nilai, sikap, dan kepauasan kerja

29
NILAI, SIKAP, DAN KEPUASAN KERJA A. Konsep Dasar Pemahaman mengenai Nilai, sikap dan Kepuasaan kerja tidak terlepas dari kajian mengenai kontribusi utama psikologi terhadap prilaku organiasi. Pengkajian mengenai Nilai, Sikap, dan Kepuasan kerja sangat penting, karena didasarkan pada pandangan bahwa suatu pemahaman tentang perilaku individu bermula dari kajian mengenai kontribusi utama psikologis terhadap Perilaku Organisasi (OB). Untuk itu, tujuan dari pembahasan ini adalah mendeskripsikan topik-topik penting yang berkaitan dengan nilai, sikap, dan kepuasan kerja. Pada bagian akhir dari pembahasan, akan diperkuat oleh hasil penelitian yang kami kutip dari jurnal nasional maupun Internasional. Berikut pembahasan konsep dasar dari masing-masing topik. 1. Konsep Nilai (Value) a. Pengertian Nilai Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli. “Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach, 1973 hal. 5) 1

Upload: andy-eddy

Post on 31-Jul-2015

133 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

NILAI, SIKAP, DAN KEPUASAN KERJA

A. Konsep Dasar

Pemahaman mengenai Nilai, sikap dan Kepuasaan kerja tidak terlepas dari

kajian mengenai kontribusi utama psikologi terhadap prilaku organiasi.

Pengkajian mengenai Nilai, Sikap, dan Kepuasan kerja sangat penting, karena

didasarkan pada pandangan bahwa suatu pemahaman tentang perilaku

individu bermula dari kajian mengenai kontribusi utama psikologis terhadap

Perilaku Organisasi (OB). Untuk itu, tujuan dari pembahasan ini adalah

mendeskripsikan topik-topik penting yang berkaitan dengan nilai, sikap, dan

kepuasan kerja. Pada bagian akhir dari pembahasan, akan diperkuat oleh hasil

penelitian yang kami kutip dari jurnal nasional maupun Internasional. Berikut

pembahasan konsep dasar dari masing-masing topik.

1. Konsep Nilai (Value)

a. Pengertian Nilai 

Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.

“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach, 1973 hal. 5)

“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or undesireable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)

“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)

Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

1

Page 2: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.

Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu :

1. Kebutuhan individu sebagai organisme biologis;2. Persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi

interpersonal;3. Tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok

dan kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994). Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz

mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan.

Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).

Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya ‘diinginkan’, dimana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan

2

Page 3: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).

b. Tipe-tipe Nilai

Penelitian Schwartz mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk

memecahkan masalah apakah nilai-nilai yang dianut oleh manusia dapat

dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai (value type). Lalu masing-

masing tipe tersebut terdiri pula dari sejumlah nilai yang lebih khusus.

Setiap tipe nilai merupakan wilayah motivasi tersendiri yang berperan

memotivasi seseorang dalam bertingkah laku. Karena itu, Schwartz juga

menyebut tipe nilai ini sebagai motivational type of value.

Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994)

mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh

manusia, yaitu:

1) Power. Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe

kebutuhan yang universal, yaitu transformasi kebutuhan individual

akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui analisa

terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah

pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau dominasi

terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus

(spesific values) tipe nilai ini adalah : social power, authority,

wealth, preserving my public image dan social recognition.

2) Achievement. Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi

dengan menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja

yang kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang merasa perlu

3

Page 4: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

untuk mengembangkan dirinya, serta jika interaksi sosial dan

institusi menuntutnya. Nilai khusus yang terdapat pada tipe nilai ini

adalah : succesful, capable, ambitious, influential.

3) Hedonism. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan

kenikmatan yang diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan

tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan kesenangan dan kepuasan

untuk diri sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah :

pleasure, enjoying life.

4) Stimulation. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik

akan variasi dan rangsangan untuk menjaga agar aktivitas

seseorang tetap pada tingkat yang optimal. Unsur biologis

mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah pengaruh

pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan individual

tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini

adalah kegairahan, tantangan dalam hidup. Nilai khusus yang

termasuk tipe nilai ini adalah : daring, varied life, exciting life.

5) Self-direction. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan

tindakan yang tidak terikat (independent), seperti memilih,

mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari kebutuhan

organismik akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta interaksi

dari tuntutan otonomi dan ketidakterikatan. Nilai khusus yang

termasuk tipe nilai ini adalah : creativity, curious, freedom,

choosing own goals, independent.

