nikah muth'ah versi 2

Upload: ali-farhan-lamongan

Post on 30-May-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    1/13

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Agama Islam datang untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan yang menyelimutinya. Karena itu,

    banyak pengamat Islam yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad datang membawa sebuah agama

    yang sangat revolusioner, karena mampu mengatasi berbagai bentuk kebekuan dan kejumudan yang

    terjadi dalam masyarakat itu. Yakni membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kejahiliyaan dan

    belenggu-belenggu kesukuan . Seperti banyak disebutkan dalam referensi-referensi sejarah, bangsa

    Arab sebelum kedatangan Islam merupakan bangsa yang berada pada pola tribalisme. Karena pola

    hidup yang semacam itu, maka harga diri, kehormatan, dan martabat seseorang tidak ditentukan oleh

    kesalehan atau ketakwaan, melainkan oleh tingkat keningratan suatu suku

    (http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002 ).

    Lebih jauh, masyarakat Arab pra Islam ternyata tidak memberikan tempat yang cukup terhormat bagi

    kaum wanita. Akibatnya, wanita tidak dianggap sebagai seseorang, melainkan dianggap sebagai

    sesuatu. Bahkan lebih dari itu, bangsa Arab Jahiliyah juga menganggap wanita sebagai binatang ternak,

    yang dapat diwariskan oleh seorang laki-laki yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Islam

    datang untuk membebaskan hal-hal itu, sehingga hak-hak wanita dalam Islam dalam Islam benar-benar

    dihormati. Persoalannya, dalam proses penegakan kehormatan dan martabat wanita itu, ternyata banyak

    sekali halangan-halangan yang dihadapi oleh umat Islam. pada masa Rasulullah, ketika muncul berbagai

    peperangan untuk menegakkan agama Islam, muncul satu persoalan. Persoalan itu adalah lemahnya

    semangat tentara Islam untuk berperang, karena hasrat biologis mereka tak tersalurkan

    (http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002 ).

    Menanggapi persoalan ini, maka Nabi Muhammad kemudian membuat suatu keputusan yang sangat

    revolusioner, yakni memperbolehkan tentara-tentara tersebut untuk melakukan kawin kontrak yang saat

    ini disebut sebagai nikah mutah. Disinilah kemudian dilema itu terjadi. Pada saat terjadinya kelesuan

    para tentara Islam itu, nikah mutah sebagai suatu solusi barangkali sangat efektif. Tetapi ternyata

    implikasi jangka panjang yang ditimbulkannya juga sangat tidak kecil. Sebagian ulama mengatakan

    bahwa diperbolehkannya nikah mutah hanya pada saat peperangan masa Nabi Muhammad, dan hal itu

    kemudian tidak diperbolehkan lagi untuk saat-saat berikutnya. Sementara pendapat yang lain

    menyatakan bahwa sampai dengan hari ini pun nikah mutah itu tetap boleh dijalankan

    (http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002 ).

    Pada awal islam nikah mutah memang dihalalkan, sebagaimana yang tercantum dalam banyak hadits

    http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002http://digilib.itb.ac.id/index.php/25/7/2002
  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    2/13

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    3/13

    Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim

    menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaini, ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw dalam

    suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan

    seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut

    (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: Ada selimut seperti selimut.

    Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil

    Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail.

    Beliau bersabda, Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan

    nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut'ah, haruslah ia

    menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi.

    Karena Allah azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim

    II/1024) (http://www.perpustakaan-islam.com/ 03/06/2002).

    Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammadsaw melarang nikah mut'ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari

    IX/71) (http://www.perpustakaan-islam.com/ 03/06/2002).

    C. Pendapat Ulama

    Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut: - Dari Madzhab

    Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan:

    Nikah mut'ah ini bathil menurut madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H)

    dalam kitabnya Bada'i Al-Sana'i fi Tartib Al-Syara'i (II/272) mengatakan, Tidak boleh nikah yang bersifatsementara, yaitu nikah mut'ah (http://www.perpustakaan-islam.com/ 03/06/2002).

    - Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-

    Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai

    peringkat mutawatir Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-

    Kubra (II/130) mengatakan, Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka

    nikahnya batil. (http://www.perpustakaan-islam.com/ 03/06/2002).

    - Dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, Nikahmut'ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek

    maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu

    selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan. Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam

    kitabnya Al-Majmu' (XVII/356) mengatakan, Nikah mut'ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu

    pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    4/13

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    5/13

    Senin, 14 Januari 2008

    DISKUSI HADIST AHKAM I

    1. Apakah alasan Syi'ah Imamiah berpendapat bahwa nikah mut'ah

    adalah boleh dan sah?

    Jawaban:

    Alasan Syi'ah Imamiah berpendapat bahwa nikah mut'ah adalah boleh dan sah adalah:

    a. Dalam firman Allah, Q.S An-Nisa: 24 yang di kutip

    http://www.jalal-center.com/diakses, 13 Januari 2008

    Maka jika ia sudah menikmatinya dengan dukhul ia memberikan kepadanyamahar dengan sempurna. Jika ia menikmatinya dengan akad nikah (saja) ia

    memberikan kepadanya setengah mahar.

    Ayat ini khusus tentang nikah mutah karena alasan berikut:

    1. Ubayy bin Kab dan Abdullah bin Abbas membaca ayat

    iIl ijalin musamm = sampai waktu yang ditentukan

    Tidak ada sahabat yang menyangkalnya, berarti umat ijmak tentang kebenaran qiraat

    keduanya.

    2.mencari isteri-isteri dengan harta yg menghalalkan bercampur tidak terjadi kecuali dalam

    nikah mutah. Dalam nikah mutlak, hanya memberikan harta saja tidak dengan sendirinya

    menghalalkan. Diperlukan aqad, wali, dan saksi.

    3.Ayat ini menunjukkan bahwa mahar wajib hanya karena istimta. Istimta berarti menikmati

    dan menggunakan. Sedangkan dalam nikah (biasa) mahar diwajibkan bukan karena istimta

    tetapi karena nikah.

    4. Jika ayat ini dikenakan pada nikah biasa, terjadi perulangan penetapan hukum nikah dalam

    surat yang sama. Jika dikenakan pada nikah mutah, Tuhan menetapkan hukum yang baru.

    Dan ini lebih tepat.

    b. Semua ulama sepakat bahwa Rasulullah saw pernah

    mengizinkan mutah, tetapi tidak sepakat kapan beliau mengharamkannya. Berpeganglah pada

    http://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakses
  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    6/13

    yang disepakati dan tinggalkan yang diikhtilafi.

    Menurut Ensiklopedi Sunnah-Syiah, semua hadis yang mengharamkan nikah mutah dhaif

    kecuali pengharaman di Khaybar dan Fat-h Makkah. Tidak benar mutah diharamkan di

    Khaybar

    Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, pengharaman mutah pada perang Khaybar tidak shahih

    karena:

    Di Khaybar tidak ada muslimat; yang ada hanya Yahudiat. Waktu itu belum turun ayat yang

    mengizinkan Muslim menikah dengan prp Ahli Kitab.

    Pengharaman mutah yang benar terjadi pada tahun penaklukan (Fat-h). Bila perang Khaybar

    itu benar berarti telah terjadi nasakh dua kali, ini adalah seuatu yang tidak ada tandingannya

    dalam syariat, dan tidak pernah ada hukum seperti itu

    Sofyan bin Uyainah menyebutkan bahwa yang diharamkan di Khaybar hanyalah keledai

    kampung dan bukan nikah mutah. Kebanyakan manusia mengikuti pendapat ini.

    (http://www.jalal-center.com/diakses, 13 Januari 2008)

    c. Hadis pengharaman mutah di Fat-h Makkah juga tidak shahih

    Hadis Saburah bin Mabad tentang haramnya nikah mutah diriwayatkan melalui Abd al-Malik

    bin al-Rabi bin Saburah dari bapaknya, dari kakeknya. Menurut Ibn Main, dia dhaif. Al-

    Bukhari saja tidak mau mengeluarkan hadisnya, walaupun ia sangat memerlukannya.

