naskah ringkas 2013

31
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MASTIKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) Tasya Shakina*, Chaidar Masulili, Muslita Indrasari Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia *E-mail: [email protected] Abstrak Latar belakang: Kehilangan gigi merupakan penyakit utama rongga mulut. Berkurangnya jumlah gigi akan menurunkan kemampuan mastikasi dan menyebabkan pemilihan makanan yang berujung pada kurangnya asupan nutrisi. Nutrisi yang buruk dapat berakibat pada perubahan indeks massa tubuh (IMT). Tujuan: Menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi dan IMT. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 129 subjek berusia 34-80 tahun. Subjek diukur tinggi badan dan berat badannya, diwawancara menggunakan kuisioner kemampuan mastikasi dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan mastikasi, kehilangan gigi, pemakaian gigi tiruan, usia, jenis kelamin dan status ekonomi dengan IMT. Hasil penelitian: Kemampuan mastikasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan IMT (p=0,963). Ditemukan hubungan yang bermakna antara usia dengan IMT (p=0,028). Kesimpulan: Usia mempengaruhi indeks massa tubuh. Association between Masticatory Performance and Body Mass Index (BMI) Abstract Background: Tooth loss is a major disease of the oral cavity. The primary function of teeth is mastication. Decreasing number of teeth will reduce the masticatory performance and causing food selection which leads to lack of nutrition. Poor nutrition resulted changes in body mass index (BMI). 1

Upload: tasya-shakina

Post on 11-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Prosthodontics

TRANSCRIPT

Page 1: Naskah Ringkas 2013

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MASTIKASIDAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

Tasya Shakina*, Chaidar Masulili, Muslita Indrasari

Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Latar belakang: Kehilangan gigi merupakan penyakit utama rongga mulut. Berkurangnya jumlah gigi akan menurunkan kemampuan mastikasi dan menyebabkan pemilihan makanan yang berujung pada kurangnya asupan nutrisi. Nutrisi yang buruk dapat berakibat pada perubahan indeks massa tubuh (IMT). Tujuan: Menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi dan IMT. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 129 subjek berusia 34-80 tahun. Subjek diukur tinggi badan dan berat badannya, diwawancara menggunakan kuisioner kemampuan mastikasi dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan mastikasi, kehilangan gigi, pemakaian gigi tiruan, usia, jenis kelamin dan status ekonomi dengan IMT. Hasil penelitian: Kemampuan mastikasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan IMT (p=0,963). Ditemukan hubungan yang bermakna antara usia dengan IMT (p=0,028). Kesimpulan: Usia mempengaruhi indeks massa tubuh.

Association between Masticatory Performance and Body Mass Index (BMI)

Abstract

Background: Tooth loss is a major disease of the oral cavity. The primary function of teeth is mastication. Decreasing number of teeth will reduce the masticatory performance and causing food selection which leads to lack of nutrition. Poor nutrition resulted changes in body mass index (BMI). Objective: To analyze the relationship between masticatory performance and BMI. Methods: The study was conducted with a cross-sectional method on 129 subjects age 34-80 years. Subject was measured their height and weight, then interviewed using a questionnaire about masticatory performance and intra oral examination was conducted. Chi square was used to analyse the relation between the masticatory performance, tooth loss, denture wearer, age, gender, economic status with BMI. Result: Masticatory performance was not significantly associated with BMI (p = 0.963). A significant association was found between age and BMI (p = 0.028). Conclusion: Age affects the body mass index.

Keywords: masticatory performance; body mass index; age; Eichner index.

Pendahuluan

Kehilangan gigi merupakan kondisi yang irreversibel dan merupakan titik akhir kondisi

patologis yang terjadi pada mulut. Meskipun prevalensinya telah menurun selama dekade

1

Page 2: Naskah Ringkas 2013

terakhir, tetapi kehilangan gigi masih merupakan penyakit utama rongga mulut di seluruh

dunia (Emami et al., 2013). Pada survei nasional kesehatan gigi dewasa di Inggris, jumlah

orang dewasa berusia lebih dari 18 tahun yang mengalami kehilangan gigi mencapai 37%

pada tahun 1968 dan berkurang menjadi 13% pada tahun 1998. Namun pada kelompok usia

65 tahun ke atas hampir 50% tetap mengalami kehilangan gigi (Moynihan & Petersen, 2007).

Pada tahun 2007, Musacchio et al. melakukan studi kohort pada 3.054 subjek lanjut usia

(lansia) laki-laki dan perempuan berusia lebih dari 65 tahun di Italia utara. Dilaporkan bahwa

prevalensi kehilangan gigi adalah 44% (cit. Khazaei et al., 2012).

Berdasarkan WHO Global Oral Health Data Bank pada tahun 2001, prevalensi

kehilangan gigi di Indonesia pada lansia usia 65 tahun ke atas mencapai 24%. Presentase

tersebut lebih rendah daripada Malaysia dan Srilangka, namun lebih tinggi daripada

Singapura, Kamboja dan Thailand (Moynihan & Petersen, 2007). Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, indeks DMF-T (Decay Missing Filling-Teeth) di

Indonesia mencapai angka 4,6. Hal ini berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah

gigi per 100 orang. Indeks M-T (Missing Teeth) atau kehilangan gigi menjadi komponen

terbesar dari indeks tersebut yaitu mencapai 2,9. Hal ini berarti penduduk Indonesia

mengalami kehilangan gigi 290 buah per 100 orang, atau sekitar 3 gigi per orang. Jumlah

kehilangan gigi juga semakin tinggi seiring dengan meningkatnya usia. Berdasarkan

kelompok umur, indeks kehilangan gigi pada penduduk Indonesia kelompok umur 35-44

tahun 3 gigi per orang, kelompok umur 45-54 tahun sekitar 6 gigi per orang dan kelompok

umur 55-64 tahun sekitar 10 gigi per orang. Kehilangan gigi paling tinggi terjadi pada

kelompok umur lebih dari 65 tahun yaitu sekitar 17 gigi per orang (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan RI, 2013).

Fungsi utama gigi adalah mastikasi (Kumar et al., 2012), yaitu kemampuan untuk

memecah makanan menjadi bagian-bagian yang terpisah, melalui pengunyahan, sehingga

memungkinkan proses penelanan (Ikebe et al., 2012). Salah satu faktor yang berperan dalam

kemampuan mastikasi adalah jumlah gigi-geligi (Shaikh et al., 2012). Berdasarkan penelitian

Gotfredsen dan Walls, jumlah gigi kurang dari 20 gigi, dengan minimal 9-10 pasang gigi yang

berkontak, akan menurunkan efisiensi mastikasi (cit. Emami et al., 2013). Penurunan

kemampuan mastikasi yang dievaluasi secara subjektif pada penelitian Singh dan Brennan

pada tahun 2012 juga dilaporkan berhubungan dengan jumlah gigi yang tersisa (Singh &

Brennan, 2012). Penurunan kemampuan mastikasi akan mempengaruhi keinginan untuk

menggigit, mengunyah dan menelan makanan sehingga dapat berakibat pada pola makan dan

pemilihan makanan (Emami et al., 2013). Orang yang tidak dapat mengunyah atau menggigit

2

Page 3: Naskah Ringkas 2013

dengan nyaman, cenderung akan menghindari konsumsi makanan berserat tinggi, seperti roti,

sayuran, buah dan daging. Situasi ini dapat berujung pada kurangnya asupan nutrisi

(Marcenes et al., 2003). Nutrisi yang buruk dapat berakibat pada perubahan indeks massa

tubuh (IMT) (Tôrres et al., 2013).

