media dan kebebasan berserikat di indonesia.docx

24
IGN Widya Hadi Saputra/041314153016 Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia Demokrasi di Indonesia telah jauh berkembang dari jaman kemerdekaan sampai jatuhnya rezim orde baru hingga dimulainya era reformasi pada tahun 1998. Semakin bebasnya dan meningkatnya kesempatan untuk menyatakan pendapat juga menjadi tonggak pergerakan massal dari para buruh (kaum pekerja) di Indonesia. Namun bila ditilik dari awal kemerdekaan Indonesia, pergerakan kaum pekerja ini banyak melewati lika-liku serta pergolakan. Walaupun telah disebutkan dalam UUD 1945 pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang ”. Apabila dicermati lebih lanjut pasal tersebut masih belum dapat memberikan jaminan yang pasti secara konstitusional. Maka dari itu, ketika terjadi perubahan era dari rezim orde baru ke era reformasi, ketentuan tersebut pun mengalami perubahan Kedua pada tahun 2000 yang semakin menegaskan hak dari tiap orang untuk berkumpul dan menyatakan pendapat. Ini tertera dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat ”. Dari sanalah kita mendapat kejelasan yang langsung dan tegas akan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak hanya 1 | Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia

Upload: ign-widya-hadi-s

Post on 07-Feb-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia

Demokrasi di Indonesia telah jauh berkembang dari jaman kemerdekaan sampai

jatuhnya rezim orde baru hingga dimulainya era reformasi pada tahun 1998. Semakin

bebasnya dan meningkatnya kesempatan untuk menyatakan pendapat juga menjadi tonggak

pergerakan massal dari para buruh (kaum pekerja) di Indonesia.

Namun bila ditilik dari awal kemerdekaan Indonesia, pergerakan kaum pekerja ini

banyak melewati lika-liku serta pergolakan. Walaupun telah disebutkan dalam UUD 1945

pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Apabila dicermati

lebih lanjut pasal tersebut masih belum dapat memberikan jaminan yang pasti secara

konstitusional. Maka dari itu, ketika terjadi perubahan era dari rezim orde baru ke era

reformasi, ketentuan tersebut pun mengalami perubahan Kedua pada tahun 2000 yang

semakin menegaskan hak dari tiap orang untuk berkumpul dan menyatakan pendapat. Ini

tertera dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas

kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dari sanalah kita mendapat

kejelasan yang langsung dan tegas akan jaminan kebebasan untuk berserikat atau

berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan

kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak hanya bagi setiap warga

negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk juga orang asing yang

berada di Indonesia.

Dengan semakin mantap dan tegasnya jaminan akan hak yang diatur pada pasal 28

UUD 1945 tersebut, pergerakan organisasi buruh dan pekerja pun semakin menggeliat naik

ke permukaan. Perubahan era reformasi dan demokrasi serta globalisasi juga menjadi faktor

pemicu yang cukup berperan terhadap semakin gencarnya gerakan mereka di berbagai daerah

dan media yang ada. Sekarang, pihak serikat pekerja tidak hanya aktif dalam kegiatan

berorganisasi dan menyuarakan aspirasinya secara langsung (terjun) di lapangan, namun para

aktivis pejuang hak para pekerja ini pun sudah aktif merambah ke media cetak maupun sosial

sebagai sarana dalam penyaluran pendapat mereka.

1 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 2: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

Perkembangan Serikat Pekerja di Indonesia

Sejatinya, pergerakan dan organisasi buruh (pekerja) di Indonesia sudah ada sejak

jaman penjajahan Belanda di era cultuurstelsel pada tahun 1870. Pada saat itu, pihak

pemerintah Hindia Belanda telah menyusun serangkaian paket kebijakan liberal sebagai

penopang dalam kegiatan meraka terutama untuk pembukaan lahan perkebunan, pendirian

pabrik, pembangunan infrastruktur, eksplorasi pertambangan, mengundang investasi asing,

serta memobilisir ribuan tenaga kerja untuk dipekerjakan pada proyek-proyek petanian,

perkebunan, dan infrastruktur yang diproduksi oleh sistem kolonial Belanda. Namun seiring

perkembangannya, pada awal abad 19, serikat buruh (SB) yang ada kemudian malah

diberangus keberadaannya karena dianggap menentang keberadaan pemerintahan Belanda

dengan mendukung gerakan nasionalisasi melalui aksi pemogokan besar-besaran. Hal ini

kemudian berlanjut ketika terjadi perubahan kekuasaan ke masa penjajahan Jepang.

Organisasi buruh yang masih tersisa dibubarkan dan kemudian para pekerja yang ada pun

dikerahkan untuk program “kerja paksa” guna menyokong kegiatan pasukan Jepang.

