modul. web viewkey word: apu (auxiliary power unit), fmea (failure mode effect analysis), rpn ......

17
ANALISA KEGAGALAN TEST APU (AUXILIARY POWER UNIT) SETELAH PERAWATAN DI SBU ENGINE MAINTENANCE PT GMF AEROASIA DENGAN METODE RCM (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE) Rakay Edhiargo Toyosito 1 , Aifrid Agustina, ST., Msi 2 Teknik Industri Universitas Mercubuana Jakarta Jl. Raya Meruya Selatan No. 1 Kembangan, Jakarta Barat Email: [email protected] ABSTRAK Salah satu dari komponen pesawat terbang adalah Auxilary Power Unit (APU) yang berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan yang dipergunakan untuk starter mesin pesawat terbang. Dimana APU tersebut perlu perawatan, agar kinerjanya tetap dalam standar, sehingga dapat selalu siap pada saat dibutuhkan dan menjamin ketepatan jadwal penerbangan. Untuk perawatan APU, mempunyai masalah pada pengetesan APU setelah proses perawatan. Dimana data produksi tahun (2014), diketahui 46 % APU mengalami kegagalan pada saat pengetesan setelah proses perawatan yaitu 11 unit yang mengalami kegagalan dari 24 unit. Dalam mengidentifikasi penyebab terjadinya kegagalan pada APU pada saat pengetesan setelah proses perawatan digunakan metode RCM (Reliability Centered Maintenance). Hasilnya FTA (Fault Tree Analysis) memliki beberapa penyebab terjadinya kegagalan dan FMEA memiliki RPN yang tertinggi adalah unable to start yaitu 196, dimana APU (Auxiliary Power Unit) tidak bisa dihidupkan. Adapun rekomendasi untuk mengantisipasi potensi kegagalan ini ialah dengan memperhatikan toleransi secara disiplin atau memperhatikan kondisi parts yang dipasang meskipun sudah melewati proses inspection baik dimension check maupun non-destructive test pada waktu assembly. Kesimpulannya ialah dengan metode RCM dapat mengidentifikasikan masalah dan meminimalisir kegagalan, dengan FTA dapat mengetahui penyebab dan dengan FMEA dapat mengetahui penyelesaiannya. Kata kunci: APU (Auxiliary Power Unit), FMEA (Failure Mode Effect Analysis), RPN (Risk Priority Number), FTA (Fault Tree Analysis) ABSTRACT one of the components aircraft is Auxilary Power Unit (API) which functions as a producer pressurised air that is used to starter machine airplanes. Where API is necessary to treatment, so that their performance is still in the standard, so that they can always be ready

Upload: letuyen

Post on 31-Jan-2018

235 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

ANALISA KEGAGALAN TEST APU (AUXILIARY POWER UNIT) SETELAH PERAWATAN DI SBU ENGINE MAINTENANCE PT GMF AEROASIA DENGAN METODE RCM (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE)

Rakay Edhiargo Toyosito1, Aifrid Agustina, ST., Msi2

Teknik Industri Universitas Mercubuana Jakarta

Jl. Raya Meruya Selatan No. 1 Kembangan, Jakarta Barat

Email: [email protected]

ABSTRAK

Salah satu dari komponen pesawat terbang adalah Auxilary Power Unit (APU) yang berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan yang dipergunakan untuk starter mesin pesawat terbang. Dimana APU tersebut perlu perawatan, agar kinerjanya tetap dalam standar, sehingga dapat selalu siap pada saat dibutuhkan dan menjamin ketepatan jadwal penerbangan. Untuk perawatan APU, mempunyai masalah pada pengetesan APU setelah proses perawatan. Dimana data produksi tahun (2014), diketahui 46 % APU mengalami kegagalan pada saat pengetesan setelah proses perawatan yaitu 11 unit yang mengalami kegagalan dari 24 unit. Dalam mengidentifikasi penyebab terjadinya kegagalan pada APU pada saat pengetesan setelah proses perawatan digunakan metode RCM (Reliability Centered Maintenance). Hasilnya FTA (Fault Tree Analysis) memliki beberapa penyebab terjadinya kegagalan dan FMEA memiliki RPN yang tertinggi adalah unable to start yaitu 196, dimana APU (Auxiliary Power Unit) tidak bisa dihidupkan. Adapun rekomendasi untuk mengantisipasi potensi kegagalan ini ialah dengan memperhatikan toleransi secara disiplin atau memperhatikan kondisi parts yang dipasang meskipun sudah melewati proses inspection baik dimension check maupun non-destructive test pada waktu assembly. Kesimpulannya ialah dengan metode RCM dapat mengidentifikasikan masalah dan meminimalisir kegagalan, dengan FTA dapat mengetahui penyebab dan dengan FMEA dapat mengetahui penyelesaiannya.

