minipro ispa

Upload: rahmatika-lestari

Post on 13-Apr-2018

279 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    1/11

    Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

    1. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

    Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan atas

    maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun reketsia

    tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. ISPA adalah masuknya mikroorganisme

    (bakteri, virus, reketsia) ke dalam saluran pernapasan yang menimbulkan gejala penyakit

    yang dapat berlangsung sampai 14 hari.

    ISPA merupakan penyakit yang seringkali dilaporkan sebagai 10 penyakit utama di

    negara berkembang. Gejala yang sering dijumpai adalah batuk, pilek dan kesukaran bernafas.

    Episode atau serangan batuk pada anak, khususnya balita adalah 6 sampai 8 kali per tahun.

    a. Istilah ISPA merupakan yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut

    diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan padanan dari istilah Inggris acute

    respiratory infections.

    b. ISPA atau infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kelompok penyakit yang

    menyerang saluran pernafasan.

    c. Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA Atas dan ISPA Bawah,

    dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokan yang disebut epiglotis.

    1) ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infections)

    ISPA Atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan atau pharingitis dan

    radang telinga tengah atau otitis.Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu (Streptococcus

    hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis). Dapat berakibat

    terjadinya ketulian.

    2) ISPA Bawah (Acute Lower Respiratory Infections)

    Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah pneumonia.

    2. Pengertian Pneumonia

    a. Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan

    kesukaran bernafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera segera diobati dengan

    tepat mudah sekali meninggal.

    b. Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkhim paru. Pada umumnya pneumonia pada

    masa anak digambarkan sebagai bronkho-pneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi

    dari penyebaran pneumonia lobular (adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua

    lapangan/bidang paru dan sekitar bronkhi) dan pneumonia interstitial (difusi bronkhiolitis

    dengan eksudat yang jernih di dalam dinding alveolar tetapi bukan di ruang alveolar).

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    2/11

    Bakterial pneumonia lebih sering mengenal lobular dan sering juga terjadi konsolidasi

    lobular, sedangkan viral pneumonia menyebabkan inflamasi pada jaringan interstitial.

    c. Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parynchema paru, pada umumnya pneumonia pada

    masa anak digambarkan sebagai broncho pneumonia, yang mana merupakan suatu kombinasi

    dari penyebaran pneumonia lobular (adanya infiltrat pada sebagia area pada kedua

    lapangan/bidang paru dan sekitar bronchi) dan pneumonia interstitial (difusi bronchiolitis

    dengan eksudat yang jernih didalam dinding alviolar tetapi bukan diruang alviolar). Bakterial

    pneumonia lebih sering mengenai lobular dan sering juga terjadi konsolidasi lobular,

    sedangkan viral pneumonia menyebabkan inflamasi pada jaringan interstitial.

    3. Tingkat Penyakit ISPA

    a. Ringan

    Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atau berair,

    tenggorokan merah, telinga berair.

    b. Sedang

    Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang

    dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe leher yang nyeri tekan

    (Adentis Servikal).

    c. Berat

    Batuk dengan nafas cepat dan stridor, membran keabuan di faring, kejang, apnea, dehidrasi

    berat atau tidur terus, tidak ada sianosis.

    d. Sangat berat

    Batuk dengan nafas cepat, stridor dan sianosis serta tidak dapat minum.

    4. Penyebab ISPA dan Pneumonia

    Disamping disebabkan oleh lebih dari 300 jenis kuman, baik berupa bakteri, virus

    maupun rickettsia. Penyebab pneumonia pada balita di negara berkembang adalah bakteri,

    yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus lobar

    5. Patogenesis Pneumonia

    Pneumonia masuk kedalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan atau secara

    droplet. Proses radang pneumonia dibagi empat stadium :

    a. Stadium I : Kongesti

    Kapiler melebar dan kongesti didalam alveolus terdapat eksudat jernih.

    b. Stadium II : Hepatisasi Merah

    Lobus dan lobulus yang terkena menjadi lebih padat dan tidak mengandung udara, warna

    menjadi merah, pada perabaan seperti hepar, didalam alveolus terdapat fibrin.

