modul 2 skenario 1 sesak nafas a2

43
LAPORAN KELOMPOK PBL MATA KULIAH SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI MODUL 2 SESAK NAPAS KELOMPOK A-2 MATA KULIAH SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Upload: sigitdwipramono09

Post on 22-Jan-2016

979 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

Modul mengenai sesak napas pada sistem trauma dan kegawatdaruratan

TRANSCRIPT

Page 1: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

LAPORAN KELOMPOK PBL

MATA KULIAH

SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI

MODUL 2

SESAK NAPAS

KELOMPOK A-2

MATA KULIAH

SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2010

Page 2: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

ANGGOTA KELOMPOK

1. C111 05 207 IBRAHIM ZUHRI B. ABDUL SHUKOR

2. C111 06 136 MUHAMMAD RIFAT

3. C111 07 172 LD MALY RAY

4. C111 07 182 IRFAN ADI SAPUTRA

5. C111 07 192 A. HARFIKA FEBRIANTI D

6. C111 07 202 RINDAYANTI DAHLAN

7. C111 07 212 IRMA RAHAYU

8. C111 07 221 ISVAN DAVIS

9. C111 07 232 SITI HARDIYANTI

10. C111 07 243 ARMAN

11. C111 07 254 VIESNA BABY AULIANA

12. C111 07 264 ARMIN

13. C111 07 275 AVRESVIANTY ASMIRALDA

14. C111 07 340 AHMAD FAHIMULLAH HAMZAH

15. C111 07 381 NURFARHANA BT. AB AZIZ

Page 3: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

BAB I

SESAK NAPAS

SKENARIO 1

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas.

Penderita terlihat pucat, dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.

Kata Sulit : Tidak ditemukan kata sulit

Kata kunci :

Laki-laki 25 tahun

Sesak napas

Pucat dan kebiruan

Nadi teraba cepat dan lemah

Penyebab sesak nafas

Trauma

Pneumothorax

Hemothorax

Flail chest

Non trauma

Asma

Efusi pleura

ARDS

Gejala- gejala sesak nafas yang mengancam jiwa :

Pada sesak nafas sering terjadi hipoksia, hiperkarbia atau bahkan dapat keduanya. Gejala yang

terlihat pada penderita sesak nafas adalah :

a) Bingung

b) Gelisah

c) Sensitif

d) Gangguan mental

Page 4: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

e) Sianosis

f) Berkeringat berlebihan

g) Takikardi

h) Sakit kepala

i) Ngatuk

j) Sedasi

k) Vasodilatasi pembuluh darah

l) Batuk

m) Dan penggunaan otot pernafasan tambahan.

Penilaian gangguan pernafasan dapat di lihat dari :

o Pernafasan cepat

o Pernafasan dangkal

o Pernafasan tambahan

o Pernafasan tercekik

o Merasa dada sempit

o Adanya penigkatan usaha untuk bernafas.

PRIMARY SURVEY

Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut survei

primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban

mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim yang cedera :

Airway

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas?

A. Look : gerakan pengembangan dada, ada tidakya retraksi, penggunaan otot napas

tambahan, dll

B. Listen : suara napas yang normal dan adanya suara napas tambahan

C. Feel : apakah terasa hembusan napas

Page 5: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Jika ada obstruksi maka lakukan :

• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)

• Suction / hisap (jika alat tersedia)

• Guedel airway / nasopharyngeal airway

• Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

Mekanisme terjadinya sumbatan jalan nafas

Pada keadaan dimana kesadaran menurun atau hilang maka :

Secara refleks posisi kepala tertekuk sehingga jalan nafas ikut tertekuk

Otot – otot kendor termasuk otot lidah dan sphincter cardia mengalami relaksasi

Refleks perlindungan menurun atau hilang, sehingga bila di jalan nafas ada benda

asing penderita tidak mampu membatukkannya.

Hal – hal tersebut mengakibatkan jalan nafas mudah mengalami sumbatan baik oleh karena

pangkal lidah yang jatuh kebelakang ataupun benda asing.

Macam –macam sumbatan jalan nafas:

Sumbatan dapat berupa cair atau padat yang dapat mengakibatkan gangguan pada jalan

nafas berupa sumbatan partial ringan, sedang, berat ataupun total.

Sumbatan partial ditandai dengan kebolehan mangsa batuk dan berbicara karena batuk

adalah cara yang efektif untuk mengeluarkan benda asing daripada jalan napas dan

kebolehan berbicara menandakan masih ada ventilasi yang adekuat.

Antara tanda-tanda sumbatan total adalah bunyi high-pitched dan stridor sewaktu inhalasi

; batuk yang lemah dan tidak efektif ; distress respiratorik ; tidak bisa bicara ; dan

sianosis.

Resusitasi :

Lakukan manuver jaw thrust atau chin lift ( tidak dianjurkan melakukan manuver head tilt

pada pasien yang mempunyai ini kecurigaan fraktur cervical). Selama melakukan tindakan ini

harus disertai immobilisasi segaris untuk melindungi servikal. Setelah itu, lakukan penilaian

Page 6: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

ulang terhadap jalan napas dengan look, listen, dan feel. Bila didapatkan pengembangan dada,

suara napas normal atau hilangnya suara mendengkur menunjukkan jalan napas pasien sudah

bebas.