Kata kunci: APU (Auxiliary Power Unit), FMEA (Failure Mode Effect Analysis), RPN (Risk Priority Number), FTA (Fault Tree Analysis)

ABSTRACT

one of the components aircraft is Auxilary Power Unit (API) which functions as a producer pressurised air that is used to starter machine airplanes. Where API is necessary to treatment, so that their performance is still in the standard, so that they can always be ready at the time is needed and to guarantee the accuracy flight schedule. For the maintenance API, have a problem in API after testing process for treatment. Where data production year (2014), known 46 percent API failure at the time process treatment testing after the 11 units that have failed to identify from 24 units the cause of the failure in POWDER at the time process treatment after testing RCM used methods (Reliability Continuous maintenance). The results are free trade agreement (Fault Tree Analysis) has several causes failure and was the highest FMEA have RPN was unable to start the 196, where API (Auxiliary Power Unit) cannot be. The recommendation to anticipate the potential this failure is based on tolerance discipline or attention to current parts that is set even though it has been passed inspection process both dimension check and non-destructive test at the time assembly. The conclusion RCM with the method is to identify problems and minimize failure, with free trade agreement would be able to know the cause and with FMEA can find a solution.

Key word: APU (Auxiliary Power Unit), FMEA (Failure Mode Effect Analysis), RPN (Risk Priority Number), FTA (Fault Tree Analysis)

.1 PENDAHULUAN Salah satu dari komponen pesawat terbang adalah Auxilary Power Unit (APU) yang berfungsi

sebagai penghasil udara bertekanan yang dipergunakan untuk starter mesin pesawat terbang. Maintenance (perawatan) adalah kombinasi dari beberapa tindakan yang ditujukan untuk mempertahankan kinerja fasilitas atau mesin (British standard 3811, 1974; Pophaley & Vyas, 2010; Altuger & Chassapis, 2009). Perusahaan penyedia jasa perawatan mesin pesawat yang menjadi tempat penelitian, merupakan anggota group dari salah satu perusahaan penerbangan nasional milik pemerintah Indonesia. Mempunyai masalah pada pengetesan APU setelah proses perawatan. Dimana data produksi tahun (2014), diketahui 11 unit yang mengalami kegagalan dari 24 unit APU pada saat pengetesan setelah proses perawatan. Berdasarkan kondisi ini, perusahaan penyedia jasa perawatan mesin pesawat, perlu menurunkan angka kegagalan tersebut.

Dipilihnya APU sebagai objek dalam penelitian ini, karena APU mempunyai fungsi yang cukup penting bagi pesawat terbang. Adapun alasan pemanfaatan RCM, karena memiliki aplikasi luas untuk perbaikan sistem, tidak hanya di bidang manufaktur, tetapi juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan kinerja di daerah di luar manufaktur, antara lain pada bidang jasa, (McDermott, Mikulak & Beauregard, 2009).

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang yang mendasari penelitian ini, SBU GMF Engine

Maintenance sebagai perusahaan penyedia jasa perawatan APU terjadi permasalahan dalam perawatan yaitu diketahui 11 unit yang mengalami kegagalan dari 24 unit APU pada saat pengetesan setelah proses perawatan. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:1. Faktor penyebab terjadinya kegagalan pada APU pada saat pengetesan setelah proses perawatan?2. Apakah metode RCM dapat mengidentifikasi penyebab terjadinya kegagalan pada APU pada saat

pengetesan setelah proses perawatan?

