fenomena kemiskinan di indonesia.docx

23
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan dewasa ini merupakan masalah sosial yang banyak mendapatkan perhatian tidak hanya kalangan birokrat, tetapi juga menjadi topik kajian kalangan ilmuwan. Diakui atau tidak, selama ini pendekatan yang dipakai pemerintah dalam mengatasi kemiskinan, baik di tingkat nasional, regional maupun lokal umumnya kurang atau bahkan bukan bertitik-tolak dari pemahaman yang benar mengenai perbedaan kemiskinan dengan perangkap kemiskinan. Sangat jelas terlihat, pemerintah umumnya hanya melihat problem utama yang sedang dihadapi rakyat adalah semata-mata persoalan rendahnya pendapatan dan tidak dimilikinya modal usaha di berbagai program yang dilaksanakan pemerintah umumnya hanya berusaha memberikan bantuan dibidang permodalan, memberikan subsidi, dan semacamnya. Untuk jangka pendek, upaya pemberian bantuan bantuan ekonomi itu mungkin dapat bermanfaat. Tetapi, untuk jangka panjang seseungguhnya pemberian bentuan ekonomi itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan secara tuntas. Banyak bukti yang dapat kita lihat yang 1

Upload: widya-yusma

Post on 29-Nov-2015

67 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kemiskinan

TRANSCRIPT

Page 1: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemiskinan dewasa ini merupakan masalah sosial yang banyak mendapatkan

perhatian tidak hanya kalangan birokrat, tetapi juga menjadi topik kajian kalangan

ilmuwan. Diakui atau tidak, selama ini pendekatan yang dipakai pemerintah dalam

mengatasi kemiskinan, baik di tingkat nasional, regional maupun lokal umumnya

kurang atau bahkan bukan bertitik-tolak dari pemahaman yang benar mengenai

perbedaan kemiskinan dengan perangkap kemiskinan. Sangat jelas terlihat,

pemerintah umumnya hanya melihat problem utama yang sedang dihadapi rakyat

adalah semata-mata persoalan rendahnya pendapatan dan tidak dimilikinya modal

usaha di berbagai program yang dilaksanakan pemerintah umumnya hanya berusaha

memberikan bantuan dibidang permodalan, memberikan subsidi, dan semacamnya.

Untuk jangka pendek, upaya pemberian bantuan bantuan ekonomi itu mungkin

dapat bermanfaat. Tetapi, untuk jangka panjang seseungguhnya pemberian bentuan

ekonomi itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan secara tuntas.

Banyak bukti yang dapat kita lihat yang justru memunculkan problem-problem baru

yang tidak kalah sulitnya, misalnya pemberian bantuan-bantuan kredit entah itu lewat

BRI Unit Desa, pegadaian, BPR, lembaga KURK dan sebagainya yang dimaksudkan

untuk membantu kegiatan produktif masyarakat, tarnyata banyak yang dimanfaatkan

untuk kegiatan yang sifatnya konsumtif, terutama untuk makanan sehari-hari.

Tekanan kebutuhan sehari-hari yang senantiasa mendesak dan kewajiban untuk

menghidupi anak dan masalah kemiskinan yang lain telah membuat golongan

masyarakat miskin sulit untuk mengembangkan usahanya. Mengingat dampak dari

kemiskinan yang sangat kompleks, keseriusan seluruh masyarakat dan pemerintah

sangat diharapkan dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang semakin

meningkat. Bukan hanya menanggulangi pada permukaan saja, namun sampai ke akar

permasalahan sehingga masalah kemiskinan dapat diselesaikan secara tuntas.

1

Page 2: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah untuk makalah ini adalah :

1. Apakah penyebab dari kemiskinan di Indonesia ?

2. Apakah dampak dari kemiskinan di Indonesia ?

3. Apakah solusi untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia ?

C. TUJUAN

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Mendeskripsikan penyebab dari kemiskinan di Indonesia.

