naskah akademik rancangan peraturan daerah...
TRANSCRIPT
jdih.tubankab.go.id
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN
TENTANG IZIN LINGKUNGAN
TIM PENYUSUN
DINAS LINGKUNGAN HIDUP
KABUPATEN TUBAN
AGUSTUS 2018
jdih.tubankab.go.id
KATA PENGANTAR
Syukur kita persembahkan kepada Allah Yang Maha Besar atas
Rahmat dan Hidayah-Nya, penulisan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan akhirnya
dapat diselesaikan. Tim penyusun berharap bahwa usaha yang
dilakukan dapat membuahkan manfaat yang besar bagi setiap pihak di
Kabupaten Tuban, baik bagi pihak Pemerintah Daerah maupun
Masyarakat secara umum, dan bagi kelestarian lingkungan hidup di
wilayah Kabupaten Tuban.
Proses penyusunan Naskah Akademik ini dapat terselesaikan
dengan baik atas keterlibatan berbagai pihak. Tim penyusun
menngucapkan terima kasih bagi semua pihak yang telah berjasa
membantu penyediaan berbagai dokumen dan informasi dalam
penyelesaian Naskah Akademik ini. Adapun apabila terdapat
kekurangan dalam Naskah Akademik ini, penyusun merasakan itu
sebagai konsekuensi dari sifat manusia yang tidak dapat melakukan
sesuatu secara sempurna, sebab kesempurnaan adalah milik Allah Yang
Maha Agung.
Akhirnya, semoga Naskah Akademik ini dapat dapat menjadi
dasar penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban
tentang Izin Lingkungan.
Agustus 2018
Tim Penyusun
jdih.tubankab.go.id
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS................................8
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT..........................................................................51
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN
YURIDIS...............................................................................................58
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
TUBAN.................................................................................................62
BAB VI PENUTUP..........................................................................63
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................65
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
TUBAN.................................................................................................67
jdih.tubankab.go.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu komponen pembangunan berkelanjutan adalah
melindungi keberlanjutan lingkungan serta dampak yang
ditimbulkannya. Oleh karena itu, dalam dokumen perizinan usaha
dan/atau kegiatan pembangunan, Pemerintah daerah mengatur
kewajiban melengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal) sebagai standar kelayakan yang harus dipenuhi.
Perizinan menurut Philipus M. Hadjon, Guru Besar Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi Negara, Universitas Airlangga,
merupakan salah satu instrumen hukum administrasi negara yang
ditujukan untuk mengarahkan atau mengendalikan aktifitas tertentu,
mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh aktifitas tertentu,
melindungi objek-objek tertentu, dan mengatur distribusi benda atau
barang yang sifatnya langka (terbatas) (Philipus M. Hadjon, 1994).
Secara prinsip, suatu izin menjadi sangat penting ketika
dihadapkan pada kenyataan bahwa manusia harus hidup bersama
dengan ruang dan sumber daya yang terbatas. Sehingga izin diperlukan
untuk membatasi kebebasan individual agar tidak mengarah pada
potensi konflik dan tindakan yang merusak serta menyia-nyiakan
sumber daya alam.
Dalam konteks kegiatan percepatan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan, perizinan menjadi satu instrumen untuk melindungi,
mencegah, dan membatasi berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan
yang menimbulkan kerugian atau melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan. Tujuannya agar setiap aktifitas pembangunan
sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Namun dalam
praktiknya ketentuan mengenai perizinan, khususnya mengenai Amdal,
menemui banyak persoalan. Kekosongan hukum tentang perizinan
Amdal dianggap sebagai penyebab proses perizinan Amdal menjadi tidak
jdih.tubankab.go.id
memiliki SOP yang jelas dan hal ini kemudian dianggap menghambat
percepatan pembangunan. Ada dugaan bahwa proses pembuatan Amdal
memerlukan waktu yang lama, biaya mahal dan berbelit-belit. Bahkan
ditemukan berbagai hal manipulatif di lapangan yang dilakukan oleh
oknum tertentu untuk mempercepat proses perizinan.
Sehingga muncul wacana untuk menghapus dokumen Amdal
dalam kelengkapan berkas perizinan. Meskipun tidak secara eksplisit
menyebutkan Amdal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang telah
berencana menyederhanakan segala bentuk perizinan. Melalui pidato
yang disampaikan dalam pertemuan yang digelar oleh Ikatan Sarjana
Ekonomi Indonesia (ISEI) (30/3/206), Jokowi menyampaikan perlunya
percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dengan
menghilangkan sejumlah perizinan yang dianggap menghambat laju
investasi dan bisnis.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Kabinet, Pramono
Anung bahwa Pemerintah akan menghapus sejumlah izin, diantaranya
izin gangguan, izin tempat usaha, izin prinsip bagi UKM, izin lokasi, dan
izin Amdal. Sejalan dengan itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo
Kumolo menyampaikan pihaknya telah dalam proses memangkas
sekitar 3000 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah yang dianggap
menghambat perizinan dan membebani masyarakat kecil menengah ke
bawah (www.ekonomi. metrotvnews.com, 15/03/2016).
Di satu sisi, kebijakan Pemerintah untuk menyederhanakan
sejumlah perizinan perlu diapresiasi. Langkah tersebut merupakan
bagian dari upaya reformasi birokrasi agar efisien untuk mencapai
sasaran pembangunan dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun
jika penyederhanaan izin tersebut salah satu sasarannya adalah
menghapus Amdal, penulis tidak setuju. Sebab Penulis tidak yakin
Pemerintah mampu menjamin bahwa penghapusan izin Amdal demi
mempermudah investasi dan bisnis tidak akan berpengaruh pada upaya
pengendalian dampak kerusakan lingkungan hidup. Makna
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan menurut
jdih.tubankab.go.id
Zoerain dalam pembangunan berkelanjutan, sumberdaya alam yang
digunakan dijaga keutuhan fungsi ekosistemnya:
1. Dampak pembangunan terhadap lingkungan diperhitungkan dengan
menerapkan sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL) sehingga dampak negatif dapat dikendalikan dan dampak
positif dikembangkan;
2. Mempertimbangkan kepentingan generasi masa depan;
3. Pembangunan dengan wawasan jangka penjang karena perubahan
lingkungan pada umumnya berlangsung dalam jangka panjang;
4. Hasil pengelolaan sumberdaya alam harus memperhitungkan
sumberdaya alam yang semakin berkurang akibat proses pembangunan.
Di sisi yang lain, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
tentang Izin Lingkungan secara normatif memberikan amanat kepada
pemerintah daerah untuk melakukan pengaturan tentang perizinan
lingkungan, dengan tujuan mengatur aktifitas usaha agar jangan
sampai merusak lingkungan, sesuai dengan prinsip pembangunan yang
berbasis pada lingkungan hidup yang berkelanjutan. Pemerintah
Kabupaten Tuban memahami bahwa potensi sumber daya alam yang
ada di wilayahnya harus dikelola dengan baik dan benar, berdasar
prinsip-prinsip pembangunan berbasis kelestarian lingkungan hidup
yang berkelanjutan, dan berdasar pada rezim UU Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup.
Pertimbangan berikutnya adalah implementasi dari Rencana Kerja
Pemerintah Kabupaten Tahun 2016 sebagaimana tertuang pada
Dokumen Rencana Strategis Jangka Menengah, yang diantaranya
menyatakan bahwa Peningkatan pembangunan yang berkelanjutan dan
optimalisasi penataan ruang guna mendorong kemajuan daerah. Arah
pembangunan tersebut dapat dilihat di Misi Pembangunan Nomor 3
yang akan menjadi acuan pembangunan daerah. Optimalisasi ini pada
bagian startegi dinyatakan akan ditujukan untuk mencapai penataan
dan Penjagaan keberlangsungan fungsi lingkungan hidup di wilayah
Kabupaten Tuban.
jdih.tubankab.go.id
Berdasar pertimbangan-pertimbangan sebagaimana disebutkan
diatas, maka Pemerintah Kabupaten Tuban memiliki niatan untuk
mengatur soal izin lingkungan, sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan yang berbasis pada lingkungan hidup yang berkelanjutan
dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Sehubungan dengan urgensi pembentukan rancangan peraturan
daerah Kabupaten Tuban tentang Pembentukan Izin Lingkungan, maka
naskah akademik ini mengidentifikasi masalah penyusunan naskah
akademik sebagai persyaratan ilmiah dari proses penyusunan
rancangan peraturan daerah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pengaturan tentang Izin Lingkungan yang sejalan
dengan amanat PP No 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
2. Permasalahan hukum apa saja yang dihadapi dalam hal penataan Izin
Lingkungan di Kabupaten Tuban.
3. Mengapa diperlukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban
tentang Izin Lingkungan.
4. Apa pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban tentang
Izin Lingkungan.
5. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK
Naskah akademik disusun bukan hanya bertujuan sebagai
persyaratan formal dari proses pembentukan peraturan perundang-
undangan karena dalam naskah akademik tersebut, permasalahan
hukum yang ada dianalisis dan dijawab dalam diskursus ilmiah
berbasis kondisi riil masyarakat sehingga kemanfaatannya betul-betul
dirasakan oleh masyarakat di daerah Kabupaten Tuban.
jdih.tubankab.go.id
Naskah akademik juga mengabstraksikan aspirasi masyarakat di
daerah agar rancangan peraturan daerah yang disusun mencerminkan
kesadaran hukum masyarakat setempat sehingga dalam
pelaksanaannya mudah diterima di masyarakat. Adapun tujuan dan
manfaat penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan adalah sebagai berikut.
a. Tujuan
1) Menetapkan model pengaturan Izin Lingkungan di Kabupaten Tuban
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Mencari solusi atas permasalahan hukum yang dihadapi Kabupaten
Tuban terkait pengelolaan sumber daya alam yang sangat potensial.
3) Menyusun Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin
Lingkungan.
4) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan
yuridis dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Tuban tentang Izin Lingkungan.
5) Menjelaskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan.
b. Manfaat
1) Memberikan pemahaman kepada seluruh pihak yang terkait di
Kabupaten Tuban mengenai urgensi Pengaturan Izin Lingkungan;
2) Masukan bagi pembentuk peraturan perundang-undangan dan dapat
digunakan sebagai referensi akademis bagi pihak yang berkepentingan;
3) Memberikan panduan untuk pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan agar substansi yang
akan menjadi norma hukum tepat sesuai dengan kajian yang dibahas
dalam naskah akademis ini.
4. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
jdih.tubankab.go.id
Penyusunan naskah akademik pada hakikatnya merupakan suatu
kegiatan penelitian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu
masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai pengaturan masalah tersebut dalam Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan dan disusun
menurut kaidah keilmuan yang objektif dan metodologis. Penelitian
dalam naskah akademik ini diklasifikasikan sebagai penelitian hukum
doktrinal atau penelitian hukum normatif (normative legal research).
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan
penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan
atas doktrin yang dianut oleh si pengkonsep hukum. Disebut penelitian
hukum doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditunjukan
hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan
hukum yang lain. Penelitian hukum doktrinal menganalisis
permasalahan hukum yang di identifikasi dengan cara memadukan
bahan hukum yang telah diperoleh yang terkait dengan pengaturan Izin
Lingkungan.
b. Pendekatan Penelitian
Untuk menguraikan pokok permasalahan dalam naskah
akademik ini, penelitian ini menggunakan 2 pendekatan sebagai
berikut:
1) Pendekatan perundang-undangan (statute-approach), yaitu dengan
menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
dana cadangan daerah.
2) Pendekatan konsep (conseptual approach), yaitu dengan menelaah dan
memahami konsep-konsep pengaturan Izin Lingkungan sehingga tidak
menimbulkan pemahaman yang multitafsir dan kabur mengenai konsep
pengaturan Izin Lingkungan.
c. Jenis Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Bahan Hukum Primer, meliputi:
jdih.tubankab.go.id
Bahan hukum Sekunder, meliputi: literatur-literatur yang terkait
dengan permasalahan yang dikaji yang berasal dari buku-buku,
surat kabar, pendapat ahli hukum dari segi kepustakaan dan artikel
internet.
Bahan hukum tersier meliputi kamus hukum dan kamus besar
bahasa Indonesia.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara
dokumentasi yaitu menelusuri, meneliti, dan mempelajari referensi-
referensi yang sesuai dan relevan dengan permasalahan pengaturan Izin
Lingkungan. Referensi yang digunakan tidak terbatas pada referensi
cetak saja tetapi juga elektronik. Bahan hukum yang digunakan adalah
bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang berasal dari literatur
baik itu cetak seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal penelitian, dan
tabloid maupun elektronik seperti situs internet. Selain itu, penyusunan
naskah akademik ini juga melibatkan diskusi dan rapat dengar
pendapat.
5. SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK
Sistematika Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan ini mengikuti UU No 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
sebagai berikut:
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
jdih.tubankab.go.id
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN
YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-
UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI,
ATAU PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
jdih.tubankab.go.id
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
1) Istilah Perizinan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menetapkan dengan tegas
tujuan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti
bahwa hukum merupakan supermasi atau tiada kekuasaan lain yang
lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara berdasarkan
hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi
pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat
hukum untuk mencapai keadilan.
Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan
peraturan hukum dimana harus disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Peraturan tidak lahir dengan sendirinya
melainkan secara serta merta, namun mestinya ditopang oleh
“wewenang” yang telah diberikan kepada pejabat publik (pemerintah
sebagai pelaksana undang-undang/chief excecutive).
Pengertian izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan
mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti
memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang. Secara garis besar
hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat
dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.
Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum Publik. Prinsip izin terkait
dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan perundang-
undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa
persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin
merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang
diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur
sebagaimana ketentuan perundang-undangan.
jdih.tubankab.go.id
Menurut W. F Prins bahwa istilah izin adalah tepat kiranya untuk
maksud memberikan dispensasi (bebas syarat) dan sebuah larangan,
dan pemakaiannya pun adalah dalam pengertian itu juga. Akan tetapi,
sebetulnya izin itu diberikan biasanya karena ada peraturan yang
berbunyi “dilarang untuk..., tidak dengan izin” atau bentuk lain yang
dimaksud sama seperti itu. Menurut R. Kosim Adisapoetra, izin
diartikan dengan perbuatan pemerintah yang memperkenankan suatu
perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang bersifat umum. Utrecht
memberikan pengertian vergunning sebagai berikut: Bilamana
pembuatan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi
masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang
ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan
administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat
suatu izin (vergunning).
Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk
dalamkeadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan
peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai
dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.
Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti
menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau Als
opheffing van een algemenever bodsregel in het concrete geval, (sebagai
Izin merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan
tertentu yang secara umum dilarang. Izin khusus yaitu persetujuan
dimana disini terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan
hukum privat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpangan dari
sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu:
1. Dispensi adalah merupakan penetapan yang bersifat deklaratoir,
menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi
kasus sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon.
