bab ii landasan pustaka a. landasan teori 1. …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/994/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Corporate Governance
a. Pengertian Corporate Governance
Terdapat banyak definisi tentang Corporate Governance (tata kelola
perusahaan). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
didefinisikan sebagai perangkat peraturan yang mengatur antara pemegang
saham, pengelola saham, kreditor, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2004)
mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh perusahaan guna memberikan nilai tambah pada
perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang
saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku.
Organization for Economic Coorperation and Development (2004) dan
Forum for Corporate Governance di Indonesia (2001) mendefinisikan
Corporate Governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
10
sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian diatas adalah
bahwa esensi dari Corporate Governance (tata kelola perusahaan) antara lain
berupa peningkatan kinerja perusahaan melalui pemantauan kinerja
manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dan
pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal ini manajemen lebih terarah
dalam mencapai sasaran-sasaran manajemen dan tidak disibukkan untuk hal-
hal yang bukan menjadi pencapaian kinerja manajemen.
b. Prinsip Corporate Governance
Corporate Governance memiliki beberapa prinsip, dan prinsip-prinsip
Corporate Governance ini dipastikan dapat diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan disemua jajaran perusahaan. Prinsip-prinsip Corporate
Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responbilitas, independensi
serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan dengan memperhatikan pihak yang berkepentingan.
1) Transparansi (Transparancy)
Untuk menjaga objektifitas dalam menjalankan bisnis perusahaan
harus mengungkapkan informasi yang material dan relevan denagn
cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengugkapkan tidak
hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
11
keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan kepentingan pihak
lainnya.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan independen. Untuk itu perusahaan harus
dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan
pemegang saham dengan tetap mempertimbangkan kepentinga
stakeholders lain. Akuntanbilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Pertanggungjawaban (Responbility)
Perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan serta harus mentaati peraturan perundang-undangan
yang berlaku sehingga dapat terpelihara kesinambungan usahanya
dalam jangka panjang.
4) Independensi (Independency)
Untuk memungkinkan dilaksanakannya prinsip-prinsip Corporate
Governance lainnya yaitu transparansi, akuntabilitas, responbilitas,
serta kewajaran dan kesetaraan, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing bagian perusahaan dapat
berfungsi tanpa saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.
12
5) Kewajaran (Fairness)
Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
stakeholders berdasarkan asas perlakuan yang setara (equal
treatmen) dan asas manfaat yang wajar.
2. Corporate Governance Perception Index (CGPI)
Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset
dan pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia melalui perancangan riset yang mendorong perusahaan
meningkatkan kualitas penerapan konsep corporate governance (CG) melalui
perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) dengan
melaksanakan evaluasi dan benchmarking.
Program CGPI merupakan program yang bersifat sukarela (voluntary),
selektif dan elektif. Keikutsertaan perusahaan merupakan sebuah pilihan
(elektif) secara sukarela (voluntary) tanpa didasari oleh dorongan memenuhi
aturan (mandatory) dan mempertimbangkan kesiapan internal perusahaan
(selektif) dalam memutuskan berpartisipasi mengikuti CGPI berdasarkan
tema penilaian.
Corporate Governance Perception Index memiliki 4 tahapan penilaian
yang meliputi self assessment, penilaian dokumen, penilaian makalah dan
observasi, setelah semua tahapan dilewati, barulah dapat disimpulkan hasil
dari CGPI tersebut.
13
a. Self Assessment
Adalah penilaian mandiri oleh seluruh organ, anggota, dan
pemangku kepentingan dari perusahaan mengenai kualitas pelaksanaan
GCG di perusahaan. Pada tahapan ini perusahaan mengisi kuesioner
dengan mengajak responden memberikan persepsinya secara jujur dan
objektif guna memberikan umpan balik dan evaluasi kepada perusahaan.
Daftar responden terdiri dari 2 kalangan responden yakni responden
internal dan responden eksternal.