2. Mendeskripsikan dampak dari kemiskinan di Indonesia.

3. Mendeskripsikan solusi untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.

D. MANFAAT

Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah :

1. Pembaca dapat mengetahui penyebab dari kemiskinan di Indonesia.

2. Pembaca dapat mengetahui dampak dari kemiskinan di Indonesia.

3. Pembaca dapat mengetahui solusi untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.

2

Page 3: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Teori

Kemiskinan pada hakekatnya adalah situasi serba kekurangan yang terjadi

bukan karena dikehendaki oleh si miskin, tetapi karena tidak bisa dihindari dengan

kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan antara lain ditandai dengan sikap dan

tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak bisa diubah, yang

tercermin di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya produktivitas,

ditambah lagi oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendidikan dan

terbatasnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan (Dep Tan,

1996).

Secara harfiah kata “miskin” berarti tidak berharta (WJS Poerwadarminto.

Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976). Dengan

pengertian tersebut akan sulit kita menggolongkan orang-orang yang termasuk miskin

atau tidak tanpa suatu kriteria tertentu. Untuk kepentingan studi yang berhubungan

dengan kemiskinan, Sayogyo membedakan 3 tipe orang miskin berdasarkan pendapat

yang diperoleh setiap orang dalam setiap tahun, yaitu :

a. Miskin (poor)

Orang yang berpenghasilan kalu diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320

kg/orang/tahun. Jumlah tersebut dianggap cukup memenuhi kebutuhan makan

minimum (1900 kalori/orang/hari)

b. Sangat miskin (very poor)

Orang yang sangat miskin berpenghasilan antara 240 kg sampai 320 kg

beras/orang/tahun.

c. Termiskin (poorest)

Orang yang digolongkan sebagai termiskin berpenghasilan berkisar antara 180

sampai 240 kg beras /orang/tahun.

3

Page 4: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

B. Faktor Penyebab Kemiskinan di Indonesia

1. Laju pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat disetiap 10 tahun

menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di

tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus

penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau

menjadi 206 juta jiwa dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia

persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun

atau 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau

4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi

negara ke-4 terbanyak penduduk setelah China, India dan Amerika.

Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk

dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja

tidak sebanding dengan julah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim

ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung

membuat penduduk hidup dibawah garis kemiskinan.

2. Angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran.

Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga

kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah

penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-

beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut

oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap

atau semua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya

merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam kategori

beban ketergantungan. Tenaga kerja (manpoer) dipilih pula kedalam dua

kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang

termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang

bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tidak bekerja, dan

4

Page 5: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk sebagai bukan angkatan kerja

adalah tenaga kerja dalam usia kerja yang tidak sedang bekerja, tidak mempunyai

pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya

bersekolah, mengurus rumah tangga, serta orang yang menerima pendapatan tapi

bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya. Selanjutnya angkatan

kerja dibedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur.

Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan,

mencangkup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang

bekerja maupun orang yang memiliki pekerjaan namun sedang tidak bekerja.

Adapun yang dimaksud dengan pengangguran adalah oarng yang tidak

mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari

pekerjaan. Pengangguran semacam ini oleh BPS dikategorikan sebagai

pengangguran terbuka. (Dumairy, 1996)

3. Distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan.

Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya

pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria

ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional

yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan

rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20%

penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan

ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk

berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional.

Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan

nasional maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi

pendapatan nasional dikatakan cukup merata. (dumairy, 1996)

Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka

lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada

sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini

disebut juga sebagai ketimpangan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat

menyebabkan inefisiensi ekonomi. Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat

pendapatan rata-rata berapapun, ketimpangan yang semakin tinggi akan

5

Page 6: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang memenuhi syarat untuk

mendapatkan pinjaman atau sumber kredit. Selain itu ketimpangan yang tinggi

menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan

mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar, dan kemudian menyebabkan

kesenjangan pendapatan yang semakin melebar. (Todaro, 2006)

Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan

berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek atau dimensi. Bukan saja berupa

ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita tetapi juga

ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-

mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan sektoral

dan ketimpangan regional.

Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain dengan

menelaah perbedaan mencolok dalam aspek-aspek seperti penyerapan tenaga

kerja, alokasi dana perbankan, investasi dan pertumbuhan. Sepanjang era PJP I

(lima pelita) yang lalu, sektor pertanian rata-rata hanya tumbuh 3,54 persen per

tahun. Sedangkan sektor indusri pengolahan tumbuh dengan rata-rata 12,22

persen per tahun. Di Repelita VI sektor pertanian saat itu ditargetkan tumbuh

rata-rata 3,4 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata tahunan sektor

industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun. Tidak seperti masa era PJP

I, dimana dalam pelita-pelita tertentu terdapat sektor lain yang tingkat

pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan sektor industry

pengolahan, selama Repelita VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang

tertinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor industry pengolahan

diharapkan dapat menjadi pemimpin sepanjang sektor Repelita VI.

Ketimpangan pertumbuhan antarsektor, khususnya antara sektor pertanian

dan sektor industry pengolahan harus disikapi sacara arif. Ketimpangan

petumbuhan sektorial ini bukanlah ‘kecelakaan’ atau ekses pembangunan.

Ketimpangan ini lebih kepada suatu hal yang terencana dan memang disengaja

terkait dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Pemerintah

perlu memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan

industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena akan sangat berdampak bagi

pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan. (Dumairy, 1996)

6

Page 7: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

4. Tingkat pendidikan rendah.

Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab

kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan

dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi

terutama industry, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang

mempunyai skill atau paling tidak membaca dan menulis. Menurut Schumaker

pendidikan merupakan semberdaya yang terbesar manfaatnya dibanding faktor-

faktor produksi lain. (irawan, 1999)

5. Kurangnya perhatian dari pemerintah.

Pemerintahan yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat

miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak

memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di

negaranya.

C. Dampak Kemiskinan di Indonesia

1. Pengangguran.

Data pengangguran di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Badan

Pusat statistik (BPS) melansirkan jumlah pengangguran di negeri ini mencapai

sekitar 8% dari jumlah angkatan kerja. Sekitar 12,8 juta jiwa masyarakat

Indonesia menganggur baik pengangguran terbuka maupun pengangguran paruh

waktu. Ditambah lagi, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Fadel

Muhammad di tahun ini ada penambahan pengangguran sekitar 1,1 juta yakni

dari tamatan sekolah (perguruan tinggi) yang belum terserap lapangan pekerjaan.

Dengan banyaknya pengangguran yang terjadi di Indonesia berarti banyak

masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja

dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan

pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli

masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap

tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata yang sekaligus juga

berdampak pada kemiskinan yang sedang terjadi di Indonesia.

7

Page 8: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

2. Munculnya kekerasan.

Menurut H.F.T.RHODES, dalam bukunya yang berjudul The criminal

Society, ondon 1939, dalam sistem ekonomi dulu, kemiskinan dan kesederhanaan

merupakan kebajikan. Hal ini berbeda dengan perkembangan ekonomi dari abad

ke 19, sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,

menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan

lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang, dan sekaligus

mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.

Kekerasan-kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari

pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan

yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan

dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan.

Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu. belakangan banyak

oknum-oknum yang menggunakan modus penipuan melalui sms.

3. Terhadap pendidikan

Negara Indonesia telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar 6 Tahun dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar 9 Tahun. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah

memberikan pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan

biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu,

pendidikan dasar enam tahun seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis

karena dalam pendidikan dasar enam tahun atau sekolah dasar kebutuhan

mendasar bagi warga negara mulai diberikan. Di sekolah dasar inilah anak bangsa

diberikan tiga kemampuan dasar, yaitu baca, tulis, dan hitung, serta dasar

berbagai pengetahuan lain. Setiap wajib belajar pasti akan dimulai dari jenjang

yang terendah, yaitu sekolah dasar (Ahmad, 2009).