Kemudian pasca proklamasi, keberadaan organisasi atau serikat buruh kembali

menggeliat dan saling berafiliasi dengan partai politik yang ada. Dan pada era itu, Presiden

Soekarno memang terkenal sebagai pemimpin Negara yang pemerintahannya respect

terhadap gerakan buruh. Pada saat itu, gerakan buruh juga mendapat ruang gerak yang cukup

luas bahkan juga memiliki peran yang cukup besar dalam mempengaruhi kebijakan politik

Negara kita. Bung Karno juga terkenal aktif hadir dalam perayaan Hari Buruh menyatakan

perjuangan politik paling minimum gerakan buruh adalah mempertahankan politieke

toestand, yakni sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat,

bebas berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat. Politieke toestand ini

memberikan ruang bagi buruh untuk melawan dan berjuang lebih kuat. Kemudian beliau juga

menyatakan bahwa pada tahap berikutnya, gerakan buruh harus melakukan machtsvorming,

yakni proses pembangunan atau pengakumulasian kekuatan. Machtsvorming dilakukan

melalui pewadahan setiap aksi dan perlawanan kaum buruh dalam serikat-serikat buruh,

menggelar kursus-kursus politik, mencetak dan menyebarluaskan terbitan, mendirikan

koperasi-koperasi buruh, dan sebagainya.

Namun apa yang dinyatakan oleh Bung Karno sepertinya tidak menjadi kenyataan.

Hal ini dikarenakan oleh kembali terjadinya pemberangusan terhadap serikat yang ada akibat

terjadinya transisi kepemimpinan dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada masa tersebut, gerakan

buruh yang ada di restrukturisasi dan ditata sedemikian rupa. Penataan tersebut terbagi ke

2 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 3: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

dalam tiga fase. Pertama, pada tahun 1966 sampai awal 1970-an merupakan fase pelarangan

terhadap segala bentuk pengorganisasian serikat buruh. Hal tersebut dilakukan karena

pemerintahan pada saat itu beranggapan bahwa serikat yang ada merupakan produk

organisasi yang simpati terhadap Soekarno atau mereka bergerak mendukung sayap kiri.

Kedua, pada tahun 1970-1990, fase pengambilalihan (take over) seluruh kekuatan serikat

buruh di bawah kendali militer. Politik pengendalian militer bahkan masuk sampai ke tempat

kerja, mengintervensi proses pemilihan pemimpin serikat buruh, membatasi partisipasi politik

buruh, mengendalikan tuntutan kenaikan upah (termasuk tuntutan atas keamanan bekerja),

hingga menghindari tumbuhnya serikat buruh yang berwatak kritis dan radikal. Ketiga, pada

tahun 1990-1998, merupakan fase dimana kebijakan ekonomi pasar menjadi “kedok”

pemerintah untuk melanjutkan proyek kooptasi dan eksploitasi atas kekuatan politik buruh

melalui konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP). HIP dimaksudkan sebagai instrumen

kontrol negara sekaligus sarana penyeimbang aspirasi negara-negara kreditor yang meminta

agar pemerintahan Soeharto bersikap lebih bersikap responsif-akomodatif terhadap tuntutan

buruh. Pada fase kedua dan ketiga inilah terlihat bahwa pada masa pemerintahan Orde Baru,

kebebasan dalam berserikat dalam hal ini serikat buruh dikekang. Kita bisa perhatikan dan

pelajari dari bagaimana perjuangan Marsinah dalam membela hak kaumnya yang bahkan bisa

dihilangkan begitu saja dan diberantas oleh pemerintahan Orde Baru.

Kemudian pada era reformasi dan setelah jatuhnya rezim kepemimpinan Orde Baru,

terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap keberadaan serikat buruh atau pekerja di

Indonesia. Secara legal, peraturan mengenai reformasi perburuhan di Tanah Air dimulai

dengan diberlakukannya  Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 5 tahun 1998. Hal tersebut juga

menjadi awal dari era reformasi gerakan buruh dan pekerja di Indonesia yang sebelumnya

dikuasai secara tunggal oleh satu organisasi saja yaitu FSPSI (Federasi Serikat Pekerja

Seluruh Indonesia).