Manuver Jaw Thrust

Selanjutnya untuk mempertahankan jalan napas dapat dilakukan pemasangan

oropharyngeal atau nasopharyngeal airway untuk sementara (oropharyngeal airway lebih

dianjurkan pada pasien yang tidak sadar). Bila tersedia fasilitas yang memadai dapat

dipertimbangkan pemasangan airway definitif berupa endotracheal tube sehingga dapat

menjamin jalan napas bebas dan memungkinkan pemberian ventilasi yang memadai bila

Page 7: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

diperlukan. Pasien dengan skor GCS kurang atau sama dengan 8 diindikasikan untuk

pemasangan airway definitif.

Oropharyngeal airway Nasopharyngeal airway

Setelah jalan napas terjamin maka dilakukan immobilisasi servikal dengan

pemasangan collar neck oleh karena adanya kecurigaan fraktur servikal pada pasien ini.

“Anggaplah selalu ada cervical spine fracture pada penderita dengan: “

a. gangguan kesadaran

b. multi trauma

c. nyeri leher

d. cedera di atas klavikula

e. kelemahan/defisit neurologis

f. riwayat jatuh > 6 meter

B - Breathing and ventilation (Pernafasan dan ventilasi)

Diagnosa Gangguan nafas :

Look

Listen

Feel

Page 8: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Pemberian bantuan nafas :

Tanpa alat : mouth to mouth, mouth to nose

Dengan alat : penggunaan face mask, bag valve, ventilator mekanik .

Pemberian terapi oksigen :

Penggunaan flow meter

Penggunaan humidifier

Penggunaan kanula nasal

Penggunaan face mask

Penggunaan reservoir, ventury

Patofisiologi :

Jalan nafas yang tersumbat akan mengakibatkan gangguan ventilasi maka usahakan dan

pertahankan agar jalan nafas tetap terbuka.

Penyebab gangguan ventilasi yang lain utamanya gangguan pada mekanik ventilasi dan

depresi susunan saraf pusat.

Gangguan mekanik menyebabkan Hipoventilasi dan berakibat timbulnya Hipoksemia dan

Hiperkarbia.

Hiperkarbia menyebabkan tekanan intra kranial meningkat sehingga kesadaran dan pusat

nafas terganggu dan Hipoksemia semakin parah.

Seandainya fasilitas ada, maka :

Parameter ventilasi Pa CO2 ( N 35 – 65 mmHg )

ET CO2 ( N 25 – 35 mmHg )

Parameter oksigenasi Pa O2 ( N 80 – 100 mmHg )

Sa O2 ( N 95 – 100 % )

Cara memeriksa tanda – tanda gangguan pernafasan :

Look :

Ada tidak pernafasan, status mental, warna, distensi vena leher, jejas thorak.

Bila ada nafas, hitung frekwensi pernafasan & keteraturannya.

Page 9: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Besar kecil volume / pengembangan dada / Simetris?

Adakah gerak cuping hidung, tegangnya otot-otot bantu nafas serta tarikan /

cekungan antar iga?

Listen : Keluhan dan suara pernafasan, adakah Stridor, Wheezing, Ronchi

Feel : Adakah hawa ekshalasi dari lubang hidung/mulut/trakheostomi atau pipa

endotrakheal.

Adakah empisema subkutis.

Adakah krepitasi / nyeri tekan pada thorak.

Adakah deviasi trakhea.

Pengelolaan fungsi pernafasan :

Kesimpulan fungsi pernafasan :

Pernafasan ada adekuat

Pernafasan ada tidak adekuat, tersengal – sengal dengan frekwensi rendah / tinggi

Pernafasan tidak ada – henti nafas

Pada fungsi pernafasan yang adekuat lakukan monitoring ketat, jaga jangan sampai

mengalami gangguan.

Pada fungsi pernafasan yang tidak adekuat, penderita masih bernafas maka

pengelolaan dapat berupa bantuan oksigenasi menggunakan alat – alat bantu untuk terapi

oksigen.

o Kanula oksigen : dengan flow oksigen 2 – 3 liter / menit konsentrasi 30%

o Sungkup sederhana : dengan flow oksigen 6 – 8 liter / menit konsentrasi 60%

o Sungkup berbalon / Jackson Rees : dengan flow oksigen > 10 liter / menit

konsentrasi 100%

o Penggunaan venturi : dengan flow oksigen > 10 liter / menit konsentrasi dapat

diatur sesuai dengan alat venturi yang digunakan

C – Circulation (Sirkulasi)

Page 10: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Sirkulasi, raba nadi, adakah denyut nadi radialis – brachialis – femoralis maupun karotis.

Bila nadi teraba berarti jantung masih berdenyut nilai segera frekwensi keteraturan. Nilai

segera perfusi perifer, hangat – dingin, kering – basah, merah – pucat. Nilai pula waktu

pengisian ulang kapiler ( N < 2 detik )

Pedoman kasar, radialis teraba - tekanan sistole paling tidak 80 mmHg

Femoralis teraba, radialis tidak teraba - tekanan sistole paling tidak 70 mmHg

Hanya karotis yang teraba - tekanan sistole paling tidak 60 mmHg.

Bila karotis dalam 10 detik tidak teraba denyut maka dikatakan jantung berhenti.

D – Disability

Tingkat kesadaran penderita dapat diketahui dengan cara memberikan rangsangan suara

atau nyeri.