Responden internal terdiri dari jajaran manajemen (Presiden
Komisaris, Presiden Direktur/ Direktur Utama), Dewan Pengawas
Syariah, anggota Komite dibawah Dewan Komisaris dan komite
eksekutif, pegawai manajerial dan pegawai non manajerial termasuk
Corporate Secretary, Audit Internal dan Wakil dari Serikat Pekerja.
Responden eksternal terdiri dari investor institusi dan investor minoritas,
lembaga pembiayaan, asuransi, asosiasi industri, regulator, mitra kerja,
lembaga pemeringkat dan berbagai instansi lainnya.
b. Kelengkapan Dokumen
Kelengkapan dokumen adalah pemenuhan persyaratan penilaian
dengan menyerahkan berbagai dokumen yang telah dimiliki perusahaan
dalam pelaksanaan GCG dan dokumen lainnya terkait dengan tema
penilaian. Bagi perusahaan yang telah menyerahkan dokumen yang
dipersyaratkan pada penyelenggaraan pada CGPI sebelumnya, maka
14
pada CGPI yang terbaru cukup hanya memberikan pernyataan
konfirmasi bahwa dokumen sebelumnya masih berlaku. Jika terjadi
perubahan, dokumen yang direvisi harus dilampirkan. Dokumen
tersebut akan dikaji dan dianalisa untuk kemudian dikelompokkan
menjadi tujuh bagian yang mewakili governance structure, governance
system, governance process, governance mechanism, governance
output, governance outccome, dan governance impact.
Dokumen yang disampaikan meliputi anggaran dasar, Board
Charter untuk Dewan Komisaris, GCG Manual, Code of Conduct,
Annual Report, Internal Audit Charter, Prospektus, Public Expose dan
berbagai dokumen lainnya yang diminta sesuai dengan tema penilaian.
c. Penyusunan Makalah
Penyusunan makalah merupakan salah satu pemenuhan
persyaratan penilain yang menjelaskan serangkaian proses dan program
implementasi GCG di perusahaan dan upaya manajemen terkait dengan
tema penilaian. Uraian makalah menggambarkan arah dan fokus
penilaian yang sesuai dengan pedoman sistematika penulisan yang telah
ditetapkan.
d. Observasi
Observasi adalah tahapan akhir penilaian sebagai salah satu
bagian penting dari proses riset dan pemeringkatan CGPI berupa
peninjauan langsung oleh tim penilaian CGPI untuk memastikan bahwa
15
proses pelaksanaan serangkaian program pelaksanaan GCG dan upaya
manajemen terkait dengan tema penilaian. Pelaksanaan observasi
dilaksanakan dalam bentuk presentasi dan diskusi tanya jawab dengan
Dewan Komisaris dan Direksi serta pihak lain yang terkait dengan
perusahaan. Selain itu tim penilai dapat melakukan verifikasi data-data
dan dokumentasi yang dibutuhkan untuk kepentingan penilaian CGPI
yang lebih akurat.
e. Hasil Penilaian CGPI
Hasil pemeringkatan program CGPI menggunakan norma
penilaian berdasarkan rentang skor yang dicapai oleh peserta CGPI
dengan kategorisasi atas tingkat kualitas implementasi GCG yang
menggunakan istilah “terpercaya”. Perusahaan yang mendapatkan nilai
antara 55,00 s/d 69,99 mendapatkan predikat sebagai perusahaan
“cukup terpercaya”. Perusahaan yang mendapatkan nilai antara 70,00
s/d 84,99% mendapatkan predikat sebagai perusahaan “terpercaya”.
Perusahaan yang mendapatkan nilai antara 85,00 s/d 100%
mendapatkan predikat sebagai perusahaan “sangat terpercaya”.