Melihat kenyataan bahwa sebagian besar keadaan sosial ekonomi

masyarakat negara Indonesia tergolong tidak mampu. Dengan kata lain, mereka

masih dililit predikat miskin. Mengacu Inpres Nomor 10 Tahun 1971 tentang

Pembangunan Sekolah Dasar dan inpres- inpres selanjutnya, negeri ini telah

berusaha memberikan pendidikan murah untuk anak bangsanya. Puluhan ribu

8

Page 9: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

gedung sekolah dasar telah dibangun dan puluhan ribu guru sekolah dasar

diangkat agar pemerataan kesempatan belajar untuk jenjang sekolah dasar dapat

dilaksanakan dengan murah, dari kota sampai ke desa-desa. Semua warga negara,

kaya atau miskin, diberi kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan

dasar enam tahun yang biayanya dapat dijangkau golongan miskin (Ahmad,

2009).

Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi

dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat

lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Karena untuk makan satu kali

sehari saja mereka sudah kesulitan.Kondisi seperti ini membuat masyarakat

miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah

berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan

mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini

akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di

era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

4. Terhadap Kesehatan

Penduduk Indonesia yang mempunyai pendapatan rendah kebanyakan

tinggal dirumah tua —khususnya di dalam kota—yang akan menyebabkan

mereka terkena buruknya dampak timah, yang dapat mengakibatkan masalah bagi

pertumbuhan anak-anak. Masyarakat miskin mungkin saja memiliki anggaran

terbatas untuk kebutuhan pangan mereka dan hanya mampu membeli makanan

dengan harga terjangkau, yang pada umumnya telah diproses dan tidak

mengandung nutrisi penting. Masyarakat Indonesia yang memiliki pendapatan

rendah tidak dapat memperoleh perawatan medis yang bersifat pencegahan

(preventif), gawat, atau jangka panjang ketika mereka membutuhkannya.

Kurangnya akses layanan kesehatan dan asuransi yang dapat membantu

menutupi biaya pelayanan kesehatan mempengaruhi kemampuan dari banyak

individu dengan pendapatan rendah untuk menjaga kesehatan mereka. Kondisi

kehidupan sehari-hari dari kaum dhuafa, seperti misalnya keberadaan mereka

dalam lingkungan yang berbahaya dan kondisi pekerjaan (contohnya, kekerasan

9

Page 10: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

lingkungan dan polusi) atau resiko pemecatan, pekerjaan yang penuh tekanan

tetapi hanya menawarkan sedikit imbalan, juga membawa dampak bagi kesehatan

mereka. Seperti kita ketahui biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir

setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau

ongkos pengobatan yang biayanya sangat mahal. Sehingga, biayanya tidak dapat

djangkau oleh kalangan miskin. Sehingga dengan adanya biaya yang mahal maka

secara otomatis juga berdampak menambah angka kemiskinan di Indonesia.

D. Solusi Mengatasi Kemiskinan di Indonesia.

1. Meningkatkan pendidikan rakyat

Sebisa mungkin pendidikan harus terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia.

Banyaknya sekolah yang rusak menunjukkan kurangnya pendidikan di

Indonesia.Tentu bukan hanya fisik, bisa jadi gurunya pun kekurangan gaji dan

tidak mengajar lagi. Dulu pada tahun 1970-an, sekolah dasar dibagi dua. Ada

sekolah pagi dan ada sekolah siang sehingga 1 bangunan sekolah bisa dipakai

untuk 2 sekolah dan melayani murid dengan jumlah 2 kali lipat. Sebagai contoh di

sekolah SDN Bidaracina 01 Pagi (Sekarang berubah jadi Cipinang Cempedak 01

Pagi) dan SDN Bidaracina 02 Petang. Sekolah pagi mulai dari jam 7.00 hingga

12.00 sedang yang siang dari jam 12:30 hingga 17:30. Satu bangunan sekolah bisa

menampung total 960 murid.

Ini tentu lebih efektif dan efisien. Biaya pembangunan dan pemeliharaan

gedung sekolah bisa dihemat hingga separuhnya. Mungkin ada yang berpendapat

bahwa hal itu bisa mengurangi jumlah pelajaran karena jam belajar berkurang.

