naskah akademik rancangan peraturan daerah...

111
jdih.tubankab.go.id NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TENTANG IZIN LINGKUNGAN TIM PENYUSUN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TUBAN AGUSTUS 2018

Upload: buihanh

Post on 05-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

jdih.tubankab.go.id

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN

TENTANG IZIN LINGKUNGAN

TIM PENYUSUN

DINAS LINGKUNGAN HIDUP

KABUPATEN TUBAN

AGUSTUS 2018

jdih.tubankab.go.id

KATA PENGANTAR

Syukur kita persembahkan kepada Allah Yang Maha Besar atas

Rahmat dan Hidayah-Nya, penulisan Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan akhirnya

dapat diselesaikan. Tim penyusun berharap bahwa usaha yang

dilakukan dapat membuahkan manfaat yang besar bagi setiap pihak di

Kabupaten Tuban, baik bagi pihak Pemerintah Daerah maupun

Masyarakat secara umum, dan bagi kelestarian lingkungan hidup di

wilayah Kabupaten Tuban.

Proses penyusunan Naskah Akademik ini dapat terselesaikan

dengan baik atas keterlibatan berbagai pihak. Tim penyusun

menngucapkan terima kasih bagi semua pihak yang telah berjasa

membantu penyediaan berbagai dokumen dan informasi dalam

penyelesaian Naskah Akademik ini. Adapun apabila terdapat

kekurangan dalam Naskah Akademik ini, penyusun merasakan itu

sebagai konsekuensi dari sifat manusia yang tidak dapat melakukan

sesuatu secara sempurna, sebab kesempurnaan adalah milik Allah Yang

Maha Agung.

Akhirnya, semoga Naskah Akademik ini dapat dapat menjadi

dasar penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban

tentang Izin Lingkungan.

Agustus 2018

Tim Penyusun

jdih.tubankab.go.id

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS................................8

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN TERKAIT..........................................................................51

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN

YURIDIS...............................................................................................58

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

TUBAN.................................................................................................62

BAB VI PENUTUP..........................................................................63

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................65

LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

TUBAN.................................................................................................67

jdih.tubankab.go.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu komponen pembangunan berkelanjutan adalah

melindungi keberlanjutan lingkungan serta dampak yang

ditimbulkannya. Oleh karena itu, dalam dokumen perizinan usaha

dan/atau kegiatan pembangunan, Pemerintah daerah mengatur

kewajiban melengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(Amdal) sebagai standar kelayakan yang harus dipenuhi.

Perizinan menurut Philipus M. Hadjon, Guru Besar Hukum Tata

Negara dan Hukum Administrasi Negara, Universitas Airlangga,

merupakan salah satu instrumen hukum administrasi negara yang

ditujukan untuk mengarahkan atau mengendalikan aktifitas tertentu,

mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh aktifitas tertentu,

melindungi objek-objek tertentu, dan mengatur distribusi benda atau

barang yang sifatnya langka (terbatas) (Philipus M. Hadjon, 1994).

Secara prinsip, suatu izin menjadi sangat penting ketika

dihadapkan pada kenyataan bahwa manusia harus hidup bersama

dengan ruang dan sumber daya yang terbatas. Sehingga izin diperlukan

untuk membatasi kebebasan individual agar tidak mengarah pada

potensi konflik dan tindakan yang merusak serta menyia-nyiakan

sumber daya alam.

Dalam konteks kegiatan percepatan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan, perizinan menjadi satu instrumen untuk melindungi,

mencegah, dan membatasi berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan

yang menimbulkan kerugian atau melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan. Tujuannya agar setiap aktifitas pembangunan

sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Namun dalam

praktiknya ketentuan mengenai perizinan, khususnya mengenai Amdal,

menemui banyak persoalan. Kekosongan hukum tentang perizinan

Amdal dianggap sebagai penyebab proses perizinan Amdal menjadi tidak

jdih.tubankab.go.id

memiliki SOP yang jelas dan hal ini kemudian dianggap menghambat

percepatan pembangunan. Ada dugaan bahwa proses pembuatan Amdal

memerlukan waktu yang lama, biaya mahal dan berbelit-belit. Bahkan

ditemukan berbagai hal manipulatif di lapangan yang dilakukan oleh

oknum tertentu untuk mempercepat proses perizinan.

Sehingga muncul wacana untuk menghapus dokumen Amdal

dalam kelengkapan berkas perizinan. Meskipun tidak secara eksplisit

menyebutkan Amdal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang telah

berencana menyederhanakan segala bentuk perizinan. Melalui pidato

yang disampaikan dalam pertemuan yang digelar oleh Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia (ISEI) (30/3/206), Jokowi menyampaikan perlunya

percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dengan

menghilangkan sejumlah perizinan yang dianggap menghambat laju

investasi dan bisnis.

Hal serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Kabinet, Pramono

Anung bahwa Pemerintah akan menghapus sejumlah izin, diantaranya

izin gangguan, izin tempat usaha, izin prinsip bagi UKM, izin lokasi, dan

izin Amdal. Sejalan dengan itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo

Kumolo menyampaikan pihaknya telah dalam proses memangkas

sekitar 3000 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah yang dianggap

menghambat perizinan dan membebani masyarakat kecil menengah ke

bawah (www.ekonomi. metrotvnews.com, 15/03/2016).

Di satu sisi, kebijakan Pemerintah untuk menyederhanakan

sejumlah perizinan perlu diapresiasi. Langkah tersebut merupakan

bagian dari upaya reformasi birokrasi agar efisien untuk mencapai

sasaran pembangunan dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun

jika penyederhanaan izin tersebut salah satu sasarannya adalah

menghapus Amdal, penulis tidak setuju. Sebab Penulis tidak yakin

Pemerintah mampu menjamin bahwa penghapusan izin Amdal demi

mempermudah investasi dan bisnis tidak akan berpengaruh pada upaya

pengendalian dampak kerusakan lingkungan hidup. Makna

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan menurut

jdih.tubankab.go.id

Zoerain dalam pembangunan berkelanjutan, sumberdaya alam yang

digunakan dijaga keutuhan fungsi ekosistemnya:

1. Dampak pembangunan terhadap lingkungan diperhitungkan dengan

menerapkan sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

(AMDAL) sehingga dampak negatif dapat dikendalikan dan dampak

positif dikembangkan;

2. Mempertimbangkan kepentingan generasi masa depan;

3. Pembangunan dengan wawasan jangka penjang karena perubahan

lingkungan pada umumnya berlangsung dalam jangka panjang;

4. Hasil pengelolaan sumberdaya alam harus memperhitungkan

sumberdaya alam yang semakin berkurang akibat proses pembangunan.

Di sisi yang lain, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012

tentang Izin Lingkungan secara normatif memberikan amanat kepada

pemerintah daerah untuk melakukan pengaturan tentang perizinan

lingkungan, dengan tujuan mengatur aktifitas usaha agar jangan

sampai merusak lingkungan, sesuai dengan prinsip pembangunan yang

berbasis pada lingkungan hidup yang berkelanjutan. Pemerintah

Kabupaten Tuban memahami bahwa potensi sumber daya alam yang

ada di wilayahnya harus dikelola dengan baik dan benar, berdasar

prinsip-prinsip pembangunan berbasis kelestarian lingkungan hidup

yang berkelanjutan, dan berdasar pada rezim UU Pengelolaan dan

Perlindungan Lingkungan Hidup.

Pertimbangan berikutnya adalah implementasi dari Rencana Kerja

Pemerintah Kabupaten Tahun 2016 sebagaimana tertuang pada

Dokumen Rencana Strategis Jangka Menengah, yang diantaranya

menyatakan bahwa Peningkatan pembangunan yang berkelanjutan dan

optimalisasi penataan ruang guna mendorong kemajuan daerah. Arah

pembangunan tersebut dapat dilihat di Misi Pembangunan Nomor 3

yang akan menjadi acuan pembangunan daerah. Optimalisasi ini pada

bagian startegi dinyatakan akan ditujukan untuk mencapai penataan

dan Penjagaan keberlangsungan fungsi lingkungan hidup di wilayah

Kabupaten Tuban.

jdih.tubankab.go.id

Berdasar pertimbangan-pertimbangan sebagaimana disebutkan

diatas, maka Pemerintah Kabupaten Tuban memiliki niatan untuk

mengatur soal izin lingkungan, sesuai dengan prinsip-prinsip

pembangunan yang berbasis pada lingkungan hidup yang berkelanjutan

dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Sehubungan dengan urgensi pembentukan rancangan peraturan

daerah Kabupaten Tuban tentang Pembentukan Izin Lingkungan, maka

naskah akademik ini mengidentifikasi masalah penyusunan naskah

akademik sebagai persyaratan ilmiah dari proses penyusunan

rancangan peraturan daerah sebagai berikut:

1. Bagaimana model pengaturan tentang Izin Lingkungan yang sejalan

dengan amanat PP No 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

2. Permasalahan hukum apa saja yang dihadapi dalam hal penataan Izin

Lingkungan di Kabupaten Tuban.

3. Mengapa diperlukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban

tentang Izin Lingkungan.

4. Apa pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis

pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban tentang

Izin Lingkungan.

5. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,

jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Naskah akademik disusun bukan hanya bertujuan sebagai

persyaratan formal dari proses pembentukan peraturan perundang-

undangan karena dalam naskah akademik tersebut, permasalahan

hukum yang ada dianalisis dan dijawab dalam diskursus ilmiah

berbasis kondisi riil masyarakat sehingga kemanfaatannya betul-betul

dirasakan oleh masyarakat di daerah Kabupaten Tuban.

jdih.tubankab.go.id

Naskah akademik juga mengabstraksikan aspirasi masyarakat di

daerah agar rancangan peraturan daerah yang disusun mencerminkan

kesadaran hukum masyarakat setempat sehingga dalam

pelaksanaannya mudah diterima di masyarakat. Adapun tujuan dan

manfaat penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan adalah sebagai berikut.

a. Tujuan

1) Menetapkan model pengaturan Izin Lingkungan di Kabupaten Tuban

yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Mencari solusi atas permasalahan hukum yang dihadapi Kabupaten

Tuban terkait pengelolaan sumber daya alam yang sangat potensial.

3) Menyusun Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin

Lingkungan.

4) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan

yuridis dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Tuban tentang Izin Lingkungan.

5) Menjelaskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,

jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan.

b. Manfaat

1) Memberikan pemahaman kepada seluruh pihak yang terkait di

Kabupaten Tuban mengenai urgensi Pengaturan Izin Lingkungan;

2) Masukan bagi pembentuk peraturan perundang-undangan dan dapat

digunakan sebagai referensi akademis bagi pihak yang berkepentingan;

3) Memberikan panduan untuk pembentukan Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan agar substansi yang

akan menjadi norma hukum tepat sesuai dengan kajian yang dibahas

dalam naskah akademis ini.

4. METODE PENELITIAN

a. Jenis Penelitian

jdih.tubankab.go.id

Penyusunan naskah akademik pada hakikatnya merupakan suatu

kegiatan penelitian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu

masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

mengenai pengaturan masalah tersebut dalam Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan dan disusun

menurut kaidah keilmuan yang objektif dan metodologis. Penelitian

dalam naskah akademik ini diklasifikasikan sebagai penelitian hukum

doktrinal atau penelitian hukum normatif (normative legal research).

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan

penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan

atas doktrin yang dianut oleh si pengkonsep hukum. Disebut penelitian

hukum doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditunjukan

hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan

hukum yang lain. Penelitian hukum doktrinal menganalisis

permasalahan hukum yang di identifikasi dengan cara memadukan

bahan hukum yang telah diperoleh yang terkait dengan pengaturan Izin

Lingkungan.

b. Pendekatan Penelitian

Untuk menguraikan pokok permasalahan dalam naskah

akademik ini, penelitian ini menggunakan 2 pendekatan sebagai

berikut:

1) Pendekatan perundang-undangan (statute-approach), yaitu dengan

menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

dana cadangan daerah.

2) Pendekatan konsep (conseptual approach), yaitu dengan menelaah dan

memahami konsep-konsep pengaturan Izin Lingkungan sehingga tidak

menimbulkan pemahaman yang multitafsir dan kabur mengenai konsep

pengaturan Izin Lingkungan.

c. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Bahan Hukum Primer, meliputi:

jdih.tubankab.go.id

Bahan hukum Sekunder, meliputi: literatur-literatur yang terkait

dengan permasalahan yang dikaji yang berasal dari buku-buku,

surat kabar, pendapat ahli hukum dari segi kepustakaan dan artikel

internet.

Bahan hukum tersier meliputi kamus hukum dan kamus besar

bahasa Indonesia.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara

dokumentasi yaitu menelusuri, meneliti, dan mempelajari referensi-

referensi yang sesuai dan relevan dengan permasalahan pengaturan Izin

Lingkungan. Referensi yang digunakan tidak terbatas pada referensi

cetak saja tetapi juga elektronik. Bahan hukum yang digunakan adalah

bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang berasal dari literatur

baik itu cetak seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal penelitian, dan

tabloid maupun elektronik seperti situs internet. Selain itu, penyusunan

naskah akademik ini juga melibatkan diskusi dan rapat dengar

pendapat.

5. SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK

Sistematika Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan ini mengikuti UU No 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

sebagai berikut:

JUDUL

KATA

PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

jdih.tubankab.go.id

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN

YURIDIS

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN

RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-

UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI,

ATAU PERATURAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

BAB VI PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

jdih.tubankab.go.id

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

1) Istilah Perizinan

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menetapkan dengan tegas

tujuan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti

bahwa hukum merupakan supermasi atau tiada kekuasaan lain yang

lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara berdasarkan

hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi

pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat

hukum untuk mencapai keadilan.

Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan

peraturan hukum dimana harus disesuaikan dengan perkembangan

masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Peraturan tidak lahir dengan sendirinya

melainkan secara serta merta, namun mestinya ditopang oleh

“wewenang” yang telah diberikan kepada pejabat publik (pemerintah

sebagai pelaksana undang-undang/chief excecutive).

Pengertian izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan

mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti

memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang. Secara garis besar

hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat

dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.

Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum Publik. Prinsip izin terkait

dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan perundang-

undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa

persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin

merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang

diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur

sebagaimana ketentuan perundang-undangan.

jdih.tubankab.go.id

Menurut W. F Prins bahwa istilah izin adalah tepat kiranya untuk

maksud memberikan dispensasi (bebas syarat) dan sebuah larangan,

dan pemakaiannya pun adalah dalam pengertian itu juga. Akan tetapi,

sebetulnya izin itu diberikan biasanya karena ada peraturan yang

berbunyi “dilarang untuk..., tidak dengan izin” atau bentuk lain yang

dimaksud sama seperti itu. Menurut R. Kosim Adisapoetra, izin

diartikan dengan perbuatan pemerintah yang memperkenankan suatu

perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang bersifat umum. Utrecht

memberikan pengertian vergunning sebagai berikut: Bilamana

pembuatan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi

masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang

ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan

administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat

suatu izin (vergunning).

Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa

berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk

dalamkeadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan

peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai

dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.

Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau Als

opheffing van een algemenever bodsregel in het concrete geval, (sebagai

Izin merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan

perundang-undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan

tertentu yang secara umum dilarang. Izin khusus yaitu persetujuan

dimana disini terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan

hukum privat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpangan dari

sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu:

1. Dispensi adalah merupakan penetapan yang bersifat deklaratoir,

menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi

kasus sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon.

2. Lisensi adalah izin untuk melakukan suatu yang bersifat komersial

serta mendatangkan laba dan keuntungan.

jdih.tubankab.go.id

3. Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara

yuridis dan kompleks, oleh karena merupakan seperangkat

dispensasi-dispensasi, izin, serta lisensi-lisensi disertai dengan

pemberian semacam wewenang pemerintah terbatas pada

konsensionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena banyak

bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan kekayaan alam negara

dan kadang-kadang merugikan masyarakat yang bersangkutan.

Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris

walaupun terbatas dapat menimbulkan masalah politik dan sosial yang

cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat

memindahkan kampung, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan

telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan

segala sarana lainnya.

Istilah izin dapat pula diartikan tampaknya dalam arti

memberikan dispensasi dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam

arti itu pula. Bilamana pembuatan peraturan tidak umumnya melarang

suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankannya asal saja

diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit

maka perbuatan administrasi Negara memperkenankan perbuatan

tersebut bersifat suatu izin (vergunning).

Terdapat pula pendapat lain mengenai izin yaitu suatu penetapan

yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang

yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari pada

syarat-syarat, kriteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh pemohon

untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai dengan

penetapan prosedur dan dengan penetapan prosedur dan petunjuk

pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang

bersangkutan.

2) Definisi Lingkungan

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

jdih.tubankab.go.id

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan sumber

daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber

daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk

kesatuan ekosistem. Sumber daya alam perlu dilakukan perlindungan

untuk mencegah dan atau mengurangi kerusakan yang disebabkan

karena adanya kegiatan-kegiatan yang berpotensi terhadap menurunnya

kualitas lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan hidup

tersebut disebabkan oleh berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang

berpotensi untuk memberikan sumbangan terhadap penurunan kualitas

lingkungan tersebut diantaranya adalah:

1. Kegiatan industri

2. Kegiatan rumah tangga

3. Kegiatan perkebunan dan pertanian

4. Kegiatan kehutanan

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya

sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Semua hal tersebut seharusnya diintegrasikan ke dalam suatu regulasi

yang disebut dengan izin lingkungan.

3) Izin lingkungan

Pemerintah telah mensahkan dan mengundangkan Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pada

tanggal 23 Pebruari tahun 2012. Sejak saat itu PP Nomor 27 Tahun

1999 tentang AMDAL telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Peraturan ini merupakan PP pertama yang selesai dibuat dari 20 (dua

puluh) PP yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPH)

dimana harus selesai satu tahun setelah UUPPH diundangkan. Artinya

jdih.tubankab.go.id

setelah hampir 5 (lima) Tahun usia UUPPH baru 1 (satu) peraturan

pelaksananya berupa PP yang diselesaikan.

Peraturan Pemerintah tentang izin lingkungan ini telah menjawab

pertanyaan para praktisi dan istitusi pengelola lingkungan hidup di

negeri ini seperti apakah wujud dari izin lingkungan tersebut, apa

bedanya dengan persetujuan kelayakan lingkungan, rekomendasi UKL-

UPL, dan izin-izin yang sudah ada selama ini seperti izin pengelolaan

limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), izin land aplikasi, dan lain-

lain.

Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang

melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL

dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai

prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dari

defenisi tersebut dapat diketahui bahwa izin lingkungan dilakukan pada

saat kegiatan belum dilaksanakan dan untuk mendapatkannya rencana

usaha dan/atau kegiatan harus sudah memiliki dokumen amdal atau

formulir UKL-UPL. Izin lingkungan ini akan menjadi persyaratan dalam

memperoleh izin operasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Jadi izin

usaha tidak akan diterbitkan jika izin lingkungan tidak ada dan izin

lingkungan tidak akan diterbitkan jika tidak ada dokumen amdal atau

formulir UKL-UPL. ini mengatakan bahwa tata cara mendapatkan izin

lingkungan seperti, harus menyampaikan:

1. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL;

2. Dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan c). Profil

Usaha dan/atau Kegiatan. Kemudian izin lingkungan tersebut

sebelum diterbitkan terlebih dahulu harus diumumkan kepada

masyarakat di lokasi rencana usaha

jdih.tubankab.go.id

dan/atau kegiatan untuk mendapatkan saran, pendapat dan tanggapan

dari masyarakat. Saran, pendapat dan tanggapan tersebut disampaikan

oleh wakil masyarakat yang terkena dampak yang menjadi anggota

komisi penilai amdal. Penerbitan izin lingkungan dilakukan bersamaan

dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan atau

rekomendasi UKL-UPL.

Izin lingkungan ini paling tidak memuat beberapa hal yaitu:

1. persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan

Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL;

2. Kedua, persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri,

gubernur, atau bupati/walikota; dan

3. Ketiga, berakhirnya Izin Lingkungan. Masa berlaku izin

lingkungan ini sama dengan masa berlaku izin usaha dan/atau

kegiatan.

Peraturan pemerintah ini juga mewajibkan bahwa setiap usaha

dan/atau kegiatan wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup. Izin ini berbeda dari izin lingkungan. Izin lingkungan

diperoleh sebelum usaha dan/atau kegiatan beroperasi tetapi perizinan

lingkungan dapat diperoleh setelah usaha dan/atau kegiatan beroperasi.

Jenis perizinan lingkungan yang diatur dalam PP ini antara lain: izin

pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke

tanah, izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan

beracun, izin pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin

pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pemanfaatan

limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengolahan limbah bahan

jdih.tubankab.go.id

berbahaya dan beracun, izin penimbunan limbah bahan berbahaya dan

beracun, izin pembuangan air limbah ke laut, izin dumping, izin re-

injeksi ke dalam formasi, dan/atau izin venting.

Kewenangan Pusat, Provinsi dan kabupaten/kota dalam hal

penerbitan dan pengawasan izin lingkungan juga diatur dengan jelas

dalam peraturan ini. Menteri menerbitkan izin lingkungan untuk

rencana usaha dan/atau kegiatan yang Keputusan Kelayakan

Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL diterbitkan oleh Menteri;

Gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau

Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan

Bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau

Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.

Peraturan Pemerintah ini juga mengatur secara detail tentang

AMDAL karena PP ini sekaligus juga merupakan pengganti terhadap PP

Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Dalam PP 27 Tahun 2012 ini

dikatakan bahwa dokumen AMDAL yang kita kenal selama ini terdiri

dari 5 (lima) dokumen, sekarang menjadi 3 (tiga) dokumen yaitu

dokumen KA-ANDAL, dokumen ANDAL dan dokumen RKL-RPL.

Kewenangan komisi penilai AMDAL dan keanggotaan dalam komisi

penilai AMDAL juga diatur secara rinci dalam PP ini.

Peraturan ini dengan tegas memberikan larangan kepada Pegawai

Negeri Sipil (PNS) yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat,

provinsi, atau kabupaten/kota menjadi penyusun AMDAL atau UKL-UPL

kecuali dalam hal instansi lingkungan hidup Pusat, Provinsi, atau

kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa, Pegawai Negeri Sipil

dimaksud dapat menjadi penyusun AMDAL atau UKL-UPL.

Salah satu yang menarik dari PP ini adalah adanya kejelasan

dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran AMDAL dan UKL-UPL.

Dengan PP nomor 27 tahun 1999 sulit melakukan penegakan hukum

terhadap pelanggaran AMDAL dan UKL-UPL mengingat AMDAL dan

UKL-UPL bukan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Pada PP Nomor

27 Tahun 2012 ini, dimana jelas izin lingkungan yang didalamnya

termuat AMDAL atau UKL-UPL merupakan Keputusan TUN yang

jdih.tubankab.go.id

mempunyai konsekuensi hukum atas pelanggarannya sebagaimana

diatur dalam UUPPH. Jadi AMDAL dan UKL-UPL yang selama ini

dianggap dan dalam prakteknya hanya dibuat untuk memenuhi

persyaratan mendapatkan izin operasional, dengan PP ini maka hal itu

dapat dipastikan tidak akan terulang lagi. Pengenaan sanksi tidak

hanya terhadap pemrakarsa tetapi juga kepada pemerintah.

Dengan demikian sejak PP ini diberlakukan, maka seluruh

aktifitas penyusunan dan penilaian amdal dan pemeriksaan UKL-UPL

sudah harus menyesuaikan dan terminologi izin lingkungan sudah

dapat digunakan dalam proses pengurusan izin usaha dan/atau

kegiatan. Dimana izin lingkungan akan diterbitkan bersamaan dengan

penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan dan rekomandasi

UKL-UPL. Dalam hal dokumen AMDAL, maka pemrakarsa hanya akan

menyerahkan dokumen KA-ANDAL, ANDAL dan RKL-RPL kepada Tim

Teknis atau Komisi Penilai AMDAL dan tidak wajib membuat Ringkasan

Eksekutif.

jdih.tubankab.go.id

4. Kewenangan dan Penyelenggara Pemerintah Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat,

serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip

demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan

keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk menjalankan otonomi

seluas-luasnya untuk menyelenggarakan sendiri urusan pemerintahan

berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdiri

atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren,

dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah

Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat. Beberapa urusan absolut yang menjadi urusan

Pemerintah Pusat, yaitu: Pertama, Politik Luar Negeri; Kedua,

Pertahanan; Ketiga, Keamanan; Keempat, Yustisi, Kelima, Moneter dan

Fiskal Nasional, dan, Keenam, Agama. Urusan pemerintahan konkuren

adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat,

daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan

konkuren yang diserahkan ke

jdih.tubankab.go.id

daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan

pemerintahan konkuren terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan

urusan pemerintahan pilihan. Pembagian urusan pemerintahan

konkuren ini didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan

eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Adapun beberapa

kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

kabupaten/kota adalah;

1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah

kabupaten/kota;

2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah

kabupaten/kota;

3) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya

dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau Urusan Pemerintahan

yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan

oleh Daerah kabupaten/kota.

Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud yang

menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib

dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib

sebagaimana dimaksud terdiri atas Urusan Pemerintahan yang

berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang

tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan Wajib

yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud adalah

Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan

Pelayanan Dasar. Sesuai dengan amanat UUD 1945, pemerintah daerah

berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan petugas pembantuan.

Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui

otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing

dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman

daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

jdih.tubankab.go.id

Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan

efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan

hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan

daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan

wewenang memperhatikan kekhususan dan keanekaragaman daerah

dalam sistem NKRI. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum,

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan

secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang

dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu

menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan seluas-

luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban

menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem

penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan

mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan

Pemerintah Pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan

daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa,

dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan

kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip

otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata

adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan

dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang

senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

berkembang sesuai dengan

jdih.tubankab.go.id

potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi

bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun

yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah

otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan

dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya

untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus

selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan

selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam

masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus

menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya,

artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar

daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga

harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan

pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan

wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan

yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang

berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan,

perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,

arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi,

pemantauan dan

jdih.tubankab.go.id

evaluasi. Bersamaan dengan itu pemerintah wajib memberikan fasilitasi

yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan

kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan

secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Lembaga Penyelenggara Pemerintah Daerah, yang dimaksud

dengan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/walikota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Gubernur sebagai Kepala Daerah Propinsi berfungsi pula selaku wakil

pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan

memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi

pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan

kabupaten dan kota.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah

dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri

dari: Pertama, unsur staff, yang membantu penyusunan kebijakan dan

mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah, diwadahi

dalam lembaga sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah.

Kedua, unsur pelaksana otonomi daerah, yang diwadahi dalam lembaga

dinas daerah yang dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan

diberhentikan oleh kepala daerah dari PNS yang memenuhi syarat atas

usul Sekretaris Daerah, dan; Ketiga, unsur pendukung tugas kepala

daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang

bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah.

jdih.tubankab.go.id

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu

organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani,

Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan

harus dibentuk dalam bentuk organisasi sendiri. Pembentukan

organisasi perangkat daerah harus mempertimbangkan;

1) Kemampuan keuangan;

2) Kebutuhan daerah;

3) Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan;

4) Jenis dan banyaknya tugas;

5) Luas wilayah kerja dan kondisi geografis;

6) jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian

dengan urusan yang akan ditangani, dan

7) Sarana dan prasarana penunjang tugas.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan terlahir dari kesepakatan

konferensi mengenai lingkungan manusia (conference on the Human

Environment) yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

pada tahun 1972 di Stockholm.15 Konsepsi ini lahir akibat dampak

pembangunan ekonomi yang sangat pesat tanpa memperhatikan aspek

lingkungan. Karena khawatir akan rusaknya lingkungan yang

berdampak jangka panjang, maka saat itu pada konferensi stockholm

negara-negara PBB, termasuk Indonesia, mendeklarasikan konsep

pembangunan berkelanjutan.

Sejatinya, pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah

dobrakan dari masyarakat (civil society) atas pembangunan

konvensional yang dinilai tidak memperhatikan aspek lingkungan.

Untuk mengubah paradigma pembangunan konvensional setidaknya

dibutuhkan beberapa langkah fundamental yang akan merombak habis

paradigma pembangunan konvensional:

- Pertama, pembangunan berkelanjutan merubah perspektif jangka

pendek menjadi persperktif jangka panjang;

jdih.tubankab.go.id

- Kedua, pembangunan berkelanjutan memperlemah posisi

dominan aspek ekonomi dan menempatkannya pada tingkat yang

sama dengan pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan;

- Ketiga, kini skala preferensi individu menjadi indikator yang

menentukan barang apa yang akan diproduksi dan lewat metode

alokasi sumber daya seefisien mungkin;

- Keempat, pasar telah gagal menangkap sinyal sosial dan

lingkungan melalui mekanisme harga;

- Kelima, pemerintah harus bisa mengoreksi kegagalan pasar

melalui kebijakan yang tepat.

6. Konsep Good Governance Dalam Era Otonomi Daerah

Munculnya konsep good governance berawal dari adanya

kepentingan lembaga-lembaga donor seperti PBB dan Bank Dunia,

dalam memberikan bantuan pinjaman modal kepada negara-negara

berkembang. Dalam perkembangan selanjutnya good governance

ditetapkan sebagai syarat bagi negara yang membutuhkan pinjaman

dana. Namun pengertian governance tidak terbatas pada pengertian

pemerintahan atau negara, tetapi juga unsur non pemerintah dan

masyarakat.

Berkaitan dengan good governance, menurut Anggito Abimanyu

menyatakan bahwa “good governance is participatory, transparent and

accountable effective and equitable. And if promotesthe rule of law and

good governance will never credible as long as governance conditionality

is imposed on a country without consulting civil society”. Dengan kata

lain, pada dasarnya good governance merupakan penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih, teratur, tertib, tanpa cacat dan berwibawa

dengan mengaktualisasikan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik.

Good Governance dalam konteks otonomi daerah merupakan

bahasa stategis karena peranannya dalam relevansi dengan

perkembangan operasionalisasi manajemen dan administrasi publik

selaras dengan berbagai perubahan kemasyarakatan, baik dalam

lingkup domestik maupun lingkup internasional. Pertimbangan lainnya

jdih.tubankab.go.id

adalah elevansi dengan organisasi sektor publik saat ini tengah

menghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya

ekonomi.

Adapun Elahi mengemukakan mengenai 7 (tujuh) syarat good

governance, antara lain:

1) Ada partisipasi baik langsung maupun melalui lembaga-lembaga

perantara yang sah.

2) Berlakunya aturan adil dan tidak memihak yang dijamin oleh

hukum positif.

3) Transparansi dalam arti semua proses, lembaga dan informasi bisa

diakses langsung oleh publik.

4) Responsif karena lembaga-lembaga dan proses dimaksud untuk

melayani publik.

5) Kesetaraan karena semua warga negara mempunyai kesempatan

sama untuk memperbaiki atau mejaga kesejahteraan.

6) Efektif dan efisien berarti semua proses dan lembaga membawa hasil

yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

7) Akuntabilitas.

B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan

norma.