1.3 Tujuan Pustaka Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan pada APU pada saat

pengetesan setelah proses perawatan dengan pemanfaatan metode FMEA. Adapun tujuan penelitian ini adalah:1. Menganalisis penyebab kegagalan APU (auxiliary power unit) dengan metode RCM.2. Mencari faktor kegagalan yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada komponen.3. Menentukan penyebab kegagalan yang patut menjadi prioritas utama untuk diperbaiki.4. Membuat usulan atau rekomendasi perbaikan untuk perusahaan.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini, adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan pada APU pada saat pengetesan setelah proses perawatan dengan pemanfaatan metode FMEA.. Adapun batasan masalah yang dimaksudkan sebagai berikut :1. Pengambilan data hanya APU yang gagal pada perioda bulan Januari hingga bulan November 2014.2. Penelitian menggunakan metoda RCM (Realibility Centered Maintenance).3. Tidak melakukan perubahan sistem produksi maupun urutan proses produksi dari perusahaan yang

sudah ada.

2. TINJAUAN PUSTAKA2.1APU (AUXILIARY POWER UNIT)

APU (Auxiliary Power Unit) adalah mesin turbin gas yang berfungsi sebagai supporting engine pada pesawat. APU mensuplai daya, berupa udara bertekanan, guna menghidupkan engine. Yaitu udara bertekanan tersebut disuplai untuk menggerakkan pneumatic starter yang terintegrasi dengan engine. Jika pneumatic starter berputar, dimana kompresor dan turbin dari engine akan berputar dan bekerja, maka secara otomatis engine dan generator dapat dihidupkan.

Gambar 2.1 Gambar irisan APU GTCP131-9A/B

2.2 Teori dan konstruksi APU

Komponen-komponen dari APU secara umum dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian besar, seperti :

1. Power section

2. Combustion dan Exhaust section

3. Accessories gearbox section

2.3 RCM (Reliability Centered Maintenance)

RCM adalah metode untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan sistem keandalan. Dengan kata lain, RCM merupakan sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset fisik terus melakukan apa yang penggunanya ingin dilakukan dalam kondisi operasinya saat ini.

RCM adalah sebuah proses sistematis yang dilakukan untuk menjamin seluruh fasilitas fisik dapat beroperasi dengan baik sesuai dengan desain dan fungsinya (Dhilon, 2002). RCM merupakan proses untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan setiap aset fisik terus dapat melakukan operasi sebagaimana yang diinginkan penggunanya. RCM menggunakan sebuah perspektif sistem dalam analisis fungsi sistem, kegagalan pada fungsi, dan pencegahan terhadap kegagalan (Mokashi, 2009).

Pada dasarnya, RCM merupakan sebuah program perawatan yang fokus pada pencegahan terjadinya jenis kegagalan yang sering terjadi. Metodologinya berkaitan dengan beberapa hal yang tidak ditangani oleh program perawatan lainnya. Program perawatan ini dalam implementasinya merupakan perawatan terencana berdasarkan prediksi.

Gambar 2.2. Struktur RCM (IAEA-TECDOC-1590, 2007)

RCM berfungsi untuk mengatasi penyebab dominan dari kegagalan yang nantinya akan membawa pada keputusan maintanance yang berfokus pada pencegahan terjadinya jenis kegagalan yang sering terjadi. Pemanfaatan RCM mempunyai tujuan untuk memperoleh informasi yang penting pada desain awal yang kurang baik sebagai dasar melakukan improvement. Maka desain sifat mampu dipelihara (maintainability) sebuah peralatan dapat dikembangkan. RCM digunakan juga untuk mengembangkan sistem perawatan yang dapat mengembalikan dari deteriorasi yang terjadi pada peralatan setelah lama dioperasikan. Membuat peralatan memiliki reliability dan safety baik, sehingga biaya perawatan menjadi minimum.

Adapun langkah proses pemanfaatan RCM:

1.Identifikasi peralatan yang penting dan memerlukan perhatian khusus untuk dirawat, biasanya digunakan metode root cause failure analysis (RCFA), failure mode effect critacality analysis (FMECA) dan fault tree analysis (FTA).

2.Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh probabilitas kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan terhadap kegagalan. Untuk melakukan hal ini maka diperlukan data histori yang lengkap.

3.Mengembangkan kegiatan analisis dengan FTA, seperti menentukan prioritas peralatan yang perlu dirawat.