Padahal tidak. Sebaliknya jam pelajaran di sekolah terlalu lama justru membuat

siswa jenuh dan tidak mandiri karena dicekoki oleh gurunya. Guru bisa memberi

mereka PR atau tugas yang dikerjakan baik sendiri, bersama orang tua, atau

teman-teman mereka. Ini melatih kemandirian serta kerjasama antara anak dengan

orang tua dan juga dengan teman mereka.

Selain itu biaya untuk beli buku cukup tinggi, yaitu per semester atau

caturwulan bisa mencapai Rp 200 ribu lebih. Setahun paling tidak Rp 400 ribu

hanya untuk membeli buku. Jika punya 3 anak, berarti harus mengeluarkan uang

10

Page 11: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

Rp 1,2 juta per tahun. Hanya untuk uang buku orang tua harus mengeluarkan

130% lebih dari Upah Minimum Regional (UMR) para buruh yang hanya sekitar

900 ribuan. Untuk mengurangi beban orang tua dalam hal uang buku, pemerintah

bisa menyediakan Perpustakaan Sekolah. Dulu perpustakaan sekolah

meminjamkan buku-buku Pedoman (waktu itu terbitan Balai Pustaka) kepada

seluruh siswa secara gratis. Untuk soal bisa didikte atau ditulis di papan tulis. Ini

beda dengan sekarang di mana buku harus ditulis dengan pulpen sehingga begitu

selesai dipakai harus dibuang. tidak bisa diturunkan ke adik-adiknya.

Saat ini biaya SPP sekolah gratis hanya mencakup SD dan SMP (Meski

sebetulnya tetap membayar yang lain dengan istilah Ekskul atau Les) sedang

untuk Perguruan Tinggi Negeri biayanya justru jauh lebih tinggi dari Universitas

Swasta yang memang bertujuan komersial. Untuk masuk UI misalnya orang tahun

2005 saja harus membayar uang masuk antara Rp 25 hingga 75 juta. Padahal

tahun 1998 orang cukup bayar sekitar Rp 300 ribu sehingga orang miskin dulu

tidak takut untuk menyekolahkan anaknya di PTN seperti UI, IPB, UGM, ITS,

dan sebagainya. Meski ada surat edaran Rektor bahwa orang tua tidak perlu takut

akan bayaran karena bisa minta keringanan, namun teori beda dengan praktek.

Boleh dikata orang-orang miskin saat ini mimpi untuk bisa masuk ke PTN. Jika

pun ada paling cuma segelintir saja yang mau bersusah payah mengurus surat

keterangan tidak mampu dan merendahkan diri mereka di depan birokrat kampus

sebagai Keluarga Miskin (Gakin) untuk minta keringanan biaya. Tanpa

pendidikan, sulit bagi rakyat Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan menjadi

bangsa yang maju.

2. Pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani.

Menurut Bank Dunia, mayoritas petani Indonesia memiliki lahan kurang

dari 0,4 hektar. Bahkan ada yang tidak punya tanah dan sekedar jadi buruh tani.

Kadang terjadi tawuran antar desa hingga jatuh korban jiwa hanya karena

memperebutkan lahan beberapa hektar. Artinya jika 1 hektar bisa menghasilkan 6

ton gabah dan panen 2 kali dalam setahun serta harga gabah hanya Rp 2.000/kg,

pendapatan kotor petani hanya Rp 9,6 juta per tahun atau Rp 800 ribu/bulan. Jika

dikurangi dengan biaya benih, pestisida, dan pupuk dengan asumsi 50% dari

11

Page 12: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

pendapatan mereka, maka penghasilan petani hanya Rp 400 ribu/bulan saja. Pada

saat yang sama 69,4 juta hektar tanah dikuasai oleh 652 pengusaha. Ini

menunjukkan belum adanya keadilan di bidang pertanahan. Dulu pada zaman

Orba (Orde Baru) ada proyek Transmigrasi di mana para petani mendapat tanah 1-

2 hektar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Transportasi, rumah, dan

biaya hidup selama setahun ditanggung oleh pemerintah. Program itu sebenarnya

cukup baik untuk diteruskan mengingat saat ini Indonesia kekurangan pangan

seperti beras, kedelai, daging sapi, dsb sehingga harus impor puluhan trilyun

rupiah setiap tahunnya.