Asas hukum (rechtsbeginselen) dapat didefinisikan sebagai dasar

yang menjadi sumber pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita

hukum masyarakat. Mengutip aliran hukum alam, asas hukum dapat

dibedakan menjadi dua jenis: (a) prinsipia prima atau asas umum yang

bersifat alamiah dan (b) prinsipia secondaria yaitu asas yang dijabarkan

dari asas umum yang tidak berlaku mutlak dan dapat berubah dalam

ruang dan waktu.1

Pembentukan sautu Peraturan daerah, sebagaimana yang telah

ditekankan di muka harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

1 Budiman, Bentuk Peraturan Perundang-Undangan …, op.cit, hal. 117

jdih.tubankab.go.id

Disamping berpegang kepada Undang-Undang tersebut, Pemerintah

daerah juga harus berpegang atau berpedoman kepada peraturan

perundang-undangan lain yang mengatur hal-hal yang akan diatur

dalam suatu rancangan peraturan daerah.

Bagaimanapun, perumusan asas-asas dari suatu produk hukum

berhubungan langsung dengan persoalan legitimasi pembentukan suatu

produk hukum. Hal ini tidak semata-mata bersifat formal, dalam arti

terkait siapa yang berwenang untuk membentuk hukum. Karena itu

sumber hukum formal tidak boleh menjadi satu-satunya pegangan

otoritas yang berwenang. Sumber hukum materil juga harus dijadikan

pegangan berikut pula dengan asas-asasnya yang menggambarkan

muatan materil dari suatu peraturan perundang-undangan.

UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan membagi dua kategori asas, yaitu yang bersifat

formal terkait proses pembentukannya dan yang bersifat material terkait

dengan substansinya. Asas pembentukan peraturan perundang-

undangan yang bersifat formal sebagai berikut:

a. Kejelasan

tujuan

: bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus mempunyai

tujuan yang jelas apa yang hendak dicapai.

b. Kelembagaan

atau organ

pembentuk

yang tepat

: dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk

Peraturan Perundang-undangan yang

berwenang. Jika tidak, dapat dibatalkan atau

batal demi hukum.

c. Kesesuaian

antara jenis dan

materi muatan

: benar-benar memperhatikan materi muatan

yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-

undangannya.

d. Dapat

dilaksanakan

: memperhitungkan efektifitas Peraturan

Perundang-undangan tersebut di dalam

masyarakat, baik secara filosofis, yuridis

maupun sosiologis.

e. Kedayagunaan : benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat

jdih.tubankab.go.id

dan

kehasilgunaan

dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara

f. Kejelasan

rumusan

: memenuhi persyaratan teknis penyusunan,

sistematika, pilihan kata atau terminologi,

bahasa hukumnya jelas, dan mudah

dimengerti, sehingga tidak menimbulkan

berbagai macam interpretasi dalam

pelaksanaannya

g. Keterbukaan : transparan atau terbuka bagi masyarakat luas

mulai dari proses perencanaan, persiapan,

penyusunan, dan pembahasan, agar seluruh

lapisan masyarakat mempunyai kesempatan

yang seluas-luasnya untuk memberikan

masukan yang diperlukan

Sementara landasan material bagi pembentukan suatu peraturan

perundang-undangan menurut Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

terdiri atas:

a. Asas

pengayoman

: setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus berfungsi

memberikan perlindungan dalam

rangka menciptakan ketentraman

masyarakat

b. Asas

kemanusiaan

: mencerminkan perlindungan dan

penghormatan hak-hak asasi manusia

serta harkat dan martabat setiap warga

negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional

c. Asas

kebangsaan

: mencerminkan sifat dan watak bangsa

Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan)

dengan tetap menjaga prinsip negara

jdih.tubankab.go.id

kesatuan Republik Indonesia

d. Asas

kekeluargaan

: mencerminkan musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam setiap

pengambilan keputusan

e. Asas

kenusantaraan

: senantiasa memperhatikan kepentingan

seluruh wilayah Indonesia dan materi

muatan Peraturan Perundang-undangan

yang dibuat di daerah merupakan

bagian dari sistem hukum nasional yang

berdasarkan Pancasila

f. Asas bhinneka

tunggal ika

: memperhatikan keragaman penduduk,

agama, suku dan golongan, kondisi

khusus daerah, dan budaya khususnya

yang menyangkut masalah-masalah

sensitif dalam kehidupan.

bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara

g. Asas keadilan : harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara

tanpa kecuali

h. Asas kesamaan

kedudukan

dalam hukum

dan

pemerintahan

: tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat

membedakan berdasarkan latar

belakang, antara lain, agama, suku, ras,

golongan, gender, atau status sosial

i. Asas ketertiban

dan kepastian

hukum

: dapat menimbulkan ketertiban dalam

masyarakat melalui jaminan kepastian

hukum

j. Asas

keseimbangan,

keserasian, dan

keselarasan

: mencerminkan keseimbangan,

keserasian, dan keselarasan, antara

kepentingan individu dan masyarakat

dengan kepentingan bangsa, dan

negara.

jdih.tubankab.go.id

Secara umum, terdapat tiga asas utama yang digunakan sebagai

acuan pembentukan peraturan perundang-undangan. Masing-masing

telah digunakan sejak zaman Romawi Kuno hingga hari ini. Asas

pertama yaitu asas lex superior derogate legi inferior, dimana hukum

(dalam hal ini peraturan perundang-undangan) yang lebih tinggi

kedudukannya mengecualikan hukum yang lebih rendah.2 Asas kedua

yaitu lex specialis derogate legi generalis, dimana hukum yang mengatur

hal-hal yang bersifat spesifik atau khusus mengecualikan hukum yang

mengatur hal-hal yang bersifat umum.3 Asas ketiga yaitu lex posteriori

derogate legi priori, dimana hukum yang lebih baru mengecualikan

hukum yang lama.4

Hamid Attamimi menambahkan bahwa asas penyelenggaran

pemerintahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak

dapat dilepaskan dari asas-asas sebagai berikut5:

a) Asas larangan penyalahgunaan kekuasaan;

b) Asas larangan tindakan sewenang-wenang (kennelijke

onredelijkheid);

c) Asas perlakuan sama (gelijkheidsbeginsel);

d) Asas kepastian hukum (rechtszekerheid);

e) Asas memenuhi harapan yang ditimbulkan (gewekte

verwachtingen honoreren);

f) Asas perlakuan jujur (fair play); dan

g) Asas kecermatan (zorgvuldigheid)

Di dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia sendiri

yang bersifat hierarkis, rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota

terletak dalam susunan terbawah.6 Di dalamnya dimuat pengaturan

2 Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Malang, Bayumedia, 2005, hal.

105 3 Ibid, hal 104 4 Ibid, hal 106 5 Hamid Attamimi, hal. 321 - 322 6 Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, hierarki peraturan

perundang-undangan Indonesia terdiri atas: 1) Undang-Undang Dasar Negara

jdih.tubankab.go.id

mengenai kerangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas

pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau

penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.7

Asas dalam sebuah peraturan hukum sangat penting, norma-

norma yang dicantumkan adalah pengejawantahan dari asas yang ada

dalam peraturan hukum. Dalam peraturan daerah ini asas-asas yang

digunakan adalah:

1. Asas keseimbangan, adalah asas yang menetapkan bahwa izin

lingkungan yang ditujukan untuk menciptakan ketertiban dan

pembangunan yang berkelanjutan.

2. Asas kelestarian lingkungan, adalah asas yang menetapkan

bahwa setiap orang memikul tanggung jawab untuk menjaga

kelsetarian lingkungan hidup dan penataan ruang demi

mendukung kehidupan manusia dan mahluk hidup lain.

3. Asas partisipatif adalah asas yang membuka ruang bagi setiap

anggota masyarakat untuk berperan aktif dalam pengambilan

keputusan dan pelaksanaan kebijakan izin lingkungan, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

4. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap

kegiatan dan hasil akhir izin lingkungan harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Kepastian Hukum. Bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan

harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah

ditetapkan. Asas ini diperlukan agar tidak ada pelanggaran hak

asasi manusia. Dengan disahkannya Paris Agreement akan

mengikat secara hukum untuk diterapkan semua negara.

Republik Indonesia Tahun 1945, 2) Ketetapan MPR, 3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, 4) Peraturan Pemerintah, 5) Peraturan

Presiden, 6) Peraturan Daerah Provinsi, dan 7) Peraturan Daerah Kabupaten Kota. 7 Pasal 1 angka 8 Jo Pasal 14 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

jdih.tubankab.go.id

C. PRAKTEK PENYELENGGARAAN

Kabupaten Tuban dalam hal ini belum memiliki peraturan daerah

yang mengatur tentang izin lingkungan, padahal potensi pengelolaan

sumber daya alam di Kabupaten tersebut sangatlah besar.

Menurut BPS bahwa Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tuban

dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal

tersebut ditunjukkan dengan data laju pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Tuban tahun 2011 yang mencapai angka 7,08 dan tahun

2012 mencapai angka 7,30 (kenaikan 103,11 %). Secara sektoral hampir

semua/sub sektor penyusun laju pertumbuhan ekonomi mengalami

peningkatan positif.

Kondisi ekonomi daerah secara umum dapat dilihat dari angka

Produk Domestik Regional (PDRB), investasi, inflasi, pajak dan retribusi,

pinjaman dan pelayanan bidang ekonomi. Perkembangan PDRB atas

dasar harga berlaku (ADHB) Kabupaten Tuban tahun 2012 mencapai

sebesar Rp. 24.162.395.630.000,- mengalami peningkatan 12,75% dari

tahun 2011, sementara itu PDRB berdasarkan Atas dasar Harga

Konstan (ADHK) pada tahun 2012 mencapai angka Rp. 9.729.763.690,-

mengalami pertumbuhan 7,30% dari keadaan tahun 2011. Untuk rata

pertumbuhan realisasi APBD lima tahun terakhir cenderung mengalami

peningkatan sebagaimana Tabel 2.8

Berdasarkan Tabel 2.5, belanja tidak langsung masih menempati

proporsi lebih banyak dari pada total belanja langsung. Proporsi Surplus

selama 4 tahun terakhir juga cenderung Fluktuatif, mulai tahun 2009-

2013. Hal ini menunjukkan terjadinya efisiensi pengelolaan anggaran.

Untuk belanja sanitasi, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

yang melaksanakan belanja sanitasi yang paling banyak adalah Dinas

Pekerjaan Umum (Dinas PU),Badan lingkungan hidup,dinas kesehatan

dan BAPPEDA Dinas Pekerjaan Umum banyak melaksanakan kegiatan

yang bersifat Investasi dari pada operasional(tabel 2.6) Belanja sanitasi

perkapita Kabupaten Tuban terus mengalami peningkatan mulai pada

tahun 2009 – 2013 dengan rata rata 21,94 %(tabel 2.7)hal ini

jdih.tubankab.go.id

menunjukkan konsistensi pemerintah kabupaten tuban di sektor ini

sangat tinggi.

Selanjutnya, dalam Dokumen Rencana Pembangunan Daerah

Jangka Menengah Kabupaten Tuban, disebutkan bahwa Program

Prioritas yang mendukung strategi 1 adalah sebagai berikut:

1. Program Penataan Lingkungan;

2. Program Pemberdayaan Pengelolaan Persampahan dan Limbah

B3;

3. Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Hidup;

4. Program Pemberdayaan Pengelolaan Lingkungan

Program Prioritas yang mendukung strategi 2 adalah sebagai berikut:

1. Program Perencanaan Tata Ruang;

2. Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Program Prioritas yang mendukung strategi 3 adalah sebagai berikut:

1. Program Peningkatan Kinerja Pengelolaan sarana dan prasarana

air bersih;

2. Program Penanganan Kawasan Kumuh;

3. Program Pemasangan dan Pemeliharaan lampu penerangan jalan

kabupaten;

4. Program Pembangunan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana

Drainase Lingkungan Permukiman;

5. Program Peningkatan Kinerja Pengelolaan Infrastruktur Air

Limbah;

6. Program Penyediaan, Pemeliharaan, pembangunan RTH Publik

dan Sarana umum perkotaan;

7. Program Pengembangan Pengelolaan Persampahan;

8. Program Pembangunan Rumah Layak Huni dan Rehabilitasi

Rumah Tidak Layak Huni;

9. Program Pengendalian Banjir;

10. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar;

11. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana SMP;

jdih.tubankab.go.id

12. Program Peningkatan Sarana Prasarana Pendidikan Non Formal

dan Informal;

13. Program pengembangan dan pembinaan perpustakaan;

14. Program Peningkatan Alat Kesehatan dan Sarana Prasarana;

15. Non Program; pemberian dana Hibah / Bansos kepada lembaga

pendidikan swasta untuk pengembangan sarana dan prasrana

pendidikan dasar

Program Prioritas yang mendukung strategi 4 adalah sebagai berikut:

1. Program Pengendalian dan Pengamanan Lalu Lintas;

2. Program Pencegahan Dini dan Penanggulangan Bencana;

3. Program Fasilitasi Kaum Difabel pada Penyelenggaraan Pelayanan

publik daerah.8

Dalam program-program sebagaimana disebutkan diatas nampak

bahwa fokus pembangunan di Kabupaten Tuban adalah perlindungan

dan pemajuan fungsi lingkungan hidup di semua wilayahnya.

Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan perwujudan dari rencana

strategis tersebut.

D. IMPLIKASI PENGATURAN

Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha

dan/atau Kegiatan di Kabupaten Tuban pada dasarnya akan

menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya

prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses

pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang

diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis

sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak

negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini

mungkin. Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan untuk

melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL, Amdal dan UKL-

UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin

Lingkungan.

8 Dokumen RPJMD Kabupaten Tuban Tahun 2016 – 2021 Kabupaten Tuban,

http://sipsn.menlhk.go.id/sites/default/files/file-lampiran/visi

misi/2017%20lembar%20visi%20misi%20bupati%20tuban.pdf

jdih.tubankab.go.id

Usaha atau kegiatan dilihat dari perspektif lingkungan hidup terbagi

tiga tingkatan:

Usaha atau kegiatan Wajib AMDAL;

Usaha atau kegiatan Wajib UKL UPL;

Usaha atau kegiatan Wajib SPPL.

Dengan demikian usaha atau kegiatan yang wajib memiliki izin

lingkungan adalah:

Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau

Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL

IZIN LINGKUNGAN UNTUK YANG WAJIB AMDAL

Amdal adalah: Kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau

Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan

bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha

dan/atau Kegiatan.

Hasil kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang terdiri dari 3

dokumen, yaitu:

Dokumen Kerangka Acuan (KA),

Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL),

Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan

Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL),

jdih.tubankab.go.id

Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan apa saja yang wajib memiliki

dokumen AMDAL?

Tidak semua usaha atau kegiatan wajib memiliki amdal, Usaha

dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal yaitu usaha/kegiatan

Kriteria dampak penting antara lain terdiri atas:

besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana

Usaha dan/atau Kegiatan;

luas wilayah penyebaran dampak;

intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena

dampak;

sifat kumulatif dampak;

berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau

kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Apakah Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang

wajib dilengkapi dengan amdal?

Pasal 23 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa

Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib

dilengkapi dengan amdal terdiri atas:

pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang

tidak terbarukan;

proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan

pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya

alam dalam pemanfaatannya;

proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan

alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

jdih.tubankab.go.id

proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian

kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar

budaya;

introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;

pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;

kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi

pertahanan negara; dan/atau

penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar

untuk mempengaruhi lingkungan hidup

Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal

tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan

Hidup RI No. 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau

Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL.

PROSEDUR PENYUSUNAN DAN PENILAIAN DOKUMEN AMDAL

Dokumen AMDAL terdiri dari 3 dokumen yaitu KA, ANDAL, RKL dan

RPL, dengan demikian prosedur penyusunan Dokumen AMDAL

merupakan penyusunan dokumen KA, ANDAL, RKL dan RPL yang

saling keterkaitan satu dengan lainnya.

Siapakah yang menyusun dokumen AMDAL? AMDAL disusun oleh

Pemrakarsa, Pemrakarsa dalam menyusun dokumen Amdal dapat

dilakukan sendiri atau meminta bantuan kepada pihak lain baik

perorangan atau yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa

penyusunan dokumen Amdal dengan syarat telah memiliki sertifikat

kompetensi penyusun Amdal. Pegawai negeri sipil yang bekerja pada

instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota

dilarang menjadi penyusun Amdal.

