, mengurangi konsumsi garam,

menurunkan konsumsi lemak total dan jenuh, meningkatkan latihan fisik (olahraga), dan

meningkatkan konsumsi sayur dan buah. Hipertensi pada anak dan remaja memberikan

pengaruh yang besar pada kesehatannya di masa dewasa.

Hipertensi berat jarang terjadi pada neonatus namun dapat muncul dengan gejala gagal

jantung kongesti dengan penyebab yang paling sering adalah gangguan ginjal dan dapat

juga diikuti dengan kerusakan emboli arteri.

Indikasi antihipertensi pada anak-anak meliputi hipertensi simtomatik, hipertensi

sekunder, kerusakan organ utama yang disebabkan oleh hipertensi, diabetes melitus,

hipertensi yang menetap meskipun sudah mengubah gaya hidup, hipertensi paru. Efek

pengobatan dengan antihipertensi pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak

belum diketahui; pengobatan dapat diberikan hanya apabila manfaat pemberian

diketahui dengan pasti.

Obat yang digunakan untuk terapi hipertensi. Pemilihan obat antihipertensi

bergantung pada indikasi maupun kontraindikasi yang sesuai untuk pasien; beberapa

indikasi dan kontraindikasi dari berbagai obat antihipertensi adalah sebagai berikut (lihat

juga pada monografi setiap obat berikut untuk informasi lebih lengkap):

Tiazid (lihat bagian 2.2.1)–terutama diindikasikan untuk hipertensi pada lansia (lihat

keterangan di bawah); kontraindikasi pada gout;

Beta-bloker (lihat bagian 2.3.4)–meskipun tidak lagi disukai untuk pengobatan

awal hipertensi tanpa komplikasi, indikasi yang lain meliputi infark miokard, angina;

kontraindikasi meliputi asma, blokade jantung;

Penghambat ACE (lihat bagian 2.3.5)–indikasi meliputi gagal jantung, disfungsi

ventrikel kiri dan nefropati akibat diabetes; kontraindikasi meliputi penyakit

renovaskular (lihat bagian 2.3.5) dan kehamilan;

Antagonis reseptor angiotensin II (lihat bagian 2.5.5.2) merupakan alternatif

untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE karena efek samping

batuk kering yang menetap, namun antagonis reseptor Angiotensin II mempunyai

beberapa kontraindikasi yang sama dengan penghambat ACE;

Antagonis kalsium. Terdapat perbedaan yang penting antara berbagai antagonis

kalsium (lihat bagian 2.4.2). Antagonis kalsium dihidropiridin bermanfaat dalam

hipertensi sistolik pada lansia apabila tiazid dosis rendah dikontraindikasikan atau

tidak dapat ditoleransi (lihat keterangan di bawah). Antagonis kalsium “penggunaan

terbatas” (misalnya diltiazem, verapamil) mungkin bermanfaat pada angina;

kontraindikasi meliputi gagal jantung dan blokade jantung;

Alfa-bloker (lihat bagian 2.3.3)–indikasi yang mungkin adalah prostatism;

kontraindikasi pada inkontinensia urin.

Kelas terapi obat yang dapat digunakan pada anak-anak dengan hipertensi meliputi

penghambat ACE (lihat bagian 2.3.5), alfa-bloker (lihat bagian 2.3.3), beta-bloker (lihat

bagian 2.3.4), antagonis kalsium (lihat bagian 2.4.2), dan diuretika (lihat bagian 2.2).

Informasi mengenai penggunaan antagonis reseptor angiotensin II pada anak-anak

masih terbatas. Diuretika dan beta-bloker mempunyai riwayat efikasi dan keamanan

yang cukup pada anak-anak. Obat antihipertensi generasi terbaru, meliputi penghambat

Page 45: obat obat

ACE dan antagonis kalsium telah diketahui aman dan efektif pada studi jangka pendek

pada anak-anak. Pada hipertensi yang sulit diatasi dapat diberikan tambahan obat

seperti minoksidil (lihat bagian 2.3.1) atau klonidin (lihat bagian 2.3.7).

Obat antihipertensi tunggal seringkali tidak cukup dan obat antihipertensi yang lain

biasanya ditambahkan secara bertahap sampai hipertensi dapat dikendalikan. Kecuali

apabila diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera, diperlukan interval waktu

pemberian sekurang-kurangnya 4 minggu untuk menentukan respons.

Terapi antihipertensi pada anak-anak sebaiknya dimulai dengan terapi tunggal dalam

dosis terendah dari dosis yang dianjurkan; lalu ditingkatkan sampai tekanan darah yang

diinginkan sudah tercapai. Apabila dosis tertinggi dari dosis anjuran sudah digunakan,

atau segera setelah pasien mengalami efek samping obat, antihipertensi yang lain dapat

ditambahkan apabila tekanan darah belum dapat dikendalikan. Apabila diperlukan lebih

dari satu jenis obat antihipertensi, sebaiknya yang diberikan adalah produk yang terpisah

(tidak dalam satu sediaan) karena pengalaman dokter spesialis anak dalam

menggunakan produk kombinasi tetap masih terbatas.