2. Lisensi adalah izin untuk melakukan suatu yang bersifat komersial
serta mendatangkan laba dan keuntungan.
jdih.tubankab.go.id
3. Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara
yuridis dan kompleks, oleh karena merupakan seperangkat
dispensasi-dispensasi, izin, serta lisensi-lisensi disertai dengan
pemberian semacam wewenang pemerintah terbatas pada
konsensionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena banyak
bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan kekayaan alam negara
dan kadang-kadang merugikan masyarakat yang bersangkutan.
Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris
walaupun terbatas dapat menimbulkan masalah politik dan sosial yang
cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat
memindahkan kampung, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan
telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan
segala sarana lainnya.
Istilah izin dapat pula diartikan tampaknya dalam arti
memberikan dispensasi dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam
arti itu pula. Bilamana pembuatan peraturan tidak umumnya melarang
suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankannya asal saja
diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit
maka perbuatan administrasi Negara memperkenankan perbuatan
tersebut bersifat suatu izin (vergunning).
Terdapat pula pendapat lain mengenai izin yaitu suatu penetapan
yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang
yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari pada
syarat-syarat, kriteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh pemohon
untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai dengan
penetapan prosedur dan dengan penetapan prosedur dan petunjuk
pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang
bersangkutan.
2) Definisi Lingkungan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
jdih.tubankab.go.id
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan sumber
daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber
daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk
kesatuan ekosistem. Sumber daya alam perlu dilakukan perlindungan
untuk mencegah dan atau mengurangi kerusakan yang disebabkan
karena adanya kegiatan-kegiatan yang berpotensi terhadap menurunnya
kualitas lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan hidup
tersebut disebabkan oleh berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang
berpotensi untuk memberikan sumbangan terhadap penurunan kualitas
lingkungan tersebut diantaranya adalah:
1. Kegiatan industri
2. Kegiatan rumah tangga
3. Kegiatan perkebunan dan pertanian
4. Kegiatan kehutanan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Semua hal tersebut seharusnya diintegrasikan ke dalam suatu regulasi
yang disebut dengan izin lingkungan.
3) Izin lingkungan
Pemerintah telah mensahkan dan mengundangkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pada
tanggal 23 Pebruari tahun 2012. Sejak saat itu PP Nomor 27 Tahun
1999 tentang AMDAL telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Peraturan ini merupakan PP pertama yang selesai dibuat dari 20 (dua
puluh) PP yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPH)
dimana harus selesai satu tahun setelah UUPPH diundangkan. Artinya
jdih.tubankab.go.id
setelah hampir 5 (lima) Tahun usia UUPPH baru 1 (satu) peraturan
pelaksananya berupa PP yang diselesaikan.
Peraturan Pemerintah tentang izin lingkungan ini telah menjawab
pertanyaan para praktisi dan istitusi pengelola lingkungan hidup di
negeri ini seperti apakah wujud dari izin lingkungan tersebut, apa
bedanya dengan persetujuan kelayakan lingkungan, rekomendasi UKL-
UPL, dan izin-izin yang sudah ada selama ini seperti izin pengelolaan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), izin land aplikasi, dan lain-
lain.
Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dari
defenisi tersebut dapat diketahui bahwa izin lingkungan dilakukan pada
saat kegiatan belum dilaksanakan dan untuk mendapatkannya rencana
usaha dan/atau kegiatan harus sudah memiliki dokumen amdal atau
formulir UKL-UPL. Izin lingkungan ini akan menjadi persyaratan dalam
memperoleh izin operasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Jadi izin
usaha tidak akan diterbitkan jika izin lingkungan tidak ada dan izin
lingkungan tidak akan diterbitkan jika tidak ada dokumen amdal atau
formulir UKL-UPL. ini mengatakan bahwa tata cara mendapatkan izin
lingkungan seperti, harus menyampaikan:
1. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL;
2. Dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan c). Profil
Usaha dan/atau Kegiatan. Kemudian izin lingkungan tersebut
sebelum diterbitkan terlebih dahulu harus diumumkan kepada
masyarakat di lokasi rencana usaha
jdih.tubankab.go.id
dan/atau kegiatan untuk mendapatkan saran, pendapat dan tanggapan
dari masyarakat. Saran, pendapat dan tanggapan tersebut disampaikan
oleh wakil masyarakat yang terkena dampak yang menjadi anggota
komisi penilai amdal. Penerbitan izin lingkungan dilakukan bersamaan
dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan atau
rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan ini paling tidak memuat beberapa hal yaitu:
1. persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL;
2. Kedua, persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota; dan
3. Ketiga, berakhirnya Izin Lingkungan. Masa berlaku izin
lingkungan ini sama dengan masa berlaku izin usaha dan/atau
kegiatan.
Peraturan pemerintah ini juga mewajibkan bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Izin ini berbeda dari izin lingkungan. Izin lingkungan
diperoleh sebelum usaha dan/atau kegiatan beroperasi tetapi perizinan
lingkungan dapat diperoleh setelah usaha dan/atau kegiatan beroperasi.
Jenis perizinan lingkungan yang diatur dalam PP ini antara lain: izin
pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke
tanah, izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan
beracun, izin pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin
pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pemanfaatan
limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengolahan limbah bahan
jdih.tubankab.go.id
berbahaya dan beracun, izin penimbunan limbah bahan berbahaya dan
beracun, izin pembuangan air limbah ke laut, izin dumping, izin re-
injeksi ke dalam formasi, dan/atau izin venting.
Kewenangan Pusat, Provinsi dan kabupaten/kota dalam hal
penerbitan dan pengawasan izin lingkungan juga diatur dengan jelas
dalam peraturan ini. Menteri menerbitkan izin lingkungan untuk
rencana usaha dan/atau kegiatan yang Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL diterbitkan oleh Menteri;
Gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan
Bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
Peraturan Pemerintah ini juga mengatur secara detail tentang
AMDAL karena PP ini sekaligus juga merupakan pengganti terhadap PP
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Dalam PP 27 Tahun 2012 ini
dikatakan bahwa dokumen AMDAL yang kita kenal selama ini terdiri
dari 5 (lima) dokumen, sekarang menjadi 3 (tiga) dokumen yaitu
dokumen KA-ANDAL, dokumen ANDAL dan dokumen RKL-RPL.
Kewenangan komisi penilai AMDAL dan keanggotaan dalam komisi
penilai AMDAL juga diatur secara rinci dalam PP ini.
Peraturan ini dengan tegas memberikan larangan kepada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat,
provinsi, atau kabupaten/kota menjadi penyusun AMDAL atau UKL-UPL
kecuali dalam hal instansi lingkungan hidup Pusat, Provinsi, atau
kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa, Pegawai Negeri Sipil
dimaksud dapat menjadi penyusun AMDAL atau UKL-UPL.
Salah satu yang menarik dari PP ini adalah adanya kejelasan
dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran AMDAL dan UKL-UPL.
Dengan PP nomor 27 tahun 1999 sulit melakukan penegakan hukum
terhadap pelanggaran AMDAL dan UKL-UPL mengingat AMDAL dan
UKL-UPL bukan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Pada PP Nomor
27 Tahun 2012 ini, dimana jelas izin lingkungan yang didalamnya
termuat AMDAL atau UKL-UPL merupakan Keputusan TUN yang
jdih.tubankab.go.id
mempunyai konsekuensi hukum atas pelanggarannya sebagaimana
diatur dalam UUPPH. Jadi AMDAL dan UKL-UPL yang selama ini
dianggap dan dalam prakteknya hanya dibuat untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan izin operasional, dengan PP ini maka hal itu
dapat dipastikan tidak akan terulang lagi. Pengenaan sanksi tidak
hanya terhadap pemrakarsa tetapi juga kepada pemerintah.
Dengan demikian sejak PP ini diberlakukan, maka seluruh
aktifitas penyusunan dan penilaian amdal dan pemeriksaan UKL-UPL
sudah harus menyesuaikan dan terminologi izin lingkungan sudah
dapat digunakan dalam proses pengurusan izin usaha dan/atau
kegiatan. Dimana izin lingkungan akan diterbitkan bersamaan dengan
penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan dan rekomandasi
UKL-UPL. Dalam hal dokumen AMDAL, maka pemrakarsa hanya akan
menyerahkan dokumen KA-ANDAL, ANDAL dan RKL-RPL kepada Tim
Teknis atau Komisi Penilai AMDAL dan tidak wajib membuat Ringkasan
Eksekutif.
jdih.tubankab.go.id
4. Kewenangan dan Penyelenggara Pemerintah Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat,
serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan
keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk menjalankan otonomi
seluas-luasnya untuk menyelenggarakan sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdiri
atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren,
dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah
Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat. Beberapa urusan absolut yang menjadi urusan
Pemerintah Pusat, yaitu: Pertama, Politik Luar Negeri; Kedua,
Pertahanan; Ketiga, Keamanan; Keempat, Yustisi, Kelima, Moneter dan
Fiskal Nasional, dan, Keenam, Agama. Urusan pemerintahan konkuren
adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat,
daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan
konkuren yang diserahkan ke
jdih.tubankab.go.id
daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan
pemerintahan konkuren terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahan pilihan. Pembagian urusan pemerintahan
konkuren ini didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan
eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Adapun beberapa
kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota adalah;
1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah
kabupaten/kota;
2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah
kabupaten/kota;
3) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya
dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau Urusan Pemerintahan
yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan
oleh Daerah kabupaten/kota.
Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud yang
menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib
dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib
sebagaimana dimaksud terdiri atas Urusan Pemerintahan yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan Wajib
yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud adalah
Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan
Pelayanan Dasar. Sesuai dengan amanat UUD 1945, pemerintah daerah
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan petugas pembantuan.
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui
otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
jdih.tubankab.go.id
Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan
hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan
daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan
wewenang memperhatikan kekhususan dan keanekaragaman daerah
dalam sistem NKRI. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan
secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang
dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu
menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan seluas-
luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan
Pemerintah Pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa,
dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata
adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang
senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan
jdih.tubankab.go.id
potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi
bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun
yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah
otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya
untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus
selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam
masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus
menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya,
artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar
daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga
harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan
pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan
wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan
yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang
berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan,
perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,
arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi,
pemantauan dan
jdih.tubankab.go.id
evaluasi. Bersamaan dengan itu pemerintah wajib memberikan fasilitasi
yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan
kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan
secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Lembaga Penyelenggara Pemerintah Daerah, yang dimaksud
dengan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Gubernur sebagai Kepala Daerah Propinsi berfungsi pula selaku wakil
pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan
kabupaten dan kota.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah
dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri
dari: Pertama, unsur staff, yang membantu penyusunan kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah, diwadahi
dalam lembaga sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah.
Kedua, unsur pelaksana otonomi daerah, yang diwadahi dalam lembaga
dinas daerah yang dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan
diberhentikan oleh kepala daerah dari PNS yang memenuhi syarat atas
usul Sekretaris Daerah, dan; Ketiga, unsur pendukung tugas kepala
daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah.
jdih.tubankab.go.id
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu
organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani,
Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan
harus dibentuk dalam bentuk organisasi sendiri. Pembentukan
organisasi perangkat daerah harus mempertimbangkan;
1) Kemampuan keuangan;
2) Kebutuhan daerah;
3) Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan;
4) Jenis dan banyaknya tugas;
5) Luas wilayah kerja dan kondisi geografis;
6) jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian
dengan urusan yang akan ditangani, dan
7) Sarana dan prasarana penunjang tugas.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan terlahir dari kesepakatan
konferensi mengenai lingkungan manusia (conference on the Human
Environment) yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pada tahun 1972 di Stockholm.15 Konsepsi ini lahir akibat dampak
pembangunan ekonomi yang sangat pesat tanpa memperhatikan aspek
lingkungan. Karena khawatir akan rusaknya lingkungan yang
berdampak jangka panjang, maka saat itu pada konferensi stockholm
negara-negara PBB, termasuk Indonesia, mendeklarasikan konsep
pembangunan berkelanjutan.
Sejatinya, pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah
dobrakan dari masyarakat (civil society) atas pembangunan
konvensional yang dinilai tidak memperhatikan aspek lingkungan.
Untuk mengubah paradigma pembangunan konvensional setidaknya
dibutuhkan beberapa langkah fundamental yang akan merombak habis
paradigma pembangunan konvensional:
- Pertama, pembangunan berkelanjutan merubah perspektif jangka
pendek menjadi persperktif jangka panjang;
jdih.tubankab.go.id
- Kedua, pembangunan berkelanjutan memperlemah posisi
dominan aspek ekonomi dan menempatkannya pada tingkat yang
sama dengan pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan;
- Ketiga, kini skala preferensi individu menjadi indikator yang
menentukan barang apa yang akan diproduksi dan lewat metode
alokasi sumber daya seefisien mungkin;
- Keempat, pasar telah gagal menangkap sinyal sosial dan
lingkungan melalui mekanisme harga;
- Kelima, pemerintah harus bisa mengoreksi kegagalan pasar
melalui kebijakan yang tepat.
6. Konsep Good Governance Dalam Era Otonomi Daerah
Munculnya konsep good governance berawal dari adanya
kepentingan lembaga-lembaga donor seperti PBB dan Bank Dunia,
dalam memberikan bantuan pinjaman modal kepada negara-negara
berkembang. Dalam perkembangan selanjutnya good governance
ditetapkan sebagai syarat bagi negara yang membutuhkan pinjaman
dana. Namun pengertian governance tidak terbatas pada pengertian
pemerintahan atau negara, tetapi juga unsur non pemerintah dan
masyarakat.
Berkaitan dengan good governance, menurut Anggito Abimanyu
menyatakan bahwa “good governance is participatory, transparent and
accountable effective and equitable. And if promotesthe rule of law and
good governance will never credible as long as governance conditionality
is imposed on a country without consulting civil society”. Dengan kata
lain, pada dasarnya good governance merupakan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, teratur, tertib, tanpa cacat dan berwibawa
dengan mengaktualisasikan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik.
Good Governance dalam konteks otonomi daerah merupakan
bahasa stategis karena peranannya dalam relevansi dengan
perkembangan operasionalisasi manajemen dan administrasi publik
selaras dengan berbagai perubahan kemasyarakatan, baik dalam
lingkup domestik maupun lingkup internasional. Pertimbangan lainnya
jdih.tubankab.go.id
adalah elevansi dengan organisasi sektor publik saat ini tengah
menghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya
ekonomi.
Adapun Elahi mengemukakan mengenai 7 (tujuh) syarat good
governance, antara lain:
1) Ada partisipasi baik langsung maupun melalui lembaga-lembaga
perantara yang sah.
2) Berlakunya aturan adil dan tidak memihak yang dijamin oleh
hukum positif.