    (http://www.jalal-center.com/diakses, 13 Januari 2008)

    d. Larangan Umar ini sekaligus menunjukkan bahwa pada

    zaman Rasulullah saw tidak pernah terjadi pengharaman mutah. Umarlah yang pertama

    melarangnya. Rasulullah saw harus lebih diikuti dari Khulafa al-Rasyidun. Dari Ayyub: Urwah

    berkata kepada Ibn Abbas- Apakah kamu tidaktakut kepada Allah sampai kamu membolehkan

    nikah mutah? Kata Ibn Abbas: Tanya ibumu, hai Ariyyah. Kata Urwah: Tetapi Abu Bakar dan

    Umar tidak pernah melakukannya. Kata Ibn Abbas: Demi Allah, tampaknya kalian tidak akan

    berhenti sampai Allah menurunkan azab-Nya kepada kalian. Kami sampaikan dari Nabi saw

    dan kalian menyampaikan kepada kami dari Abu Bakar dan Umar (http://www.jalal-center.com/diakses, 13 Januari 2008)

    e. Contoh sahabat dan tabiin yang mempraktekkan nikah mutah

    Imran bin al-Hushayn, Jabir bin Abdillah, Abdullah bin Masud, Abdullah bin Umar, Muawiyyah

    bin Abi Sufyan, Abu Said al-Khudri, Salmah bin Umayyah bin Khalaf, Mabad bin Umayyah,

    Zubayr bin Awwam, Khalid bin Muhajir al-Makhzumi, Amr bin Harits, Ubayy bin Kab, Rabiah

    http://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakseshttp://www.jalal-center.com/diakses
  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    7/13

    bin Umayyah, Samurah bin Jundab, Said bin Jubayr, Thawus al-yamani, Atha bin Muhammad,

    Al-Suddy, Mujahid, Zufar.

    f. Untuk menggalakkan amalan mutah ini mereka mengadakan

    sekian banyak hadis-hadis palsu atas nama para Imam mereka yang Duabelas dan atas nama

    Nabi s.a.w.

    Mereka meriwatkan dari Nabi s.a.w. bahawa Baginda saw bersabda, Sesiapa yang keluar dari

    dunia (mati ) dalam keadaan tidak pernah melakukan mutah ia akan datang pada hari qiamat

    dalam keadaan rompong . Mulla Fathullah Ka-Syaani Tafsir Manhaj As Shadiqin j 2 hal. 489

    (http://almawaddah.orgfree.com/diakses 13 Januari 2008)

    2. Apakah nikah mutah menurut Syi'ah Imamiah mempunyai syarat-

    syarat yang ketat?

    Jawaban:

    Syarat nikah mutah menurut Syi'ah Imamiah, adalah:

    a. Baligh

    b. Berakal

    c. Tidak ada halangan syari (secara syarak) untuk melangsungkannya, seperti adanya pertalian

    nasab, saudara sesusuan atau masih menjadi istri orang lain.

    Dan syarat lain adalah:

    1. Syarat-syarat yang dimestikan dalam aqad mutah

    Terdapat hanya dua syarat sahaja yang mesti disebutkan di dalam aqad, untuk menjadi aqad itu

    sebagai aqad mutah iaitu;

    ( i) Tempoh atau jangkamasa mutah dan

    (ii) Mas kahwinnya.

    Adapun syarat-syarat nikah mut'ah yang lain yang di kutip (http://almawaddah.orgfree.com/diakses 13Januari 2008)adalah:

    i. Mahar.

    ii. Ajal (tempoh)

    iii. Akad yang mengandungi ijab dan kabul dan ianya sah dilakukan secara wakil

    http://almawaddah.orgfree.com/diakses%2013%20Januari%202008http://almawaddah.orgfree.com/diakses%2013%20Januari%202008http://almawaddah.orgfree.com/diakses%2013%20Januari%202008http://almawaddah.orgfree.com/diakses%2013%20Januari%202008http://almawaddah.orgfree.com/diakses%2013%20Januari%202008http://almawaddah.orgfree.com/diakses%2013%20Januari%202008
  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    8/13

    iv. Perceraian selepas tamatnya tempoh

    v. Iddah

    vi. Sabitnya nasab (keturunan)

    vii. Tidak sabitnya pusaka di antara suami dan isteri jika ia tidak syaratkan.

    (saailu As Syiah j. 14 hal. 465 )

    3. Apakah menurut pendapat penulis setuju, bahwa praktek nikah mutah sekarang

    bisa disamakan dengan prostitusi?

