obat obat
DESCRIPTION
obatTRANSCRIPT
5.1 AntibakteriPENGERTIAN
Antibakteri terdiri atas antibiotik dan kemoterapi. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan
oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi
mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis. Kemoterapi ialah zat
kimia yang mampu menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba tetapi tidak
berasal dari suatu mikroba atau fungi.
Prinsip penggunaan antibiotik
Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama:
1. Penyebab infeksi
Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin
melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita
suatu infeksi. Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera,
pemberian antibiotik dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik
untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman. Pemberian antibiotik tanpa
pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess. Tabel 5.1
memberikan pedoman pemilihan antibiotik berdasarkan educated guess untuk berbagai
jenis infeksi.
2. Faktor pasien
Di antara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain
fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis),
daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, etnis, usia, penggunaan pengobatan
konkomitan, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui, atau sedang
mengkonsumsi kontrasepsi oral
Tabel 5.1 Pedoman Pemilihan Antibiotik
JENIS INFEKSI PENYEBAB TERSERING PILIHAN ANTIMIKROBA
I. Saluran Nafas
- Faringitis
- virus- Streptococcus pyogenes- Corynebacterium diphtheriae
- tidak memerlukan antimikroba- penisilin V, eritomisin, penisilin G- penisilin G, eritromisin
- Otitis media dan Sinusitis
- Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae- Staphylococcus aureus
- amoksisilin/ampisilin, eritromisin, kotrimoksasol- amoksisilin/asam klavulanat
- Bronkitis akut
- Virus- Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae
- Mycoplasma pneumoniae
- tidak memerlukan- amoksisilin/ampisilin, eritromisin,
- eritromisin
- Eksaserbasi akut bronkitis kronis
- Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza- Mycoplasma pneumoniae- Moraxella (Branhamella catarrhalis (jarang)
- amoksisilin/ampisilin, eritromisin, kotrimoksazol- doksisiklin- amoksisilin/asam klavulanat, kotrimoksazol, eritromisin
- Influenza- Virus influenza A atau B- Streptococcus pneumoniae
- tidak memerlukan antimikroba- penisilin G Prokain penisilin V, eritromisin, sefalosporin generasi I
- Pneumonia bacterial
- Hemophilus influenza
- Mycoplasma pneumoniae- Staphylococcus aureus- Kuman enterik gram negatif
- amoksisilin/ampisilin, kotrimoksazol, ampisilin/sulbaktam, kloramfenikol, fluorokuinolon.- Eritromisin, doksisiklin- Kloksasilin, sefalosporin generasi I- Sefalosporin generasi III dengan atau tanpa aminoglikosida
- Tuberkulosis paru - Mycobacterium tuberculosis
- Isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, streptomisin
II. Saluran kemih
- Sistitis akut
- Escherichia coli,Staphylococcus saprophyticus, kuman Gram negatif lainnya
- nitrofurantoin, ampisilin, trimetropim, aztreonam.
- Pielonefritis akut
- Escherichia coli, kuman Gram negatif lainnya, streptokokus
- untuk pasien rawat: gentamisin (aminoglikosida lainnya), kotrimoksazol, parentral, sefalosporin generasi III,- untuk pasien rawat jalan: kotrimoksazol oral, fluorokuinolon, amoksisilin/asam klavulanat.
- Prostatitis akut
- Escherichia coli, kuman Gram negatif lainnya,Enterococcus faecalis
- kotrimoksazol atau fluorokuinolon atau aminoglikosida + ampisilin parenteral.
- Prostatitis kronik
- Escherichia coli, kuman Gram negatif lainnya,Enterococcus faecalis
- kotrimoksazol atau fluorokuinolon atau trimetoprim.
III. Yang ditularkan melalui hubungan kelamin
- Uretritis - Neisseria gonorrhoeae(bukan penghasil penisilinase)- Neisseria gonorrhoeae(penghasil penisilinase)Chlamydia
- ampisilin/amoksisilin/penisilin G + probenesid, setriakson, tetrasiklin- seftriakson, fluorokuinolon
trachomatis- Ureaplasma urealyticum
- doksisiklin/tetrasiklin, eritromisin.- doksisiklin/tetrasiklin
- Herpes genital - Virus herpes simpleks - asiklovir
- Sifilis - Treponema pallidum- penisilin G prokain, seftriakson tetrasiklin.
- Ulkus mole - Hemophilus ducreyi- Kotrimoksazol, eritromisin, sefriakson, tetrasiklin.
IV. Saluran cerna
- Enteritis infeksiosa
- Virus- Shigella- Vibrio cholerae- Entamoeba histolytica- Campylobacter jejuni- berbagai kuman enterik Gram negatif
- kotrimoksazol/fluorokuinolon/ ampisilin- tetrasiklin/kotrimoksazol- metronidazol- eritromisin/fluorokuinolon, tetrasiklin- umumnya tidak memerlukan anti mikroba negatif lainnya
- Kolestitis akut
- Escherichia coli, berbagai kuman enterik Gram negatif, Bacteroides fragilis - ampisilin + gentamisin,
ampisilin sulbaktam, sefazolin
- Peritonitis karena perforasi usus
- Escherichia coli, berbagai kuman enterik Gram negatif,kuman anaerob
- ampisilin + gentamisin + metronidazol/ klindamisin, gentamisin + metronidazol klindamisin, sefoksitin
V. Kardiovaskular
- Endokarditis
- Streptokokus- Stafilokokus- Stafilokokus yang resisten terhadap metisilin (Meticillin Resistant Staphylococcus aureus/MRSA)- Bakteri Gram negatif
- penisilin G + gentamisin- kloksasilin + gentamisin- vankomisin
- sefotaksim + gentamisin
VI. Kulit, otot, tulang
- Impetigo, frunkel, selulitis, dll
- Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus
- kloksasilin/eritromisin sefalosforin generasi I
- Gas gangren Clostridium perfringens - penisilin G
- Osteomielitis akut Staphylococcus aureus - kloksasilin
VII. Sistem saraf pusat
- Meningitis bakterial anak/dewasa
- Streptococcus pneumoniae, stafilokokus, Hemophilus influenzae
- ampisilin+kloramfenikol (sebagai terapi awal)
- Meningokokus- penisilin G, kloramfenikol
- Meningitis pada Neonates
- berbagai kuman enterik Gram negatif - sefalosforin generasi III
- Abses otak
- Streptokokus,Staphylococcus aureus, Enterobacteriaceae,berbagai kuman anaerob
- penisilin G + kloramfenikol/ metronidazol + sefalosforin generasi III.
VIII. Sepsis
- Neonatus < 4 8jam
- Streptococcus agalactiae,streptokokus lain, kuman enterik Gram negatif
- benzil penisilin + gentamisin atau amoksisilin/ampisilin + sefotaksim
- Neonatus > 4 8 jam
- Streptococcus penumoniae, Hemophilus influenzae, Neisseria meningitides,Staphylococcus aureus
- flukoksasilin+gentamisin atau amoksisilin/ampisilin + sefotaksim
- Anak 1 bulan - 18 tahun, community acquired
- Kuman enterik Gram negatif, Staphylococcusaureus, streptokokus
- aminoglikosida + amoksisilin/ampisilin atau sefotaksim/seftriakson tunggal.
- Anak 1 bulan - 18 th, hospital acquired
- antibakteri beta-laktam antipseudomonas spektrum luas (misal: seftazidim, tikarsilin, piperasilin, imipenem atau meropenem)
IX.Gigi dan mulut
- Ginggivitis dan abses gigi
- infeksi campuran kuman aerob+anaerob - penisilin G prokain/penisilin V
- Kandidiasis oral - Candida albicans - nistatin
Keterangan:
1. Tabel ini dimaksudkan untuk membantu menentukan pilihan antimikroba untuk
sementara. Bila hasil pemeriksaan mikrobiologik telah didapat maka pilihan
antimikroba harus disesuaikan lagi.
2. Kuman penyebab dan kepekaannya terhadap antimikroba dapat bervariasi pada
rumah sakit/ tempat yang berbeda.
3. Yang termasuk dengan aminoglikosida ialah: gentamisin, tobramisin, netilmisin dan
amikasin (tidak termasuk streptomisin dan kanamisin).
4. Yang termasuk dengan sefalosporin generasi I ialah: sefazolin, sefradin, sefaleksin,
sefadroksil dll; generasi II: sefamandol, sefuroksim, dll; generasi III: sefotaksim,
sefoperazon, seftriakson, seftazidim, sefsulodin dll.
5. Yang termasuk dengan fluorokuinolon ialah: siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin,
norfloksasin, fleroksasin, siprofloksasin, levofloksasin, dll. (tidak termasuk asam
nalidiksat dan asam pipemidat).
Infeksi Bakteri di Rongga Mulut
Obat antibakteri untuk pengobatan infeksi di rongga mulut sebaiknya digunakan sesuai
dengan keperluan. Antibiotik digunakan bersama tindakan lain yang diperlukan (bukan
sebagai pengganti).
Terapi empiris yang tidak didukung oleh bukti yang memadai dari antibakteri untuk
gejala demam, limfadenopati servikal atau pembengkakan pada wajah, yang tidak
diketahui pasti penyebabnya akan dapat menimbulkan kesulitan dalam penegakan
diagnosis. Pemeriksaan uji kultur sebaiknya selalu dilakukan pada kasus infeksi rongga
mulut berat.
Infeksi oral yang memerlukan terapi antibakteri adalah pulpitis supuratif akut, abses
periodontal atau periapikal akut, selulitis, oral-antral fistula (dan sinusitis akut),
perikoronitis berat, osteitis terlokalisir, acute necrotising ulcerative gingivitis dan
penyakit periodontal kronis yang destruktif. Sebagian besar infeksi oral dapat diatasi
dengan tindakan membersihkan (drainage) atau membuang penyebabnya. Antibiotik
hanya diindikasikan pada tindakan yang tidak dapat sesegera mungkin dilakukan dan
penting pada pasien immunocompromised, diabetes melitus atau Paget’s disease. Infeksi
tertentu yang jarang terjadi seperti sialadenitis bakteri, osteomielitis, aktinomikosis, dan
infeksi di bagian wajah seperti Ludwig’s angina, memerlukan antibiotik dan perawatan
spesialis di rumah sakit.
Penggunaan antibiotik untuk profilaksis
Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan-keadaan berikut:
1. Untuk melindungi seseorang yang terpapar kuman tertentu: Misalnya untuk
pencegahan demam rematik pada orang yang terpapar kuman Streptococcus
hemolyticus grup A, diberikan fenoksimetilpenisilin 2 kali 250 mg per hari.
2. Mencegah endokarditis pada pasien yang mengalami kelainan katup jantung atau
defek septum yang akan menjalani prosedur dengan risiko bakteremia, misalnya
pencabutan gigi, pembedahan dan lain-lain. Amoksisilin: DEWASA: 1 g per oral, 3
jam sebelum tindakan. ANAK di bawah 5 tahun: seperempat dosis dewasa. ANAK 5-
10 tahun: setengah dosis dewasa. Obat di atas diberikan dalam dosis tunggal.
3. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering
disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi infeksi pasca
bedah.
Operasi lambung, esofagus, kolesistektomi pada pasien dengan kemungkinan
infeksi kandung empedu: Gentamisin atau sefalosporin dosis tunggal. Diberikan 2
jam sebelum operasi.
Reseksi kolon atau rektum: Gentamisin + metronidazol dosis tunggal atau
sefuroksim + metronidazol, diberikan 2 jam sebelum operasi.
Histerektomi: Metronidazol supositoria atau intravena dosis tunggal.
Antibiotik kombinasi:
Antibiotik kombinasi diberikan untuk 4 indikasi utama:
Pengobatan infeksi campuran, misalnya pasca bedah abdomen.
Pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya sepsis,
meningitis purulenta
Mendapatkan efek sinergi.
Memperlambat timbulnya resistensi, misalnya pada pengobatan tuberkulosis.
Klasifikasi antibakteri:
5.1.1 Penisilin
5.1.2 Sefalosporin dan antibiotik beta-laktam lainnya
5.1.3 Tetrasiklin
5.1.4 Aminoglikosida
5.1.5 Makrolida
5.1.6 Kuinolon
5.1.7 Sulfonamid dan trimetoprim
5.1.8 Antibiotik lain
5.1.3 TetrasiklinTetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang kegunaannya sudah menurun
karena meningkatnya resistensi bakteri. Namun obat ini tetap merupakan pilihan untuk
infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis dan
limfogranuloma venereum), riketsia (termasuk Q-fever), brusela (doksisiklin dengan
streptomisin atau rifampisin) dan spiroketa, Borellia burgdorferi (Lyme
disease). Tetrasiklin juga digunakan pada infeksi saluran pernafasan dan mikoplasma
genital, akne, destructive (refractory) periodontal disease, eksaserbasi bronkitis kronis
(karena aktivitasnya terhadap Hemophilus influenzae), dan untuk leptospirosis pada
pasien yang hipersensitif terhadap penisilin (sebagai alternatif dari eritromisin).
Secara mikrobiologis, hanya sedikit jenis organisme yang dapat diatasi dengan
menggunakan golongan tetrasiklin, kecuali minosiklin yang memiliki spektrum luas.
Minosiklin sudah jarang digunakan karena efek samping seperti vertigo dan
pusing. Infeksi pada rongga mulut. Pada dewasa dan anak di atas 12 tahun,
tetrasiklin efektif terhadap kuman anaerob oral namun sudah jarang digunakan karena
resistensi. Obat ini masih mempunyai peranan dalam terapi destructive (refractory)
forms of periodontal disease. Doksisiklin mempunyai lama kerja yang lebih panjang
daripada tetrasiklin, klortetrasiklin atau oksitetrasiklin dan hanya perlu diberikan satu
kali sehari; juga dilaporkan lebih aktif terhadap anaerob dibandingkan tetrasiklin lainnya.
Doksisiklin digunakan dalam terapi recurrent aphthous ulceration, herpes oral atau
sebagai terapi tambahan pada gingival scaling dan root planing untuk periodontitis.
Peringatan:Tetrasiklin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan fungsi hati atau yang menerima obat yang bersifat hepatotoksik. Tetrasiklin
dapat meningkatkan kelemahan otot pada pasien miastenia gravis dan eksaserbasi lupus
eritematosus sistemik. Antasida dan garam Al, Ca, Fe, Mg dan Zn menurunkan absorpsi
tetrasiklin. Susu menurunkan absorpsi demeklosiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin.
Interaksi lain: Lampiran 1 (tetrasiklin)
Kontraindikasi: Tetrasiklin dideposit di jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh
(terikat pada kalsium) sehingga menyebabkan pewarnaan dan kadang-kadang hipoplasia
pada gigi. Obat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah 12 tahun, ibu hamil
(lampiran 4) dan menyusui (lampiran 5). Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal karena dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit ginjal,
kecuali doksisiklin dan minosiklin.