3) Transparansi dalam arti semua proses, lembaga dan informasi bisa
diakses langsung oleh publik.
4) Responsif karena lembaga-lembaga dan proses dimaksud untuk
melayani publik.
5) Kesetaraan karena semua warga negara mempunyai kesempatan
sama untuk memperbaiki atau mejaga kesejahteraan.
6) Efektif dan efisien berarti semua proses dan lembaga membawa hasil
yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
7) Akuntabilitas.
B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan
norma.
Asas hukum (rechtsbeginselen) dapat didefinisikan sebagai dasar
yang menjadi sumber pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita
hukum masyarakat. Mengutip aliran hukum alam, asas hukum dapat
dibedakan menjadi dua jenis: (a) prinsipia prima atau asas umum yang
bersifat alamiah dan (b) prinsipia secondaria yaitu asas yang dijabarkan
dari asas umum yang tidak berlaku mutlak dan dapat berubah dalam
ruang dan waktu.1
Pembentukan sautu Peraturan daerah, sebagaimana yang telah
ditekankan di muka harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
1 Budiman, Bentuk Peraturan Perundang-Undangan …, op.cit, hal. 117
jdih.tubankab.go.id
Disamping berpegang kepada Undang-Undang tersebut, Pemerintah
daerah juga harus berpegang atau berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan lain yang mengatur hal-hal yang akan diatur
dalam suatu rancangan peraturan daerah.
Bagaimanapun, perumusan asas-asas dari suatu produk hukum
berhubungan langsung dengan persoalan legitimasi pembentukan suatu
produk hukum. Hal ini tidak semata-mata bersifat formal, dalam arti
terkait siapa yang berwenang untuk membentuk hukum. Karena itu
sumber hukum formal tidak boleh menjadi satu-satunya pegangan
otoritas yang berwenang. Sumber hukum materil juga harus dijadikan
pegangan berikut pula dengan asas-asasnya yang menggambarkan
muatan materil dari suatu peraturan perundang-undangan.
UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan membagi dua kategori asas, yaitu yang bersifat
formal terkait proses pembentukannya dan yang bersifat material terkait
dengan substansinya. Asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang bersifat formal sebagai berikut:
a. Kejelasan
tujuan
: bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas apa yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan
atau organ
pembentuk
yang tepat
: dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk
Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Jika tidak, dapat dibatalkan atau
batal demi hukum.
c. Kesesuaian
antara jenis dan
materi muatan
: benar-benar memperhatikan materi muatan
yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-
undangannya.
d. Dapat
dilaksanakan
: memperhitungkan efektifitas Peraturan
Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis
maupun sosiologis.
e. Kedayagunaan : benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
jdih.tubankab.go.id
dan
kehasilgunaan
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
f. Kejelasan
rumusan
: memenuhi persyaratan teknis penyusunan,
sistematika, pilihan kata atau terminologi,
bahasa hukumnya jelas, dan mudah
dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya
g. Keterbukaan : transparan atau terbuka bagi masyarakat luas
mulai dari proses perencanaan, persiapan,
penyusunan, dan pembahasan, agar seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan yang diperlukan
Sementara landasan material bagi pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan menurut Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
terdiri atas:
a. Asas
pengayoman
: setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketentraman
masyarakat
b. Asas
kemanusiaan
: mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap warga
negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional
c. Asas
kebangsaan
: mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan)
dengan tetap menjaga prinsip negara
jdih.tubankab.go.id
kesatuan Republik Indonesia
d. Asas
kekeluargaan
: mencerminkan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan
e. Asas
kenusantaraan
: senantiasa memperhatikan kepentingan
seluruh wilayah Indonesia dan materi
muatan Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat di daerah merupakan
bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila
f. Asas bhinneka
tunggal ika
: memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah, dan budaya khususnya
yang menyangkut masalah-masalah
sensitif dalam kehidupan.
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara
g. Asas keadilan : harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara
tanpa kecuali
h. Asas kesamaan
kedudukan
dalam hukum
dan
pemerintahan
: tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat
membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain, agama, suku, ras,
golongan, gender, atau status sosial
i. Asas ketertiban
dan kepastian
hukum
: dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian
hukum
j. Asas
keseimbangan,
keserasian, dan
keselarasan
: mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu dan masyarakat
dengan kepentingan bangsa, dan
negara.
jdih.tubankab.go.id
Secara umum, terdapat tiga asas utama yang digunakan sebagai
acuan pembentukan peraturan perundang-undangan. Masing-masing
telah digunakan sejak zaman Romawi Kuno hingga hari ini. Asas
pertama yaitu asas lex superior derogate legi inferior, dimana hukum
(dalam hal ini peraturan perundang-undangan) yang lebih tinggi
kedudukannya mengecualikan hukum yang lebih rendah.2 Asas kedua
yaitu lex specialis derogate legi generalis, dimana hukum yang mengatur
hal-hal yang bersifat spesifik atau khusus mengecualikan hukum yang
mengatur hal-hal yang bersifat umum.3 Asas ketiga yaitu lex posteriori
derogate legi priori, dimana hukum yang lebih baru mengecualikan
hukum yang lama.4
Hamid Attamimi menambahkan bahwa asas penyelenggaran
pemerintahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak
dapat dilepaskan dari asas-asas sebagai berikut5:
a) Asas larangan penyalahgunaan kekuasaan;
b) Asas larangan tindakan sewenang-wenang (kennelijke
onredelijkheid);
c) Asas perlakuan sama (gelijkheidsbeginsel);
d) Asas kepastian hukum (rechtszekerheid);
e) Asas memenuhi harapan yang ditimbulkan (gewekte
verwachtingen honoreren);
f) Asas perlakuan jujur (fair play); dan
g) Asas kecermatan (zorgvuldigheid)
Di dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia sendiri
yang bersifat hierarkis, rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota
terletak dalam susunan terbawah.6 Di dalamnya dimuat pengaturan
2 Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Malang, Bayumedia, 2005, hal.
105 3 Ibid, hal 104 4 Ibid, hal 106 5 Hamid Attamimi, hal. 321 - 322 6 Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, hierarki peraturan
perundang-undangan Indonesia terdiri atas: 1) Undang-Undang Dasar Negara
jdih.tubankab.go.id
mengenai kerangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.7
Asas dalam sebuah peraturan hukum sangat penting, norma-
norma yang dicantumkan adalah pengejawantahan dari asas yang ada
dalam peraturan hukum. Dalam peraturan daerah ini asas-asas yang
digunakan adalah:
1. Asas keseimbangan, adalah asas yang menetapkan bahwa izin
lingkungan yang ditujukan untuk menciptakan ketertiban dan
pembangunan yang berkelanjutan.
2. Asas kelestarian lingkungan, adalah asas yang menetapkan
bahwa setiap orang memikul tanggung jawab untuk menjaga
kelsetarian lingkungan hidup dan penataan ruang demi
mendukung kehidupan manusia dan mahluk hidup lain.
3. Asas partisipatif adalah asas yang membuka ruang bagi setiap
anggota masyarakat untuk berperan aktif dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan kebijakan izin lingkungan, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
4. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir izin lingkungan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Kepastian Hukum. Bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan
harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah
ditetapkan. Asas ini diperlukan agar tidak ada pelanggaran hak
asasi manusia. Dengan disahkannya Paris Agreement akan
mengikat secara hukum untuk diterapkan semua negara.
Republik Indonesia Tahun 1945, 2) Ketetapan MPR, 3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, 4) Peraturan Pemerintah, 5) Peraturan
Presiden, 6) Peraturan Daerah Provinsi, dan 7) Peraturan Daerah Kabupaten Kota. 7 Pasal 1 angka 8 Jo Pasal 14 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
jdih.tubankab.go.id
C. PRAKTEK PENYELENGGARAAN
Kabupaten Tuban dalam hal ini belum memiliki peraturan daerah
yang mengatur tentang izin lingkungan, padahal potensi pengelolaan
sumber daya alam di Kabupaten tersebut sangatlah besar.
Menurut BPS bahwa Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tuban
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal
tersebut ditunjukkan dengan data laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Tuban tahun 2011 yang mencapai angka 7,08 dan tahun
2012 mencapai angka 7,30 (kenaikan 103,11 %). Secara sektoral hampir
semua/sub sektor penyusun laju pertumbuhan ekonomi mengalami
peningkatan positif.
Kondisi ekonomi daerah secara umum dapat dilihat dari angka
Produk Domestik Regional (PDRB), investasi, inflasi, pajak dan retribusi,
pinjaman dan pelayanan bidang ekonomi. Perkembangan PDRB atas
dasar harga berlaku (ADHB) Kabupaten Tuban tahun 2012 mencapai
sebesar Rp. 24.162.395.630.000,- mengalami peningkatan 12,75% dari
tahun 2011, sementara itu PDRB berdasarkan Atas dasar Harga
Konstan (ADHK) pada tahun 2012 mencapai angka Rp. 9.729.763.690,-
mengalami pertumbuhan 7,30% dari keadaan tahun 2011. Untuk rata
pertumbuhan realisasi APBD lima tahun terakhir cenderung mengalami
peningkatan sebagaimana Tabel 2.8
Berdasarkan Tabel 2.5, belanja tidak langsung masih menempati
proporsi lebih banyak dari pada total belanja langsung. Proporsi Surplus
selama 4 tahun terakhir juga cenderung Fluktuatif, mulai tahun 2009-
2013. Hal ini menunjukkan terjadinya efisiensi pengelolaan anggaran.
Untuk belanja sanitasi, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang melaksanakan belanja sanitasi yang paling banyak adalah Dinas
Pekerjaan Umum (Dinas PU),Badan lingkungan hidup,dinas kesehatan
dan BAPPEDA Dinas Pekerjaan Umum banyak melaksanakan kegiatan
yang bersifat Investasi dari pada operasional(tabel 2.6) Belanja sanitasi
perkapita Kabupaten Tuban terus mengalami peningkatan mulai pada
tahun 2009 – 2013 dengan rata rata 21,94 %(tabel 2.7)hal ini
jdih.tubankab.go.id
menunjukkan konsistensi pemerintah kabupaten tuban di sektor ini
sangat tinggi.
Selanjutnya, dalam Dokumen Rencana Pembangunan Daerah
Jangka Menengah Kabupaten Tuban, disebutkan bahwa Program
Prioritas yang mendukung strategi 1 adalah sebagai berikut:
1. Program Penataan Lingkungan;
2. Program Pemberdayaan Pengelolaan Persampahan dan Limbah
B3;
3. Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Hidup;
4. Program Pemberdayaan Pengelolaan Lingkungan
Program Prioritas yang mendukung strategi 2 adalah sebagai berikut:
1. Program Perencanaan Tata Ruang;
2. Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Program Prioritas yang mendukung strategi 3 adalah sebagai berikut:
1. Program Peningkatan Kinerja Pengelolaan sarana dan prasarana
air bersih;
2. Program Penanganan Kawasan Kumuh;
3. Program Pemasangan dan Pemeliharaan lampu penerangan jalan
kabupaten;
4. Program Pembangunan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Drainase Lingkungan Permukiman;
5. Program Peningkatan Kinerja Pengelolaan Infrastruktur Air
Limbah;
6. Program Penyediaan, Pemeliharaan, pembangunan RTH Publik
dan Sarana umum perkotaan;
7. Program Pengembangan Pengelolaan Persampahan;
8. Program Pembangunan Rumah Layak Huni dan Rehabilitasi
Rumah Tidak Layak Huni;
9. Program Pengendalian Banjir;
10. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar;
11. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana SMP;
jdih.tubankab.go.id
12. Program Peningkatan Sarana Prasarana Pendidikan Non Formal
dan Informal;
13. Program pengembangan dan pembinaan perpustakaan;
14. Program Peningkatan Alat Kesehatan dan Sarana Prasarana;
15. Non Program; pemberian dana Hibah / Bansos kepada lembaga
pendidikan swasta untuk pengembangan sarana dan prasrana
pendidikan dasar
Program Prioritas yang mendukung strategi 4 adalah sebagai berikut:
1. Program Pengendalian dan Pengamanan Lalu Lintas;
2. Program Pencegahan Dini dan Penanggulangan Bencana;
3. Program Fasilitasi Kaum Difabel pada Penyelenggaraan Pelayanan
publik daerah.8
Dalam program-program sebagaimana disebutkan diatas nampak
bahwa fokus pembangunan di Kabupaten Tuban adalah perlindungan
dan pemajuan fungsi lingkungan hidup di semua wilayahnya.
Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan perwujudan dari rencana
strategis tersebut.
D. IMPLIKASI PENGATURAN
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha
dan/atau Kegiatan di Kabupaten Tuban pada dasarnya akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya
prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses
pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang
diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis
sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak
negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini
mungkin. Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan untuk
melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL, Amdal dan UKL-
UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin
Lingkungan.
8 Dokumen RPJMD Kabupaten Tuban Tahun 2016 – 2021 Kabupaten Tuban,
http://sipsn.menlhk.go.id/sites/default/files/file-lampiran/visi
misi/2017%20lembar%20visi%20misi%20bupati%20tuban.pdf
jdih.tubankab.go.id
Usaha atau kegiatan dilihat dari perspektif lingkungan hidup terbagi
tiga tingkatan:
Usaha atau kegiatan Wajib AMDAL;
Usaha atau kegiatan Wajib UKL UPL;
Usaha atau kegiatan Wajib SPPL.
Dengan demikian usaha atau kegiatan yang wajib memiliki izin
lingkungan adalah:
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL
IZIN LINGKUNGAN UNTUK YANG WAJIB AMDAL
Amdal adalah: Kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau
Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan/atau Kegiatan.
Hasil kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang terdiri dari 3
dokumen, yaitu:
Dokumen Kerangka Acuan (KA),
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL),
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL),
jdih.tubankab.go.id
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan apa saja yang wajib memiliki
dokumen AMDAL?
Tidak semua usaha atau kegiatan wajib memiliki amdal, Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal yaitu usaha/kegiatan
Kriteria dampak penting antara lain terdiri atas:
besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana
Usaha dan/atau Kegiatan;
luas wilayah penyebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Apakah Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang
wajib dilengkapi dengan amdal?
Pasal 23 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib
dilengkapi dengan amdal terdiri atas:
pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang
tidak terbarukan;
proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya
alam dalam pemanfaatannya;
proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan
alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
jdih.tubankab.go.id
proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya;
introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan negara; dan/atau
penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar
untuk mempengaruhi lingkungan hidup
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup RI No. 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau
Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL.
PROSEDUR PENYUSUNAN DAN PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Dokumen AMDAL terdiri dari 3 dokumen yaitu KA, ANDAL, RKL dan
RPL, dengan demikian prosedur penyusunan Dokumen AMDAL
merupakan penyusunan dokumen KA, ANDAL, RKL dan RPL yang
saling keterkaitan satu dengan lainnya.