6) Universalism. Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan

tindakan prososial. Tipe nilai ini mengutamakan penghargaan,

toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap

kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk

tipe nilai ini adalah : broad-minded, social justice, equality,

wisdom, inner harmony.

7) Benevolence. Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya

tentang konsep prososial. Bila prososial lebih pada kesejahteraan

4

Page 5: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

semua orang pada semua kondisi, tipe nilai benevolence lebih

kepada orang lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini

dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan interaksi

yang positif untuk mengembangkan kelompok, dan kebutuhan

organismik akan afiliasi. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini

adalah peningkatan kesejahteraan individu yang terlibat dalam

kontak personal yang intim. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai

ini adalah : helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true

friendship, mature love.

8) Tradition. Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-

simbol dan tingkah laku yang merepresentasikan pengalaman dan

nasib mereka bersama. Tradisi sebagian besar diambil dari ritus

agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan

motivasional dari tipe nilai ini adalah penghargaan, komitmen, dan

penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau agama.

Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : humble, devout,

accepting my portion in life, moderate, respect for tradition.

9) Conformity. Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap

tingkah laku, dorongan-dorongan individu yang dipandang tidak

sejalan dengan harapan atau norma sosial. Ini diambil dari

kebutuhan individu untuk mengurangi perpecahan sosial saat

interaksi dan fungsi kelompok tidak berjalan dengan baik. Nilai

khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : politeness, obedient,

honoring parents and elders, self discipline.

10) Security. Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan

keamanan, harmoni, dan stabilitas masyarakat, hubungan antar

manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari kebutuhan dasar individu

dan kelompok. Tipe nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat,

yaitu individual dan kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai

ini adalah : national security, social order, clean, healthy,

reciprocation of favors, family security, sense of belonging.

5

Page 6: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

c. Hubungan Nilai Dan Tingkah Laku

Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang

mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk

memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam

situasi tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle, 1988).

Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan

memutuskan sesuatu (Williams dalam Homer & Kahle, 1988).

Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada

sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman

untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu.

Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari

pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa

nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial

(Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985).

Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang

berperan dalam tingkah laku : perubahan nilai dapat mengarahkan

terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah dibuktikan dalam

sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan

cara mengubah sistem nilai. Perubahan nilai telah terbukti secara

signifikan menyebabkan perubahan pula pada sikap dan tingkah laku

memilih pekerjaan, merokok, mencontek, mengikuti aktivitas politik,

pemilihan teman, ikut serta dalam aktivitas penegakan hak asasi

manusia, membeli mobil, hadir ditempat ibadah, memilih aktivitas di

waktu senggang, berhubungan dengan ras lain, menggunakan media

masa, mengantisipasi penggunaan media, dan orientasi politik (Homer

& Kahle, 1988).

2. Konsep Sikap (Attitudes)

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang

melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak

6

Page 7: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

1995).

Sikap (attitudes) merupakan pernyataan evaluatif, baik yang

menyenangkan maupun yang tidak, tentang suatu objek, orang atau

peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan

sesuatu (Robbins, 2002: 35)

Calhoun & Acocella (1995) membagi sikap menjadi tiga

komponen yaitu:

1) Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari

pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan

dan pendapat tertentu tentang objek sikap.

2) Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan

perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif.

Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut

pemilik sikap.

3) Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan

seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap.

Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa

sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan di dalam memahami,

merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

b. Pembentukan Sikap

Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya,

melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya.

Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola

sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya

(Azwar, 2007).

Calhoun & Acocella (1995) menulis bahwa sumber pembentuk

sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang

lain atau kelompok , pengaruh media massa dan pengaruh dari figur

yang dianggap penting. Calhoun & Acocella (1995) menambahkan

7

Page 8: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut

mempengaruhi pembentukan sikap.

Dari pendapat di atas, Azwar (2007) mengemukakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah sebagai berikut:

1) pengalaman pribadi : Bahwa tidak adanya pengalaman yang

dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung

akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan

lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam

situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan

pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.

2) pengaruh orang lain yang dianggap penting : Individu pada

umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah

dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh

keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari

konflik.

3) pengaruh kebudayaan : Pengaruh budaya sangat menekankan

pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk

pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang

konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita

alami. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu

dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis

pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.