Efek samping: Efek samping dari tetrasiklin adalah mual, muntah, diare (kolitis akibat
antibiotik jarang dilaporkan), disfagia dan iritasi esofagus. Efek samping lain yang jarang
terjadi adalah hepatotoksisitas, pankreatitis, gangguan darah, fotosensitivitas (terutama
dengan demeklosiklin) dan reaksi hipersensitivitas (ruam, dermatitis eksfoliatif,
sindrom Steven-Johnsons, urtikaria, angioedema, anafilaksis, perikarditis). Sakit kepala
dan gangguan penglihatan dapat sebagai pertanda adanya benign intracranial
hypertension (terapi dihentikan). Bulging fontanelles pada bayi telah dilaporkan.
Monografi:
DEMEKLOSIKLINIndikasi:
lihat tetrasiklin. Lihat juga gangguan sekresi hormon antidiuretik.
Peringatan:
lihat tetrasiklin
Kontraindikasi:
lihat tetrasiklin
Efek Samping:
Fotosensitivitas lebih sering terjadi, pernah dilaporkan terjadinya diabetes insipidus
nefrogenik
Dosis:
150 mg tiap 6 jam atau 300 mg tiap 12 jam
DOKSISIKLINIndikasi:
untuk terapi infeksi-infeksi sebagai berikut: Rocky Mountain spotted fever, demam
tiphoid dan golongan thyphosa, demam Q, demam rickettsialpox and tick yang
disebabkan oleh Rickettsiae; infeksi saluran nafas yang disebabkan Mycoplasma
pneumoniae; Psittacosis yang disebabkan olehChlamydia
psittaci; Lymphogranuloma venereum, yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis;
infeksi uretra, endocervical, atau rektal tanpa komplikasi pada dewasa yang disebabkan
olehChlamydia trachomatis; Trachoma yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
walau penyebab infeksi tidak selalu dapat dihilangkan, yang dijustifikasi
oleh immunoflourescence; Konjungtivitis inklusi yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis dapat diterapi dengan doksisiklin oral tunggal atau kombinasi dengan obat
topikal. Acute epididymo- orchitis yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. Granuloma inguinale (donovanosis) yang
disebabkan oleh Calymmatobacterium granulomatis; Louse-borne elapsing fever yang
disebabkan olehBorrelia recurrentis; Tick-borne relapsing fever yang disebabkan
oleh Borrelia duttonii; Nongonococcal urethritis (NGU) yang disebabkan oleh Ureaplasma
urealyticum (T-Mycoplasma); Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis dan terapi infeksi
Malaria yang disebabkan olehPlasmodium falciparum (bila P. falciparum resiten terhadap
klorokuin); Penyakit Lyme awal (tahap 1 dan 2) yang disebabkan oleh Borrelia
burgdorferi. Doksisiklin juga diindikasikan untuk terapi infeksi yang disebabkan bakteri
Gram negatif (Acinetobacter species, Brucellosis; Bartonellosis); bila uji bakteriologi
mengindikasikan penggunaan obat sesuai. Gonorrhoe tanpa komplikasi yang disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae; doksisiklin diindikasikan untuk terapi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram positif bila uji bakteriologi menunjukkan peka terhadap
doksisiklin:
Streptococcus species: persentase strain Streptococcus pyogenes dan Streptococcus
faecalistertentu diketahui resisten terhadap tetrasiklin. Tetrasiklin jangan digunakan
untuk penyakit yang disebabkan Streptococcus kecuali telah diketahui bakteri tersebut
sensitif terhadap tetrasiklin.
Antraks yang disebabkan oleh Bacillus anthracis, termasuk Antraks (setelah
penggunaan) inhalasi: untuk menurunkan kejadian atau perkembangan penyakit setelah
penggunaan Bacillus anthracisaerosol. Untuk infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh kelompok streptococci betahemolitik, penisilin merupakan obat pilihan
yang biasa digunakan, termasuk profilaksis demam rematik. Hal ini termasuk: Infeksi
saluran nafas bagian atas yang disebabkan olehStreptococcus pneumoniae; infeksi
pernafasan, kulit dan jaringan lunak yang disebabkan olehStaphylococcus aureus;
Tetrasiklin bukan merupakan obat pilihan pada terapi infeksiStaphylococcus. Bila
penisilin dikontraindikasikan, doksisiklin merupakan alternative pada
terapiActinomycosis yang disebabkan oleh spesies Actinomyces;
Infeksi yang disebabkan oleh Clostridium species; Syphilis yang disebabkan
oleh Treponema pallidum dan yang disebabkan oleh Treponema pertenue; Listeriosis
yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes; Vincent’s infection (acute necrotizing
ulcerative gingivitis) yang disebabkan olehLeptotrichia
buccalis (sebelumnya, Fusobacterium fusiform).
Pada amebiasis usus halus akut, doksisiklin mungkin merupakan terapi pendukung untuk
amebiasis.
Pada akne berat yang disebabkan oleh acne vulgaris, doksisiklin mungkin berguna
debagai terapi pendukung. Leptospirosis yang disebabkan oleh genus Leptospira. Kolera
yang disebabkan oleh Vibrio cholerae.
Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis pada keadaan sebagai berikut: Scrub typhus
yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi; Traveler’s diarrhea yang disebabkan
oleh enterotoxigenic Eschericia coli.
Peringatan:
lihat keterangan di atas. Boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal; ketergantungan
alkohol, fotosensitifitas (hindari paparan dengan sinar matahari atau sinar lampu);
hindarkan pada porfiria.
Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; anoreksia, kemerahan, dan tinnitus
Dosis:
Dosis lazim dewasa: 200 mg pada hari pertama (diberikan sebagai dosis tunggal atau
100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari (diberikan sebagai
dosis tunggal atau sebagai dosis 50 mg setiap 12 jam). Untuk mengatasi infeksi yang
lebih berat (terutama infeksi saluran kemih kronis), 200 mg sehari selama perioda terapi.
Anak di atas 8 tahun: Dosis yang dianjurkan pada anak BB kurang dari atau sama
dengan 45 kg adalah 4,4 mg/kg bb (sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua pada
hari pertama), diikuti dengan 2,2 mg/kg bb (dosis tunggal atau dosis terbagi dua) pada
hari yang berurutan. Pada infeksi yang lebih berat, bisa hingga 4,4 kg/bb.Anak dengan
berat badan lebih dari 45 kg: sama dengan dosis dewasa
Akne Vulgaris: 50-100 mg per hari hingga 12 minggu.
Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada serviks, rektum atau uretra dimana gonokokus
masih sensitif: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari dianjurkan ditambah
dengan sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: sefiksim oral 400 mg
dalam dosis tunggal atau seftriakson 125 mg intramuskular dalam dosis tunggal atau
siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis
tunggal.
Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada faring, dimana gonokokus masih sensitif:
Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari, dianjurkan ditambah dengan
sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: seftriakson 125 mg
intramuskular dalam dosis tunggal atau siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal
atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis tunggal.
Tipus atau demam berulang yang disebarkan oleh kutu dapat diatasi dengan dosis oral
tunggal 100 atau 200 mg, tergantung pada keparahan.
Terapi alternatif untuk mengurangi risiko tidak teratasinya atau berulangnya penyakit
demam berulang yang disebarkan oleh kutu, dianjurkan doksisiklin 100 mg setiap 12 jam
selama 7 hari.Early Lyme disease (Tahap 1 dan 2): doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari
selama 14-60 hari, tergantung dari gejala klinis dan respons.
Infeksi rektal, endoservikal dan uretra tanpa komplikasi, pada dewasa yang disebabkan
olehChlamydia trachomatis: Oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh hari.
Epididymo-orchitis akut yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae: seftriakson 250 mg IM atau sefalosporin lain
yang sesuai dalam dosis tunggal, plus doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 10
hari.
Non gonococcal urethritis ( NGU ) yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis atau Ureaplasma urealyticum: oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh
hari.
Sifilis primer dan sekunder: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis
primer atau sekunder dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg dua
kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif terapi penisilin.
Sifilis laten dan tersier: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis
sekunder atau tersier dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg dua
kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif dari terapi penisilin jika lama infeksi
diketahui kurang dari satu tahun.Jika tidak, doksisiklin harus diberikan selama empat
minggu.
Acute pelvic inflammatory disease ( PID ): Pasien rawat inap - Doksisiklin 100 mg setiap 12
jam, plus sefoksitin 2 g intravena setiap enam jam atau sefotetan 2 g IV setiap 12 jam
selama minimal empat hari dan sekurang- kurangnya 24-48 jam setelah kondisi
membaik. Kemudian lanjutkan dengan doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari untuk
melengkapi total terapi selama 14 hari.
Pasien rawat jalan – Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 14 hari sebagai terapi
tambahan pada seftriakson 250 mg intramuskular sekali sehari atau sefoksitin 2 g
intramuskular, plus probenesid oral 1 g dosis tunggal diminum bersamaan, atau injeksi
sefalosporin generasi ketiga lainnya (misal, seftizoksim atau sefotaksim).
Terapi malaria falsiparum yang resisten pada klorokuin: 200 mg perhari selama
sekurang-kurangnya tujuh hari. Karena adanya potensi infeksi yang semakin parah,
suatu schizonticidedengan kerja cepat seperti kuinin harus selau diberikan dalam
kombinasi dengan doksisiklin, rekomendasi dosis kuinin bervariasi pada area yang
berbeda.
Untuk profilaksis malaria: Dewasa, 100 mg per hari; Anak di atas 8 tahun, 2 mg/kg bb
diberikan sekali sehari, dapat hingga dosis dewasa. Profilaksis dapat dimulai pada 1-2
hari sebelum perjalanan menuju area pandemik malaria. Dilanjutkan selama di sana dan
empat minggu setelah meninggalkan area
tersebut. Lymphogranulomavenereum yangdisebabkan oleh Chlamydia trachomatis:
doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama minimum 21 hari.
Terapi dan profilaksis selektif kolera: Dewasa, 300 mg dosis tunggal.
Pencegahan scrub typhus: Oral, 200 mg sebagai dosis tunggal.
Pencegahan traveler’s diarrhea: Dewasa, 200 mg pada hari pertama perjalanan
(diberikan sebagai dosis tunggal atau 100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan 100 mg
sehari selama tinggal diarea tersebut. Penggunaan di atas 21 hari untuk tujuan
profilaksis belum ada datanya. Pencegahan leptospirosis: Oral, 200 mg setiap minggu
selama tinggal diarea yang berrisiko dan 200 mg pada akhir perjalanan. Penggu- naan di
atas 21 hari untuk tujuan profilaksis belum diketahui pasti efektifitasnya..
Terapi Leptospirosis: Oral, 100 mg dua kali sehari selama 7 hari.
Inhalational anthrax (pasca terpapar) : DEWASA: Doksisiklin oral, 100 mg dua kali sehari
selama 60 hari.
ANAK: Berat badan kurang dari 45 kg: 2,2 mg/kg bb, oral, dua kali sehari selama 60 hari.
BB lebih dari atau sama dengan 45 kg sama dengan dosis dewasa.
Catatan: kapsul harus ditelan dalam bentuk utuh bersama dengan makanan dan air yang
cukup, dalam posisi duduk atau berdiri. Jika terjadi iritasi lambung, dianjurkan untuk
diminum dengan makanan atau susu. Absorpsi doksisiklin tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan atau susu.
MINOSIKLINIndikasi:
lihat tetrasiklin, lihat juga carrier meningokokus.
Peringatan:
lihat tetrasiklin
Kontraindikasi:
lihat tetrasiklin, tapi boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal.
Efek Samping:
lihat juga tetrasiklin; sakit kepala dan vertigo (lebih sering pada wanita); dermatitis
eksfoliatif, pigmentasi (kadang-kadang ireversibel), SLE dan kerusakan hepar.
Dosis:
100 mg dua kali sehari. Akne: 50 mg dua kali sehari atau 100 mg sekali sehari selam 6
minggu atau lebih.Gonore: dosis awal 200 mg, dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam selama
paling sedikit 4 hari untuk laki-laki. Untuk wanita perlu lebih lama.
OKSITETRASIKLINIndikasi:
lihat tetrasiklin
Peringatan:
lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria
Kontraindikasi:
lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria
Efek Samping:
lihat tetrasiklin
Dosis:
250-500 mg tiap 6 jam
TETRASIKLINIndikasi:
eksaserbasi bronkitis kronis, bruselosis (lihat juga keterangan di atas), klamidia,
mikoplasma dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulgaris
Peringatan:
gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara intravena), gangguan fungsi ginjal (lihat
Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (tetrasiklin)
Efek Samping:
mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala dan gangguan
penglihatan dapat merupakan petunjuk peningkatan tekanan intrakranial,
hepatotoksisitas, pankreatitis dan kolitis
Dosis:
oral: 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg tiap 6-8
jam.Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.Uretritis non
gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan pertama gagal
atau bila kambuh).
Catatan:
tablet atau kapsul harus ditelan bersama air yang cukup, dalam posisi duduk atau
berdiri.
Injeksi intravena: 500 mg tiap 12 jam; maksimum 2 g perhari.
Untuk efusi pleura: infus intrapleural 500 mg dalam 30-50 mL NaCl fisiologis.
TIGESIKLINIndikasi:
komplikasi infeksi pada kulit yang disebabkan Escherichia coli, Enterococcus
faecalis (hanya isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan –
metisilin dan resisten –), termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus
agalactiae, Streptococcus anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S. intermedius, dan S.
constellatus), Streptococcus pyogenes, Enterobacter cloacae,Klebsiella pneumonia,
dan Bacteroides fragilis.
Komplikasi infeksi intra-abdominal yang disebabkan Citrobacter freundii, Enterobacter
cloacae,Escherichia coli (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), Klebsiella
oxytoca, Klebsiella pneumoniae (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), Enterococcus
faecalis (hanya isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan –
metisilin dan resisten –), termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus
anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S. intermedius, dan S. constellatus), Bacteroides
fragilis, Bacteroides thetaiotamicron, Bacteroides uniformis, Bacteroides
vulgatus, Clostridium perfringens, dan Peptostreptococcus micros.
Peringatan:
dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan organisme lain, seperti jamur; kehamilan
dan menyusui.
Interaksi:
Penggunaan bersamaan dengan warfarin, monitor waktu protrombin atau pemeriksaan
antikoagulan lain; penggunaan bersamaan dengan kontrasepsi oral dapat menurunkan
kemanfaatan obat kontrasepsi oral
Kontraindikasi:
riwayat hipersensitif
Efek Samping:
mual, muntah,diare, nyeri perut, sakit kepala, hipoproteinemia, peningkatan SGPT dan
SGOT, ruam, peningkatan amilase, peningkatan BUN, phlebitis, dispepsia.
Dosis:
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan dengan dosis 50 mg setiap 12 jam. Infus intravena
tigesiklin sebaiknya diberikan selama kira-kira 30 hingga 60 menit setiap 12 jam. Lama
pengobatan untuk komplikasi kulit atau komplikasi intra-abdominal adalah 5 sampai 14
hari. Durasi pengobatan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat keparahan, tempat
infeksi, kondisi klinis pasien dan hasil pemeriksaan bakteri.
Pasien dengan gangguan fungsi hati berat: dosis awal 100 mg dilanjutkan dengan
penyesuaian dosis menjadi 25 mg setiap 12 jam.
Tidak direkomendasikan untuk pasien di bawah 18 tahun.