Terdapat beberapa penelitian mengenai hubungan antara penurunan kemampuan

mastikasi akibat kehilangan gigi dengan perubahan indeks massa tubuh (IMT). Hasil

penelitian tersebut saling bertentangan. Dalam penelitian Semba et al tahun 2006, penurunan

kemampuan mastikasi berhubungan dengan tingkat IMT yang rendah pada lansia wanita di

Amerika (cit. Tôrres et al., 2013). Penelitian Ikebe et al pada tahun yang sama juga

menemukan bahwa subjek dengan kemampuan mastikasi yang buruk cenderung memiliki

IMT rendah (<20 kg/m2) (Ikebe et al., 2006). Namun, dalam studi yang dilakukan oleh

Sahyoun et al pada tahun 2003, justru terdapat peningkatan IMT pada lansia dengan

kemampuan mengunyah yang berkurang akibat kehilangan gigi (cit. Shaikh et al., 2012).

Johansson et al., dalam penelitian cross-sectional terhadap masyarakat tidak bergigi berusia

25-64 tahun, juga melaporkan bahwa mereka yang kehilangan gigi memiliki BMI lebih tinggi

daripada individu bergigi (tidak bergigi: laki-laki IMT = 26.7 dan wanita IMT = 26,8; bergigi:

laki-laki IMT = 25.8 dan perempuan IMT = 25.0) (cit. Mack et al., 2008). Sementara itu,

penelitian Kumar et al. pada tahun 2012 menyatakan bahwa tidak ditemukan hubungan antara

IMT dan kehilangan gigi (Kumar et al., 2012). Penelitian Marcenes et al. juga

mengungkapkan bahwa distribusi IMT pada subjek bergigi dan tidak bergigi tetap sama

(Marcenes et al., 2003).

Berdasarkan perbedaan hasil penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian mengenai hubungan antara kemampuan mastikasi dan IMT, dengan

memperhatikan beberapa faktor konfonding yaitu kehilangan gigi, pemakaian gigi tiruan dan

faktor-faktor sosiodemografi (jenis kelamin, usia, pendidikan dan status ekonomi).

Tinjauan Teoritis

Mastikasi

Mastikasi didefinisikan sebagai aksi mengunyah makanan. Mastikasi merupakan tahap awal

dari pencernaan. Makanan dihancurkan menjadi partikel yang lebih kecil (bolus) untuk

mempermudah proses penelanan. Mastikasi terdiri dari ritme membuka dan menutup rahang

yang terkontrol dengan baik dan melibatkan proses biofisika dan biokimia untuk

mempersiapkan penelanan (Okeson, 2013).

3

Page 4: Naskah Ringkas 2013

Gigi-geligi memiliki peran utama dalam berbagai tahap mastikasi (Kilcast, 2004).

Fungsi gigi adalah untuk memotong, memegang, menghancurkan dan mengunyah makanan.

Gigi insisif berfungsi untuk memotong makanan yang tidak memerlukan kekuatan yang besar.

Gigi kaninus didesain untuk memotong dan memisah-misahkan makanan. Gigi premolar,

memiliki dua ujung cusp yang lancip dan permukaan yang lebih luas untuk menahan dan

mengunyah makanan. Gigi molar adalah gigi yang paling besar dibandingkan gigi lainnya dan

memiliki cusp yang lebih dari dua yang digunakan untuk mengunyah makanan (Manjunatha,

2013). Selama proses mastikasi, kekuatan gigit terbesar terdapat pada regio molar pertama.

Mastikasi umumnya berlangsung pada area gigi molar dan premolar (Okeson, 2013).

Kemampuan mastikasi merupakan penilaian subjektif seorang individu terhadap

kemampuan mengunyah makanan yang dimilikinya dan dapat dievaluasi melalui kuesioner.

Menurut Gilbert, pengukuran oleh diri sendiri memberikan informasi yang dapat dipercaya,

valid, serta sangat berguna dalam memberikan penilaian yang subjektif dari status kesehatan

individu dan dampak dari masalah kesehatan mulutnya terhadap kehidupan sehari-hari (Singh

& Brennan, 2012). Kuesioner kemampuan mastikasi oleh Hanin (2012) menilai kemampuan

mastikasi berdasarkan baku emas indeks Eichner yang telah diuji validitas dan realibilitasnya.

Kuesioner ini memiliki mempunyai 8 buah pertanyaan, dengan nilai titik potong ≥12. Bila

skor <12 kemampuan kunyah buruk, sedangkan skor ≥12 kemampuan kunyah baik (Hanin,

2012).

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat ukur yang

paling umum digunakan dalam memperkirakan individu kelebihan berat badan atau obesitas.

(National Obesity Observatory, 2009) Obesitas tidak dapat dilihat hanya dari berat badan,

sebab berat badan sangat berhubungan dengan tinggi badan. Selain itu, penimbangan berat

badan meliputi berat dari jaringan bukan lemak, tulang dan cairan tubuh. Namun, berat badan

dapat dibandingkan dengan tinggi badan untuk menjadi sebuah indikator bentuk tubuh, yang

terlepas dari tinggi badan, dan memberikan ukuran lemak tubuh (Ruston et al., 2004). IMT

membandingkan berat badan seseorang dengan tinggi badannya, sehingga memungkinkan

individu dengan berat badan yang sama namun tinggi badan yang berbeda untuk

dibandingkan lemak tubuhnya (National Obesity Observatory, 2009). IMT dihitung dengan

cara membagi berat badan dalam satuan kilogram (kg) dengan tinggi badan dalam satuan

meter dikuadratkan (m2) (Ruston et al., 2004). Penggunaan IMT memiliki keuntungan yaitu

mudah, ekonomis dan merupakan metode non-invasif dalam mengukur kadar lemak tubuh.

4

Page 5: Naskah Ringkas 2013

Selain itu, IMT digunakan secara luas di seluruh dunia dan batasan untuk kategori IMT telah

dipublikasi (National Obesity Observatory, 2009). Kategori IMT yang digunakan hingga saat

ini adalah yang disarankan oleh World Health Organization (WHO) (Singh et al., 2008)

Namun, IMT merupakan gambaran umum lemak tubuh. Faktor lain seperti kesehatan, asal

etnis dan pubertas dapat mempengaruhi hasil IMT sehingga perlu dipertimbangkan (National

Obesity Observatory, 2009). Kategori yang digunakan oleh WHO dikembangkan oleh peneliti

barat berdasarkan studi pada populasi kaukasia (Singh et al., 2008). Maka dari itu,

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia juga memiliki klasifikasi IMT yang digunakan

dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

RI, 2013).