3. Kinerja Perusahaan
Kinerja pada dasarnya merupakan suatu yang dihasilkan atau hasil
kerja yang dicapai dari suatu usaha (Purwadarminta, 2007). Menurut
Hawkin’s dalam The Oxford Paperback Dictionary, 1979 (Devien Parianto,
16
2013) pengertian kinerja yaitu performance is: (1) the process of manner of
performing, (2) a notable action or achievement, (3) the performing of a play
or other entertainment. Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban
untuk mempresentasikan dan melaporkan kinerja semua aktivitas dan sumber
daya yang perlu dipertanggungjawabkan. Kinerja perusahaan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain terkonsentrasi atau tidaknya
terkonsentrasinya kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan
keuangan. Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan
memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator
atau variabel untuk mengukur keberhasilan perusahaan, pada umumnya
berfokus pada informasi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut bermanfaat untuk membantu investor, kreditor, calon
investor dan para pengguna lainnya dalam rangka membuat keputusan
investasi, keputusan kredit, analisis saham serta menentukan prospek suatu
perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Munawir, 2004 (Devien
Aprianto, 2013) analisis laporan keuangan digunakan untuk memprediksi
masa depan, mengantisipasi kondisi masa depan, dan yang lebih penting
sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi
peristiwa masa depan.
Adapun rasio-rasio untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah
sebagai berikut:
17
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan hubungan kas dan aktiva
lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Rasio ini digunakan pada posisi
jangka pendek yaitu untuk mengetahui kemampuan perusahaan
menyediakan alat – alat yang paling likuid guna menjamin pengembalian
hutang jangka pendek yang telah jatuh tempo dengan mengetahui angka
perbandingan dari rasio ini, maka akan diketahui sejauh mana kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Berikut ini adalah yang termasuk kedalam rasio likuiditas.
1) Current Ratio
Current Ratio yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Current Ratio biasa disebut
dengan modal kerja (Working Capital Ratio). Rasio ini mencoba
memperlihatkan kemampuan klaim pemberi hutang jika ada kegagalan.
Rumus untuk menghitung Current Ratio adalah sebagai berikut:
Current Ratio = Aktiva Lancar
X 100% Hutang Lancar
18
2) Quick Ratio
Quick Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus
dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid. Rasio ini adalah
ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban dengan
tidak memperhitungkan persediaan, Karena persediaan memerlukan
waktu yang relatif untuk direalisasikan menjadi uang kas.
Rumus untuk menghitung Quick Ratio adalah sebagai berikut:
QR = Aktiva Lancar - Persediaan
X 100% Hutang Lancar
3) Cash Ratio
Cash Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek yang akan
segera atau harus dilunasi dengan uang kas yang tersedia dengan uang
kas yang tersedia dalam perusahaan.
Rumus untuk menghitung Cash Ratio adalah sebagai berikut:
Cash Ratio = Kas + Bank
X 100% Hutang Lancar
19
4) Cash Turn Over
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk
membayar tagihan dan biaya – biaya yang berkaitan dengan penjualan.
Rumus untuk menghitung Cash Turn Over adalah sebagai berikut:
Cash Turn Over = Penjualan Bersih
X 100% Modal Kerja Bersih
5) Inventory to Net Working Capital
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur atau
membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja
perusahaan.
Rumus untuk menghitung Inventory to Net Working Capital adalah
sebagai berikut:
Inventory to Net
Working Capital =
Persediaan X 100%
Aktiva Lancar – Hutang Lancar
b. Rasio Solvabilitas
Harahap, 2006 (Jurnal Universitas Sumatera Utara) menyatakan bahwa
“Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk membayar semua hutang – hutangnya dengan aktiva
yang dimilikinya jika perusahaan tersebut dilikuidasi”. Rasio ini mengukur
20
perbandingan dan yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang
dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk
mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio ini
juga menunjukkan indikasi keamanan dari pemberi pinjaman atau bank.
Berikut adalah rasio-rasio yang termasuk dalam rasio solvabilitas:
1) Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio menunjukkan sejauh mana modal sendiri
menjamin seluruh hutang. Rasio ini juga dibaca sebagai perbandingan
antara dana pihak luar dengan dana pemilik perusahaan yang
dimasukkan ke perusahaan.
Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio adalah sebagai berikut:
DER = Total Hutang
X 100% Total Modal
2) Debt to Asset Ratio
Debt to Asset Ratio merupakan rasio hutang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, dengan
kata lain seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang.
Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio adalah sebagai berikut:
DAR = Total Hutang
X 100% Total Aktiva
21
3) Long Term Debt to Equity Ratio ( LTDtER)
LTDtER merupakan rasio antara hutang jangka panjang dengan modal
sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang
dengan cara membandingkan antara hutang jangka panjang dengan
modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.
Rumus untuk menghitung LTDtER adalah sebagai berikut:
LTDtER =
Total Hutang Jangka
Panjang X 100%
Total Modal
4) Times Interest Earned
Merupakan rasio untuk mencari jumlah kali perolehan bunga, artinya
sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga.
Rumus untuk menghitung Times Interest Earned adalah sebagai
berikut:
Times Interest Earned = EBIT
X 100% Biaya Bunga
22
c. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas disebut juga dengan rasio efektivitas yang memperlihatkan
pemakaian dana perusahaan. Rasio ini berkaitan dengan kegiatan
perusahaan yang di ukur dengan kegiatan penjualan dan pendapatan
perusahaan dalam operasinya. Rasio aktivitas adalah rasio yang
dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar keefektifan
perusahaan dalam menggunakan sumber – sumber dananya.
1) Assets Turn Over (ATO)
Asset Turnover (ATO) merupakan rasio aktivitas dari total
pendapatan terhadap total asset (Firrer dan William, 2003 dikutip dari
Weny, 2016). ATO merupakan perbandingan antara pendapatan dengan
total aset suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan
perputarannya total aktiva dalam satu periode tertentu.
ATO merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva
diukur dari volume penjualan/pendapatan. Jadi semakin besar rasio ini
semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan
meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan
aktiva dalam menghasilkan pendapatan. Dengan kata lain jumlah aset
yang sama dapat memperbesar volume penjualan apabila asset turn
over-nya ditingkatkan atau diperbesar.
Rumus yang digunakan untuk menghitung ATO adalah sebagai berikut:
23
ATO = Total Pendapatan
X 100% Total Aset
2) Receivable Turn Over
Receivable Turn Over digunakan untuk mengukur kemampuan dana
yang tertanam berputar dalam satu periode tertentu.
Rumus yang digunakan untuk menghitung RTO adalah sebagai berikut:
RTO = Total Pendapatan
X 1 kali Piutang Dagang
3) Working Capital Turn Over
Working Capital Turn Over merupakan perbandingan antara penjualan
bersih dengan aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Rasio ini
menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan
untuk tiap – tiap modal kerja.
Rumus untuk menghitung Working Capital Turn Over adalah sebagai
berikut:
Working Capital Turn
Over =
Total Pendapatan X 100%
Total Aktiva Lancar
24
4) Average Collection Period
Average Collection Period yaitu rasio yang digunakan untuk
menghitung periode rata – rata yang diperlukan untuk mengumpulkan
piutang.
Rumus untuk menghitung Average Collection Period adalah sebagai
berikut:
Average Collection
Period =
Piutang Dagang X 360 hari
Penjualan Bersih
5) Inventory Turn Over
Inventory Turn Over digunakan untuk mengukur kemampuan dana
yang tertanam dalam satu periode tertentu atau mengkur likuiditas dari
inventori dan tendensi untuk adanya overstock.
Rumus untuk menghitung Inventory Turn Over adalah sebagai berikut:
Inventory Turn Over = Harga Pokok Penjualan
X 1 kali Persediaan
25
6) Average Days Inventory
Average days Inventory digunakan untuk menghitung periode menahan
persediaan rata – rata persediaan barang berada didalam gudang.
Rumus untuk menghitung Average days Inventory adalah sebagai
berikut:
Average days Inventory = Persediaan
X 360 hari Harga Pokok Penjualan
d. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada
seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan dan sebagainya.
Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan anatara laba
dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Profitabilitas
sangat penting untuk menguatkan kondisi perusahaan.
1) Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin merupakan perbandingan antara keuntungan sesudah
pajak (EAT) dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan hasil penjualan
setiap rupiah yang tertinggal pada perusahaan setelah dikeluarkan
semua biaya dan pajak pendapatan.
26
Rumus untuk menghitung NPM adalah sebagai berikut:
NPM = EAT
X 100% Penjualan Bersih
2) Return On Assets (ROA)
Return on asset (ROA) merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi
perusahaan dalam pemanfaatan total asset (Chen et al, 2005). Rasio ini
mewakili rasio profitabilitas, yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki
perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, semakin efisien perusahaan
dalam menggunakan assetnya, baik aset fisik maupun aset non-fisik
akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung ROA adalah sebagai berikut:
ROA = Laba Bersih
X 100% Total Aset
3) Return On Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) adalah rasio laba bersih sesudah pajak
terhadap modal sendiri untuk mengukur tingkat hasil investasi
pemegang saham. ROE dapat dihitung dengan membandingkan laba
bersih atau net profit terhadap total equity atau equity value. Nilai ROE
27
yang semakin tinggi mengindikasikan tingkat hasil yang lebih baik
kepada pemegang saham atas investasinya. Selain itu, nilai ROE yang
tinggi menunjukkan penerimaan badan usaha atas investasi yang sangat
baik dan manajemen biaya yang efektif. Semakin tinggi ROE
menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri
untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan
untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas
perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan
ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki oleh perusahaan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung ROE adalah sebagai berikut:
ROE = Laba Bersih
X 100% Total Equity(Modal)
e. Market Ratio (Rasio Nilai Pasar)
Menurut Fahmi, 2012 (STIESIA Repository) rasio nilai pasar yaitu rasio
yang menggambarkan kondisi yang terjadi di pasar. Rasio ini juga sering
dipakai untuk melihat bagaimana kondisi perolehan keuntungan yang
potensial dari suatu perusahaan, jika keputusan menempatkan dana di
perusahaan tersebut terutama untuk masa yang akan datang. Sedangkan
menurut Kasmir (2013) rasio penilaian yaitu rasio yang memberikan
ukuran kemampuan manajemen menciptakan nilai pasar usahanya diatas
biaya investasi.
28
1) Tobin’s Q
Tobin’s Q merupakan ukuran penilaian yang paling banyak
digunakan dalam data keuangan perusahaan. Nama Tobin’s Q berasal
dari James Tobin dari Yale University setelah dia memperoleh hadiah
nobel. Tobin's Q is defined as the ratio of market value of debt and
equity of the firm to the replacement cost of the firm (Nor et al.,1999
dikutip dari Lutviana Pratiwi, 2014). Dari pernyataan tersebut, dapat
dijelaskan bahwa Tobins’Q merupakan rasio nilai pasar utang dan
ekuitas perusahaan terhadap biaya penggantian perusahaan tersebut.
Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satu
rasio yang dinilai bisa memberikan informasi yang paling baik adalah
Tobin’s Q.
Market power dapat diukur dengan menggunakan Tobin’s Q
karena membandingkan harga pasar saham (setelah memperhitungkan
nilai pasar hutang) dan nilai pengganti asset. Penelitian terdahulu
banyak meneliti investasi langsung yang dilakukan oleh investor
sehingga penting bagi mereka untuk mengetahui market power emiten.
Menurut Sukamulja, 2004 (Lutviana Pratiwi,2014) rasio Tobin’s Q
dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan,
seperti misalnya terjadinya perbedaan cross sectional dalam
pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi; hubungan antara
kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan; hubungan antara
29
kinerja manajemen dengan keuntungan dengan akuisisi dan kebijakan
pendanaan, dividen, dan kompensasi.
Morck, dkk (dikutip dari Wulandari, 2006) dalam penelitiannya
menggunakan Tobin’s Q sebagai alat ukur kinerja perusahaan dengan
alasan bahwa dengan penggunaan Tobin’s Q, maka market value
perusahaan dapat diketahui. Market value perusahan mencerminkan
keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini. Jika rasio-Q
diatas satu maka investasi saham aktiva akan menghasilkan laba yang
memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi dan
hal tersebut akan merangsang investasi baru, sedangkan jika rasio-Q
dibawah satu maka investasi dalam aktiva tidak menarik untuk
dilakukan.
Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik pula dan
memiliki intingable asset (aset tidak berwujud) yang semakin besar.
Hal ini disebabkan karena perusahaan yang memiliki nilai pasar yang
tinggi akan menyebabkan investor rela mengeluarkan pengorbanan
lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Perusahaan dengan nilai Q
yang lebih tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang
sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Q yang lebih
rendah biasanya berada pada industri yang sangat kompetitif atau
industri yang mulai mengecil (Brealey dan Myers, 2000).
30
Menurut Cjung dan Pruitt, 1994 (dalam Arry Widodo, 2014) rumus
untuk menghitung rasio Tobin’s Q adalah sebagai berikut:
Tobin’s Q = MVE + Liability
X 100% Total Aset
Dimana:
MVE : market value of equity (nilai pasar ekuitas), yaitu harga
penutupan saham di akhir tahun buku x banyaknya saham
biasa yang beredar.
2) Earning Per Share (Pendapatan per Saham)
Earning Per Share atau Pendapatan per Saham adalah bentuk
pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham
dari setiap lembar saham yang dimiliki.
Rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai
berikut:
EPS = EAT
Jumlah saham beredar
31
3) Price Earning Ratio (Rasio Harga Laba)
Bagi para investor semakin tinggi Price Earning Ratio maka
pertumbuhan laba yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan.
Dengan begitu Price Earning Ratio (rasio harga terhadap laba) adalah
perbandingan antara Market Price Per Share (harga pasar per lembar
saham) dengan Earning Per Share (laba per lembar saham).
Rumus untuk menghitung PER adalah sebagai berikut :
PER = Harga Pasar per Saham
X 100% EPS
f. Altman Z-score
Altman Z-score merupakan indikator untuk mengukur potensi
kebangkrutan suatu perusahaan. Nilai tersebut (Z-score) diperoleh dari
penjumlahan hasil perkalian suatu nilai konstanta tertentu masing-masing
dengan 5 unsur rasio: working capital to total assets, retairned earning to
total assets, earning before interest and tax to total assets, market value to
book value of total debt, and total revenue to total assets. Rasio-rasio
tersebut menggambarkan rasio dari kemampuan manajemen di dalam
mengelola aktiva perusahaan, sehinnga Altman Z-score dapat digunakan
sebagai pengukur kinerja perusahaan, yaitu dari sisi potensi kebangkrutan
suatu perusahaan.
32
Z-score dikembangkan oleh Edward I Altman, ph D, seorang
professor dan ekonom keuangan dari New York University’s Stern School
of Business pada tahun 1968. Model Altman diprediksi dengan akurasi
95% terhadap sampel perusahaan-perusahaan yang mengajukan
kebangkrutan dalam waktu 12 bulan. Pada penelitian selanjutnya, sampel
perusahaan yang digunakan lebih luas dan dianalisis dari berbagai kondisi
ekonomi dengan tingkat keakuratan Z-score tetap pada kisaran 82%
sampai dengan 85%. Model Z-score tidaklah rumit, karena model ini
menggabungkan lima rasio keuangan yang diperoleh dari laporan
akuntansi dan nilai ekuitas untuk menghasilkan pengukuran yang objektif
dari kesehatan keuangan perusahaan.
Model Z-score ini merupakan model multivariate, dan dikenal
dengan sebutan Multiple Discriminant Analysis (MDA), digunakan untuk
mengetahui apakah suatu perusahaan berpotensi mengalami kebangkrutan
atau tidak. Model ini mengalami pembaharuan pada tahun 1984, yaitu
menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dibeberapa negara seperti Jepang,
Australia, Belanda dan lain-lain. Sehingga model ini menjadi berdimensi
internasional (Supardi dan Mastuti, 2003;Theresia Niken Setyorini dan
Aloysia Yanti Ardiati,2006).