5.1.8.1 KloramfenikolKloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas, namun dapat menyebabkan efek
samping hematologik yang berat jika diberikan secara sistemik. Oleh karena itu, obat ini
sebaiknya dicadangkan untuk penanganan infeksi yang mengancam jiwa, terutama
akibat Hemophilus influenzae dan demam tifoid. Kloramfenikol juga digunakan pada
fibrosis sistik untuk mengatasi infeksi pernafasan karena Burkholderia cepacia yang
resisten terhadap antibiotik lain. SindromGrey baby dapat terjadi setelah pemberian
dosis tinggi pada neonatus dengan metabolisme hati yang belum matang. Untuk
menghindarkan hal ini dianjurkan untuk melakukan monitoring kadar plasma.
Kloramfenikol juga tersedia dalam bentuk tetes mata (lihat 11.1) dan tetes telinga
(12.1.1).
Monografi:
KLORAMFENIKOLIndikasi:
lihat keterangan di atas.
Peringatan:
hindari pemberian berulang dan jangka panjang. Turunkan dosis pada gangguan fungsi
hati dan ginjal. Lakukan hitung jenis sel darah sebelum dan secara berkala selama
pengobatan. Pada neonatus dapat menimbulkan grey baby syndrome. (Periksa kadar
dalam plasma).
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (kloramfenikol).
Kontraindikasi:
wanita hamil, menyusui dan pasien porfiria
Efek Samping:
kelainan darah yang reversibel dan ireversibel seperti anemia aplastik (dapat berlanjut
menjadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optik, eritema multiforme, mual, muntah,
diare, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nokturnal.
Dosis:
oral, injeksi intravena atau infus: 50 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 dosis (pada infeksi
berat seperti septikemia dan meningitis, dosis dapat digandakan dan segera diturunkan
bila terdapat perbaikan klinis).
ANAK: epiglotitis hemofilus, meningitis purulenta, 50-100 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi. BAYI di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb/hari (dibagi dalam 4 dosis). 2 minggu-1
tahun, 50 mg/kg bb/hari (dibagi 4 dosis).
TIAMFENIKOLIndikasi:
infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp., Hemophilus influenzae (terutama infeksi
meningeal),Rickettsia, lyphogranuloma-psittacosis, dan bakteri gram negatif penyebab
bakterimia-meningitis; tidak digunakan untuk hepatobilier dan gonorrhoea.
Peringatan:
hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya; pemakaian dalam waktu
lama perlu dilakukan pemeriksaan hematologik secara berkala; sesuaikan dosis pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal, hentikan penggunaan apabila timbul
retikulositopenia, leukopenia, trombositopenia atau anemia; lama pemakaian sebaiknya
tidak melebihi batas waktu yang ditentukan; kehamilan dan menyusui (dapat menembus
plasenta dan diekskresikan melalui ASI); hati-hati pada bayi baru lahir (2 minggu
pertama) dan bayi prematur (untuk menghindari timbulnya sindrom Grey); penggunaan
jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya mikroorganisme yang tidak sensitif
termasuk fungi dan bakteri
Interaksi:
penggunaan bersama kloramfenikol dapat mengakibatkan resistensi silang; hati-hati bila
digunakan bersama dengan obat-obat yang juga dimetabolisme oleh enzim-enzim
mikrosom hati, seperti dikumarol, fenitoin, tolbutamid, dan fenobarbital
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap tiamfenikol; gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat; tindakan
pencegahan infeksi bakteri dan pengobatan infeksi trivial, infeksi tenggorokan dan
influenza
Efek Samping:
diskrasia darah (anemia aplastik, anemia hipoplastik, trombositopenia dan
granulositopenia), gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, glositis, stomatitis dan
diare), reaksi hipersensitif (demam, ruam angioedema, dan urtikaria), sakit kepala,
depresi mental, neuritis optik dan sindrom grey
Dosis:
Dewasa, anak-anak, dan bayi berusia di atas 2 minggu, 50 mg/kg bb sehari dalam dosis
terbagi 3-4 kali sehari.Bayi prematur, 25 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi 4 kali
sehari. Bayi berusia di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi 4 kali
sehari.
AMOKSISILINIndikasi:
lihat ampisilin; juga untuk profilaksis endokarditis; terapi tambahan pada listerial
meningitis (lihat Tabel 5.1), eradikasi Helicobacter pylori (lihat 1.3).
Peringatan:
lihat ampisilin; mempertahankan hidrasi yang tepat pada pemberian dosis tinggi
(terutama selama terapi parenteral).
Kontraindikasi:
lihat ampisilin
Efek Samping:
lihat ampisilin
Dosis:
oral: 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat; ANAK hingga 10 tahun: 125
- 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat. Otitis media, 1 g setiap 8 jam.
Anak 40 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi (maksimum 3 g sehari). Pneumonia, 0,5 –
1 g setiap 8 jam. Antrax (terapi dan profilaksis setelah paparan), 500 mg setiap 8 jam;
ANAK berat badan kurang dari 20 kg, 80 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi, berat
badan lebih dari 20 kg, dosis dewasa. Terapi oral jangka pendek: Abses gigi: 3 g, diulangi
setelah 8 jam; Infeksi saluran kemih: 3 g, diulangi setelah 10-12 jam; Injeksi
intramuskular: 500 mg tiap 8 jam; ANAK, 50-100 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi;
Injeksi intravena atau infus: 500 mg tiap 8 jam, dapat dinaikkan sampai 1 g tiap 6 jam
pada infeksi berat; ANAK: 50-100 mg/hari dalam dosis terbagi. Listerial meningitis (dalam
kombinasi dengan antibiotik lain), infus intravena, 2 g setiap 4 jam untuk 10 -14 jam.
Endokarditis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus intravena, 2
g setiap 6 jam, ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam, seperti dalam endokarditis
enterokokus atau jika amoksisilin digunakan tunggal.
5.1.1 Penisilin5.1.1.1 Benzilpenisilin dan fenoksimetilpenisilin
5.1.1.2 Penisilin tahan penisilinase
5.1.1.3 Penisilin spektrum luas
5.1.1.4 Penisilin anti pseudomonas
5.1.1.5 Mesilinam
Penisilin bersifat bakterisida dan bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel. Obat
ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi penetrasi ke dalam cairan
otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Obat ini diekskresi ke urin
dalam kadar terapetik.
Efek samping penting yang harus diwaspadai adalah reaksi yang dapat menimbulkan
urtikaria dan reaksi anafilaksis yang dapat menjadi fatal.
Reaksi alergi terhadap penisilin terjadi pada 1–10% individu yang terpapar; reaksi
anafilaksis terjadi pada kurang dari 0,05% pasien yang mendapat penisilin. Pasien
dengan riwayat alergi atopik (seperti asma, eksim, hay fever) memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami reaksi anafilaktik jika mendapat penisilin. Individu dengan
riwayat anafilaksis, urtikaria, atau ruam yang langsung muncul setelah pemberian
penisilin, memiliki risiko hipersensitif yang segera langsung muncul setelah pemberian
penisilin. Pasien yang demikian ini tidak boleh diberi penisilin, sefalosporin atau antibiotik
beta- laktam lainnya.
Pasien yang alergi terhadap suatu penisilin biasanya alergi terhadap semua turunan
penisilin karena hipersensitivitas berkait dengan struktur dasar penisilin. Jika penisilin
(atau antibiotik beta-laktam lain) sangat diperlukan oleh pasien dengan reaksi
hipersensitifitas yang langsung muncul segera setelah pemberian penisilin, maka
pemberian sebaiknya berdasarkan uji hipersensitivitas. Orang yang memiliki riwayat
ruam ringan (ruam yang terjadi pada bagian kecil dari tubuh) atau ruam yang terjadi
lebih dari 72 jam setelah pemberian penisilin mungkin tidak alergi terhadap penisilin dan
pada orang-orang ini, pemberian penisilin dapat dilakukan terutama jika untuk
mengatasi infeksi berat; namun, kemungkinan terjadinya alergi juga sebaiknya tetap
diwaspadai. Ensefalopati akibat iritasi serebral merupakan efek samping yang sangat
jarang, namun serius. Hal ini dapat terjadi pada pemberian dosis yang berlebihan atau
dosis normal pada pasien gagal ginjal. Penisilin tidak boleh diberikan secara intratekal
karena cara ini dapat menimbulkan ensefalopati yang mungkin berakibat fatal.
Injeksi penisilin biasanya mengandung garam natrium atau kalium, sehingga pemberian
dosis besar atau dosis normal pada pasien gagal ginjal dapat menyebabkan akumulasi
elektrolit.
Diare sering terjadi pada pemberian per oral. Hal ini paling sering terjadi karena ampisilin
dan turunannya juga dapat menyebabkan kolitis.
5.1.1.2 Penisilin Tahan PenisilinaseSebagian besar stafilokokus telah resisten terhadap benzilpenisilin karena kuman ini
memproduksi penisilinase. Namun, flukloksasilin tidak diinaktivasi oleh penisilinase
sehingga efektif untuk strain kuman tersebut. Flukloksasilin juga tahan terhadap asam
lambung sehingga selain bentuk injeksi, juga dapat diberikan per oral.
Flukloksasilin diabsorpsi dengan baik dalam saluran cerna. Namun perlu dilakukan
perhatian khusus tehadap gangguan fungsi hati.
MRSA Strain Staphylococus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA, Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus) dan terhadap flukloksasilin sekarang telah muncul.
Beberapa organisme ini masih sensitif terhadap vankomisin atau teikoplanin (lihat
5.1.8.3). Strain ini mungkin juga masih sensitif terhadap rifampisin, natrium fusidat,
tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan klindamisin. Rifampisin atau natrium fusidat
tidak boleh diberikan secara tunggal karena akan menimbulkan resistensi dengan cepat.
Trimetoprim tunggal dapat digunakan untuk infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh
beberapa strain MRSA. Linezolid (lihat 5.1.8.6) aktif terhadap MRSA, namun antibiotik ini
sebaiknya dicadangkan untuk organisme yang resisten terhadap antibakteri lain atau
untuk pasien yang tidak dapat mentolerir obat antibakteri lain atau tidak memberi
respons terhadap vankomisin atau teikoplanin. Terapi ini sebaiknya dilakukan
berdasarkan sensitivitas strain organisme penyebab infeksi. Untuk eradikasi dari nasal
carriage akibat MRSA lihat 12.2.3.
Monografi:
FLUKLOKSASILINIndikasi:
infeksi karena stafilokokus penghasil penisilinase, termasuk otitis eksterna; terapi
tambahan pada pneumonia, impetigo, selulitis, endokarditis (lihat Tabel 5.1).
Peringatan:
lihat benzilpenisilin (lihat 5.1.1.1); juga gangguan hati; risiko kernikterus pada jaundice
neonatal jika diberikan dosis tinggi secara parenteral. Anjuran terkait dengan hepatic
disorders: Pemberian untuk waktu yang lebih dari 2 minggu dan peningkatan usia
merupakan faktor resiko. Perlu diingat hal-hal sebagai berikut: Flukloksasilin tidak boleh
digunakan pada pasien yang memiliki riwayat disfungsi hati terkait dengan flukloksasilin.
Flukloklasilin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati.
Perhatian khusus sebaiknya dibuat terhadap reaksi hipersensitivitas antibakteri beta-
laktam.
Kontraindikasi:
lihat benzilpenisilin (lihat 5.1.1.1)
Efek Samping:
lihat benzilpenisilin (lihat 5.1.1.1); gangguan saluran cerna; sangat jarang, hepatitis dan
kolestatik jaundice.
Dosis:
oral: 250-500 mg tiap 6 jam diberikan sekurang-kurangnya 30 menit sebelum makan;
ANAK di bawah 2 tahun, seperempat dosis dewasa; 2–10 tahun, setengah dosis dewasa;
Injeksi intramuskular: 250 - 500 mg tiap 6 jam; ANAK di bawah 2 tahun, ¼ dosis dewasa;
2–10 tahun, ½ dosis dewasa. Injeksi intravena secara lambat atau infus: 0,25-2 g tiap 6
jam; ANAK di bawah 2 tahun, ¼ dosis dewasa; 2–10 tahun, ½ dosis dewasa; Endokarditis
(dalam kombinasi dengan antibakteri lain), berat badan kurang dari 85 kg, 8 g sehari
dalam 4 dosis terbagi; berat badan lebih dari 85 kg, 12 g sehari dalam 6 dosis terbagi.
Osteomielitis, hingga 8 g sehari dalam 3-4 dosis terbagi.
KLOKSASILINIndikasi:
infeksi karena stafilokokus yang memproduksi penisilinase.
Peringatan:
lihat benzilpenisilin
Interaksi:
lihat benzilpenisilin
Efek Samping:
lihat benzilpenisilin
Dosis:
oral: 500 mg tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan. Injeksi intramuskuler: 250
mg tiap 4-6 jam. Injeksi intravena lambat atau infus: 500 mg tiap 4-6 jam. Dalam kasus
yang berat dosis dapat dinaikkan dua kali. ANAK: kurang dari 2 tahun: seperempat dosis
dewasa.
ANAK: 2-10 tahun: setengah dosis dewasa.
5.1.1.3 Penisilin Spektrum LuasAmpisilin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif tertentu, tapi
diinaktivasi oleh penisilinase, termasuk yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dan
basilus Gram negatif yang umum seperti Escherichia coli. Hampir semua stafilokokus,
50% strain Escherichia coli dan 15% strain Hemophilus influenzae, resisten terhadap
ampisilin.
Oleh karena itu, kemungkinan resistensi sebaiknya dipertimbangkan sebelum
menggunakan ampisilin sebagai terapi infeksi tanpa penetapan diagnosa. Di rumah sakit,
obat ini tidak boleh digunakan tanpa adanya hasil uji sensitivitas.
Ampisilin diekskresi dengan baik dalam empedu dan urin. Obat ini terutama
diindikasikan untuk pengobatan eksaserbasi bronkitis kronis, dan infeksi telinga bagian
tengah, keduanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Hemophilus
influenzae.
Ampisilin dapat diberikan per oral, tapi yang diabsorpsi kurang dari separuhnya dan
absorpsi dapat lebih menurun bila ada makanan dalam lambung.
Ruam makulopapular umum terjadi pada penggunaan ampisilin (dan amoksisilin), tapi
biasanya tidak terkait dengan alergi penisilin. Hal ini umumnya terjadi pada pasien yang
mengalamiglandular fever; karena itu penisilin spektrum luas tidak boleh digunakan
untuk terapi tanpa penetapan diagnosis pada nyeri tenggorok. Ruam juga sering terjadi
pada pasien leukemia limfositik akut atau kronis atau pada infeksi
sitomegalovirus. Amoksisilin merupakan turunan ampisilin dan memiliki spektrum
antibakteri yang sama. Obat ini diabsorpsi lebih baik daripada ampisilin bila diberikan per
oral dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan. Tidak seperti
ampisilin, absorpsinya tidak terganggu dengan adanya makanan dalam lambung.
Amoksisilin digunakan untuk profilaksis endokarditis.
Co amoksiklav terdiri dari amoksisilin dan asam klavulanat (penghambat beta-
laktamase) yang tersedia dalam bentuk kombinasi tetap. Asam klavulanat sendiri hampir
tidak memiliki efek antibakteri. Tapi dengan menginaktifkan penisilinase, kombinasi ini
aktif terhadap bakteri penghasil penisilinase yang resisten terhadap amoksisilin.