Selain itu, terkait dengan kebebasan berserikat, yang menjadi tonggak sejarah dari

pergerakan serikat pekerja di Indonesia adalah ratifikasi terhadap Konvensi ILO no 87/1948

tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Adanya ratifikasi

terhadap Konvensi tersebut pada 9 Juni 1998 kemudian memberikan jaminan kebebasan yang

tegas kepada kaum buruh (pekerja) dan pengusaha untuk mendirikan dan menjadi anggota

organisasi demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan pekerjaan mereka tanpa adanya

campur tangan dan keterlibata Negara. Dalam hal ini, pernyataan tersebut juga di jelaskan

pada pasal 2 yang menyatakan bahwa “Para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan

3 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 4: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing-masing,

bergabung dengan organisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh

pihak lain”. Lebih jelasnya dalam ratifikasi tersebut disebutkan juga bahwa baik pekerja dan

pengusaha :

1. bebas mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik

yang ada; tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu

perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan

kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada;

2. bebas bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan

terlebih dahulu;

3. bebas mengembangkan hak-hak tersebut diatas tanpa pengecualian apapun,

dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan

politik.

Perubahan pada Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi

organisasi yang dibentuk oleh pekerja ataupun pengusaha untuk berorganisasi tanpa adanya

campur tangan dari pihak lain terutama dari institusi publik. Ketentuan itu diatur pada pasal

3, dimana : (a) Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk membuat anggaran dasar dan

peraturan-peraturan, secara bebas memilih wakil-wakilnya, mengelola administrasi dan

aktifitas, dan merumuskan program; (b) Penguasa yang berwenang harus mencegah adanya

campur tangan yang dapat membatasi hak-hak ini atau menghambat praktek-praktek hukum

yang berlaku. Kemudian bila dijelaskan lebih lanjut, pada ketentuan tersebut juga dijamin

mengenai kebebasan berorganisasi mereka dalam hal :

1. bebas menjalankan fungsi mereka, termasuk untuk melakukan negosiasi dan

perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja;

2. menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan

melaksanakan berbagai program aktifitasnya;

3. mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan

mereka;

4. bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau

mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan

tidak berpihak;

4 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 5: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

5. bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan

pilihan mereka, dan juga bebas untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja/pengusaha

internasional. Poin ini dijelaskan dengan rinci pada pasal 5 yang menyatakan bahwa

“Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk mendirikan dan bergabung dengan

federasi-federasi dan konfederasi-konfederasi dan organisasi sejenis, dan setiap

federasi atau konfederasi tersebut berhak untuk berafiliasi dengan organisasi-

organisasi pekerja dan pengusaha internasional”.

Selain hal tersebut di atas, implementasi dari konvensi itu juga memastikan bahwa

pegawai negeri dan pegawai BUMN/BUMD memiliki hak untuk kebebasan berserikat dan

perlindungan hak berorganisasi. Maka dari itu, seiring dengan ratifikasi dan perubahan

Konvensi ILO tersebut pemerintah Indonesia kemudian mengesahkan UU No. 21/2000

tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Dalam kaitannya dengan serikat pekerja/serikat buruh,

Undang-undang tersebut mengandung mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. hak pekerja untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja (Pasal 5 ayat 1:

setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat

buruh)

2. hak serikat pekerja untuk melindungi, membela dan meningkatkan kesejahteraan

pekerja beserta keluarganya; dan

3. perlindungan terhadap pekerja dari tindakkan diskriminatif dan intervensi serikat

pekerja (pasal 28 ”siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa

pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak

menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan

atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerj/serikat buruh dengan cara: (a)

melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan

mutasi; (b) tidak dibayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; (c) melakukan

intimidasi dalam bentuk apapun; (d) melakukan kampanye anti pembentukan serikat

pekerja/serikat buruh. Pasal ini dikuatkan melalui pasal 43 bilamana melanggar pasal

28 “….dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama

5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,0 (seratus juta) dan

paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta).

5 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 6: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

Media Pergerakan Serikat Pekerja

Seiring dengan perkembangan era dan perkembangan teknologi, media yang

digunakan oleh serikat pekerja di Indonesia pun ikut mengalami perkembangan dari waktu ke

waktu. Gerakan serikat pekerja yang pada awal mulanya hanya sebatas pergerakan massa

melalui gerakan demontrasi serta protes dengan pemogokan kemudian berkembang ke

pergerakan yang lebih gencar lagi dengan menggunakan teknologi yang nyatanya

berkembang cukup canggih.

Secara umum, pergerakan yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh tersebut

merupakan aksi mereka dalam menggunakan haknya terkait pelaksanaan kebebasan

berekspresi dan berpendapat sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-

undangan. Ada beberapa faktor yang memang menjadi pemicu terjadinya aksi dari serikat

pekerja di Indonesia diantaranya adalah kenaikan gaji dan upah minimum, pemberian bonus

hari raya, penghapusan kontrak kerja dan outsourcing, jaminan sosial tenaga kerja,

pembayaran gaji (tepat waktu), union busting, pemecatan dan syarat serta kondisi kerja

lainnya yang tidak dipenuhi oleh majikan atau tempat mereka bekerja.