Respons pengobatan dengan obat antihipertensi dapat dipengaruhi oleh usia pasien dan

latar belakang suku (etnis). Penghambat ACE maupun antagonis reseptor angiotensin II

kemungkinan merupakan obat awal yang paling sesuai pada pasien Kaukasian muda.

Pasien Afro-Karibia dan pasien yang berusia lebih dari 55 tahun mempunyai respon yang

kurang baik terhadap obat-obat ini dan tiazid maupun antagonis kalsium merupakan

pilihan untuk pengobatan awal.

Untuk pengobatan rutin hipertensi tanpa komplikasi, beta-bloker sebaiknya dihindari

pada pasien dengan diabetes, atau pada pasien dengan risiko tinggi menderita diabetes,

terutama apabila beta-bloker dikombinasikan dengan diuretika tiazid.

Pada keadaan di mana dua obat antihipertensi diperlukan, penghambat ACE atau

antagonis reseptor angiotensin II dapat dikombinasikan dengan tiazid atau antagonis

kalsium. Apabila pemberian 2 jenis obat masih belum dapat mengontrol tekanan darah,

tiazid dan antagonis kalsium dapat ditambahkan. Penambahan alfa-bloker,

spironolakton, diuretika yang lain maupun beta-bloker sebaiknya dipertimbangkan pada

hipertensi yang resisten. Pada pasien dengan hiperaldosteronisme primer digunakan,

spironolakton (bagian 2.5.3).

Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko kardiovaskuler.

Asetosal (bagian 2.7) dengan dosis 75 mg sehari menurunkan risiko kejadian

kardiovaskuler dan infark miokard. Tekanan darah yang terlalu tinggi harus dikendalikan

sebelum pemberian asetosal. Bila tidak ada kontraindikasi, asetosal dianjurkan untuk

semua pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau pasien dengan risiko mengalami

penyakit kardiovaskuler 10 tahun ke depan sebesar 20% atau lebih dan berusia lebih

dari 50 tahun. Asetosal juga bermanfaat pada pasien dengan diabetes (lihat juga bagian

2.7). Pada anak-anak, peningkatan risiko terjadinya perdarahan dan sindrom Reye perlu

dipertimbangkan.

Obat hipolipidemik dapat bermanfaat juga pada penyakit kardiovaskuler atau pada

pasien dengan risiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskuler (lihat bagian 2.10). Statin

Page 46: obat obat

dapat bermanfaat pada anak-anak yang lebih tua dengan risiko tinggi terkena penyakit

kardiovaskuler dan memiliki hiperkolesterolemia.

HIPERTENSI PADA LANSIA.

Manfaat pengobatan dengan antihipertensi terbukti hingga usia 80 tahun, namun pada

saat memutuskan penggunaan suatu obat tidak tepat apabila berdasarkan pembatasan

usia. Pada lansia yang nampak sehat, apabila mengalami hipertensi tekanan darahnya

harus diturunkan. Ambang batas pengobatan adalah tekanan darah diastolik rata-rata ≥

90 mmHg atau tekanan darah sistolik rata-rata ≥160 mmHg setelah pengamatan selama

lebih dari 3-6 bulan (meskipun telah menjalani terapi tanpa obat). Pasien yang mencapai

usia 80 tahun pada saat pengobatan dengan antihipertensi sebaiknya tetap melanjutkan

pengobatan. Tiazid dosis rendah merupakan obat pilihan pertama, bila perlu dengan

tambahan antihipertensi lainnya.

HIPERTENSI SISTOLIK TERISOLASI.

Hipertensi sistolik terisolasi (tekanan darah sistolik ≥160 mmHg, tekanan darah

diastolik < 90 mmHg) menyebabkan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler,

terutama pada pasien usia di atas 60 tahun. Tekanan darah sistolik rata-rata 160 mmHg

atau lebih tinggi selama lebih dari 3-6 bulan (meskipun telah menjalani terapi tanpa

obat) harus diturunkan pada pasien berusia dI atas 60 tahun, sekalipun hipertensi

diastolik tidak ada. Pengobatan dengan pemberian tiazid dosis rendah, bila perlu dengan

tambahan beta-bloker, memberikan hasil yang efektif. Antagonis kalsium dihidropiridin

kerja panjang dianjurkan apabila tiazid dikontra-indikasikan atau tidak dapat ditoleransi.

Pasien dengan hipertensi postural yang parah tidak boleh menerima obat-obat

antihipertensi.

HIPERTENSI PADA DIABETES.