Termasuk strain Staphylococcus aureus,Escherichia coli, dan Hemophilus influenzae,
serta juga Bacteroides dan Klebsiella spp. Co- amoksiklav hanya diberikan (dicadangkan)
pada infeksi yang diduga diketahui atau diketahui disebabkan oleh strain yang
menghasilkan beta-laktamase yang resisten terhadap amoksisilin.
Lyme disease. Lyme disease sebaiknya ditangani oleh dokter yang berpengalaman
dalam penatalaksanaan penyakit ini. Doksisiklin merupakan antibakteri pilihan
untuk Lyme diseasestadium awal. Pemberian intravena sefotaksim, seftriakson atau
benzilpenisilin direkomendasikan untuk Lyme disease terkait dengan abnormalitas
neurologik atau kardiak sedang sampai berat. Lama terapi biasanya 2-4 minggu; Lyme
arthritis memerlukan terapi antibakteri oral yang lebih lama.
Infeksi pada mulut. Amoksisilin atau ampisilin sama efektifnya dengan
fenoksimetilpenisilin tetapi absorpsinya lebih baik, namun obat ini dapat menyebabkan
berkembangnya organisme yang resisten. Seperti halnya fenoksimetilpenisilin,
amoksisilin dan ampisilin tidak efektif terhadap bakteri yang menghasilkan beta-
laktamase. Amoksisilin juga berguna untuk regimen terapi oral jangka pendek.
Amoksisilin juga digunakan untuk profilaksis endokarditis.
Monografi:
AMOKSISILINIndikasi:
lihat ampisilin; juga untuk profilaksis endokarditis; terapi tambahan pada listerial
meningitis (lihat Tabel 5.1), eradikasi Helicobacter pylori (lihat 1.3).
Peringatan:
lihat ampisilin; mempertahankan hidrasi yang tepat pada pemberian dosis tinggi
(terutama selama terapi parenteral).
Kontraindikasi:
lihat ampisilin
Efek Samping:
lihat ampisilin
Dosis:
oral: 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat; ANAK hingga 10 tahun: 125
- 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat. Otitis media, 1 g setiap 8 jam.
Anak 40 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi (maksimum 3 g sehari). Pneumonia, 0,5 –
1 g setiap 8 jam. Antrax (terapi dan profilaksis setelah paparan), 500 mg setiap 8 jam;
ANAK berat badan kurang dari 20 kg, 80 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi, berat
badan lebih dari 20 kg, dosis dewasa. Terapi oral jangka pendek: Abses gigi: 3 g, diulangi
setelah 8 jam; Infeksi saluran kemih: 3 g, diulangi setelah 10-12 jam; Injeksi
intramuskular: 500 mg tiap 8 jam; ANAK, 50-100 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi;
Injeksi intravena atau infus: 500 mg tiap 8 jam, dapat dinaikkan sampai 1 g tiap 6 jam
pada infeksi berat; ANAK: 50-100 mg/hari dalam dosis terbagi. Listerial meningitis (dalam
kombinasi dengan antibiotik lain), infus intravena, 2 g setiap 4 jam untuk 10 -14 jam.
Endokarditis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus intravena, 2
g setiap 6 jam, ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam, seperti dalam endokarditis
enterokokus atau jika amoksisilin digunakan tunggal.
AMPISILINIndikasi:
infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, infeksi pada mulut (lihat keterangan di
atas), bronkitis, uncomplicated community- acquired pneumonia, infeksi Haemophillus
influenza, salmonellosis invasif; listerial meningitis.
Peringatan:
riwayat alergi, gangguan ginjal (lampiran 2), ruam eritematous umumnya pada glandular
fever, infeksi sitomegalovirus, dan leukemia limfositik akut atau kronik (lihat keterangan
di atas). Pemakaian dosis tinggi atau jangka lama dapat menimbulkan superinfeksi
terutama pada saluran pencernaan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir dan ibu yang
hipersensitif terhadap penisilin. Pada penderita payah ginjal, takaran harus dikurangi.
Keamanan pemakaian pada wanita hamil belum diketahui dengan pasti. Hati-hati
kemungkinan terjadi syok anafilaktik.
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (penisilin)
Kontraindikasi:
hipersensitivitas terhadap penisilin.
Efek Samping:
mual, muntah, diare; ruam (hentikan penggunaan), jarang terjadi kolitis karena
antibiotik; lihat juga Benzilpenisilin (5.1.1.1)
Dosis:
oral: 0,25-1 gram tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan. ANAK di bawah 10
tahun, ½ dosis dewasa. Infeksi saluran kemih, 500 mg tiap 8 jam; ANAK di bawah 10
tahun, setengah dosis dewasa. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena atau infus,
500 mg setiap 4-6 jam; ANAK di bawah 10 tahun, ½ dosis dewasa; Endokarditis (dalam
kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus intravena, 2 g setiap 6 jam,
ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam, dalam endokarditis enterokokus atau jika ampisilin
digunakan tunggal; Listerial meningitis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain), infus
intravena, 2 g setiap 4 jam selama 10–14 hari; NEONATAL 50 mg/kg bb setiap 6 jam;
BAYI 1-3 bulan, 50-100 mg/kg bb setiap 6 jam; ANAK 3 bulan – 12 tahun, 100 mg/kg bb
setiap 6 jam (maksimal 12 g sehari).
BAKAMPISILINIndikasi:
lihat ampisilin
Peringatan:
lihat ampisilin
Kontraindikasi:
lihat ampisilin
Efek Samping:
lihat ampisilin
Dosis:
400 mg, 2-3 kali sehari.
Pada infeksi berat dapat diberikan dua kali lebih tinggi. ANAK lebih dari 5 tahun: 200 mg,
tiga kali sehari. Gonore tanpa komplikasi: 1,6 g dosis tunggal, ditambah 1 g probenesid.
CO AMOKSIKLAV (AMOKSISILIN-ASAM KLAVULANAT)Indikasi:
lihat ampisilin
Peringatan:
lihat Ampisilin dan catatan di atas; juga peringatan pada gangguan hati (pengawasan
fungsi hati), kehamilan, mempertahankan hidrasi yang tepat pada penggunaan dosis
tinggi (terutama selama terapi parenteral)
Cholestatic jaundice dapat terjadi selama atau segera setelah penggunaan co
amoksiklav. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa risiko toksisitas hati akut dari co
amoksiklav, enam kali lebih besar daripada amoksisilin. Cholestatic jaundice lebih sering
terjadi pada pasien usia di atas 65 tahun dan pada laki- laik; reaksi ini hanya jarang
terjadi pada anak- anak. Jaundice biasanya dapat hilang dengan sendirinya dan jarang
sekali fatal. Lama terapi sebaiknya tepat sesuai dengan indikasi dan tidak boleh melebihi
dari 14 hari.
Kontraindikasi:
hipersensitifitas pada penisilin, riwayat jaundice karena co amoksiklav atau jaundice
karena penisilin atau disfungsi hati.
Efek Samping:
lihat ampisilin; hepatitis, kolestatik jaundice (lihat di atas); sindrom Steven-Johnson,
nekrolisis epidermal toksik, dermatitis exfoliatif, vaskulitis; memperpanjang waktu
perdarahan, pusing, sakit kepala, konvulsi (terutama pada dosis tinggi atau pada
gangguan ginjal); pewarnaan permukaan gigi dengan penggunaan suspensi, flebitis pada
tempat injeksi.
Hati-hati pada pasien gangguan fungsi hati, hepatitis, ikterus kolestatik, termasuk
kehamilan.
Dosis:
Oral, dinyatakan sebagai amoksisilin, 250 mg setiap 8 jam, dosis digandakan pada
infeksi berat; ANAK di bawah 6 tahun 125 mg; 6-12 tahun, 250 mg atau untuk terapi
jangka pendek dengan dosis dua kali sehari. Infeksi dental berat (tapi umumnya bukan
pilihan pertama, lihat catatan di atas), dinyatakan sebagai amoksisilin, 250 mg setiap 8
jam selama 5 hari.
Injeksi intravena selama 3-4 menit atau infus intravena, dinyatakan sebagai amoksisilin,
1 g setiap 8 jam, ditingkatkan hingga 1 g setiap 6 jam pada infeksi yang lebih berat; BAYI
hingga 3 bulan 25 mg/kg bb setiap 8 jam (setiap 12 jam pada saat perinatal atau bayi
prematur); ANAK 3 bulan – 12 tahun, 25 mg/kg bb setiap 8 jam ditingkatkan hingga 25
mg/kg bb setiap 6 jam pada infeksi yang lebih berat.
Profilaksis bedah, dinyatakan sebagai amoksisilin, 1 g saat induksi; untuk bedah dengan
risiko tinggi (seperti operasi kolorektal) sampai dengan 2-3 dosis berikutnya 1 g dapat
diberikan setiap 8 jam.
Keterangan:
Campuran dari amoksisilin (dalam bentuk trihidrat atau garam natrium) dan asam
klavulanat (sebagai kalium klavulanat).
PIVAMPISILINIndikasi:
lihat ampisilin
Peringatan:
lihat ampisilin
Kontraindikasi:
lihat ampisilin
Efek Samping:
lihat ampisilin; uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal diperlukan pada penggunaan jangka
panjang; hindari pada porfiria dan dalam defisiensi karnitin
Dosis:
500 mg setiap 12 jam, gandakan pada infeksi berat; ANAK usia 3 bulan-1 tahun 40-60
mg/kg bb/hari dalam 2 -3 dosis terbagi; 1-5 tahun 350-525 mg/hari; 6-10 tahun 525-700
mg/hari; dosis bisa digandakan pada infeksi berat.
SULTAMISILINIndikasi:
infeksi mikroorganisme yang mudah menyebar seperti infeksi saluran napas bagian atas
(termasuk sinusitis, otitis media dan tonsilitis); infeksi saluran napas bagian bawah
(termasuk pneumonia karena bakteri dan bronkitis); infeksi saluran kemih
dan pyelonephritis; infeksi kulit dan jaringan lunak; infeksi gonococcal.
Peringatan:
superinfeksi, diare terkait Clostridium difficile, pantau fungsi ginjal, hati dan darah pada
pemberian dalam jangka waktu lama, menyusui, neonatus.
Interaksi:
alopurinol meningkatkan kejadian kemerahan pada kulit; antikoagulan, sultamisilin
meningkatkan agregasi platelet dan pemeriksaan koagulasi; bakteriostatik
(kloramfenikol, eritromisin, sulfonamida dan tetrasiklin) dapat mengganggu efek
bakterisida dari sultamisilin; kontrasepsi estrogen, sultamisilin dapat menurunkan
efektivitas kontrasepsi oral; metotreksat, sultamisilin menurunkan bersihan metotreksat
dan dapat meningkatkan toksisitas metotreksat; probenesid menurunkan sekresi renal
tubular dari ampisilin dan sulbaktam.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas terhadap penisilin.
Efek Samping:
alergi, syok anafilaksis, reaksi anafilaktoid, pusing, diare, dispnea, kemerahan,
gatal, black hairy tongue, glositis, stomatitis, anemia, anemia hemolitik, trombositopenia,
trombositopenia purpura, eosinofilia, leukopeni, neutropenia, agranulositosis,
abnormalitas agregasi platelet.
Dosis:
dewasa 375 mg – 750 mg sehari 2 kali selama 5-14 hari, tapi lama pemberian dapat
ditambah jika dibutuhkan; anak (BB <30 kg) 25 – 50 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi;
anak dengan BB 30 kg atau lebih mengikuti dosis dewasa.
Untuk gonore tanpa komplikasi, 2,25 g sebagai dosis tunggal selama 10 hari. Disarankan
untuk diberikan bersama dengan probenesid 1g untuk mempertahankan kadar plasma
sulbaktam dan ampisilin.
Catatan:
sultamisilin merupakan pro-drug dari ampisilin dan sulbaktam.
5.1.7 Sulfonamid dan TrimetoprimPenggunaan sulfonamid semakin berkurang dengan semakin banyaknya kuman yang
resisten, dan digeser oleh antibiotik yang umumnya lebih efektif dan kurang toksik.
Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi (ko-
trimoksazol) karena sifat sinergistiknya. Namun, kotrimoksasol dapat menyebabkan efek
samping yang serius, walaupun jarang terjadi (sindrom Stevens Johnson dan diskrasia
darah, seperti penekanan sumsum tulang dan agranulositosis) terutama pada lansia.
Kotrimoksazol sebaiknya dihindari diberikan pada bayi usia kurang dari 6 minggu
(kecuali untuk pengobatan dan profilaksis pneumosistis pneumonia) karena ada risiko
kernikterus. Ada risiko anemia hemolitik jika digunakan pada anak dewasa defisiensi
G6PD. Kotrimoksazol sebaiknya dibatasi penggunaan-nya sebagai pilihan utama untuk
pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis carinii (Pneumocystis jiroveci). Obat ini
juga diindikasikan untuk toksoplasmosis dan nokardiasis. Saat ini penggunaannya hanya
dapat dipertimbangkan untuk mengatasi eksaserbasi akut dari bronkitis kronis dan
infeksi saluran kemih jika ada bukti hasil uji sensitivitas bakteri terhadap kotrimoksazol
dan alasan kuat untuk menggunakan kombinasi ini daripada antibakteri lain secara
tunggal. Penggunaan obat ini untuk mengatasi otitis media akut pada anak hanya
dianjurkan jika ada alasan kuat.
Monografi:
KOTRIMOKSAZOL (KOMBINASI TRIMETOPRIM DAN SULFA METOKSAZOL DENGAN PERBANDINGAN 1:5)Indikasi:
lihat keterangan di atas.
Peringatan:
gangguan fungsi hati dan ginjal; minum air cukup banyak. Hindarkan penggunaan pada
gangguan darah (kecuali di bawah pengawasan spesialis); pada penggunaan jangka
panjang perlu dilakukan hitung jenis sel darah. Bila timbul ruam atau gangguan darah,
obat segera dihentikan. Hati-hati pada asma, defisiensi G6PD, wanita hamil atau
menyusui. Hindari penggunaan pada bayi di bawah 6 minggu (kecuali untuk pengobatan
atau profilaksis Pneumocystis carinii).
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (kotrimoksazol).
Kontraindikasi:
gagal ginjal dan gangguan fungsi hati yang berat, porfiria
Efek Samping:
mual, muntah, ruam (termasuk sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik,
fotosensitivitas) hentikan obat dengan segera. Gangguan darah (neutropenia,
trombositopenia, agranulositosis dan purpura) hentikan obat dengan segera. Reaksi
alergi, diare, stomatitis, glositis, anoreksia, artralgia, mialgia. Kerusakan hati seperti
ikterus dan nekrosis hati; pankreatitis, kolitis terkait antibiotik, eosinofilia, batuk, napas
singkat, infiltrat paru, meningitis aseptik, sakit kepala, depresi, konvulsi, ataksia, tinitus.
Anemia megaloblastik karena trimetoprim, gangguan elektrolit, kristaluria, gangguan
ginjal termasuk nefritis interstisialis.