Kemudian selain melalui pergerakan massa, saat ini aksi mereka pun berkembang

akibat adanya perkembangan teknologi. Serikat pekerja kemudian menggunakan komunikasi

melalui internet baik melalui email maupun melalui media sosial lainnya untuk membangun

dan mengkampanyekan serikat buruh. Dengan adanya bantuan teknologi ini, mereka jadi

semakin aktif dalam melakukan kegiatannya. Selain itu, kegiatan mereka pun menjadi

semakin cepat dan mudah dalam proses koordinasinya dan lebih murah bila dibandingkan

untuk mengadakan pertemuan mengingat kondisi geografis dan demografis Indonesia yang

luas ini. Namun, kemudahan yang ada akibat perkembangan teknologi tersebut terkadang

tidak dapat dinikmati oleh beberapa pekerja/buruh mengingat ada kemungkinan bahwa

beberapa perusahaan tempat mereka bekerja belum menggunakan teknologi tersebut atau

mungkin juga karena para buruh/pekerja tersebut tidak mampu menggunakan media

teknologi seperti itu.

Beberapa media sosial memang menjadi salah satu cara serikat pekerja dalam

melakukan pergerakannya di Indonesia. Hal ini juga berkaitan dengan tingginya tingkat

pengguna internet dan media sosial di Indonesia yang dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Salah satu media yang cukup booming dan digunakan sebagai sarana

6 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 7: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

komunikasi oleh pihak serikat pekerja adalah melalui Facebook dan Blog. Selain organisasi

serikat pekerja yang memang aktif dalam melakukan pergerakan, beberapa aktivis di “dunia

perburuhan” dan atau yang peduli akan hal tersebut juga menggunakan teknologi media

sosial sebagai upaya menyadarkan pekerja atau buruh atas hak-hak yang bisa mereka

dapatkan dari pekerjaan mereka.

Beberapa akun media sosial atau website berikut adalah contoh dari pergerakan

serikat pekerja melalui dunia maya di Indonesia dan internasional. Diantaranya adalah

sebagai berikut :

http://www.ilo.org/

http://www.workersliberty.org/

http://www.ituc-csi.org/

http://kspsi.com/

http://unionism.wordpress.com/

http://fspmindependen.wordpress.com

http://www.kspi.or.id/

https://www.facebook.com/serikatpekerja.indonesia

http://serikatpekerjapln.org/

Dari beberapa akun media sosial atau website diatas, kita sebagai masyarakat umum

maupun para pekerja di Indonesia dapat mengetahui sejauh mana hak-hak yang mereka miliki

terkait pekerjaannya. Dengan semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran yang

dimiliki oleh para pekerja/buruh Indonesia, maka keinginan mengenai terciptanya lingkungan

kerja yang adil dan kondusif di Indonesia pun bisa tercapai dengan sukses.

Dengan adanya bantuan teknologi seperti yang telah disebutkan di atas, adanya

internet juga memberikan lingkungan baru dimana gerakan buruh bukan cuma mencapai

solidaritas di tingkat domestik atau nasional saja, melainkan sudah merambah ke gerakan

solidaritas internasional. Dari sanalah, para penggiat atau aktivis pergerakan serikat pekerja

dapat berkomunikasi dan berdiskusi tentang kebijakan-kebijakan terkait serikat buruh dan

hak pekerja baik kebijakan yang bersifat sebatas Negara hingga kebijakan internasional

hingga bahkan dari forum yang ada tersebut mereka juga mampu merumuskan kebijakan baru

guna lebih meningkatkan kesejahteraan pekerja dan pencapaian keadilan dan lingkungan

kerja yang kondusif.

7 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 8: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

Selayang Pandang : SP PT PLN (Persero)

Dalam perkembangannya, pergerakan serikat buruh atau serikat pekerja di Indonesia

memang telah mengalami berbagai pergolakan. Dewasa ini, pergerakan serikat yang ada

tersebut juga bisa dikatakan bebas dalam arti mereka berhak untuk berserikat dan

menyampaikan pendapat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan

tentunya tidak melewati batasan-batasan hukum yang ada.

Semakin berkembang dan meningkatnya kuantitas maupun kualitas para pekerja kita

menandakan bahwa sistem demokrasi di Negara kita pun sebenarnya cukup maju. Mengingat

bahwa tiap warga Negara tidak terkecuali dari kaum pekerja atau buruh juga berhak dalam

menyampaikan aspirasinya terkait kondisi lingkungan kerja di Indonesia. Ini juga

menandakan bahwa selain memang pengetahuan dan wawasan dari pekerja kita yang

semakin kritis terhadap “sistem perburuhan”, tingginya kesadaran kaum pekerja ini terhadap

hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan pun bisa dikatakan meningkat pula.