Kapan dokumen AMDAL disusun?

Dokumen AMDAL disusun pada tahap perencanaan suatu Usaha

dan/atau Kegiatan dengan Lokasi wajib sesuai dengan rencana tata

ruang.

jdih.tubankab.go.id

Jika lokasi kegiatan yang direncanakan tidak sesuai dengan rencana

tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan

kepada Pemrakarsa. (Pasal 4 PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin

Lingkungan)

PROSEDUR PENYUSUNAN AMDAL

Keterlibatan Masyarakat Sekitar

Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal wajib mengikutsertakan

masyarakat, adapun masyarakat yang dilibatkan mencakup:

Masyarkat yang terkena dampak;

Masyarakat pemerhati lingkungan hidup; dan

Masyarkat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam

proses Amdal

Pengikutsertaan masyarakat tersebut dilakukan melalui:

pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan

konsultasi publik yang dilakukan sebelum penyusunan dokumen

Kerangka Acuan (KA)

Melalui proses pengumuman dan konsultasi publik, masyarakat dapat

memberikan saran, pendapat dan tanggapan (SPT) yang disampaikan

secara tertulis kepada pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota sesuai dengan kewenangan penilaian dokumen Amdal

jdih.tubankab.go.id

Tujuan dilibatkannya masyarakat dalam proses amdal dan izin

lingkungan agar:

Masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana usaha

dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan;

Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau

tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak

penting terhadap lingkungan;

Masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan

terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas

rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting

terhadap lingkungan;

Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau

tanggapan atas proses izin lingkungan;

Di atas telah disampaikan bahwa penyusunan Dokumen AMDAL

merupakan penyusunan dokumen KA, ANDAL, RKL dan RPL yang

saling keterkaitan satu dengan lainnya, dimulai dari pennyusunan

Dokumen KA

Penyusunan Dokumen Kerangka Acuan (KA)

Kerangka Acuan (KA)

Kerangka Acuan (KA) adalah: Ruang lingkup studi analisis dampak

lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan

Tujuan penyusunan Kerangka Acuan (KA) adalah:

merumuskan lingkup dan kedalaman studi Andal;

mengarahkan studi Andal agar berjalan secara efektif dan efisien

sesuai dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia.

Fungsi dokumen Kerangka Acuan (KA) adalah:

sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, penyusun dokumen

Amdal, instansi yang membidangi rencana usaha dan/atau

kegiatan, dan instansi lingkungan hidup, serta tim teknis Komisi

jdih.tubankab.go.id

Penilai Amdal tentang lingkup dan kedalaman studi Andal yang

akan dilakukan;

sebagai salah satu bahan rujukan bagi penilai dokumen Andal

untuk mengevaluasi hasil studi Andal.

Peosedur Penyusunan, Penilaian dan Persetujuan Kerangka Acuan (KA):

Kerangka Acuan yang telah disusun oleh Pemrakarsa sebelum

penyusunan Andal dan RKL-RPL. diajukan kepada Menteri,

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan

melalui Sekretariat Komisi Penilai Amdal

Sekretariat Komisi Penilai Amdal memberikan pernyataan tertulis

mengenai kelengkapan administrasi Kerangka Acuan,

Kerangka Acuan yang telah dinyatakan lengkap secara administrasi,

dinilai oleh Komisi Penilai Amdal,

Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk menilai

Kerangka Acuan,

Tim teknis dalam melakukan penilaian, melibatkan Pemrakarsa

untuk menyepakati Kerangka Acuan,

Tim teknis menyampaikan hasil penilaian Kerangka Acuan kepada

Komisi Penilai Amdal.

Dalam hal hasil penilaian tim teknis dinyatakan dapat disepakati

oleh Komisi Penilai Amdal, Komisi Penilai Amdal

menerbitkan Persetujuan Kerangka Acuan.

jdih.tubankab.go.id

Penilaian Kerangka Acuan

Prosedur Penyusunan dan Penilian Dokumen Analisis Dampak

Lingkungan Hidup (ANDAL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan

Hidup (RKL) - Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

ANDAL adalah:

Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu

rencana usaha dan/atau kegiatan.

RKL adalah:

Upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang

ditimbulkan akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.

RPL adalah:

Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak

akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan

Andal disusun dengan tujuan untuk menyampaikan telaahan secara

cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha

dan/atau kegiatan. Hasil kajian dalam Andal berfungsi untuk

memberikan pertimbangan guna pengambilan keputusan kelayakan

atau ketidaklayakan dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang

diusulkan.

Prosedur Penyusunan dokumen ANDAL dan RKL-RPL:

Pemrakarsa menyusun Dokumen Andal dan Dokumen RKL-RPL

berdasarkan Dokumen Kerangka Acuan yang telah diterbitkan

persetujuannya,

Draft Dokumen Andal dan Dokumen RKL-RPL diajukan kepada

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan

melalui Sekretariat Komisi Penilai Amdal

Sekretariat Komisi Penilai Amdal memberikan pernyataan tertulis

mengenai kelengkapan administrasi dokumen Andal dan RKL-RPL.

jdih.tubankab.go.id

Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk menilai

dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah dinyatakan lengkap secara

administrasi oleh Sekretariat Komisi Penilai Amdal

Komisi Penilai Amdal, berdasarkan hasil penilaian Andal dan RKL-

RPL menyelenggarakan rapat Komisi Penilai Amdal.

Dalam hal rapat Komisi Penilai Amdal menyatakan bahwa dokumen

Andal dan RKL-RPL perlu diperbaiki, Komisi Penilai Amdal

mengembalikan dokumen Andal dan RKL-RPL kepada Pemrakarsa

untuk diperbaiki

Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan dokumen Andal dan

RKL-RPL

Berdasarkan dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah diperbaiki

Komisi Penilai Amdal melakukan penilaian akhir terhadap dokumen

Andal dan RKL-RPL.

Komisi Penilai Amdal menyampaikan rekomendasi hasil penilaian

Andal dan RKL-RPL kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota

sesuai kewenangannya.

Rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL dapat

berupa: rekomendasi kelayakan lingkungan; atau rekomendasi

ketidaklayakan lingkungan.

Komisi Penilai Amdal menyampaikan hasil penilaian akhir berupa

rekomendasi hasil penilaian akhir kepada Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota sesuai kewenangannya

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan rekomendasi

penilaian atau penilaian akhir dari Komisi Penilai

Amdal menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau

ketidaklayakan lingkungan hidup.

Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan

lingkungan hidup dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja

terhitung sejak diterimanya rekomendasi hasil penilaian atau

penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal

jdih.tubankab.go.id

Penilaian ANDAL dan RKL-RPL

Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup

Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah: "keputusan yang

menyatakan kelayakan lingkungan hidup dari suatu rencana Usaha

dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal".

Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup paling sedikit memuat:

dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan;

pernyataan kelayakan lingkungan;

persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai dengan RKL-RPL; dan

kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait (Pasal 33 PP No.

27 Th 2012)

Bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL

disampaikanlah Permohonan Izin Lingkungan dilengkapi dengan

dokumen AMDAL (KA, draft Andal dan RKL-RPL), dokumen pendirian

Usaha dan/atau Kegiatan; dan profil Usaha dan/atau Kegiatan

dari uraian di atas jelaslah perbedaan antara Izin Lingkungan dengan

AMDAL (Kerangka Acuan, ANDAL dan RKL-RPL), yang pasti AMDAL

bukan merupakan Izin Lingkungan

jdih.tubankab.go.id

Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup

IZIN LINGKUNGAN UNTUK YANG WAJIB UKL-UPL

Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria

wajib Amdal wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan

Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) sebagai salah satu

syarat memperoleh izin lingkungan

UKL-UPL adalah: Pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha

dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting Terhadap lingkungan

hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.

Siapakah yang menyusun UKL-UPL?

UKL-UPL disusun oleh Pemrakarsa, Pegawai negeri sipil yang bekerja

pada instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau

kabupaten/kota dilarang menjadi penyusun UKL-UPL. Kecuali dalam

hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota

bertindak sebagai Pemrakarsa.

Jenis Kegiatan atau usaha apa saja yang wajib ukl upl?

Jenis Kegiatan atau usaha yang wajib ukl upl ditetapkan berdasarkan

jdih.tubankab.go.id

Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota

PROSEDUR PENYUSUNAN DAN PEMERIKSAAN UKL-UPL

Prosedur Penyusunan UKL-UPL:

UKL-UPL disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu

Usaha dan/atau Kegiatan. dengan Lokasi rencana Usaha dan/atau

Kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang.

Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai

dengan rencana tata ruang, UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib

dikembalikan kepada Pemrakarsa. (Pasal 14 PP No. 27 Tahun 2012

tentang Izin Lingkungan)

Penyusunan UKL-UPL dilakukan melalui pengisian formulir UKL-UPL

dengan format yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup RI No. 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman

Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

Pemeriksaan UKL-UPL

Formulir UKL-UPL yang telah diisi oleh Pemrakarsa disampaikan

kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangan

Pemeriksaan UKL-UPL dan penerbitan Rekomendasi UKL-UPL dapat

dilakukan oleh: pejabat yang ditunjuk oleh Menteri; kepala instansi

lingkungan hidup provinsi; atau. kepala instansi lingkungan hidup

kabupaten/kota.

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan pemeriksaan

kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL.

Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-

UPL dinyatakan tidak lengkap, Menteri,gubernur, atau

bupati/walikota mengembalikan UKLUPL kepada Pemrakarsa untuk

dilengkapi.

Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-

UPL dinyatakan lengkap, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota

melakukan pemeriksaan UKL-UPL.

jdih.tubankab.go.id

Pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari

sejak formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap secara administrasi.

Berdasarkan pemeriksaan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota

menerbitkan Rekomendasi UKL-UPL. berupa: PERSETUJUAN UKL-

UPL atau PENOLAKAN UKL UPL

Rekomendasi UKL-UPL adalah surat persetujuan terhadap suatu

Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-UPL

Bersamaan dengan pengajuan pemeriksaan UKL-UPL

disampaikanlah Permohonan Izin Lingkungan dilengkapi dengan

melampirkan dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan profil

Usaha dan/atau Kegiatan.

Prosedur Penyusunan UKL-UPL

Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL atau UKL-UPL wajib

membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan

lingkungan hidup (SPPL).

IZIN LINGKUNGAN

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-

UPL wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan diterbitkan

jdih.tubankab.go.id

berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi

UKL-UPL.

Izin Lingkungan adalah: Izin yang diberikan kepada setiap orang yang

melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL

dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai

prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan (Pasal 1 angka 35

UU No. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27

tahun 2012 tentang Izin Lingkungan)

Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha

dan/atau kegiatan. (Pasal 40 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009), dengan

demikian seharusnya izin lingkungan harus ada terlebih dulu

sebelum penerbitan izin usaha, dan ada ketentuan bahwa:

Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin

usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan

dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda

paling banyak tiga miliar rupiah. (Pasal 111 ayat (2) UU No. 32 tahun

2009)

Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan

dibatalkan.

PENERBIT IZIN LINGKUNGAN

Izin Lingkungan diterbitkan oleh:

Menteri, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau

Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Menteri;

gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau

Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan

bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup

atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh bupati/walikota.

(Pasal 47 ayat (1) UU No 32/2009)

Pasal 37 ayat (1) UUPPLH menharuskan:

jdih.tubankab.go.id

"Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila

permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL".

PROSEDUR PERMOHONAN IZIN LINGKUNGAN

Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:

Penyusunan AMDAL dan UKL-UPL;

Penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan

Permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.

Poin 1 dan 2 telah dibahas di atas, poin 3 perihal Permohonan dan

penerbitan Izin Lingkungan kita bahas di bawah ini:

Permohonan Izin Lingkungan:

Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh

penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku Pemrakarsa

kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya.

Permohonan Izin Lingkungan disampaikan bersamaan dengan

pengajuan penilaian ANDAL dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL-

UPL.

Permohonan Izin Lingkungan harus dilengkapi dengan: Dokumen

Amdal atau formulir UKL-UPL; Dokumen pendirian Usaha dan/atau

Kegiatan; dan Profil Usaha dan/atau Kegiatan.

Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan, Menteri, gubernur,

atau bupati/walikota wajib mengumumkan permohonan Izin

Lingkungan

Pengumuman untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib

Amdal dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota melalui multimedia dan papan pengumuman di

lokasi Usaha dan/atau Kegiatan paling lama 5 (lima) hari kerja

terhitung sejak dokumen Andal dan RKL-RPL yang diajukan

dinyatakan lengkap secara administrasi.

jdih.tubankab.go.id

Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan

terhadap pengumuman dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)

hari kerja sejak diumumkan.

Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan melalui wakil

masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi masyarakat

yang menjadi anggota Komisi Penilai Amdal.

Pengumuman untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-

UPL dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. melalui

multimedia dan papan pengumuman di lokasi Usaha dan/atau

Kegiatan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak formulir UKL-

UPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi.

Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan

terhadap pengumuman dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari

kerja sejak diumumkan.

Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan kepada Menteri,

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

syarat permohonan izin lingkungan

Penerbitan Izin Lingkungan

Izin Lingkungan diterbitkan oleh: a. Menteri, untuk Keputusan

Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang

diterbitkan oleh Menteri; b. gubernur, untuk Keputusan Kelayakan

jdih.tubankab.go.id

Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh

gubernur; dan c. bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan

Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh

bupati/walikota.

Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota setelah dilakukannya pengumuman permohonan

Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44; dan

Izin lingkungan diterbitkan bersamaan dengan diterbitkannya

Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-

UPL.

Izin Lingkungan paling sedikit memuat: a. persyaratan dan kewajiban

yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau

Rekomendasi UKL-UPL; b. persyaratan dan kewajiban yang

ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan c.

berakhirnya Izin Lingkungan.

Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa

wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup, Izin Lingkungan mencantumkan jumlah dan jenis izin

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Izin Lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya izin Usaha

dan/atau Kegiatan.

Izin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota wajib diumumkan melalui media massa dan/atau

multimedia.

Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak

diterbitkan.

Dari Ketentuan tersebut di atas, maka DOKUMEN AMDAL atau UKL-

UPL harus ada terlebih dahulu sebelum terbitnya IZIN LINGKUNGAN,

dan ada ketentuan bahwa:

Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan

tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL dipidana dengan pidana

jdih.tubankab.go.id

penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga miliar

rupiah. Pasal 111 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009)

Kewajiban Pemegang Izin Lingkungan

Pemegang Izin Lingkungan berkewajiban:

menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Izin

Lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup;

membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap

persyaratan dan kewajiban dalam Izin Lingkungan kepada Menteri,

gubernur, atau bupati/walikota; disampaikan secara berkala setiap 6

(enam) bulan.

menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan

hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 53 PP

No. 27 th 2012)

Pemegang Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 53 dikenakan sanksi administratif yang meliputi:

a. teguran tertulis;

b. paksaan pemerintah;

c. pembekuan Izin Lingkungan; atau

d. pencabutan Izin Lingkungan. (Psal 71 PP 27 Th 2012)

Dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan sebelum

berlakunya PP NO 27 Tahun 2012 tetap berlaku dan dipersamakan

sebagai Izin Lingkungan (Pasal 73 PERATURAN PEMERINTAH RI

NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN)

PERUBAHAN IZIN LINGKUNGAN

Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan

permohonan perubahan Izin Lingkungan, apabila Usaha dan/atau

Kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk

dilakukan perubahan.

Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan meliputi:

jdih.tubankab.go.id

perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan;

perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;

perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup

terdapat perubahan dampak dan/atau risiko terhadap lingkungan

hidup berdasarkan hasil kajian analisis risiko lingkungan hidup

dan/atau audit lingkungan hidup yang diwajibkan;

tidak dilaksanakannya rencana Usaha dan/atau Kegiatan dalam

jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Izin Lingkungan.

perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup sebagaimana

disebut poin 3 adalah perubahan yang berpengaruh terhadap

lingkungan hidupyang memenuhi kriteria:

perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi yang berpengaruh

terhadap lingkungan hidup;

penambahan kapasitas produksi;

perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi lingkungan;

perubahan sarana Usaha dan/atau Kegiatan;

perluasan lahan dan bangunan Usaha dan/atau Kegiatan;

perubahan waktu atau durasi operasi Usaha dan/atau Kegiatan;

Usaha dan/atau Kegiatan di dalam kawasan yang belum tercakup di

dalam Izin Lingkungan;

terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam

rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup; dan/atau

terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat

peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum dan pada waktu

Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan;

Sebelum mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan

penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan

permohonan perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau

Rekomendasi UKL-UPL.

PEMBATALAN IZIN LINGKUNGAN

Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dapat dibatalkan apabila:

jdih.tubankab.go.id

persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung

cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran

dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;

penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum

dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau

rekomendasi UKLUPL; atau

kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL

tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan. (Pasal 37 ayat (2) UUPPLH)

Selain itu izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan

pengadilan tata usaha negara.

Apakah perbedaan izin lingkungan dengan izin PPLH ?

izin lingkungan diterbitkan sebagai prasyarat untuk memperoleh izin

usaha dan/atau kegiatan, Izin lingkungan diterbitkan sebelum

diterbitkannya izin usaha yaitu diterbitkan pada tahap perencanaan

sedangkan Izin PPLH diterbitkan pada tahap operasional.

IZIN PPLH

Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 02

Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif Di

Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan

definisi Izin PPLH

Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Izin

PPLH adalah:

Izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha

dan/atau kegiatan pengelolaan air limbah, emisi, udara, limbah bahan

berbahaya dan beracun, bahan berbahaya dan beracun dan/atau

gangguan yang berdampak pada lingkungan hidup dan/atau kesehatan

manusia.

jdih.tubankab.go.id

Jenis Izin Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP No. 27 tahun 2012 menyebutkan IZIN

PPLH antara lain:

Izin Pembuangan Limbah Cair, (IPLC)

izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, (Land

Application)

izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun

(B3),

izin pengumpulan limbah B3,

izin pengangkutan limbah B3,

izin pemanfaatan limbah B3,

izin pengolahan limbah B3,

izin penimbunan limbah B3,

izin pembuangan air limbah ke laut,

izin dumping,

izin reinjeksi ke dalam formasi, dan/atau

izin venting.

Pola pengaturan yang detail sesuai dengan peraturan perundang-

undangan ini akan memberikan pedoman kepada Pemerintah

Kabupaten Tuban untuk mengatur agar aktifitas usaha yang dilakukan

setiap pihak betul betul tidak akan menimbulkan dampak negatif

kerusakan dan pencemaran lingkungan di wilayahnya.

jdih.tubankab.go.id

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT

A. RELASI DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

Merencanakan dan menyusun suatu peraturan daerah tentu tidak

bisa dipisahkan dengan eksistensi dari Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan hukum

tertinggi di Indonesia. Suatu peraturan daerah tidak dapat dibentuk jika

substansi hukum yang akan diatur bertentangan dengan kaidah yang

terdapat dalam UUD Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan hidup dijelaskan bahwa Lingkungan Hidup

merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Berdasarkan bunyi ketentuan tersebut, dapat diketahui secara

eksplisit bahwa lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan unsur-

unsur lingkungan hidup yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan

dengan manusia dan kehidupannya termasuk makhluk hidup lainnya.

Hal ini berarti, segala sesuatu yang terjadi dalam kaitannya dengan

lingkungan hidup secara langsung maupun tidak langsung akan

memberi dampak pada aktivitas manusia serta makhluk hidup lainnya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada dasarnya manusia serta

makhluk hidup lainnya menjadikan lingkungan hidup sebagai lahan

untuk hidup dan beraktifitas.

jdih.tubankab.go.id

UUD Tahun 1945 sangat mengakomodir akan pentingnya

lingkungan hidup. Hal ini tercermin secara tegas dalam Pasal 28 A

bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk

mempertahankan hidup dan penghidupannya”. Selain itu, pentingnya

arti lingkungan hidup bagi manusia ditegaskan juga dalam Pasal 28 H

ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera

lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah daerah yang telah diberikan

berdasarkan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945 untuk membuat

produk hukum daerah, dapat mengatur sendiri terkait dengan

perlindungan, pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di

daerahnya selama pengaturan tersebut selama tidak bertentangan

dengan ketentuan yang ada di dalam Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi.

B. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG

1. Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang Peraturan tentang

Dasar Pokok-pokok Agraria;

Secara umum Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang

Peraturan tentang Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dapat dikatakan

lebih berorientasi kepada konservasi sumber daya alam (SDA)

khususnya tanah. Dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 15 UUPA,

bahwa dengan memperhatikan pihak taraf ekonomi lemah, maka setiap

orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum

dengan tanah wajib memelihara tanah itu, termasuk menambah

kesuburannya serta mencegah kerusakannya. UUPA bahkan

mengancam pelanggar ketentuan itu dengan pidana atau hukuman

kurungan selama-lamanya 3 Bulan dan/atau denda setinggi-tingginya

Rp 10.000 (Pasal 52 ayat (1)). Orientasi konservasi dari UUPA juga dapat

dilihat pada Pasal 2 ayat (2) huruf a. Amanah untuk memelihara bumi,

air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

tidak hanya dibebankan kepada setiap orang yang mempunyai

jdih.tubankab.go.id

hubungan hukum dengannya tetapi juga merupakan tanggung jawab

dan wewenang Negara. Di samping berwenang untuk mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air

dan ruang angkasa, Negara juga mengatur dan menyelenggaraan

pemeliharaannya. Hal ini ditujukan agar bumi, air dan ruang angkasa

tersebut dapat memberi manfaat kepada bangsa Indonesia secara

berkelanjutan atau sepanjang masa. Di samping berorientasi konservasi,

UUPA juga mengandung prinsip nasionalisme, bahwa bumi, air dan

ruang angkasa Indonesia harus dimanfaatkan utamanya untuk

kepentingan Warga Negara Indonesia (WNI). Hanya warga-negara

Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi,

air, dan ruang angkasa (Pasal 9 Ayat (1)).

1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk

lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan

hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan

dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional

yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, undang-undang ini

mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat

mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang

mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan

sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan perlindungan

terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini

harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses

perencanaan tata ruang wilayah, sebagaimana dijelaskan dalam

Penjelasan Umum butir 3. Dengan kata lain, orientasi penataan ruang

dalam hal ini adalah dalam rangka mewujudkan ruang wilayah nasional

yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

jdih.tubankab.go.id

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan : a.

Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan; b.Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya

alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya

manusia; dan c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan

pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan

ruang (Pasal 3).

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Pemrakarsa Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sepertinya menyadari

akan pentingnya lingkungan hidup yang berkualitas bagi manusia dan

makhluk hidup lainnya. Hal ini tercermin pada landasan filosofis dalam

butir konsideran undang-undang tersebut yang menjelaskan bahwa

lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap

warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 ayat H

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagaimana

digambarkan dalam konsiderans huruf b undang-undang tersebut,

dengan terbitnya Undang-Undang tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup disadari merupakan salah satu indikator

keberhasilan dari bagian rencana strategi pemerintah dalam

mewujudkan program pembangunan ekonomi nasional.

jdih.tubankab.go.id

Tanpa adanya pengaturan yuridis mengenai lingkungan hidup

tertentu akan membawa dampak negatif yang sangat luas di

masyaarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup secara umum pada

prinsipnya telah mengakomodir permasalahan lingkungan hidup,

pencegahan dari kerusakan dan pencemaran serta penegakan

hukumnya. Sektor-sektor tersebut meliputi limbah industri,

pertambangan, perkebunan dan lain sebagainya. Namun, kehadiran

Undang-Undang ini tidak serta merta dapat menjawab setiap

permasalahan yang ada secara spesifik di daerah-daerah. Untuk itu

diperlukan adanya peraturan tindak lanjut atau pelaksanaan dari

Undang-Undang tersebut seperti Peraturan Pemerintah,

PeraturanMenteri dan Peraturan Daerah.

KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH

Ada banyak Peraturan Pemerintah yang merupakan tindak lanjut

atau pelaksanaan dari Undang-Undang yang berkaitan dengan

lingkungan hidup sebagaimaana yang telah disebutkan. Salah satunya

adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin

Lingkungan. Peraturan Pemerintah dimaksud dibuat untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 33 yang berbunyi “Ketentuan lebih

lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai

dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah”., Pasal 41 yang

berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan

Pemerintah”., dan Pasal 56 yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut

mengenai pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 55

diatur dalam Peraturan Pemerintah”. Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

pasal 1 ayat 1 mendeskripsikan mengenai izin lingkungan yaitu Izin

Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang

jdih.tubankab.go.id

melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL

dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai

prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. Setiap Usaha

dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup

oleh peraturan pemerintah ini wajib memiliki Amdal.

KETERKAITAN DENGAN PERATURAN MENTERI

Peraturan Menteri meupakan peraturan perundang-undangan yang

tidak termasuk hierarki peraturan perundang-undangan namun

merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan

berdasarkan Pasal 8 ayat (2) yang berbunyi “Peraturan Perundang-

undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya

dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan

oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk

berdasarkan kewenangan”. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan

Menteri pada dasarnya merupakan peraturan internal kelembagaan

sebagai bentuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis sesuai dengan

kelembagaan masing-masing.

Peraturan Menteri yang berkaitan dengan lingkungan hidup

banyak sekali yang sudah diterbitkan. Diantaranya adalah Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman

Keterlibatan Masyarakat dalam proses Analisis dampak lingkungan

hidup dan izin lingkungan. Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan

ketentuan Pasal 9 ayat (6) yang berbunyi “ Ketentuan lebih lanjut

mengenai tata cara pengikut sertaan masyarakat dalam penyusunan

Amdal diatur dengan Peraturan Menteri”, dan pasal 52 yang berbunyi

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin Lingkungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 51 diatur

dengan Peraturan Menteri”. PP No 27 tahun 2012 tentang izin

lingkungan.

jdih.tubankab.go.id

PERATURAN DAERAH

Kabupaten Tuban secara faktual belum mengatur prosedur

perizinan lingkungan, sebagaimana amanat PP Nomor 27 Tahun 2012

tentang Izin Lingkungan, padahal perkembangan daerah

memungkinkan akan ada usaha-usaha perekonomian yang berdampak

pada fungsi lingkungan hidup. Hal inilah yang memunculkan urgensi

penyusunan rancangan peraturan daerah Kabupaten Tuban tentang Izin

Lingkungan. Disisi yang lain, harus ada kesadaran bahwa peraturan ini

akan memberikan dampak yang luas terhadap kelestarian lingkungan

hidup di Kabupaten Tuban.

jdih.tubankab.go.id

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS

Pemerintah dan Negara Indonesia dalam salah satu jabaran Eka

Prasetya Panca Karsa dalam Pancasila yaitu sila “Kemanusiaan Yang

Adil dan Beradab” menyebutkan bahwa Bangsa Indonesia melihat

dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu

dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan

bangsa lain. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia sebagai bagian

dari umat manusia dunia untuk bekerja bersama dengan negara-negara

di dunia untuk mengatasi persoalan bersama yaitu kerusakan

lingkungan yang berdampak pada pemanasan global.

Bangsa Indonesia bersama dengan negara-negara dunia

berkomitment untuk menjaga kenaikan suhu global abad ini dibawah

2°C dan mendorong upaya untuk membatasi kenaikan suhu Bumi lebih

jauh ke 1,5°C diatas tingkat pra-industri Dalam pembukaan UUD 1945

disebutkan bahwa tujuan berdirinya Pemerintah Negara Indonesia

adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial. Pengaturan usaha-usaha yang berdampak pada penurunan

fungsi dan kualitas lingkungan hidup ini menjadi pembuktian

pemerintah dan pemerintah daerah untuk melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari dampak-dampak

merugikan yang terjadi dari kerusakan lingkungan yang mengakibatkan

kenaikan suhu global dan menurunnya kualitas hidup masyarakat

akibat kerusakan lingkungan tersebut. Dan juga pengesahan ini

menunjukkan peran aktif pemerintah dan negara Indonesia dalam

menjaga ketertiban dunia dari dampak merugikan pemanasan global.

Amanat Pasal 28 A UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk

hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Artinya

jdih.tubankab.go.id

Pemerintah dan pemerintah daerah bersama-sama dengan negara-

negara dunia lainnya untuk mempertahankan daya dukung global agar

segenap manusia dapat hidup dalam level kehidupan yang layak. Dan

dalam Pasal 28 H UUD 1945 butir (1) disebutkan bahwa “Setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan”. Pengaturan izin lingkungan ini

merupakan salah satu upaya pemerintah daerah dalam memberikan

jaminan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan lingkungan

hidup yang berkualitas, sekaligus menjaga supaya pembangunan dan

roda ekonomi di Kabupaten Tuban terus berjalan demi peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

Kabupaten Tuban, adalah salah satu kabupaten yang terletak di

Pantai Utara Jawa Timur. Kabupaten Tuban memiliki penduduk sekitar

1,2 juta jiwa, terdiri dari 20 kecamatan dan beribukota di Kecamatan

Tuban. Tuban mempunyai letak yang strategis, yakni di perbatasan

Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan dilintasi oleh Jalan

Nasional Daendels di Pantai Utara. Hampir selalu dilewati oleh bus-bus

besar dan truk-truk yang melintasi untuk perjalanan antar provinsi.

Kabupaten Tuban berbatasan langsung dengan Rembang

disebelah barat, Lamongan disebelah timur, dan Bojonegoro disebelah

selatan. Pusat pemerintahan Kabupaten Tuban terletak 100 km sebelah

barat laut Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur dan 210 km sebelah

timur Semarang, ibu kota provinsi Jawa Tengah. Karena posisinya

inilah, pada zaman dahulu Tuban dijadikan pelabuhan utama Kerajaan

Majapahit dan menjadi salah satu pusat penyebaran Agama Islam oleh

para Walisongo.

Sebagian besar wilayah Tuban beriklim kering dengan kondisi

bervariasi dari agak kering sampai sangat kering yang berada di hampir

sebagian besar Tuban, sedangkan yang beriklim agak basah berada

jdih.tubankab.go.id

pada 1 kecamatan. Hari-hari di sini memang lebih terasa terik dibanding

wilayah lainnya.

Tuban memiliki kekhasan tersendiri. Karena ada Pegunungan

Kapur Utara yang terbentang dari Jatirogo sampai Widang, dan dari

Merakurak sampai Soko. Bagaimana dengan wisata laut? Tuban punya

juga pantai-pantai yang indah. Walau pasirnya tak seputih pantai di

wilayah timur Indonesia, namun tetap menjadi incaran wisatawan.

Tuban memiliki banyak potensi untuk sebuah wilayah di timur pulau

Jawa. Potensi yang dimiliki Tuban terdapat dari berbagai sektor. Sektor

perekonomian utama di Tuban adalah perdagangan, industri

pengolahan dan pertambangan.

Usaha rakyat yang cukup berkembang adalah budidaya padi,

budidaya sapi potong, budidaya kacang tanah, penangkapan ikan laut,

dan penggalian batu kapur. Untuk populasi ternak sapi saja, Tuban

adalah terbesar kedua setelah Sumenep. Potensi Tuban lainnya adalah

di sektor industri. Tuban memiliki banyak aspek yang bisa diolah,

kekayaan alamnya misalnya. Pegunungan batu kapur yang terbentang

luas di Tuban menjadi alasan adanya dua pabrik besar dalam

pembuatan semen, yaitu Semen Gresik dan Holcim.