Jika petani dapat tanah 2 hektar, maka penghasilan mereka meningkat jadi

Rp 48 juta per tahun atau bersih bisa Rp 2 juta/bulan per keluarga. Memang biaya

transmigrasi cukup besar. Untuk kebutuhan hidup selama setahun, rumah, lahan,

dan transportasi paling tidak perlu Rp 40 juta per keluarga. Dengan anggaran Rp

10 trilyun per tahun ada 250.000 keluarga yang dapat diberangkatkan per

tahunnya. Seandainya tiap keluarga mendapat 2 hektar dan tiap hektar

menghasilkan 12 ton beras per tahun, maka akan ada tambahan produksi sebesar 6

juta ton per tahun. Ini sudah cukup untuk menutupi kekurangan beras di dalam

negeri.

Saat ini dari 2 juta ton kebutuhan kedelai di Indonesia (sebagian untuk tahu

dan tempe), 60% diimpor dari luar negeri. Karena harga kedelai luar negeri naik

dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 7.500/kg, para pembuat tahu dan tempe banyak yang

bangkrut dan karyawannya banyak yang menganggur.Jika program transmigrasi

dilakukan tiap tahun dan produk yang ditanam adalah produk di mana kita harus

impor seperti kedelai, niscaya kekurangan kedelai bisa diatasi dan Indonesia tidak

tergantung dari impor kedelai yang nilainya lebih dari Rp 8 trilyun per tahunnya.

Ini akan menghemat devisa.

3. Melakukan efisiensi di bidang pertanian

Perlu dikaji apakah pertanian kita efisien atau tidak. Jika pestisida kimia

mahal dan berbahaya bagi kesehatan, pertimbangkan predator alami seperti

burung hantu untuk memakan tikus, dsb. Begitu pula jika pupuk kimia mahal dan

12

Page 13: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

berbahaya, coba pupuk organik seperti pupuk hijau/kompos. Semakin murah

biaya pestisida dan pupuk, para petani akan semakin terbantu karena ongkos tani

semakin rendah. Jika membajak sawah bisa dilakukan dengan sapi/kerbau, kenapa

harus memakai traktor? Dengan sapi/kerbau para petani bisa menternaknya

sehingga jadi banyak untuk kemudian dijual. Daging dan susunya juga bisa

dimakan. Sementara traktor bisa rusak dan butuh bensin/solar yang selain mahal

juga mencemari lingkungan.

13

Page 14: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia adalah :

a. Laju pertumbuhan penduduk

b. Angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran.

c. Distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan.

d. Tingkat pendidikan rendah.

e. Kurangnya perhatian dari pemerintah.

2. Dampak dari kemiskinan di Indonesia adalah :

a. Pengangguran.

b. Munculnya kekerasan.

c. Terhadap pendidikan.

d. Terhadap kesehatan.

3. Solusi mengatasi kemiskinan di Indonesia adalah :

a. Meningkatkan pendidikan rakyat.

b. Pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani.

c. Melakukan efisiensi di bidang pertanian.

4. Saran

1. Masyarakat dan pemerintah sangat diharapkan untuk bisa serius dalam upaya

penanggulangan kemiskinan yang semakin meningkat. Bukan hanya

menanggulangi pada permukaan saja, namun sampai ke akar permasalahan

sehingga masalah kemiskinan dapat diselesaikan secara tuntas.

14

Page 15: Fenomena Kemiskinan di Indonesia.docx

2. Baik pemerintah dan swasta sebaiknya memberikan lapangan pekerjaan yang

seluas-luasnya dan memberi gaji yang sepadan dengan kemampuannya.

15