Dengan menggunakan metode A (Alert), V (Voice Responsive), P (Pain Responsive), U

(Unresponsive) atau penilaian dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Cara menilai tingkat kesadaran dengan cara AVPU :

A : Alert

V : Responds to Vocal stimuli

P : Responds only to painful stimuli

U : Unresponsive to all stimuli

Glasgow Coma Scale (GCS) pada kasus – kasus trauma kepala

Eye opening (E) spontaneously 4

To speech 3

To pain 2

Nil 1

Page 11: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Motor response (M) obeys 6

Localized 5

With draw flexion 4

Abnormal flexion 3

Extention 2

Nil 1

Verbal response (V) Oriented 5

Confused conversation 4

In appropriate word 3

In comprehensivable sound 2

Nil 1

Penderita dikatakan Coma - mata tidak pernah terbuka, tidak bisa diperintah, dan tidak

pernah berucap kata / suara dari mulutnya.

Tanda – tanda neurology :

Mata : pupil – lebar, simetris,refleks terhadap cahaya ?

Gerak bola mata :gerakan spontan, gerak occulocephalik, gerak acculo vestibular doll’s

eye phenomen ?

Papil : adakah papil edema

Anggota gerak adakah hemiplegia? Untuk memperkenankan letak lesi

Sistem autonomi, pernafasan, nadi & tensi, suhu ?

Bila ada fasilitas dapat dilengkapi pemeriksaan CT Scan, arteriografi, EEG dll

Exposure :

Page 12: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Nilai riwayat trauma dan penyakit sebelumnya. Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien

agar dapat dicari semua cedera yang mungkin ada.

Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus dik-

erjakan.

SECONDARY SURVEY

Setelah selesai dilakukan primary survey dan resusitasi dimana status ABC pasien

sudah membaik, maka kita melangkah ke secondary survey. Di sini kita melakukan pemeriksaan

dari kepala sampai kaki (head to toe examination) disertai reevaluasi pemeriksaan tanda vital.

A. Anamnesis

Setiap pemeriksaan yang lengkap membutuhkan anamnesis mengenai riwayat perlukaan. Selain

itu riwayat AMPLE perlu ditanyakan.

Riwayat “AMPLE” terdiri atas :

A : Alergi

M : Medication

P : Past illness ( penyakit penyerta ) / pregnancy

L : Last meal

E : Event/environment (lingkungan) yang berhubungan dengan riwayat perlukaan/ cedera.

B. Pemeriksaan Fisik

Meliputi pemeriksaan lengkap dari kepala sampai kaki, terdiri atas :

- kepala

- maksilofasial

- vertebra servikalis dan leher

- toraks

- abdomen

- perineum/rektum/vagina

- muskuloskeletal

- neurolog

BAB II

Page 13: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

PNEUMOTORAKS

Definisi

Pneumotoraks berarti adanya udara atau gas lain dalam rongga pleura. Ini bisa terjadi

tanpa adanya penyakit paru tertentu (pneumotoraks saja), atau mungkin terjadi sebagai akibat

dari beberapa kelainan toraks atau paru (pneumotoraks sekunder) seperti iga yang fraktur atau

emfisema.

Epidemologi

Pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun

karena lesi primer seperti emfisema, abses paru, tuberkulosis, karsinoma lebih sering pada

penderita di atas 40 tahun, dan sering menyerang pria dibanding wanita.

Klasifikasi

Pneumotoraks dapat digolongkan sebagai:

1. Pneumotoraks sederhana

Pleura parietal dan viseral seharusnya dipertahankan tetap berkontak karena ada

gabungan antara tekanan intrapleura yang negatif dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil

oleh sejumlah kecil cairan pleura. Jika udara memasuki ruang pleura, faktor-faktor ini

hilang. Peru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu..

2. Tension pneumotoraks

Jika lebih banyak udara memasuki ruang pleura pada saat inspirasi dibandingkan

dengan yang keluar pada saat ekspirasi, akan tercipta efek bola berkatup. Tekanan

intrapleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total. Akhirnya tekanan ini ini

menjadi sedemikian tinggi sehingga mediastinum terdorong ke sisi yang berlawanan, dan

paru yang sebelah juga terkompresi. Hipoksia yang sangat berat dapat timbul. Ketika

tekanan intrapleura meninngi dan kedua paru tertekan, aliran darah ang melaui sirkulasi

sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan syok.

Page 14: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Tension pneumotoraks adalah kedaan darurat yang gawat. Keadaan ini dapat mematikan

dalam beberapa menit kalo tidak segera dikoreksi.

3. Pneumotoraks terbuka (sucking chest wound)

Walaupun ada trauma tembus dinding dada, udara yang masuk ke ruang pleura

lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak daripada dari defek dinding dada. Namun,

jika defek dinding dada cukup lebar, udara dapat masuk dan keluar dari ruang pleura

pada setiap pernapasan sehingga menyebabkan paru di dalamnya kolaps. Pneumotoraks

terbuka dapat cepat menjadi fatal, kecuali bila segera dilakukan koreksi.

Diagnosis

a. Gejala: dispnea dan nyeri dada pleuritik.

b. Pemeriksaan fisik:

(1) Pneumotoraks sederhana

- Bunyi pernapasan yang meredup pada auskultasi di atas sisi dada yang sakit.