Untuk pasien diabetes, tujuan terapi adalah untuk menjaga tekanan darah sistolik <130

mmHg dan tekanan darah diastolic <80 mmHg. Meskipun demikian, pada beberapa

pasien, mungkin tidak dapat dicapai tahap ini meskipun sudah mendapat pengobatan

yang tepat. Kebanyakan pasien memerlukan obat antihipertensi kombinasi. Hipertensi

umumnya terjadi pada pasien diabetes tipe-2 dan pengobatan dengan antihipertensi

mencegah komplikasi makro dan mikrovaskuler. Pada diabetes tipe-1, hipertensi

biasanya menandakan adanya nefropati akibat diabetes. Penghambat ACE (atau

antagonis reseptor angiotensin II) mempunyai peranan khusus pada tatalaksana

nefropati akibat diabetes; pada pasien diabetes tipe 2, penghambat ACE (atau antagonis

reseptor angiotensin II) dapat menunda perkembangan kondisi mikroalbuminuria

menjadi nefropati.

Penghambat ACE dapat dipertimbangkan penggunaannya untuk anak-anak dengan

diabetes dan mikroalbuminemia atau penyakit ginjal proteinuria.

HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJAL.

Ambang batas untuk pengobatan dengan antihipertensi pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal atau proteinuria yang menetap adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Tekanan darah optimal adalah tekanan darah

sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg, atau lebih rendah jika

proteinuria lebih dari 1 g dalam 24 jam. Tiazid kemungkinan tidak efektif dan diperlukan

Page 47: obat obat

dosis tinggi diuretika kuat. Peringatan khusus untuk penggunaan penghambat ACE pada

gangguan fungsi ginjal, lihat bab 2.3.5, namun penghambat ACE dapat efektif. Antagonis

kalsium dihidropiridin dapat juga ditambahkan.

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN.

Tekanan darah tinggi pada kehamilan dapat disebabkan hipertensi esensial sebelum

hamil atau pre-eklamsia. Metildopa (2.3.7) aman pada kehamilan. Beta-bloker efektif dan

aman pada trimester ketiga. Pemberian intravena labetalol dapat digunakan untuk

mengendalikan krisis hipertensi; sebagai alternatif, hidralazin dapat digunakan secara

intravena. Penggunaan magnesium sulfat pada pre-eklamsia dan eklamsia lihat bab

9.4.1.3.

HIPERTENSI YANG MENINGKAT CEPAT ATAU HIPERTENSI YANG SANGAT BERAT.

Hipertensi yang meningkat cepat (atau maligna) atau hipertensi yang sangat berat

(misalnya tekanan darah diastolik >140 mmHg) memerlukan pengobatan segera di

rumahsakit, namun kondisi tersebut bukan merupakan indikasi terapi antihipertensi

parenteral. Pengobatan yang lazim sebaiknya secara oral dengan beta-bloker (misalnya

atenolol atau labetalol) atau antagonis kalsium kerja panjang (misalnya amlodipin).

Dalam 24 jam pertama, tekanan darah diastolik sebaiknya turun sampai dengan 100–110

mmHg. Kemudian pada 2 sampai 3 hari selanjutnya tekanan darah sebaiknya diturunkan

sampai normal dengan menggunakan beta-bloker, antagonis kalsium, diuretika,

vasodilator, atau penghambat ACE. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat

mengurangi perfusi organ yang dapat menyebabkan infark serebral dan kebutaan, fungsi

ginjal memburuk, dan iskemia miokard. Jarang diperlukan antihipertensi parenteral; infus

natrium nitroprusid merupakan obat pilihan pada saat diperlukan pengobatan secara

parenteral (kondisi yang jarang terjadi).

HIPERTENSI EMERGENSI.

Pada anak-anak, hipertensi emergensi disertai dengan tanda-tanda seperti ensefalopati

hipertensi, termasuk kejang. Penting untuk memantau penurunan tekanan darah selama

72-96 jam. Cairan infus mungkin diperlukan terutama selama 12 jam pertama untuk

menambah volume plasma apabila tekanan darah turun terlalu cepat. Pengobatan

secara oral sebaiknya dimulai segera setelah tekanan darah sudah terkendali.Penurunan

tekanan darah yang terkendali dapat dicapai melalui pemberian infus intravena labetalol

(lihat bagian 2.4.3) atau natrium nitroprusid (lihat bagian 2.3.1). Esmolol (lihat bagian

2.4.3) bermanfaat untuk penggunaan jangka pendek dan mempunyai masa kerja

singkat. Pada kasus berat yang jarang terjadi, dapat digunakan nifedipin dengan bentuk

sediaan kapsul.

2.3.1 Vasodilator

2.3.2 Penghambat Saraf Adrenergik

2.3.3 Alfa-Bloker

2.3.4 Beta-Bloker

2.3.5 Penghambat ACE

2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II

2.3.7 Antihipertensi Kerja Sentral

2.3.8 Lain-Lain

Page 48: obat obat