Hal tersebut juga sebenarnya selain karena memang hak mereka diatur oleh peraturan

serta perundang-undangan yang ada, kesadaran mereka muncul akibat semakin progresifnya

propaganda atau penyadaran publik yang dilakukan oleh para aktivis pembela kaum pekerja

dengan tujuan untuk membela kaumnya, baik melalui pergerakan massa dengan demonstrasi

di jalanan atau juga dengan melakukan komunikasi melalui media yang ada (media cetak, by

phone, internet, dsb).

Berikut ini saya ulas mengenai bagaimana serikat pekerja di salah satu BUMN

terbentuk dan seperti apa perkembangan serta tujuan dari berdirinya serikat pekerja tersebut.

SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) 

8 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 9: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

Sebelum terbentuknya organisasi serikat pekerja, seluruh pegawai PT. PLN (Persero),

seperti juga perusahaan-perusahaan BUMN lainnya, secara otomatis menjadi anggota

KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia).

Memasuki masa reformasi, geliat keinginan para pegawai PT. PLN (Persero) untuk

membentuk organisasi sebagai wadah pegawai yang benar-benar bersifat bottom up, mulai

terasa pada penghujung tahun 1998. Hal tersebut tercermin pada pertemuan pada tanggal 3

Desember 1998 antara Pengurus Korpri dengan perwakilan pegawai di Gedung Penunjang

Lantai 2 Kantor Pusat PT. PLN (Persero). Pertemuan itu membuahkan rencana dibentuknya

Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah Organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN

(Persero), dan sambil menunggu terbentuknya organisasi tersebut, maka KORPRI dibubarkan

oleh Direktur Utama PT. PLN (Persero) dan untuk membina pegawai di luar kedinasan

dibentuklah wadah yang disebut dengan BKK (Badan Kesejahteraan Karyawan).

Pada Musyawarah Nasional (MUNAS) KORPRI yang dilaksanakan pada tanggal 15

s/d 17 Februari 1999, dan diikuti oleh ± 900 peserta terdiri dari 483 unsur (Pusat,

Departemen, Propinsi, DT II, BUMN/D, Lembaga-lembaga Negara), tercetuslah hasil bahwa

keanggotaan KORPRI bagi pegawai BUMN bersifat STELSEL AKTIF, yang berarti

keanggotaanya tidak secara otomatis (berdasar unsur sukarela).

Hasil MUNAS KORPRI itu, membuka kesempatan untuk membentuk organisasi

Serikat Pekerja. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang

Kebebasan Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden RI Nomor 83 tahun 1998

pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap

pekerja/pegawai disetiap perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk

anak-anak perusahaannya serta Pegawai Negeri Sipil dapat mendirikan atau masuk pada

suatu organisasi Serikat Pekerja secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak lain.

Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang Serikat Pekerja yang sifatnya

mandiri / independen dan tidak berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan

untuk mendukung pada suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan tertentu

melainkan bertujuan memperjuangkan / membela kepentingan pekerja/pegawai dan

keluarganya serta sebagai suatu wadah untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan pegawai

dalam rangka mewujudkan suasana kerja yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja

dan produktivitas kerja.

9 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 10: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

Seiring dengan hal tersebut, Kementrian Pendayagunaan BUMN dengan

pertimbangan bahwa kondisi kinerja BUMN akan lebih terkendali jika serikat pekerja di

lingkungan BUMN terbentuk secara internal, segera mengadakan kegiatan-kegiatan.

Kegiatan tersebut berupa Workshop tentang Pembentukan Serikat Pekerja pada tanggal 18

Februari 1999 di gedung Sucofindo Jakarta dan Lokakarya Pembentukan Serikat Pekerja

dilingkungan BUMN pada tanggal 22 s/d 23 Maret 1999. Ir. Ahmad Daryoko dan dua orang

dari kepegawaian mewakili PLN mengikuti lokakarya ini.

Kemudian Menteri Negara Pendayagunaan BUMN cq. Staf Ahli Bidang Komunikasi

dan Pengembangan SDM menerbitkan surat No. S.19/MSA-5/BUMN/1999 tanggal 15 Maret

1999 perihal Instruksi Memfasilitasi Pendirian Serikat Pekerja.

