moral nilai dan sikap ppd

23
BAB II PEMBAHASAN A. PERKEMBANGAN EMOSI Pada umumnya, kehidupan seseorang dipenuhi oleh dorongan dan aneka minat untuk memenuhi kebutuhannya (atau memiliki sesuatu). Dorongan dan minat ini dapat dikatakan menimbulkan perilaku seseorang dan munculnya aneka kebutuhan. Dasar dari pengalaman emosional manusia adalah banyaknya dorongan – dorongan dan minat seseorang itu untuk mencapai kebutuhannya. Seseorang dnegan pola kehidupan, dimana kebutuhan – kebutuhannya dapat dicapai dengan mudah cenderung memiliki emosi yang stabil dan dengan demikian dapat menikmati hidupnya. Sementara, seseorang yang sulit mencapai kebutuhannya karena aneka persoalan atau faktor lingkungan, cenderung memiliki emosi yang tidak stabil. Seorang individu dalam merespon sesuatu didasarkan pada “penalaran” dan “pertimbangan yang bersifat objektif”, sehingga kedua hal tadi – “penalaran” dan “pertimbangan (yang) objektif” mengarahkan individu untuk merespon hal – hal yang berada di luar dirinya. Pada perkembangan selanjutnya, dorongan emosional banyak campur tangan, dan mempengaruhi pemikiran serta tingkah lakunya. 1. Pengertian Emosi Perilaku atau perbuatan sehari – hari pada umumnya disertai dengan perasaan – perasaan tertentu, seperti

Upload: umi-muflihatun-nurul-azizah

Post on 26-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

moral nilai dan sikap peserta didik

TRANSCRIPT

Page 1: Moral Nilai Dan Sikap PPD

BAB II

PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN EMOSI

Pada umumnya, kehidupan seseorang dipenuhi oleh dorongan dan aneka minat untuk

memenuhi kebutuhannya (atau memiliki sesuatu). Dorongan dan minat ini dapat dikatakan

menimbulkan perilaku seseorang dan munculnya aneka kebutuhan. Dasar dari pengalaman

emosional manusia adalah banyaknya dorongan – dorongan dan minat seseorang itu untuk

mencapai kebutuhannya. Seseorang dnegan pola kehidupan, dimana kebutuhan –

kebutuhannya dapat dicapai dengan mudah cenderung memiliki emosi yang stabil dan

dengan demikian dapat menikmati hidupnya. Sementara, seseorang yang sulit mencapai

kebutuhannya karena aneka persoalan atau faktor lingkungan, cenderung memiliki emosi

yang tidak stabil.

Seorang individu dalam merespon sesuatu didasarkan pada “penalaran” dan

“pertimbangan yang bersifat objektif”, sehingga kedua hal tadi – “penalaran” dan

“pertimbangan (yang) objektif” mengarahkan individu untuk merespon hal – hal yang

berada di luar dirinya. Pada perkembangan selanjutnya, dorongan emosional banyak

campur tangan, dan mempengaruhi pemikiran serta tingkah lakunya.

1. Pengertian Emosi

Perilaku atau perbuatan sehari – hari pada umumnya disertai dengan perasaan

– perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau

tidak senang ini selalu menyertai perbuatan kita sehari – hari, kemudian “perasaan

senang dan tidak senang” ini kita sebut sebagai warna efektif. Warna efektif yang kuat

akan menghasilkan “perasaan – perasaan” yang mendalam, luas dan lebih terarah.

“perasaan – perasaan” seperti ini disebut dengan emosi. Disamping perasaan senang

dan tidak senang, beberapa contoh macam emosi lain adalah gembira, cinta, marah,

takut, cemas dan benci.

Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara

keduanya tidak dapat dinyatakan secara tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu

gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya.

Pada suatu saat, suatu warna efektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga

Page 2: Moral Nilai Dan Sikap PPD

dapat dikatakan emosi ; contohnya “marah” yang ditunjukkan dalam bentuk diam.