Siapakah yang menyusun dokumen AMDAL? AMDAL disusun oleh
Pemrakarsa, Pemrakarsa dalam menyusun dokumen Amdal dapat
dilakukan sendiri atau meminta bantuan kepada pihak lain baik
perorangan atau yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen Amdal dengan syarat telah memiliki sertifikat
kompetensi penyusun Amdal. Pegawai negeri sipil yang bekerja pada
instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota
dilarang menjadi penyusun Amdal.
Kapan dokumen AMDAL disusun?
Dokumen AMDAL disusun pada tahap perencanaan suatu Usaha
dan/atau Kegiatan dengan Lokasi wajib sesuai dengan rencana tata
ruang.
jdih.tubankab.go.id
Jika lokasi kegiatan yang direncanakan tidak sesuai dengan rencana
tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan
kepada Pemrakarsa. (Pasal 4 PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan)
PROSEDUR PENYUSUNAN AMDAL
Keterlibatan Masyarakat Sekitar
Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal wajib mengikutsertakan
masyarakat, adapun masyarakat yang dilibatkan mencakup:
Masyarkat yang terkena dampak;
Masyarakat pemerhati lingkungan hidup; dan
Masyarkat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses Amdal
Pengikutsertaan masyarakat tersebut dilakukan melalui:
pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan
konsultasi publik yang dilakukan sebelum penyusunan dokumen
Kerangka Acuan (KA)
Melalui proses pengumuman dan konsultasi publik, masyarakat dapat
memberikan saran, pendapat dan tanggapan (SPT) yang disampaikan
secara tertulis kepada pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangan penilaian dokumen Amdal
jdih.tubankab.go.id
Tujuan dilibatkannya masyarakat dalam proses amdal dan izin
lingkungan agar:
Masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan;
Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau
tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap lingkungan;
Masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan
terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas
rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan;
Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau
tanggapan atas proses izin lingkungan;
Di atas telah disampaikan bahwa penyusunan Dokumen AMDAL
merupakan penyusunan dokumen KA, ANDAL, RKL dan RPL yang
saling keterkaitan satu dengan lainnya, dimulai dari pennyusunan
Dokumen KA
Penyusunan Dokumen Kerangka Acuan (KA)
Kerangka Acuan (KA)
Kerangka Acuan (KA) adalah: Ruang lingkup studi analisis dampak
lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan
Tujuan penyusunan Kerangka Acuan (KA) adalah:
merumuskan lingkup dan kedalaman studi Andal;
mengarahkan studi Andal agar berjalan secara efektif dan efisien
sesuai dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia.
Fungsi dokumen Kerangka Acuan (KA) adalah:
sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, penyusun dokumen
Amdal, instansi yang membidangi rencana usaha dan/atau
kegiatan, dan instansi lingkungan hidup, serta tim teknis Komisi
jdih.tubankab.go.id
Penilai Amdal tentang lingkup dan kedalaman studi Andal yang
akan dilakukan;
sebagai salah satu bahan rujukan bagi penilai dokumen Andal
untuk mengevaluasi hasil studi Andal.
Peosedur Penyusunan, Penilaian dan Persetujuan Kerangka Acuan (KA):
Kerangka Acuan yang telah disusun oleh Pemrakarsa sebelum
penyusunan Andal dan RKL-RPL. diajukan kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan
melalui Sekretariat Komisi Penilai Amdal
Sekretariat Komisi Penilai Amdal memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi Kerangka Acuan,
Kerangka Acuan yang telah dinyatakan lengkap secara administrasi,
dinilai oleh Komisi Penilai Amdal,
Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk menilai
Kerangka Acuan,
Tim teknis dalam melakukan penilaian, melibatkan Pemrakarsa
untuk menyepakati Kerangka Acuan,
Tim teknis menyampaikan hasil penilaian Kerangka Acuan kepada
Komisi Penilai Amdal.
Dalam hal hasil penilaian tim teknis dinyatakan dapat disepakati
oleh Komisi Penilai Amdal, Komisi Penilai Amdal
menerbitkan Persetujuan Kerangka Acuan.
jdih.tubankab.go.id
Penilaian Kerangka Acuan
Prosedur Penyusunan dan Penilian Dokumen Analisis Dampak
Lingkungan Hidup (ANDAL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RKL) - Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
ANDAL adalah:
Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan.
RKL adalah:
Upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
RPL adalah:
Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak
akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Andal disusun dengan tujuan untuk menyampaikan telaahan secara
cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Hasil kajian dalam Andal berfungsi untuk
memberikan pertimbangan guna pengambilan keputusan kelayakan
atau ketidaklayakan dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan.
Prosedur Penyusunan dokumen ANDAL dan RKL-RPL:
Pemrakarsa menyusun Dokumen Andal dan Dokumen RKL-RPL
berdasarkan Dokumen Kerangka Acuan yang telah diterbitkan
persetujuannya,
Draft Dokumen Andal dan Dokumen RKL-RPL diajukan kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan
melalui Sekretariat Komisi Penilai Amdal
Sekretariat Komisi Penilai Amdal memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi dokumen Andal dan RKL-RPL.
jdih.tubankab.go.id
Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk menilai
dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah dinyatakan lengkap secara
administrasi oleh Sekretariat Komisi Penilai Amdal
Komisi Penilai Amdal, berdasarkan hasil penilaian Andal dan RKL-
RPL menyelenggarakan rapat Komisi Penilai Amdal.
Dalam hal rapat Komisi Penilai Amdal menyatakan bahwa dokumen
Andal dan RKL-RPL perlu diperbaiki, Komisi Penilai Amdal
mengembalikan dokumen Andal dan RKL-RPL kepada Pemrakarsa
untuk diperbaiki
Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan dokumen Andal dan
RKL-RPL
Berdasarkan dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah diperbaiki
Komisi Penilai Amdal melakukan penilaian akhir terhadap dokumen
Andal dan RKL-RPL.
Komisi Penilai Amdal menyampaikan rekomendasi hasil penilaian
Andal dan RKL-RPL kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai kewenangannya.
Rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL dapat
berupa: rekomendasi kelayakan lingkungan; atau rekomendasi
ketidaklayakan lingkungan.
Komisi Penilai Amdal menyampaikan hasil penilaian akhir berupa
rekomendasi hasil penilaian akhir kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai kewenangannya
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan rekomendasi
penilaian atau penilaian akhir dari Komisi Penilai
Amdal menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
ketidaklayakan lingkungan hidup.
Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya rekomendasi hasil penilaian atau
penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal
jdih.tubankab.go.id
Penilaian ANDAL dan RKL-RPL
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah: "keputusan yang
menyatakan kelayakan lingkungan hidup dari suatu rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal".
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan;
pernyataan kelayakan lingkungan;
persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai dengan RKL-RPL; dan
kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait (Pasal 33 PP No.
27 Th 2012)
Bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL
disampaikanlah Permohonan Izin Lingkungan dilengkapi dengan
dokumen AMDAL (KA, draft Andal dan RKL-RPL), dokumen pendirian
Usaha dan/atau Kegiatan; dan profil Usaha dan/atau Kegiatan
dari uraian di atas jelaslah perbedaan antara Izin Lingkungan dengan
AMDAL (Kerangka Acuan, ANDAL dan RKL-RPL), yang pasti AMDAL
bukan merupakan Izin Lingkungan
jdih.tubankab.go.id
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
IZIN LINGKUNGAN UNTUK YANG WAJIB UKL-UPL
Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria
wajib Amdal wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) sebagai salah satu
syarat memperoleh izin lingkungan
UKL-UPL adalah: Pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha
dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting Terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Siapakah yang menyusun UKL-UPL?
UKL-UPL disusun oleh Pemrakarsa, Pegawai negeri sipil yang bekerja
pada instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau
kabupaten/kota dilarang menjadi penyusun UKL-UPL. Kecuali dalam
hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota
bertindak sebagai Pemrakarsa.
Jenis Kegiatan atau usaha apa saja yang wajib ukl upl?
Jenis Kegiatan atau usaha yang wajib ukl upl ditetapkan berdasarkan
jdih.tubankab.go.id
Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota
PROSEDUR PENYUSUNAN DAN PEMERIKSAAN UKL-UPL
Prosedur Penyusunan UKL-UPL:
UKL-UPL disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu
Usaha dan/atau Kegiatan. dengan Lokasi rencana Usaha dan/atau
Kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang.
Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib
dikembalikan kepada Pemrakarsa. (Pasal 14 PP No. 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan)
Penyusunan UKL-UPL dilakukan melalui pengisian formulir UKL-UPL
dengan format yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup RI No. 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
Pemeriksaan UKL-UPL
Formulir UKL-UPL yang telah diisi oleh Pemrakarsa disampaikan
kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangan
Pemeriksaan UKL-UPL dan penerbitan Rekomendasi UKL-UPL dapat
dilakukan oleh: pejabat yang ditunjuk oleh Menteri; kepala instansi
lingkungan hidup provinsi; atau. kepala instansi lingkungan hidup
kabupaten/kota.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan pemeriksaan
kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL.
Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-
UPL dinyatakan tidak lengkap, Menteri,gubernur, atau
bupati/walikota mengembalikan UKLUPL kepada Pemrakarsa untuk
dilengkapi.
Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-
UPL dinyatakan lengkap, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
melakukan pemeriksaan UKL-UPL.
jdih.tubankab.go.id
Pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
sejak formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap secara administrasi.
Berdasarkan pemeriksaan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menerbitkan Rekomendasi UKL-UPL. berupa: PERSETUJUAN UKL-
UPL atau PENOLAKAN UKL UPL
Rekomendasi UKL-UPL adalah surat persetujuan terhadap suatu
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-UPL
Bersamaan dengan pengajuan pemeriksaan UKL-UPL
disampaikanlah Permohonan Izin Lingkungan dilengkapi dengan
melampirkan dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan profil
Usaha dan/atau Kegiatan.
Prosedur Penyusunan UKL-UPL
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL atau UKL-UPL wajib
membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup (SPPL).
IZIN LINGKUNGAN
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-
UPL wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan diterbitkan
jdih.tubankab.go.id
berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL-UPL.
Izin Lingkungan adalah: Izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan (Pasal 1 angka 35
UU No. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27
tahun 2012 tentang Izin Lingkungan)
Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. (Pasal 40 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009), dengan
demikian seharusnya izin lingkungan harus ada terlebih dulu
sebelum penerbitan izin usaha, dan ada ketentuan bahwa:
Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin
usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan
dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda
paling banyak tiga miliar rupiah. (Pasal 111 ayat (2) UU No. 32 tahun
2009)
Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan
dibatalkan.
PENERBIT IZIN LINGKUNGAN
Izin Lingkungan diterbitkan oleh:
Menteri, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Menteri;
gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan
bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh bupati/walikota.
(Pasal 47 ayat (1) UU No 32/2009)
Pasal 37 ayat (1) UUPPLH menharuskan:
jdih.tubankab.go.id
"Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila
permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL".
PROSEDUR PERMOHONAN IZIN LINGKUNGAN
Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
Penyusunan AMDAL dan UKL-UPL;
Penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
Permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Poin 1 dan 2 telah dibahas di atas, poin 3 perihal Permohonan dan
penerbitan Izin Lingkungan kita bahas di bawah ini:
Permohonan Izin Lingkungan:
Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh
penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku Pemrakarsa
kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Permohonan Izin Lingkungan disampaikan bersamaan dengan
pengajuan penilaian ANDAL dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL-
UPL.
Permohonan Izin Lingkungan harus dilengkapi dengan: Dokumen
Amdal atau formulir UKL-UPL; Dokumen pendirian Usaha dan/atau
Kegiatan; dan Profil Usaha dan/atau Kegiatan.
Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan, Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota wajib mengumumkan permohonan Izin
Lingkungan
Pengumuman untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
Amdal dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota melalui multimedia dan papan pengumuman di
lokasi Usaha dan/atau Kegiatan paling lama 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak dokumen Andal dan RKL-RPL yang diajukan
dinyatakan lengkap secara administrasi.
jdih.tubankab.go.id
Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan
terhadap pengumuman dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak diumumkan.
Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan melalui wakil
masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi masyarakat
yang menjadi anggota Komisi Penilai Amdal.
Pengumuman untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-
UPL dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. melalui
multimedia dan papan pengumuman di lokasi Usaha dan/atau
Kegiatan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak formulir UKL-
UPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi.
Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan
terhadap pengumuman dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja sejak diumumkan.
Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
syarat permohonan izin lingkungan
Penerbitan Izin Lingkungan
Izin Lingkungan diterbitkan oleh: a. Menteri, untuk Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang
diterbitkan oleh Menteri; b. gubernur, untuk Keputusan Kelayakan
jdih.tubankab.go.id
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh
gubernur; dan c. bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh
bupati/walikota.
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota setelah dilakukannya pengumuman permohonan
Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44; dan
Izin lingkungan diterbitkan bersamaan dengan diterbitkannya
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-
UPL.
Izin Lingkungan paling sedikit memuat: a. persyaratan dan kewajiban
yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL; b. persyaratan dan kewajiban yang
ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan c.
berakhirnya Izin Lingkungan.
Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa
wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, Izin Lingkungan mencantumkan jumlah dan jenis izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Izin Lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya izin Usaha
dan/atau Kegiatan.
Izin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota wajib diumumkan melalui media massa dan/atau
multimedia.
Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak
diterbitkan.
Dari Ketentuan tersebut di atas, maka DOKUMEN AMDAL atau UKL-
UPL harus ada terlebih dahulu sebelum terbitnya IZIN LINGKUNGAN,
dan ada ketentuan bahwa:
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan
tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL dipidana dengan pidana
jdih.tubankab.go.id
penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga miliar
rupiah. Pasal 111 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009)
Kewajiban Pemegang Izin Lingkungan
Pemegang Izin Lingkungan berkewajiban:
menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Izin
Lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap
persyaratan dan kewajiban dalam Izin Lingkungan kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota; disampaikan secara berkala setiap 6
(enam) bulan.
menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 53 PP
No. 27 th 2012)
Pemegang Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 dikenakan sanksi administratif yang meliputi:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan Izin Lingkungan; atau
d. pencabutan Izin Lingkungan. (Psal 71 PP 27 Th 2012)
Dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan sebelum
berlakunya PP NO 27 Tahun 2012 tetap berlaku dan dipersamakan
sebagai Izin Lingkungan (Pasal 73 PERATURAN PEMERINTAH RI
NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN)
PERUBAHAN IZIN LINGKUNGAN
Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan
permohonan perubahan Izin Lingkungan, apabila Usaha dan/atau
Kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk
dilakukan perubahan.
Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan meliputi:
jdih.tubankab.go.id
perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan;
perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup
terdapat perubahan dampak dan/atau risiko terhadap lingkungan
hidup berdasarkan hasil kajian analisis risiko lingkungan hidup
dan/atau audit lingkungan hidup yang diwajibkan;
tidak dilaksanakannya rencana Usaha dan/atau Kegiatan dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Izin Lingkungan.
perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup sebagaimana
disebut poin 3 adalah perubahan yang berpengaruh terhadap
lingkungan hidupyang memenuhi kriteria:
perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi yang berpengaruh
terhadap lingkungan hidup;
penambahan kapasitas produksi;
perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi lingkungan;
perubahan sarana Usaha dan/atau Kegiatan;
perluasan lahan dan bangunan Usaha dan/atau Kegiatan;
perubahan waktu atau durasi operasi Usaha dan/atau Kegiatan;
Usaha dan/atau Kegiatan di dalam kawasan yang belum tercakup di
dalam Izin Lingkungan;
terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam
rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup; dan/atau
terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat
peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum dan pada waktu
Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan;
Sebelum mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan
penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan
permohonan perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL.
PEMBATALAN IZIN LINGKUNGAN
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dapat dibatalkan apabila:
jdih.tubankab.go.id
persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung
cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum
dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKLUPL; atau
kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL
tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan. (Pasal 37 ayat (2) UUPPLH)
Selain itu izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan
pengadilan tata usaha negara.
Apakah perbedaan izin lingkungan dengan izin PPLH ?
izin lingkungan diterbitkan sebagai prasyarat untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan, Izin lingkungan diterbitkan sebelum
diterbitkannya izin usaha yaitu diterbitkan pada tahap perencanaan
sedangkan Izin PPLH diterbitkan pada tahap operasional.
IZIN PPLH
Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 02
Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif Di
Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan
definisi Izin PPLH
Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Izin
PPLH adalah:
Izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan pengelolaan air limbah, emisi, udara, limbah bahan
berbahaya dan beracun, bahan berbahaya dan beracun dan/atau
gangguan yang berdampak pada lingkungan hidup dan/atau kesehatan
manusia.
jdih.tubankab.go.id
Jenis Izin Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP No. 27 tahun 2012 menyebutkan IZIN
PPLH antara lain:
Izin Pembuangan Limbah Cair, (IPLC)
izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, (Land
Application)
izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3),
izin pengumpulan limbah B3,
izin pengangkutan limbah B3,
izin pemanfaatan limbah B3,
izin pengolahan limbah B3,
izin penimbunan limbah B3,
izin pembuangan air limbah ke laut,
izin dumping,
izin reinjeksi ke dalam formasi, dan/atau
izin venting.
Pola pengaturan yang detail sesuai dengan peraturan perundang-
undangan ini akan memberikan pedoman kepada Pemerintah
Kabupaten Tuban untuk mengatur agar aktifitas usaha yang dilakukan
setiap pihak betul betul tidak akan menimbulkan dampak negatif
kerusakan dan pencemaran lingkungan di wilayahnya.
jdih.tubankab.go.id
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
A. RELASI DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
Merencanakan dan menyusun suatu peraturan daerah tentu tidak
bisa dipisahkan dengan eksistensi dari Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan hukum
tertinggi di Indonesia. Suatu peraturan daerah tidak dapat dibentuk jika
substansi hukum yang akan diatur bertentangan dengan kaidah yang
terdapat dalam UUD Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup dijelaskan bahwa Lingkungan Hidup
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Berdasarkan bunyi ketentuan tersebut, dapat diketahui secara
eksplisit bahwa lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan unsur-
unsur lingkungan hidup yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan
dengan manusia dan kehidupannya termasuk makhluk hidup lainnya.
Hal ini berarti, segala sesuatu yang terjadi dalam kaitannya dengan
lingkungan hidup secara langsung maupun tidak langsung akan
memberi dampak pada aktivitas manusia serta makhluk hidup lainnya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada dasarnya manusia serta
makhluk hidup lainnya menjadikan lingkungan hidup sebagai lahan
untuk hidup dan beraktifitas.
jdih.tubankab.go.id
UUD Tahun 1945 sangat mengakomodir akan pentingnya
lingkungan hidup. Hal ini tercermin secara tegas dalam Pasal 28 A
bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk
mempertahankan hidup dan penghidupannya”. Selain itu, pentingnya
arti lingkungan hidup bagi manusia ditegaskan juga dalam Pasal 28 H
ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah daerah yang telah diberikan
berdasarkan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945 untuk membuat
produk hukum daerah, dapat mengatur sendiri terkait dengan
perlindungan, pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di
daerahnya selama pengaturan tersebut selama tidak bertentangan
dengan ketentuan yang ada di dalam Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.
B. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG
1. Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang Peraturan tentang
Dasar Pokok-pokok Agraria;
Secara umum Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang
Peraturan tentang Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dapat dikatakan
lebih berorientasi kepada konservasi sumber daya alam (SDA)
khususnya tanah. Dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 15 UUPA,
bahwa dengan memperhatikan pihak taraf ekonomi lemah, maka setiap
orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum
dengan tanah wajib memelihara tanah itu, termasuk menambah
kesuburannya serta mencegah kerusakannya. UUPA bahkan
mengancam pelanggar ketentuan itu dengan pidana atau hukuman
kurungan selama-lamanya 3 Bulan dan/atau denda setinggi-tingginya
Rp 10.000 (Pasal 52 ayat (1)). Orientasi konservasi dari UUPA juga dapat
dilihat pada Pasal 2 ayat (2) huruf a. Amanah untuk memelihara bumi,
air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
tidak hanya dibebankan kepada setiap orang yang mempunyai
jdih.tubankab.go.id
hubungan hukum dengannya tetapi juga merupakan tanggung jawab
dan wewenang Negara. Di samping berwenang untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air
dan ruang angkasa, Negara juga mengatur dan menyelenggaraan
pemeliharaannya. Hal ini ditujukan agar bumi, air dan ruang angkasa
tersebut dapat memberi manfaat kepada bangsa Indonesia secara
berkelanjutan atau sepanjang masa. Di samping berorientasi konservasi,
UUPA juga mengandung prinsip nasionalisme, bahwa bumi, air dan
ruang angkasa Indonesia harus dimanfaatkan utamanya untuk
kepentingan Warga Negara Indonesia (WNI). Hanya warga-negara
Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi,
air, dan ruang angkasa (Pasal 9 Ayat (1)).
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan
dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, undang-undang ini
mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat
mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang
mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan perlindungan
terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini
harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses
perencanaan tata ruang wilayah, sebagaimana dijelaskan dalam
Penjelasan Umum butir 3. Dengan kata lain, orientasi penataan ruang
dalam hal ini adalah dalam rangka mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
jdih.tubankab.go.id
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan : a.
Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan; b.Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang (Pasal 3).
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Pemrakarsa Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sepertinya menyadari
akan pentingnya lingkungan hidup yang berkualitas bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya. Hal ini tercermin pada landasan filosofis dalam
butir konsideran undang-undang tersebut yang menjelaskan bahwa
lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap
warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 ayat H
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagaimana
digambarkan dalam konsiderans huruf b undang-undang tersebut,
dengan terbitnya Undang-Undang tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup disadari merupakan salah satu indikator
keberhasilan dari bagian rencana strategi pemerintah dalam
mewujudkan program pembangunan ekonomi nasional.
jdih.tubankab.go.id
Tanpa adanya pengaturan yuridis mengenai lingkungan hidup
tertentu akan membawa dampak negatif yang sangat luas di
masyaarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup secara umum pada
prinsipnya telah mengakomodir permasalahan lingkungan hidup,
pencegahan dari kerusakan dan pencemaran serta penegakan
hukumnya. Sektor-sektor tersebut meliputi limbah industri,
pertambangan, perkebunan dan lain sebagainya. Namun, kehadiran
Undang-Undang ini tidak serta merta dapat menjawab setiap
permasalahan yang ada secara spesifik di daerah-daerah. Untuk itu
diperlukan adanya peraturan tindak lanjut atau pelaksanaan dari
Undang-Undang tersebut seperti Peraturan Pemerintah,
PeraturanMenteri dan Peraturan Daerah.
KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH
Ada banyak Peraturan Pemerintah yang merupakan tindak lanjut
atau pelaksanaan dari Undang-Undang yang berkaitan dengan
lingkungan hidup sebagaimaana yang telah disebutkan. Salah satunya
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. Peraturan Pemerintah dimaksud dibuat untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 33 yang berbunyi “Ketentuan lebih
lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai
dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah”., Pasal 41 yang
berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan
Pemerintah”., dan Pasal 56 yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 55
diatur dalam Peraturan Pemerintah”. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
pasal 1 ayat 1 mendeskripsikan mengenai izin lingkungan yaitu Izin
Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
jdih.tubankab.go.id
melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. Setiap Usaha
dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
oleh peraturan pemerintah ini wajib memiliki Amdal.
KETERKAITAN DENGAN PERATURAN MENTERI
Peraturan Menteri meupakan peraturan perundang-undangan yang
tidak termasuk hierarki peraturan perundang-undangan namun
merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan
berdasarkan Pasal 8 ayat (2) yang berbunyi “Peraturan Perundang-
undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan”. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan
Menteri pada dasarnya merupakan peraturan internal kelembagaan
sebagai bentuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis sesuai dengan
kelembagaan masing-masing.
Peraturan Menteri yang berkaitan dengan lingkungan hidup
banyak sekali yang sudah diterbitkan. Diantaranya adalah Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman
Keterlibatan Masyarakat dalam proses Analisis dampak lingkungan
hidup dan izin lingkungan. Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 9 ayat (6) yang berbunyi “ Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengikut sertaan masyarakat dalam penyusunan
Amdal diatur dengan Peraturan Menteri”, dan pasal 52 yang berbunyi
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 51 diatur
dengan Peraturan Menteri”. PP No 27 tahun 2012 tentang izin
lingkungan.
jdih.tubankab.go.id
PERATURAN DAERAH
Kabupaten Tuban secara faktual belum mengatur prosedur
perizinan lingkungan, sebagaimana amanat PP Nomor 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan, padahal perkembangan daerah
memungkinkan akan ada usaha-usaha perekonomian yang berdampak
pada fungsi lingkungan hidup. Hal inilah yang memunculkan urgensi
penyusunan rancangan peraturan daerah Kabupaten Tuban tentang Izin
Lingkungan. Disisi yang lain, harus ada kesadaran bahwa peraturan ini
akan memberikan dampak yang luas terhadap kelestarian lingkungan
hidup di Kabupaten Tuban.
jdih.tubankab.go.id
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. LANDASAN FILOSOFIS
Pemerintah dan Negara Indonesia dalam salah satu jabaran Eka
Prasetya Panca Karsa dalam Pancasila yaitu sila “Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab” menyebutkan bahwa Bangsa Indonesia melihat
dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia sebagai bagian
dari umat manusia dunia untuk bekerja bersama dengan negara-negara
di dunia untuk mengatasi persoalan bersama yaitu kerusakan
lingkungan yang berdampak pada pemanasan global.
Bangsa Indonesia bersama dengan negara-negara dunia
berkomitment untuk menjaga kenaikan suhu global abad ini dibawah
2°C dan mendorong upaya untuk membatasi kenaikan suhu Bumi lebih
jauh ke 1,5°C diatas tingkat pra-industri Dalam pembukaan UUD 1945
disebutkan bahwa tujuan berdirinya Pemerintah Negara Indonesia
adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Pengaturan usaha-usaha yang berdampak pada penurunan
fungsi dan kualitas lingkungan hidup ini menjadi pembuktian
pemerintah dan pemerintah daerah untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari dampak-dampak
merugikan yang terjadi dari kerusakan lingkungan yang mengakibatkan
kenaikan suhu global dan menurunnya kualitas hidup masyarakat
akibat kerusakan lingkungan tersebut. Dan juga pengesahan ini
menunjukkan peran aktif pemerintah dan negara Indonesia dalam
menjaga ketertiban dunia dari dampak merugikan pemanasan global.
Amanat Pasal 28 A UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Artinya
jdih.tubankab.go.id
Pemerintah dan pemerintah daerah bersama-sama dengan negara-
negara dunia lainnya untuk mempertahankan daya dukung global agar
segenap manusia dapat hidup dalam level kehidupan yang layak. Dan
dalam Pasal 28 H UUD 1945 butir (1) disebutkan bahwa “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. Pengaturan izin lingkungan ini
merupakan salah satu upaya pemerintah daerah dalam memberikan
jaminan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang berkualitas, sekaligus menjaga supaya pembangunan dan
roda ekonomi di Kabupaten Tuban terus berjalan demi peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
B. LANDASAN SOSIOLOGIS
Kabupaten Tuban, adalah salah satu kabupaten yang terletak di
Pantai Utara Jawa Timur. Kabupaten Tuban memiliki penduduk sekitar
1,2 juta jiwa, terdiri dari 20 kecamatan dan beribukota di Kecamatan
Tuban. Tuban mempunyai letak yang strategis, yakni di perbatasan
Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan dilintasi oleh Jalan
Nasional Daendels di Pantai Utara. Hampir selalu dilewati oleh bus-bus
besar dan truk-truk yang melintasi untuk perjalanan antar provinsi.
Kabupaten Tuban berbatasan langsung dengan Rembang
disebelah barat, Lamongan disebelah timur, dan Bojonegoro disebelah
selatan. Pusat pemerintahan Kabupaten Tuban terletak 100 km sebelah
barat laut Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur dan 210 km sebelah
timur Semarang, ibu kota provinsi Jawa Tengah. Karena posisinya
inilah, pada zaman dahulu Tuban dijadikan pelabuhan utama Kerajaan
Majapahit dan menjadi salah satu pusat penyebaran Agama Islam oleh
para Walisongo.
Sebagian besar wilayah Tuban beriklim kering dengan kondisi
bervariasi dari agak kering sampai sangat kering yang berada di hampir
sebagian besar Tuban, sedangkan yang beriklim agak basah berada
jdih.tubankab.go.id
pada 1 kecamatan. Hari-hari di sini memang lebih terasa terik dibanding
wilayah lainnya.
Tuban memiliki kekhasan tersendiri. Karena ada Pegunungan
Kapur Utara yang terbentang dari Jatirogo sampai Widang, dan dari
Merakurak sampai Soko. Bagaimana dengan wisata laut? Tuban punya
juga pantai-pantai yang indah. Walau pasirnya tak seputih pantai di
wilayah timur Indonesia, namun tetap menjadi incaran wisatawan.
Tuban memiliki banyak potensi untuk sebuah wilayah di timur pulau
Jawa. Potensi yang dimiliki Tuban terdapat dari berbagai sektor. Sektor
perekonomian utama di Tuban adalah perdagangan, industri
pengolahan dan pertambangan.