Tabel 1. Klasifikasi IMT berdasarkan Kementrian Kesehatan RI(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013)

Kategori kurus IMT < 18,5Kategori normal IMT ≥18,5 - <24,9

Kategori BB lebih IMT ≥25,0 - 27,0Kategori obesitas IMT ≥27,0

Kehilangan Gigi

Oxford Dictionary of Dentistry mendefinisikan kehilangan gigi sebagai terpisahnya gigi dari

jaringan pendukungnya (Ireland, 2010). Kehilangan gigi merupakan sebuah kondisi yang

kronis dimana gigi yang hilang tidak dapat digantikan atau kesehatan mulut pasien seperti

awal sebelum hilangnya gigi tidak dapat kembali (Borges et al., 2011) Kehilangan gigi pada

umumnya dapat terjadi akibat eksfoliasi gigi yang normal, seperti yang terjadi pada gigi susu,

resorpsi tulang atau ekstraksi (Ireland, 2010). Kehilangan gigi juga dapat terjadi sebagai

akibat dari penyakit gigi progresif, seperti karies gigi dan penyakit periodontal, atau trauma

(Ueno et al., 2010)

Yoshino et al mengemukakan jumlah gigi yang tersisa dapat memberikan estimasi

jumlah dukungan oklusal. Sejak 50 tahun yang lalu, Eichner telah mengembangkan sistem

baru untuk klasifikasi kehilangan gigi sebagian. Indeks Eichner merupakan klasifikasi

kehilangan gigi berdasarkan kontak oklusal gigi asli yang ada di antara maksila dan

mandibula pada area premolar dan molar. Kontak oklusal tersebut disebut dengan zona

pendukung.(Yoshino et al., 2011) Pada setiap kontak oklusal yang ada di area premolar, baik

pada premolar pertama, kedua atau keduanya, dihitung sebagai 1 zona dukungan. Hal yang

sama juga berlaku pada area molar (Ikebe et al., 2010), sehingga maksimum terdapat 4 zona

pendukung pada rongga mulut yang tediri dari 2 area gigi molar dan 2 area gigi premolar.

5

Page 6: Naskah Ringkas 2013

(Ikebe et al., 2010; Yoshino et al., 2011) Gigi yang direstorasi dengan gigi tiruan cekat

dianggap sebagai gigi asli. Berdasarkan Eichner Index, kontak oklusal antara gigi premolar

dan molar tersebut menentukan klasifikasi kehilangan gigi. Kelompok A memiliki 4 zona

pendukung. Kelompok B memiliki 1 hingga 3 zona pendukung atau kontak pada region

anterior saja dan kelompok C tidak memiliki kontak oklusal sama sekali.(Ikebe et al., 2012)

Kelompok B dapat dikelompokan lagi menjadi B1 apabila terdapat 3 zona pendukung, B2

apabila terdapat 2 zona pendukung, B3 apabila terdapat 1 zona pendukung dan B4 apabila

terdapat kontak pada gigi anterior namun tidak ada zona pendukung sama sekali.(Ikebe et al.,

2012)

Tabel 2. Klasifikasi Indeks Eichner(Yoshino et al., 2011)

Dampak Kehilangan Gigi terhadap Kemampuan Mastikasi

Kehilangan gigi akan memberikan dampak negatif terhadap estetik dan fungsional,

yaitu mastikasi (Khazaei et al., 2012). Kontak oklusal posterior dari gigi-geligi yang tersisa

merupakan kunci dalam memprediksi penurunan kemampuan mastikasi (Ikebe et al., 2012).

Berdasarkan penelitian Ikebe et al (2010), kehilangan kontak oklusal pada gigi premolar

berkontribusi pada pengurangan kekuatan oklusal sehingga menurunkan kemampuan

mastikasi (Ikebe et al., 2010).

Witter menyatakan bahwa, selama orang mempertahankan 20 gigi yang terdistribusi

dengan baik, fungsi rongga mulut akan tetap terjaga. Sebaliknya, penurunan kemampuan

mastikasi dapat terjadi apabila gigi-geligi yang ada kurang dari 20 gigi (cit. Ueno et al., 2010).

Penelitian Ueno et al pada tahun 2009 mengenai hubungan antara keadaan, jumlah dan

kategori unit gigi yang berfungsi terhadap kemampuan mastikasi juga menunjukkan bahwa

6

Page 7: Naskah Ringkas 2013

mempertahankan sebanyak mungkin gigi alami lebih baik untuk mempertahankan fungsi dari

rongga mulut. Jumlah unit gigi fungsional (FTUs; functional tooth units) merupakan faktor

penentu penting kinerja pengunyahan. FTUs didefinisikan sebagai gigi antagonis yang

berpasangan yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi mulut dan kinerja pengunyahan.

Jumlah FTUs yang rendah berkaitan dengan gangguan dalam kemampuan mastikasi (Ueno et

al., 2010).

Hubungan Kemampuan Mastikasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pengurangan jumlah dan lokasi dari gigi-geligi yang berfungsi berhubungan dengan

penurunan dalam kemampuan mastikasi dan penghindaran makanan. Hilangnya gigi posterior

yang berfungsi, yaitu gabungan gigi premolar dan molar, akan mempengaruhi asupan nutrisi

penting atau kualitas makanan secara keseluruhan.(Sahyoun et al., 2003) Orang dengan

kehilangan gigi dan penurunan kemampuan mastikasi cenderung makan lebih sedikit sayuran

dan buah segar, sehingga asupan nutrisi mikro seperti kalsium, zat besi, panthonic acid,

vitamin C dan vitamin E akan lebih rendah dibandingkan dengan orang yang masih memiliki

gigi asli (Marcenes et al., 2003). Semakin sedikit jumlah dan fungsi gigi asli yang dimiliki,

akan semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan kemampuan mastikasi dan dapat

berujung pada gangguan status nutrisi pada seseorang (Sahyoun et al., 2003).

Selain itu, individu dengan penurunan kemampuan mastikasi memilih menelan

potongan makanan secara besar atau mengubah pola makan mereka untuk menghindari

makanan yang sulit dikunyah Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakseimbangan asupan

makanan, karena lebih menyukai makanan yang lunak dan mudah untuk dikunyah, seperti

makanan kaleng, dan pengurangan makanan yang kaya serat dan nutrisi, seperti sayuran dan

buah segar serta daging. Semakin tinggi tingkat efesiensi mastikasi, maka tingkat penyerapan

makanan akan semakin baik. Pola makan yang kurang baik dapat meningkatkan resiko

penyakit pencernaan, penyakit yang berhubungan dengan gangguan nutrisi dan indeks massa

tubuh.(Borges et al., 2011)

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong

lintang. Pengambilan data pada penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu pengukuran

tinggi badan, penimbangan berat badan, pengisian kuesioner kemampuan mastikasi, serta

pemeriksaan rongga mulut subjek penelitian yang meliputi pemeriksaan regio dan jumlah

7

Page 8: Naskah Ringkas 2013

kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan. Kuesioner yang dipakai pada penelitian ini adalah

kuesoner kemampuan mastikasi yang diciptakan oleh Hanin(Hanin, 2012). Pada saat

pengambilan data, peneliti dibantu oleh 10 orang pembantu peneliti. Dilakukan kalibrasi

sebelum pengambilan data, sehinga para peneliti diharapkan memiliki pemahaman yang sama

terhadap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner kemampuan mastikasi, cara pengukuran

tinggi badan dan berat badan serta pemeriksaan gigi.