Pada tanggal 21 s/d 22 Maret 1999 Ir. Achmad Daryoko dan Ir. Batara Lumbanradja

mengikuti pelatihan tata cara pembentukan organisasi Serikat Pekerja. Selanjutnya Direksi

PT. PLN (Persero) mengeluarkan Keputusan Direksi No. 061.K/010/DIR/1999 tanggal 7

April 1999 tentang Pembentukan Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah/Organisasi/Serikat

Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero). Tim yang berfungsi sebagai fasilitator dalam

pembentukan wadah/organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero) itu

beranggotakan 20 orang dengan susunan keanggotaan Ir. Samiudin sebagai Ketua merangkap

anggota, Ir.Hariyanti Soeroso sebagai Sekertaris merangkap anggota, Ir.Daryoko, Ir.Batara

Lumbanradja, Budi Kristanto,SH , Ir.Maryono, Budiman Z. SH., Ir.Okman Anwar, Ir.Donny

Kuswandito, Drs.Abbas Thaha, Drs.Irwan S. Agoes, Ir. S.A. Aritonang, Ir. Z.A. Dalimunthe,

MM, Ir.Rachmadi, Ir.Arief BP Kamirin, MBA, Drs.Anwar Suryadi, Drs.Saleh Ardisoma,

Drs.Kardi Sastrawinata dan Ir. Slamet Rahardjo.

Tugas Tim antara lain menyusun materi penyuluhan, menyusun rencana pembentukan

wadah organisasi, melaksanakan penyuluhan ke unit dan TOT ke Tim penyuluh unit,

berperan sebagai fasilitator dan memberikan laporan kepada manajemen.

Setelah diterbitkannya SK tersebut, pada tanggal 12 April 1999, Direksi memberikan

informasi kepada anggota Tim Penyuluhan mengenai sikap Direksi bahwa Direksi memberi

keleluasaan kepada pegawai PLN untuk mendirikan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) tanpa

campur tangan Manajemen dan proses dilakukan bottom up. Dalam pembentukan tersebut

Direksi menyampaikan jadual bagi Tim Penyuluh untuk bekerja sampai terbentuknya

organisasi yang direncanakan pada bulan Agustus 1999. Muncul usulan nama organisasi

dengan sebutan KOPRS PEGAWAI PT. PLN (PERSERO)

10 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 11: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

Dengan dibentuknya Tim Penyuluhan tersebut Pegawai PLN diharapkan dapat

mengerti dan memahami peran dan keberadaan Serikat Pekerja di PLN dan dapat membantu

jalannya proses pembentukan organisasi tersebut.

Setelah pertemuan dengan Direksi tersebut, Tim Penyuluh pada tanggal 15 April 1999

mengadakan rapat yang pertama dan dilanjutkan dengan rapat-rapat berikutnya yang

menghasilkan program kerja untuk penyusunan materi pada bulan April 1999, tahap

sosialisasi pada bulan Mei-Juni 1999, pembuatan pernyataan pada bulan Mei-juni 1999,

pembentukan panitia pemilihan pada bulan Juni 1999, pembentukan embrio Serikat Pekerja

di unit-unit pada bulan Juli 1999 dan pembentukan gabungan Serikat Pekerja pada bulan

Agustus 1999.

Tim Penyuluhan menyusun materi penyuluhan menjadi dua bagian yaitu latar

belakang masalah dan proses prosedur. Sementara Tim Penyuluhan menyusun materi, kepada

Pimpinan/Kepala Unit disampaikan informasi mengenai rencana pembentukan wadah Serikat

Pekerja PT.PLN (Persero) dan kepada Pimpinan/Kepala Unit diminta agar menjadi fasilitator

dan pembentukan Tim penyuluh yang selanjutnya akan diberi penyuluhan oleh Tim Penyuluh

PLN Kantor Pusat.

Sebelum pelaksanaan sosialisasi, Tim penyuluh melakukan benchmarking dengan

BUMN lain yang telah lebih dulu membentuk organisasi Serikat Pekerja yang meliputi cara

penyuluhan dan materi serta ikut seminar/lokakarya mengenai Serikat Pekerja.

Sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan, sosialisasi dilakukan mulai

pertengahan bulan Mei sampai dengan awal Juni 1999. sosialisasi dilakukan di 10 (sepuluh)

lokasi ibu kota provinsi yang dilakukan oleh 6 (enam) kelompok Sub Tim Penyuluhan. Unit-

unit induk termasuk unit asuhannya (cabang/sektor/proyek) mengirimkan anggota Tim

Penyuluhan Unit. Tim Penyuluhan Unit tersebut selanjutnya akan memberikan penyuluhan

kepada karyawan masing-masing unit. Sosialisasi secara keseluruhan berjalan baik dan lancar

tanpa ada kendala yang berarti.

Ketua Tim Penyuluh menandatangani Surat keputusan nomor SK.

02/SP-PST/VII/1999 tanggal 20 Juli 1999, tentang Pembentukan Panitia Pemilihan Pengurus

Serikat Pekerja PT. PLN (Persero). Musyawarah Besar Pendirian Organisasi Serikat Pekerja

PT. PLN (Persero) yang diselenggarakan pada tanggal 18 dan 19 Agustus 1999 berlangsung

dengan semarak, tertib dan demokratis. Dihadiri oleh 94 orang perwakilan Pegawai PT. PLN

(Persero), sebagai embrio Pengurus di Unit -Unit seluruh Indonesia. Mubes ini telah

11 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 12: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

menghasilkan 13 keputusan penting sebagai pedoman pelaksanaan organisasi SP-PLN yang

mengerti aspirasi arus bawah dan atas guna mencapai persamaan pandangan.