    Jawaban:

    Jika kaum muslimin memiliki pandangan bahwa pernikahan yang sah menurut syariat Islam

    merupakan jalan untuk menjaga kesucian harga diri mereka, maka kaum Syi'ah Rafidhah memilikipandangan lain. Perzinaan justru memiliki kedudukan tersendiri di dalam kehidupan masyarakat

    mereka. Bagaimana tidak, perzinaan tersebut mereka kemas dengan nama agama yaitu nikah

    mut'ah. Tentu saja mereka tidak ridha kalau nikah mut'ah disejajarkan dengan perzinaan yang

    memang benar-benar diharamkan Allah 'azza wa jalla dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

    Kenyataan-lah yang akan membuktikan hakekat nikah mut'ah ala Syi'ah Rafidhah.

    Definisi Nikah Mut'ah

    Nikah mut'ah adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan perjanjian waktu dan upah

    tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi, untuk kemudian terjadi perceraian apabila telah

    habis masa kontraknya tanpa terkait hukum perceraian dan warisan. (Syarh Shahih Muslim hadits

    no. 1404 karya An-Nawawi dengan beberapa tambahan)

    Hukum Nikah Mut'ah

    Pada awal tegaknya agama Islam nikah mut'ah diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa

    sallam di dalam beberapa sabdanya, di antaranya hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu dan

    Salamah bin Al-Akwa' radhiyallahu 'anhu: "Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah

    menemui kami kemudian mengizinkan kami untuk melakukan nikah mut'ah." (HR. Muslim)

    Al-Imam Al-Muzani rahimahullah berkata: "Telah sah bahwa nikah mut'ah dulu pernah

    diperbolehkan pada awal-awal Islam. Kemudian datang hadits-hadits yang shahih bahwa nikah

    tersebut tidak diperbolehkan lagi. Kesepakatan ulama telah menyatakan keharaman nikah

    tersebut." (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi)

    Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    9/13

    pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Namun sekarang Allah 'azza wa jalla

    telah mengharamkan nikah tersebut sampai hari kiamat." (HR. Muslim)

    Adapun nikah mut'ah yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu Bakr

    radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu, maka hal itu disebabkan mereka belum

    mendengar berita tentang diharamkannya nikah mut'ah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim

    hadits no. 1405 karya An-Nawawi)

    Gambaran Nikah Mut'ah di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

    Di dalam beberapa riwayat yang sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, jelas sekali gambaran

    nikah mut'ah yang dulu pernah dilakukan para sahabat radhiyallahu 'anhum. Gambaran tersebut

    dapat dirinci sebagai berikut:

    1. Dilakukan pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang, bukan ketika

    seseorang menetap pada suatu tempat. (HR. Muslim hadits no. 1404)

    2. Tidak ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tersebut. (HR. Bukhari no. 5116dan Muslim no. 1404)

    3. Jangka waktu nikah mut'ah hanya 3 hari saja. (HR. Bukhari no. 5119 dan Muslim no. 1405)

    4. Keadaan para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut sebagaimana

    mendesaknya seorang muslim memakan bangkai, darah dan daging babi untuk mempertahankan

    hidupnya. (HR. Muslim no. 1406)

    Nikah Mut'ah menurut Tinjauan Syi'ah Rafidhah

    Dua kesalahan besar telah dilakukan kaum Syi'ah Rafidhah ketika memberikan tinjauan tentang

    nikah mut'ah. Dua kesalahan tersebut adalah:

    A. Penghalalan Nikah Mut'ah yang Telah Diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya

    Bentuk penghalalan mereka nampak dari kedudukan nikah mut'ah itu sendiri di kalangan mereka.

    Ash-Shaduq di dalam kitab Man Laa Yahdhuruhul Faqih dari Ash-Shadiq berkata: "Sesungguhnya

    nikah mut'ah itu adalah agamaku dan agama pendahuluku. Barangsiapa mengamalkannya maka

    dia telah mengamalkan agama kami. Sedangkan barangsiapa mengingkarinya maka dia telah

    mengingkari agama kami dan meyakini selain agama kami."

    Di dalam halaman yang sama, Ash-Shaduq mengatakan bahwa Abu Abdillah pernah ditanya:

    "Apakah nikah mut'ah itu memiliki pahala?" Maka beliau menjawab: "Bila dia mengharapkan wajah

    Allah (ikhlas), maka tidaklah dia membicarakan keutamaan nikah tersebut kecuali Allah tulis

    baginya satu kebaikan. Apabila dia mulai mendekatinya maka Allah ampuni dosanya. Apabila dia

    telah mandi (dari berjima' ketika nikah mut'ah, pen) maka Allah ampuni dosanya sebanyak air yang

    mengalir pada rambutnya."