Crow & Crow (1958) mendefinisikan emosi sebagai berikut :

“An emotion is an effective experience that companies generalized inner adjustment

and mental and physiological stirred-up states in the individual, and that shows it self

in his behavior”

Emosi adalah warna efektif yang kuat dan ditandai oeh perubahan fisik, berupa :

1. Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona

2. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah

3. Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut

4. Pernapasan : bernapas panjang kalau kecewa

5. Pupil mata : membesar bila marah

6. Liur : mongering kalau takut atau tegang

7. Bulu roma : berdiri kalau takut

8. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar

(tremor)

9. Kompisisi darah : komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang

menyebabkan kelenjar – kelenjar lebih aktif

10. Pencernaan : mencret – mencret kalau tegang

2. Karakteristik Perkembangan Emosi

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”,

suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik

dan kelenjar. Tidak semua remaja mengalami masa “badai dan tekanan”, namun benar

jug abila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu

sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan

sosial baru. Pola emosi remaja sama dengan pola emosi kanak – kanak. Jenis emosi

yang secara normal dialami adalah kasih saying, gembira, amarah, takut dan cemas,

cemburu, sedih, dan lain – lain.

a) Cinta / Kasih Sayang

Kebutuhan remaja ialah untuk mendapatkan cinta dari orang lain, dan juga

harus menempatkan dirinya mencintai orang lain. Remaja membutuhkan kasih

saying di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada

tahun – tahun sebelumnya.

Page 3: Moral Nilai Dan Sikap PPD

b) Gembira

Pada umumnya remaja dapat mengingat kembali pengalaman – pengalaman

yang menyenangkan yang dialami remaja. Jika kita menghitung atau

mengingatnya saja akan mempunyai cerita panjang dan lengkap. Perasaan

gembira sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti daripada perasaan

marah dan takut atau tingkah laku problema lain yang memantulkan

kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung

dengan baik dan remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterma sebagai

seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan

(diterima) oleh yang dicintai.

c) Kemarahan dan Permusuhan

Sejak masa kanak – kanak, rasa marah terkadang dikaitkan dengan usaha

remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai seorang pribadi yang

mandiri. Dalam perkembangan kepribadian, rasa marah adalah salah satunya,

yang dapat dikatakan emosi – emosi yang memainkan peranan menonjol

dalam kepribadian. Diantara emosi – emosi lain, seperti cinta, dimana kita

ketahui bahwa dicintai dan mencintai adalah gejala emosi bagi perkembangan

pribadi yang sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui

rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan

minat-minatnya sendiri.

Terdapat empat faktor yang berkaitan tentang marah

1. Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha

manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri

2. Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa

remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang

berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap

– sikap dimana ada sisi kemarahan dalam bentuk permusuhan yang

meliputi sisa kemarahan masa lalu.

3. Seringkali perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali

tampak dalam bentuk yang samar – samar.

Page 4: Moral Nilai Dan Sikap PPD

4. Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa

hal, aspek ini merupakan aspek yang sangat penting dan juga paling

sulit dipahami.

d) Ketakutan dan Kecemasan

Bihler (1972) membagi ciri – ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia,

yaitu usia 12 – 15 tahun dan usia 15 – 18 tahun

Ciri – ciri emosional remaja berusia 12 – 15 tahun

1. Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan dapat

diterka

2. Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan

dalam hal rasa percaya diri

3. Ledakan – ledakan kemarahan mungkin bisa terjadi. Hal ini seringkali

terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis,

ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena bekerja terlalu keras

atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.

4. Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan

membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa

percaya diri.

5. Siswa – siswi SMP mulai mengamati orang tua dan guru – guru

mereka secara lebih objektif dan mungkin menjadi marah apabila

mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (maha tahu).

Ciri – ciri emosional remaja berusia 15 – 18 tahun

1. “Pemberontakan” remaja merupakan pernyataan – pernyataan/ekspresi

dari perubahan yang universal dari masa kanak – kanak ke dewasa

2. Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang

mengalami konflik dengan orang tua mereka. Mereka mungkin

mengharapkan simpati dan nasihat orang tua atau guru

3. Pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka.

Banyak diantara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka

sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan

memegang jabatan tertentu

Page 5: Moral Nilai Dan Sikap PPD

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan

emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock,

1960:266). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti

tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul di kemudian hari, dengan

berfungsinya system endokrin.

Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna

yang sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka

waktu yang lama, dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula

kemampuan mengingat mempengaruhi reaksi emosional. Dengan demikian, anak –

anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka

pada usia yang lebih muda. Metoda belajar yang menunjang perkembangan emosi,

antara lain :

1. Belajar dengan coba – coba

Anak belajar secara coba – coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk

perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak

perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak

memberikan kepuasan. Cara belajar ini lebih umum digunakan pada masa

kanak – kanak awal dibandingkan dengan sesudahnya.

2. Belajar dengan meniru

Dengan cara mengamati hal – hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak

– anak beraksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang –

orang yang diamati.

3. Belajar dengan cara mempersamakan diri

Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang

sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru.