Ir. Adhi Satria, Msc sebagai Direktur Utama PT. PLN (Persero) memberikan kata

sambutan dan dilanjutkan dengan informasi mengenai Serikat Pekerja – Serikat Pekerja di

BUMN oleh asisten Menteri PBUMN, Sofjan Djalil pada acara pembukaan Musyawarah

Besar tersebut.

Musyawarah Besar selain berhasil menyusun AD/ART dan sekaligus memilih

formatur untuk menjadi Ketua Umum Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yaitu Ir. Hasrin

Hutabarat, juga mendeklarasikan terbentuknya organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero)

dan menetapkan bahwa tanggal 18 Agustus 1999 sebagai tanggal berdirinya organisasi

Serikat Pekerja PT. PLN (Persero).

Adapun tujuan serta visi-misi dari pembentukan SP PLN (Persero) ini, yaitu sebagai

berikut :

Tujuan Serikat Pekerja PLN

1. Meningkatkan rasa kebersamaan yang berkeadilan diantara pekerja.

2. Meningkatkan profesionalisme anggota dan pekerja dalam melaksanakan tugas

pelayanan kepada masyarakat dan pelanggan

3. Memberdayakan dan mendayagunakan anggotanya secara optimal.

4. Memberikan pengayoman, perlindungan dan penyaluran aspirasi anggota

5. Meningkatkan kesejahteraan anggota baik lahir maupun bathin.

6. Menciptakan suasana kekeluargaan dan persatuan diantara anggota.

7. Menyukseskan pelaksanaan program perusahaan sesuai dengan Kesepakatan Kerja

Bersama.

8. Menjembatani komunikasi antara perusahaan dengan anggota.

9. Melindungi dan menjaga seluruh asset perusahaan.

Visi SP PT PLN (Persero)

Serikat Pekerja (SP) PLN sebagai organisasi pekerja profesional  yang efektif dalam

memperjuangkan hak dan kepentingan Anggota /  Karyawan di dalam tatanan kehidupan

12 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 13: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

perusahaan, masyarakat  pekerja nasional dan internasional dengan semangat solidaritas,

independen, demokrasi, kesatuan, tanggung-jawab dan persamaan.

 

Misi SP PT PLN (Persero)

1. Memperjuangkan hak dan kepentingan anggota berdasarkan keadilan

2. Menyukseskan program organisasi dan perusahaan menuju Good Corporate Governance

untuk mewujudkan World Class Company

3. Mewakili anggota dalam hubungan tripartit

4. Memberikan layanan terbaik kepada masyarakat pelanggan PLN serta kepada Anggota

SP

5. Memiliki kepedulian terhadap lingkungan kerja, lingkungan masyarakat nasional dan

internasional.

Dari ulasan diatas kita dapat perhatikan bagaimana sejarah berdirinya serta

berkembangnya salah satu serikat pekerja BUMN (PT PLN (Persero)) di Indonesia. Memang

pada awalnya, baik BUMN maupun pekerja di bawah naungan lembaga pemerintahan tidak

memiliki serikat pekerja. Namun seiring dengan adanya perubahan perundang-undangan

maupun ratifikasi dari Konvensi ILO, semenjak itu setiap orang atau pekerja tidak terkecuali

pekerja sipil di bawah naungan lembaga pemerintahan juga memiliki hak yang sama untuk

berorganisasi dan menyatakan pendapatnya. Dalam hal ini pergerakan SP PLN juga bisa

dikatakan cukup gencar karena semenjak dibentuknya organisasi tersebut, pengurus yang ada

cukup gencar melakukan upaya penyadaran publik ke tiap lini karyawan di BUMN tersebut

hingga akhirnya mereka memahami hak-hak yang sepatutnya mereka peroleh. Kemudian

dengan semakin tingginya kesadaran dari pekerja yang ada di perusahaan tersebut, akhirnya

pihak pekerja dalam hal ini diwakili oleh SP PLN berhasil merumuskan dan mengesahkan

Perjanjian Kerja Bersama dengan pihak manajemen perusahaan. Dalam PKB tersebut juga

diatur mengenai hak-hak karyawan yang harus dipenuhi oleh pihak manajemen terkait

dengan peningkatan kesejahteraan hidup karyawan meliputi pelayanan kesehatan, cuti

maupun ijin kerja, pensiun, dsb.