4.Mengklasifikasikan kebutuhan tingkat perawatan pada sebuah peralatan

5.Mengimplementasikan perawatan pada sebuah peralatan berdasar keputusan klasifikasi kebutuhan tingkat perawatan.

6.Melakukan evaluasi, ketika sebuah peralatan dioperasikan maka data secara real-life mulai dicatat, tindakan dari RCM perlu dievaluasi setiap saat agar terjadi proses penyempurnaan.

Gambar 2.3. Komponen RCM (IAEA-TECDOC-1590, 2007)

2.4 FTA (Fault Trees Analysis)

2.4.1 Dasar FTA (Fault Trees Analysis)

FTA (Fault Tree Analysis) adalah model usaha dan proses analisis kegagalan, dengan menggunakan boolean logic untuk mengkombinasikan lower level event series. Untuk menentukan banyaknya kemungkinan safety hazard. Digunakan pula untuk, desain ,identifikasi potensial accident, eliminasi desain (mahal, murah, dirubah). Alat untuk mendiagnosa, system memprediksi kegagalan dalam system breakdown serta merupakan safety engineering.

FTA (Fault Tree Analysis) adalah pendekatan top-down untuk analisa kegagalan, dimulai dengan kejadian potensial tidak diinginkan (kecelakaan) disebut TOP event, dan kemudian menentukan semua cara itu bisa terjadi. Hasil analisis dengan menentukan bagaimana top event dapat disebabkan oleh kegagalan individu atau gabungan kegagalan tingkat yang lebih rendah atau kejadian. Penyebab top event terhubung melalui logika gates, dalam hal ini kita hanya mempertimbangkan AND-gates dan OR gates.

Langkah-langkah FTA meliputi:

1. Tetapkan kejadian yang tidak diinginkan untuk dipelajari

2. Dapatkan pemahaman tentang system

•Definisikan system, top event (potential accident), dan boundary conditions

3. Konstruksikan fault tree

4. Evaluasi fault tree

•Identifikasi minimal cut sets

•Analisis fault tree kualitative

•Analisis fault tree kuantitative

5. Kontrol hazards teridentifikasi

•Laporan hasil analisis

2.5 FMEA (Failure Mode Effect And Analysis)

2.5.1 Dasar FMEA

FMEA merupakan salah satu alat dari Six Sigma untuk mengidentifikasi sumber-sumber atau penyebab dari suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995), FMEA dapat dilakukan dengan cara:

1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya.

2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi.

3. Pencatatan proses (document the process).

2.5.2 Defenisi FMEA

FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) dapat diartikan sebagai berikut yaitu:

• Failure: kondisi yang tidak diharapkan, penyimpangan atau ketidaksesuaian

• Mode: hal-hal yang menyebabkan ketidaksesuaian

• Effect: akibat dari ketidaksesuaian sebagaimana efek terhadap customer, baik internal maupun eksternal

• Analysis: menginvestigasi, mencari cara pencegahan atau setidaknya mendeteksi.

Failure Mode And Effects Analysis (FMEA) adalah sebuah prosedur dalam manajemen operasi untuk analisis potensial failure mode dalam sistem, klasifikasinya ditentukan oleh tingkat keparahan (severity) atau efek failure pada sistem.

2.5.3 Analisa FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang menerapkan suatu metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya. FMEA merupakan teknik evaluasi tingkat keandalan dari sebuah sistem untuk menentukan efek dari kegagalan dari sistem tersebut. Kegagalan digolongkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem.

Item FMEA:

1 Potensial failure

2 Failure effect

3 Severity

4 Occurrance

5 Detection

6 RPN (Risk Priority Number)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Simpulan

Selesai

Mulai

Analisa Data

Pengolahan Data

Membuat FMEA (Failure Mode Effect and

Analyze)

Studi Literatur

Survey Lapangan

Penentuan Level Masing-Masing Faktor

Mengambil data kegagalan APU

Mengukur nilai masing-masing level kegagalan

4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Sejarah singkat PT GMF AeroAsia

PT Garuda Maintenance Facility Aeroasia adalah sebuah perusahaan berskala Internasioanl yang merupakan anak perusahaan PT Garuda Indonesia,Tbk. Perusahaan ini di BandaraSoettapada tahun 1984 merupakan Garuda Maintenace Facility Support Centre yang berfungsi sebagai pusat maintenance/ perbaikan berbagai jenis pesawat. Selanjutnya, pada tahun 2002 PT GMF AeroAsia berdiri secara terpisah dari PT Garuda Indonesia dan membuka layanan ke maskapai penerbangan lainnya.