Acara “Jambore Antara Generasi untuk Mewujudkan Lansia Tangguh” di Depok,

yang diadakan oleh Centre for Ageing Studies Universitas Indonesia pada tanggal 24 Mei

2014, dipilih sebagai tempat pengambilan subjek berdasarkan pertimbangan sebagian besar

masyarakat yang terlibat dalam acara tersebut adalah dewasa dan lansia. Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan metode consecutive sampling. Semua subjek yang datang

dan memenuhi kriteria inklusi disertakan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang

diperlukan terpenuhi. Subjek penelitian harus memenuhi kriteria inklusi yaitu laki-laki dan

perempuan yang mampu berkomunikasi, karena pengambilan data menggunakan metode

wawancara dalam penelitian kuesioner. Selain itu, subjek tidak boleh mengalami gangguan

mobilisasi karena subjek diharapkan datang ke tempat penelitian untuk dilakukan wawancara

dan pemeriksaan. Dalam penghitungan indeks massa tubuh (IMT) diperlukan data tinggi

badan dan berat badan, maka subjek harus bersedia diukur tinggi dan berat badannya. Subjek

yang tidak bersedia menandatangani informed consent dan subjek yang tidak dapat

menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dikategorikan ke dalam kriteria eksklusi.

Besar sampel pada penelitian ini 129 subjek berusia 34-80 tahun yang dikelompokan

menjadi 3 kelompok usia berdasarkan United Nations (2013)(Departement of Economic and

Social Affairs, 2013) dan Kementrian Kesehatan RI,(Pusat Data dan Informasi Kesehatan,

2011) yaitu kelompok dewasa dari usia 20 hingga 59 tahun, kelompok lanjut usia atau lansia

untuk 60 hingga 69 tahun dan lansia resiko tinggi untuk 70 tahun ke atas. Besar sampel

minimal penelitian diperoleh dari perhitungan dengan nilai signifikansi 0.05, kekuatan

statistik/power 0,75 dan menggunakan perangkat lunak G*Power yaitu sebesar 129 subjek.

Data dianalisis menggunakan SPSS. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data

univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase masing-masing variabel untuk

mengetahui gambaran umum dari populasi subjek penelitian. Setelah itu data diolah

menggunakan uji analisis bivariat dengan Chi Square untuk mengetahui hubungan antara

variabel kemampuan mastikasi, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi dan

Indeks Massa Tubuh (IMT).

8

Page 9: Naskah Ringkas 2013

Hasil Penelitian

Analisis Univariat

Tabel 3. Distribusi Nilai Rata-Rata Usia, Jumlah Kehilangan Gigi, Kuesioner Kemampuan Mastikasi, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Pengeluaran

Mean Median Standar Deviasi

Nilai Minimum

Nilai Maksimum

Usia (tahun) 59,98 62,00 10,16 34 80Jumlah Kehilangan Gigi

7,12 6,00 5,82 0 29

IMT (kg/m2) 25,33 25,28 4,35 15,82 38,78Pengeluaran (rupiah) 1.829.395 1.500.000 1.326.976 100.000 5.000.000

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui nilai rata-rata usia, jumlah kehilangan gigi,

Indeks Massa Tubuh (IMT) dan pengeluaran. Rata-rata usia responden penelitian yang datang

adalah 59,98 tahun, mengalami kehilangan 7 gigi, bertubuh gemuk (25,28 kg/m2). Rata-rata

pengeluaran responden penelitian tiap bulan sebesar Rp1.829.395.

Tabel 4. Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Jumlah Kehilangan Gigi, Indeks Eichner, Gigi Tiruan, Kemampuan Mastikasi, Pendidikan, dan Pengeluaran

Variabel Frekuensi Presentase (%)Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

23106

17,882,2

Usia Dewasa muda (20-39) Dewasa paruh baya (40-59) Lansia (60-69) Lansia Risiko Tinggi (>70)

7425822

5,432,64517,1

Indeks Eichner A (4 zona pendukung) B (1-3 zona pendukung) C (tidak ada zona pendukung)

55686

42,652,74,7

Gigi Tiruan Tidak Memakai Memakai

10425

80,619,4

Kuesioner Kemampuan Mastikasi Buruk (Skor <12) Baik (Skor >12)

8643

66,733,3

IMT Kurus (<18,5 kg/m2) Normal (≥18,5 - <24,9 kg/m2) Gemuk (≥25,0 – 27,0 kg/m2) Obesitas (≥27,0 kg/m2)

5562640

3,943,421,731

Tingkat Pendidikan Dasar (SD-SMP atau setara) Menengah (SMA atau setara) Tinggi (Perguruan tinggi atau

setara)

315543

24,042,633,3

Status Ekonomi

9

Page 10: Naskah Ringkas 2013

Pengeluaran dibawah rata-rata (<Rp1.829.395)

Pengeluaran diatas atau sama dengan rata-rata (≥Rp1.829.395)

72

57

55,8

44,2

Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar responden penelitian adalah perempuan

(82,2%) dan persentase tertinggi merupakan kelompok lansia (45%). Sebanyak 46,5%

responden penelitian mengalami kehilangan gigi kurang dari 6 dan 52,7% memiliki indeks

Eichner kategori B. Namun, sebagian besar responden penelitian tidak memakai gigi tiruan

(80,6%). Sebanyak 66,7% responden penelitian memiliki kemampuan mastikasi yang buruk,

meskipun begitu 43,4% memiliki IMT yang normal (≥18,5 - <24,9 kg/m2). Sebanyak 42,6%

responden penelitian memiliki pendidikan menengah yaitu SMA atau setara dan 55,8%

memiliki pengeluaran kurang dari rata-rata (<Rp1.829.395).

Analisis Bivariat

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang bermakna antara kemampuan

mastikasi, jenis kelamin, usia, jumlah kehilangan gigi, indeks Eichner, pemakaian gigi tiruan,

pendidikan dan status ekonomi dan Indeks Massa Tubuh (IMT), dilakukan analisis bivariat

dengan Chi Square. Syarat dari uji Chi Square adalah tidak ada nilai expected kurang dari 5

yang lebih dari 20% jumlah sel. Namun, pada variabel usia, indeks Eichner dan IMT terdapat

kategori yang jumlahnya terlalu sedikit. Maka dari itu dilakukan penggabungan kategori dari

variabel tersebut agar dapat diuji. Pada variabel usia, kategori dewasa muda dan dewasa paruh

baya digabung menjadi kategori dewasa. Kategori C digabung dengan kategori B pada indeks

Eichner. Kategori kurus digabung dengan kategori normal pada variabel IMT.