Dosis:
oral: 960 mg/hari tiap 12 jam, dapat ditingkatkan menjadi 1,44 gram tiap 12 jam pada
infeksi berat. 480 mg tiap 12 jam bila pengobatan lebih dari 14 hari. ANAK/BAYI: tiap 2
jam, 6 minggu sampai 5 bulan, 120 mg, 6 bulan sampai 5 tahun, 240 mg; 6 - 12 tahun,
480 mg.
Infus intravena: 960 mg tiap 12 jam, naikkan sampai 1,44 g tiap 12 jam pada infeksi
berat. ANAK 36 mg/kg bb/hari terbagi dalam dua dosis. Pada infeksi berat dapat
ditingkatkan menjadi 54 mg/kg bb/hari.
Pengobatan Pneumosystis carinii (dilakukan bila ada fasilitas monitoring yang memadai):
Oral atau intravena, 120 mg/kg bb/hari, dibagi dalam 2 atau 4 dosis, dan diberikan
selama 14 hari.
Catatan:
Kotrimoksazol 120 mg mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 20 mg trimetoprim.
Kotrimoksazol 240 mg mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim.
Kotrimoksazol 480 mg mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim.
Kotrimoksazol 960 mg mengandung 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim.
SULFADIAZINIndikasi:
pencegahan kambuhan demam rematik, toksoplasmosis.
Peringatan:
lihat kotrimoksazol
Kontraindikasi:
lihat kotrimoksazol
Efek Samping:
lihat kotrimoksazol. Hindari pada gangguan fungsi ginjal berat.
Dosis:
pencegahan demam rematik, oral: 1 g/hari (500 mg/hari jika berat badan lebih kecil 30
kg).
SULFADIMIDINIndikasi:
infeksi saluran kemih.
Peringatan:
lihat kotrimoksazol.
Kontraindikasi:
lihat kotrimoksazol.
Efek Samping:
lihat kotrimoksazol.
Dosis:
oral, dosis awal 2 g, dilanjutkan dengan 0,5 - 1 g tiap 6-8 jam.
SULFASALAZINIndikasi:
untuk pengobatan kolitis ulseratif yang ringan sampai sedang dan sebagai terapi
penunjang pada kolitis ulseratif berat
Peringatan:
kehamilan; penderita gangguan faal dan ginjal, dikrasia darah; asma bronkial atau alergi,
minum lebih banyak air untuk mencegah terjadinya kristaluria dan pembentukan batu;
pada penderita defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase harus diperhatikan tanda-tanda
anemia hemolitik, reaksi ini sering berhubungan dengan dosis yang diberikan, jika terjadi
toksik atau hipersensitifitas pemberian obat ini harus segera dihentikan
Interaksi:
fenobarbital menaikkan ekskresi empedu sulfasalazin sehingga menurunkan ekskresi
urin dari obat; sulfasalazin mengurangi bioavailabilitas digoksin
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap sulfonamid dan salisilat; anak usia di bawah 2 tahun; obstruksi
saluran kemih dan saluran cerna; penderita porfiria (dapat menyebabkan pengendapan
dari golongan sulfonamid); menyusui
Efek Samping:
pusing, mual, muntah, demam, timbul hipersensitif, agranulositosis, diskrasia darah
Dosis:
Dewasa, oral, 1-2 gram 4 kali sehari; Anak, oral, dosis awal : 40-60 mg /kg bb per hari
dalam dosis terbagi.
TRIMETOPRIMIndikasi:
infeksi saluran kemih, bronkitis akut dan kronis.
Peringatan:
gangguan fungsi ginjal, ibu menyusui, pasien dengan risiko defisiensi folat, porfiria.
Untuk pengobatan jangka panjang diperlukan hitung jenis sel darah.
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (trimetoprim).
Kontraindikasi:
gangguan fungsi ginjal berat, wanita hamil, neonatus dan diskrasia darah.
Efek Samping:
gangguan saluran cerna, mual dan muntah, ruam, pruritus, eritema multiforme (jarang-
jarang), nekrolisis epidermal toksik, gangguan hematopoesis, meningitis aseptik
Dosis:
oral: infeksi akut, 200 mg tiap 12 jam. ANAK dua kali sehari: 2-5 bulan, 25 mg; 6 bulan-5
tahun, 50 mg; 6-12 tahun, 100 mg.Infeksi kronik dan profilaksis, 100 mg malam hari;
ANAK, 1-2 mg/kg bb malam hari. Injeksi intravena lambat atau infus: 150-250 mg tiap 12
jam; ANAK di bawah 12 tahun, 6-9 mg/kg bb/hari dibagi 2 atau 3 dosis.
2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin IILosartan, valsartan, kandesartan, olmesartan, telmisartan,
eprosartan dan irbesartanadalah antagonis reseptor angiotensin II. Sifatnya mirip
dengan penghambat ACE, tetapi obat golongan ini tidak menghambat pemecahan
bradikinin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tidak menimbulkan batuk kering persisten
yang biasanya mengganggu terapi dengan penghambat ACE. Karena itu, obat golongan
ini merupakan alternatif yang berguna untuk pasien yang harus menghentikan
penghambat ACE akibat batuk yang persisten. Antagonis reseptor angiotensin II
digunakan sebagai alternatif dari penghambat ACE dalam tatalaksana gagal jantung atau
nefropati akibat diabetes.
Peringatan: Antagonis reseptor angiotensin II harus digunakan dengan hati-hati pada
stenosis arteri ginjal. Dianjurkan dilakukan pemantauan kadar kalium plasma, terutama
pada pasien lansia dan pada pasien gangguan ginjal. Dosis awal yang lebih rendah
mungkin sesuai untuk pasien ini. Antagonis reseptor angiotensin II harus digunakan
dengan hati-hati pada stenosis pembuluh “mitral” atau aorta dan pada kardiomiopati
hipertrofik obstruktif. Pasien Afro-Karibian, terutama yang mengalami hipertrofik
ventrikel kiri tidak akan mendapat manfaat dengan pemberian antagonis reseptor
angiotensin II.
Interaksi: lampiran 1 (sama dengan untuk penghambat ACE)
Kontraindikasi: kehamilan (s ama dengan penghambat ACE, lampiran 4)
Efek Samping: biasanya ringan. Hipotensi simtomatik termasuk pusing dapat terjadi,
terutama pada pasien dengan kekurangan cairan intravaskular (misal yang mendapat
diuretika dosis tinggi). Hiperkalemia kadang-kadang terjadi; angioedema juga dapat
terjadi pada beberapa antagonis reseptor angiotensin II.
Monografi:
ALISKIRENIndikasi:
Hipertensi
Peringatan:
Pasien yang menggunakan diuretik, diet rendah-natrium, atau dehidrasi (dosis pertama
terjadi hipotensi); renal arteri stenosis; pasien dengan risiko kerusakan ginjal; monitor
secara rutin kadar kalium dalam plasma dan fungsi ginjal, diabetes mellitus dan gagal
jantung, angioedema kepala dan leher.
Interaksi:
Furosemid; ketokonazol; diuretik hemat kalium, suplemen kalium, substitusi garam yang
mengandung kalium atau obat lain yang meningkatkan serum kalium; pemberian
bersama valsartan, metformin, amlodipin atau simetidin, atorvastatin mempengaruhi
stedy state aliskiren tapi tidak dibutuhkan penyesuaian dosis aliskiren atau obat-obat
tersebut.
Kontraindikasi:
Hipersensitif; Kehamilan dan menyusui; Aliskiren tidak dianjurkan digunakan pada
kehamilan dan pada wanita yang merencanakan kehamilan. Bila kehamilan terdeteksi
maka pengobatan harus segera dihentikan. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan
interaksinya dengan RAS (Renin Angiotensin Sistem) yang berhubungan dengan
malformasi fetal dan kematian neonatal.
Efek Samping:
Diare, rash, kenaikan asam urat, gout, batu ginjal, angioedema, anaemia, hiperkalemia,
sakit kepala, nasopharingitis, pusing, lemah, infeksi saluran nafas bagian atas, nyeri
punggung, dan batuk.
Dosis:
Dewasa > 18 tahun: Dosis awal 150 mg 1 kali sehari, jika tekanan darah tidak terkontrol,
dosis ditingkatkan hingga 300 mg 1 kali sehari, diberikan tunggal atau kombinasi dengan
antihipertensi lain, diberikan tidak bersama makanan. Tidak dianjurkan pemberian pada
anak dan remaja di bawah 18 tahun, karena belum ada data keamanan dan khasiat yang
memadai.
IRBESARTANIndikasi:
Hipertensi, untuk menurunkan albuminurea mikro dan makro pada pasien hipertensi
dengan diabetes mellitus tipe II yang mengalami netropatiKombinasi dengan HCT: untuk
pasien hipertensi dimana tekanan darahnya tidak dapat terkontrol dengan irbesartan
atau HCT tunggal.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; deplesi volume intravaskular, hipertensi renovaskular,
gangguan fungsi ginjal dan transplantasi ginjal, hipertensi pada pasien diabetes mellitus
tipe II dengan gangguan ginjal, hiperkalemia. Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat
HCT)
Interaksi:
obat diuretika dan antihipertensi lain, suplemen kalium dan diuretika hemat kalium,
AINS.Pemberian bersamaan litium dengan angiotensin converting enzyme inhibitor dapat
meningkatkan serum litium yang reversible dan toksisitasnya.Obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kalium: kaliuretik diuretika lain, laksatif, amfotericin, karbenoksolon,
penisilin G natrium, derivat asam salisilat.Obat-obatan yang dipengaruhi oleh gangguan
serum kalium: glikosida digitalis dan antiaritmia. Kombinasi dengan HCT (keterangan
lihat HCT).
Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas; hamil (lihat lampiran 2) dan menyusui (lihat lampiran 4).
Kombinasi dengan HCT (lihat keterangan HCT)
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; mual, muntah, lelah, nyeri pada otot; tidak terlalu sering: diare,
dispepsia, kemerahan, takikardia, batuk, disfungsi seksual; jarang: ruam, urtikaria;
sangat jarang: sakit kepala, mialgia, arthalgia, telinga berdenging, gangguan pencecap,
hepatitis, disfungsi ginjal.Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT).
Dosis:
Hipertensi, dosis awal 150 mg sehari sekali, jika perlu dapat ditingkatkan hingga 300 mg
sehari sekali. Pada pasien hemodialisis atau usia lanjut lebih dari 75 tahun, dosis awal 75
mg/hari dapat digunakan. Hipertensi pada pasien diabetes mellitus tipe II, dosis awal 150
mg sehari sekali dan dapat ditingkatkan hingga 300 mg sehari sekali sebagai dosis
penunjang untuk pengobatan penyakit ginjal, pada pasien hemodialisis atau lansia di
atas 75 tahun, dosis awal 75 mg sehari sekali.
Kombinasi Irbesartan/HCT 150mg/12.5 mg digunakan pada pasien hipertensi
dimana tekanan darahnya tidak dapat terkontrol dengan Irbesartan 150 mg atau
hidroklorotiazid tunggal.
Kombinasi Irbesartan/HCT 300mg/12.5 mg digunakan pada pasien hipertensi
dimana tekanan darahnya tidak dapat terkontrol dengan Irbesartan 300 mg atau
Irbesartan/HCT 150mg/12.5 mg.
Dosis yang lebih tinggi dari irbesartan 300m /25 mg HCT sehari sekali tidak
dianjurkan.
KANDESARTAN SILEKSETILIndikasi:
hipertensi; Kombinasi dengan HCT: Pengobatan hipertensi yang tidak dapat terkontrol
dengan kandesartan sileksetil atau HCT sebagai monoterapi
Peringatan:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal (lampiran 1).
Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT)
Interaksi:
Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT)
Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas; menyusui (lampiran 4); kolestasis; kombinasi dengan HCT
(keterangan lihat HCT)
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; juga vertigo, sakit kepala; sangat jarang mual, hepatitis,
kerusakan darah, hiponatremia, nyeri punggung, sakit sendi, nyeri otot, ruam, urtikaria,
rasa gatalKombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT)
Dosis:
hipertensi, dosis awal 8 mg (gangguan fungsi hati 2 mg, gangguan fungsi ginjal atau
volume deplesi intravaskular 4 mg) sekali sehari, tingkatkan jika perlu pada interval 4
minggu hingga maksimal 32 mg sekali sehari; dosis penunjang lazim 8 mg sekali sehari.
Gagal jantung, dosis awal 4 mg sekali sehari, tingkatkan pada interval sedikitnya 2
minggu hingga dosis target 32 mg sekali sehari atau hingga dosis maksimal yang masih
dapat ditoleransi.
Kombinasi dengan HCT: kandesartan sileksetil 16 mg + HCT 12,5 mg sekali sehari,
dengan atau tanpa makanan. Pasien usia lanjut: sebelum pengobatan dengan kombinasi
harus dimulai dengan kandesartan sileksetil 2 mg tunggal untuk pasien >75 tahun, atau
kandesartan sileksetil 4 mg tunggal untuk pasien < 75 tahun. Pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, regimen lazim untuk kombinasi kandesartan sileksetil/HCT dapat diikuti
selama kreatinin klirens di atas 30 mL/menit. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
yang lebih parah, diuretika kuat lebih disukai daripada tiazid, sehingga kombinasi
kandesartan sileksetil/HCT tidak dianjurkan. Pasien dengan gangguan fungsi hati,
diuretika tiazid harus digunakan dengan hati-hati, oleh karenanya dosis harus diberikan
dengan hati-hati.
LOSARTAN KALIUMIndikasi:
hipertensi, termasuk pasien hipertropi ventrikular kiri, nefropati diabetik pada diabetes
melitus tipe 2.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati dan ginjal
Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas; menyusui
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; pusing, gangguan pencecap, kadang-kadang perubahan uji
fungsi hati
Dosis:
Biasanya 50 mg sekali sehari (usia lanjut di atas 75 tahun, gangguan fungsi ginjal sedang
sampai berat, deplesi cairan, dimulai dengan 25 mg sekali sehari); bila perlu tingkatkan
setelah berminggu-minggu menjadi 100 mg sekali sehari
OLMESARTAN MEDOKSOMILIndikasi:
hipertensi
Peringatan:
lihat keterangan diatas
Kontraindikasi:
lihat atas, kelainan fungsi hati, kelainan fungsi ginjal sedang sampai berat (lihat lampiran
3), kerusakan empedu, menyusui
Efek Samping:
lihat keterangan diatas, nyeri abdomem, diare, dispepsia, mual, gejala influenza, batuk
faringitis, rinitis, hematuria, infeksi saluran kencing, bengkak periferal, artritis, nyeri otot,
gejala mirip jarang vertigo, ruam
Dosis:
awal 10 mg sekali sehari, jika perlu dapat dinaikkan menjadi 20 mg sekali sehari; dosis
maksimum 40 mg sehari (lanjut usia, maksimum 20 mg sehari)
OLMESARTAN MEDOKSOMIL+AMLODIPIN BESILATIndikasi:
hipertensi, pengalihan penggunaan kombinasi obat tunggal olmesartan medoksomil dan
amlodipin besilat, hipertensi dengan kondisi tekanan darah tidak terkontrol dengan
monoterapi olmesartan medoksomil atau amlodipin besilat, tidak boleh digunakan
sebagai terapi awal
Peringatan:
kekurangan cairan intramuskular, hipertensi renovaskular, kerusakan ginjal dan
tranplantasi ginjal, kerusakan hati, penyakit jantung obstruktif berat, aldosteronisme
primer (obat tidak berespon menurunkan tekanan darah), angina dan infark miokard,
gagal jantung kongestif, ras kulit hitam (efek penurunan tekanan darah dari olmesartan
medoksomil lebih rendah dibanding selain ras kulit hitam), tidak boleh digunakan pada
kehamilan trimester pertama, jika terjadi kehamilan pada masa penggunaan obat
hentikan segera penggunaan obat, menyusui, perlu diwaspadai terjadinya efek samping
dari masing-masing obat sebagai potensial risiko walau tidak ditemukan pada
penggunaan kombinasi.