4) Media massa : Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar

dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa

memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini

seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap

terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan

memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

8

Page 9: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

5) Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama : Lembaga

pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam

diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah

antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan

sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada

gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam

menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat

sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan

mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau

mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak.

Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga

pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan

tunggal yang menentukan sikap.

6) Faktor emosional : Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh

emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran prustrasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian

dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu

prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang

lebih persisten dan bertahan lama.

c. Tipe- tipe Sikap

Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi OB memfokuskan diri

pada sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Hal ini meliputi kepuasan

kerja, keterlibatan kerja (tingkat sejauh mana seseorang berkecimpung

dalam pekerjaanya dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya), dan

komitmen organisasi (sebuah indikator loyalitas kepada, dan

9

Page 10: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

keberhasilan terhadap, organaisasi). Tidak dapat dipungkiri, bahwa

kepuasan kerja telah mendapatkan perhatian yang besar.

1) Kepuasan kerja. Istilah kepuasan kerja merujuk pada sifat umum

individu terhadap pekerjaannya.Seseorang dengan tingkat kepuasan

tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu.

2) Keterlibatan kerja. Istilah keterlibatan kerja merupakan tingkat

dimana seseorang mengaitkan dirinya ke pekerjaannya, secara aktif

berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap kinerjanya penting

bagi nilai dirinya.

3) Komitmen pada organisasi. Merupakan tingkat dimana karyawan

mengaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya,

dan berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi

tersebut.

d. Hubungan sikap dengan Perilaku

Fleur (1958) mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan

tiga pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu postulat

of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of

contigent consistency. Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat

tersebut:

1) postulat konsistensi : Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap

verbal memberi petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan

apa yang akan dilakukan seseorang bila dihadapkan pada suatu

objek sikap. Jadi postulat ini mengasumsikan adanya hubungan

langsung antara sikap dan perilaku.

2) postulat variasi independen : Postulat ini mengatakan bahwa

mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku karena

sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu

yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.

3) postulat konsistensi-kontigensi: Postulat konsistensi-kontigensi

menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan

oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan,

10

Page 11: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

keanggotaan kelompok dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sejauh

mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda

dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya.

Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari

berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu

ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk

perilaku yang ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang

sebenarnya. Artinya, potensi reaksi sikap yang sudah terbentuk dalam

diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan

sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu. Sebaliknya jika individu

mengalami atau merasakan hambatan yang dapat mengganggu

kebebasannya dalam mengatakan sikap yang sesungguhnya atau bila

individu merasakan ancaman fisik maupun ancaman mental yang

dapat terjadi pada dirinya sebagai akibat pernyataan sikap yang

hendak dikemukakan maka apa yang diekspresikan oleh individu

sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak sejalan

dengan sikap hati nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan

dengan apa yang dipegangnya sebagai suatu keyakinan.

Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang

menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah

mempediksikan perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya

sebagai indikator (Azwar, 2007).

3. Konsep Kepuasan kerja (job satisfaction)

a. Pengertian kepuasan kerja

Robbins (2002) mendefinisikan Kepuasan kerja mengacu kepada

sifat individu secara umum terhadap pekerjaanya. Seseorang dengan

tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sifat positif terhadap

pekerjaanya; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaanya

mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan tersebut.

11

Page 12: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

Handoko (2004) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction)

sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan

mereka.

Luthans (2005) dalam bukunya Organizational Behaviour

mengutip pendapat Locke bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan

emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari

penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya.

Dikatakan lebih lanjut bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari

prestasi seseorang sampai seberapa baik pekerjaannya menyediakan

sesuatu yang berguna baginya.

Malthis (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif

dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja

muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa

kepuasan kerja pegawai merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana

mereka memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja pegawai dapat

memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah menciptakan

hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan pegawai.

Kepuasan atau ketidakpuasan pegawai adalah respon pegawai terhadap

evaluasi tingkat kesesuaian antara harapan sebelumnya dan kinerja

desain pekerjaan aktual yang dirasakan oleh pegawai. Jadi, tingkat

kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya dan karirnya merupakan

fungsi dari perbedaan antara kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan

karir yang dirasakan dengan harapan pegawai. Apabila kinerja desain

dan evaluasi pekerjaan dan karirnya tidak sesuai dengan harapan atau

harapan melebihi kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya,

maka pegawai akan kecewa. Sedangkan apabila kinerja desain dan

evaluasi pekerjaan dan karirnya sesuai dengan harapan atau bahkan

melebihi harapannya, pegawai akan merasa sangat puas.