Gambar 1. Diagram Perbandingan Kemampuan Mastikasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

10

Page 11: Naskah Ringkas 2013

Berdasarkan gambar 1, dapat terlihat diagram perbandingan kemampuan mastikasi

dan IMT. Berdasarkan diagram tersebut, subjek dengan kemampuan mastikasi buruk dan baik

sebagian besar berbadan kurus-normal.

Tabel 5. Hasil Analisis Kemampuan Mastikasi, Jumlah Kehilangan Gigi, Indeks Eichner, Pemakaian Gigi Tiruan dan Faktor Sosiodemografi (Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Status Ekonomi) terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT)

Kategori IMT pKurus/Normal Gemuk Obesitas

Kemampuan MastikasiBurukBaik

41 (67,2%)20 (32,8%)

19 (67,9%)9 (32,1%)

26 (65%)14 (35%)

0,963

Indeks EichnerAB/C

25 (41%)36 (59%)

12 (42,9%)16 (57,1%)

18 (45%)22 (55%)

0,923

Pemakaian Gigi TiruanTidak MemakaiMemakai

47 (77%)14 (23%)

21 (75%)7 (25%)

36 (90%)4 (10%)

0,190

UsiaDewasaLansiaLansia Risiko Tinggi

20 (32,8%)26 (42,6%)15 (24,6%)

8 (28,6%)14 (50%)6 (21,4%)

21 (52,5%)18 (45%)1 (2,5%)

0,028*

Jenis KelaminLaki-lakiPerempuan

14 (23%)47 (77%)

6 (21,4%)22 (78,6%)

3 (7,5%)37 (92,5%)

0,119

Tingkat PendidikanDasarMenengahTinggi

11 (18%)29 (47,5%)21 (34,4%)

8 (28,6%)8 (28,6%)12 (42,9%)

12 (30%)18 (45%)10 (25%)

0,281

Status EkonomiKurang dari rata-rataLebih dari rata-rata

35 (57,4%)

26 (42,6%)

16 (57,1%)

12 (42,9%)

21 (52,5%)

19 (47,5%)

0,879

Keterangan : tanda * adalah bermakna (p<0,05)

Tabel 5 menunjukan hasil uji analisis bivariat kemampuan mastikasi, indeks Eichner,

pemakaian gigi tiruan dan faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan dan status

ekonomi) terhadap indeks massa tubuh (IMT). Pada tabel tersebut, kemampuan mastikasi

memiliki nilai kemaknaan sebesar 0,963. Karena faktor peluang lebih dari 5% (p>0,05) maka

kemampuan mastikasi tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan IMT.

Jumlah kehilangan gigi, indeks Eichner, pemakaian gigi tiruan, jenis kelamin, pendidikan dan

11

Page 12: Naskah Ringkas 2013

status ekonomi juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan IMT. Sedangkan usia

memiliki nilai kemaknaan sebesar 0,028 atau faktor peluang kurang dari 5% (p<0,05) maka

terdapat hubungan yang bermakna dengan IMT.

Pembahasan

Dari hasil penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kemampuan

mastikasi dan indeks massa tubuh (IMT). Pada kelompok dengan IMT yang kurus/normal

sebanyak 67,2% memiliki kemampuan mastikasi yang buruk. Pada kelompok dengan IMT

gemuk, 67,9% memiliki kemampuan mastikasi yang buruk. Tren yang sama juga terlihat pada

kelompok dengan IMT yang obesitas yaitu sebanyak 65% juga memiliki kemampuan

mastikasi yang buruk.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Ikebe et al yang menyatakan adanya

hubungan antara kemampuan mastikasi dengan IMT (Ikebe et al., 2006). Perbedaan tersebut

karena pada penelitian ini kemampuan mastikasi dinilai melalui kuesioner yang jawabannya

dapat bersifat subjektif atau disertai dengan sikap dan harapan pribadi. Sementara pada

penelitian Ikebe at al, kemampuan mastikasi diukur secara objektif melalui tes gummy jellies

(Ikebe et al., 2006).

Selain itu, kemampuan mastikasi setiap orang tidak sama (Armellini & von Fraunhofer,

2004). Subjek pada penelitian ini tidak merasa kesulitan mengunyah makanan dalam mulut,

meski sebagian besar gigi mereka telah hilang, kemungkinan karena subjek melakukan

manipulasi pada makanan mereka. Manipulasi tersebut misalnya dengan memberi banyak

kuah pada makanan, sehingga makanan menjadi lebih lunak dan tidak memerlukan

pengunyahan dalam waktu lama di dalam mulut. Pada makanan keras, subjek akan

mengunyah secara perlahan dalam jangka waktu yang lebih lama, sampai makanan lebih

mudah ditelan. Hal ini seperti yang telah dijelaskan oleh Sierpinska et al dalam penelitiannya

bahwa memperpanjang waktu pengunyahan di dalam mulut dapat meningkatkan

penghancuran makanan keras.(Sierpińska, Gołebiewska, & Długosz, 2006) Kemampuan

mastikasi juga dipengaruhi oleh kondisi otot-otot matikasi, sendi temporomandibular, saraf

dan saliva.(Soratur, 2006) Maka dari itu, untuk penelitian selanjutnya perlu diperhatikan

kondisi otot-otot mastikasi, sendi temporomandibular, saraf dan saliva subjek serta

pengaruhnya terhadap IMT.

Meskipun bertentangan dengan penelitian Ikebe et al (Ikebe et al., 2006), namun

penelitian ini sejalan dengan penelitian Kumar et al pada tahun 2012. Penelitian tersebut

12

Page 13: Naskah Ringkas 2013

menyatakan bahwa tidak ditemukan hubungan antara IMT dan kehilangan gigi pada subjek

lansia usia 65-85 tahun. Meskipun kemampuan mastikasi mengalami penurunan akibat

kehilangan gigi, namun konsumsi vitamin dan serat tetap sama (Kumar et al., 2012).

Pada penelitian ini juga tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kehilangan

gigi berdasarkan kategori indeks Eichner dengan indeks massa tubuh (IMT). Hal ini sejalan

dengan penelitian Sheiham et al yang menyatakan tidak ada hubungan antara jumlah gigi

posterior yang beroklusi dengan IMT (Sheiham et al., 2002). Selain itu, penelitian Marcenes

et al (2003) et all juga mengungkapkan bahwa distribusi IMT pada subjek bergigi dan tidak

bergigi tetap sama. Hal tersebut kemungkinan karena indeks massa tubuh dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti masalah kesehatan, konsumsi obat-obatan serta jenis makanan,

sehingga IMT tidak hanya ditentukan oleh kehilangan gigi saja (Tôrres et al., 2013). Hal ini

seperti yang dijelaskan oleh Sheiham et al. (2002) dalam penelitiannya bahwa peningkatan

indeks massa tubuh seseorang cenderung dipengaruhi oleh kualitas makanannya. Maka dari

itu, untuk penelitian selanjutnya perlu juga diteliti pengaruh jenis makanan yang dikonsumsi

oleh subjek terhadap IMT.