33
B. KERANGKA PENELITIAN
KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN
H1
H2
H3
H4
Gambar II.1. Kerangka Penelitian
Sumber: Data Diolah, 2017
C. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu
upaya bagi perusahaan untuk bangkit dari buruknya kinerja perusahaan setelah
terkena imbas krisis moneter. Apabila GCG merupakan faktor yang signifikan
pada kondisi krisis, maka GCG tidak hanya mampu menjelaskan perbedaan
kinerja antarnegara selama periode krisis, akan tetapi juga perbedaan kinerja
antarperusahaan dalam suatu negara tertentu.
Tobin’s Q
ROA
ROE
ATO
GOOD
CORPORATE
GOVERNANCE
34
1. Hubungan Good Corporate Governance dengan Tobin’s Q.
Pengukuran kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q
menggambarkan rasio nilai pasar utang dan ekuitas perusahaan terhadap
biaya penggantian perusahaan. Dengan penggunaan Tobin’s Q, maka market
value perusahaan dapat diketahui. Market value perusahan mencerminkan
keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini. Penelitian yang
dilakukan oleh Arry Widodo (2014) dengan judul “Pengaruh Good
Corporate Governance, Debt Ratio, dan Total Asset Terhadap Kinerja
Perusahaan (Studi Kasus di PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk)”
menunjukkan hasil bahwa corporate governance mempengaruhi nilai kinerja
pasar perusahaan (ROE dan Tobin’s Q). Hal ini membuktikan bahwa semakin
besar nilai pasar asset maka semakin besar pula kerelaan investor untuk
mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut,
sehingga perusahaan tersebut memiliki brand image perusahaan yang sangat
kuat karena implementasi GCG berhubungan dengan peningkatan citra
perusahaan.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, maka peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Good Corporate
Governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s
Q.
35
2. Hubungan Good Corporate Governance dengan Return On Assets (ROA)
Pengukuran kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on
asset (ROA) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba/keuntungan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki.
Penggunaan sumber daya perusahaan secara efisien dapat memperkecil biaya
sehingga akan meningkatkan laba perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh
Romi Jumandani (2012) yang berjudul “Pengaruh Penerapan Good
Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”
menemukan bahwa penerapan GCG berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan yang diukur dengan ROA dan PBV.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, maka peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Good Corporate
Governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA.
3. Hubungan Good Corporate Governance dengan Return On Equity (ROE)
Pengukuran kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on
equity (ROE) menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
bersih sesudah pajak dengan menggunakan modal sendiri untuk mengukur
tingkat hasil investasi pemegang saham. ROE digunakan untuk mengukur
tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan didalam
36
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’
equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Pada penelitian Lutviana Pratiwi
(2014) dengan judul “Analisis Pengaruh Struktur Good Corporate
Governance Dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perusahaan
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2011-2013)” menunjukkan bahwa dewan komisaris dan dewan
komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
perusahaan baik diukur dengan ROE dan Tobin’s Q.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, maka peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H3: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Good Corporate
Governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROE.
4. Hubungan Good Corporate Governance dengan Assets Turn Over (ATO)
ATO merupakan perbandingan antara pendapatan dengan total aset
suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan perputarannya
total aktiva dalam satu periode tertentu. ATO merupakan rasio yang
menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan/pendapatan.
Semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih
cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien
penggunaan keseluruhan aktiva dalam menghasilkan pendapatan. Penilitian
37
yang dilakukan oleh Denta Wisnu Pradipta (2013) dengan judul “Pengaruh
Kualitas Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Termasuk Dalam
Pemeringkatan Corporate Governance Perception Index (CGPI) Tahun
2009-2011)” menunjukkan bahwa Kualitas Good Corporate Governance
berpengaruh terhadap Total Assets Turnover pada perusahaan-perusahaan go
public yang mengikuti survei pemeringkatan CGPI tahun 2009-2011.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, maka peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H4: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Good Corporate
Governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ATO.