Dengan adanya organisasi serikat pekerja di perusahaan, pihak manajemen juga

berusaha untuk berjalan beriringan dengan pekerjanya sehingga nantinya performa atau

kinerja perusahaan mampu memenuhi tujuan yang ada dan ini juga demi kepentingan Negara

13 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 14: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat seluruh Indonesia. Adanya serikat

pekerja di perusahaan juga membantu dalam upaya peningkatan kinerja demi memenuhi

GCG (Good Corporate Governance).

SP PLN juga cukup kuat dalam sisi politis terutama bagaimana mereka mampu

mempertahankan posisinya dan perusahaan untuk tetap berdiri sebagai holding company yang

dapat dilihat pada tahun 2004 ketika SP PLN mampu menghasilkan posisi yang cukup kuat

dengan kemenangannya di MK terhadap UU Kelistrikan. Mereka juga cukup kuat posisinya

terutama dalam upaya melindungi kepentingan publik terkait usaha dan rencana pemerintah

untuk melakukan privatisasi terhadap perusahaan. SP PLN memang sejak awal menjadi ujung

tombak pembelaan atas kepentingan listrik untuk rakyat dan harus dikelola oleh pemerintah.

Perjuangan untuk mempertahankan satu PLN dan visi listrik untuk rakyat tidak mudah, karena

kepentingan ekonomis dengan skala pasar yang besar dan potensi listrik itu sendiri yang menjadi

konsumsi harian masyarakat modern menjadikan perusahaan ini usaha empuk pihak-pihak

pemilik modal untuk menjadikan listrik sebagai komoditas profit.

Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa memang dalam situasi berorganisasi tidak

terlepas dari perbedaan pendapat dan pandangan. Hal ini juga terjadi di SP PLN dimana memang

ada oknum atau pihak yang ingin organisasi ini melemah. Dalam salah satu kesempatan

berbincang dengan salah seorang pekerja di perusahaan ini, beliau sempat mengatakan bahwa

memang di beberapa daerah kondisi SP yang ada mengalami kesenjangan dan perbedaan

pendapat. Bisa dikatakan bahwa dari situasi yang ada tersebut, memang benar adanya bahwa

seiring perkembangan dan kuatnya posisi yang dimiliki oleh SP PLN, terdapat oknum yang

berusaha memecahbelah internal pekerja demi kepentingannya semata entah itu mendukung

privatisasi maupun hal lainnya.

Memang benar bahwa setiap orang tidak terkecuali anggota serikat pekerja memiliki hak

dalam menyampaikan pendapat dan itu berarti bahwa perbedaan pandangan dan pendapat adalah

hal yang wajar dan lumrah terjadi. Namun ketika hal tersebut telah meluas dan melebar ke setiap

lini organisasi, otomatis tujuan serta visi dan misi yang dijunjung sejak awal tentunya tidak

menjadi sejalan. Inilah yang nantinya malah memicu konflik yang lebih luas dan malah akan

merugikan perusahaan bahkan bisa merugikan kepentingan Negara serta masyarakat luas. Maka

dari itu, sudah sepantasnya pihak pemerintah dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan tertinggi

atas perusahaan serta pihak manajemen dan serikat pekerja yang ada untuk saling mendukung dan

menyatu karena ini merupakan kepentingan publik, bukan kepentingan ekonomis semata. Harus

ada kesamaan tujuan antara pihak-pihak ini agar nantinya semua tujuan yang ingin dicapai oleh

tiap pihak tersebut mampu terpenuhi dengan baik. Bila tidak, tidak dapat dipungkiri, tidak hanya

14 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a

Page 15: Media dan Kebebasan Berserikat di Indonesia.docx

IGN Widya Hadi Saputra/041314153016

serikat pekerja (dalam hal ini pekerja) dan perusahaan saja yang merugi, namun bisa juga

masyarakat luas di Negara ini akan mengalami dampak yang lebih besar lagi dari kerugian

tersebut.

Sumber :

http://www.ilo.org/

http://unionism.wordpress.com/2010/08/14/surat-terbuka-untuk-sp-pln-mereka-yang-

memberikan-marbabat-baik-ditempat-kerja/

Serikat Pekerja/Serikat Buruh menggunakan Internet, Situs Web dan Jaringan Media

Sosial oleh Indah Budiarti, Juni 2002

Buruh dan Politik : Tantangan dan Peluang Gerakan Buruh Indonesia Pascareformasi.

2011. Jurnal Sosial Demokrasi volume 10.

http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/05/pergerakan-buruh-indonesia

http://www.jimlyschool.com/read/analisis/274/mengatur-kebebasan-berserikat-dalam-

undangundang/

15 | M e d i a d a n K e b e b a s a n B e r s e r i k a t d i I n d o n e s i a