menilik kembali tiga lini dakwah kampus
DESCRIPTION
Dakwah KampusTRANSCRIPT
MENILIK KEMBALI TIGA LINI DAKWAH KAMPUS
)
Oleh:
Nanda Hanyfa Maulida
UNIVERSITAS LAMPUNG2013
MENILIK KEMBALI TIGA LINI DAKWAH KAMPUS
Dakwi, ilmi dan siyasi. Inilah tiga lini utama dakwah kampus yang hingga saat ini
dijadikan patokan utama dalam pembagian amanah para aktifis dakwah kampus.
Lini siyasi bergerak di bidang perpolitikan, pada lini dakwi bergerak di bidang
syiar dan pada lini ilmi bergerak di bidang keilmuan (ilmiah). Pembagian
beberapa lini ini juga berkaitan langsung dengan pergerakan baru dakwah
kampus karena dengan adanya pembagian ini risalah akan dengan mudah
tersampaikan. Pada lini siyasi, kader diletakkan pada wajihah BEM fakultas
ataupun universitas . Pada lini dakwi, kader diletakkan pada wajihah LDK/LDF,
dan pada lini ilmi, kader diletakkan pada wajihah ilmi (apapun bentuknya) baik
itu berupa himunan mahasiswa (jurusan) komunitas mahasiswa menulis, karya
ilmiah, penelitian, riset dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar tersebarnya risalah
islam itu secara merata dan menyeluruh.
Tujuan utama dalam pembagian lini ini seringkali dihinggapi berbagai macam
permasalahan. Salah satu masalah utama yang sering melanda dan mungkin telah
menjadi suatu perkara klasik adalah kurang rapinya pembagian amanah serta tarik
menarik antara satu lini dengan lini yang lain. Tentu saja setiap lini ingin
mendapatkan kader-kader dengan kualitas yang baik dalam rangka memajukan
dakwah (di lini masing-masing). Namun tidak bisa dipungkiri memang kebutuhan
akan kader dalam dakwah kampus saat ini masih kurang dari kebutuhan. Alasan
utama hal ini bisa terjadi adalah karena kurang berhasilnya proses kaderisasi
untuk mencetak kader dalam jumlah yang cukup untuk aktifitas dakwah di sebuah
kampus, dan ketergantungan kita pada kader yang sudah matang kadang terlalu
berlebihan sehingga peran kaderisasi dalam LDK tidak berjalan. Kita lebih senang
mendapatkan kader yang sudah jadi atau matang ketimbang membina kader baru
dari awal hingga ia menjadi kader yang kuat secara pribadi dan berpengaruh
dalam struktur sosial kampus.
Hal-hal semacam ini semestinya sudah harus kita tinggalkan saat ini juga.
Beberapa solusi yang saya adaptasi dari buku Analisis Instan Lembaga Dakwah
Kampus (Ridwansyah Yusuf) bisa kita gunakan dalam dakwah kampus ini. 1.)
Kemampuan identifikasi minat dan potensi kader; 2.) Adanya forum tim
manajemen kader semua lini dakwah; 3.)Membuat fokus amanah kader pada
tingkat tertentu; 4.)Kuota ideal jumlah kader dalam setiap lembaga dakwah; 5.)
Membiasakan untuk memberikan tanggung jawab kepada kader yang masih
“baru”. Beberapa solusi di atas saya rasa mampu menjawab permasalahan
mengenai tarik-ulur nya kader di berbagai lini dakwah ini.
Permasalahan selanjutnya adalah, seringkali kita temui aktifis dakwah kampus
yang menempati lini non dakwi yang telah kehilangan arah dan tujuan dalam
dakwahnya. Melihat beberapa kasus yang terjadi di Unila, tak sedikit ADK yang
pada mulanya begitu gesit pergerakannya di ranah dakwi, namun menjadi loyo
dan stagnan kala menempati ranah lainnya. Begitu pula kala mengikuti sarana
tarbiyah. Kegiatan-kegiatan semisal tatsqif, mukhoyam, rihlah, mabit/jaltsah dan
lain sebagainya menjadi terhiraukan hingga sering alpha dalam keikutsertaan.
Padahal sarana-sarana semacam ini bukanlah hanya diperuntukkan bagi mereka
yang berada pada ranah dakwi, namun lebih khusus dan utama lagi untuk ADK
yang berada pada lini siyasi dan ilmi. Kealphaan-kealphaan inilah yang mungkin
menjadi salah satu sebab mundurnya dan terlupanya ADK non dakwi akan
tugasnya untuk menegakkan dakwah dalam setiap kegiatannya. Bahkan tak jarang
pula kita temui akhlak dan penampilan dari ADK sedikit berubah seiring
perubahan amanahnya. Padahal akhlak lah yang menjadi cerminan keimanan kita,
akhlak lah yang menjadi daya tarik kita, untuk mengajak mereka yang ummi untuk
mau berislam. Jika akhlak yang baik saja sudah ditinggalkan dan dilepaskan oleh
ADK, maka dengan apa lagi kita mengajak mereka?
Priorotas yang diberikan kepada setiap lini pun menjadi satu PR lagi bagi kita
bersama. Tanpa sadar terkadang kita menempatkan dakwi dan siyasi menjadi
tugas jamaah namun disisi lain ranah keilmuan menjadi diabaikan dan seakan
kewajiban masing-masing individu saja tanpa harus ada campur tangan jamaah di
dalamnya. Kita lihat begitu banyak kader yang gemilang di ranah dakwi maupun
ilmi, di elu-elukan dan diangkat ke permukaan atas prestasinya di lini masing-
masing, namun bidang keilmuan begitu sepi dan seakan hanya dihuni seorang diri.
Bukan berarti setiap kerja kita mengharapkan imbalan berupa kepopuleran, namun
yang ditekankan disini adalah kurangnya perhatian jamaah pada ranah keilmuan.
Kita selalu bersemangat ketika pemira datang, hingga konsolidasi amat begitu
sering dilakukan, namun seakan tak perduli kala masa-masa PKM, OSN, dan
event lainnya datang di depan mata. Lalu hanya beberapa gelintir manusia saja
yang berjuang menjayakan islam melalui dakwah ilminya. Maka perlulah
pembagian prioritas dan perhatian jamaah yang imbang untuk berbagai lini ini,
karena kemenangan dakwah ini bukan hanya ketika kita memenangkan pemira
saja, namun tentunya lebih luas daripada itu.
Akhirnya, pembagian lini dakwah di ketiga sektor ini pada dasarnya adalah
sebagai usaha kita bersama untuk berorientasi kembali kepada tujuan dakwah
kampus yaitu menciptakan luaran-luaran, supply alumni berkompetensi secara
akademik dan ilmu perpolitikan yang baik yang berafiliasi terhadap Islam. Maka
perbaikan dalam hal manajemen, sumber daya manusia, perataan prioritas, dan hal
lainnya perlulah kita laksanakan bersama. Hingga perbaikan yang kita laksanakan
mampu membawa kembali kejayaan Islam di kampus kita tercinta.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Ridwansyah Yusuf. 2008. Analisis Instan Problematika Dakwah
Kampus. Gamais ITB-Corp: Bandung
Shaffiyah, Ellda. 2013. Harokah dan Dakwah. http://elldashaffiyah.blogspot.com/
2013/03/harokah-dan-dakwah.html. Diakses pada 26 Oktober 2013 pukul
07.00