12

Page 13: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

Jadi, kepuasan kerja adalah keadaan emosional seseorang

terhadap pekerjaannya, ketika dia menemukan titik temu antara apa

yang dia harapkan dari pekerjaan itu dan apa yang telah diberikan

perusahaan terhadap dirinya.

b. Teori kepuasan kerja

As’sad (2001) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan

indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat

ketidakhadiran(absensi), tingginya keluar masuknya pegawai

(turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja

pegawai (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja

pegawai tersebut muncul ke permukaan, maka hendaknya segera

ditangani supaya tidak merugikan perusahaan. Menurut Kreitner dan

Kinicki dalam Wibowo (2007), terdapat lima faktor yang dapat

mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, sebagai berikut:

1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Kepuasan yang

ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan

kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2) Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa

kepuasan merupakan suatu hasil  memenuhi harapan. Pemenuhan

harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan

dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.

3) Value attainment (pencapaian nilai). Kepuasan merupakan hasil

dari persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja

individual yang penting.

4) Equity (keadilan). Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil

individu diperlakukan ditempat kerja.

5) Dispositional / genetic components (komponen genetik). Model

ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian

merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.

13

Page 14: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

B. Pentingnya kajian dan contoh penelitianUntuk melihat bagaimana persoalan nilai, sikap, dan kepuasan kerja

dalam tataran realitas, berikut ini dipaparkan contoh penelitian (Jurnal) yang dengan setiap variabel, yakni:1. Penelitian Tentang Nilai.

Jurnal Perspektif Bisnis, Vol.1, No.1, Juni 2013, ISSN: 2338-5111PREDIKSI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN YANG DIPENGARUHI OLEH NILAI DAN GAYA HIDUP KONSUMEN (Suprihatin Ali; Dosen Jurusan Administrasi Bisnis FISIP Universitas Lampung)

TUJUAN PENELITIAN- Untuk mengetahui variabel nilai-nilai lingkungan berpengaruh pada variabel perilaku

ramah lingkungan.- Untuk mengetahui variabel gaya hidup berpengaruh pada variabel perilaku ramah

lingkungan.METODE PENELITIAN- Disain Penelitian: Berdasarkan deskripsi tujuan penelitian adalah penelitian

korelasional dan bukan deskriptif, dalam deskripsi waktu penelitian ini bersifat cross-sectional dan bukan longitudinal, dari deskripsi keluasan dan kedalaman topik merupakan penelitian statistik dan bukan kasus Berdasarkan deskripsi lingkungan penelitian merupakan penelitian lapangan dan bukan penelitian laboratorium atau simulasi, dan berdasarkan deskripsi aktivitas persepsi responden (subjects’ perception) merupakan penelitian yang menggunakan aktivitas rutin aktual responden dan bukan aktivitas yang dimodifikasi.

- Penelitian ini dirancang untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen serta variabel mediasi seperti dirumuskan dalam hipotesis yang memerlukan pengujian lebih lanjut. Oleh karena itu, desain penelitian ini termasuk pada desain studi konfirmatori yang bertujuan menguji hipotesis. Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei dengan menggunakan kuesioner.

- Sampel dan Pengukuran: Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil. Ukuran sampel sebagaimana dalam metode statistik lainnya menghasilkan dasar untuk mengestimasi kesalahan sampling. Rumus untuk menghitung besar sampel untuk pemodelan SEM sampai sekarang belum ada, tetapi beberapa pengalaman yang pernah ditulis menunjukkan besar sampel yang cukup adalah berkisar 100-200. Bila terlalu besar, metode ini menjadi sensitif, sehingga sulit untuk mendapatkan ’Goodness of fit’ yang baik. Untuk itu disarankan ukuran sampel adalah 5-10 observasi untuk setiap estimasi parameter., sehingga apabila terdapat 20 parameter yang diestimasi, maka diperlukan 100-200 observasi. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Bandar lampung. Penentuan jumlah sampel sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Roscoe (1975) seperti yang dikutip oleh Sekaran (2003) Jumlah sampel yang lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 sudah cukup

dalam penelitian. Dalam penelitian multivariat (termasuk analisis regresi berganda) jumlah

sampel harus beberapa kali lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian (sebaiknya 10 kali atau lebih besar).