Usaha rakyat yang cukup berkembang adalah budidaya padi,
budidaya sapi potong, budidaya kacang tanah, penangkapan ikan laut,
dan penggalian batu kapur. Untuk populasi ternak sapi saja, Tuban
adalah terbesar kedua setelah Sumenep. Potensi Tuban lainnya adalah
di sektor industri. Tuban memiliki banyak aspek yang bisa diolah,
kekayaan alamnya misalnya. Pegunungan batu kapur yang terbentang
luas di Tuban menjadi alasan adanya dua pabrik besar dalam
pembuatan semen, yaitu Semen Gresik dan Holcim.
Secara geografis kabupaten Tuban sangat cocok akan
pembangunan kilang baru yang akan memenuhi kebutuhan kita akan
BBM. Seperti yang ditetapkan oleh pemerintah, kabupaten tuban
sebagai lokasi pembangunan kilang minyak nasional baru, Yang digarap
oleh pihak Pertamina (Persero) dan kerjasama akan pihak lain. Pada
saat adanya proyek pembangunan kilang minyak diwilayah kabupaten
Tuban, Pastinya akan meningkatkan dampak ekonomi dalam hal
lapangan kerja. Seperti yang diharapkan bupati kabupaten Tuban,
pihak yang menggarap proyek ini diminta agar memfokuskan dampak
positif pada masyarakat tuban. Mulai dari pembangunan hingga
beroperasi nya kilang minyak yang tengah dibangun.
Tak hanya memberikan dampak positif dari segi lapangan kerja
bagi masyarakat, adanya proyek yang berkelas internasional ini
nantinya juga akan mendorong beberapa bisnis usaha kecil (UMKM) dan
jdih.tubankab.go.id
juga sarana pendidikan yang ada pada kabupaten Tuban. Mungkin
pendidikan yang dimaksud ialah, pendidikan tentang pertambangan,
sumber daya, minyak dan BBM. Agar masyarakat bisa memahami dan
menjaga pentingnya sumber daya alam yang ada pada wilayah mereka.
Perlu ada usaha agar dampak positif yang ditimbulkan oleh
adanya pertumbuhan ekonomi di Tuban tetap berjalan beriringan
dengan usaha pelestarian lingkungan hidup, karena apalah arti profit
besar yang didapatkan Kabupaten Tuban, jika harus dibayar mahal
dengan kerusakan lingkungan yang akan membuat kualitas hidup
masyarakat di Kabupaten Tuban menurun. Pengaturan tentang Izin
Lingkungan ditujukan untuk menciptakan kondisi dimana usaha-usaha
yang dilakukan oleh setiap pihak tidak menciptakan kerusakan
lingkungan dalam bentuk pencemaran dan kerusakan sumber daya
alam di wilayah Kabupaten Tuban.
C. LANDASAN YURIDIS
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban
tentang Izin Lingkungan berdasar kepada amanat Pasal 36 PP Nomor 27
tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 36 mengatur tentang
Perizinan lingkungan, kemudian dilanjutkan dengan pengaturan dalam
42 yang berbunyi; Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis
oleh penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku Pemrakarsa
kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Selanjutnya di Pasal 47 disebutkan bahwa penerbitan
izin lingkungan salahsatunya oleh Bupati, setelah melalui serangkaian
prosedur dan pemenuhan persyaratan yang telah ditentukan.
jdih.tubankab.go.id
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TENTANG IZIN
LINGKUNGAN
Jangkauan dan arah pengaturan dari Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin lingkungan untuk memberikan
perlindungan terhadap pelestarian lingkungan hidup yang
berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan
kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam
penyelenggaraan perizinan, dan memberikan kepastian hukum dalam
usaha dan/atau kegiatan, dipandang perlu menetapkan Izin Lingkungan
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban.
Selanjutnya, ruang lingkup Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan meliputi:
- KETENTUAN UMUM
- ASAS DAN TUJUAN PENGATURAN
- PENYUSUNAN AMDAL, UKP-UPL DAN SPPL
- PENILAIAN AMDAL DAN PEMERIKSAAN UKL-UPL
- PERMOHONAN DAN PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN
- KOMISI PENILAI AMDAL
- PEMBINAAN, EVALUASI KINERJA DAN PENGAWASAN
- PENDANAAN
- SANKSI ADMINITRATIF
- PENYIDIKAN
- KETENTUAN PIDANA
- KETENTUAN PENUTUP’
- BAGIAN PENJELASAN
jdih.tubankab.go.id
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban dalam menetapkan
izin lingkungan adalah instrumen normatif yang memiliki dimensi
hukum administrasi yang secara konstitusional diberikan kepada
pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah.
Kewenangan tersebut diberikan dalam rangka mengantisipasi
pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh beberapa
jenis usaha tertentu.
Pengaturan tentang izin lingkungan harus dilakukan dengan
membentuk peraturan daerah, sebab substansi yang diatur bertalian
dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup yang berada
dalam wilayah Kabupaten tuban. Keterlibatan masyarakat dan seluruh
stake holder dalam proses pembentukan peraturan daerah ini mutlak
diperlukan, dengan melibatkan para expertise di bidang hukum
perizinan dan ahli di bidang teknik penataan wilayah dan ahli di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.
B. SARAN
Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Tuban dapat menyegerakan
proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban
tentang Izin Lingkungan, demi meningkatkan standar pengelolaan
lingkungan hidup di wilayah Kabupaten tuban. Secara khusus Naskah
Akademik ini merekomendasikan keterlibatan masyarakat dalam proses
pembentukannya, agar dalam pelaksanaannya di masa mendatang,
Rancangan Peraturan Daerah ini dapat efektif dan memiliki daya ikat
sosial yang kuat (social significancy). Agar Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan dapat berjalan sesuai
harapan, maka diperlukan mekanisme pembentukan peraturan
perundang-undangan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12
jdih.tubankab.go.id
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan
aspek pembiayaan yang memadai.
Dengan pertimbangan urgensi pengaturan tentang Izin Lingkungan,
Naskah Akademik ini menyarankan kepada pihak Pemerintah Daerah
dan DPRD Kabupaten Tuban untuk membahas rancangan ini dalam
waktu yang dekat. Naskah akademik ini juga menyarankan kepada
pihak- pihak terkait untuk terus berkomunikasi, berdiskusi,
menyelenggarakan konsultasi dan diskusi terkait arah pembangunan
yang berbasis pada kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten Tuban
ke depan.
jdih.tubankab.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana. 2007
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Malang: Bayumedia. 2007
Budiman, Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Perubahan atas
Undang-Undang Dasar Menurut Hukum Tata Negara Indonesia, Thesis,
Universitas Indonesia, 2000
Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Suatu Studi Analisis
Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun
Waktu PELITA I – PELITA IV, Disertasi, Universitas Indonesia, 1990
Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Terjemahan Raisul Muttaqin, Teori
Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung:
Nusamedia, 2014
David Bourchier, Iliberal Democracy in Indonesia, New York: Routledge,
2001
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Jakarta: Konstitusi Press, 2011
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung: Penerbit
Alumni, 1981
Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Malang, Bayumedia,
2005
jdih.tubankab.go.id
Didik Sukriono, Hukum, Konstitusi dan Konsep Otonomi, Malang:
Setara Press, 2013
N Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Jakarta,
Ghalia Indonesia, 1983
M.Solly Lubis, Pergeseran Garis Politik dan Perundang-undangan
Mengenai Pemerintah Daerah, Bandung: Penerbit Alumni, 1983
Adriaan W. Bedner, Suatu Pendekatan Elementer Terhadap Negara
Hukum, dalam Adriaan W. Bedner, Sulistyowati Irianto, Jan Michael
Otto, Theresia Dyah Lestari (Ed.), Kajian Sosio-Legal,
jdih.tubankab.go.id
BUPATI TUBAN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN
NOMOR TAHUN TENTANG
IZIN LINGKUNGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TUBAN,
Menimbang : a. bahwa pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan mengamanatkan
kewenangan Pemerintah Daerah, antara lain untuk menerbitkan Izin Lingkungan di wilayah kerjanya;
b. bahwa untuk memberikan perlindungan terhadap pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam penyelenggaraan
perizinan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan, dipandang perlu menetapkan
Izin Lingkungan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan peraturan daerah tentang izin lingkungan.
Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
jdih.tubankab.go.id
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten di Lingkungan
Provinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2730); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Tahun 2011 Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua
kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2014 (Lembaran Negara Tahun 2011 Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran Negara Tahun 2007
Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 2012 Republik Indonesia Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5285); 11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5
Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
jdih.tubankab.go.id
Kegiatan Yang Wajib Memiliki Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 408); 12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor 16
Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan hidup (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 990);
13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin
Lingkungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1256);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor );
15. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2011 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) di Jawa Timur;
16. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 16 Tahun 2014 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun
2014 Seri E Nomor 09); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 14 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Tuban (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2016 Seri D Nomor 01).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
TUBAN dan
BUPATI TUBAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TENTANG IZIN LINGKUNGAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tuban.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Tuban. 3. Bupati adalah Bupati Tuban.
jdih.tubankab.go.id
4. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan OPD adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tuban dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah. 5. Dinas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat
DLH adalah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tuban.
6. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
7. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan.
8. Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat AMDAL adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 9. Analisis Dampak Lingkungan hidup yang selanjutnya
disingkat ANDAL adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
10.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RKL adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. 11
. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RPL adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
12.
Dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/ atau kegiatan.
13.
Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
pelingkupan. 14
. Usaha dan/atau kegiatan adalah segala bentuk aktifitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona
lingkungan hidup serta menyebabkan dampak lingkungan hidup.
15
.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
jdih.tubankab.go.id
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
16.
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha
dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL.
17.
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah Keputusan yang menyatakan kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan AMDAL. 18
. Rekomendasi UKL-UPL adalah surat persetujuan terhadap suatu usaha dan/atau kegiatan yang wajib
UKL-UPL. 19
.
Pemrakarsa adalah setiap orang atau badan hukum yang
bertanggung jawab atas suatu usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
20 Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau
kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
21
.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan, sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 22
.
Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup. 23
.
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan
langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/ atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
24.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
25
.
Tim Pemeriksa UKL-UPL adalah Tim yang bertugas
melakukan pemeriksaan terhadap dokumen UKL-UPL.
26.
Tim teknis adalah tim yang dibentuk oleh Bupati Tuban yang terdiri dari unsur-unsur dari satuan kerja perangkat Daerah terkait yang melaksanakan tugas
membantu KPA dalam menilai dokumen AMDAL, UKL-UPL dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
jdih.tubankab.go.id
Pasal 2 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL; b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan c. permohonan dan penerbitan izin lingkungan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu Asas
Pasal 3
Penyelenggaraan izin lingkungan dilakukan berdasarkan
asas: a. kelestarian dan keberlanjutan;
b. keadilan; c. partisipatif; dan d. tata kelola pemerintahan yang baik.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 4
Tujuan penyelenggaraan izin lingkungan adalah memberikan perlindungan terhadap pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan, meningkatkan upaya
pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan
prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam penyelenggaraan perizinan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan yang memerlukan
izin lingkungan.
BAB III
PENYUSUNAN AMDAL, UKL-UPL DAN SPPL Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
(2)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
jdih.tubankab.go.id
(3) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk kriteria wajib Amdal atau UKL-UPL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib membuat SPPL.
(4) Jenis usaha dan/atau kegiatan yang termasuk dalam kriteria wajib Amdal dan yang masuk kriteria wajib UKL-UPL atau SPPL ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan
Bupati.
Pasal 6
(1) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang termasuk dalam criteria wajib Amdal, UKL-UPL atau SPPL wajib
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah. (2) Kesesuaian lokasi dengan rencana tata ruang wilayah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dibuktikan dengan surat keterangan tata ruang
dari instansi yang berwenang. (3) Kesesuaian lokasi dengan rencana tata ruang wilayah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib SPPL dibuktikan dengan berita acara tim teknis perizinan.
(4) Apabila dipandang perlu, penetapan kesesuaian lokasi
dengan rencana tata ruang wilayah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan dengan
dokumen lain yang dipersamakan.
Bagian Kedua
Penyusunan Dokumen Amdal
Pasal 7
(1) Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu
usaha dan/atau kegiatan. (2) Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada
pemrakarsa.
Pasal 8
(1) Penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dituangkan ke dalam dokumen Amdal yang terdiri atas:
a. Kerangka Acuan; b. Andal; dan
c. RKL-RPL. (2) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL.
jdih.tubankab.go.id
Pasal 9 (1) Dalam menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa wajib
menggunakan pendekatan studi:
a. tunggal; b. terpadu; atau c. kawasan.
(2) Pendekatan studi tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan apabila pemrakarsa
merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis usaha dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 (satu) OPD.
(3) Pendekatan studi terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan apabila pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) jenis
usaha dan/atau kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait dalam satu kesatuan
hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah lebih dari 1 (satu) OPD.
(4) Pendekatan studi kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan apabila pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu)
usaha dan/atau kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait, terletak dalam satu kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang
pengelolaannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
Pasal 10
(1) Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
mengikutsertakan masyarakat: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
(2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan
b. konsultasi publik. (3) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sebelum penyusunan dokumen
kerangka acuan. (4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak
mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
(5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan secara tertulis kepada pemrakarsa dan Bupati.
jdih.tubankab.go.id
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal
ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 11 (1) Pemrakarsa dalam menyusun dokumen Amdal dapat
dilakukan sendiri atau meminta bantuan kepada pihak
lain. (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penyusun Amdal: a. perorangan; atau
b. yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen Amdal.
Pasal 12
(1) Penyusunan dokumen Amdal wajib dilakukan oleh penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal, dengan ketentuan: a. berbadan hukum;
b. memiliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap
penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat
kompetensi dengan kualifikasi ketua dan 1 (satu)
orang anggota tim penyusun dokumen Amdal;
c. memiliki perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap
penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat
kompetensi penyusun dokumen Amdal dan seluruh
personil yang terlibat dalam penyusunan dokumen
Amdal yang dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum, termasuk dalam hal ketidakberpihakan;
d. memiliki sistem manajemen mutu; dan
e. melaksanakan pengendalian mutu internal terhadap
pelaksanaan penyusunan dokumen Amdal, termasuk
menjaga prinsip ketidakberpihakan dan/atau
menghindari konflik kepentingan.
(2) Sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui uji kompetensi.
(3) Untuk mengikuti uji kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2),setiap orang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal dan dinyatakan lulus.
(4) Pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kompetensi di bidang Amdal.
(5) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
penerbitan sertifikat kompetensi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun Amdal.
jdih.tubankab.go.id
Pasal 13
(1) Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah
dilarang menjadi penyusun Amdal. (2) Dalam hal instansi yang berwenang di bidang lingkungan
hidup di Daerah bertindak sebagai pemrakarsa, Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi penyusun Amdal.