- Dapat ditemukan timpani pada perkusi.

- Mungkin ada emfisema subkutan.

- Tanda-tanda ini mungkin tidak jelas jika pneumotoraksnya kecil.

(2) Tension pneumotoraks

- Distensi vena leher – sering sulit dinilai, terutama jika juga disertai kehilangan darah

yang banyak.

- Deviasi trakea ke sisi yang berlawanan dari pneumotoraks yang terdeteksi dengan

palpasi leher.

- Pergeseran jantung ke isi berlawanan yang terdeteksi dengan perkui dan auskultasi

dada.

- Syok. Syok dengan distnsi vena leher memberi dugaan kuat tension pneumothoraks jika

bunyi pernapasn/asimetrik , dan dugaan tamponae perikardium jika bunyi pernpasan

normal . syok akibat kehilangan darah akan menyebabkan kolaps vena-vena leher.

(3) Pneumotoraks terbuka

- Gelembung-gelembung udara dapat terlihat bergerak melewat darah didalam luka.

- Bunyi desis yang khas dapat terdengar ketika udara melintasi defek dinding dada.

c. Foto toraks

Page 15: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

(1) Terpisahnyan permukaan pleura visera dari parietal merupakan tanda nyata

pneumotoraks.

(a) Tepi paru tampak jelas sebelaah medial pleura parietal.

(b) Gambaran garis-garis pembuluh darah paru tidak tampak di daerah antara kedua

permukaan pleura.

(2) Foto dalam keadaan ekspirasi dapat membantu menampakan pneumotoraks yang

bersamar karena saat ekspirasi paru menjadi lebih kecil dengan garis-garis pembuluh

darah yang lebih terkonsentrasi sedangkan jumlah udara di dalam pleura tetap konstan.

(3) Foto tegak sangat di anjurkan jika tidak ada fraktur tulang belakang dan hemodinamk

pasien stabil. Pneumotoraks kecil dan sedang mungkin sulit terlihat pada foto terlentang

karena udara akan membentuk lapisan di atas seluruh permukaan paru.

(4) Petunjuk-petunjuk tentang pneumotoraks berikut mungkin terdeteksi ada foto terlentang:

- Satu lapangan paru lebih lusen dibandingkan dengan lapangan aru lainnya.

- Penumomediastinum.

- Pneumoperikardium.

- Emfisema subkuan.

Page 16: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

HEMOTHORAX

Definisi

Akumulasi darah di dalam dada, atau hemothorakx adalah masalah yang relative, paling

sering akibat cedera ke struktur intrathoracic atau dinding dada. Hemothorax adalah kumpulan

darah di dalam rongga pleural. Untuk menentukan hematorax, nilai hematokrit 50% (diband-

ingkan dengan berdarah cairan pleural),. Etiologi yang paling umum adalah hemothorax tumpul

atau trauma tembus, dapat juga hasil dari penyebab nontraumatic atau dapat juga terjadi secara

spontan.

Epidmiologi

Hemothorax paling utama adalah yang berkaitan dengan trauma. Sekitar 150.000 kema-

tian terjadi setiap tahun dari trauma. Sekitar 3 kali ini jumlah orang yang cacat permanen karena

trauma, dan sebagian besar ini adalah gabungan kelompok korban polytrauma. Trauma dada ter-

jadi di sekitar 60% dari kasus polytrauma, sehingga diperkirakan terjadinya hemothorax yang

berhubungan dengan trauma di Amerika adalah 300.000 kasus per tahun.

Etiology

Penyebab hemotorax adalah:

Trauma

o Trauma tumpul

o Penetrasi trauma (termasuk iatrogenic)

Nontrauma atau spontan

o Neoplasia (primer atau metastatic)

o Dyscrasias darah, termasuk komplikasi dari anticoagulasi

o Emboli paru dengan infark

o Adhesi torn pleura yang berkaitan dengan pneumothorax spontan

o Emphysema bullous

o Infeksi Necrotizing

Page 17: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

o Tuberculosis

o Pulmonary arteriovenous fistulae

o Telangiektasis hemoragic heredeitar

o Patologi Nonpulmonary intrathoracic vascular (misalnya, yg berkenaan dgn pem-

bengkakan pembuluh darah aorta.

o Intralobar and extralobar sequestration

o Patologi abdominal (misalnya, pancreatic pseudocyst, , hemoperitoneum)

o Catamenial

Pathophysiology

Pendarahan ke dalam ruang pleural dapat terjadi pada hampir setiap gangguan pada sel-

sel dari dinding dada dan selaput paru-paru atau intrathoracic struktur. Respon Faal terhadap

hemothorax adalah bemanifestasi dalam 2 bidang utama yaitu : hemodynamic dan pernapasan.

Tanggapan sudut hemodynamic ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnya darah. Gerakan

normal pernafasan mungkin terhambat oleh ruang yang menempati dampak besar akumulasi

darah di dalam ruang pleural. IDalam kasus trauma, abnormalities dari oxygenation Mei ventilasi

dan hasilnya, terutama jika dikaitkan dengan cedera pada dinding dada. Dalam beberapa kasus

nontraumatic , terutama yang berkaitan dengan pneumothorax dan terbatasnya jumlah

perdarahan, gejala pernafasan Mei menonjol.