Disini anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan

emosional yang kuat dengannya

4. Belajar melalui pengkodisian

Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi

emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pengkondisian

terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun – tahun awal kehidupan anak kecil

kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi, dan kurang

mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.

Page 6: Moral Nilai Dan Sikap PPD

5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada

aspek reaksi

Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi

terangsang. Dengan pelatihan, anak – anak dirangsang untuk bereaksi terhadap

rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi dan dicegah agar tidak

bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi

yang tidak menyenangkan

4. Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap

Tingkah Laku

Rasa takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar. Dalam

ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya detak jantung, derasnya aliran darah.

Cairan pencernaan/getah lambung terpengaruh oleh gangguan emosi. Keadaan emosi

yang menyenangkan dan rileks berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna,

sedangkan perasaan tidak enak atau tertekan menghambat/mengganggu pencernaan.

Diantara rangsangan yang meningkatkan kelenjar sekresi dari getah lambung

adalah ketakutan – ketakutan yang kronis, kecemasan – kecemasan, dan kekuatiran –

kekuatiran. Semua ini menyebabkan menurunya kegiatan sistem pencernaan dan

kadang – kadang menyebabkan sembelit.

Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Hambatan

– hambatan dalam berbicara tertentu telah diketemukan bahwa tidak disebabkan oleh

kelainan organ berbicara saja. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin

menyebabkan seseorang gagap.

5. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi

Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih

lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang

berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan

lainnya. Selain itu karena anak – anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka,

emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan

secara lebih terbuka. Oleh sebab it, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda –

beda. Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan

taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi

lingkungan.

Page 7: Moral Nilai Dan Sikap PPD

6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Kehidupan.

Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun

dan sulit diterka, maka satu – satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah

konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa

yang penuh tanggung jawab

Guru – guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar dengan jalan

mencapai keberhasilan dalam pekerjaan/tugas – tugas sekolah sehingga mereka

menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah ditangani.

B. PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP

1. Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral dan Sikap serta

Pengaruhnya terhadap Tingkah Laku

Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,

misalnya adat kebiasaan dan sopan santun ( Sutikna,1988:5). Sopan santun, adat dan

kebiasaan serta nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah nilai-nilai hidup

yang menjadi pegangan seseorang dalam kedudukannya sebagai warga negara

Indonesia dalam hubungan hidupnya dengan negara serta dengan sesame warga

negara.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang termasuk dalam sila

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, antara lain :

1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara

sesame manusia.

2) Mengembangkan sikap tenggang rasa, dan

3) Tidak semena-mena terhadap orang lain, berani membela kebenaran dan

keadilan, dan sebagainya.

Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,

kewjiban dan sebagainya (Purwadarminto, 1957:957). Moral berkaitan dengan

kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan

demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Dalam kaitannya dengan

pengamalan nilai-nilai hidup maka moral merupakan control dalam bersikap dan

bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud.

Page 8: Moral Nilai Dan Sikap PPD

Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut

persoalan antara baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral. Dalam hal ini aliran

psikoanalisis tidak membeda-bedakan antara moral,norma, dan nilai (Sarlito,

1991:91). Semua konsep itu menurut freud menyatu dalam konsepnya tentang

superego yang merupakan bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan

tingkah laku ego sehingga tidak bertentangan dengan masyarakat.

Sedangkan, menurut Gerug, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan

bereaksi individu terhadap sesuatu hal (Mappiare, 1982:58).sikap berkaitan dengan

motif dan mendasari tingkah laku seseorang dapat diramalkan tingkah laku apa yang

dapat terjadi dan akan diperbuat jika telah diketahui sikapnya. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi berupa kecenderungan

(predisposisi) tingkah laku. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.

Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan

tampak dalam pengalaman nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal

terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap

tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai

dengan nilai-nilai yang dimaksud. Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu

untuk melakukan sesuatu, Moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau

dihindari, dan Sikap adalah kecenderungan individu untuk merespons terhadap suatu

objek sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral

2. Karakteristik Nilai, Moral dan Sikap Remaja

Michel meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh

ramaja (Hurlock alih bahasa Istiwidayanti dan kawan-kawan,1980:225) sebagai

berikut :

1) Pandangan Individu makin lama makin menjadi lebih abstrak

2) Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang

salah. Keadlilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.

3) Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorong remaja lebih berani

mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.

4) Penilaian moral menjadi kurang egosentris.

Page 9: Moral Nilai Dan Sikap PPD

5) Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian

moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.