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    10/13

    Bahkan As-Sayyid Fathullah Al Kasyaani di dalam Tafsir Manhajish Shadiqiin 2/493 melecehkan

    kedudukan para imam mereka sendiri ketika berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

    bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa melakukan nikah mut'ah satu kali maka derajatnya seperti

    Al-Husain, barangsiapa melakukannya dua kali maka derajatnya seperti Al-Hasan, barangsiapa

    melakukannya tiga kali maka derajatnya seperti Ali radhiyallahu 'anhu, dan barangsiapa

    melakukannya sebanyak empat kali maka derajatnya seperti aku."

    Betapa Keji dan Kotor Gambaran Nikah Mut'ah Ala Syi'ah Rafidhah

    1. Akad nikah

    Di dalam Al Furu' Minal Kafi 5/455 karya Al-Kulaini, dia menyatakan bahwa Ja'far Ash-Shadiq

    pernah ditanya seseorang: "Apa yang aku katakan kepada dia (wanita yang akan dinikahi,

    pen) bila aku telah berduaan dengannya?" Maka beliau menjawab: "Engkau katakan: Aku

    menikahimu secara mut'ah berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, namun engkau

    tidak mendapatkan warisan dariku dan tidak pula memberikan warisan apapun kepadakuselama sehari atau setahun dengan upah senilai dirham demikian dan demikian." Engkau

    sebutkan jumlah upah yang telah disepakati baik sedikit maupun banyak." Apabila wanita

    tersebut mengatakan: "Ya" berarti dia telah ridha dan halal bagi si pria untuk menggaulinya.

    (Al-Mut'ah Wa Atsaruha Fil-Ishlahil Ijtima'i hal. 28-29 dan 31)

    2. Tanpa disertai wali si wanita

    Sebagaimana Ja'far Ash-Shadiq berkata: "Tidak apa-apa menikahi seorang wanita yang

    masih perawan bila dia ridha walaupun tanpa ijin kedua orang tuanya." (Tahdzibul Ahkam

    7/254)

    3. Tanpa disertai saksi (Al-Furu' Minal Kafi 5/249)

    4. Dengan siapa saja nikah mut'ah boleh dilakukan?

    Seorang pria boleh mengerjakan nikah mut'ah dengan:

    - wanita Majusi. (Tahdzibul Ahkam 7/254)

    - wanita Nashara dan Yahudi. (Kitabu Syara'i'il Islam hal. 184)

    - wanita pelacur. (Tahdzibul Ahkam 7/253)

    - wanita pezina. (Tahriirul Wasilah hal. 292 karya Al-Khumaini)

    - wanita sepersusuan. (Tahriirul Wasilah 2/241 karya Al-Khumaini)

    - wanita yang telah bersuami. (Tahdzibul Ahkam 7/253)

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    11/13

    - istrinya sendiri atau budak wanitanya yang telah digauli. (Al-Ibtishar 3/144)

    - wanita Hasyimiyah atau Ahlul Bait. (Tahdzibul Ahkam 7/272)

    - sesama pria yang dikenal dengan homoseks. (Lillahi... Tsumma Lit-Tarikh hal. 54)

    5. Batas usia wanita yang dimut'ah

    Diperbolehkan bagi seorang pria untuk menjalani nikah mut'ah dengan seorang wanita walaupun

    masih berusia sepuluh tahun atau bahkan kurang dari itu. (Tahdzibul Ahkam 7/255 dan Lillahi...

    Tsumma Lit-Tarikh hal. 37)

    6. Jumlah wanita yang dimut'ah

    Kaum Rafidhah mengatakan dengan dusta atas nama Abu Ja'far bahwa beliau membolehkan

    seorang pria menikah walaupun dengan seribu wanita karena wanita-wanita tersebut adalah

    wanita-wanita upahan. (Al-Ibtishar 3/147)

    7. Nilai upah

    Adapun nilai upah ketika melakukan nikah mut'ah telah diriwayatkan dari Abu Ja'far dan

    putranya, Ja'far yaitu sebesar satu dirham atau lebih, gandum, makanan pokok, tepung, tepung

    gandum, atau kurma sebanyak satu telapak tangan. (Al-Furu' Minal Kafi 5/457 dan Tahdzibul