Interaksi:
efek penurunan tekanan darah akan meningkat apabila digunakan bersama
antihipertensi lain seperti alfa bloker atau diuretik, penggunaan olmesartan medoksomil
bersama suplemen kalium atau diuretik hemat kalium tidak direkomendasikan karena
dapat meningkatkan serum kalium, pemberian bersama AINS berisiko menimbulkan
gagal ginjal akut dan menurunkan efek antihipertensi, setelah pemberian antasida
(aluminium magnesium hidroksida), terjadi sedikit penurunan bioavailabilitas
olmesartan, pemberian bersama litium dapat meningkatkan kadar serum litium,
pemberian amlodipin grapefruit atau sari grapefruit tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan bioavailabilitas amlodipin sehingga efek penurunan tekanan darah
menjadi meningkat
Kontraindikasi:
hipersensitivitas, pasien berusia dibawah 18 tahun, kehamilan, pasien dengan gagal
ginjal berat, pasien dengan kerusakan hati atau obstruksi saluran empedu, syok
kardiogenik, infark miokard akut (rentang waktu 4 minggu), angina pektoris tidak stabil.
Efek Samping:
umum:edema perifer, edema, kelelahan, pusing, sakit kepala; tidak umum: hipertensi,
palpitasi, takikardi, vertigo, mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi, mulut kering,
nyeri abdomen atas, astenia, penurunan kalium darah, peningkatan kreatinin darah,
peningkatan asam urat darah, peningkatan gamma glutamyl transferase, hiperkalemia,
kram otot, nyeri ekstremitas, nyeri punggung, pusing postural, letargi, paraestesia,
hipoestesia, penurunan libido, polakiuria, disfungsi ereksi, dispnea, batuk, ruam,
hipotensi, hipotensi ortostatik; jarang: edema wajah, hipersensitivitas, pingsan, urtikaria
Dosis:
satu kali sehari satu tablet dengan kandungan 20 mg olmesartan medoksomil/5 mg
amlodipin besilat sebelum atau sesudah makan, pasien dengan tekanan darah tidak
cukup terkontrol dengan kombinasi olmesartan medoksomil/amlodipin besilat 20 mg/5
mg, maka direkomendasikan titrasi menjadi olmesartan medoksomil/amlodipin besilat 40
mg/5 mg. Kemudian, jika tekanan darahnya tidak cukup terkontrol dengan olmesartan
medoksomil/amlodipin besilat 40 mg/5 mg, maka direkomendasikan titrasi menjadi
olmesartan medoksomil/amlodipin besilat 40 mg/10 mg, pasien yang beralih dari
penggunaan kombinasi obat tunggal olmesartan medoksomil dan amlodipin besilat, dosis
disesuaikan dengan dosis olmesartan medoksomil dan amlodipin besilat yang telah
diminum.
TELMISARTANIndikasi:
Hipertensi essensial
Peringatan:
peningkatan risiko hipotensi pada stenosis arteri renal, gangguan fungsi ginjal –perlu
dimonitor secara periodik kadar kalium dan kreatinin,
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (Antagonis reseptor angiotensin-II)
Kontraindikasi:
hipersensitivitas, kehamilan trimester dua dan tiga, menyusui, gangguan obstruktif
empedu, gangguan hati berat
Efek Samping:
infeksi saluran kemih (termasuk sistitis), infeksi saluran napas atas, sepsis termasuk
yang sifatnya fatal, anemia, eosinofilia, trombositopenia, reaksi anafilaksis,
hipersensitivitas, hiperkalemia, hipoglikemia (pada pasien diabetes), insomnia, depresi,
ansietas, pingsan, gangguan penglihatan, vertigo, bradikardi, takikardi, hipotensi,
hipotensi ortostatik, dispnea, nyeri abdomen, diare, dispepsia, perut kembung, muntah,
mulut kering, rasa tidak nyaman pada lambung, gangguan fungsi hati, pruritus,
hiperhidrosis, ruam, angioedema, eksim, eritema, urtikaria, drug eruption, toxic
skin eruption, nyeri punggung, spasme otot (kram pada kaki), myalgia, arthtralgia, nyeri
pada ekstremitas (nyeri pada tungkai kaki), nyeri pada tendon (gejala seperti tendinitis),
gangguan fungsi ginjal, termasuk gagal ginjal akut, nyeri dada, astenia, penyakit mirip
influenza, peningkatan kadar kreatinin, penurunan hemoglobin, peningkatan asam urat,
peningkatan enzim hepatik, peningkatan fosfokinase kreatin darah.
Dosis:
40 mg sekali sehari, dapat diberikan 20 mg sekali sehari jika sudah memberikan efek,
jika target tekanan darah belum tercapai, dosis dapat ditingkatkan hingga maksimum 80
mg sekali sehari, kombinasi telmisartan 40 mg/HCT 12,5 mg digunakan pada pasien
hipertensi jika tekanan darah tidak dapat terkontrol dengan te lmisartan 40 mg tunggal,
kombinasi telmisartan 80 mg/HCT 12,5 mg digunakan pada pasien hipertensi jika
tekanan darah tidak dapat terkontrol dengan irbesartan 80 mg atau telmisartan 40
mg /HCT 12,5 mg.
TELMISARTAN+AMLODIPINIndikasi:
hipertensi essensial, pada kondisi tekanan darah tidak terkontrol dengan amlodipin
tunggal
Peringatan:
gangguan hati, hipertensi renovaskular, gangguan ginjal, hipovolemia intravaskular,
aldosteronis primer, stenosis aorta dan mitral, kardiomiopati hipertropi, angina pektoris
tidak stabil, infark miokard akut, hiperkalemia, diabetes melitus, perlu diwaspadai
terjadinya efek samping dari masing-masing obat sebagai potensial risiko walau tidak
ditemukan pada penggunaan kombinasi.
Interaksi:
antihipertensi lain dapat meningkatkan efek penurunan tekanan darah, alkohol,
barbiturat, narkotik, antidepresan, kortikosteroid sistemik, grapefruit, diuretik hemat
kalium, suplemen kalium, litium, AINS, penghambat atau penginduksi CYP3A4.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas, hipersensitivitas pada turunan dihidropiridin, kehamilan trimester
kedua dan ketiga, menyusui, gangguan obstruksi empedu, gangguan hati berat, syok
(termasuk syok kardiogenik), hipotensi berat, obstruksi saluran keluar ventrikel kiri,
gagal jantung yang tidak stabil secara hemodinamik pasca infark miokard akut,
penggunaan bersama dengan aliskiren pada diabetes mellitus atau gangguan fungsi
ginjal.
Efek Samping:
umum: pusing, edema perifer; tidak umum: somnolens, migrain, sakit kepala,
paraestesia, vertigo, bradikardi, palpitasi, hipotensi, hipotensi ortostatik, kulit memerah,
batuk, nyeri abdomen, diare, mual, pruritus, artralgia, kram otot, (kram pada kaki),
mialgia, disfungsi ereksi, astenia, nyeri dada, letih, edema, peningkatan enzim
hati; jarang: sistitis,depresi, ansietas, insomnia, pingsan, neuropati perifer, hipoestesia,
disgeusia, tremor, muntah, hipertropi gusi, dispepsia, mulut kering, eksim, eritema, ruam
kulit, nyeri punggung, nyeri pada esktremitas, nokturia, malaise, peningkatan asam urat
darah
Dosis:
satu kali sehari satu tablet dengan kandungan 40 mg telmisartan/ 5 mg amlodipin, dosis
maksimal satu tablet dengan kandungan 80 mg telmisartan / 10 mg amlodipin per hari,
penggunaan kombinasi ini untuk jangka panjang.
VALSARTANIndikasi:
hipertensi (dapat digunakan tunggal maupun dikombinasi dengan obat antihipertensi
lain); gagal jantung pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat penghambat ACE
(penghambat enzim pengubah angiotensin).
Peringatan:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati ringan sampai sedang; gangguan fungsi
ginjal (lampiran 3); data keamanan dan khasiat pada anak-anak belum tersedia.
Interaksi:
penggunaan bersama dengan penghambat ACE dan beta-bloker tidak dianjurkan.
Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati berat, sirosis, obstruksi empedu,
menyusui (lampiran 4); hipersensitif terhadap komponen obat.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; kelelahan, jarang diare, sakit kepala, mimisan; trombositopenia,
nyeri sendi, nyeri otot, gangguan rasa, neutropenia.
Dosis:
Hipertensi, lazimnya 80 mg sekali sehari; jika diperlukan (pada pasien yang tekanan
darahnya tidak terkontrol) ditingkatkan hingga 160 mg sehari atau ditambahkan
pemberian diuretika; tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau pada pasien dengan gangguan fungsi hati tanpa kolestasis. Gagal
jantung, dosis awal 40 mg dua kali sehari. Penyesuaian dosis hingga 80 mg dan 160 mg
dua kali sehari harus dilakukan pada dosis tertinggi yang dapat ditoleransi oleh pasien;
pertimbangan untuk menguragi dosis harus dilakukan pada pasien yang juga menerima
diuretika; dosis maksimal yang diberikan pada uji klinik adalah 320 mg pada dosis
terbagi.
2.3.5 Penghambat ACEPenghambat ACE bekerja dengan cara menghambat konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada umumnya dapat ditoleransi
dengan baik. Pada bayi dan anak-anak dengan gagal jantung, kaptopril biasanya
merupakan obat utama. Penggunaannya pada anak harus dimulai oleh dokter spesialis
dan dengan monitoring yang intensif.
GAGAL JANTUNG. Pengobatan gagal jantung kronis bertujuan untuk mengurangi gejala,
meningkatkan daya tahan saat berolah raga, mengurangi insiden eksaserbasi akut dan
menurunkan tingkat kematian. Penghambat ACE digunakan pada semua tingkat
keparahan gagal jantung, biasanya dikombinasikan dengan diuretika (lihat bagian 2.5).
Suplemen kalium dan diuretika hemat kalium sebaiknya dihentikan penggunaannya
sebelum memulai penggunaan penghambat ACE karena risiko hiperkalemia.
Spironolakton mungkin bermanfaat pada gagal jantung berat dan dapat digunakan
bersama dengan penghambat ACE dengan memantau kadar serum kalium dengan
intensif. Hipotensi berat pada pemberian dosis pertama penghambat ACE dapat terjadi
apabila diberikan pertama kali pada pasien dengan gagal jantung yang telah diberi dosis
tinggi diuretika kuat sebelumnya (misalnya furosemid 80 mg sehari atau lebih).
Penghentian sementara diuretika kuat dapat menurunkan risiko, namun kemungkinan
dapat menyebabkanrebound edema paru berat. Oleh karena itu, pada pasien yang
menggunakan dosis tinggi diuretika kuat, penghambat ACE perlu diberikan di bawah
pengawasan dokter spesialis. Penghambat ACE dapat diberikan pada pasien yang
menerima dosis rendah diuretika atau pada pasien yang tidak mempunyai risiko serius
hipotensi. Namun, tetap diperlukan kehati-hatian dan diberikan dosis awal yang sangat
rendah.
HIPERTENSI. Penghambat ACE merupakan terapi awal yang sesuai untuk hipertensi pada
pasien Kaukasian berusia muda; tetapi pasien Afro-Karibian dan pasien yang berumur
lebih dari 55 tahun memberikan respon yang kurang baik. Penghambat ACE terutama
diindikasikan untuk hipertensi pada pasien diabetes yang tergantung pada insulin
dengan nefropati. Pada beberapa pasien, obat ini menurunkan tekanan darah dengan
sangat cepat terutama pada pasien yang juga mendapatkan terapi diuretika . Dosis
pertama sebaiknya diberikan sebelum tidur. Pada anak, penghambat ACE harus
dipertimbangkan untuk pengobatan hipertensi bila tiazid dan beta-bloker
dikontraindikasikan, tidak dapat ditoleransi, atau gagal mengendalikan tekanan darah.
Pada beberapa pasien, penghambat ACE dapat menyebabkan penurunan tekanan darah
yang sangat cepat. Karena itu, bila mungkin, terapi diuretika dihentikan untuk beberapa
hari sebelum memulai terapi dengan penghambat ACE, dan dosis pertama sebaiknya
diberikan sebelum tidur.
PROFILAKSIS SERANGAN JANTUNG. Penghambat ACE digunakan dalam tata laksana awal
dan jangka panjang pada pasien infark miokard. Penghambat ACE mencegah serangan
jantung dan stroke pada pasien penyakit jantung koroner stabil dengan risiko tersebut.
PEMBERIAN AWAL DI BAWAH PENGAWASAN DOKTER SPESIALIS.
Pemberian awal penghambat ACE harus dibawah pengawasan dokter spesialis dengan
pemantauan klinis yang intensif pada pasien dengan gagal jantung yang berat atau pada
pasien yang:
menerima beberapa macam obat atau terapi diuretika dosis tinggi (misalnya lebih
dari 80 mg furosemid sehari atau setara dengan itu)
mengalami hipovolemia
mengalami hiponatremia (kadar natrium dalam jaringan di bawah 90 mmHg)
menderita gangguan jantung yang tidak stabil
menderita gangguan fungsi ginjal (kadar kreatinin dalam plasma di atas 150
mikromol/liter)
menerima terapi vasodilator dosis tinggi
berumur 70 tahun atau lebih
EFEK PADA GINJAL
Pada pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral yang berat atau stenosis arteri ginjal
unilateral berat (hanya satu ginjal yang berfungsi), penghambat ACE mengurangi atau
meniadakan filtrasi glomerulus sehingga menyebabkan gagal ginjal yang berat dan
progresif. Karena itu, penghambat ACE dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki
penyakit renovaskuler kritis tersebut.
Penghambat ACE cenderung tidak mempunyai efek samping pada fungsi ginjal secara
keseluruhan. Pada pasien dengan stenosis arteri ginjal unilateral berat dan kontralateral
ginjal normal, filtrasi glomerulus dapat berkurang (atau bahkan ditiadakan) pada ginjal
yang rusak dan efek jangka panjangnya belum diketahui. Pada umumnya, penghambat
ACE paling baik dihindarkan pada pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit
renovaskuler, kecuali bila tekanan darah tidak dapat dikendalikan dengan obat lain. Bila
terpaksa digunakan dalam situasi yang demikian, fungsi ginjal perlu dipantau.