Penelitian ini menggunakan SEM, maka minimal sampel yang digunakan adalah 200 responden.

- Metode yang digunakan untuk mengambil data adalah non-probability sampling, artinya setiap anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel, karena tidak diketahui jumlah populasinya. Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dara primer. Data primer dalam penelitian ini

14

Page 15: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

berasal dari responden, yaitu orang-orang yang merespon atau menjawab setiap pertanyaan penelitian. Data diambil dengan menggunakan kuesioner penelitian. Kuesioner dirancang dan berisikan informasi data responden dan pernyataan yang diharapkan dapat mengungkap gaya hidup dan nilai responden, serta niat berperilaku mereka. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pada level individual dan dilakukan melalui satu kali survai bukan longitudinal

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 1. Nilai dan gaya hidup memiliki pengaruh postif pada perilaku ramah lingkungan.

Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian konfirmatori dengan mengacu pada model yang telah diajukan oleh peneliti sebelumnya. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada latar yang digunakan. Dilihat dari hasil indeks kesesuaian pada model pengukuran yang ada belum fit. Hal ini perlu dilanjutkan dengan pengujian model struktural yang tidak dilakukan pada penelitian ini.

2. Berdasarkan hasil uji regresi yang ada menampilkan bahwa nilai dan gaya hidup dalam diri konsumen menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh praktisi pemasaran dalam hal ini pemasar produk ramah lingkungan. Untuk konsumen yang memiliki nilai. Penelitian lain perlu dilakukan untuk melihat konsistensi instrument penelitian yang ada, dengan menambah variabel atau konstruk lain dan menggunakan latar industri yang berbeda.

2. Penelitian Tentang SikapBENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis Volume 14, Nomor 1, Juni 2010, hlm. 13-21 ISSN : 2367-11271.PERAN PENAMBAHAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DALAM MEMPREDIKSI KINERJA, ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR, DAN SIKAP BAWAHAN TERHADAP ATASAN: Studi Empiris pada Perusahaan Peternakan (Desi Mayasari, Suci Paramitasari Syahlani, Ahmadi) Laboratorium Agrobisnis Bagian Sosial Ekonomi Peternakan UGM Jl. Fauna no 3, Bulaksumur, Yogyakarta, Phone. 0274-513363, HP. 0815 687 8525 email: [email protected], [email protected] PENELITIAN- Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh gaya kepemimpinan

transformasional pada kinerja, organizational citizenship behavior (budaya Organisasi), dan sikap bawahan terhadap atasan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Responden yang digunakan sebanyak 140 karyawan bawahan yang bekerja di tiga perusahaan peternakan yang mempunyai pangsa pasar dalam dan luar negeri.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan desain survei dengan menggunakan metode

wawancara. Responden penelitian ini adalah karyawan di tiga perusahaan yang bergerak dalam industri peternakan pada level persuahaan dengan pangsa pasar internasional dan nasional. Karyawan yang dimaksud adalah bagian dari suatu organisasi yang terstruktur yang terdiri atas pimpinan dan bawahan. Sampel ditentukan dengan random sampling berdasar data karyawan perusahaan. Jumlah responden sampel penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah 140 responden. Sejumlah 48 responden diambil dari perusahaan peternakan A yang memiliki pangsa pasar internasional dan sejumlah 47 dan 45 reponden diambil dari perusahaan B dan C yang memiliki pangsa pasar nasional.

Kuesioner dikembangkan untuk mengukur kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kinerja, OCB, dan kinerja dengan menggunakan skala Likert. Uji kualitas data dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner didasarkan atas sistem penilaian skala Likert. Item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner ini menggunakan Multifactor Leadership Questionnaire atau MLQ (Bass dan Avolio,1990). MLQ merupakan kuesioner untuk kepemimpinan

15

Page 16: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

transaksional dan transformasional. Sehubungan dengan adanya penilaian atasan, peneliti memberikan keyakinan pada responden bahwa jawaban responden bersifat rahasia, sehingga diharapkan responden tidak memiliki keraguan dalam mengisi kuesioner.

KESIMPULAN1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada kinerja, OCB dan sikap bawahan terhadap atasan. Penambahan gaya kepemimpinan transformasional meningkatkan kemampuan dalam memprediksi kinerja, OCB dan sikap bawahan terhadap atasan. Perusahaan besar dengan kapabilitas yang lebih baik dalam membentuk struktur organisasi yang lebih efektif relatif lebih dapat menarik manfaat yang lebih besar dari penambahan gaya kepemimpinan transformasional.