Pada penelitian ini tidak tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian

gigi tiruan dengan indeks massa tubuh (IMT). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Shaikh

et al. yang menyatakan bahwa tidak ada perubahan IMT signifikan yang ditemukan pada

pemakai gigi tiruan. Rehabilitasi oral tetap berperan penting dalam meningkatkan kemampuan

mengunyah makanan, namun tidak sampai mengubah pola makan seseorang. Pemakaian gigi

tiruan merupakan salah satu faktor dari berbagai faktor lain yang dapat mengubah pemilihan

makanan (Shaikh et al., 2012).

Meskipun begitu, hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Tsai dan Chang (2011)

yang menemukan bahwa pemakaian gigi tiruan lepasan berhubungan dengan resiko IMT yang

rendah. Seperti yang dijelaskan oleh Bessadet et al (2013), fungsi mastikasi yang berkurang

pada pasien dengan kontak posterior yang hilang, dapat ditingkatkan kembali dengan

pemakaian gigi tiruan lepasan. Meskipun demikian, kemampuan mastikasi pada pemakai gigi

tiruan tetap tidak sebaik individu dengan gigi asli (Bessadet et al., 2013).

Perbedaan hasil ini dapat disebabkan perbedaan pembagian kategori gigi tiruan. Pada

peneltian Tsai et al kategori gigi tiruan dibagi menjadi gigi tiruan lepasan, gigi tiruan cekat

dan tidak memakai gigi tiruan. Pada penelitian ini subjek hanya dibagi menjadi memakai dan

tidak memakai gigi tiruan, dan diperoleh jumlah yang tidak berimbang. Selain itu, seluruh

subjek pemakai gigi tiruan menggunakan gigi tiruan lepasan dan tidak ditemukan subjek

pemakai gigi tiruan cekat. Pasien dengan gigi tiruan lepasan memiliki kemampuan

13

Page 14: Naskah Ringkas 2013

pengunyahan yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan pasien dengan gigi

tiruan cekat atau implant (Tsai & Chang, 2011). Maka dari itu diperlukan penelitian yang

lebih berimbang proporsinya, baik dari jumlah pemakai maupun jenis gigi tiruan, sebab

perbedaan jenis gigi tiruan kemungkinan memberikan dampak yang berbeda terhadap indeks

massa tubuh seseorang.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan indeks

massa tubuh (IMT). Dari data yang tersedia dapat dilihat bahwa obesitas lebih umum terjadi

pada kelompok usia dewasa (20-59 tahun) yaitu 52,5% atau 21 dari 40 subjek. Sementara itu

tubuh yang gemuk dan kurus/normal lebih umum terjadi pada kelompok lansia (60-69 tahun).

Pada penelitian ini terlihat kecenderungan IMT yang menurun seiring dengan bertambahnya

usia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Forster et al yang menyatakan peningkatan

usia berhubungan dengan penurunan indeks massa tubuh (Forster & Gariballa, 2005). Proses

menua pada manusia diikuti dengan beberapa perubahan seperti penurunan fungsi indera

penciuman, pengecapan serta kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi pemilihan makanan,

pencernaan dan metabolisme seseorang (Hickson, 2006). National Diet and Nutrition Survey

di Inggris juga menemukan konsumsi makanan dan nutrisi mikro seperti vitamin C, vitamin

E, riboflavin, thiamin dan asam folat yang rendah pada kelompok usia 65 tahun ke atas

(Forster & Gariballa, 2005). Selain itu terjadi juga penurunan massa otot, jaringan organ, kulit

dan tulang seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam penelitian

Hickson yang menemukan penurunan signifikan antara IMT akibat penurunan massa otot

pada orang tua (Hickson, 2006).

Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin

dengan indeks massa tubuh (IMT). Hal ini bertentangan dengan penelitian De Marchi et al

yang menemukan bahwa wanita lebih cenderung memiliki IMT yang tinggi daripada laki-laki

(De Marchi et al., 2012). Seperti yang dijelaskan oleh Campos et al, wanita lebih mudah

terkena obesitas karena wanita memiliki akumulasi lemak organ dalam rongga perut (visceral

fat) yang lebih banyak, perbedaan dalam asupan makanan serta harapan hidup yang lebih

tinggi (cit. Tôrres et al., 2013). Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan jumlah laki-

laki dan perempuan yang kurang berimbang. Pada penelitian De Marchi et al. (2012)

presentase jumlah laki-laki dan perempuan adalah 42% banding 58%. Sementara pada

penelitian ini sebagian besar subjek yaitu 77% adalah perempuan. Maka dari itu sebaiknya

dilakukan penelitian dengan proporsi jenis kelamin yang lebih berimbang. (De Marchi et al.,

2012).

14

Page 15: Naskah Ringkas 2013

Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pendidikan dan

indeks massa tubuh (IMT). Seperti yang dikemukakan oleh Devaux et al. (2011), semakin

tingginya tingkat pendidikan akan memperbesar akses seseorang terhadap informasi

kesehatan serta kemampuan untuk menerapkannya. Kesadaran seseorang terhadap resiko

terkait pilihan gaya hidup juga lebih besar dan meningkatkan kemampuan mengontrol diri

secara konsisten (Devaux et al., 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian Yoon et al. (2006)

yang menemukan pengaruh pendidikan terhadap penurunan IMT di Korea. Berdasarkan

penelitian tersebut, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi juga

kewaspadaan seseorang terhadap masalah kesehatan yang terkait dengan obesitas dan

semakin sehat juga gaya hidupnya (Yoon et al., 2006) Perbedaan hasil penelitian ini dapat

disebabkan perbedaan kategori dari tingkat pendidikan yang digunakan. Pada penelitian ini

pendidikan terakhir subjek diklasifikasikan berdasarkan pendidikan formal di Indonesia yaitu

pendidikan dasar (SD dan SMP atau setara), pendidikan menengah (SMA atau setara) dan

pendidikan tinggi (perguruan tinggi atau setara) (Badan Pusat Statistik, 2011). Sementara

pada penelitian Yoon et al digunakan klasifikasi berdasarkan jumlah tahun sekolah yaitu 6

tahun, 7-12 tahun dan 13 tahun atau lebih.(Yoon et al., 2006)

Pada hasil penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status

ekonomi dan indeks massa tubuh (IMT). Pengeluaran (pembelanjaan keperluan) rumah

tangga yang terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan dapat menggambarkan

bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya.(Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2013) Seperti yang dikemukakan oleh Yoon et al, pendapatan adalah hal

yang paling utama mempengaruhi kemampuan seseorang dalam dalam membeli makanan dan

melakukan aktivitas fisik.(Yoon et al., 2006)

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Mack et al. (2008) yang menyatakan

adanya hubungan antara IMT dengan tingkat ekonomi. Hal ini mungkin karena sebagian besar

subjek adalah pensiunan yang pengeluaran tiap bulannya tidak begitu besar sebab kebutuhan

pokok seperti makanan sehari-harinya sudah ditanggung oleh keluarganya. Hal tersebut dapat

menjelaskan kecenderungan subjek dengan IMT yang baik, namun tingkat ekonominya di

bawah rata-rata.