4.2 Pengujian Auxiliary Power Unit (APU).

Pengujian setelah proses perawatan dilakukan pada Auxiliary Power Unit (APU) GTCP131-9B, dimaksudkan agar dapat diketahui kinerja dari APU tersebut. Pengujian sesuai dengan standar yang dipakai oleh Test Cell GMF AeroAsia, yaitu standar Honeywell OHM 49-21-73, REV. 30; Nov. 30, 2014 (Doc. No. 13983). Pengujian dilakukan di ruang uji Test Cell GMF AeroAsia dan dikendalikan dari ruang control dengan menggunakan beberapa peralatan.

(Sumber: Data Sekunder Perusahaan 2014)4.3 Identifikasi dengan FTA (Fault Tree Analysis)

Fault tree analysis merupakan salah satu cara idetifikasi dari RCM untuk menentukan dari mana kegagalan itu berasal. FTA pun mengidentifikasikan kegagalan dengan mencari dasar dari kegagalan tersebut. Identifikasi kegagalan APU ini dimulai dari:

• APU unable to start yang menjadi top event dari FTA diindikasi berasal dari test cell power lost atau APU sendiri yang mengalami kerusakan,

• Test cell bagian dari gate 1 pun bisa bermula dari sistem yang fail atau rusak, baterai yang fail dan bahkan komputer yang rusak.

• Dan di gate 2 yaitu APU yang mengalami kerusakan berawal dari bleed valve not open, no ignition, dan no fuel.

• Diliat dari gate 3, komputer yang rusak pun menjadi salah satu penyebab gagalnya pengetesan terhadap APU.

• Bad sector menjadi salah satu penyebab komputer menjadi rusak dan tak bisa berjalan optimal.

• Dan gate 2 yaitu APU tak bisa berjalan karena tidak adanya pembakaran atau no ignition.

• Dan bisa dari not fuel atau clogging, karena fuel yang tertutup membuat APU tak bisa beroperasi dengan baik.

4.4 Identifikasi Data FMEA

Pengolahan data ini merupakan data kegagalan dari APU yang diambil dalam pengetesan. Sebelum masuk kedalam perhitungan severity, occurrance, dan detection. Penjelasan mengenai kerusakan yang dialami oleh APU (Auxliary Power Unit) itu sendiri.

Untuk membuat sebuah tabel FMEA dibutuhkan nilai dari severity, occurance, dan detection dalam mengukur sebuah kegagalan dari APU (Auxiliary Power Unit). Nilai severity dan detection akan didapat dengan mengasumsikan langsung jenis kegagalan dengan tingkatan untuk masing kegagalan dalam tabel severity dan detection yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk mendapatkan nilai occurrance akan didapat dari dengan mencari nilai Ppk (Probability Process Control). Setelah nilai Ppk diperoleh, kemudian nilai tersebut diasumsikan dengan tingkat occurrance yang ada dalam tabel yang telah ditetapkan.