Systemic physiologic response – Hemodynamic. Perubahan hemodynamic bervariasi,

tergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah sampai 750 mL

dalam 70-kg pada manusia seharusnya tidak menyebabkan perubahan signifikan hemodynamic.

Hilangnya 750-1500 mL dalam individu yang sama akan menyebabkan gejala awal shock, yakni

tachycardia, tachypnea, dan penurunan tekanan nadi. Gejala signifikan pada shock yaitu

kehilangan darah dengan volume 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleural dari 70

kg-manusia terdapat darah 4 liter atau lebih, dapat terjadi pendarahan exsanguinating eksternal

tanpa bukti kehilangan darah.

Systemic physiologic response – Respiratory. Darah yang menempati rongga pleural

menempati ruang yang akan mengisi respernapasan. Hal ini akan menyebabkan pasien untuk

Page 18: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

sesak nafas dan dapat menghasilkan tachypnea. Volume darah yang diperlukan untuk

menghasilkan gejala-gejala yang ada berbeda-beda, tergantung pada sejumlah faktor, termasuk

organ yang terluka, kerasnya cedera, dan jantung cadangan. Sesak napas merupakan gejala

umum dalam kasus-kasus yang berkembang di hemothorax Kehilangan darah dalam kasus

tersebut tidak akut seperti untuk menghasilkan respon hemodynamic sering terlihat sesak napas

dan ini merupakan keluhan utama.

Late physiologic sequelae of unresolved hemothorax Akhir dari faali sequelae belum

hemothorax .Dua Pathologi yang terkait dengan tahapan hemothorax. Yaitu empyema dan

fibrothorax. Empyema hasil dari kontaminasi bakteri yang tetap hemothorax. Jika diketahui hal

ini dapat mengakibatkan infeksi bacteremia dan shock. Hasil dari Fibrothorax yaitu endapan

fibrin dan hemothorax coats baik parietal dan visceral, Atelectaksis persisten dari bagian paru-

paru dan penurunan fungsi pulmonary hasil dari proses ini

Tanda dan Gejala

Tachypnea

Dyspnea

Cyanosis

Berkurang atau tidak ada suara nafas pada sisi yang terkena

Deviasi Tracheal

Dull resonansi pada percussion

Unequal chest rise

Tachycardia

Hypotension

Pucat, dingin, kulit lembab dan dingin

Mungkin emphysema subkutaeus

Narrowing pulse tekanan

Penatalaksanaan

Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.

Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi

Page 19: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga

pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai

dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan

dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun

banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita

hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor

utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak

1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika

membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.

EFUSI PLEURA

DEFENISI

Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura.

Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga

dada.Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua

lapisanpleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah,

nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi4.

Page 20: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

ETIOLOGI

Bisa terjadi dua jenis efusi yang berbeda, yaitu;

1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di

dalam paru-paru.Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung

kongestif 4. Kandungan protein pada cairan pleura <30 g/dL dan biasanya jernih, serosa 3.

2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh

penyakitparu-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan

sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura

eksudativa4 . Kandungan protein pada cairan pleura >30 g/dL, biasanya serosa, keruh, dan

berdarah 3.

Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada

dada, ruptur esophagus karena muntah hebat, atau pemakaian alat sewaktu tindakan

esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa (transudat/eksudat), hemotoraks, kilotoraks, dan

empiema. Analisis cairan efusi dapat menentukan lokalisasi trauma 2.

EPIDEMIOLOGI

Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura didapatkan lebih banyak pada wanita

daripada pria. Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberculosis paru lebih banyak dijumpai pada

pria daripada wanita. Umur terbanyak untuk efusi pleura karena tuberculosis adalah 21-30 tahun 1

PATOFISIOLOGI

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20ml. Cairan di rongga pleura

jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis, dan absorbsi

oleh pleura visceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan hidrostatis

pleura parietalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura visceralis 10 cm H2O 1

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila;

1. Tekanan osmotik menurun dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemi

2. Terjadi peningkatan;

Page 21: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

- Permeabilitas kapiler (peradangan, neoplasma)

- Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ v. Pulmonalis (gagal jantung

kiri)

- Tekanan negatif intrapleura (ateletaksis) 1

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul

ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin

memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak

menunjukkan gejala sama sekali4. Gejala sesak napas timbul pada efusi dengan jumlah yang

sangat banyak3. Sesak pada efusi pleura berjalan kronis karena berlangsung dalam hitungan

minggu-bulan dan memberat saat aktivitas3 .

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan4:

-batuk

-cegukan

-pernafasan yang cepat

- nyeri perut.

DIAGNOSIS

Adapun upaya penegakan diagnosis pada efusi pleura, yaitu1 ;

1. Klinis

Cairan pleura yang kurang dari 300 cc tidak memberi tanda fisik yang nyata. Bila lebih

dari 500cc akan memberikan kelainan pada pemeriksaan fisik seperti penurunan

pergerakan hemitoraks yang sakit., fremitus suara dan suara napas melemah. Cairan

pleura yang lebih dari 1000cc dapat menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan

syarat cairan tidak memenuhi seluruh rongga pleura). Cairan yang lebih dari 2000cc,

suara napas melemah atau menurun, mungkin menghilang sama sekali dan mediastinum

terdorong ke arah paru yang sehat 1.