3. Penelitian Tentang Kepuasan KerjaJurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.3, No. 1, April 2012, 123-140) ISSN : 2367-11271Pengaruh Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja dengan Mediasi Komitmen (di PT Alam Kayu Sakti Semarang) A Soegihartono Fakultas Ekonomi Universitas Dian Nuswantoro, Jl Nakulo 5-11 Semarang Tawangmas Semarang Barat Semarang Jawa Tengah TUJUAN PENELITIAN - Untuk menganilisis pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen pada perusahaan

PT. Alam Kayu Sakti Semarang.- Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen pada perusahaan

PT. Alam Kayu Sakti Semarang.- Untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada

perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang.- Untuk menganalisasi pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada

perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang.- Untuk menganalisis pengaruh komitmen terhadap Kinerja karyawan pada Alam

Kayu Sakti Semarang.- Untuk menganalisis komitmen yang menjadi mediasi atau tidak pada hubungan

pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pada perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang.

- Untuk menganalisis komitmen yang menjadi mediasi atau tidak pada hubungan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pada perusahaan PT. Alam Kayu Sakti Semarang.

METODE PENELITIAN Populasi Dan Sampel Penelitian

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT. Alam Kayu Sakti (PT. ALKA ) Semarang yang berjumlah 300 orang Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. maka jumlah sampel dapat ditentukan sebesar 109 responden. Penulis menggunakan teknik ini karena populasi mempunyai unsur/anggota yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional, misalnya mempunyai latar pendidikan yang berbeda.

Jenis Dan Sumber DataJenis Data; Data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi Data primer, yaitu data yang berasal dari daftar – daftar hasil kuesioner. Data sekunder, yaitu data dokumentasi yang di peroleh dari perusahaan dan dari

sumber lain.Sumber Data : Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistimatik dan standart memperoleh data yang diperlukan. Data yang diperlukan dalam penelitian adalah data primer merupakan data yang berasal dari sumber yang asli, diperoleh secara

16

Page 17: Nilai, sikap, dan kepauasan kerja

langsung dari obyek yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui daftar pertanyaan / kuesioner yaitu sebagai alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan (kuesioner) Dimana daftar pertanyaan ini cukup lengkap, terinci dan sistimatis tentang keterangan- keterangan yang dibutuhkan dari karyawan PT. Alam Kayu Sakti Semarang

Variabel Penelitian; Berdasarkan rumusan permasalahan dan hipotesis, maka variabel dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Variabel bebas (x) terdiri dari:

Kepemimpinan (X1)Kepuasan kerja (X2)

Variabel mediasi, yaitu: KomitmenVeriabel Komitmen bisa menjadi variabel terikat apabila dihubungkan antara variabel Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja. Variabel Komitmen menjadi variabel bebas apabila dihubungkan dengan variabel kinerja:

Variabel terikat (Y): kinerja karyawanVariabel komitmen menjadi mediasi akan dianalisis pengaruhnya hubungan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.Variabel komitmen menjadi mediasi akan dianalisis pengaruhnya hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.

KESIMPULANDari hasil yang telah diteliti di PT. Alam Kayu Sakti Semarang, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:2. Penelitian ini dapat membuktikan kepemimpinan berpengaruh positip terhadap

komitmen organisasional. Ini sesuai dengan teorinya Bass (1990).3. Penelitian ini dapat membuktikan kepuasan kerja berpengaruh positip terhadap

komitmen organisasional. Ini sesuai penelitian Johlke (2000).4. Penelitian ini dapat membuktikan kepemimpinan berpengaruh positip terhadap

kinerja. Ini sesuai dengan teorinya Bass (1990).5. Penelitian ini dapat membuktikan kepuasan kerja berpengaruh positip terhadap

kinerja. Ini sesuai dengan teorinya Robins (1996).6. Penelitian ini membuktikan komitmen organisasional berpengaruh positip terhadap

kinerja. Ini sesuai dengan penelitian Johlke dkk (2000).7. Penelitian ini tidak membuktikan bahwa komitmen organisasi memediasi pada

pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja. Ini sesuai dengan penelitian Tri Murdoko (2007).

8. Penelitian ini tidak membuktikan bahwa komitmen organisasi memediasi pada pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja. Ini sesuai dengan penelitian Yustiani, Utai Dian (2005).

17