No APU Type

Problem Potensial Failure Mode

Failure Effect S O D RPN

1 GTCP131-9B

Unable to start

Terjadi kesalahan perbaikan

APU rusak 7 4 7 196

2 GTCP131-9B

Test Cell Power Lost

Kehilangan daya untuk pengetesan

Tidak bisa untuk pengetesan APU

5 3 8 120

3 GTCP131-9B

Bad Sector Terjadi error pada hard disk

Tidak bisa melakukan pengetesan dan pengambilan data kerusakan APU

6 4 6 144

4 GTCP131-9B

Hi-EGT Sensor rusak Kegagalan pada saat pengetesan

5 4 7 140

5 GTCP131-9B

Hi-EGT Sensor rusak Kegagalan pada saat pengetesan

6 3 6 108

6 GTCP131- Hi-EGT Sensor rusak Kegagalan pada saat 6 3 6 108

9B pengetesan

No APU Type

Problem Potensial Failure Mode

Failure Effect S O D RPN

7 GTCP131-9B

Hi-EGT Sensor rusak Kegagalan pada saat pengetesan

6 3 6 108

8 GTCP131-9B

Overspeed Kerusakan pada part APU

Rusaknya APU jika dilakukan pengetesan

7 4 5 140

9 GTCP131-9B

Flow sensor test

Terjadinya kesalahan sensor

Terjadinya error saat pengetesan

6 2 7 84

10 GTCP131-9B

ARINC Fault, No ignition

Kurang optimalnya pembakaran

tidaknya bisa di hidupkan 6 4 6 144

11 GTCP131-9B

Bleed valve cant open

Kerusakan pada APU rusaknya part yang lain akibat tidak optimalnya katup

5 3 5 75

5. HASIL DAN ANALISA

5.1Pembahasan FTA (Fault Tree Analysis)Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa dinyalakan. Dari

beberapa penyebab yaitu:• Test cell power lost• APU yang part sudah rusak• Sistem dari test cell yang rusak• Baterai yang rusak • Komputer yang rusak • Bad sector• Not ignition• Bleed valve not open • No fuel• ARINC fault• Clogging Dapat dilihat dari penyebab yang dijelaskan diatas, kegagalan yang dialami APU berasal dari banyak faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut. Dan dapat dibantu oleh FMEA dengan memberikan rekomendasi penyelesaiannya.

5.3 Prioritas Perbaikan Bagi APU

No APU Type Problem Potensial Failure Mode Failure Effect S O D RPN

1 GTCP131-9B Unable to start

Terjadi kesalahan perbaikan

APU rusak 7 4 7 196

3 GTCP131-9B Bad Sector Terjadi error pada hard disk

Tidak bisa melakukan pengetesan dan pengambilan data kerusakan APU

6 4 6 144

No APU Type Problem Potensial Failure Mode Failure Effect S O D RPN

10 GTCP131-9B ARINC Fault, No ignition

Kurang optimalnya pembakaran

tidaknya bisa di hidupkan

6 4 6 144

4 GTCP131-9B Hi-EGT Sensor rusak Kegagalan pada saat pengetesan

5 4 7 140

8 GTCP131-9B Overspeed Kerusakan pada part APU

Rusaknya APU jika dilakukan pengetesan

7 4 5 140

2 GTCP131-9B Test Cell Power Lost

Kehilangan daya untuk pengetesan

Tidak bisa untuk pengetesan APU

5 3 8 120

5.4 Recomendation action

No

APU Type Problem Potensial Failure

Mode Failure Effect Recomandation Action

1 131-9B Unable to start

terjadi kesalahan perbaikan

APU rusak Perbaikan harus lebih mendetail dan perhatikan setiap part

3 131-9B Bad Sector terjadi error pada hard disk

tidak bisa melakukan pengetesan dan pengambilan data kerusakan APU

Memperbaiki hard disk atau mempunyai backup hard disk

10 131-9B ARINC Fault, No ignition

kurang optimalnya pembakaran

tidaknya bisa di hidupkan

Replace shut off valve, menganti valve atau katup pada APU

4 131-9B Hi-EGT Sensor rusak kegagalan pada saat pengetesan

Memperhatikan semua sensor pada APU maupun test cell dan mengganti kerusakan dengan yang baru

8 131-9B Overspeed Kerusakan pada part APU

Rusaknya APU jika dilakukan pengetesan

Memperbaiki dan mengatur kecepatan pada APU ataupun test cell dengan membenahi setiap part.

2 131-9B Test Cell Power Lost

Kehilangan daya untuk pengetesan

Tidak bisa untuk pengetesan APU

Set up daya yang dimiliki oleh test cell maupun APU

6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan 1) Diketahui 46% APU mengalami pada saat pengetesan setelah proses perawatan yaitu 11 unit yang

mengalami kegagalan dari 24 unit.2) Hasil dari FTA (Fault Tree Analysis) ialah beberapa penyebab kegagalan yang dialami oleh APU

unable to start dengan indikasi dari test cell power lost, APU yang mengalami part rusak, sistem test cell rusak, baterai rusak, komputer yang rusak, bad sector dan untuk APU bisa dari bleed valve not open, not fuel, not ignition, ARINC fault dan clogging.

3) Hasil RPN yang tertinggi unable to start yaitu 196, dimana APU (Auxiliary Power Unit) tidak bisa dihidupkan, potensi kegagalan ini biasanya terjadi karena kurang memperhatikan toleransi secara disiplin pada waktu assembly atau kondisi parts yang dipasang meskipun sudah melewati proses inspection baik dimension check maupun non-destructive test.

4) TEST CELL pun memiliki kekurangan dalam menjaga baik dan buruknya sistem. Karena terjadinya kerusakan dalam sistem sangat mempengaruhi kinerja pada TEST CELL sendiri.

5) Kegagalan yang dialami oleh APU juga karena part yang sudah harus diganti.6) Dengan metode FMEA, dapat mengidentifikasi kegagalan, moda kegagalannya serta efek kegagalan

dari tingkat keparahannya hingga frekwensi kejadiannya. Hal ini sangat menguntungkan karena memperkecil resiko dari kerusakan yang akan terjadi oleh APU sendiri dan mencegah terjadinya kegagalan yang lebih parah yaitu ketika APU terpasang di pesawat.

6.2 Saran Saran yang diberikan oleh penulis hanya sekedar memperingan atau membantu pekerjaan di bagian TEST

CELL dan ENGINE SHOP, dengan saran sebagai berikut:- Untuk setiap kerusakan yang terjadi harus dilihat secara detail agar tidak merusak part yang lainnya.- Setiap pegawai harus memiliki ketelitian yang mempuni agar tidak ada terjadinya kerusakan yang

lebih parah.- Kerusakan pada hard disk sebaiknya TEST CELL memiliki sensor untuk mengetahui sudah rusak atau

tidak sistem yang dimiliknya.- Dan untuk sensor yang dimiliki oleh APU pun harus diperiksa sesuai dengan batas pemakaiannya.

7. Daftar Pustaka

Altuger, G., & Chassapis, C., (2009). Multi criteria preventive maintenance scheduling through arena based simulation modeling, Department of Mechanical Engineering Stevens Institute of Technology Castle Point on Hudson Hoboken, NJ, 07030, USA.

Chavapan Na Nakorn (2014), GTCP131-9 Familiarization, Triumph Group,Inc. Thailand.Dhillon, B.S., & Liu, Y. (2006), Human error in maintenance: a riview. Department of

Mechanical Engineering, University of Ottawa, Ottawa, Canada. Journal of Quality in Maintenance Engineering Vol. 12 No. 1, 2006 pp. 21-36.

Doug Peterson (2012), Reliability 131-9A Honeywell Air Transport Operators Conference. Honeywell, Inc. USA.

Ford Chrysler, G. (1995). Measurement system analysiss (2nd). Detroit: MI: Automotive Industry Action Group.

Ford Motor Company, 1992, World Wide Potensial Failure Mode and Effect Analysis: System-Design-Process Hand Book.

Gasperz, vincent. Production Planning And Inventory Control. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2004.

Gasperz, vincent. (2002). “Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000 MBNQA dan HACPP”. Gramedia Pustaka Utama; jakarta.

Gasperz, Vincent. (2007), Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Pophaley, M., & Vyas R.K., (2010). Plant maintenance management practices in automobile industries: A retrospective and literature review. Journal of Industrial Engineering and Manajement. JIEM, 2010 – 3(3): 512-541.

Solikhin, Imam. (2011). Pengendalian Kualitas Produk Model Baru dengan Implementasi Program “Quick Quality Stabilization” Pada Masa Awal Produksi dengan Metode FMEA pada PT.X. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri UMB; Jakarta.

Octavia, Lily. (2010). “Aplikasi Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Untuk Pengendalian Kualitas Pada Proses Heat Treatment PT.Mitsuba Indonesia”. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri UMB; Jakarta.

Zulkarnain, Y. R. (2009). “Penentuan Lintasan Kritis Pengerjaan Overhaul Engine dengan Fuzzy Pert dan Indentifikasi Faktor Potensial Penyebab Kegagalan Engine dengan Grey FMEA; (studi kasus: Engine CFM56-3 di Unit Engine Maintenance PT. GMF AeroAsia)”. Tugas Ahir Jurusan Teknik Industri ITS; Surabaya.