Page 22: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Pada pemeriksaan fisis juga ditemukan pengembangan paru menurun, pekusi pekak

(stony dullness) tetap, dan suara napas serta resonansi vokal memendek 3.

2. Radiologi

Cairan yang kurang dari 300cc, pada flouroskopi maupunfoto toraks PA tidak tampak.

Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpulan sinus kostophrenikus. Pada

efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300 cc, sinus kostophrenikus

tidak tampak tumpul tetapi diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dapat

dilakukan dengan membuat foto dan lateral dari sisi yang sakit 1.

Foto thorax PA dan posisi latral dekubitus pada sisi yang sakit seringkali memberi hasil

yang memuaskan bila cairan pleura sedikit, atau cairan subpulmnal yaitu tampak garis

batas cairan yang sejajar dengan kolumna vertebralis atau berupa garis horizontal 1.

3. Laboratorium

Analisa cairan pleura dengan cara uji kimia klinik1. Pemeriksaan khusus untuk mencari

penyebab efusi adalah dengan membedakan kandungan protein tinggi atau rendah, yaitu

apakah efusi berupa eksudat atau transudat3 .

4. Patologi Anatomi

Didapatkan dari hasil biopsi pleura maupun cairan pleura1.

PENATALAKSANAAN

Pengelolaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan pengosongan

cairan (torakosintesis) 1.

Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap

penyebabnya. Jika jumlah cairannya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak

nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).Cairan bisa

dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke

dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi

Page 23: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang harus

dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding dada

Indikasi torakosintesis

Indikasi untuk melakukan torakosintesis adalah1;

a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga pleura.

b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

c. Bila terjadi reakumulasi cairan

Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000cc, karena pengambilan cairan

pleura pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak dapat menimbulkan sembab paru

yang ditandai dengan batuk dan sesak 1.

Kerugian torakosintesis

Adapun kerugian yang dapat ditimbulkan dari tindakan torakosintesis adalah1;

a. Tindakan torakosintesis menyebabkan keholangan protein yang berada dalam cairan

pleura.

b. Dapat menimbulkan infeksi rongga pleura (empiema)

c. Dapat terjadi pneumotoraks

PENCEGAHAN

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang apat

menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosis

kausal belum ditegakkan 1.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mengobati penyakit dasar,

misalnya biopsi pleura, bronkoskopi, torakotomi dan torakoskopi 1

Page 24: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

SINDROM DISTRES RESPIRASI DEWASA

Defenisi

Sindrom distres respirasi dewasa, atau adult respiratory distress syndrome (ARDS)

adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang difus, ditandai dengan kerusakan

sawar membran kapiler-alveoli sehingga menyebabkan terjadinya edema alveoli yang kaya

protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini umumnya timbul mendadak pada pasien

tanpa kelainan paru sebelumnya dan disebabkan dengan berbagai macam keadaan antara lain

trauma yang berat, pankreatitis dan penyalahgunaan obat, dan lain-lain. ARDS tidak dapat

diatasi dengan penanganan konvensional.

Etiologi

Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka penyakit dasar yang menyebabkan

sindrom ini dapat dibagi 2 kelompok, yaitu :

Langsung

● Aspirasi asam lambung

● Tenggelam

● Kontusio paru

● Infeksi paru yang difus

● Inhalasi gas toksik

● Keracunan oksigen

Tidak langsung

● Sepsis

● Pankreatitis akut

● Trauma multipel

● Penyalahgunaan obat

Patofisiologi

Sindrom distres respirasi dewasa selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam

paru. Mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan

Page 25: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan

intersisial. Pada keadan normal, membran kapiler alveoli relatif tidak permeabel, tidak mudah

ditembus partikel-partikel. Tetapi dengan adanya cidera maka terjadi perubahan permeabilitas,

sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar dari 60 amstrong sehingga terjadi

perembesan cairan dan unsur-unsur darah lainnya ke dalam alveoli dan akhirnya menjadi edema

paru, paru menjadi kaku dan kelenturan paru (compliance) menurun. Kapasitas sisa fungsional

(functional residual capacity) juga menurun.

Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan kalau kapasitas interstisium terlampaui,

cairan akan berkumpul di alveolus, sehingga mengakibatkan atelektasis kongestif dan pirau

intrapulmonal. Bila pirau intrapulmonal menjadi masif, maka mengakibatkan hipoksemia. Pada

keadaan normal, pirau intrapulmonal ini didapatkan dalam persentase yang kecil dari curah

jantung total. Pada sindrom gagal napas, piaru meningkat 25-50% dari curah jantung total dan

hal ini terjadi karena adanya perfusi yang persisten pada alveoli yang kolaps. Akibatnya darah

yang mengalir dari arteri pulmonalis tidak dapat terpajan dengan udara dalam alveoli dan tidak

terjadi pertukaran gas sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara ventilasi-

perfusi. Pada keadaan ini darah dari arteri pulmonalis dengan kadar oksigen yang rendah akan

bercampur dengan darah dari jantung kiri yang kaya oksigen sehingga rata-rata saturasi oksigen

dalam darah arteri sistemik menjadi lebih rendah. Pada keadaan normal perfusi darah akan

berkurang pada daerah paru yang mengalami gangguan ventilasi karena aadanya refleks

vasokontriksi akibat hipoksemia., sehingga akan mengurangi jumlah pirau yang terjadi. Pada

sindrom ini, mekanisme kompensasi tersebut tidak terjadi karena adanya mediator inflamasi

yang berperan sebagai vaodilator yaitu aksida nitrit.

Akhir-akhir ini terjadi perubahan konsep yang bermakna mengenai sindrom distres

respirasi dewasa karena didapatkan disfungsi berbagai organ ektrapulmonal lainnya. Antara lain,

peran beberapa sitokin yaitu TNF dan IL-1. Tumor necrosis factor yang dihasilkan oleh fagosit

mononuklear akan memasuki sirkulasi sehingga mempengaruhi organ-organ ekstrspulmonal

lainnya. TNF dan IL-1 akan menginduksi berbagai sel untuk memproduksi oksida nitrit yang

dapat menyebabkan vasodilatasi yang persisten sehingga menyebabkan terjadinya gangguan

fugsi berbagai organ, hipotensi dan renjatan.

Page 26: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Gejala Klinis dan Pemeriksaan

Manifestasi klinis sindrom ini bervariasi tergantung penyebabb. Penyebab yang paling

penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma, operasi besar, dan kelebihan dosis

narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi dengan

timbulnya gejala klinis sindrom gagal napas selam 18-24 jam. Gejala klinis yang paling

menonjol adalah sesak napas. Pada saluran napas pada orang dewasa didapatkan adanya trias

gejala yang penting yaitu hipoksia, hipotensi, dan hiperventilasi.

Pada tahap dini, pada pemeriksaan fisis mungkin tidak banyak ditemukan kelainan, tetapi

kemudian didapatkan adanya krepitasi yang meluas pada kedua lapangan paru dalam waktu

singkat. Pada tahap berukutnya, sesak napas bertambah, sianosis menjadi lebih berat, gelisah dan

mudah tersinggung. Ronkhi mungkin terdengar di seluruh paru.

Gambaran Radiologis

Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto toraks. Setelah 12-24 jam tampak infiltrat

tanpa batas-batas yang tegas (soft, fluffy, cotton wool) pada hampir seluruh lapangan paru, tanpa

tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda bendungan lainnya. Infiltrat tersebut biasanya meluas

dengan cepat dan simetris dalam beberapa hari/jam sehingga mengenai seluruh lapangan paru

tetapi kedua sinus kostofrenikus masih tetap normal (bilateral white-out). Infiltrat bisa juga

berjalan lambat dan asimetris.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang paling dini menunjukkan kelainan adalah analisis gas

darah. Mula-mula didapatkan adanya alkalosis respiratorik dengan berbagai derajat hipoksemia

yang relatif resisten terhadap pemberian oksigen. Hipoksemia refrakter merupakan tanda klasik

pada sindrom ini yang menunjukkan adanya pirau intrapulmonal. pada tahap selanjutnya, akan

terjadi gangguan karbondioksida sehingga menyebabkan asidosis respiratorik.

Sindrom distres respirasi dewasa dapat diketahui dengan menentukan perbedaan tekanan

oksigen antara alveoli dan arteri pulmonalis (A-aDO2). Rumus lain yang dapat digunakan adalah

dengan menggunakan hipoxemia score, yaitu perbandingan antara tekanan O2 arteri pulmonal

dengan konsentrasi O2 inspirasi.

Page 27: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Kelainan laboratorium lain bisa didapatkan pada sindrom gagal napas pada orang dewasa

yang berkaitan dengan penyakit dasarnya, kelainan fungsi hati dan ginjal bisa juga akibat

disfungsi organ multipel.

Batasan klinis sindrom distres respirasi dewasa menurut American-European Consensus

Conference (1994) :

1. Rasio PaO2/ FiO2 ≤ 200

2. Foto toraks memperlihatkan infiltrat bilateral sesuai dengan edema paru

3. Tidak didapatkan adanya gagal jantung kongestif (tekanan wedge arteri pulmonalis ≤ 18

mmHg)

Pengobatan

Pengobatan sindrom ini, lebih efektif bila pengobatan dilakukan dalam masa laten

daripada bila sudah timbul gejala sindrom gagal napas. Tujuan pengobatan adalah sama

walaupun etiologinya berbeda yaitu mengembangkan alveoli secara optimal untuk

mempertahankan gas darah arteri untuk oksegenasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam

basa dan sirkulasi dari tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli kapiler utuh

kembali.

Cairan diberikan cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung

yang tidak cepat, ekstremitas hangat dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau

memperberat edema paru.

Secara umum obat-obat yang diberikan dibagi menjadi 2 kategori yaitu;

1. Obat untuk menekan proses inflamasi

a. Kortikosteroid dapat mengurangi pembentukan kolagen sehingga mungkin berman-

faat untuk mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup. Biasanya diberikan

dalam dosis besar, metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena setiap 6 jam

b. Prostaglandin E1 mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta efek antiagre-

gasi trombosit. Pemberian secara aerosol dapat memperbaiki proses ventilasi perfusi

karena dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang masih baik.

c. OAINS

d. ketokenazol

Page 28: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

2. Obat untuk memperbaiki kelainan Faal paru

a. Oksida nitrit pemberian oksida nitrit secara inhalasi dengan dosis rendah akan menye-

babkan dilatasi pembuluh darah paru secara efektif khususnya pada daerah paru dengan

ventilasi yang masih baik

b. Surfaktan bermanfaat untuk mencegah atelektasis alveoli

c. Antibiotik karena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien sindrom distres respirasi

dewasa maka dianjurkan untuk memberikan antibiotik sejak awal yang berspektrum

luas, hingga didapatkan adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi paru dan abdomen. Adanya edema

paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi.

Prognosis

Mortalitas rata-rata 50-60%. Mortalitas 40% didapatkan pada pasien dengan gagal napas

saja, sedang pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan organ utama didapatkan mortalitas

sekitar 70-80%. Pada pasien yang bertahan hidup, umunya fungsi paru akan kembali setelah

berbulan-bulan. Tetapi pasien sindrom gagal napas berat, harapannya kurang menguntungkan

karena akan mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan fibrosis.

FLAIL CHEST

Definisi

Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan

dinding dada secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh adanya fraktur iga multiple pada dua

atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen yang mengambang

(flail chest) ini menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada.

Patofisiologi

Page 29: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

Jika terjadi patah tulang iga multiple biasanya dinding toraks tetap stabil. Tetapi jika

beberqapa iga mengalami patah tulang pada dua tempat maka suatu segmen dinding dada

terlepas dari kesatuannya. Keadaan ini sering diakibatkan oleh trauma tumpul pada dinding dada

dan sering disertai dengan kerusakan pada parenkim paru, misalnya kontusio paru. Bila terjadi

kerusakan parenkim paru di bawah dinding dada maka akan menyebabkan hipoksia yang serius.

Walaupun ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding

dada pada saat inspirasi dan ekspirasi, defek ini saja tidak akan menimbulkan hipoksia. Hipoksia

pada penderita ini terutama disebabkan oleh nyeri hebat yang mengakibatkan gerakan dinding

dada menjadi tertahan saat bernapas, sehingga mengganggu mekanisme bernapas, dan cedera

jaringan paru itu sendiri.

Diagnosis

Falil chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan

dinding dada. Gerakan pernapasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak

terkoordinasi. Palpasi gerakan pernapasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang

rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga

yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan

analisis gas darah yang menunjukkan hipoksia akibat kegagalan pernapasan, juga membantu

dalam diagnosis Flail Chest.

Terapi

Terapi awal yang diberikan adalah pemberian ventilasi yang adekuat dan oksigen yang

dilembabkan. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi

serta ventilasi untuk waktu singkat mungkin diperlukan, sampai diagnosis dan pola cedera yang

terjadi pada penderita tersebut lengkap. Tapi tidak semua penderita membutukan bantuan

ventilator.

Berikutnya adalah resusitasi cairan, bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan

kristaloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan.

Kerusakan parenkim paru pada flail chest akan sangat sensitive terhadap kekurangan ataupun

Page 30: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

kelebihan cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberia cairan benar-

benar optimal.

Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang

cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Nyeri harus

dihilangkan untuk menjamin pernapasan yang baik atau mencegah pneumonia akibat gerak

napas tidak memadai dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika pemberian analgesik tidak

menghilangkan nyeri maka harus diberikan anastesi blok interkostal yang meliputi segmen di

kaudal dan cranial iga yang patah.

Pemasangan bidai rekat (adhesive strapping) tak ada manfaatnya walaupun memberikan

rasa aman pada penderita. Bidai ini akan mengganggu pengembangan rongga dada, gerakan

napas, dan menyebabkan dermatitis, sedangkan dalam mengurangi nyeri tidak lebih efektif

dibandingkan dengan analgesik. Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus perios kuat

dan otot. Karena tulang iga memiliki perdarahan yang baik, maka penyembuhan dan penyatuan

tulang biasanya berlangsung cepat dan tanpa halangan atau penyulit.

Penyulit

Penyulit yang mungkin dapat ditemukan seperti pneumonia, pneumotoraks, dan

hemotoraks. Pneumonia dapat disebabkan oleh ganggua gerak napas dan gangguan batuk.

Sedangkan pneumotoraks dan hemotoraks terjadi karena tusukan patahan tulang pada pleura

parietalis dan/atau pleura visceralis. Luka pleura parietalis menyebabkan hemotoraks, sedangkan

cedera pleura visceralis menyebabkan hemotoraks dan/atau pneumotoraks.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku ajar

Page 31: Modul 2 Skenario 1 Sesak Nafas a2

a. American college of surgeons. 2004. Advance Trauma Life Support Program for

Doctors, 7th edition. USA (Diterjemahan dan dicetak oleh komisi trauma IKABI)

b. Tambunan, Karmel L, dkk. 2003. Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat,

Jilid 1. Jakarta. FKUI

c. Alsagaff, Hood dan Mukty Abdul H.2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.

Airlangga University Press : Surabaya.

d. PDSPDI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan FKUI: Jakarta.

e. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Airlangga: Jakarta.

f. Modul Departemen Kesehatan RI (DIT YANMED GIGI DASAR – PUSDIKLAT

KESEHATAN)

g. Stead Latha G. : First Aid For the Emergency Medicine clerkship, McGraw Hill

Companies,Inc, 2003.

2. Tim Dosen UNHAS : Diktat kuliah Sistem Gawat Darurat dan Traumatologi, UNHAS, 2010.

3. www.emedicine.com

4. www.medlinux.blogspot.com