Penghambat ACE juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit
renovaskuler, yang tidak terdiagnosis dan tidak menunjukkan gejala, pasien dengan
penyakit vaskuler perifer atau dengan aterosklerosis yang parah. Fungsi ginjal dan
elektrolit harus diperiksa sebelum memulai pengobatan dengan penghambat ACE dan
dipantau selama pengobatan (harus lebih sering dilakukan bila terjadi pada keadaan-
keadaan seperti tersebut di atas). Meskipun penghambat ACE saat ini menunjukkan
peran khusus dalam beberapa bentuk penyakit ginjal, kadang-kadang obat-obat ini juga
menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang mungkin berkembang dan menjadi parah
pada situasi yang lain (terutama pada pasien lansia). Pemberian bersama AINS
meningkatkan risiko kerusakan ginjal, dan diuretika hemat kalium (atau suplemen garam
kalium) meningkatkan risiko hiperkalemia.
PERINGATAN. Pada pasien yang sedang menggunakan diuretika, pemberian awal
penghambat ACE perlu dilakukan dengan hati-hati. Dosis pertama dapat menyebabkan
hipotensi terutama pada pasien yang sedang menggunakan diuretika dosis tinggi,
diet rendah garam, dialisis, dehidrasi atau pasien dengan gagal ginjal (lihat keterangan
di atas). Penghambat ACE sebaiknya juga digunakan dengan hati-hati pada penyakit
vaskuler perifer atau aterosklerosis yang mempunyai risiko penyakit renovaskuler (lihat
juga keterangan di atas). Fungsi ginjal sebaiknya dipantau sebelum dan selama
pengobatan, dan dosis diturunkan pada gangguan fungsi ginjal (lihat juga lampiran3).
Risiko agranulositosis meningkat pada penyakit kolagen vaskuler (dianjurkan dilakukan
hitung jenis darah). Penghambat ACE sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien
dengan stenosis aortik berat atau simtomatik (berisiko hipotensi), pada kardiomiopati
obstruktif hipertrofi, pada pasien dengan riwayat idiopati, pada angioedema herediter,
dan pada ibu yang menyusui (Lampiran 5).
Interaksi: Lampiran 1 (Penghambat ACE)
Reaksi anafilaksis. Untuk mencegah terjadinya reaksi anafilaksis, penghambat ACE
sebaiknya dihindari selama dialisis dengan membran high-flux polyacrylonitrile dan
selama apheresis lipoprotein densitas rendah dengan dekstran sulfat; penghambat ACE
juga harus dihentikan sebelum desensitisasi dengan tawon atau sengat lebah.
Penggunaan bersama dengan diuretika. Penghambat ACE dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah yang sangat cepat pada pasien dengan kekurangan cairan;
oleh karena itu pengobatan sebaiknya dimulai dengan dosis yang sangat rendah. Jika
dosis diuretika lebih besar dari 80 mg furosemid atau ekivalen, penghambat ACE
sebaiknya mulai diberikan di bawah pengawasan dokter spesialis dan pada beberapa
pasien dosis diuretika mungkin perlu diturunkan atau dihentikan selama sekitar 24 jam
sebelum pemberian penghambat ACE. Apabila terapi diuretika dosis tinggi tidak dapat
dihentikan, diperlukan pemantauan secara intensif setelah pemberian dosis awal
penghambat ACE, selama sekitar 2 jam atau sampai tekanan darah telah stabil.
KONTRAINDIKASI. Penghambat ACE dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif
terhadap penghambat ACE (termasuk angioedema) dan pada pasien yang diduga atau
dipastikan menderita penyakit renovaskuler (lihat juga keterangan di atas). Penghambat
ACE tidak boleh digunakan pada wanita hamil (lihat Lampiran 4).
EFEK SAMPING. Penghambat ACE dapat menyebabkan hipotensi yang parah (lihat
peringatan) dan gangguan fungsi ginjal (lihat efek pada ginjal di atas), dan batuk kering
yang menetap. Penghambat ACE juga menyebabkan angioedema (mula kerja dapat
tertunda), ruam kulit (pruritus dan urtikaria), pankreatitis dan gejala pada saluran
pernafasan atas seperti sinusitis, rinitis, dan sakit tenggorok. Efek gangguan saluran
cerna yang dilaporkan meliputi mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi, dan nyeri
abdomen. Telah dilaporkan juga perubahan pada hasil tes fungsi hati, ikterus kolestatik
dan hepatitis. Hiperkalemia, hipoglikemi, dan kelainan darah termasuk trombositopenia,
leukopeni, neutropenia, dan anemia hemolitik juga telah dilaporkan. Efek samping lain
yang telah dilaporkan diantaranya sakit kepala, mengantuk, kelelahan, malaise,
gangguan pengecapan, paraestesia, bronkospasme, demam, vaskulitis, mialgia,
artralgia, antibodi antinuklir positif, peningkatan laju endap darah, eosinofilia,
leukositosis, dan fotosensitivitas.
PRODUK KOMBINASI
Penggunaan sediaan kombinasi penghambat ACE dengan tiazid seharusnya dicadangkan
bagi pasien yang efek penurunan tekanan darahnya tidak memberikan respons terhadap
pemberian diuretika tiazid atau penghambat ACE tunggal. Kombinasi penghambat ACE
dan antagonis kalsium juga tersedia untuk pengobatan hipertensi. Bentuk kombinasi
harus dipertimbangkan hanya jika pasien tidak mengalami perubahan pada pemberian
tunggal dengan proporsi yang sama. NEONATUS. Respon neonatus terhadap pengobatan
dengan penghambat ACE sangat bervariasi, dan beberapa neonatus mengalami
hipotensi berat meskipun dengan dosis pemberian yang kecil; oleh karena itu harus
diberikan dosis uji terlebih dahulu dan kewaspadaan harus ditingkatkan. Efek samping
seperti apnea, kejang, gagal ginjal, dan hipotensi berat yang tidak terduga biasa terjadi
pada neonatus usia satu bulan dan oleh karena itu sedapat mungkin dihindarkan
penggunaan penghambat ACE, terutama pada neonatus yang baru lahir.
Monografi:
BENAZEPRILDosis:
Dewasa 10 mg sekali sehari untuk pasien yang tidak menggunakan obat diuretika atau 5
mg 1 kali sehari bagi pasien yang menggunakan diuretika. Dosis penunjang 20-40 mg 1
kali sehari atau 2 dosis bagi yang sama (maksimum 80 mg/hari). Untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (bersihan kreatinin kurang dari 30 mL/menit), dosis awal 5 mg 1
kali 1 hari, dosis penunjang 40 mg/hari
Keterangan:
Penghambat ACE yang bekerja tidak langsung (prodrug), yaitu diesterifikasi di hati, atau
mungkin di organ lainnya (ginjal, saluran cerna) menjadi bentuk aktifnya (benazeprilat)
DELAPRILKeterangan:
Penghambat ACE yang bekerja tidak langsung
ENALAPRIL MALEATIndikasi:
hipertensi; pengobatan gagal jantung simptomatik (tambahan); pencegahan gagal
jantung simtomatik dan pencegahan kejadian iskemia koroner pada pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri
Peringatan:
lihat Kaptopril; gangguan hati
Kontraindikasi:
lihat Kaptopril
Efek Samping:
lihat Kaptopril
Dosis:
hipertensi, digunakan sendiri, dosis awal 5 mg sekali sehari; jika ditambahkan pada
diuretika, pada usia lanjut, atau pada gangguan ginjal, awalnya 2,5 mg sehari; dosis
penunjang lazim 10-20 mg sekali sehari; pada hipertensi berat dapat ditingkatkan
sampai maksimal 40 mg sekali sehari. Gagal jantung (tambahan), disfungsi ventrikel kiri
yang asimtomatik, dosis awal 2,5 mg sehari di bawah pengawasan medis yang ketat;
dosis penunjang lazim 20 mg sehari terbagi dalam 1-2 dosis
FOSINOPRILIndikasi:
Hipertensi (tetapi lihat peringatan dan keterangan di atas); gagal jantung kongestif
(tambahan)
Peringatan:
lihat pada Kaptopril dan keterangan di atas
Kontraindikasi:
lihat pada Kaptopril dan keterangan di atas
Efek Samping:
lihat pada Kaptopril dan keterangan di atas
Dosis:
Hipertensi, dosis awal dan dosis penunjang 10 mg/hari; maksimum 40 mg sekali sehari.
Catatan. Pada kasus hipertensi, jika digunakan sebagai tambahan pada penggunaan
diuretika, hentikan pemakaian diuretika beberapa hari sebelum pemakaian obat ini dan
lanjutkan setelah kira-kira empat minggu jika tekanan darah tidak cukup terkontrol
(apabila terapi diuretika tidak bisa dihentikan, perlu ada pengawasan medis selama
beberapa jam). Gagal jantung (tambahan), dosis awal 10 mg sehari di bawah
pengawasan ketat tenaga medis (lihat catatan di atas); jika dosis awal ditoleransi dengan
baik, bisa dinaikkan sampai 40 mg sekali sehari
IMIDAPRILIndikasi:
hipertensi esensial
Peringatan:
lihat keterangan diatas; gangguan fungsi hati (lampiran 2)
Kontraindikasi:
lihat keterangan diatas
Efek Samping:
lihat keterangan diatas; mulut kering, glositis, ileus, bronkitis, dispnea; gangguan tidur,
depresi, bingung, penglihatan kabur, tinitus, impoten.
Dosis:
Dosis awal, 5 mg sehari sebelum makan; jika digunakan sebagai terapi tambahan
terhadap diuretika (lihat keterangan diatas), pada lansia, pada pasien
Anda di siniDepan » KAPTOPRIL
KAPTOPRILIndikasi:
hipertensi ringan sampai sedang (sendiri atau dengan terapi tiazid) dan hipertensi berat
yang resisten terhadap pengobatan lain; gagal jantung kongestif (tambahan); setelah
infark miokard; nefropati diabetik (mikroalbuminuri lebih dari 30 mg/hari) pada diabetes
tergantung insulin
Peringatan:
diuretika (lihat keterangan di atas); dosis pertama mungkin menyebabkan hipotensi
terutama pada pasien yang menggunakan diuretika, dengan diet rendah natrium,
dengan dialisis, atau dehidrasi; penyakit vaskuler perifer atau aterosklerosis menyeluruh
karena risiko penyakit renovaskuler yang tidak bergejala; pantau fungsi ginjal sebelum
dan selama pengobatan, dan kurangi dosis pada gangguan ginjal; mungkin
meningkatkan risiko agranulositosis pada penyakit vaskuler kolagen (disarankan hitung
jenis); reaksi anafilaktoid (lihat keterangan di bawah); menyusui; mungkin menguatkan
efek hipoglikemi insulin atau antidiabetik oral.
REAKSI ANAFILAKTOID. Guna mencegah reaksi ini, penghambat ACE harus
dihindarkan selama dialisis dengan membran high-flux polyacrilonitrile dan selama
aferesis lipoprotein densitas rendah dengan dekstran sulfat
Interaksi:
lihat lampiran 1 (penghambat ACE)
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap penghambat ACE (termasuk angiodema); penyakit renovaskuler
(pasti atau dugaan); stenosis aortik atau obstruksi keluarnya darah dari jantung;
kehamilan (lihat lampiran 4); porfiria
Efek Samping:
hipotensi; pusing, sakit kepala, letih, astenia, mual (terkadang muntah), diare,
(terkadang konstipasi), kram otot, batuk kering yang persisten, gangguan kerongkongan,
perubahan suara, perubahan pencecap (mungkin disertai dengan turunnya berat badan),
stomatitis, dispepsia, nyeri perut; gangguan ginjal; hiperkalemia; angiodema, urtikaria,
ruam kulit (termasuk eritema multiforme dan nekrolisis epidermal toksik), dan reaksi
hipersensitivitas (lihat keterangan di bawah untuk kompleks gejala), gangguan darah
(termasuk trombositopenia, neutropenia, agranulositosis, dan anemia aplastik); gejala-
gejala saluran nafas atas, hiponatremia, takikardia, palpitasi, aritmia, infark miokard, dan
strok (mungkin akibat hipotensi yang berat), nyeri punggung, muka merah, sakit kuning
(hepatoseluler atau kolestatik), pankreatitis, gangguan tidur, gelisah, perubahan suasana
hati, parestesia, impotensi, onikolisis, alopesia.
KOMPLEKS GEJALA. Telah dilaporkan suatu kompleks gejala untuk penghambat ACE
yang meliputi demam, serositis, vaskulitis, mialgia, artralgia, antibodi antinuklear positif,
laju endap darah meningkat, eosinofilia, leukositosis; mungkin juga terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas atau reaksi kulit yang lain
Dosis:
hipertensi, digunakan sendiri, awalnya 12,5 mg 2 kali sehari; jika digunakan bersama
diuretika (lihat keterangan), atau pada usia lanjut; awalnya 6,25 mg 2 kali sehari (dosis
pertama sebelum tidur); dosis penunjang lazim 25 mg 2 kali sehari; maksimal 50 mg 2
kali sehari (jarang 3 kali sehari pada hipertensi berat) Gagal jantung (tambahan),
awalnya 6,25 - 12,5 mg di bawah pengawasan medis yang ketat (lihat keterangan di
atas); dosis penunjang lazim 25 mg 2 - 3 kali sehari; maksimal 150 mg sehari. Profilaksis
setelah infark miokard pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (asimtomatik atau
simptomatik) yang stabil secara klinis, awalnya 6,25 mg, dimulai 3 hari setelah infark,
kemudian ditingkatkan dalam beberapa minggu sampai 150 mg sehari (jika dapat
ditolerir dalam dosis terbagi). Nefropati diabetik, 75-100 mg sehari dalam dosis terbagi;
jika diperlukan penurunan tekanan darah lebih lanjut, antihipertensi lain dapat digunakan
bersama kaptopril; pada gangguan ginjal yang berat, awalnya 12,5 mg 2 kali sehari (jika
diperlukan terapi bersama diuretika, sebaiknya dipilih diuretika kuat daripada tiazid)
METILDOPAα2-agonis sentral
Indikasi:
hipertensi, bersama dengan diuretika; krisis hipertensi jika tidak diperlukan efek segera
Peringatan:
riwayat gangguan hati; gangguan ginjal; hasil positif uji Coomb langsung yang dapat
terjadi pada hingga 20% pasien (bisa mempengaruhi blood cross-matching);
mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada gagal ginjal;
disarankan untuk melakukan hitung darah dan uji fungsi hati; riwayat depresi.
Interaksi:
lihat lampiran 1 (metildopa).
MENGEMUDI: Rasa mengantuk bisa mempengaruhi kinerja tugas-tugas yang
memerlukan keahlian (misalnya mengemudi); efek alkohol dapat meningkat.
Kontraindikasi:
depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma; porfiria.
Efek Samping:
gangguan saluran cerna, stomatis, mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare,
retensi cairan, gangguan ejakulasi, kerusakan hati, anemia hemolitik, sindrom mirip
lupus eritematosus, parkinsonismus, ruam kulit, hidung tersumbat.
Dosis:
oral, 250 mg 2-3 kali/hari, secara bertahap dinaikkan dengan selang waktu 2 hari atau
lebih; dosis maksimum sehari 3 g;
PASIEN LANJUT USIA dosis awal 125 mg dua kali/hari, dinaikkan secara bertahap; dosis
maksimum sehari 2 g (lihat juga keterangan di atas).