Pasal 14
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari kewajiban
menyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 apabila: a. lokasi rencana usaha dan/atau kegiatannya berada
di kawasan yang telah memiliki Amdal kawasan; atau
b. usaha dan/atau kegiatannya dilakukan dalam
rangka tanggap darurat bencana.
(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a wajib menyusun UKL-UPL berdasarkan dokumen RKL-RPL kawasan.
Bagian Ketiga
Penyusunan UKL-UPL
Pasal 15
(1) UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan.
(2) Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), maka
UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa.
Pasal 16
Penyusunan UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilakukan melalui pengisian formulir
UKL-UPL dengan format sesuai ketentuan yang berlaku dan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 17
Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan hanya menyusun 1 (satu) dokumen UKL-UPL, dalam hal: a. usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan lebih
dari 1 (satu) usaha dan/atau kegiatan dan
perencanaan serta pengelolaannya saling terkait;
b. pembinaan dan/atau pengawasan terhadap usaha
jdih.tubankab.go.id
dan/atau kegiatan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu)
OPD.
Pasal 18
(1) Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada instansi yang
berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah dilarang menjadi penyusun UKL-UPL.
(2) Dalam hal instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah bertindak sebagai pemrakarsa, Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjadi penyusun UKL-UPL.
Bagian Keempat Pembuatan SPPL
Pasal 19 (1) SPPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
berisi: a. identitas pemrakarsa;
b. informasi singkat terkait dengan usaha dan/atau
kegiatan;
c. keterangan singkat mengenai dampak lingkungan
yang terjadi dan pengelolaan lingkungan hidup yang
akan dilakukan;
d. pernyataan kesanggupan untuk melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; dan
e. tandatangan pemrakarsa di atas kertas bermaterai
cukup.
(2) Pengisian SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan format SPPL sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan SPPL ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BAB IV PENILAIAN AMDAL DAN PEMERIKSAAN UKL-UPL
Bagian Kesatu Kerangka Acuan
Pasal 21 (1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf a disusun oleh pemrakarsa sebelum
penyusunan Andal dan RKL-RPL. (2) Kerangka Acuan yang telah disusun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Bupati melalui
jdih.tubankab.go.id
Sekretariat Komisi Penilai Amdal.
(3) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), secretariat KPA memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi Kerangka Acuan.
Pasal 22
(1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
yang telah dinyatakan lengkap secara administrasi, dinilai oleh KPA.
(2) Untuk melakukan penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Ketua KPA menugaskan tim teknis untuk menilai Kerangka Acuan.
(3) Tim teknis dalam melakukan penilaian, melibatkan
pemrakarsa untuk dimintai keterangan apabila diperlukan.
(4) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian Kerangka Acuan kepada Ketua KPA.
(5) Dalam hal hasil penilaian tim teknis menunjukkan bahwa Kerangka Acuan perlu diperbaiki, tim teknis
menyampaikan dokumen tersebut kepada Ketua KPA untuk dikembalikan kepada pemrakarsa.
Pasal 23
(1) Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan Kerangka
Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) kepada KPA.
(2) Kerangka Acuan yang telah diperbaiki sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinilai oleh tim teknis.
(3) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian akhir Kerangka Acuan kepada KPA.
Pasal 24
Jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 25
Dalam hal hasil penilaian tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) atau Pasal 23 ayat (3)
menyatakan Kerangka Acuan dapat disepakati, KPA menerbitkan persetujuan Kerangka Acuan.
Pasal 26
(1) Kerangka acuan tidak berlaku apabila: a. perbaikan Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1) tidak disampaikan kembali
oleh pemrakarsa paling lama 3 (tiga) tahun terhitung
sejak dikembalikannya Kerangka Acuan kepada
jdih.tubankab.go.id
pemrakarsa oleh KPA; atau
b. pemrakarsa tidak menyusun Andal dan RKL-RPL
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak
diterbitkannya persetujuan Kerangka Acuan.
(2) Dalam hal Kerangka Acuan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa wajib mengajukan
kembali kerangka acuan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Bagian Kedua Andal dan RKL-RPL
Pasal 27
Pemrakarsa menyusun Andal dan RKL-RPL berdasarkan: a. kerangka Acuan yang telah diterbitkan
persetujuannya; atau
b. konsep Kerangka Acuan, dalam hal jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 telah
terlampaui dan Ketua KPA belum menerbitkan
persetujuan Kerangka Acuan.
Pasal 28
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemrakarsa pada
saat mengajukan dokumen Andal dan RKL-RPL adalah Konsep Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 telah terlampaui dan ketua KPA belum
menerbitkan persetujuan kerangka acuan.
Pasal 29
(1) Andal dan RKL-RPL yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diajukan kepada Bupati melalui sekretariat KPA, kemudian andal dan RKL-RPL
dinilai oleh KPA. (2) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sekretariat KPA memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi dokumen Andal dan RKL-RPL.
(3) KPA melakukan penilaian Andal dan RKL-RPL sesuai dengan kewenangannya.
(4) KPA menugaskan tim teknis untuk menilai dokumen
Andal dan RKL-RPL yang telah dinyatakan lengkap secara administrasi oleh sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian atas dokumen Andal dan RKLRPL kepada KPA.
Pasal 30
jdih.tubankab.go.id
(1) KPA berdasarkan hasil penilaian Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5),
menyelenggarakan rapat KPA. (2) KPA menyampaikan rekomendasi hasil penilaian Andal
dan RKL-RPL kepada Bupati.
(3) Rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. rekomendasi kelayakan lingkungan; atau
b. rekomendasi ketidaklayakan lingkungan. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan berdasarkan pertimbangan paling sedikit meliputi: a. prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat
penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial,
ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan
masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi,
operasi, dan pasca operasi usaha dan/atau kegiatan;
b. hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh
dampak penting hipotetik sebagai sebuah kesatuan
yang saling terkait dan saling memengaruhi,
sehingga diketahui perimbangan dampak penting
yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif; dan
c. kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait
yang bertanggung jawab dalam menanggulangi
dampak penting yang bersifat negatif yang akan
ditimbulkan dari usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan, dengan pendekatan teknologi, sosial,
dan kelembagaan.
(5) Dalam hal rapat KPA menyatakan bahwa dokumen Andal
dan RKL-RPL perlu diperbaiki, KPA mengembalikan dokumen Andal dan RKL-RPL kepada pemrakarsa untuk diperbaiki.
Pasal 31
(1) Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan dokumen
Andal dan RKLRPL sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (5).
(2) Berdasarkan dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah
diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA melakukan penilaian akhir terhadap dokumen Andal dan RKL-RPL.
(3) KPA menyampaikan hasil penilaian akhir berupa rekomendasi hasil penilaian akhir kepada Bupati.
Pasal 32
Jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan/atau Pasal 31 ditetapkan lebih
jdih.tubankab.go.id
lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 33
(1) Bupati berdasarkan rekomendasi penilaian atau penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 atau Pasal 31, menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup. (2) Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terlampaui, maka keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup dinyatakan telah
ditetapkan.
Pasal 34
(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) paling sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan;
b. pernyataan kelayakan lingkungan;
c. persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai
dengan RKL-RPL; dan
d. kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) huruf
c.
(2) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 35
Keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) paling
sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan;
b. pernyataan ketidaklayakan lingkungan.
c. persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai
dengan RKL-RPL; dan
d. kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) huruf
c.
jdih.tubankab.go.id
Bagian Ketiga UKL-UPL
Pasal 36
(1) Formulir UKL-UPL untuk usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi pada 1 (satu) wilayah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) yang telah diisi oleh
pemrakarsa disampaikan kepada instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.
(2) Instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup
melakukan pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL.
(3) Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL dinyatakan tidak lengkap, instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup
mengembalikan UKL-UPL kepada pemrakarsa untuk dilengkapi.
(4) Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap, instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup melakukan
pemeriksaan UKL-UPL. (5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri.
Pasal 37
(1) Berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) instansi yang berwenang di bidang
lingkungan hidup menerbitkan rekomendasi UKL-UPL. (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa: a. persetujuan; atau b. penolakan.
Pasal 38
(1) Rekomendasi berupa persetujuan UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a, paling sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya persetujuan
UKL- UPL;
b. pernyataan persetujuan UKL-UPL; dan
c. persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai
dengan yang tercantum dalam UKL-UPL.
(2) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
jdih.tubankab.go.id
Pasal 39
Rekomendasi berupa penolakan UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b, paling sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penolakan UKL-
UPL; dan
b. pernyataan penolakan UKL-UPL.
BAB V
PERMOHONAN DAN PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN
Bagian Kesatu Permohonan Izin Lingkungan
Pasal 40
(1) Permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis
oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan selaku pemrakarsa kepada Bupati melalui instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah,
kemudian diteruskan ke sekretariat KPA. (2) Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL- UPL.
Pasal 41
Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (1), harus dilengkapi dengan : a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL; b. dokumen pendirian usaha dan/atau kegiatan; dan
c. profil usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 42
Setelah menerima permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Bupati melalui instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup
wajib mengumumkan permohonan izin lingkungan.
Pasal 43
(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 untuk usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal dilakukan oleh Bupati melalui instansi yang berwenang
di bidang lingkungan hidup. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui multimedia dan papan pengumuman di lokasi usaha dan/atau kegiatan.
(3) Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan
tanggapan terhadap pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
jdih.tubankab.go.id
(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan melalui wakil
masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi masyarakat yang menjadi anggota KPA.
(5) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(6) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebankan pada pihak pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 44
(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
untuk usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL dilakukan oleh instansi yang berwenang.
(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat disampaikan kepada Kepala instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.
(5) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(6) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebankan pada pihak pemrakarsa usaha
dan/atau kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Bagian Kedua
Penerbitan Izin Lingkungan
Pasal 45
(1) Izin lingkungan yang telah diterbitkan oleh Bupati atau instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup
wajib diumumkan melalui media massa dan/atau multimedia.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan: a. setelah dilakukannya pengumuman permohonan izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;
dan
b. dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
Pasal 46
(1) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) paling sedikit memuat: a. Dasar diterbitkannya izin lingkungan, berupa surat
keputusan kelayakan lingkungan;
b. identitas pemegang izin lingkungan sesuai dengan
jdih.tubankab.go.id
akta notaris :
1. nama usaha dan/atau kegiatan;
2. jenis usaha dan/atau kegiatan;
3. nama penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dan jabatan;
4. alamat kantor; dan
5. lokasi kegiatan.
c. deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang
akan dilakukan;
d. persyaratan pemegang izin lingkungan, antara lain:
1. persyaratan sebagaimana tercantum dalam RKL-
RPL;
2. memperoleh izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidupyang diperlukan; dan
3. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bupati
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
kepentingan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
e. kewajiban pemegang izin lingkungan;
f. pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
1. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang
izin lingkungan dapat dikenakan sanksi
administratif apabila ditemukan pelanggaran atas
peraturan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku;
2. pernyataan yang menyatakan bahwa izin
lingkungan ini dapat dibatalkan apabila di
kemudian hari ditemukan pelanggaran atas
peraturan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku; dan
3. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang
izin lingkungan wajib memberikan akses kepada
pejabat pengawas lingkungan hidup untuk
melakukan pengawasan sesuai dengan
kewenangan sebagaimana tercantum dalam
ketentuan yang berlaku.
g. masa berlaku izin lingkungan; dan
h. penetapan mulai berlakunya izin lingkungan.
(2) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan
jdih.tubankab.go.id
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Izin lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya izin usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 47
(1) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Apabila biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka dapat
dibebankan pada pihak pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 48
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan,
apabila usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh izin lingkungan direncanakan untuk dilakukan
perubahan. (2) Perubahan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan;
b. perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup;
c. perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan
hidup yang memenuhi kriteria :
1. perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi
yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup;
2. penambahan kapasitas produksi;
3. perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi
lingkungan;
4. perubahan sarana usaha dan/atau kegiatan;
5. perluasan lahan dan bangunan usaha dan/atau
kegiatan;
6. perubahan waktu atau durasi operasi usaha
dan/atau kegiatan;
7. usaha dan/atau kegiatan di dalam kawasan yang
belum tercakup di dalam izin lingkungan;
8. terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang
ditujukan dalam rangka peningkatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;dan/atau
9. terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar akibat peristiwa alam atau karena
jdih.tubankab.go.id
akibat lain, sebelum dan pada waktu usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan
dilaksanakan;
d. terdapat perubahan dampak dan/atau risiko
terhadap lingkungan hidup berdasarkan hasil kajian
analisis risiko lingkungan hidup dan/atau audit
lingkungan hidup yang diwajibkan; dan/atau
e. tidak dilaksanakannya rencana usaha dan/atau
kegiatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkannya izin lingkungan.
(3) Sebelum mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c, huruf d, dan huruf e, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL. (4) Penerbitan perubahan keputusan kelayakan lingkungan
hidup dilakukan melalui: a. penyusunan dan penilaian dokumen Amdal baru;
atau
b. penyampaian dan penilaian terhadap adendum Andal
dan RKL-RPL.
(5) Penerbitan perubahan rekomendasi UKL-UPL dilakukan melalui penyusunan dan pemeriksaan UKL-UPL baru.
(6) Penerbitan perubahan rekomendasi UKL-UPL
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam hal perubahan usaha dan/atau kegiatan tidak termasuk
dalam kriteria wajib Amdal. (7) Penerbitan perubahan izin lingkungan dilakukan
bersamaan denganpenerbitan perubahan keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
Pasal 49
(1) Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf a, Bupati atau instansi yang berwenang
di bidang lingkungan hidup menerbitkan perubahan izin lingkungan.
(2) Dalam hal terjadi perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf b, penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan menyampaikan laporan perubahan kepada Bupati atau instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.
(3) Berdasarkan laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati atau instansi yang berwenang di
bidang lingkungan hidup sesuai kewenangannya
jdih.tubankab.go.id
menerbitkan perubahan izin lingkungan
Bagian Ketiga Kewajiban Pemegang Izin Lingkungan
Pasal 50 Kewajiban pemegang izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf e sebagai
berikut: a. memenuhi persyaratan, standar dan baku mutu
lingkungan dan/atau kriteria baku kerusakan
lingkungan sesuai dengan RKL-RPL dan peraturan
perundang-undangan;
b. menyampaikan laporan pelaksanaan persyaratan dan
kewajiban yang dimuat dalam izin lingkungan selama
6 (enam) bulan sekali;
c. mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan
apabila direncanakan untuk melakukan perubahan
terhadap deskripsi rencana usaha dan/atau
kegiatannya; dan
d. kewajiban lain yang ditetapkan oleh Bupati
berdasarkan kepentingan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
BAB VI
KOMISI PENILAI AMDAL
Pasal 51 (1) KPA dibentuk oleh Bupati.
(2) KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas memberikan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup kepada Bupati berdasarkan hasil penilaian terhadap kajian yang
tercantum dalam Andal dan RKL-RPL.