Secara geografis kabupaten Tuban sangat cocok akan

pembangunan kilang baru yang akan memenuhi kebutuhan kita akan

BBM. Seperti yang ditetapkan oleh pemerintah, kabupaten tuban

sebagai lokasi pembangunan kilang minyak nasional baru, Yang digarap

oleh pihak Pertamina (Persero) dan kerjasama akan pihak lain. Pada

saat adanya proyek pembangunan kilang minyak diwilayah kabupaten

Tuban, Pastinya akan meningkatkan dampak ekonomi dalam hal

lapangan kerja. Seperti yang diharapkan bupati kabupaten Tuban,

pihak yang menggarap proyek ini diminta agar memfokuskan dampak

positif pada masyarakat tuban. Mulai dari pembangunan hingga

beroperasi nya kilang minyak yang tengah dibangun.

Tak hanya memberikan dampak positif dari segi lapangan kerja

bagi masyarakat, adanya proyek yang berkelas internasional ini

nantinya juga akan mendorong beberapa bisnis usaha kecil (UMKM) dan

jdih.tubankab.go.id

juga sarana pendidikan yang ada pada kabupaten Tuban. Mungkin

pendidikan yang dimaksud ialah, pendidikan tentang pertambangan,

sumber daya, minyak dan BBM. Agar masyarakat bisa memahami dan

menjaga pentingnya sumber daya alam yang ada pada wilayah mereka.

Perlu ada usaha agar dampak positif yang ditimbulkan oleh

adanya pertumbuhan ekonomi di Tuban tetap berjalan beriringan

dengan usaha pelestarian lingkungan hidup, karena apalah arti profit

besar yang didapatkan Kabupaten Tuban, jika harus dibayar mahal

dengan kerusakan lingkungan yang akan membuat kualitas hidup

masyarakat di Kabupaten Tuban menurun. Pengaturan tentang Izin

Lingkungan ditujukan untuk menciptakan kondisi dimana usaha-usaha

yang dilakukan oleh setiap pihak tidak menciptakan kerusakan

lingkungan dalam bentuk pencemaran dan kerusakan sumber daya

alam di wilayah Kabupaten Tuban.

C. LANDASAN YURIDIS

Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban

tentang Izin Lingkungan berdasar kepada amanat Pasal 36 PP Nomor 27

tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 36 mengatur tentang

Perizinan lingkungan, kemudian dilanjutkan dengan pengaturan dalam

42 yang berbunyi; Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis

oleh penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku Pemrakarsa

kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya. Selanjutnya di Pasal 47 disebutkan bahwa penerbitan

izin lingkungan salahsatunya oleh Bupati, setelah melalui serangkaian

prosedur dan pemenuhan persyaratan yang telah ditentukan.

jdih.tubankab.go.id

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TENTANG IZIN

LINGKUNGAN

Jangkauan dan arah pengaturan dari Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Tuban tentang Izin lingkungan untuk memberikan

perlindungan terhadap pelestarian lingkungan hidup yang

berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau

kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan

kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam

penyelenggaraan perizinan, dan memberikan kepastian hukum dalam

usaha dan/atau kegiatan, dipandang perlu menetapkan Izin Lingkungan

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban.

Selanjutnya, ruang lingkup Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan meliputi:

- KETENTUAN UMUM

- ASAS DAN TUJUAN PENGATURAN

- PENYUSUNAN AMDAL, UKP-UPL DAN SPPL

- PENILAIAN AMDAL DAN PEMERIKSAAN UKL-UPL

- PERMOHONAN DAN PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN

- KOMISI PENILAI AMDAL

- PEMBINAAN, EVALUASI KINERJA DAN PENGAWASAN

- PENDANAAN

- SANKSI ADMINITRATIF

- PENYIDIKAN

- KETENTUAN PIDANA

- KETENTUAN PENUTUP’

- BAGIAN PENJELASAN

jdih.tubankab.go.id

BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban dalam menetapkan

izin lingkungan adalah instrumen normatif yang memiliki dimensi

hukum administrasi yang secara konstitusional diberikan kepada

pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah.

Kewenangan tersebut diberikan dalam rangka mengantisipasi

pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh beberapa

jenis usaha tertentu.

Pengaturan tentang izin lingkungan harus dilakukan dengan

membentuk peraturan daerah, sebab substansi yang diatur bertalian

dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup yang berada

dalam wilayah Kabupaten tuban. Keterlibatan masyarakat dan seluruh

stake holder dalam proses pembentukan peraturan daerah ini mutlak

diperlukan, dengan melibatkan para expertise di bidang hukum

perizinan dan ahli di bidang teknik penataan wilayah dan ahli di bidang

pengelolaan lingkungan hidup.

B. SARAN

Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Tuban dapat menyegerakan

proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban

tentang Izin Lingkungan, demi meningkatkan standar pengelolaan

lingkungan hidup di wilayah Kabupaten tuban. Secara khusus Naskah

Akademik ini merekomendasikan keterlibatan masyarakat dalam proses

pembentukannya, agar dalam pelaksanaannya di masa mendatang,

Rancangan Peraturan Daerah ini dapat efektif dan memiliki daya ikat

sosial yang kuat (social significancy). Agar Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tuban tentang Izin Lingkungan dapat berjalan sesuai

harapan, maka diperlukan mekanisme pembentukan peraturan

perundang-undangan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12

jdih.tubankab.go.id

Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan

aspek pembiayaan yang memadai.

Dengan pertimbangan urgensi pengaturan tentang Izin Lingkungan,

Naskah Akademik ini menyarankan kepada pihak Pemerintah Daerah

dan DPRD Kabupaten Tuban untuk membahas rancangan ini dalam

waktu yang dekat. Naskah akademik ini juga menyarankan kepada

pihak- pihak terkait untuk terus berkomunikasi, berdiskusi,

menyelenggarakan konsultasi dan diskusi terkait arah pembangunan

yang berbasis pada kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten Tuban

ke depan.

jdih.tubankab.go.id

DAFTAR PUSTAKA

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana. 2007

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

Malang: Bayumedia. 2007

Budiman, Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Perubahan atas

Undang-Undang Dasar Menurut Hukum Tata Negara Indonesia, Thesis,

Universitas Indonesia, 2000

Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia

Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Suatu Studi Analisis

Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun

Waktu PELITA I – PELITA IV, Disertasi, Universitas Indonesia, 1990

Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Terjemahan Raisul Muttaqin, Teori

Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung:

Nusamedia, 2014

David Bourchier, Iliberal Democracy in Indonesia, New York: Routledge,

2001

Jimly Asshiddiqie dan Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,

Jakarta: Konstitusi Press, 2011

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung: Penerbit

Alumni, 1981

Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Malang, Bayumedia,

2005

jdih.tubankab.go.id

Didik Sukriono, Hukum, Konstitusi dan Konsep Otonomi, Malang:

Setara Press, 2013

N Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Jakarta,

Ghalia Indonesia, 1983

M.Solly Lubis, Pergeseran Garis Politik dan Perundang-undangan

Mengenai Pemerintah Daerah, Bandung: Penerbit Alumni, 1983

Adriaan W. Bedner, Suatu Pendekatan Elementer Terhadap Negara

Hukum, dalam Adriaan W. Bedner, Sulistyowati Irianto, Jan Michael

Otto, Theresia Dyah Lestari (Ed.), Kajian Sosio-Legal,

jdih.tubankab.go.id

LAMPIRAN:

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TENTANG

IZIN LINGKUNGAN

jdih.tubankab.go.id

BUPATI TUBAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN

NOMOR TAHUN TENTANG

IZIN LINGKUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TUBAN,

Menimbang : a. bahwa pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan mengamanatkan

kewenangan Pemerintah Daerah, antara lain untuk menerbitkan Izin Lingkungan di wilayah kerjanya;

b. bahwa untuk memberikan perlindungan terhadap pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau

kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam penyelenggaraan

perizinan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan, dipandang perlu menetapkan

Izin Lingkungan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud pada huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan peraturan daerah tentang izin lingkungan.

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

jdih.tubankab.go.id

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten di Lingkungan

Provinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2730); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5038); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5059); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

(Lembaran Negara Tahun 2011 Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua

kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2014 (Lembaran Negara Tahun 2011 Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran Negara Tahun 2007

Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang

Izin Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 2012 Republik Indonesia Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5285); 11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5

Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau

jdih.tubankab.go.id

Kegiatan Yang Wajib Memiliki Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 408); 12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor 16

Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan hidup (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 990);

13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin

Lingkungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1256);

14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor );

15. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2011 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib

Dilengkapi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) di Jawa Timur;

16. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 16 Tahun 2014 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun

2014 Seri E Nomor 09); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 14 Tahun

2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Tuban (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2016 Seri D Nomor 01).

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

TUBAN dan

BUPATI TUBAN

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TENTANG IZIN LINGKUNGAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tuban.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten

Tuban. 3. Bupati adalah Bupati Tuban.

jdih.tubankab.go.id

4. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan OPD adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tuban dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Daerah. 5. Dinas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat

DLH adalah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tuban.

6. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

7. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan.

8. Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat AMDAL adalah kajian mengenai

dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 9. Analisis Dampak Lingkungan hidup yang selanjutnya

disingkat ANDAL adalah telaahan secara cermat dan

mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

10.

Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RKL adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan

akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. 11

. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RPL adalah upaya pemantauan

komponen lingkungan lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

12.

Dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/ atau kegiatan.

13.

Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil

pelingkupan. 14

. Usaha dan/atau kegiatan adalah segala bentuk aktifitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona

lingkungan hidup serta menyebabkan dampak lingkungan hidup.

15

.

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan

terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

jdih.tubankab.go.id

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

16.

Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha

dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL.

17.

Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah Keputusan yang menyatakan kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib

dilengkapi dengan AMDAL. 18

. Rekomendasi UKL-UPL adalah surat persetujuan terhadap suatu usaha dan/atau kegiatan yang wajib

UKL-UPL. 19

.

Pemrakarsa adalah setiap orang atau badan hukum yang

bertanggung jawab atas suatu usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

20 Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau

kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang

ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

21

.

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan, sehingga melampaui baku mutu

lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 22

.

Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang

menimbulkan perubahan langsung atau tidak terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan

hidup. 23

.

Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan

langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/ atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

24.

Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.

25

.

Tim Pemeriksa UKL-UPL adalah Tim yang bertugas

melakukan pemeriksaan terhadap dokumen UKL-UPL.

26.

Tim teknis adalah tim yang dibentuk oleh Bupati Tuban yang terdiri dari unsur-unsur dari satuan kerja perangkat Daerah terkait yang melaksanakan tugas

membantu KPA dalam menilai dokumen AMDAL, UKL-UPL dan dokumen lain yang dipersyaratkan.

jdih.tubankab.go.id

Pasal 2 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki

Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.

(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:

a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL; b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan c. permohonan dan penerbitan izin lingkungan.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu Asas

Pasal 3

Penyelenggaraan izin lingkungan dilakukan berdasarkan

asas: a. kelestarian dan keberlanjutan;

b. keadilan; c. partisipatif; dan d. tata kelola pemerintahan yang baik.

Bagian Kedua

Tujuan

Pasal 4

Tujuan penyelenggaraan izin lingkungan adalah memberikan perlindungan terhadap pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan, meningkatkan upaya

pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan

prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam penyelenggaraan perizinan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan yang memerlukan

izin lingkungan.

BAB III

PENYUSUNAN AMDAL, UKL-UPL DAN SPPL Bagian Kesatu

Umum

Pasal 5

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.

(2)

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.

jdih.tubankab.go.id

(3) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk kriteria wajib Amdal atau UKL-UPL sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib membuat SPPL.

(4) Jenis usaha dan/atau kegiatan yang termasuk dalam kriteria wajib Amdal dan yang masuk kriteria wajib UKL-UPL atau SPPL ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan

Bupati.

Pasal 6

(1) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang termasuk dalam criteria wajib Amdal, UKL-UPL atau SPPL wajib

sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah. (2) Kesesuaian lokasi dengan rencana tata ruang wilayah

Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk

kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dibuktikan dengan surat keterangan tata ruang

dari instansi yang berwenang. (3) Kesesuaian lokasi dengan rencana tata ruang wilayah

Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk

kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib SPPL dibuktikan dengan berita acara tim teknis perizinan.

(4) Apabila dipandang perlu, penetapan kesesuaian lokasi

dengan rencana tata ruang wilayah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan dengan

dokumen lain yang dipersamakan.

Bagian Kedua

Penyusunan Dokumen Amdal

Pasal 7

(1) Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu

usaha dan/atau kegiatan. (2) Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak

sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada

pemrakarsa.

Pasal 8

(1) Penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dituangkan ke dalam dokumen Amdal yang terdiri atas:

a. Kerangka Acuan; b. Andal; dan

c. RKL-RPL. (2) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL.

jdih.tubankab.go.id

Pasal 9 (1) Dalam menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa wajib

menggunakan pendekatan studi:

a. tunggal; b. terpadu; atau c. kawasan.

(2) Pendekatan studi tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan apabila pemrakarsa

merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis usaha dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 (satu) OPD.

(3) Pendekatan studi terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan apabila pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) jenis

usaha dan/atau kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait dalam satu kesatuan

hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah lebih dari 1 (satu) OPD.

(4) Pendekatan studi kawasan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf c dilakukan apabila pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu)

usaha dan/atau kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait, terletak dalam satu kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang

pengelolaannya dilakukan oleh pengelola kawasan.

Pasal 10

(1) Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

mengikutsertakan masyarakat: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau

c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.

(2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan

b. konsultasi publik. (3) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan sebelum penyusunan dokumen

kerangka acuan. (4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak

mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.

(5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) disampaikan secara tertulis kepada pemrakarsa dan Bupati.

jdih.tubankab.go.id

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal

ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Pasal 11 (1) Pemrakarsa dalam menyusun dokumen Amdal dapat

dilakukan sendiri atau meminta bantuan kepada pihak

lain. (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

penyusun Amdal: a. perorangan; atau

b. yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa

penyusunan dokumen Amdal.

Pasal 12

(1) Penyusunan dokumen Amdal wajib dilakukan oleh penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal, dengan ketentuan: a. berbadan hukum;

b. memiliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap

penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat

kompetensi dengan kualifikasi ketua dan 1 (satu)

orang anggota tim penyusun dokumen Amdal;

c. memiliki perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap

penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat

kompetensi penyusun dokumen Amdal dan seluruh

personil yang terlibat dalam penyusunan dokumen

Amdal yang dapat dipertanggungjawabkan secara

hukum, termasuk dalam hal ketidakberpihakan;

d. memiliki sistem manajemen mutu; dan

e. melaksanakan pengendalian mutu internal terhadap

pelaksanaan penyusunan dokumen Amdal, termasuk

menjaga prinsip ketidakberpihakan dan/atau

menghindari konflik kepentingan.

(2) Sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui uji kompetensi.

(3) Untuk mengikuti uji kompetensi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2),setiap orang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal dan dinyatakan lulus.

(4) Pendidikan dan pelatihan penyusunan Amdal

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kompetensi di bidang Amdal.

(5) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

penerbitan sertifikat kompetensi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun Amdal.

jdih.tubankab.go.id

Pasal 13

(1) Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah

dilarang menjadi penyusun Amdal. (2) Dalam hal instansi yang berwenang di bidang lingkungan

hidup di Daerah bertindak sebagai pemrakarsa, Pegawai

Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi penyusun Amdal.

Pasal 14

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari kewajiban

menyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 apabila: a. lokasi rencana usaha dan/atau kegiatannya berada

di kawasan yang telah memiliki Amdal kawasan; atau

b. usaha dan/atau kegiatannya dilakukan dalam

rangka tanggap darurat bencana.

(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a wajib menyusun UKL-UPL berdasarkan dokumen RKL-RPL kawasan.

Bagian Ketiga

Penyusunan UKL-UPL

Pasal 15

(1) UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)

disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan.

(2) Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), maka

UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa.