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    3/11

    c. Stadium III : Kelabu

    Lobus masih padat dan berwarna merah menjadi kelabu/pucat, permukaan pleura suram

    karena diliputi oleh fibris dan leucocyt, tempat terjadi pagositosis pneumococcus dan kapiler

    tidak lagi kongesti.

    d. Stadium IV : Resolusi

    Eksudat berkurang, didalam alveolus macrofag bertambah dan leucocyt necrosis serta

    degenarasi lemak, fibrin kemudian dieksresi dan menghilang.

    6. Gambaran Klinis Pneumonia

    Manifestasi klinik dari pneumonia sangat besar variasinya tergantung pada: Agent

    etiologi, umur anak, reaksi sistemik terhadap infeksi, perluasan lesi, tingkat obstruksi pada

    bronchial dan bronchioler. Agent etiologisebagian besar diidentifikasi dari : riwayat klinik,

    umur anak, riwayat kesehatan secara umum, pemeriksaan fisik, radiografi dan pemeriksaan

    laboratorium.

    Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas

    dengan tanda-tanda :

    a. Suhu meningkat mendadak 39-40oC, kadang-kadang disertai kejang karena demam yang

    tinggi.

    b. Anak gelisah, dyspnoe, pernafasan cepat dan dangkal disertai cuping hidung dan sianosis

    sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare.

    c. Batuk setelah bebebrapa hari sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif.

    d. Anak lebih senang tiduran pada dada yang terinfeksi.

    e. Pada auskultasi terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.

    7. Faktor Resiko Pneumonia

    Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor yang

    mempengaruhi atau memudahkan terjadinya penyakit. Secara umum ada 3 faktor risiko

    ISPA, yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan gizi

    dan cara pemberian makanan serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara.

    Sedangkan faktor risiko untuk pneumonia telah telah diidentifikasi secara rinci, yaitu

    faktor yang meningkatkan terjadinya (morbiditas) pneumonia dan faktor yang meningkatkan

    terjadinya kematian (mortalitas) pada pneumonia.

    a. Faktor risiko yang meningkatkan insiden pneumonia

    1) Umur < 2 bulan.

    2) Laki-laki

    3) Gizi kurang.

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    4/11

    4) Berat badan lahir rendah

    5) Tidak mendapat ASI memadai.

    6) Polusi udara.

    7) Kepadatan tempat tinggal.

    8) Imunisasi yang tidak memadai.

    9) Membedong anak (menyelimuti berlebihan).

    10) Defisiensi vitamin A.

    b. Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumnia

    1) Umur < 2 bulan.

    2) Tingkat sosial ekonomi rendah.

    3) Gizi kurang.

    4) Berat badan lahir rendah.

    5) Tingkat pendidikan ibu yang rendah.

    6) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah.

    7) Kepadatan tempat tinggal.

    8) Imunisasi yang tidak memadai.

    9) Menderita penyakit kronis.

    Secara umum terdapat 3 faktor risiko terjadiya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu

    anak serta faktor perilaku.

    a. Faktor Lingkungan

    1) Pencemaran udara dalam rumah

    Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi

    tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya

    ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak

    di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal

    ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-

    sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

    Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada

    peningkatan risiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih

    terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun.

    2) Ventilasi rumah

    Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik

    secara alami maupun secara mekanis.

    Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    5/11

    a) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi

    pernafasan.

    b) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain

    dengan cara pengenceran udara.

    c) Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

    d) Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

    e) Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi

    ataupun keadaan eksternal.

    f) Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

    3) Kepadatan hunian rumah

    Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor

    829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal

    menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan

    penyakit dan melancarkan aktivitas.

    Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang

    telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian

    dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial dan

    pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

    4) Kebiasaan merokok

    Dalam jurnalnya yang berjudul Penerapan Teknik Kontrol Diri Untuk Mengurangi

    Konsumsi Rokok pada Kategori Perokok Ringan, remaja umumnya beralasan karena ingin

    tahu, ingin melepaskan kebosanan, stress dan rasa sakit lain yang mereka rasakan, sedangkan

    orang dewasa beralasan karena ketagihan atau untuk membantu mengontrol berat badan dan

    pada orang dewasa, perilaku merokok lebih banyak disebabkan karena faktor didalam mereka

    sendiri, bukan semata-mata pengaruh lingkungan. Niat untuk merokok pada orang dewasa

    lebih disebabkan oleh faktor dari dalam diri mereka, yang berkaitan dengan kemampuan

    mengontrol diri.

    Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinanterkena ISPA

    2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidakmerokok. Selain itu dari

    penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok.

    b. Faktor Individu Anak

    1) Umur anak

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    6/11

    Sejumlah studiyang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus

    melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Usia ISPA

    tertinggi pada umur 6-12 bulan.

    2) Berat badan lahir

    Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa

    balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih

    besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama

    kelahiran karena pembentukan zat-zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah

    terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.

    Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kuran dari 2500 gram dihubungkan dengan

    meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah

    dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan dan pendidikan. Data ini

    mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami

    rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih berat

    infeksinya.

    3) Status gizi

    Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak

    dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis

    pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status

    gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antropometri : berat badan lahir, panjang badan,

    tinggi badan dan lingkar lengan atas.

    Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA.

    Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan

    infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping

    itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya

    serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.

    Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandungkan balita

    dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh kurang. Penyakit infeksi itu sendiri akan

    menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.

    Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA Berat bahkan serangannya

    lebih lama.

    4) Vitamin A

    Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandumemberikan kapsul 200.000 IU vitamin A

    pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    7/11

    dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai risiko

    terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok

    kontrol.

    Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan

    peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup

    tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing

    yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit

    penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal

    pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya

    tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu

    kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak

    Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan

    yang sebaik-baiknya.

    5) Status Imunisasi

    Bayi dan blita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami

    terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari

    jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti

    difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam

    upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,

    diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila

    menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

    Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan

    pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia

    balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat

    dicegah.

    c. Faktor Perilaku

    Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita

    dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu

    ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang

    berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan

    berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan,

    maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

    Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit

    ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    8/11

    perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang

    balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita

    mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

    Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan

    mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak

    balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas

    bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah

    penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan

    berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.

    Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga

    kategori yaitu : perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang segera dan pengamatan

    tentang perkembangan penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

    8. Pemeriksaan Pneumonia

    Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan terhadap penyakit pneumonia antara lain :

    a. Pemeriksaan Rontgen

    Pada pemeriksaan rontgen, penyakit broncho pneumonia menunjukkan gambaran adanya

    bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, dapat juga menunjukkan adanya

    komplikasi seperti pleuritis, atelectatis, abses paru, pneumotorax, dll.

    b. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya gambaran darah leukositosis dan kuman

    penyebabnya dapat dibiakkan dari usapan tenggorokan dan darah.

    9. Pencegahan ISPA dan Pneumonia

    Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA dan pneumonia, maka

    dewasa ini terus dilakukan penelitian cara pencegahan ISPA dan pneumonia yang efektif dan

    spesifik. Cara yang terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi camapak dan

    pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia

    balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT), 6% kematian pneumonia dapat

    dicegah.Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pencegahan ISPA adalah dengan hidup

    sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap.

    10. Usaha yang Dilakukan untuk Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan

    Balita berkaitan dengan ISPA dan Pneumonia

    Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan oleh

    pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan termasuk didalamnya petugas kesehatan

    bersama masyarakat.Dalam upaya penanggulangan pneumonia, Departemen Kesehatan telah

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    9/11

    menyiapkan sarana kesehatan (seperti puskesmas pembantu/Pustu, Puskesmas, Rumah sakit)

    untuk mampu memberikan pelayanan penderita ISPA, pneumonia dengan tepat dan segera.

    Teknologi yang dipergunakan adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini

    pneumonia balita yang dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.Caranya adalah

    dengan melihat ada tidaknya tarikan dinding dada kedalam dan menghitung frekuensi

    (gerakan) nafas pada balita yang batuk atau sukar bernafas. Adanya tarikan dinding dada ke

    dalam merupakan tanda adanya pneumonia berat. Adanya peningkatan frekuensi nafas

    merupakan tanda adanya pneumonia; yaitu jika frekuensi nafas 40 kali per menit atau lebih

    pada anak usia 1-5 tahun, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang

    1 tahun, dan 60 kali per menit atau lebih pada anak kurang 2 bulan.

    Untuk ISPA lainnya (bukan pneumonia), seperti batuk pilek, pharingitis dan radang

    telinga tengah, penanggulangannya juga dilakukan di sarana kesehatan dengan diagnosis dini

    dan pengobatan tepat segera.

    a. Upaya Pencegahan ISPA dan Pneumonia

    Pencegahan ISPA dan pneumonia dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan seperti

    imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan pemukiman. Peningkatan pemerataan

    cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan morbiditas dan mortalitas ISPA

    dan pneumonia.

    b. Peranan masyarakat dalam Penanggulangan ISPA dan Pneumonia

    Peranan masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan ISPA dan

    pneumonia. Yang terpenting adalah masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara

    mendapatkan pertolongan (care seeking). Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan

    geografi, budaya dan ekonomi, pemerintah juga menggerakkan kegiatan masyarakat seperti

    Posyandu, Pos Obat Desa dan lain-lainnya untuk membantu balita yang menderita batuk atau

    kesukaran bernafas yang tidak dibawa berobat sama sekali.

    c. Pengobatan ISPA yang Rasional

    Hal yang perlu diperhatikan juga adalah pengobatan ISPA yang rasional. Penderita

    pneumonia memerlukan obat antibiotika, demikian juga penderita pharingitis yang

    disebabkan oleh Streptococcus Haemoliticus. Tetapi tidak semua penderita ISPA

    memerlukan antibiotika, misalnya yang disebabkan oleh virus seperti batuk pilek biasa.

    Selanjutnya, pemberian obat batuk pada balita juga tidak dianjurkan. Pada balita yang batuk,

    lebih tepat diberikan pelega tenggorokan seperti minuman hangat.

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    10/11

    C. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian ISPA

    Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

    stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

    serta lingkungan.

    Perilaku kesehatan mencakup :

    a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik

    secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada

    dirinya dan diluar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan

    penyakit dan sakit tersebut.

    b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap sistem

    pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku

    ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan

    obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas,

    petugas dan obat-obatan.

    c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), yakni respons seseorang terhadap

    makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,

    persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung

    didalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan tubuh

    kita.

    d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour), adalah respon

    seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

    Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi

    perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Rumah tangga berperilaku

    hidup bersih dan sehat dapat terwujud apabila ada keinginan, kemauan dan kemampuan para

    pengambil keputusan dari lintas sektor terkait agar Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

    menjadi program prioritas dan menjadi salah satu agenda pembangunan di Kabupaten/Kota,

    serta didukung oleh masyarakat.

    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan cerminan pola hidup keluarga

    yang senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Semua

    perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga

    dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-

    kegiatan kesehatan di masyarakat.

    Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit

    ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan

  • 7/26/2019 Minipro Ispa

    11/11

    berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat,

    desa sehat dan lingkungan sehat.

    Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan

    balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh

    ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat

    yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling

    tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai

    masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

    Jadi, berdasarkan uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi sehat

    dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan

    menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga dan keluarga yang melaksanakan Perilaku

    Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) maka setiap rumah tangga akan meningkat kesehatannya dan

    tidak mudah sakit.