Dalam penelitian ini, terlihat adanya hubungan antara usia dan indeks massa tubuh dan

kecenderungan IMT yang menurun seiring dengan bertambahnya usia. Maka dari itu, perlu

adanya sosialisasi bagi para lansia agar tetap menjaga pola makan dengan mengkonsumsi

makanan dan minuman yang cukup dan bernutrisi. Selain itu, dalam penelitian ini presentase

kehilangan gigi subjek penelitian cukup tinggi, namun pemakaian gigi tiruan yang masih

15

Page 16: Naskah Ringkas 2013

rendah. Oleh karena itu, diperlukan juga peningkatan edukasi dan kesadaran masyarakat

untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut serta pentingnya rehabilitasi oral.

Desain potong lintang memiliki kelemahan, yaitu rentan terhadap terjadinya bias. Bias

yang dapat terjadi pada penelitian ini adalah recall bias dan interviewer bias (Notoatmodjo,

2010). Recall bias merupakan bias akibat ingatan subjek pada peristiwa di masa lalu yang

dapat terjadi saat dilakukan pengisian kuesioner kemampuan mastikasi, contohnya waktu

yang diperlukan untuk pengunyahan. Interviewer bias merupakan bias yang bersumber dari

pewawancara. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman pewawancara terhadap

pertanyaan pada kuisioner. Tetapi pada penelitian ini, telah diusahakan antisipasinya dengan

melatih cara melakukan wawancara pembantu peneliti agar mampu membantu subjek

menjawab kuesioner, serta dilakukan kalibrasi pewawancara agar memiliki pemahaman yang

sama terhadap pertanyaan pada kuesioner kemampuan mastikasi serta tata cara

penggunaannya. Dengan dilakukannya kalibrasi ini, pewawancara dilatih untuk mendapatkan

jawaban yang reliabilitasnya baik dari subjek penelitian. Kalibrasi dilakukan berdasarkan

pedoman pengisian kuesioner kemampuan mastikasi yang diciptakan oleh Hanin (Hanin,

2012). Proses pemeriksaan dan pengumpulan data yang bertahap dapat menyebabkan

kelelahan pewawancara dalam menggali jawaban dan kelelahan subyek penelitian dalam

menjawab pertanyaan. Kelelahan tersebut dapat menurunkan tingkat konsentrasi sehingga

mempengaruhi ketepatan data yang didapatkan. Hal ini diatasi dengan melakukan wawancara

secara efektif dan efisien, melakukan pemeriksaan secara cepat dan tepat serta mengatur

posisi duduk yang nyaman.

Dalam penelitian ini kemampuan mastikasi subjek penelitian diketahui melalui

pengisian kuesioner sehingga jawaban yang diberikan cenderung bersifat subjektif

(Notoatmodjo, 2010). Hal ini dapat diatasi dengan memakai alat yang dapat mengukur

kemampuan mastikasi secara objektif untuk peneltian selanjutnya. Selain itu penelitian potong

lintang memerlukan subjek penelitian dalam jumlah besar. Semakin besar jumlah subjek akan

meningkatkan kekuatan penelitian. Penelitian ini hanya memenuhi kekuatan penelitian

sebesar 75% dengan jumlah sampel 129. Kekuatan penelitian (1 - β) merupakan kemampuan

sebuah penelitian dalam menolak hipotesis nol jika benar-benar salah yaitu tidak ditemukan

hubungan antara variabel. Maka dari itu, semakin besar kekuatan penelitian akan semakin

besar kemungkinan penelitian tersebut untuk menemukan hubungan (Cashen & Geiger,

2004). Selain itu, distrisbusi subjek yang kurang merata pada pemakai dan jenis gigi tiruan,

jenis kelamin dan jumlah pengeluaran dapat mempengaruhi data yang diperoleh. Oleh karena

itu, disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menambah jumlah subjek, serta diteliti

16

Page 17: Naskah Ringkas 2013

berdasarkan wilayah atau komunitas berbeda dengan perbandingan yang lebih berimbang

pada pemakai gigi tiruan dan jenisnya, jumlah laki-laki dan perempuan serta status ekonomi.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat hubungan antara salah satu faktor sosiodemografi, yaitu usia, dengan

indeks massa tubuh (IMT)

2. Tidak terdapat hubungan antara kemampuan mastikasi, kehilangan gigi, pemakaian

gigi tiruan, dan beberapa faktor sosiodemografi, yaitu jenis kelamin, pendidikan

dan tingkat ekonomi, dengan indeks massa tubuh.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan mastikasi dan indeks massa

tubuh (IMT) dengan jumlah subjek yang lebih besar agar mendapatkan hasil yang lebih

akurat. Kondisi otot-otot mastikasi, sendi temporomandibular, saraf dan saliva subjek dapat

mempengaruhi kemampuan mastikasi sehingga perlu dilihat dampaknya terhadap IMT. Selain

itu, perlu juga diteliti pengaruh jenis makanan yang dikonsumsi subjek terhadap IMT.

Pengukuran kemampuan mastikasi juga sebaiknya menggunakan alat ukur yang lebih objektif

agar hasil yang didapat benar-benar berdasarkan kemampuan subjek dalam mengunyah

makanan. Disarankan pula untuk menggunakan wilayah atau komunitas dengan jumlah

sampel yang lebih berimbang proporsinya dalam perbandingan pemakai dan jenis gigi tiruan,

jumlah laki-laki dan perempuan serta status ekonomi.

Daftar Referensi

Armellini, D., & von Fraunhofer, J. A. (2004). The shortened dental arch: a review of the literature. The Journal of Prosthetic Dentistry, 92(6), 531–5.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Badan Pusat Statistik. (2011). Pendidikan Penduduk Indonesia : Hasil Sensus Penduduk 2010 (pp. 7–15). Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bessadet, M., Nicolas, E., Sochat, M., Hennequin, M., & Veyrune, J.-L. (2013). Impact of removable partial denture prosthesis on chewing efficiency. Journal of Applied Oral Science : Revista FOB, 21(5), 392–6.

17

Page 18: Naskah Ringkas 2013

Borges, T. D. F., Mendes, F. A., de Oliveira, T. R. C., do Prado, C. J., & das Neves, F. D. (2011). Overdenture with immediate load: mastication and nutrition. The British Journal of Nutrition, 105(7), 990–4.

Cashen, L. H., & Geiger, S. W. (2004). Statistical Power and the Testing of Null Hypotheses: A Review of Contemporary Management Research and Recommendations for Future Studies. Organizational Research Methods, 7(2), 151–167.