Menurut Furter (1965) (Dalam.Monks,1984:252), Kehidupan moral merupakan

problematic yang pokok dalam masa remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau

perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, untuk dapat memahami

mengapa justru pada masa remaja hal tersebut menduduki tempat yang sangat penting.

Dari hasil penyelidikan-penyelidikannya Kohlberg mengemukakan enam tahap

(stadium) perkembangan moral yang berlaku secara universal dan dalam urutan

tertentu.

Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat :

I. Prakonvensional

II. Konvensional

III. Post.Konvensional

Tingkat I ; Prakonvensional, yang terdiri dari stadium 1 dan 2

Pada stadium 1,anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap

baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkanya. Anak hanya mengetahui bahwa

aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa di ganggu gugat. Ia

harus menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.

Pada stadium 2, berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Pada tahapan ini, anak tidak

lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan

oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi.

Jadi, ada relativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan

kesanggupan seseorang (hedonistik). Misalnya mencuri ayam karena kelaparan.

Karena perbuatan ”mencuri” untuk memenuhi kebutuhannya (lapar), maka mencuri

dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri itu sendiri

diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.

Tingkat II : konvensional

Stadium 3, menyangkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak

mulai memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi

perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.

Masyarakat adalah sumber yang sangat menentukan, apakah perbuatan seorang baik

atau tidak. Menjadi ”anak yang manis” masih sangat penting dalam stadium ini.

Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas. Pada

stadium ini perbuatan baik ang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat

Page 10: Moral Nilai Dan Sikap PPD

diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut

mempertahankan atura-aturan atau norma-norma sosial. Jadi perbuatan baik

merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak

timbul kekacauan.

Tingkat III : pasca-konvensional

Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan

lingkungan sosial. Pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan

lingkungan sosial, dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan

kewajibannya, harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial karena sebaliknya,

lingkungan sosial atau masyarakat akan membeikan perlindungan kepadanya.

Originalitas remaja juga tampak dalam hal ini. Pertama, remaja masih mau diatur

secara ketat oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi. Meskipun disini kata hati

sudah mulai berbicara, namun penilaian-penilaiannya masih belum timbul dari kata

hati yang sudah betul-betul diinternalisasi, yang seringkali tampak dalam sikap yang

kaku.

Stadium 6. tahap ini disebut prinsip univesal. Pada tahap ini ada norma etik disamping

norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang dengan

masyarakaatnya ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu

baik atau tidak baik. Subjektivisme ini berarti ada perbedaan penilaian antara

seseorang dengan orang lain. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa yang

boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya. Remaja mengadakan penginternalisasian

moral yaitu remaja melakukan tingkah laku-tingkah laku moral yang dikemudikan

oleh tanggung jawab batin sendiri. Tingkat perkembangan moral pasca konvensional

harus dicapai selama masa remaja.

Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai (Monk’s,

1984: 257). Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja

melainkan juga dapat menjalankannya/mengamalkannya. Hal ini selanjutnya berarti

bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral,

menjadikannya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian

nilai-nilai ini akan tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.

Berkaitan dengan nilai, Remaja merasakan pentingnya tata nilai dan

mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman dalam

mencari jatidirinya. Berkaitan dengan moral, remaja mulai mampu berpikir abstrak

dan mampu memecahkan masalah yang bersifat hipotesis. Berkaitan dengan sikap,

Page 11: Moral Nilai Dan Sikap PPD

Perubahan sikap remaja begitu mencolok, yaitu dengan sikap menentang nilai dasar

hidup orangtua /orangdewasa lainnya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap

Bagi para ahli psikoanalisis perkembangan moral dipandang sebagai

kematangan dari sudut organik biologis. Menurut Psikoanalisis moral dan nilai

meyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk melalui jalan Internalisasi

larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya dari

orangtua) sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam diri sendiri.

Teori-teori lain dari non-psikoanalisis beranggapan bahwa hubungan anak-

orang tua bukan satu-satunya sarana pembentuk moral. Para sosiolog beranggapan

bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral.

Perilaku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri

yang mempunyai sanksi-sanksi buat pelanggar-pelanggarnya (Sarlito,1992:92).

Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai

hidup tertentu ternyata bahwa faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara

segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting

adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh

seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini lingkungan

sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan

pembina. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan

moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah

laku yang sesuai.

Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh kohlberg menunjukkan

bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari

kebiasaan dan hal-hal ini yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap

perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak (Singgih

G.1990:202). Anak memang berkembang melalui interaksi sosial, tetapi interaksi ini

mempunyai corak yang khusus dimana faktor pribadi, faktor si anak dalam

membentuk aktivitas-aktivitas ikut berperan. Dalam perkembangan moral, kohlberg

menyatakan adanya tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan.