    Ahkam 7/260)

    8. Berapa kali seorang pria melakukan nikah mut'ah dengan seorang wanita?

    Boleh bagi seorang pria untuk melakukan mut'ah dengan seorang wanita berkali-kali. (Al-Furu'

    Minal Kafi 5/460-461)

    9. Bolehkah seorang suami meminjamkan istri atau budak wanitanya kepada orang lain?

    Kaum Syi'ah Rafidhah membolehkan adanya perbuatan tersebut dengan dua model:

    a. Bila seorang suami ingin bepergian, maka dia menitipkan istri atau budak wanitanya kepada

    tetangga, kawannya, atau siapa saja yang dia pilih. Dia membolehkan istri atau budak wanitanya

    tersebut diperlakukan sekehendaknya selama suami tadi bepergian. Alasannya agar istri atau

    budak wanitanya tersebut tidak berzina sehingga dia tenang selama di perjalanan!!!

    b. Bila seseorang kedatangan tamu maka orang tersebut bisa meminjamkan istri atau budakwanitanya kepada tamu tersebut untuk diperlakukan sekehendaknya selama bertamu. Itu semua

    dalam rangka memuliakan tamu!!!

    (Lillahi... Tsumma Lit-Tarikh hal. 47)

    10. Nikah mut'ah hanya berlaku bagi wanita-wanita awam. Adapun wanita-wanita milik para

    pemimpin (sayyid) Syi'ah Rafidhah tidak boleh dinikahi secara mut'ah. (Lillahi... Tsumma Lit-Tarikh

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    12/13

    hal. 37-38)

    11. Diperbolehkan seorang pria menikahi seorang wanita bersama ibunya, saudara kandungnya,

    atau bibinya dalam keadaan pria tadi tidak mengetahui adanya hubungan kekerabatan di antara

    wanita tadi. (Lillahi... Tsumma Lit-Tarikh hal. 44) 12. Sebagaimana mereka membolehkan

    digaulinya seorang wanita oleh sekian orang pria secara bergiliran. Bahkan, di masa Al-'Allamah

    Al-Alusi ada pasar mut'ah, yang dipersiapkan padanya para wanita dengan didampingi para

    penjaganya (germo). (Lihat Kitab Shobbul Adzab hal. 239)

    Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu Menentang Nikah Mut'ah

    Para pembaca, bila kita renungkan secara seksama hakikat nikah mut'ah ini, maka tidaklah

    berbeda dengan praktek/transaksi yang terjadi di tempat-tempat lokalisasi. Oleh karena itu di dalam

    Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan tentang penentangan Ali bin Abi Thalib

    radhiyallahu 'anhu yang ditahbiskan kaum Syi'ah Rafidhah sebagai imam mereka- terhadap nikah

    mut'ah. Beliau radhiyallahu 'anhu mengatakan: "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

    telah melarang nikah mut'ah dan daging keledai piaraan pada saat perang Khaibar." Beliau (Ali

    radhiyallahu 'anhu) juga mengatakan bahwa hukum bolehnya nikah mut'ah telah dimansukh atau

    dihapus sebagaimana di dalam Shahih Al-Bukhari hadits no. 5119.

    SETUJU atau TIDAK SETUJU kita renungkan saja.

    4. Apa perbedaan Nikah menurut Islam dengan Nikah Mutah?

    Jawaban:

    Perkahwinan menurut umat Islam

    1. Perkahwinan ini terjadi dengan sighah atau lafaz aqad nikah di hadapan wali dan 2 orang saksi.

    2. Si suami bertanggungjawab menanggung nafkah isteri termasuk tempat tinggal dan sebagainya.

    3. Seseorang lelaki tidak harus menghimpunkan lebih daripada 4 orang isteri dalam satu masa

    dengan syarat-syarat yang tertentu.

    4. Perempuan mewarisi suami apabila suaminya mati.

    5. Persetujuan bapa merupakan satu syarat bagi sahnya perkahwinan anak dara.

    6. Tempoh perkahwinan berterusan selagi suami isteri itu hidup jika tidak berlaku perceraian .

    Perkahwinan secara mutah menurut Syiah

    1. Perkahwinan terjadi dengan aqad mutah walaupun tanpa wali dan saksi.

  • 8/14/2019 Nikah Muth'Ah Versi 2

    13/13