Pasal 16

Penyusunan UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilakukan melalui pengisian formulir

UKL-UPL dengan format sesuai ketentuan yang berlaku dan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 17

Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan hanya menyusun 1 (satu) dokumen UKL-UPL, dalam hal: a. usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan lebih

dari 1 (satu) usaha dan/atau kegiatan dan

perencanaan serta pengelolaannya saling terkait;

b. pembinaan dan/atau pengawasan terhadap usaha

jdih.tubankab.go.id

dan/atau kegiatan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu)

OPD.

Pasal 18

(1) Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada instansi yang

berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah dilarang menjadi penyusun UKL-UPL.

(2) Dalam hal instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah bertindak sebagai pemrakarsa, Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

menjadi penyusun UKL-UPL.

Bagian Keempat Pembuatan SPPL

Pasal 19 (1) SPPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)

berisi: a. identitas pemrakarsa;

b. informasi singkat terkait dengan usaha dan/atau

kegiatan;

c. keterangan singkat mengenai dampak lingkungan

yang terjadi dan pengelolaan lingkungan hidup yang

akan dilakukan;

d. pernyataan kesanggupan untuk melakukan

pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; dan

e. tandatangan pemrakarsa di atas kertas bermaterai

cukup.

(2) Pengisian SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan format SPPL sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan SPPL ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB IV PENILAIAN AMDAL DAN PEMERIKSAAN UKL-UPL

Bagian Kesatu Kerangka Acuan

Pasal 21 (1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (1) huruf a disusun oleh pemrakarsa sebelum

penyusunan Andal dan RKL-RPL. (2) Kerangka Acuan yang telah disusun sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Bupati melalui

jdih.tubankab.go.id

Sekretariat Komisi Penilai Amdal.

(3) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), secretariat KPA memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi Kerangka Acuan.

Pasal 22

(1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

yang telah dinyatakan lengkap secara administrasi, dinilai oleh KPA.

(2) Untuk melakukan penilaian sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Ketua KPA menugaskan tim teknis untuk menilai Kerangka Acuan.

(3) Tim teknis dalam melakukan penilaian, melibatkan

pemrakarsa untuk dimintai keterangan apabila diperlukan.

(4) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian Kerangka Acuan kepada Ketua KPA.

(5) Dalam hal hasil penilaian tim teknis menunjukkan bahwa Kerangka Acuan perlu diperbaiki, tim teknis

menyampaikan dokumen tersebut kepada Ketua KPA untuk dikembalikan kepada pemrakarsa.

Pasal 23

(1) Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan Kerangka

Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) kepada KPA.

(2) Kerangka Acuan yang telah diperbaiki sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dinilai oleh tim teknis.

(3) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian akhir Kerangka Acuan kepada KPA.

Pasal 24

Jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Pasal 25

Dalam hal hasil penilaian tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) atau Pasal 23 ayat (3)

menyatakan Kerangka Acuan dapat disepakati, KPA menerbitkan persetujuan Kerangka Acuan.

Pasal 26

(1) Kerangka acuan tidak berlaku apabila: a. perbaikan Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 23 ayat (1) tidak disampaikan kembali

oleh pemrakarsa paling lama 3 (tiga) tahun terhitung

sejak dikembalikannya Kerangka Acuan kepada

jdih.tubankab.go.id

pemrakarsa oleh KPA; atau

b. pemrakarsa tidak menyusun Andal dan RKL-RPL

dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak

diterbitkannya persetujuan Kerangka Acuan.

(2) Dalam hal Kerangka Acuan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa wajib mengajukan

kembali kerangka acuan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Bagian Kedua Andal dan RKL-RPL

Pasal 27

Pemrakarsa menyusun Andal dan RKL-RPL berdasarkan: a. kerangka Acuan yang telah diterbitkan

persetujuannya; atau

b. konsep Kerangka Acuan, dalam hal jangka waktu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 telah

terlampaui dan Ketua KPA belum menerbitkan

persetujuan Kerangka Acuan.

Pasal 28

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemrakarsa pada

saat mengajukan dokumen Andal dan RKL-RPL adalah Konsep Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 telah terlampaui dan ketua KPA belum

menerbitkan persetujuan kerangka acuan.

Pasal 29

(1) Andal dan RKL-RPL yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diajukan kepada Bupati melalui sekretariat KPA, kemudian andal dan RKL-RPL

dinilai oleh KPA. (2) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), sekretariat KPA memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi dokumen Andal dan RKL-RPL.

(3) KPA melakukan penilaian Andal dan RKL-RPL sesuai dengan kewenangannya.

(4) KPA menugaskan tim teknis untuk menilai dokumen

Andal dan RKL-RPL yang telah dinyatakan lengkap secara administrasi oleh sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(5) Tim teknis menyampaikan hasil penilaian atas dokumen Andal dan RKLRPL kepada KPA.

Pasal 30

jdih.tubankab.go.id

(1) KPA berdasarkan hasil penilaian Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5),

menyelenggarakan rapat KPA. (2) KPA menyampaikan rekomendasi hasil penilaian Andal

dan RKL-RPL kepada Bupati.

(3) Rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. rekomendasi kelayakan lingkungan; atau

b. rekomendasi ketidaklayakan lingkungan. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ditetapkan berdasarkan pertimbangan paling sedikit meliputi: a. prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat

penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial,

ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan

masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi,

operasi, dan pasca operasi usaha dan/atau kegiatan;

b. hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh

dampak penting hipotetik sebagai sebuah kesatuan

yang saling terkait dan saling memengaruhi,

sehingga diketahui perimbangan dampak penting

yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif; dan

c. kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait

yang bertanggung jawab dalam menanggulangi

dampak penting yang bersifat negatif yang akan

ditimbulkan dari usaha dan/atau kegiatan yang

direncanakan, dengan pendekatan teknologi, sosial,

dan kelembagaan.

(5) Dalam hal rapat KPA menyatakan bahwa dokumen Andal

dan RKL-RPL perlu diperbaiki, KPA mengembalikan dokumen Andal dan RKL-RPL kepada pemrakarsa untuk diperbaiki.

Pasal 31

(1) Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan dokumen

Andal dan RKLRPL sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (5).

(2) Berdasarkan dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah

diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA melakukan penilaian akhir terhadap dokumen Andal dan RKL-RPL.

(3) KPA menyampaikan hasil penilaian akhir berupa rekomendasi hasil penilaian akhir kepada Bupati.

Pasal 32

Jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan/atau Pasal 31 ditetapkan lebih

jdih.tubankab.go.id

lanjut dalam Peraturan Bupati.

Pasal 33

(1) Bupati berdasarkan rekomendasi penilaian atau penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 atau Pasal 31, menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan

hidup. (2) Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau

ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) terlampaui, maka keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup dinyatakan telah

ditetapkan.

Pasal 34

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) paling sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan;

b. pernyataan kelayakan lingkungan;

c. persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai

dengan RKL-RPL; dan

d. kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) huruf

c.

(2) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan

pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 35

Keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) paling

sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan;

b. pernyataan ketidaklayakan lingkungan.

c. persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai

dengan RKL-RPL; dan

d. kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) huruf

c.

jdih.tubankab.go.id

Bagian Ketiga UKL-UPL

Pasal 36

(1) Formulir UKL-UPL untuk usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi pada 1 (satu) wilayah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) yang telah diisi oleh

pemrakarsa disampaikan kepada instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.

(2) Instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup

melakukan pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL.

(3) Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL dinyatakan tidak lengkap, instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup

mengembalikan UKL-UPL kepada pemrakarsa untuk dilengkapi.

(4) Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap, instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup melakukan

pemeriksaan UKL-UPL. (5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri.

Pasal 37

(1) Berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) instansi yang berwenang di bidang

lingkungan hidup menerbitkan rekomendasi UKL-UPL. (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa: a. persetujuan; atau b. penolakan.

Pasal 38

(1) Rekomendasi berupa persetujuan UKL-UPL sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a, paling sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya persetujuan

UKL- UPL;

b. pernyataan persetujuan UKL-UPL; dan

c. persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai

dengan yang tercantum dalam UKL-UPL.

(2) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan

pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

jdih.tubankab.go.id

Pasal 39

Rekomendasi berupa penolakan UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b, paling sedikit memuat: a. dasar pertimbangan dikeluarkannya penolakan UKL-

UPL; dan

b. pernyataan penolakan UKL-UPL.

BAB V

PERMOHONAN DAN PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN

Bagian Kesatu Permohonan Izin Lingkungan

Pasal 40

(1) Permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis

oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan selaku pemrakarsa kepada Bupati melalui instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah,

kemudian diteruskan ke sekretariat KPA. (2) Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL- UPL.

Pasal 41

Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 40 ayat (1), harus dilengkapi dengan : a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL; b. dokumen pendirian usaha dan/atau kegiatan; dan

c. profil usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 42

Setelah menerima permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Bupati melalui instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup

wajib mengumumkan permohonan izin lingkungan.

Pasal 43

(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 untuk usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal dilakukan oleh Bupati melalui instansi yang berwenang

di bidang lingkungan hidup. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan melalui multimedia dan papan pengumuman di lokasi usaha dan/atau kegiatan.

(3) Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan

tanggapan terhadap pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

jdih.tubankab.go.id

(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan melalui wakil

masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi masyarakat yang menjadi anggota KPA.

(5) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(6) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebankan pada pihak pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 44

(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42

untuk usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL dilakukan oleh instansi yang berwenang.

(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dapat disampaikan kepada Kepala instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.

(5) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(6) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebankan pada pihak pemrakarsa usaha

dan/atau kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagian Kedua

Penerbitan Izin Lingkungan

Pasal 45

(1) Izin lingkungan yang telah diterbitkan oleh Bupati atau instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup

wajib diumumkan melalui media massa dan/atau multimedia.

(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diterbitkan: a. setelah dilakukannya pengumuman permohonan izin

lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;

dan

b. dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya

keputusan kelayakan lingkungan hidup atau

rekomendasi UKL-UPL.

Pasal 46

(1) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) paling sedikit memuat: a. Dasar diterbitkannya izin lingkungan, berupa surat

keputusan kelayakan lingkungan;

b. identitas pemegang izin lingkungan sesuai dengan

jdih.tubankab.go.id

akta notaris :

1. nama usaha dan/atau kegiatan;

2. jenis usaha dan/atau kegiatan;

3. nama penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan dan jabatan;

4. alamat kantor; dan

5. lokasi kegiatan.

c. deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang

akan dilakukan;

d. persyaratan pemegang izin lingkungan, antara lain:

1. persyaratan sebagaimana tercantum dalam RKL-

RPL;

2. memperoleh izin perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidupyang diperlukan; dan

3. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bupati

sesuai dengan kewenangannya berdasarkan

kepentingan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

e. kewajiban pemegang izin lingkungan;

f. pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

1. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang

izin lingkungan dapat dikenakan sanksi

administratif apabila ditemukan pelanggaran atas

peraturan di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku;

2. pernyataan yang menyatakan bahwa izin

lingkungan ini dapat dibatalkan apabila di

kemudian hari ditemukan pelanggaran atas

peraturan di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku; dan

3. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang

izin lingkungan wajib memberikan akses kepada

pejabat pengawas lingkungan hidup untuk

melakukan pengawasan sesuai dengan

kewenangan sebagaimana tercantum dalam

ketentuan yang berlaku.

g. masa berlaku izin lingkungan; dan

h. penetapan mulai berlakunya izin lingkungan.

(2) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin Lingkungan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan

jdih.tubankab.go.id

lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Izin lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya izin usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 47

(1) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Apabila biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka dapat

dibebankan pada pihak pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 48

(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan,

apabila usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh izin lingkungan direncanakan untuk dilakukan

perubahan. (2) Perubahan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan;

b. perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan

hidup;

c. perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan

hidup yang memenuhi kriteria :

1. perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi

yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup;

2. penambahan kapasitas produksi;

3. perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi

lingkungan;

4. perubahan sarana usaha dan/atau kegiatan;

5. perluasan lahan dan bangunan usaha dan/atau

kegiatan;

6. perubahan waktu atau durasi operasi usaha

dan/atau kegiatan;

7. usaha dan/atau kegiatan di dalam kawasan yang

belum tercakup di dalam izin lingkungan;

8. terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang

ditujukan dalam rangka peningkatan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup;dan/atau

9. terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat

mendasar akibat peristiwa alam atau karena

jdih.tubankab.go.id

akibat lain, sebelum dan pada waktu usaha

dan/atau kegiatan yang bersangkutan

dilaksanakan;

d. terdapat perubahan dampak dan/atau risiko

terhadap lingkungan hidup berdasarkan hasil kajian

analisis risiko lingkungan hidup dan/atau audit

lingkungan hidup yang diwajibkan; dan/atau

e. tidak dilaksanakannya rencana usaha dan/atau

kegiatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak

diterbitkannya izin lingkungan.

(3) Sebelum mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

c, huruf d, dan huruf e, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau

rekomendasi UKL-UPL. (4) Penerbitan perubahan keputusan kelayakan lingkungan

hidup dilakukan melalui: a. penyusunan dan penilaian dokumen Amdal baru;

atau

b. penyampaian dan penilaian terhadap adendum Andal

dan RKL-RPL.

(5) Penerbitan perubahan rekomendasi UKL-UPL dilakukan melalui penyusunan dan pemeriksaan UKL-UPL baru.

(6) Penerbitan perubahan rekomendasi UKL-UPL

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam hal perubahan usaha dan/atau kegiatan tidak termasuk

dalam kriteria wajib Amdal. (7) Penerbitan perubahan izin lingkungan dilakukan

bersamaan denganpenerbitan perubahan keputusan

kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.

Pasal 49

(1) Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf a, Bupati atau instansi yang berwenang

di bidang lingkungan hidup menerbitkan perubahan izin lingkungan.

(2) Dalam hal terjadi perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf b, penanggung jawab

usaha dan/atau kegiatan menyampaikan laporan perubahan kepada Bupati atau instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.

(3) Berdasarkan laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati atau instansi yang berwenang di

bidang lingkungan hidup sesuai kewenangannya

jdih.tubankab.go.id

menerbitkan perubahan izin lingkungan

Bagian Ketiga Kewajiban Pemegang Izin Lingkungan

Pasal 50 Kewajiban pemegang izin lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf e sebagai

berikut: a. memenuhi persyaratan, standar dan baku mutu

lingkungan dan/atau kriteria baku kerusakan

lingkungan sesuai dengan RKL-RPL dan peraturan

perundang-undangan;

b. menyampaikan laporan pelaksanaan persyaratan dan

kewajiban yang dimuat dalam izin lingkungan selama

6 (enam) bulan sekali;

c. mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan

apabila direncanakan untuk melakukan perubahan

terhadap deskripsi rencana usaha dan/atau

kegiatannya; dan

d. kewajiban lain yang ditetapkan oleh Bupati

berdasarkan kepentingan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.

BAB VI

KOMISI PENILAI AMDAL

Pasal 51 (1) KPA dibentuk oleh Bupati.

(2) KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai

tugas memberikan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup kepada Bupati berdasarkan hasil penilaian terhadap kajian yang

tercantum dalam Andal dan RKL-RPL.

Pasal 52

(1) KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, terdiri atas:

a. ketua; b. sekretaris; dan c. anggota.

(2) Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berasal dari instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.

(3) Ketua KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijabat oleh pejabat setingkat eselon II di instansi yang

berwenang di bidang lingkungan hidup.

jdih.tubankab.go.id

(4) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dijabat oleh pejabat setingkat eselon III yang membidangi

Amdal di instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.