Pasal 52
(1) KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, terdiri atas:
a. ketua; b. sekretaris; dan c. anggota.
(2) Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berasal dari instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.
(3) Ketua KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijabat oleh pejabat setingkat eselon II di instansi yang
berwenang di bidang lingkungan hidup.
jdih.tubankab.go.id
(4) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dijabat oleh pejabat setingkat eselon III yang membidangi
Amdal di instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.
(5) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c beranggotakan unsur dari : a. instansi yang berwenang di bidang penataan ruang;
b. instansi yang berwenang di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
c. instansi yang berwenang di bidang penanaman
modal;
d. instansi yang berwenang di bidang pertanahan;
e. instansi yang berwenang di bidang ketentraman dan
ketertiban umum;
f. instansi yang berwenang di bidang kesehatan;
g. wakil instansi Pusat, instansi Provinsi, dan/atau
Daerah yang urusan pemerintahannya terkait dengan
dampak usaha dan/atau kegiatan;
h. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan;
i. ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak dari
rencana usahadan/atau kegiatan;
j. wakil dari organisasi lingkungan yang terkait dengan
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;
k. masyarakat terkena dampak; dan
l. unsur lain sesuai kebutuhan.
Pasal 53
Dalam hal instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah bertindak sebagai pemrakarsa dan
kewenangan penilaian Amdalnya berada di Daerah yang bersangkutan, penilaian Amdal terhadap usaha dan/atau kegiatan tersebut dilakukan oleh KPA Provinsi
Jawa Timur.
Pasal 54
(1) KPA wajib memiliki lisensi. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara lisensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan persyaratan dan tata cara lisensi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 55
KPA dibantu oleh:
a. tim teknis KPA yang selanjutnya disebut tim teknis;
jdih.tubankab.go.id
dan b. sekretariat KPA.
Pasal 56
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a dibentuk oleh Bupati.
(2) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melakukan dan menyampaikan hasil penilaian aspek teknis dan kualitas kerangka acuan,
Andal dan RKL-RPL. (3) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf
a terdiri atas : a. ketua merangkap anggota yang secara ex-officio
dijabat oleh sekretaris KPA; dan
b. anggota yang terdiri dari :
1. ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan;
2. ahli di bidang lingkungan hidup dari instansi yang
berwenang di bidang lingkungan hidup;
3. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana
usaha dan/atau kegiatan dan dampak lingkungan
dari usaha dan/atau kegiatan; dan
4. ahli lain dan bidang ilmu yang terkait.
(4) Instansi lingkungan hidup Pusat menjadi anggota tim teknis pada KPA.
(5) Dalam melakukan proses penilaian Amdal, ketua KPA
menentukan dan menugaskan anggota tim teknis sesuai dengan rencana usaha dan/ataukegiatan yang diajukan untuk dilakukan penilaian dokumen Amdalnya.
(6) Anggota tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat menjadi anggota KPA.
(7) Pembentukan tim teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapatdilakukan oleh kepala instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.
Pasal 57
(1) Sekretariat KPA sebagaimana dimaksud Pasal 55 huruf b berkedudukan di unit kerja yang membidangi Amdal di
instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup. (2) Sekretariat KPA terdiri atas :
a. kepala sekretariat KPA yang dijabat oleh pejabat
setingkat eselon IV yang secara ex-officio pada
instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup;
dan
b. anggota sekretariat KPA yang terdiri atas staf pada
instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.
jdih.tubankab.go.id
(3) Anggota sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat melibatkan staf pada unit kerja
yang membidangi pelayanan publik. (4) Kepala sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a bertanggungjawab kepada ketua KPA.
(5) Sekretariat KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b mempunyai tugas menyelenggarakan proses kesekretariatan serta melakukan penilaian administrasi
atas dokumen Amdal dan UKL-UPL serta permohonan izin lingkungan.
(6) Sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala sekretariat yang dijabat oleh pejabat setingkat eselon IV pada instansi yang
berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah. (7) Pembentukan sekretariat KPA sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 58
Anggota KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 dilarang melakukan penilaian terhadap dokumen Amdal yang disusunnya.
BAB VII
PEMBINAAN, EVALUASI KINERJA DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu Pembinaan terhadap Penatalaksanaan Amdal dan UKL-
UPL
Pasal 59
(1) Pembinaan terhadap KPA dilaksanakan oleh Bupati dan berkoordinasi dengan instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Provinsi Jawa Timur.
(2) Koordinasi dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh instansi
yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling sedikit melalui:
a. pendidikan dan pelatihan Amdal; b. bimbingan teknis UKL-UPL; dan
c. penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria.
Pasal 60
(1) Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan golongan
ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
jdih.tubankab.go.id
(2) Penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah pembinaan atau pengawasan lebih dari 1 (satu) instansi yang membidangi
usaha dan/atau kegiatan, penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, dilakukan oleh instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersifat dominan.
Bagian Kedua Evaluasi Kinerja
Pasal 61 (1) Evaluasi kinerja terhadap penatalaksanaan dilakukan
oleh Instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Provinsi untuk : a. Amdal yang dilakukan oleh KPA; dan
b. UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi yang
berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah.
(2) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit dilakukan terhadap : a. pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan/atau
kriteria di bidang Amdal dan UKL-UPL;
b. kinerja KPA; dan
c. kinerja pemeriksa UKL-UPL di instansi yang
berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 62
(1) Pengawasan atas pelaksanaan kewajiban dalam izin lingkungan di wilayah Daerah dan ketaatan pemrakarsa
usaha dan/atau kegiatan terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang tertuang dalam dokumen lingkungan dilakukan oleh
SKPD sebagaimana tercantum dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan
lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan oleh tim teknis yang dibentuk oleh Bupati.
BAB VIII
PENDANAAN
jdih.tubankab.go.id
Pasal 63
Penyusunan dokumen Amdal atau UKL-UPL didanai oleh pemrakarsa, kecuali untuk usaha dan/atau kegiatan bagi golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (2).
Pasal 64
(1) Dana kegiatan sebagaimana dimaksud pada pasal 63 dapat dibebankan kepada Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Jasa penilaian dokumen Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL yang dilakukan oleh KPA dan tim teknis dibebankan kepada pemrakarsa sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Konsultasi publik dan pengumuman rencana studi Amdal dibebankan kepada pemrakarsa.
Pasal 65
Dana pembinaan, evaluasi kinerja dan pengawasan yang dilakukan oleh instansi yang berwenang di bidang
lingkungan hidup di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 61 dan Pasal 62 dialokasikan dari anggaran instansi yang berwenang di bidang lingkungan
hidup di Daerah.
BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 66 (1) Pemegang izin lingkungan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dikenakan
sanksi administratif yang meliputi: a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan oleh Bupati.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 67
Penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) didasarkan atas: a. tingkat atau berat ringannya jenis pelanggaran yang
dilakukan oleh pemegang izin lingkungan;
b. tingkat ketaatan pemegang izin lingkungan terhadap
jdih.tubankab.go.id
pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan
dalam izin lingkungan;
c. riwayat ketaatan pemegang izin lingkungan;
dan/atau
d. tingkat pengaruh atau implikasi pelanggaran yang
dilakukan oleh pemegang izin lingkungan.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 68
(1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan dapat juga dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya telah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat
kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seseorang ahli yang diperlukan dalam
hubungan dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah
mendapat petunjuk dan penyidik umum memberikan
hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi wewenang khusus sebagai penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
jdih.tubankab.go.id
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 69 (1) Setiap orang atau badan usaha yang melanggar
ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 50
huruf a Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana penjara dan denda sesuai ketentuan Undang-Undang mengenai lingkungan hidup.
(2) Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan Pasal 50 huruf b, huruf c dan huruf d
Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke kas Daerah.
(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah tindak pidana pelanggaran.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 70 Dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan
sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan
tetap berlaku dan dipersamakan sebagai izin lingkungan.
Pasal 71
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tuban.
Ditetapkan di Tuban
Pada tanggal BUPATI TUBAN, H. FATHUL HUDA Diundangkan di Tuban
Pada tanggal SEKRETARIS DAERAH
jdih.tubankab.go.id
Dr. Ir, BUDI WIYANA, M.Si Pembina Utama Muda
NIP. 19671005 199202 1 004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2018 SERI NOMOR
jdih.tubankab.go.id
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR TAHUN
TENTANG IZIN LINGKUNGAN
I. UMUM Pertumbuhan yang pesat dan peningkatan ekonomi pada saat ini
mendorong pembangunan semua aspek menuju kerusakan
lingkungan.Hal ini harus diantisipasi dengan peraturan daerah, sehingga pembangunan yang dilakukan dapat meminimalisir kerusakan
lingkungan. Sehubungan hal tersebut di atas maka setiap pembangunan yang
dilakukan harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pemanfaatan sumber daya alam masih menjadi modal dasar
pembangunan saat ini dan masih diandalkan di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara bijak. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu
menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally
sound). Proses pembangunan yang diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan generasi masa kini dan yang akan datang.
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas
pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin. Perangkat atau instrumen yang
dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL.
Pasal 22 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Amdal tidak hanya mencakup kajian terhadap aspek biogeofisik dan kimia saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Sedangkan
untuk setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-UPL.
jdih.tubankab.go.id
Pelaksanaan Amdal dan UKL- UPL harus lebih sederhana dan bermutu, serta menuntut profesionalisme, akuntabilitas akuntabilitas,
dan integritas semua pihak terkait, agar instrumen ini dapat digunakan sebagai perangkat pengambilan keputusan yang efektif.
Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal atau permeriksaan UKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan proses
permohonan dan penerbitkan Izin Lingkungan. Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL dalam proses perencanaan usaha dan/atau kegiatan, Bupati sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi
yang luas dan mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
dan langkah-langkah pengendaliannya, baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan.
Berdasarkan informasi tersebut, pengambil keputusan dapat
mempertimbangkan dan menetapkan apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau ditolak,
dan Izin Lingkungannya dapat diterbitkan. Masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
dan penerbitan Izin Lingkungan. Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan
antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan
hidup, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antarinstansi dalam penyelenggaraan perizinan untuk usaha dan/atau
kegiatan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan
keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab
terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung
ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa penyelenggaran izin lingkungan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.
jdih.tubankab.go.id
Huruf c Yang dimaksud dengan “asas partisipatif”
adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan penyelenggaran Izin Lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Huruf d Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang baik” adalah bahwa
penyelenggaraan izin lingkungan dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
efisiensi, dan keadilan. Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5 Ayat (1)
Kriteria dampak penting antara lain terdiri atas: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena
dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
b. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
c. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang
akan terkena dampak;
d. sifat kumulatif dampak;
e. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
f. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ayat (2) Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
Amdal diatur dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria
wajib Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL diatur dengan/berdasarkan Peraturan Menteri atau Bupati yang mengacu kepada
peraturan dan/atau persetujuan Menteri tentang Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan UKL-UPL.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas. Ayat (6)
Cukup jelas.
jdih.tubankab.go.id
Pasal 7 Ayat (1)
Amdal merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen
dalam perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, penyusunan Amdal tidak dilakukan setelah Usaha dan/atau Kegiatan dilaksanakan.
Penyusunan Amdal yang dimaksud dalam ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain
detil rekayasa. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 15
Ayat (1) UKL-UPL merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen
dalam perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, UKL-UPL tidak dilakukan setelah usaha dan/atau kegiatan
dilaksanakan.
jdih.tubankab.go.id
UKL-UPL yang dimaksud dalam ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detail
rekayasa. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 20
Cukup jelas. Pasal 21
Ayat (1)
Kerangka Acuan merupakan hasil pelingkupan dan berisi metodologi yang menjadi dasar penyusunan Andal dan RKLRPL.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “lengkap secara administrasi” adalah kepemilikan bukti antara lain berupa : a. bukti formal bahwa rencana lokasi usaha
dan/atau kegiatan telah sesuai dengan rencana
tata ruang;
b. bukti formal yang menyatakan bahwa jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan secara prinsip
dapat dilakukan; dan
c. tanda bukti registrasi kompetensi bagi lembaga
penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal dan
sertifikasi kompetensi penyusun Amdal.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
jdih.tubankab.go.id
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1) Huruf a
Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terdapat
kemungkinan telah terjadi perubahan rona lingkungan hidup, karena cepatnya
perkembangan pembangunan, sehingga rona lingkungan hidup yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan Amdal tidak sesuai lagi
digunakan untuk memprakirakan dampak lingkungan hidup usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan.
Huruf b
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja dipergunakan oleh: a. sekretariat Komisi Penilai Amdal untuk menyampaikan
dokumen Andal dan RKL-RPL kepada Komisi Penilai
Amdal;
b. Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk
melakukan penilaian;
c. tim teknis untuk melakukan penilaian dan
menyampaikan hasil penilaian kepada Komisi Penilai
Amdal;
d. Komisi Penilai Amdal untuk menyelenggarakan rapat
komisi; dan
jdih.tubankab.go.id
e. Komisi Penilai Amdal untuk menyampaikan
rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL
kepada Bupati.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Yang dimaksud dengan “pihak terkait yang
bertanggungjawab” antara lain kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian, satuan kerja pemerintah provinsi, SKPD,
dan/atau masyarakat. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kelengkapan administrasi
formulir UKL-UPL” sebagai berikut: a. kesesuaian dengan tata ruang;
b. deskripsi rinci rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. dampak lingkungan yang akan terjadi;
d. program pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup; dan
e. peta lokasi pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
jdih.tubankab.go.id
Pasal 40 Cukup jelas.
Pasal 41 Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Dokumen pendirian usaha dan/atau kegiatan dapat
berupa akta pendirian perusahaan untuk usaha dan/atau kegiatan yang sifatnya swasta, sedangkan untuk pemerintah antara lain berupa dasar hukum
pembentukan lembaga pemerintah. Huruf c
Profil usaha dan/atau kegiatan antara lain memuat: a. nama penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan;
b. nama usaha dan/atau kgiatan;
c. alamat usaha dan/atau kegiatan;
d. bidang usaha dan/atau kegiatan; dan
e. lokasi usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas. Pasal 45
Cukup jelas. Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain izin pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin
penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengangkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun, izin pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengolahan
limbah bahan berbahaya dan beracun, izin penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pembuangan air limbah ke laut, izin dumping,
izin reinjeksi ke dalam formasi, dan/atau izin penting. Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 47 Cukup jelas.
Pasal 48
jdih.tubankab.go.id
Cukup jelas. Pasal 49
Cukup jelas. Pasal 50
Cukup jelas. Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52 Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas. Pasal 54
Cukup jelas. Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56 Cukup jelas.
Pasal 57 Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas. Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61 Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas. Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64 Cukup jelas.
Pasal 65 Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas. Pasal 67
Cukup jelas. Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69 Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas. Pasal 71
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR