sarafambarawa.files.wordpress.com  · web viewnyeri mulai memberat saat perubahan posisi, ditambah...

73
LAPORAN KASUS Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf LOW BACK PAIN Diajukan Kepada: Pembimbing: dr Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc Disusun Oleh: Putri Annisa Rachmatillah 1820221122 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF 1

Upload: others

Post on 28-Jan-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSDiajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di

Bagian Saraf

LOW BACK PAIN

Diajukan Kepada:

Pembimbing: dr Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc

Disusun Oleh:

Putri Annisa Rachmatillah 1820221122

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN

ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS VETERAN JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

2019

1

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. P

Usia : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Bergas Kidul ½ Bergas, Kab. Semarang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan Pedagang

Masuk Rumah Sakit : 14 Februari 2019, 20.26

Keluar Rumah Sakit : 19 Februari 2019

B. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 18

Februari 2019, pukul 08.00 WIB di Bangsal Mawar RSUD Ambarawa.

C. KELUHAN UTAMA:

Nyeri punggung bawah sinistra

D. KELUHAN TAMBAHAN:

Sesak nafas (pada awal masuk IGD), pusing cekot-cekot.

E. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

3 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada punggung bawah sebelah kiri.

Pasien mengakui gejala nyeri pada punggung bawah sering hilang-timbul sejak 1

tahun yang lalu dan mengakui penah jatuh 1 tahun yang lalu. Gejala nyeri yang

dirasakan masih dapat ditahan, jika diberikan skala nyeri pasien memberikan

skala 5, bila nyeri pasien hanya meminum obat yang dibeli di apotik dan dibawa

istirahat. Pada hari tersebut pasien mengakui sangat kelelahan karena waktu

bekerja yang berlebihan, serta waktu istirahat yang sangat kurang pada saat itu.

Kurang lebih 30 menit hari SMRS, pasien kembali merasakan nyeri pada

punggung bawah sebelah kiri, yang dirasa lebih berat dari sebelumnya, karena

2

nyeri mulai memberat saat perubahan posisi, ditambah pasien mengeluhkan sesak

nafas, pusing cekot-cekot, dan rasa nyeri menjalar hingga ke lutut. Jika diberikan

skala nyeri, pasien memberikan skala nyeri 8 untuk rasa nyerinya. Pasien

mencoba mengurangi keluhan dengan diurut sendiri dengan balsem urut, tetapi

keluhan dirasakan tidak membaik. Karena pasien sudah tidak dapat menahan rasa

sakitnya, pasien dibawa keluarga ke RSUD Ambarawa.

Keluhan nyeri tersebut mengganggu aktivitas pasien. 30 menit SMRS keluhan

nyeri punggung tidak didahului dengan demam, tidak didahului atau disertai

dengan batuk kronis, penurunan berat badan yang masif dan keringat malam.

Keluhan BAK nyeri disangkal.

F. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

Riwayat jatuh pada daerah punggung bawah diakui

1 tahun yang lalu, pasien pernah jatuh dari kursi dalam posisi

terduduk. Pasien langsung diurut menggunakan jahe merah tanpa

merasa nyeri. Setelah jatuh tersebut, pasien sering merasakan

nyerinya hilang timbul. Pasien memberikan 3 untuk skala nyerinya.

Timbul ketika sedang melakukan kegiatan dan jika kelelahan.

Nyeri menghilang ketika dibawa istirahat. Sejak jatuh tersebut

pasien masih dapat menahan nyerinya sehingga menurut pasien

tidak perlu untuk berobat ke dokter dan hanya meminum obat anti

nyeri yang dibeli di apotik tanpa mengetahui nama obatnya. Pasien

masih dapat melakukan pekerjaannya dan tidak mengganggu

aktivitas maupun kualitas tidurnya.

Riwayat sakit liver 8 tahun yang lalu

Riwayat sering mengangkat benda berat disangkal

Riwayat gangguan ginjal disangkal

Riwayat diabetes disangkal

Riwayat hipertensi dan asma disangkal

3

G. RIWAYAT PENGOBATAN

Pasien minum obat untuk mengurangi rasa nyeri di bagian punggung yang dibeli

di apotik ketika rasanya nyerinya timbul.

H. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Riwayat penyakit serupa disangkal

Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal.

I. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL EKONOMI :

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, juga pedagang buah dan sayuran.

Pasien sudah bekerja sebagai pedagang selama 30 tahun. Pasien mulai berjualan

dari jam 3 pagi sampai jam 9 pagi, lalu berlanjut pada siang harinya dari jam 2

sampai jam 5 sore. Sebagai pedagang, pasien sering pada posisi duduk dalam

waktu lama ± 9 jam lebih sehari. Pekerjaannya membuat pasien kurang istirahat

dan jam tidurnya berkurang. Makan tidak teratur, biasanya makan sekali sehari,

sangat jarang dua kali sehari. Pasien juga mengakui kurang minum air putih serta

jarang dan tidak teratur dalam mengkonsumsi buah-buahan.

J. ANAMNESIS SISTEM :

Sistem Serebrospinal : Pusing cekot-cekot diakui

Sistem Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan

Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan

Sistem Gastrointestinal           : Tidak ada keluhan

Sistem Muskuloskeletal : Nyeri punggung bawah kiri

diakui

Sistem Integumen                    : Tidak ada keluhan

Sistem Urogenita : Tidak ada keluhan

K. RESUME ANAMNESIS

Pasien perempuan berumur 60 tahun datang ke RSUD Ambarawa dengan keluhan

nyeri punggung bawah sebelah kiri 30 menit SMRS. Keluhan ini memberat tiba-

tiba hingga mengganggu aktifitas pasien. Keluhan nyeri punggung bawah sebelah

4

kiri sudah dirasakan selama 1 tahun terakhir, tetapi saat itu nyeri hilang timbul

dan pasien masih dapat manahan rasa sakitnya. Pada 3 hari SMRS, nyeri pada

punggung bawah sebelah kiri muncul kembali. Keluhan ini terasa kembali karena

faktor dari pekerjaan pasien sebagai pedagang buah dan sayur yang bekerja pagi

dan sore hari. Pasien minum obat untuk mengurangi rasa nyeri dipunggungnya,

pasien meminum obat yang dibeli dari apotik. Pasien bekerja sebagai pedagang

buah dan sayuran yang mengharuskan pasien duduk ± 9 jam lebih sehari. Makan

tidak teratur dan waktu istirahat yang sangat kurang.

DISKUSI PERTAMA

Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan nyeri punggung. Nyeri

disertai dengan sesak nafas dan pusing pada saat datang ke IGD. Nyeri menjalar

hingga lutut sebelah kiri. Nyeri BAK disangkal. Riwayat trauma pernah jatuh

diakui sehingga dapat menguatkan kemungkinan nyeri pinggang akibat trauma

tulang belakang.

Nyeri

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau

berpotensi terjadi atau digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut

(International Association for the Study of Pain, 1994).

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

1. Sumber Nyeri

Jika ditinjau dari sumbernya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri

somatik luar, somatik dalam, dan viseral. Nyeri yang timbul pada

punggung bawah ini dapat dicurigai sebagai nyeri somatik luar, nyeri

somatik dalam dan nyeri viseral. Nyeri somatik luar dapat berasal dari

5

kulit. Nyeri somatik dalam dapat berasal dari tulang, otot, dan sendi.

Kemungkinan terjadinya nyeri akibat sprain atau strain pada otot juga bisa

dicurigai. Sedangkan nyeri viseral berasal dari organ viseral atau membran

yang menutupinya (Tamsuri, 2007).

2. Jenis Nyeri

Jika ditinjau dari jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif,

neurogenik, dan psikogenik. Nyeri nosiseptif timbul karena adanya

kerusakan pada jaringan somatik atau viseral sedangan nyeri neurogenik

adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi, disfungsi atau

gangguan sementara primer pada sistem saraf pusat atau perifer (Tamsuri,

2007).

Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai berikut :

Skala intensitas nyeri deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata pendeskripsi yang tersusun dengan

jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak

terasa nyeri” hingga “nyeri yang tidak tertahankan”. Alat VDS ini

memungkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan

nyeri.

Skala penilaian numerik

Skala penilaian numerik (numerical rating scales, NRS) digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai

nyeri dengan menggunakan skala 1-10. Skala biasanya digunakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

Skala analog visual

Skala analog visual (visual analogue scale, VAS) merupakan suatu garis

lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi

verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan pasien kebebasan

penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.

Skala nyeri Bourbanis

6

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang

memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Kriteria nyeri pada

skala ini yaitu:

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi

dengan baik

4-6 : nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik

7-9 : nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi, nafas panjang, dan distraksi

10 : nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu berkomunikasi

lagi

Anatomi Dan Fisiologi

Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah, diantara

ruas-ruas tersebut dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram

sehingga tulang belakang dapat tegak dan membungkuk, disebelah depan dan

belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal. Tulang belakang terdiri dari 30

tulang yang terdiri atas:

- Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil, rendah dan

berbentuk segi empat dengan lubang ruasnya besar. Foramen vertebra berbentuk

segitiga dan besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut

foramen transversalis yang dilalui oleh arteri dan vena vertebralis. Pada ujung

prosesus tansversus terdapat 2 buah tonjolan yaitu tuberculum anterius dan

tuberculum posterius yang dipisahkan oleh suatu alur yaitu sulcus spinalis tempat

berjalannya nervus spinalis. Prosesus spinosusnya pendek dan bercabang dua.

Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua

disebut prosesus odontoit (aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan

kekanan.

7

- Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju

durinya panjang dan melengkung. Facies articularis superior menghadap ke

belakang dan lateral dan facies articularis inferior menghadap ke depan dan

medial.

- Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat,

bersifat pasif. Prosesus spinosusnya besar dan pendek. Facies prosesus artikularis

superior menghadap ke medial dan facies articularis inferiornya menghadap ke

lateral. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.

- Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga

berbentuk baji, yang cekung di anterior. Batas inferior yang sempit berartikulasi

dengan kedua os coxae, membentuk artikulatio sacroiliaca.

- Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan membentuk

sebuah tulang segitiga kecil, yang berartikulasi pada basisnya pada ujung bawah

sacrum. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sacrum.

Gambar 1. Tulang Belakang

Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :

- Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada

diantaranya.

- Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas

lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis,

ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum,

serta kapsul sendi.

- Korpus

Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang

mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk

konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal.

Facies superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5.

- Arcus

8

Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada

korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan

ada tonjolan ke arah lateral yang disebut procesus spinosus.

- Foramen vertebra

Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus

bila dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk

suatu saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh

medula spinalis.

Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan

stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :

- ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap

diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi.

- Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian

posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk

mengontrol gerakan fleksi.

- Ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang

berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior.

- ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi

mengontrol gerakan fleksi.

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena

adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Bila

9

dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis

di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-

masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan

satu struktur yang elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus

yang memungkinkan gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang.

Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal

berlingkup gerakan yang sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk

toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih

besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makinkecil.7,8

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang

berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi

sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan

korpus vertebra yang berdekatan.

Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis

terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi

fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang

yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus

intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal

sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan

peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian

utama yaitu:

a) Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:

- Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang

konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan

menyerupai gulungan per (coiled spring)

- Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus

- Daerah transisi.

b) Nucleus pulposus

Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,

nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung

dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan

antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.

10

c) Vertebral endplate

Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk

batas atas dan bawah dari diskus.

Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada nucleus

disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya vertebral end

plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan cukup untuk

bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan bentuk dari

nukleus pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan oleh karena

adanya (1) kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya

lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus.

Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan

(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai

sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan

berperan menahan tekanan atau beban.

Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus adalah

bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah :

- Ligamentum longitudinal anterior

- Ligamentum longitudinal posterior

- Corpus vertebrae dan periosteumnya

- Ligamentum supraspinosum

- Fasia dan otot

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang

terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital

magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis

terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :

- 8 pasang saraf servical.

- 5 pasang saraf thorakal.

- 5 pasang saraf lumbal.

- 5 pasang saraf sacral.

- 1 pasang saraf cogsigeal.

Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu

substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea

11

mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna

lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut

conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).

Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf

yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.

Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang

diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini

dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh

pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat

sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral

mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.

Low Back Pain

Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat

menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa

diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal

atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan

kaki. LBP atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari gangguan

muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi yang salah.

Klasifikasi LBP:

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), yang termasuk

dalam low back pain terdiri dari :

a. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi: Superior oleh garis

transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra

thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung

prosesus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal

tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis.

b. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis

transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis

pertama, inferior oleh garis transversal imajiner melalui spina iliaka superior

posterior dan inferior.

12

c. Lumbasacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain

dan 1/3 atas daerah sacral spina pain. Lumbasacral Pain, nyeri di daerah 1/3

bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spina pain.

Etiologi

d) Organ yang mendasari

Berdasarkan organ yang mendasari, Low Back Pain dapat dibagi menjadi

beberapa jenis, yaitu:

a. LBP Viserogenik

Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera di daerah

pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang dirasakan tidak bertambah

berat dengan aktivitas tubuh, juga tidak berkurang dengan istirahat.

Penderita LBP viserogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu

menggeliat untuk mengurangi nyeri, sedang penderita LBP spondilogenik

akan lebih memilih berbaring diam dalam posisi tertentu untuk

menghilangkan nyerinya.

b. LBP vaskulogenik

Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri

punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteri glutealis

superior dapat menimbulkan nyeri di daerah bokong, yang makin

memberat saat jalan dan mereda saat berdiri. Nyeri dapat menjalar ke

bawah sehingga sangat mirip dengan iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak

terpengaruh oleh presipitasi tertentu misalnya : membungkuk, mengangkat

benda berat yang mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang kolumna

vertebralis. Kaludikatio intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang

disebabkan oleh iritasi radiks.

c. LBP neurogeik

a. Neoplasma:

Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik,

sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu

sedang tidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri

berkurang bila penderita berjalan.

b. Araknoiditis:

13

Pada keadaan ini terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri timbul

bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut.

c. Stenosis kanalis spinalis :

Penyempitan kanalis spinalis disebabkan oleh proses degenerasi

discus intervertebralis dan biasanya di sertai ligamentum flavum.

Gejala klinis timbulnya gejala klaudicatio intermitten disertai rasa

kesemutan dan nyeri tetap ada walaupun penderita istirahat.

d. LBP spondilogenik

Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna

vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses

patologik di artikulatio sacroiliaka.

- LBP osteogenik

Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis

tuberculosa, trauma yang dapat mengakibatkan fraktur maupun

spondilolistesis, keganasan, kongenital misalnya scoliosis lumbal,

nyeri yang timbul disebabkan oleh iritasi dan peradangan selaput

artikulasi posterior satu sisi, metabolik mislnya osteoporosis,

osteofibrosis, alkaptonuria, hipofosfatemia familial.

- LBP diskogenik

Spondilosis:

Proses degenerasi yang progresif pada discus intervertebralis, sehingga

jarak antar vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit, penyempitan

kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi persendian posterior. Rasa

nyeri disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh

kantong duramater yang mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala neurologik

timbul karena gangguan pada radiks yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik

(paresis, fasikulasi dan atrofi otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS

dinaikkan dengan cara penderita disuruh mengejan (percobaan valsava) atau

dengan menekan kedua vena jugularis (percobaan Naffziger).

Hernia nucleus pulposus (HNP):

14

Keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian

menekan ke arah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. Dasar

terjadinya HNP yaitu degenerasi discus intervertebralis.

Spondilitis ankilosa:

Proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas, ke

daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku di punggung bawah waktu

bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan. Pada foto rontgen terlihat

gambaran yang mirip dengan ruas-ruas bamboo sehingga disebut bamboo spine.

- LBP miogenik

Ketegangan otot :

Sikap tegang yang berulang-ulang pada posisi yang sama akan

memendekan otot yang akhirnya akan timbul rasa nyeri. Rasa nyeri timbul karena

iskemia ringan pasca jaringan otot regangan yang berlebihan pada perlekatan

miofasial terhadap tulang, serta regangan pada kapsula.

Spasme otot atau kejang otot :

Disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan otot sebelumnya

dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan. Gejalanya yaitu

adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri hebat. Setiap gerakan akan

memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.

Defisiensi otot :

Disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisme yang

berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi.

Otot yang hipersensitif :

Menciptakan suatu daerah yang apabila dirangsang akan menimbulkan

rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.

e. LBP psikogenik

Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi

atau campuran keduanya.

Patofisiologi

Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun

atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang

diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot

15

paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan

fleksibelitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang

maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan

menyerap goncangan vertikal pada saat berlari dan melompat. Batang tubuh

membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat

penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan

melemahkan struktur pendukung ini. Mengangkat beban berat pada posisi

membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu mempertahankan

posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas

dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet

joint menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya

menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah

postur, masalah struktur, dan perengangan berlebihan pendukung tulang dapat

berakibat nyeri punggung. Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan

sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas

fibrokartilago dengan matrik gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago

yang padat dan tak teratur. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita

stress mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan faset

akan mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis,

yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya Low Back Pain adalah sebagai berikut :

Usia

Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh siapa saja, pada umur

berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0-

10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu

yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai

dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai

pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama

semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.

Jenis Kelamin

16

Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri

pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin

seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada

wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus

menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan

tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan

terjadinya nyeri pinggang.

Faktor Indeks Massa Tubuh

Berat Badan

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya nyeri

pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan

meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

Tinggi Badan

Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban

anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.

Pekerjaan

Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat,

sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta

penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar

yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban berat

lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri

pinggang.

Aktivitas atau Olahraga

Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak

disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan.

Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi

yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran

yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau

seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu

menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau

menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak

menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat

17

tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri

langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,

seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.

Faktor Risiko Lain

Kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis

degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan

yang berlebihan, hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi

dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik),

getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar,

dan kehamilan. Merokok dikatakan dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri

pinggang bawah pada usia muda dengan odds ratio 2,4 95% CI 1,3-6,0.

Diagnosis

Anamnesis

Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:

1. Nyeri pinggang lokal

Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah

dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-

bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra,

sendi dan ligamen.

2. Iritasi pada radiks

Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada

dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-

kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris.

Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra

atau di dalam kanalis vertebralis.

3. Nyeri rujukan somatis

Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih

dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-

bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.

4. Nyeri rujukan viserosomatis

Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau

dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.

18

5. Nyeri karena iskemia

6. Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio

intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau

menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada

percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.

7. Nyeri psikogen

Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan

dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.

Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi

mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau

iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.

Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan

intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler.

Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20%

menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan

operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak

menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan

tindakan operatif.

Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala

merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Herniasi

diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus

dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2- 4

minggu.

Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya

berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian

besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele,

seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng.

Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan

bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya

berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan

meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk,

bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada

19

pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan,

karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu

keganasan ataupun infeksi.

Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan

miksi-defekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina

dimana harus dicari dengan teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin,

overflow incontinence dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini

merupakan suatu keadaan emergensi yang absolut, yang memerlukan suatu

diagnosis segera dan dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa yang

menyebabkan kompresi.

Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit

metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa

hilangnya nyeri tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu

penyembuhan, namun dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga

perasaan nyeri hilang, walaupun kompresi radiks masih ada.

Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan dapat diperberat dengan

adanya depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5 tanda

depresi yang menyertai nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi), anhedonia

(tak dapat menikmati diri sendiri), gangguan tidur, menangis spontan dan

perasaan depresi secara umum.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung

meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi

meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.

Inspeksi :

Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri

dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu

herniasi diskus.

Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang

membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya

20

lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis

lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

o Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

o Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan

nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan

artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan

foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

o Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan

nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf

yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan

tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan

pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

Palpasi :

o Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya

kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological

overlay).

o Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan

nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis

o Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan

(stepoff) pada palpasi di tempat/level yang terkena.

o Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan

untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.

o Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan

neurologis.

o Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila

ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor

neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan

kelainan yang berupa UMN atau LMN.

Pemeriksaaan Motorik

21

Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk

menemukan abnormalitas motoris. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

o Berjalan dengan menggunakan tumit.

o Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.

o Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )

Pemeriksaan Sensorik

Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan

perhatian dari penderita dan tak jarang keliru

Refleks

Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan

Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui

lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.

Special Test

o Tes Lasegue:

Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien

tidak dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang

nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai

radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis/ lumbo-sacralis.

Tes Patrick dan anti-patrick:

Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika

gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif

pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.

22

Tes kernig:

Pasien terlentang, paha difleksikan, kemudian meluruskan tungkai bawah

sejauh mungkin anpa timbul rasa nyeri yang berarti. Positif jika terdapat

spasme involunter otot semimembraneus, semitensinous, biceps femoris

yang membatasi ekstensi lutut dan timbul nyeri.

Tes Naffziger:

Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan

meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul

nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.

Tes valsava:

Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat,

hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.

Spasme m. psoas:

Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat –

kuat pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain

menggerakkan tungkai ke posisi vertical dengan lutut dalam keadaan

fleksi tegak lurus. Panggulsecara pasif mengadakan hiperekstensi ketika

pergelangan kaki diangkat. Terbatasnya gerakan ditimbulkan oleh spasme

involunter m.psoas.

Tes Gaenselen:

Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan

sering menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbosacral. Dengan pasien

berbaring terlentang, pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah

dengan kedua belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi

fleksi maksimal. Kemudian pemeriksa menekan kuat – kuat ke bawah

23

kearah meja dan ke atas kearah kepala pasien, yang secara pasif

menimbulkan fleksi columna spinalis lumbalis.

Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium:

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap

darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi

ginjal.

b) Pungsi Lumbal (LP) :

LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan

akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga

terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal.

c) Pemeriksaan Radiologis :

a. Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau

kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral,

spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan

ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu

posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot

paravertebral.

b. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level

neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

c. Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada

pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal.

24

CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan

lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang

menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi

terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.

d. MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan

menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah

ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang

paling terkena. MRI sangat berguna bila:

vertebra dan level neurologis belum jelas

kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak

untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi

kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat

berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau ortopedi

untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya

sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor. Mumenthaler

(1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps pada mielografi

dan 10% false positive dengan akurasi 67%.

e) Elektromiografi (EMG) :

Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan

elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma

radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :

- Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks

- Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer

- Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks

f) Elektroneurografi (ENG)

Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer

tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik

(Nerve Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan

pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-

25

reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-

kadang bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada

neuropati secara bersamaan.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Low Back Pain Akut

Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi dari

pemberian informasi, saran, analgesia, dan jaminan yang tepat. Pasien juga harus

disemangati untuk segera kembali bekerja. Penjelasan dan saran dapat juga dalam

bentuk tertulis. Kronisitas low back pain dapat dihindari dengan: memperhatikan

aspek psikologis gejala yang ada, menghindari pemeriksaan yang tidak perlu dan

berlebihan, menghindari penatalaksanaan yang tidak konsisten, serta memberikan

saran untuk mencegah rekurensi (seperti: menghindari pengangkatan beban yang

berat).

Faktor yang berhubungan dengan hasil dan kronisitas low back pain :

Distress: reaksi depresif, ketidakberdayaan.

Pemahaman tentang nyeri dan disabilitas: rasa takut dan

kesalahpahaman tentang nyeri.

Faktor perilaku: menghindari gerakan-gerakan yang memperberat

Mengidentifikasi Faktor Risiko ke Arah Kronisitas

Guidelines tatalaksana untuk strata 1 dititikberatkan pada identifikasi faktor risiko

ke arah kronisitas. Pendekatan yang berguna telah dikembangkan di New Zealand.

Bertujuan untuk mengikutsertakan semua pihak (pasien, keluarga, paramedis, dan

yang paling penting atasan pasien). Empat kelompok faktor risiko (flags) untuk

kronisitas berikut dengan strategi penatalaksanaan yang direkomendasikan,

termasuk pemakaian kuesioner skrining, struktur interview yang sesuai dan

pedoman manajemen perilaku. Fokusnya hanya pada faktor psikologis yang

mengarah ke kronisitas. Red flags akan mengidentifikasi sejumlah kecil pasien

yang membutuhkan rujukan ke ahli bedah. Begitu pula jika pasien bertendensi

untuk bunuh diri, harus dirujuk ke psikiater secepatnya. Kedua grup pasien ini

harus ditatalaksana secara terpisah.

Penatalaksanaan Low Back Pain Kronik yang menyebabkan Disabilitas

26

Penelitian telah menunjukkan bahwa pengaruh terpenting dalam perkembangan

kronisitas adalah psikologikal dibandingkan dengan biomekanikal. Faktor-faktor

psikologis yang dimaksud adalah distress berat, kesalahpahaman tentang nyeri

dan implikasinya, serta penghindaran aktivitas karena takut membuat rasa nyeri

bertambah parah. Terhadap pasien-pasien yang membutuhkan penanganan

rujukan spesialis, pilihan terapinya adalah interdisciplinary pain management

programme (IPMP). Dimana difokuskan pada fungsi dibandingkan penyakit,

tatalaksana dibandingkan penyembuhan, integrasi beberapa terapi spesifik,

penatalaksanaan multidisiplin, menekankan pada metode aktif daripada pasif, dan

self care daripada hanya menerima terapi.

Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik

Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan

kerja seperti biasanya.

Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa

kasus dapat dilakukan. Tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi

nyeri.

Medikasi: obat anti-nyeri diberikan dengan interval biasa dan

digunakan hanya jika diperlukan. Mulai dengan parasetamol atau NSAID.

Jika tidak ada perbaikan, coba campuran parasetamol dengan opioid.

Pertimbangkan tambahan muscle relaxant tetapi hanya untuk jangka

pendek, mengingat bahaya ketergantungan.

Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali

ke aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu.

Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasuskasus yang

membutuhkan obat penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali

bekerja dalam 1-2 minggu.

Terapi dan intervensi lain: belum ada penelitian mengenai terapi

dengan traksi, termis ultrasound, akupuntur, sabuk penyangga, ataupun

pijatan.

Diagnosis Sementara

Diagnosis klinik : Nyeri punggung bawah sinistra akut on kronik

27

Diagnosis topik : Lumbosakral

Diagnosis etiologi : Susp. Hernia Nucleus Pulposus

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 18 Februari 2019, pukul 08.00 WIB di Bangsal Mawar

RSUD Ambarawa.

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran :  CM / GCS: E4V5M6

Tanda vital

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi                : 80 x/menit

Pernapasan      : 20 x/menit

Suhu                : 36.5 oC

Kepala : Dalam batas normal, normocephal

Mata : Dalam batas normal, Refleks .Pupil +/+, diameter 2/2

Telinga : Dalam batas normal, tinnitus (-), discharge (-),

Hidung : Dalam batas normal, epistaksis (-), obstruksi (-)

Mulut : Dalam batas normal, ulkus (-), lesi (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), vulnus ekskoriatum (-)

Thoraks : Normochest, simetris,

Pulmo : VBS +/+ normal, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung : S1-S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, BU (+) normal, supel, nyeri tekan 9 regio (-), hepatomegali

(-), spleenomegali (-)

Urogenital       : Tidak diperiksa

Ekstremitas    : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)

Genitalia          : Dalam batas normal, hematuri (-)

28

Status Psikiatrik

Tingkah laku : Normoaktif

Perasaan hati : Normoritmik

Orientasi : Orientasi orang, waktu, dan tempat baik

Kecerdasan : Dalam batas normal

Daya ingat : Dalam batas normal

 

Status Neurologis

Kepala : Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya +/+, Refleks kornea +/+,

Nervus cranialis dalam batas normal

Leher : Kaku kuduk(-), tanda rangsang meningeal (-)

Anggota gerak atas Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus N N

Trofi E E

Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -

Sensitibilitas Dbn Dbn

Anggota gerak bawah Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus N N

Trofi E E

Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -

Sensitibilitas Dbn Dbn

Pemeriksaan Khusus

Posisi terlentang :

Patrick : (-/-)

Kontra Patrick : (-/-)

29

Laseque : (-/-)

Posisi tertelungkup :

Nyeri tekan otot paravertebra VL4,5 – VS1 : +

Nyeri ketok pada bagian punggung : -/-

Posisi tegak :

Tidak dilakukan

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Darah Rutin

Hemoglobin 14,4 13,2 – 17,3 g/dl

Leukosit 6,54 3,8 – 10,6 ribu

Eritrosit 4,81 4,4 – 5,9 juta

Hematokrit 43,3 40 - 52 %

Trombosit 213 150 - 400 ribu

MCV 90,1 82 – 98 fL

MCH 29,9 27 – 32 pg

MCHC 33,2 32 – 37 g/dl

RDW 12,4 10 – 16 %

MPV 7,25 7 – 11 mikro m3

Limfosit 1,96 1,0 - 4,5 103/mikro m3

Monosit 0,349 0,2 - 1,0 103/mikro m3

Eusinofil 0,236 0,04 – 0,8 103/mikro m3

Basofil 0,087 0 – 0.2 103/mikro m3

Neutrofil 3,92 1,8 – 7,5 103/mikro m3

Limfosit% 30 25 – 40 %

Monosit% 5,33 2 – 8 %

Eusinofil % 3,60 2 - 4 %

Basofil % 0,19 0 – 1 %

Neutrofil % 59,9 50 - 70 %

PCT 0,154 0,2 - 0,5 %

PWD 20,3 10 - 18 %

30

Kimia klinik

Glukosa Sewaktu 207 74 - 106 mg/dl

SGOT 50 0 – 35 mg/dl

SGPT 69 0 – 35 mg/dl

Ureum 20,7 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 0,73 0,45 – 0,75 mg/dl

HDL

HDL DIRECT 42 28 – 63 mg/dl

LDL CHOLESTEROL 142,2 < 150 mg/dl

Asam urat 4,62 2 -7 mg/dl

Cholesterol

218

< 200

Dianjurkan

200 – 239

Risiko Sedang

> 240

Risiko tinggi

mg/dl

Trigliserida 169 70 – 140 mg/dl

Rontgen Vetebrae Lumbosacral AP/Lateral

Skoliosis lumbalis konveksitas ke kanan

Spondilosis lumbalis

Penyempitan diskus intervertebralis V th 11-12, L1-2

Tak tampak kompresi maupun listesis

Sakralisasi V L5

31

Diskusi kedua

Hasil pemeriksaan neurologis tidak didapatkan adanya kelemahan motorik

Pemeriksaan rontgen bertujuan untuk melihat kerusakan maupun kelainan struktur

tulang belakang. Hasil foto rontgen vetebra lumbosakral menunjukkan adanya

scoliosis lumbalis konveksitas ke kanan, spondilosis lumbalis, penyempitan

diskus intervertebralis V Th11-12 dan L1-2, tidak adanya kompresi maupun

listesis, dan terdapat sakralisasi V L5.

Skoliosis

skoliosis adalah sebuah tipe deviasi postural dari tulang belakang dengan

penyebab apapun, yang dicirikan oleh adanya kurva lateral pada bidang frontal

yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan rotasi korpus vertebra

pada bidang aksial dan sagital.

Etiologi

1. Genetik

Banyak studi klinis yang mendukung pola pewarisan dominan autosomal,

multifaktorial, atau X-linked.

2. Postur

Postur mempengaruhi terjadinya skoliosis postural kongenital.

3. Abnormalitas anatomi vertebra

32

lempeng epifisis pada sisi kurvatura yang cekung menerima tekanan tinggi

yang abnormal sehingga mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi

yang cembung menerima tekanan lebih sedikit, yang dapat menyebabkan

pertumbuhan yang lebih cepat. Selain itu, arah rotasi vertebra selalu

menuju ke sisi cembung kurvatura, sehingga menyebabkan kolumna

anterior vertebra secara relatif menjadi terlalu panjang jika dibandingkan

dengan elemen-elemen posterior

4. Ketidakseimbangan dari kekuatan dan massa kelompok otot di

punggung. Abnormalitas yang ditemukan ialah peningkatan serat otot tipe

I pada sisi cembung dan penurunan jumlah serat otot tipe II pada sisi

cekung kurvatura. Selain itu, dari pemeriksaan EMG didapatkan

peningkatan aktivitas pada otot sisi cembung kurvatura.

Klasifikasi

1. Skoliosis fungsional disebabkan kerena posisi yang salah atau

tarikan otot paraspinal unilateral, yang dapat disebabkan karena nyeri

punggung dan spasme otot. Perbedaan panjang tungkai, herniasi diskus,

spondilolistesis, atau penyakit pada sendi panggul juga dapat menyebabkan

terjadinya skoliosis Pada skoliosis fungsional, tidak terjadi rotasi vertebra

yang bermakna, dan biasanya reversibe Terapi terhadap penyebab skoliosis

dapat memperbaiki kurvatura yang terjadi

2. Skoliosis struktural biasanya tidak reversibel dan bisa berupa

skoliosis idiopatik, kongenital, atau yang didapat (skoliosis

neuromuskular).

Gejala Klinis

Gejala-gejala yang paling umum dari skoliosis ialah suatu lekukan yang tidak

normal dari tulang belakang. Skoliosis dapat menyebabkan kepala nampak

bergeser dari tengah atau satu pinggul atau pundak lebih tinggi daripada sisi

berlawanannya. Masalah yang dapat timbul akibat skoliosis ialah penurunan

kualitas hidup dan disabilitas, nyeri, deformitas yang mengganggu secara

kosmetik, hambatan fungsional, masalah paru, kemungkinan terjadinya

progresifitas saat dewasa, dan gangguan psikologis.

Pemeriksaan Fisik

33

Pada pemeriksaan skoliosis, baju pasien harus dibuka agar tulang belakang dapat

diperiksa secara langsung. Posisi terbaik untuk pemeriksaan ialah posisi berdiri,

meskipun pemeriksaan dengan posisi duduk, tidur tengkurap, atau tidur miring

juga dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Hal-hal yang harus

diperhatikan pada pemeriksaan fisik ialah deviasi prosesus spinosus dari garis

tengah, punggung yang tampak miring, rib hump, asimetri skapula, kesimetrisan

pinggul serta bagian atas dan bawah trunkus (bahu dan pelvis), dan perbedaan

panjang tungkai.

Yang harus dicatat pada saat pemeriksaan skoliosis ialah bentuk dan derajat

kurvatura yang terbentuk pada berbagai posisi. Deskripsi kurvatura harus meliputi

panjang segmen dimana kurvatura dimulai dan berakhir, bentuk (C atau S), dan

arah puncak kurvatura. Skoliometer dapat digunakan untuk mengukur sudut

kurvatura tanpa foto radiografi.

Pemeriksaan Radiologi

Secara tradisional, diagnosis klinis dari skoliosis dan follow up keberhasilan

terapi dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan radiografi, yang dapat

mengukur derajat kurvatura skoliosis secara kuantitatif. Teknik standar untuk

mengukur sudut kurvatura skoliosis ialah sudut Cobb. Pemeriksaan radiografi

dilakukan dengan posisi berdiri, kecuali jika kondisi pasien tidak memungkinkan

maka posisi yang dipilih ialah posisi terlentang. Panggul, pelvis, dan femur,

bagian proksimal harus terlihat. Kurva skoliosis dikatakan ringan bila sudut Cobb

yang terbentuk 450 . Pada anak-anak dan remaja, maturitas tulang dilihat dengan

garis Risser pada krista iliaka untuk memperkirakan pertumbuhan tulang yang

pesat, progresifitas skoliosis, dan berhentinya pertumbuhan.

Spondilosis Lumbalis

Spondilosis adalah perubahan degeneratif yang terjadi pada diskus intervertebra

dan badan vetebra. Spondilosis dipertimbangkan secara mekanik sebagai respon

hipertrofi dari perbatasan tulang vetebra dengan degenerasi diskus (walaupun

jarang dijumpai osteofit pada diskus). Spondylosis lumbal muncul karena proses

penuaan atau perubahan degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 –

45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak

34

menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat

menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild, 2009). :

b. Kebiasaan postur yang jelek

c. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang

melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan

barang.

d. Tipe tubuh

Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi

pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish,

2009) :

Faktor usia ,beberapa penelitian pada osteoarthritis telah

menjelaskan bahwa proses  penuaan merupakan faktor resiko yang sangat

kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu

penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau

spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70

tahun.

Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga

berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif

menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh,

beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk,

postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti

berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan

kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.

Peran herediter

Adaptasi fungsional.

Spondylosis lumbal biasanya disebabkan oleh usia tua, seperti tulang belakang

mengalami degeneratif, perubahan ini dapat menekan satu atau lebih akar saraf.

Dalam kasus lanjut, Cauda Ekuina juga terlibat dan hal ini dapat mempengaruhi

tidak hanya kaki tapi kandung kemih juga.

Faktor lain yang dapat membuat seseorang lebih mungkin untuk mengalami

spondylosis adalah : 

Kelebihan berat badan dan tidak berolahraga.

35

Memiliki pekerjaan yang memerlukan mengangkat berat atau banyak

membungkuk dan memutar.

Riwayat cedera pinggang (beberapa tahun sebelumnya)

Riwayat operasi tulang belakang.

Rupture atau herniasi cakram pinggang artritis parah.

Retakan pada tulang belakang karena osteoporosis.

Patofisiologi

Spondilosis muncul sebagai akibat pembentukan tulang baru ditempat dimana

ligamnet anular mengalami ketegangan terus-menerus. Degenerasi yang

berlebihan akan menyebabkan penekanan akar saraf pada canalis spinalis yang

sempit. Bentuk trefoil dari canalis spinalis adalah variasi anatomis dari canalis

spinalis yang disebabkan oleh orientasi dari lamina dan facet joint. Paling sering

ditemukan di L3-L5. Kondisi ini dianggap sebagai faktor predisposisi

berkembangnya stenosis recessis lateralis melalui perubahan degeneratif dari facet

joint. Kelainan akar saraf (akar yang behimpit, akar yang ukurangnya melebihi

normal dan akar yang melintang) juga dapat berperan dalam berkembangnya

gejala. Disproporsi antara ukuran recessus lateralis dan diameter akar yang diluar

normal, maka menimbulkan gejala yang sesuai. Facet joint dengan orientasi ke

frontal memungkinkan ruang yang lebih lebar untuk membengkok ke lateral dan

oleh karena itu juga mempunyai akibat negatif terhadap integritas discus. Pada

saat yang sama, juga terdapat ruang yang lebih sempit di recessus lateralis.

Orientasi sendiri ke sagital memungkinkan mudahnya pergeseran ke sagital dari

vertebra, yang berkembangnya spondilotesis degeneratif.

Tanda dan Gejala

Gejala sering berkembang perlahan seiring waktu, tapi mungkin juga memburuk

tiba-tiba. Rasa sakit dapat ringan atau mendalam dan begitu parah sehingga tidak

dapat bergerak. Rasa sakit dapat terasa di atas paha, pantat atau mungkin

menyebar ke kaki atau jari.

Rasa sakit dapat bertambah buruk bila :

1. Setelah berdiri atau duduk

2. Dimalam hari

3. Ketika bersin, batuk atau tertawa

36

4. Ketika membungkuk kebelakang leher atau berjalan lebih dari beberapa

meter. 

Gejala Umum lainnya :

1. Nyeri punggung dan spasme/kram otot yang terus bertambah berat dari

waktu ke waktu.

2. Mati rasa atau sensasi abnormal pada paha, pantat atau kaki. 

Gejala yang kurang umum :

1. Kehilangan keseimbangan

2. Kehilangan kontrol atas kandung kemih atau perut (jika ada tekanan pada

Kauda Ekuina.)

3.  Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine

akibat iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint,

diskus intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur

myofascial didalam axial spine (Kimberley Middleton and David E. Fish,

2009).

4. Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai

puncaknya dalam gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan

didalam canalis spinal melalui pertumbuhan osteofit yang progresif,

hipertropi processus articular inferior, herniasi diskus, bulging

(penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran klinis

yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri

pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada

ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan

diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and

David E. Fish, 2009).

5. Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan

gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu

segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat

merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint.

Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-

gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang

37

seperti mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual

dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John J. Regan, 2010).

Penegakan diagnosis

1. Ananmensis

Pada anamnesis pertama, biasanya pasien akan datang dengan keluhan pada

anggota gerak bagian bawah yang sangat mengganggu aktifitas. Juga

mengeluh nyeri pada punggung. Sebagian besar pasien akan mengalami

kesulitan untuk berdiir ataupun berjalan. Disfungsi sistem kemih seringkali

dapat ditemukan Biasanya pada saat pasien berdiri, akan muncul nyeri pada

pinggang bawah atau pada punggung. Gejala tersebut berhubungan dengan

penyempitan reseccus lateralis saat punggung meregang. Pasien juga

mengalami keterbatasan gerak. Kelemahan otot juga akan terjadi pada otot

abdominal dan gluteal karena adanya penekanan pada akar saraf

myotomnya. Karakteristik dari spondilosis lumbal ada nyeri dan kekakuan

gerak pada pagi hari.

2. Pemeriksaan Penunjang

Foto X-ray polos

Mielografi

CT-Scan

MRI

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Farmakoterapi

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi rasa sakit, bengkak,

kecacatan dan meningkatkan kualitas hidup. Langkah pertama adalah obat

golongan OAINS.

Terapi injeksi

Pembedahan

Dilakukan bila terdapat komplikasi. Biasanya juga karena terapi

konservatif yang gagal.

Nonmedikamentosa

38

Fisioterapi adalah terapi konservatif yang utama untuk pengobatan nyeri

tulang belakang lumbal kronis, dapat disesuaikan dengan kemampuan seperti

latihan aerobik, penguatan otot dan latihan peregangan.

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah skoliosis. Hal ini terjadi karena pasien

selalu memposiskan tubuhnya ke arah yang lebih nyaman tanpa peduli sikap

tubuh yang normal, ini juga didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra

yang sakit.

Diagnosis akhir

Diagnosis klinik : ischialgia sinistra akut

Diagnosis topik : Diskus intervertebralis V Th 11-12, L1-2

Diagnosis etiologi : Spondilosis lumbal ec HNP

Planning

Konsultasi Fisioterapi

Terapi

Pada pasien diberikan terapi:

Istirahat / tirah baring

Medikamentosa :

1. Inj ketorolac 2x30mg

2. Inj Ranitidin 2x1

3. Inj Mecobalamin 1x1

4. Po Diazepam 2x2

5. Po amitriptilin 2x1/2

Pasien dengan nyeri punggung bawah akut hanya memerlukan terapi simptomatis

saja. Lebih dari 60% penderita nyeri punggung bawah akut menunjukkan

perbaikan pada minggu pertama terapi.

Ketorolac tromethamin merupakan suatu analgesic non-opioid. Mekanisme

kerjanya ialah dengan menghambat pelepasan enzim siklooksigenasi 2 yang

nantinya akan menghambat pelepasan prostaglandin yang merupakan mediator

inflamasi.

39

Ranitidin merupakan antagonis histamin 2 yang berfungsi untuk mengurangi

sekresi asam lambung. Ranitidin juga berfungsi sebagai gastroprotektor dan

mencegah efek samping dan interaksi dengan obat lain.

Edukasi tentang pola hidup, faktor risiko dan biomekanikal tubuh juga sangat

diperlukan.

FOLLOW-UP:

14/2/2019 15/2/2019 16/2/2019 17/2/2019 18/2/2019 19/2/120

19

S Pusing dan

pinggang

terasa sakit,

sesak, BAK

BAB lancar

Nyeri

pinggul

belakang

kiri

menjalar

sampai

lutut,

pusing

cekot-

cekot,

Nyeri

punggung,

pusing

cekot-

cekot,

mual-

muntah (-)

Pusing

cekot-

cekot,

nyeri

pinggang

sudah

berkurang

dan bias

duduk

berdiri

Pusing

cekotot-

cekot masih

ada sedikit,

nyeri sudah

sangat

berkurang

dapat

bergerak

bebas

Keadaan

lebih

baik.

Pulang

O

TD 135/75 130/80 140/70 130/80 140/90 130/80

N 97 80 81 80 90 85

RR 22 20 20 20 20 20

S 36,6 37,5 36,5 36,2 36,6 36

A LBP +

cephalgia

(dx igd)

LBP

ischialgia

sinistra

LBP

ischialgia

sinistra

LBP

ischialgia

sinistra

LBP

ischialgia

sinistra

LBP

ischialgia

sinistra

P Po:

diazepam

2x2

Inj:

Po:

diazepam

2x2

Amitriptili

Po:

diazepam

2x2

Amitriptili

Po:

diazepam

2x2

Amitriptili

Po:

diazepam

2x2

Amitriptilin

Po:

diazepam

2x2

Amitripti

40

ondansetron

2 x 1 amp

Ketorolac

2x30mg

Rontgen

n 2x1/2

Inj:

ketorolac

2x30

Ranitidine

2x1

Mecobala

min 1x1

n 2x1/2

Inj:

ketorolac

2x30

Ranitidine

2x1

Mecobala

min 1x1

n 2x1/2

Inj:

ketorolac

2x30

Ranitidine

2x1

Mecobala

min 1x1

2x1/2

Inj:

ketorolac

2x30

Ranitidine

2x1

Mecobalami

n 1x1

Fisioterapi

lin 2x1/2

Inj:

ketorolac

2x30

Ranitidin

e 2x1

Mecobala

min 1x1

Prognosis

Prognosis umumnya baik.

Hernia Nucleus Pulposus

Definisi

Turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada

spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus

yang menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada

lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini

melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat

dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal

yang sering dirasakan penderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun

jarang terjadi pada banyak grup otot (Lotke dkk, 2008).

Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya

usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya

nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus

menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat

menyembul atau pecah (Moore dan Agur, 2013) Hernia nucleus pulposus (HNP)

kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya suatu trauma derajat sedang yang

41

berulang mengenai discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya

annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan

gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa

bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus

kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan

memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap

saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012). Pada umumnya HNP

didahului oleh aktivitas yang berlebihan misalnya mengangkat benda berat,

mendorong barang berat. HNP lebih banyak dialami oleh laki-laki dibanding

wanita.

Patofisiologi

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial. Karena

adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih besar dan

timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya

menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat

diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu

terpeleset, mengangkat benda berat dan sebagainya.

Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang

belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis

vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra

dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan

sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut

dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low

back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang

tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus

pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks

yang bersamasama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal

itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus

intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih

tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).

Tanda dan Gejala

42

Gejala pertama yang timbul yaitu rasa nyeri di punggung bawah disertai nyeri di

otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan di tempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh

spasme otot-otot tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya lordosis

lumbal dan terjadi scoliosis. HNP sentral menimbulkan paraparesis flaksid,

parestesia dan retensi urin. HNP lateral kebanyakan terjadi pada L5-S1 dan L4-L5

pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri terdapat di punggung bawah, ditengah-tengah

antara kedua bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Kekuatan

ekstensi jari V kaki juga berkurang dan reaksi achilles negative. Pada HNP lateral

L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral

bokong, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu

jari kaki berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas pada dermatom yang

sesuai dengan radiks yang terkena, menurun. Pada tes laseque akan dirasakan

nyeri di sepanjang bagian belakang. Percobaan valsava dan naffziger akan

memberikan hasil positif.

Diagnosa Banding

a. Spondylolisthesis Spondylolisthesis adalah kondisi dari spine dimana salah satu

dari vertebra tergelinci kedepan dari satu vertebra pada lainnya dirujuk sebagai

anterolisthesis dan tergelincir kebelakan dirujuk sebagai retrolisthesis

b. Spondylosis Pada spondylosis terjadi degenerasi dari discus intervertebralis

dimana tulang dan ligament ditulang penipisan akibat pemakaian terus menerus ,

sehingga menyebabkan penyempitan ruang diskus dan timbulnya osteofit, pada

umunya bersifat degeneratif atau timbul akibat mikrotrauma yang terus menerus

(Setyanegara dkk, 2014)

d. Neoplasma Neoplasma adalah massa jaringan abnormal akibat

neoplasi, yaitu proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh

yang abnormal, yang tumbuh aktif dengan system otonom (tidak

terkendali). Jaringan yang mengalami neoplasi tersusun oleh sel-sel

yang berasal dari jaringan tubuh itu sendiri (Uripi, 2005).

Penatalaksanaan

Terapi konservatif, terdiri atas:

43

Terapi Non Farmakologis

Terapi fisik pasif

Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri punggung bawah

akut, misalnya:

a. Kompres hangat/dingin Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang

mudah dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien

merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada

pengkompresan dingin.

b. Iontophoresis Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid

tersebut menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri.

Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.

c. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator) Sebuah unit

transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS) menggunakan stimulasi listrik

untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah dengan mengganggu impuls

nyeri yang dikirimkan ke otak

d. Ultrasound Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam

dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai

jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan

serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.

Latihan dan modifikasi gaya hidup

Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan memperberat tekanan

ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting untuk mengurangi NPB

pada pasein yang mempunyai berat badan berlebihan. Direkomendasikan untuk

memulai latihan ringan tanpa stres secepat mungkin.

Endurance exercisi latihan aerobit yang memberi stres minimal pada punggung

seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai pada minggu kedua setelah

awaitan NPB.

Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah

dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan

pasien. Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti

lebih efektif daripada latihan tanpa alat.

44

Terapi Farmakologis

a. Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug) obat ini diberikan

dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga mempercepat

kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin Tramadol. NSAID :

Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib.

b. Obat pelemas otot (muscle relaxant) bermanfaat bila penyebab NPB adalah

spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan

NSAID. Sekitar 30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin,

Esperidone dan Carisoprodol.

c. Opioid Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh

lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan

ketergantungan obat.

d. kortikosteroid oral Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai

pada kasus HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.

e. Anelgetik ajuvan Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan

mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin,

Karbamasepin, Gabapentin.

f. suntikan pada titik picu

Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal dan

kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar tulang

punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain lidokain,

lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.

Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:

a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.

b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada

gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12

minggu.

c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan

keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang

45

diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki

fungsi dari pasien. d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam

waktu lama. Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah: a. Distectomy

Pengambilan sebagian diskus intervertabralis. b. Percutaneous distectomy

Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan jarum secara

aspirasi.

c. Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy Melakukan dekompresi

neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari vertebra baik parsial maupun

total.

d. Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion: Penggunaan graft pada vertebra

sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.

46

DAFTAR PUSTAKA

Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diambil 22 September 2017

dari   www.backpainforum.com .

Daniel. (2006). OAINS Konvensional Masih Jadi Pilihan. Diambil 22 September

2017 dari   http://www.majalah.farmacia.com/default.as p ..

Idyan, Z. (2008). Hubungan Lama duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan

Low Back Pain. Diambil 22 September 2017 dari   http://inna-ppni.or.id .

Kozier, B; Glenora, E; Audrey, B; Shirlee, J S. (2004). Fundamental

Nursing: Concept and Procedures. 8th edition. USA: Pearson Prentice Hall.

Mook, E & Chin, P W. (2004). The Effects of Slow-Stroke Back Massage

on Anxiety and Shoulder Pain in Elderly Stroke Patients. Diambil 22 September

2017 dari   http://www.scincedirect.com/science .

Potter, P A & Perry, A G. (2005) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan:

Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Setyawan. (2008). Nyeri Pinggang Bawah (Low Back Pain). Diambil 22 Januari

2017 dari   www.artikel_nyeri.com .

Setyohadi, B. (2005). Etiopatogenesis Nyeri Pinggang, Temu Ilmiah

Rematologi Dan Kursus Nyeri. Jakarta: IRA.

Shocker, M. (2008). Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back

Massage terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis. Diambil 22 Januari 2017

dari   http://www.scribd.com .

Beydoun A, Gelblum JB, Harden RN, 2000, Reevaluating Neuropathic Pain

TreatmentAlgorithms : New Data in Management of Diabetic Peripheral

Neuropathy and Post Herpetic Neuralgia

Bratton, LR, 1999, Assessment and Management of Acute Low Back Pain

in AmericanFamily Physicians, ed. November 1999.

Cohen RI, Chopro P, 2001, Low Back Pain : Guide to Conservative, Medical, and

ProceduralTherapies,Geriatrics, Vol 56 Number 11.Burton AW, 2001,

Antiepileptic Drugs For Pain Management in Pain : Symptomatic Control and

Paliative Care, Vol 1 Number 2.

47

Greenberg, 2001, Handbook of Neurosurgery 5 th ed, Thieme Medical

Publications

Hagen KB, Hilde G, et.al, 2002, Bed Rest For Acute Low Back Pain and Sciatica

(CochraneReview) in Cochrane Library issue 2 (Abstract)

Howitz ZJ, Baldwin J, 2001, Lumbar (Intravertebral Disc) Disorders in eMedicine

Journal Vol 2 Number 7

Humprhey S.G., Eck J.C. 1999, Clinical Evaluation and Treatment Options for

HerniatedLumbar Disc; American Family Physicians , ed. February, 1999.

Hsiang JNK, 2001, Spinal Stenosis in eMedicine Journal  Vol 2 Number 10

Kerr MS, Farnik JW, et.al, 2001, Biomechanical and Psychosocial Risk Factors

for Low Back Pain at Work, Am J Public Health, 9; 1069-75

48