De Marchi, R. J., Hugo, F. N., Hilgert, J. B., & Padilha, D. M. P. (2012). Association between number of teeth, edentulism and use of dentures with percentage body fat in south Brazilian community-dwelling older people. Gerodontology, 29(2), e69–76.

Departement of Economic and Social Affairs. (2013). World Population Ageing 2013 (p. ST/ESA/SER.A/348). United Nations Publication.

Devaux, M., Sassi, F., Cecchini, M., Borgonovi, F., & Church, J. (2011). Exploring the Relationship Between Education and Obesity. OECD Journal: Economic Studies, 2011(1), 1–40.

Emami, E., De Souza, R. F., Kabawat, M., & Feine, J. S. (2013). The Impact of Edentulism on Oral and General Health. International Journal of Dentistry.

Forster, S., & Gariballa, S. (2005). Age as a determinant of nutritional status: a cross sectional study. Nutrition Journal, 4, 28.

Hanin, I. (2012). Hubungan Kemampuan Mastikasi (Analisis Menggunakan Kuisioner Kemampuan Mastikasi) dengan Kualitas Hidup Wanita Pra-Lansia dan Lansia. Thesis. Universitas Indonesia.

Hickson, M. (2006). Malnutrition and ageing. Postgraduate Medical Journal, 82(963), 2–8.

Ikebe, K., Matsuda, K., Kagawa, R., Enoki, K., Okada, T., Yoshida, M., & Maeda, Y. (2012). Masticatory Performance in Older Subjects with Varying Degrees of Tooth Loss. Journal of Dentistry, 40(1), 71–6.

Ikebe, K., Matsuda, K., Murai, S., Maeda, Y., & Nokubi, T. (2010). Validation of the Eichner index in relation to occlusal force and masticatory performance. The International Journal of Prosthodontics, 23(6), 521–4.

Ikebe, K., Matsuda, K. I., Morii, K., Nokubi, T., & Ettinger, R. L. (2006). The relationship between oral function and body mass index among independently living older Japanese people. The International Journal of Prosthodontics, 19(6), 539–46.

Ireland, R. (2010). Oxford Dictionary of Dentistry.pdf. Oxford: Oxford University Press.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Khazaei, S., Firouzei, M. S., Sadeghpour, S., Jahangiri, P., Savabi, O., Keshteli, A. H., & Adibi, P. (2012). Edentulism and Tooth Loss in Iran: SEPAHAN Systematic Review No. 6. International Journal of Preventive Medicine, 3(1), S42–7.

Kilcast, D. (2004). Texture in Food. Cambridge: Woodhead Publishing Ltd.

18

Page 19: Naskah Ringkas 2013

Kumar, D., Rastogi, N., & Madan, R. (2012). Correlation between Health and Nutritional Status in Geriatric Population. World J Dent, 3(4), 297–302.

Mack, F., Abeygunawardhana, N., Mundt, T., Schwahn, C., Proff, P., Spassov, A., … Biffar, R. (2008). The factors associated with body mass index in adults from the study of health in Pomerania (SHIP-0), Germany. Journal of Physiology and Pharmacology : An Official Journal of the Polish Physiological Society, 59 Suppl 5, 5–16.

Manjunatha, B. S. (2013). Textbook of Dental Anatomy and Oral Physiology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Marcenes, W., Steele, J. G., Willian, A., & Walls, G. (2003). The relationship between dental status, food selection, nutrient intake, nutritional status, and body mass index in older people, 19(3), 809–816.

Moynihan, P., & Petersen, P. E. (2007). Diet, Nutrition and the Prevention of Dental Diseases. Public Health Nutrition, 7(1a), 201–226.

National Obesity Observatory. (2009). Body Mass Index as a measure of obesity. London: Association of Public Health Observatories.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (pp. 150–151). Jakarta: Rineka Cipta.

Okeson, J. P. (2013). Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion (7th ed.). Missouri: Elsevier Mosby.

Pusat Data dan Informasi Kesehatan. (2011). Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Ruston, D., Hoare, J., Henderson, L., & Swan, G. (2004). The National Diet & Nutrition Survey : Adults Aged 19 to 64 Years. The National Diet and Nutrition Survey, 4, 15–16.

Sahyoun, N. R., Lin, C. L., & Krall, E. (2003). Nutritional status of the older adult is associated with dentition status. Journal of the American Dietetic Association, 103(1), 61–66.

Shaikh, S., Aziz, F., Javed, M. U., Saeed, M. H. Bin, Sharif, M., & Azad, A. A. (2012). Body Mass Index Before and After Provision of Complete Dentures. Pakistan Oral and Dental Journal, 32(2), 335–340.

Sheiham, a, Steele, J. G., Marcenes, W., Finch, S., & Walls, a W. G. (2002). The relationship between oral health status and Body Mass Index among older people: a national survey of older people in Great Britain. British Dental Journal, 192(12), 703–6.

Sierpińska, T., Gołebiewska, M., & Długosz, J. W. (2006). The relationship between masticatory efficiency and the state of dentition at patients with non rehabilitated partial lost of teeth. Advances in Medical Sciences, 51(1), 196–9.

Singh, K., & Brennan, D. S. (2012). Chewing disability in older adults attributable to tooth loss and other oral conditions. Gerodontology, 29(2), 106–10.

Singh, L. C. S., Sikri, S. L. C. G., & Garg, L. C. M. (2008). Body Mass Index and Obesity : Tailoring “cut-off” for an Asian Indian Male Population. MJ AFI, 64, 350–353.

Soratur, S. H. (2006). Essentials of Prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

19

Page 20: Naskah Ringkas 2013

Tôrres, L. H. D. N., da Silva, D. D., Neri, A. L., Hilgert, J. B., Hugo, F. N., & Sousa, M. D. L. R. De. (2013). Association between underweight and overweight/obesity with oral health among independently living Brazilian elderly. Nutrition (Burbank, Los Angeles County, Calif.), 29(1), 152–157.

Tsai, a C., & Chang, T.-L. (2011). Association of dental prosthetic condition with food consumption and the risk of malnutrition and follow-up 4-year mortality risk in elderly Taiwanese. The Journal of Nutrition, Health & Aging, 15(4), 265–70.

Ueno, M., Yanagisawa, T., Shinada, K., Ohara, S., & Kawaguchi, Y. (2010). Category of functional tooth units in relation to the number of teeth and masticatory ability in Japanese adults. Clinical Oral Investigations, 14(1), 113–9.

Yoon, Y. S., Oh, S. W., & Park, H. S. (2006). Socioeconomic Status in Relation to Obesity and Abdominal Obesity in Korean Adults : A Focus on Sex Differences. Obesity Reseacrh Journal, 14(5), 909–919.

Yoshino, K., Kikukawa, I., Yoda, Y., Watanabe, H., Fukai, K., Sugihara, N., & Matsukubo, T. (2011). Relationship between Eichner Index and Number of Present Teeth. Bulletin of Tokyo Dental College, 53(1), 37–40.

20