(5) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c beranggotakan unsur dari : a. instansi yang berwenang di bidang penataan ruang;

b. instansi yang berwenang di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup;

c. instansi yang berwenang di bidang penanaman

modal;

d. instansi yang berwenang di bidang pertanahan;

e. instansi yang berwenang di bidang ketentraman dan

ketertiban umum;

f. instansi yang berwenang di bidang kesehatan;

g. wakil instansi Pusat, instansi Provinsi, dan/atau

Daerah yang urusan pemerintahannya terkait dengan

dampak usaha dan/atau kegiatan;

h. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana usaha

dan/atau kegiatan;

i. ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak dari

rencana usahadan/atau kegiatan;

j. wakil dari organisasi lingkungan yang terkait dengan

usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;

k. masyarakat terkena dampak; dan

l. unsur lain sesuai kebutuhan.

Pasal 53

Dalam hal instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah bertindak sebagai pemrakarsa dan

kewenangan penilaian Amdalnya berada di Daerah yang bersangkutan, penilaian Amdal terhadap usaha dan/atau kegiatan tersebut dilakukan oleh KPA Provinsi

Jawa Timur.

Pasal 54

(1) KPA wajib memiliki lisensi. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara lisensi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan persyaratan dan tata cara lisensi sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 55

KPA dibantu oleh:

a. tim teknis KPA yang selanjutnya disebut tim teknis;

jdih.tubankab.go.id

dan b. sekretariat KPA.

Pasal 56

(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a dibentuk oleh Bupati.

(2) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melakukan dan menyampaikan hasil penilaian aspek teknis dan kualitas kerangka acuan,

Andal dan RKL-RPL. (3) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf

a terdiri atas : a. ketua merangkap anggota yang secara ex-officio

dijabat oleh sekretaris KPA; dan

b. anggota yang terdiri dari :

1. ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha

dan/atau kegiatan yang bersangkutan;

2. ahli di bidang lingkungan hidup dari instansi yang

berwenang di bidang lingkungan hidup;

3. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana

usaha dan/atau kegiatan dan dampak lingkungan

dari usaha dan/atau kegiatan; dan

4. ahli lain dan bidang ilmu yang terkait.

(4) Instansi lingkungan hidup Pusat menjadi anggota tim teknis pada KPA.

(5) Dalam melakukan proses penilaian Amdal, ketua KPA

menentukan dan menugaskan anggota tim teknis sesuai dengan rencana usaha dan/ataukegiatan yang diajukan untuk dilakukan penilaian dokumen Amdalnya.

(6) Anggota tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat menjadi anggota KPA.

(7) Pembentukan tim teknis sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dapatdilakukan oleh kepala instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.

Pasal 57

(1) Sekretariat KPA sebagaimana dimaksud Pasal 55 huruf b berkedudukan di unit kerja yang membidangi Amdal di

instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup. (2) Sekretariat KPA terdiri atas :

a. kepala sekretariat KPA yang dijabat oleh pejabat

setingkat eselon IV yang secara ex-officio pada

instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup;

dan

b. anggota sekretariat KPA yang terdiri atas staf pada

instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup.

jdih.tubankab.go.id

(3) Anggota sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat melibatkan staf pada unit kerja

yang membidangi pelayanan publik. (4) Kepala sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf a bertanggungjawab kepada ketua KPA.

(5) Sekretariat KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b mempunyai tugas menyelenggarakan proses kesekretariatan serta melakukan penilaian administrasi

atas dokumen Amdal dan UKL-UPL serta permohonan izin lingkungan.

(6) Sekretariat KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala sekretariat yang dijabat oleh pejabat setingkat eselon IV pada instansi yang

berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah. (7) Pembentukan sekretariat KPA sebagaimana dimaksud

pada ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 58

Anggota KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal

56 dilarang melakukan penilaian terhadap dokumen Amdal yang disusunnya.

BAB VII

PEMBINAAN, EVALUASI KINERJA DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu Pembinaan terhadap Penatalaksanaan Amdal dan UKL-

UPL

Pasal 59

(1) Pembinaan terhadap KPA dilaksanakan oleh Bupati dan berkoordinasi dengan instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Provinsi Jawa Timur.

(2) Koordinasi dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh instansi

yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan paling sedikit melalui:

a. pendidikan dan pelatihan Amdal; b. bimbingan teknis UKL-UPL; dan

c. penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria.

Pasal 60

(1) Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan golongan

ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

jdih.tubankab.go.id

(2) Penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.

(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah pembinaan atau pengawasan lebih dari 1 (satu) instansi yang membidangi

usaha dan/atau kegiatan, penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, dilakukan oleh instansi yang membidangi usaha

dan/atau kegiatan yang bersifat dominan.

Bagian Kedua Evaluasi Kinerja

Pasal 61 (1) Evaluasi kinerja terhadap penatalaksanaan dilakukan

oleh Instansi yang berwenang di bidang lingkungan hidup di Provinsi untuk : a. Amdal yang dilakukan oleh KPA; dan

b. UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi yang

berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah.

(2) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

paling sedikit dilakukan terhadap : a. pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan/atau

kriteria di bidang Amdal dan UKL-UPL;

b. kinerja KPA; dan

c. kinerja pemeriksa UKL-UPL di instansi yang

berwenang di bidang lingkungan hidup di Daerah.

Bagian Ketiga

Pengawasan

Pasal 62

(1) Pengawasan atas pelaksanaan kewajiban dalam izin lingkungan di wilayah Daerah dan ketaatan pemrakarsa

usaha dan/atau kegiatan terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang tertuang dalam dokumen lingkungan dilakukan oleh

SKPD sebagaimana tercantum dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan

lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilaksanakan oleh tim teknis yang dibentuk oleh Bupati.

BAB VIII

PENDANAAN

jdih.tubankab.go.id

Pasal 63

Penyusunan dokumen Amdal atau UKL-UPL didanai oleh pemrakarsa, kecuali untuk usaha dan/atau kegiatan bagi golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 60 ayat (2).

Pasal 64

(1) Dana kegiatan sebagaimana dimaksud pada pasal 63 dapat dibebankan kepada Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.

(2) Jasa penilaian dokumen Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL yang dilakukan oleh KPA dan tim teknis dibebankan kepada pemrakarsa sesuai ketentuan yang berlaku.

(3) Konsultasi publik dan pengumuman rencana studi Amdal dibebankan kepada pemrakarsa.

Pasal 65

Dana pembinaan, evaluasi kinerja dan pengawasan yang dilakukan oleh instansi yang berwenang di bidang

lingkungan hidup di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 61 dan Pasal 62 dialokasikan dari anggaran instansi yang berwenang di bidang lingkungan

hidup di Daerah.

BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 66 (1) Pemegang izin lingkungan yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dikenakan

sanksi administratif yang meliputi: a. teguran tertulis;

b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan oleh Bupati.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi

administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 67

Penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) didasarkan atas: a. tingkat atau berat ringannya jenis pelanggaran yang

dilakukan oleh pemegang izin lingkungan;

b. tingkat ketaatan pemegang izin lingkungan terhadap

jdih.tubankab.go.id

pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan

dalam izin lingkungan;

c. riwayat ketaatan pemegang izin lingkungan;

dan/atau

d. tingkat pengaruh atau implikasi pelanggaran yang

dilakukan oleh pemegang izin lingkungan.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 68

(1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan dapat juga dilakukan oleh

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya telah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang

tentang adanya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat

kejadian dan melakukan pemeriksaan;

c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan

memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penyitaan benda atau surat;

e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan seseorang ahli yang diperlukan dalam

hubungan dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan setelah

mendapat petunjuk dan penyidik umum memberikan

hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau

keluarganya; dan

i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi wewenang khusus sebagai penyidik

untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

jdih.tubankab.go.id

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 69 (1) Setiap orang atau badan usaha yang melanggar

ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 50

huruf a Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana penjara dan denda sesuai ketentuan Undang-Undang mengenai lingkungan hidup.

(2) Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan Pasal 50 huruf b, huruf c dan huruf d

Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke kas Daerah.

(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

adalah tindak pidana pelanggaran.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 70 Dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan

sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan

tetap berlaku dan dipersamakan sebagai izin lingkungan.

Pasal 71

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tuban.

Ditetapkan di Tuban

Pada tanggal BUPATI TUBAN, H. FATHUL HUDA Diundangkan di Tuban

Pada tanggal SEKRETARIS DAERAH

jdih.tubankab.go.id

Dr. Ir, BUDI WIYANA, M.Si Pembina Utama Muda

NIP. 19671005 199202 1 004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2018 SERI NOMOR

jdih.tubankab.go.id

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR TAHUN

TENTANG IZIN LINGKUNGAN

I. UMUM Pertumbuhan yang pesat dan peningkatan ekonomi pada saat ini

mendorong pembangunan semua aspek menuju kerusakan

lingkungan.Hal ini harus diantisipasi dengan peraturan daerah, sehingga pembangunan yang dilakukan dapat meminimalisir kerusakan

lingkungan. Sehubungan hal tersebut di atas maka setiap pembangunan yang

dilakukan harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Pemanfaatan sumber daya alam masih menjadi modal dasar

pembangunan saat ini dan masih diandalkan di masa yang akan

datang. Oleh karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara bijak. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu

menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally

sound). Proses pembangunan yang diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan generasi masa kini dan yang akan datang.

Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas

pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin. Perangkat atau instrumen yang

dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL.

Pasal 22 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap

lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Amdal tidak hanya mencakup kajian terhadap aspek biogeofisik dan kimia saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Sedangkan

untuk setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-UPL.

jdih.tubankab.go.id

Pelaksanaan Amdal dan UKL- UPL harus lebih sederhana dan bermutu, serta menuntut profesionalisme, akuntabilitas akuntabilitas,

dan integritas semua pihak terkait, agar instrumen ini dapat digunakan sebagai perangkat pengambilan keputusan yang efektif.

Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal atau permeriksaan UKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan proses

permohonan dan penerbitkan Izin Lingkungan. Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL dalam proses perencanaan usaha dan/atau kegiatan, Bupati sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi

yang luas dan mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut

dan langkah-langkah pengendaliannya, baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan.

Berdasarkan informasi tersebut, pengambil keputusan dapat

mempertimbangkan dan menetapkan apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau ditolak,

dan Izin Lingkungannya dapat diterbitkan. Masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan

dan penerbitan Izin Lingkungan. Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan

antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan

hidup, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antarinstansi dalam penyelenggaraan perizinan untuk usaha dan/atau

kegiatan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau kegiatan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2 Cukup jelas.

Pasal 3 Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan

keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab

terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung

ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa penyelenggaran izin lingkungan harus

mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.

jdih.tubankab.go.id

Huruf c Yang dimaksud dengan “asas partisipatif”

adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses

pengambilan keputusan dan pelaksanaan penyelenggaran Izin Lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Huruf d Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang baik” adalah bahwa

penyelenggaraan izin lingkungan dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas,

efisiensi, dan keadilan. Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5 Ayat (1)

Kriteria dampak penting antara lain terdiri atas: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena

dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan;

b. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

c. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang

akan terkena dampak;

d. sifat kumulatif dampak;

e. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau

f. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Ayat (2) Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki

Amdal diatur dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria

wajib Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL diatur dengan/berdasarkan Peraturan Menteri atau Bupati yang mengacu kepada

peraturan dan/atau persetujuan Menteri tentang Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang

Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan UKL-UPL.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas. Ayat (6)

Cukup jelas.

jdih.tubankab.go.id

Pasal 7 Ayat (1)

Amdal merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen

dalam perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, penyusunan Amdal tidak dilakukan setelah Usaha dan/atau Kegiatan dilaksanakan.

Penyusunan Amdal yang dimaksud dalam ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain

detil rekayasa. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8 Cukup jelas.

Pasal 9 Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas. Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12 Cukup jelas.

Pasal 13 Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1) Huruf a

Cukup jelas

Huruf b Cukup jelas

Huruf c Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 15

Ayat (1) UKL-UPL merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen

dalam perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, UKL-UPL tidak dilakukan setelah usaha dan/atau kegiatan

dilaksanakan.

jdih.tubankab.go.id

UKL-UPL yang dimaksud dalam ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detail

rekayasa. Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 17 Cukup jelas.

Pasal 18 Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas. Pasal 20

Cukup jelas. Pasal 21

Ayat (1)

Kerangka Acuan merupakan hasil pelingkupan dan berisi metodologi yang menjadi dasar penyusunan Andal dan RKLRPL.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “lengkap secara administrasi” adalah kepemilikan bukti antara lain berupa : a. bukti formal bahwa rencana lokasi usaha

dan/atau kegiatan telah sesuai dengan rencana

tata ruang;

b. bukti formal yang menyatakan bahwa jenis

rencana usaha dan/atau kegiatan secara prinsip

dapat dilakukan; dan

c. tanda bukti registrasi kompetensi bagi lembaga

penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal dan

sertifikasi kompetensi penyusun Amdal.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas.

jdih.tubankab.go.id

Pasal 23 Cukup jelas.

Pasal 24 Cukup jelas.

Pasal 25 Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1) Huruf a

Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terdapat

kemungkinan telah terjadi perubahan rona lingkungan hidup, karena cepatnya

perkembangan pembangunan, sehingga rona lingkungan hidup yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan Amdal tidak sesuai lagi

digunakan untuk memprakirakan dampak lingkungan hidup usaha dan/atau kegiatan

yang direncanakan.

Huruf b

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 27 Cukup jelas.

Pasal 28 Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas. Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas.

Pasal 32 Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja dipergunakan oleh: a. sekretariat Komisi Penilai Amdal untuk menyampaikan

dokumen Andal dan RKL-RPL kepada Komisi Penilai

Amdal;

b. Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk

melakukan penilaian;

c. tim teknis untuk melakukan penilaian dan

menyampaikan hasil penilaian kepada Komisi Penilai

Amdal;

d. Komisi Penilai Amdal untuk menyelenggarakan rapat

komisi; dan

jdih.tubankab.go.id

e. Komisi Penilai Amdal untuk menyampaikan

rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL

kepada Bupati.

Pasal 33 Cukup jelas.

Pasal 34 Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d Yang dimaksud dengan “pihak terkait yang

bertanggungjawab” antara lain kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian, satuan kerja pemerintah provinsi, SKPD,

dan/atau masyarakat. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 35 Cukup jelas.

Pasal 36 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kelengkapan administrasi

formulir UKL-UPL” sebagai berikut: a. kesesuaian dengan tata ruang;

b. deskripsi rinci rencana usaha dan/atau kegiatan;

c. dampak lingkungan yang akan terjadi;

d. program pengelolaan dan pemantauan lingkungan

hidup; dan

e. peta lokasi pengelolaan dan pemantauan

lingkungan hidup.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas. Pasal 37

Cukup jelas. Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39 Cukup jelas.

jdih.tubankab.go.id

Pasal 40 Cukup jelas.

Pasal 41 Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Dokumen pendirian usaha dan/atau kegiatan dapat

berupa akta pendirian perusahaan untuk usaha dan/atau kegiatan yang sifatnya swasta, sedangkan untuk pemerintah antara lain berupa dasar hukum

pembentukan lembaga pemerintah. Huruf c

Profil usaha dan/atau kegiatan antara lain memuat: a. nama penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan;

b. nama usaha dan/atau kgiatan;

c. alamat usaha dan/atau kegiatan;

d. bidang usaha dan/atau kegiatan; dan

e. lokasi usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 42 Cukup jelas.

Pasal 43 Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas. Pasal 45

Cukup jelas. Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain izin pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin

penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengangkutan limbah bahan

berbahaya dan beracun, izin pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengolahan

limbah bahan berbahaya dan beracun, izin penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pembuangan air limbah ke laut, izin dumping,

izin reinjeksi ke dalam formasi, dan/atau izin penting. Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 47 Cukup jelas.

Pasal 48

jdih.tubankab.go.id

Cukup jelas. Pasal 49

Cukup jelas. Pasal 50

Cukup jelas. Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52 Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas. Pasal 54

Cukup jelas. Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56 Cukup jelas.

Pasal 57 Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas. Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60 Cukup jelas.

Pasal 61 Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas. Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64 Cukup jelas.

Pasal 65 Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas. Pasal 67

Cukup jelas. Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69 Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas. Pasal 71

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR