menilik rencana penerapan pajak hal. 1 …

8
Vol 01, Ed 11, Juli 2021 MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN MINIMUM BAGI WAJIB PAJAK BADAN Hal. 1 CATATAN KINERJA INVESTASI TERHADAP IMPLEMENTASI KP 1 DAN PENCAPAIAN PP PEMBANGUNAN WILAYAH PAPUA Hal. 3

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …

Vol 01, Ed 11, Juli 2021

MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN MINIMUM BAGI WAJIB PAJAK BADAN

Hal. 1

CATATAN KINERJA INVESTASI TERHADAP IMPLEMENTASI KP 1 DAN PENCAPAIAN PP PEMBANGUNAN WILAYAH PAPUA

Hal. 3

Page 2: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …

Artikel 1 Menilik Rencana Penerapan Pajak Penghasilan Minimum Bagi Wajib Pajak

Badan ................................................................................................................................................ 1

Artikel 2 Catatan Kinerja Investasi Terhadap Implementasi KP 1 dan Pencapaian PP

Pembangunan Wilayah Papua ................................................................................................... 3

Penanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi

Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM

Redaktur

Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.

Damia Liana, S.E.

Nadya Ahda, S.E

Editor

Ervita Luluk Zahara S.E.

Sekretariat

Husnul Latifah, S.Sos.

Memed Sobari

Musbiyatun

Hilda Piska Randini, S.I.P.

Budget Issue Brief Ekonomi dan Keuangan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran,Badan

Keahlian DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya

tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR RI.

Page 3: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1 Ekonomi dan Keuangan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 11, Juli 2021

Salah satu bentuk reformasi perpajakan yang akan dijalankan pemerintah pada tahun 2022 adalah penerapan Alternative Minimum Tax (AMT) dalam area Pajak Penghasilan (PPh). Rencananya, AMT ini akan dikenakan kepada Wajib Pajak (WP) Badan dengan besaran tarif pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto WP Badan yang pada satu tahun pajak memiliki PPh terutang (dengan perhitungan sesuai pasal 17 UU PPh) tidak melebihi 1% dari penghasilan bruto. Pendekatan tersebut dibutuhkan untuk mengamankan kepatuhan WP Badan, serta sebagai upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan. Hal ini didasarkan pada fenomena masih banyaknya WP Badan melakukan motif penghindaran pajak. Sehingga menurut IMF (2014), AMT diperlukan oleh Indonesia untuk menjamin suatu perlindungan (safe guard) atas praktik penghindaran pajak oleh WP Badan.

Latar Belakang Penerapan Pajak Penghasilan Minimum/AMT AMT bukan sesuatu hal baru di dunia pajak. Rencana pengenaan AMT tersebut sejatinya juga sudah muncul pada tahun 2016. Rencana ini timbul akibat maraknya WP Badan yang mengaku rugi fiskal selama bertahun-tahun, namun bisnisnya tetap beroperasi. Kementerian Keuangan mencatat bahwa selama 5 tahun, jumlah WP Badan yang melaporkan kerugian dan tidak membayar pajak meningkat dari 5.199 WP (2012-2016) menjadi 9.496 WP (2015-2019) (Gambar 1). Tidak hanya itu, proporsi jumlah Surat Pemberitahuan (SP) Badan dengan status rugi fiskal terhadap total SPT Badan yang disampaikan WP Badan menunjukkan tren peningkatan, dari 8% pada tahun 2012, konsisten meningkat dan mencapai 11% pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan adanya indikasi bahwa kerugian terus-menerus ini lebih didasari pada motif mencari keuntungan pajak. Sementara di sisi lain, Indonesia belum memiliki instrumen penghindaran pajak yang komprehensif.

Gambar 1. Jumlah WP Badan yang Melaporkan Kerugian (2012-2019)

Sumber: Kementerian Keuangan, 2019

Kemenkeu menyatakan bahwa secara global penghindaran pajak memang terjadi. Laporan OECD mencatat bahwa 60%-80% perdagangan dunia merupakan transaksi afiliasi oleh perusahaan multinasional (ddtc.co.id). Selanjutnya, khusus untuk Indonesia, tercatat 37%-42% PDB Indonesia adalah transaksi afiliasi dalam SPT wajib pajak. Oleh sebab itu, diperlukan instrumen untuk mengatasi motif penghindaran pajak secara global, yaitu dengan penerapan pajak minimum atau AMT.

Komisi XI

MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN MINIMUM

BAGI WAJIB PAJAK BADAN

• Salah satu bentuk reformasi perpajakan yang akan dijalankan pemerintah adalah Alternative Minimum Tax (AMT), dengan tarif 1% dari penghasilan bruto WP Badan.

• Rencana penerapan AMT timbul akibat maraknya WP Badan yang mengaku rugi fiskal selama bertahun-tahun, namun bisnisnya tetap beroperasi.

• Terdapat tiga macam desain AMT yang diterapkan berbagai negara, (a) AMT yang menjadikan omzet sebagai basis pajak; (b) AMT yang menyasar pada nilai buku aset usaha sebagai basis pajak; dan (c) restrukturisasi perhitungan penghasilan kena pajak (modified-income minimum tax).

• Pemerintah perlu menimbang beberapa hal sebelum menerapkan AMT, yaitu tarif 1% diharapkan tidak membebani cashflow perusahaan yang merugi, karena tetap harus membayar pajak minimum sesuai AMT, dan penerapan AMT di tengah pandemi diharapkan tidak bertentangan dengan konsep pajak penghasilan itu sendiri.

• Untuk itu, pemerintah dapat melakukan beberapa hal sebelum menerapkan pajak AMT, yaitu penentuan kriteria subjek pajak, desain perhitungan AMT, dan kepastian bagi WP untuk tetap dapat memanfaatkan insentif pajak.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab: Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Robby Alexander Sirait · Dwi Resti Pratiwi· Nadya Ahda· Damia Liana · Ervita Luluk Zahara· Syafrizal Syaiful · Achmad Machsuni · Tohap Banjarnahor ·

Penulis: Hikmatul Fitri & Damia Liana

EKONOMI DAN KEUANGAN

Page 4: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …

Ekonomi dan Keuangan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 8, Mei 2021 2

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Peran AMT dalam Mengatasi Praktik Penghindaran Pajak dan Praktiknya di Beberapa Negara IMF (2015) merekomendasikan penerapan AMT bagi negara berkembang karena dapat menjadi alat untuk mencegah penggerusan basis pajak, serta melawan praktik perencanaan penghindaran pajak secara internasional. Sehingga AMT berperan dalam menjamin setiap korporasi untuk setidaknya membayar suatu nilai minimum pajak kepada negara. AMT tidak bersifat opsional, melainkan AMT merupakan skema yang paralel dengan sistem PPh yang berlaku secara umum. Dengan kata lain, nilai pajak terutang WP Badan akan tetap dihitung baik dengan menggunakan skema PPh Badan normal maupun dengan pendekatan AMT. Jika nilai pajak terutang dengan skema normal PPh Badan lebih tinggi dari hasil perhitungan AMT, maka otoritas pajak menggunakan nilai pajak terutang dari skema normal dan berlaku sebaliknya. Hingga saat ini, setidaknya AMT telah diterapkan dalam sistem perpajakan pada 50 negara di dunia. Negara yang menerapkan AMT yaitu Selandia Baru, Korea Selatan, Filipina, Tanzania, Belgia, Kanada, Afrika Selatan, dan Argentina. Keberhasilan penerapan AMT di berbagai negara tersebut sangat bergantung dari desainnya. Terdapat 3 (tiga) macam desain AMT yang diterapkan berbagai negara. Pertama, AMT yang menjadikan omzet sebagai basis pajak dan ini merupakan desain yang paling banyak diterapkan di berbagai negara. Kedua, AMT yang menyasar pada nilai buku aset usaha sebagai basis pajak. Ketiga, restrukturisasi perhitungan penghasilan kena pajak (modified-income minimum tax). Secara umum, pendekatan AMT diterapkan di berbagai negara, baik negara berpenghasilan tinggi, menengah, maupun rendah. AMT yang berbasis omzet pada umumnya diterapkan oleh negara berpenghasilan menengah ke bawah. Sementara itu, AMT dengan model modified-income minimum tax lebih banyak digunakan negara berpenghasilan tinggi. Berdasarkan hasil estimasi IMF (2021), terdapat peningkatan rata-rata tarif efektif WP Badan sebesar 1,6%, setelah diterapkannya AMT pada 50 negara. Artinya, terdapat sinyal penurunan penghindaran pajak. Peningkatan tarif efektif rata-rata tersebut 1% lebih tinggi pada negara-negara yang menggunakan desain modified-income minimum tax dibandingkan dengan desain lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik negara dalam penerapan desain, mengingat desain modified-income minimum tax umumnya diterapkan pada negara maju. Selanjutnya penerapan AMT juga mendorong peningkatan pelaporan laba usaha. Dengan kata lain, AMT mengurangi insentif WP untuk

melakukan underreporting laba usaha untuk tujuan pajak.

Catatan Kritis untuk Penerapan Pajak AMT Meskipun penerapan AMT dinilai dapat mengurangi praktik penghindaran pajak dan memiliki keunggulan sebagai instrumen yang dapat mengurangi insentif perencanaan penghindaran pajak, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa hal untuk menerapkannya di Indonesia. Pengamat Pajak Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) menilai ideal atau tidaknya penerapan AMT terhadap WP Badan tergantung asumsi perhitungan penambahan penerimaan negara. Selain itu, dari sisi WP Badan, tarif 1% diharapkan tidak membebani cashflow perusahaan yang merugi, karena tetap harus membayar pajak minimum sesuai AMT (kontan.co.id). Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) juga menyatakan bahwa apabila pemerintah memaksakan adanya tarif minimum pajak kepada usaha yang merugi, terlebih di tengah kondisi krisis akibat pandemi, justru bertentangan dengan konsep pajak penghasilan itu sendiri, dimana dikenakan kepada usaha yang justru tidak memiliki tambahan kemampuan ekonomis dan selayaknya tidak ada objek PPh atas kegiatan tersebut. Denny Vissaro, peneliti fiskal DDTC, menjelaskan bahwa dalam penerapan AMT pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa komponen agar desain AMT dapat mencapai tujuan tanpa mencederai wajib pajak. Pertama, penentuan kriteria subjek pajak. Mengingat penerapannya akan menimbulkan biaya kepatuhan baru, ada baiknya jika AMT diterapkan bagi WP Badan dengan batasan dan/atau kriteria tertentu yang dapat ditinjau dari segi omzet atau umur perusahaan. Dengan demikian, efektivitas AMT dapat tepat sasaran sejalan dengan potensi pajak yang dapat dioptimalkan serta efisien. Kedua, desain perhitungan AMT, apakah menggunakan pendekatan alternatif basis pajak atau pendekatan pendapatan perusahaan. Apabila menggunakan pendekatan pertama, maka perlu mempertimbangkan besaran tarifnya. Dan bila menggunakan pendekatan kedua, maka diperlukan analisis yang lebih mendalam. Rekonstruksi yang terlalu rumit justru dapat mendistorsi perilaku ekonomi wajib pajak. Ketiga, kepastian bagi WP Badan untuk tetap dapat memanfaatkan insentif pajak meskipun berakibat pada lebih rendahnya pajak terutang dibandingkan perhitungan AMT. Tanpa adanya kejelasan tersebut, setiap insentif pajak yang sudah ditawarkan pemerintah menjadi sia-sia dan sulit mendorong produktivitas ekonomi dan investasi (ddtc.co.id). Keempat, agar penerapan AMT dapat berjalan secara optimal dan efisien dalam meningkatkan penerimaan negara, maka perlu adanya peningkatan efektivitas pada pemeriksaan pajak dan penghitungan AMT oleh otoritas pajak.

Page 5: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

3 Ekonomi dan Keuangan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 11, Juli 2021

Upaya Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan

Menjamin Pemerataan menjadi salah satu arah kebijakan pembangunan

pemerintah yang dituangkan menjadi Prioritas Nasional (PN) No. 2

dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022. Untuk melaksanakan PN

tersebut, salah satu Program Prioritas (PP) yang akan dilaksanakan

adalah PP No. 7, yaitu Pembangunan Wilayah Papua. PP ini menyasarkan

pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan

masyarakat di wilayah Papua yang diukur dengan 3 indikator, yaitu laju

pertumbuhan PDRB, IPM provinsi, dan persentase penduduk miskin.

Dengan benchmark realisasi tahun 2020, pemerintah telah menargetkan

PDRB wilayah Papua tumbuh pada kisaran 5,92-6,48 persen per tahun,

peningkatan IPM provinsi di wilayah Papua menjadi berkisar pada

62,06-65,92, serta persentase penduduk miskin di wilayah Papua turun

menjadi 23,84 persen di tahun 2022 (Tabel 1). Untuk mendukung

sasaran dan indikator tersebut, pemerintah berencana akan

melaksanakan 5 Kegiatan Prioritas (KP), salah satunya adalah

peningkatan pusat-pusat perkembangan wilayah Papua melalui

pengembangan Kawasan Industri (KI) Teluk Bintuni, Kawasan Ekonomi

Khusus (KEK) Sorong, dan Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) Raja

Ampat di Provinsi Papua Barat, serta Destinasi Pariwisata

Pengembangan Biak-Teluk Cendrawasih di Provinsi Papua (KP 1).

Perkembangan Kinerja Indikator Pembangunan Wilayah Papua

Sebelum pandemi Covid-19 menghantam perekonomian di tahun

2020, secara umum kinerja IPM provinsi dan persentase penduduk

miskin di wilayah Papua terus menunjukkan kinerja perbaikan dari

tahun ke tahun (Tabel 1). Namun kinerja berbeda ditunjukkan oleh laju

pertumbuhan PDRB yang cenderung sangat fluktuatif, bahkan sempat

terkontraksi sangat dalam pada tahun 2019. Hal ini salah satunya

disebabkan karena pertumbuhan PDRB wilayah Papua yang banyak bergantung pada kinerja pertambangan dan penggalian yang cenderung

sensitif terhadap shocks. Untuk tahun 2022, pemerintah menargetkan

perbaikan yang signifikan terhadap ketiga indikator pembangunan. Hal

ini tentu mensyaratkan rencana kebijakan pemerintah yang efektif

mendorong perbaikan perekonomian dan kesejahteraan di Papua.

Tabel 1. Perkembangan Kinerja Indikator Pembangunan Wilayah Papua

*) Target dalam RKP 2022. Sumber: BPS (diolah)

Badan Anggaran

CATATAN KINERJA INVESTASI TERHADAP IMPLEMENTASI KP 1

DAN PENCAPAIAN PP PEMBANGUNAN WILAYAH PAPUA

• Kegiatan Prioritas (KP 1) merupakan salah satu kegiatan yang direncanakan pemerintah untuk dapat mewujudkan Program Prioritas (PP) Pembangunan Wilayah Papua dalam Prioritas Nasional (PN) No. 2 RKP 2022.

• Secara umum, sebelum pandemi menyerang, kinerja indikator pembangunan di wilayah Papua sudah menunjukkan arah perbaikan selama beberapa tahun terakhir.

• Pemerintah menargetkan perbaikan yang cukup signifikan pada seluruh indikator pembangunan wilayah Papua pada tahun 2022. Oleh karena itu, pemerintah harus menggiatkan pengembangan KP 1.

• Adanya tren penurunan investasi di wilayah Papua, masih belum optimalnya investasi pada sektor-sektor ekonomi krusial pendukung proyek KP 1, serta belum masuknya pemain industri utama di KI/KEK masih menjadi tantangan.

• Meningkatkan dan mempromosikan investasi di wilayah Papua, promosi spesifik investasi pada sektor ekonomi krusial, serta menggiatkan pendekatan pada industri-industri yang disasar dapat menjadi solusi.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab: Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si Redaktur: Robby Alexander Sirait · Dwi Resti Pratiwi · Nadya Ahda · Damia Liana · Ervita Luluk Zahara

Penulis: Nadya Ahda

EKONOMI DAN KEUANGAN

2016 2017 2018 2019 2020 2022*Laju Pertumbuhan PDRB Wilayah Papua (%/tahun) 7,82 4,46 7,02 -10,69 1,34 5,92-6,48

IPM Provinsi di Wilayah Papua (nilai min-maks) 58,05-62,21 59,09-62,99 60,06-63,74 60,84-64,70 60,44-65,09 62,06-65,92

Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Papua (%) 27,63 26,74 26,38 25,43 25,65 23,84

IndikatorTahun

Page 6: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Ekonomi dan Keuangan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 11, Juli 2021 4

Catatan Kinerja Investasi Terhadap KP 1

Salah satu rencana pemerintah untuk mencapai

target indikator pembangunan sebagaimana di tabel 1

adalah dengan mengimplementasikan KP 1. Meskipun

pengembangan proyek-proyek KP 1 sudah

dilaksanakan selama beberapa tahun terakhir, namun

masih ada catatan yang harus diperhatikan oleh

pemerintah. Salah satunya terkait dengan investasi

yang krusial perannya sebagai motor penggerak

aktivitas ekonomi di KI/KEK/DPP. Sejak tahun 2017,

realisasi investasi di wilayah Papua justru

menunjukkan tren penurunan, yaitu dari Rp28,16 T

pada tahun 2017 menjadi hanya Rp13,08 T di tahun

2020 (Kementerian Investasi/BKPM, 2021)1. Hal ini

disebabkan oleh tren penurunan dari PMA yang cukup

tajam, baik untuk Provinsi Papua maupun Papua Barat.

Sementara untuk PMDN, trennya cenderung

meningkat, terutama sejak tahun 2018. Namun tren

keseluruhan penurunan investasi ini tetap harus

diwaspadai sebagai tantangan tersendiri bagi progres

pembangunan pusat-pusat perkembangan wilayah

Papua secara umum.

Apabila dilihat breakdown sektoralnya, sektor-

sektor ekonomi yang paling banyak disasar oleh

investor domestik (PMDN) di wilayah Papua selama 3

tahun terakhir (2018-2020, secara total) antara lain:

(1) listrik, gas, dan air (Rp2,10 T); (2) tanaman pangan,

perkebunan, peternakan, dan kehutanan (Rp1,93 T);

dan (3) transportasi, gudang, dan telekomunikasi

(Rp1,04 T). Sementara, investor asing (PMA) lebih

banyak menyasar pada sektor ekonomi: (1)

pertambangan (USD2,46 M); (2) tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan (USD0,27 M);

dan (3) industri makanan (USD0,11 M). Beberapa di

antara sektor unggulan di atas secara umum sudah

merefleksikan kebutuhan dari KP 1. Karena dengan

adanya investasi pada sektor listrik, gas, dan air serta

transportasi, gudang, dan telekomunikasi, seharusnya

merefleksikan sudah adanya upaya pembangunan

akses dan utilitas di wilayah Papua. Meskipun

demikian, masih dominannya lahan kosong, serta

kurang memadainya akses jalanan dan fasilitas di

kawasan pelabuhan setempat masih menjadi

tantangan perkembangan KEK Sorong, setidaknya

hingga tahun 2020 (Kontan, 2020). Hal ini dapat

menjadi indikasi awal bahwa investasi di sektor

tersebut dinilai masih belum optimal, serta sektor

ekonomi pendukung KI/KEK/DPP lainnya, seperti

sektor konstruksi serta sektor perumahan, kawasan

industri, dan perkantoran yang investasinya juga

1 Merupakan penjumlahan dari realisasi PMA yang dikonversi ke rupiah dan PMDN, baik untuk Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat.

masih relatif kecil selama 3 tahun terakhir, yaitu

sebesar Rp47,74 M untuk sektor konstruksi dan

Rp37,46 M untuk sektor perumahan, kawasan industri,

dan perkantoran (PMDN, total).

Secara umum, masih belum banyaknya pemain

industri yang masuk ke KI/KEK juga menjadi penyebab

belum dominannya investasi yang masuk di sektor

ekonomi aktivitas utama KI/KEK. Padahal, proyek KI

Teluk Bintuni dan KEK Sorong sudah terdaftar menjadi

Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak Perpres No. 3

Tahun 2016 dan telah diindikasikan menjadi KI/KEK

sejak RPJMN 2015-2019. Sebagai contoh, belum

masuknya industri pengolahan nikel di KEK Sorong

menyebabkan belum optimalnya kinerja investasi di

sektor industri logam. Hal ini tercermin dari tidak

adanya realisasi investasi yang signifikan pada industri

logam di Papua Barat selama 3 tahun terakhir. Begitu

juga dengan KI Teluk Bintuni yang direncanakan akan

berfokus pada industri pupuk dan petrokimia,

penentuan off-taker kawasan pun baru dilaksanakan

pada awal tahun 2021 dan saat ini progres masuknya

industri pupuk ke KI ini masih pada tahap kajian lokasi

(Bisnis.com, 2020; Pupuk Indonesia Holding Company,

2021). Hal ini pun tercermin bahwa selama 3 tahun

terakhir, tidak ada investasi (khususnya PMDN) yang

masuk di industri kimia dan farmasi di Papua Barat.

Sementara untuk sektor ekonomi pendukung DPP

Raja Ampat Papua Barat dan Biak-Teluk Cendrawasih

Papua, seperti sektor hotel dan restoran serta sektor

perdagangan dan reparasi sudah menunjukkan adanya

realisasi investasi meskipun nilainya juga masih relatif

kecil, yaitu dengan total selama 3 tahun terakhir sebesar USD1,92 juta (PMA) dan Rp0,34 M (PMDN)

untuk sektor hotel dan restoran serta USD1,74 juta

(PMA) dan Rp130,72 M (PMDN) untuk sektor

perdagangan dan reparasi.

Rekomendasi

Untuk mengefektifkan implementasi KP 1 yang

akan berdampak positif bagi PP Pembangunan

Wilayah Papua, pemerintah harus meningkatkan dan

mempromosikan investasi di wilayah Papua secara

umum. Tidak hanya itu, promosi investasi spesifik

pada sektor-sektor ekonomi yang krusial bagi proyek-

proyek KP 1 juga harus dilakukan. Menggiatkan

pendekatan pada industri yang disasar untuk

mempercepat proses persiapan agar segera masuk

pada KI/KEK/DPP juga dinilai dapat meningkatkan

investasi, terutama di sektor ekonomi aktivitas utama

KI/KEK/DPP.

Page 7: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …
Page 8: MENILIK RENCANA PENERAPAN PAJAK Hal. 1 …