Infus intravena, metildopa hidroklorida 250-500 mg, diulangi setelah enam jam jika
diperlukan.
2.3 Antihipertensi2.3.1 Vasodilator
2.3.2 Penghambat saraf adrenergik
2.3.3 Alfa-bloker
2.3.4 Beta-bloker
2.3.5 Penghambat ACE
2.3.6 Antagonis reseptor angiotensin II
2.3.7 Antihipertensi kerja sentral
2.3.8 Lain-lain
Menurunkan tekanan darah yang meningkat dapat menurunkan frekuensi stroke,
kejadian koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal. Kemungkinan penyebab hipertensi
(misalnya penyakit ginjal, penyebab endokrin), faktor pendukung, faktor risiko, dan
adanya beberapa komplikasi, seperti hipertrofi ventrikel kiri harus ditegakkan. Pasien
sebaiknya disarankan untuk merubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah
maupun risiko kardiovaskuler; termasuk menghentikan merokok, menurunkan berat
badan, mengurangi konsumsi alkohol yang berlebih, mengurangi konsumsi garam,
menurunkan konsumsi lemak total dan jenuh, meningkatkan latihan fisik (olahraga), dan
meningkatkan konsumsi sayur dan buah. Hipertensi pada anak dan remaja memberikan
pengaruh yang besar pada kesehatannya di masa dewasa.
Hipertensi berat jarang terjadi pada neonatus namun dapat muncul dengan gejala gagal
jantung kongesti dengan penyebab yang paling sering adalah gangguan ginjal dan dapat
juga diikuti dengan kerusakan emboli arteri.
Indikasi antihipertensi pada anak-anak meliputi hipertensi simtomatik, hipertensi
sekunder, kerusakan organ utama yang disebabkan oleh hipertensi, diabetes melitus,
hipertensi yang menetap meskipun sudah mengubah gaya hidup, hipertensi paru. Efek
pengobatan dengan antihipertensi pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak
belum diketahui; pengobatan dapat diberikan hanya apabila manfaat pemberian
diketahui dengan pasti.
Obat yang digunakan untuk terapi hipertensi. Pemilihan obat antihipertensi
bergantung pada indikasi maupun kontraindikasi yang sesuai untuk pasien; beberapa
indikasi dan kontraindikasi dari berbagai obat antihipertensi adalah sebagai berikut (lihat
juga pada monografi setiap obat berikut untuk informasi lebih lengkap):
Tiazid (lihat bagian 2.2.1)–terutama diindikasikan untuk hipertensi pada lansia (lihat
keterangan di bawah); kontraindikasi pada gout;
Beta-bloker (lihat bagian 2.3.4)–meskipun tidak lagi disukai untuk pengobatan
awal hipertensi tanpa komplikasi, indikasi yang lain meliputi infark miokard, angina;
kontraindikasi meliputi asma, blokade jantung;
Penghambat ACE (lihat bagian 2.3.5)–indikasi meliputi gagal jantung, disfungsi
ventrikel kiri dan nefropati akibat diabetes; kontraindikasi meliputi penyakit
renovaskular (lihat bagian 2.3.5) dan kehamilan;
Antagonis reseptor angiotensin II (lihat bagian 2.5.5.2) merupakan alternatif
untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE karena efek samping
batuk kering yang menetap, namun antagonis reseptor Angiotensin II mempunyai
beberapa kontraindikasi yang sama dengan penghambat ACE;
Antagonis kalsium. Terdapat perbedaan yang penting antara berbagai antagonis
kalsium (lihat bagian 2.4.2). Antagonis kalsium dihidropiridin bermanfaat dalam
hipertensi sistolik pada lansia apabila tiazid dosis rendah dikontraindikasikan atau
tidak dapat ditoleransi (lihat keterangan di bawah). Antagonis kalsium “penggunaan
terbatas” (misalnya diltiazem, verapamil) mungkin bermanfaat pada angina;
kontraindikasi meliputi gagal jantung dan blokade jantung;
Alfa-bloker (lihat bagian 2.3.3)–indikasi yang mungkin adalah prostatism;
kontraindikasi pada inkontinensia urin.
Kelas terapi obat yang dapat digunakan pada anak-anak dengan hipertensi meliputi
penghambat ACE (lihat bagian 2.3.5), alfa-bloker (lihat bagian 2.3.3), beta-bloker (lihat
bagian 2.3.4), antagonis kalsium (lihat bagian 2.4.2), dan diuretika (lihat bagian 2.2).
Informasi mengenai penggunaan antagonis reseptor angiotensin II pada anak-anak
masih terbatas. Diuretika dan beta-bloker mempunyai riwayat efikasi dan keamanan
yang cukup pada anak-anak. Obat antihipertensi generasi terbaru, meliputi penghambat
ACE dan antagonis kalsium telah diketahui aman dan efektif pada studi jangka pendek
pada anak-anak. Pada hipertensi yang sulit diatasi dapat diberikan tambahan obat
seperti minoksidil (lihat bagian 2.3.1) atau klonidin (lihat bagian 2.3.7).
Obat antihipertensi tunggal seringkali tidak cukup dan obat antihipertensi yang lain
biasanya ditambahkan secara bertahap sampai hipertensi dapat dikendalikan. Kecuali
apabila diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera, diperlukan interval waktu
pemberian sekurang-kurangnya 4 minggu untuk menentukan respons.
Terapi antihipertensi pada anak-anak sebaiknya dimulai dengan terapi tunggal dalam
dosis terendah dari dosis yang dianjurkan; lalu ditingkatkan sampai tekanan darah yang
diinginkan sudah tercapai. Apabila dosis tertinggi dari dosis anjuran sudah digunakan,
atau segera setelah pasien mengalami efek samping obat, antihipertensi yang lain dapat
ditambahkan apabila tekanan darah belum dapat dikendalikan. Apabila diperlukan lebih
dari satu jenis obat antihipertensi, sebaiknya yang diberikan adalah produk yang terpisah
(tidak dalam satu sediaan) karena pengalaman dokter spesialis anak dalam
menggunakan produk kombinasi tetap masih terbatas.
Respons pengobatan dengan obat antihipertensi dapat dipengaruhi oleh usia pasien dan
latar belakang suku (etnis). Penghambat ACE maupun antagonis reseptor angiotensin II
kemungkinan merupakan obat awal yang paling sesuai pada pasien Kaukasian muda.
Pasien Afro-Karibia dan pasien yang berusia lebih dari 55 tahun mempunyai respon yang
kurang baik terhadap obat-obat ini dan tiazid maupun antagonis kalsium merupakan
pilihan untuk pengobatan awal.
Untuk pengobatan rutin hipertensi tanpa komplikasi, beta-bloker sebaiknya dihindari
pada pasien dengan diabetes, atau pada pasien dengan risiko tinggi menderita diabetes,
terutama apabila beta-bloker dikombinasikan dengan diuretika tiazid.
Pada keadaan di mana dua obat antihipertensi diperlukan, penghambat ACE atau
antagonis reseptor angiotensin II dapat dikombinasikan dengan tiazid atau antagonis
kalsium. Apabila pemberian 2 jenis obat masih belum dapat mengontrol tekanan darah,
tiazid dan antagonis kalsium dapat ditambahkan. Penambahan alfa-bloker,
spironolakton, diuretika yang lain maupun beta-bloker sebaiknya dipertimbangkan pada
hipertensi yang resisten. Pada pasien dengan hiperaldosteronisme primer digunakan,
spironolakton (bagian 2.5.3).
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko kardiovaskuler.
Asetosal (bagian 2.7) dengan dosis 75 mg sehari menurunkan risiko kejadian
kardiovaskuler dan infark miokard. Tekanan darah yang terlalu tinggi harus dikendalikan
sebelum pemberian asetosal. Bila tidak ada kontraindikasi, asetosal dianjurkan untuk
semua pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau pasien dengan risiko mengalami
penyakit kardiovaskuler 10 tahun ke depan sebesar 20% atau lebih dan berusia lebih
dari 50 tahun. Asetosal juga bermanfaat pada pasien dengan diabetes (lihat juga bagian
2.7). Pada anak-anak, peningkatan risiko terjadinya perdarahan dan sindrom Reye perlu
dipertimbangkan.
Obat hipolipidemik dapat bermanfaat juga pada penyakit kardiovaskuler atau pada
pasien dengan risiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskuler (lihat bagian 2.10). Statin
dapat bermanfaat pada anak-anak yang lebih tua dengan risiko tinggi terkena penyakit
kardiovaskuler dan memiliki hiperkolesterolemia.
HIPERTENSI PADA LANSIA.
Manfaat pengobatan dengan antihipertensi terbukti hingga usia 80 tahun, namun pada
saat memutuskan penggunaan suatu obat tidak tepat apabila berdasarkan pembatasan
usia. Pada lansia yang nampak sehat, apabila mengalami hipertensi tekanan darahnya
harus diturunkan. Ambang batas pengobatan adalah tekanan darah diastolik rata-rata ≥
90 mmHg atau tekanan darah sistolik rata-rata ≥160 mmHg setelah pengamatan selama
lebih dari 3-6 bulan (meskipun telah menjalani terapi tanpa obat). Pasien yang mencapai
usia 80 tahun pada saat pengobatan dengan antihipertensi sebaiknya tetap melanjutkan
pengobatan. Tiazid dosis rendah merupakan obat pilihan pertama, bila perlu dengan
tambahan antihipertensi lainnya.
HIPERTENSI SISTOLIK TERISOLASI.
Hipertensi sistolik terisolasi (tekanan darah sistolik ≥160 mmHg, tekanan darah
diastolik < 90 mmHg) menyebabkan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler,
terutama pada pasien usia di atas 60 tahun. Tekanan darah sistolik rata-rata 160 mmHg
atau lebih tinggi selama lebih dari 3-6 bulan (meskipun telah menjalani terapi tanpa
obat) harus diturunkan pada pasien berusia dI atas 60 tahun, sekalipun hipertensi
diastolik tidak ada. Pengobatan dengan pemberian tiazid dosis rendah, bila perlu dengan
tambahan beta-bloker, memberikan hasil yang efektif. Antagonis kalsium dihidropiridin
kerja panjang dianjurkan apabila tiazid dikontra-indikasikan atau tidak dapat ditoleransi.
Pasien dengan hipertensi postural yang parah tidak boleh menerima obat-obat
antihipertensi.
HIPERTENSI PADA DIABETES.
Untuk pasien diabetes, tujuan terapi adalah untuk menjaga tekanan darah sistolik <130
mmHg dan tekanan darah diastolic <80 mmHg. Meskipun demikian, pada beberapa
pasien, mungkin tidak dapat dicapai tahap ini meskipun sudah mendapat pengobatan
yang tepat. Kebanyakan pasien memerlukan obat antihipertensi kombinasi. Hipertensi
umumnya terjadi pada pasien diabetes tipe-2 dan pengobatan dengan antihipertensi
mencegah komplikasi makro dan mikrovaskuler. Pada diabetes tipe-1, hipertensi
biasanya menandakan adanya nefropati akibat diabetes. Penghambat ACE (atau
antagonis reseptor angiotensin II) mempunyai peranan khusus pada tatalaksana
nefropati akibat diabetes; pada pasien diabetes tipe 2, penghambat ACE (atau antagonis
reseptor angiotensin II) dapat menunda perkembangan kondisi mikroalbuminuria
menjadi nefropati.
Penghambat ACE dapat dipertimbangkan penggunaannya untuk anak-anak dengan
diabetes dan mikroalbuminemia atau penyakit ginjal proteinuria.
HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJAL.
Ambang batas untuk pengobatan dengan antihipertensi pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau proteinuria yang menetap adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Tekanan darah optimal adalah tekanan darah
sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg, atau lebih rendah jika
proteinuria lebih dari 1 g dalam 24 jam. Tiazid kemungkinan tidak efektif dan diperlukan
dosis tinggi diuretika kuat. Peringatan khusus untuk penggunaan penghambat ACE pada
gangguan fungsi ginjal, lihat bab 2.3.5, namun penghambat ACE dapat efektif. Antagonis
kalsium dihidropiridin dapat juga ditambahkan.
HIPERTENSI PADA KEHAMILAN.
Tekanan darah tinggi pada kehamilan dapat disebabkan hipertensi esensial sebelum
hamil atau pre-eklamsia. Metildopa (2.3.7) aman pada kehamilan. Beta-bloker efektif dan
aman pada trimester ketiga. Pemberian intravena labetalol dapat digunakan untuk
mengendalikan krisis hipertensi; sebagai alternatif, hidralazin dapat digunakan secara
intravena. Penggunaan magnesium sulfat pada pre-eklamsia dan eklamsia lihat bab
9.4.1.3.
HIPERTENSI YANG MENINGKAT CEPAT ATAU HIPERTENSI YANG SANGAT BERAT.
Hipertensi yang meningkat cepat (atau maligna) atau hipertensi yang sangat berat
(misalnya tekanan darah diastolik >140 mmHg) memerlukan pengobatan segera di
rumahsakit, namun kondisi tersebut bukan merupakan indikasi terapi antihipertensi
parenteral. Pengobatan yang lazim sebaiknya secara oral dengan beta-bloker (misalnya
atenolol atau labetalol) atau antagonis kalsium kerja panjang (misalnya amlodipin).
Dalam 24 jam pertama, tekanan darah diastolik sebaiknya turun sampai dengan 100–110
mmHg. Kemudian pada 2 sampai 3 hari selanjutnya tekanan darah sebaiknya diturunkan
sampai normal dengan menggunakan beta-bloker, antagonis kalsium, diuretika,
vasodilator, atau penghambat ACE. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat
mengurangi perfusi organ yang dapat menyebabkan infark serebral dan kebutaan, fungsi
ginjal memburuk, dan iskemia miokard. Jarang diperlukan antihipertensi parenteral; infus
natrium nitroprusid merupakan obat pilihan pada saat diperlukan pengobatan secara
parenteral (kondisi yang jarang terjadi).
HIPERTENSI EMERGENSI.
Pada anak-anak, hipertensi emergensi disertai dengan tanda-tanda seperti ensefalopati
hipertensi, termasuk kejang. Penting untuk memantau penurunan tekanan darah selama
72-96 jam. Cairan infus mungkin diperlukan terutama selama 12 jam pertama untuk
menambah volume plasma apabila tekanan darah turun terlalu cepat. Pengobatan
secara oral sebaiknya dimulai segera setelah tekanan darah sudah terkendali.Penurunan
tekanan darah yang terkendali dapat dicapai melalui pemberian infus intravena labetalol
(lihat bagian 2.4.3) atau natrium nitroprusid (lihat bagian 2.3.1). Esmolol (lihat bagian
2.4.3) bermanfaat untuk penggunaan jangka pendek dan mempunyai masa kerja
singkat. Pada kasus berat yang jarang terjadi, dapat digunakan nifedipin dengan bentuk
sediaan kapsul.
2.3.1 Vasodilator
2.3.2 Penghambat Saraf Adrenergik
2.3.3 Alfa-Bloker
2.3.4 Beta-Bloker
2.3.5 Penghambat ACE
2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II
2.3.7 Antihipertensi Kerja Sentral
2.3.8 Lain-Lain