Penahapan yang dikemukakan bukan mengenai sikap moral yang khusus, melainkan

berlaku pada proses penalaran yang didasarinya. Moral sifatnya penalaran menurut

kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana

Page 12: Moral Nilai Dan Sikap PPD

dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-

tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan

sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik

yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi

psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang

tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan mempengaruhi

perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang di dalam

dirinya.

Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah

dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang

demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi

remaja yang memiliki budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji.

Sebaliknya insividu ytang tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang

penuh dengan konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang

dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang

menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku

terpuji menjadi diragukan.

1.    Lingkungan Keluarga

keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan

dan didalamnya anak mendapatkan pendidikan yang  pertama kali. Keluarga

merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling

kuat dalam membesarkan anak yang belum sekolah. keinginan dan harapan orang tua

yang cukup kuat agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang 

memilikidan menjunjung tinggi nilainilai luhur, mampu membedakan yang baik dan

yang buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta

memiliki sikap dan prilaku yang terpuji sesuai dengan harapan orang tua

2.    Lingkungan Pendidikan (Sekolah)

Lingkungan pendidikan setelah keluarga, adalah lingkungan sekolah. Sekolah sebagai

lembaga formal yang di serahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentunya

tidak kecil perananya dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja.

 Dalam konteks ini, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang

bersifat demokratis. Jika guru tetap berpendirian bahwa dirinya sebagai tokoh

intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh,perkembangan

Page 13: Moral Nilai Dan Sikap PPD

hubungan sosial remaja akan terganggu. Untuk itu guru harus mampu

mengembangkan perannya selain sebagai guru juga sebagai pemimpin yang

demokratis. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentrasfer

pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina peserta didik menjadi manusia

dewasa yang bertanggung jawab.

3.    Lingkungan Sosial

Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap

keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi – tradisi sosial dan tekanan –

tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan  berbagai pendapat dan

sikap yang disepakati oleh lingkungan.

4. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap

Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan mempengaruhi perkembangan moral,

terdapat berbagai rangsangan yag diterima oleh anak-anak dan ini mempengaruhi

tempo perkembangan moral. Bukan saja mengenai cepat atau lambatnya tahap-tahap

perkembangan yang dicapai. Perbedaaan perseorangan juga dapat dilihat pada latar

belakang kebudayaan tertentu.

Pemahaman konsep dan nilai tenggang rasa, bila dibandingkan dengan sikap

serta tingkah lakunya dalam kaitannya dengan tenggang rasa,  memungkinkan kita

menempatkan individu dalam satu kontinum.

a.  Di ujung paling kiri, kita kelompok individu yang hampir-hampir atau sama sekali

tidak tahu tentang konsep dan nilai tenggang rasa dan karenanya juga tidak bertindak

secara benar ditinjau dari konsep tenggang rasa.

b. Di ujung paling kanan terdapat individu yang baik pengetahuan maupun tingkah

lakunya, mencerminkan penghayatan nilai tenggang rasa yang sangat meyakinkan.

Dapat dipahami bahwa terdapat perbedaaan-perbedaan individual dalam

pemahaman nilai-nilai, dan moral sebagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi

mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral,

dan sikap serta tingkah lakunya yang diharapkan padanya.

Page 14: Moral Nilai Dan Sikap PPD

5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja Serta Implikasinya

dalam Penyelenggaraan pendidikan

Perwujudan nilai, moral, dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses

yang dilalui seseorang dalam pengembangan nilai-nilai hidup tertentu adalah sebuah

proses yang belum seluruhnya dipahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980: 17).

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, sikap

remaja adalah

1. Menciptakan Komunikasi

Mengikutsertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan dalam pengambilan

keputusan keluarga, sedangkan dalam kelompok sebaya, remaja turut serta secara

aktif dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok. Dan remaja

juga berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja

kelompok, sehingga dia belajar tidak melakukan sesuatu yang akan merugikan orang

lain karena hal ini idak sesuai dengan nilai atau norma-norma moral.

2. Menciptakan Iklim Lingkungan Yang Serasi

Usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan

pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya

lingkungan yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan itu sendiri merupakan

penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai hidup tersebut. Selain itu lingkungan bersifat

mengajak, mengundang atau memberi kesempatan akan lebih aktif daripada

lingkungan yang ditandai dengan larangan dan peraturan yang membatasi.

.