mci

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Infark miokardium, atau serangan jantung, terjadi ketika salah satu arteri koroner tersumbat sepenuhnya. Daerah mikardium yang dipasok oleh arteri koroner kehilangan pasokan darahnya dan mati karena kehilangan oksigen dan nutrien lain. Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Selama berlangsungnya proses agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga substansi ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang aterosklorotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius pada arteri koroner, maka terjadi infark miokard. B. Anatomi

Upload: arv-ira

Post on 28-Apr-2017

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MCI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Infark miokardium, atau serangan jantung, terjadi ketika salah satu arteri koroner tersumbat

sepenuhnya. Daerah mikardium yang dipasok oleh arteri koroner kehilangan pasokan darahnya

dan mati karena kehilangan oksigen dan nutrien lain.

Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang

terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya trombus yang terbentuk

akibat rupturnya plak ateroma. Selama berlangsungnya proses agregasi, platelet melepaskan

banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga substansi ini akan menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang aterosklorotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan

oklusi serius pada arteri koroner, maka terjadi infark miokard.

B. Anatomi

Gambar 1. Arteri Koroner Utama

Daerah di miokardium yang mengalami infark bergantung ada arteri koroner yang

tersumbat dan luasnya aliran darah kolateral. Ada 2 sistem pasokan darah utama menuju

Page 2: MCI

mioardium, yang satu memasok sisi kanan jantung dan yang satu lagi memasok sisi kiri

jantung.

Arteri koronaria dekstra berjalan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan kemudian

melingkari permukaan posterior jantung. Pada sebagian besar individu ia memberikan

cabang desenden yang memasok nodus AV.

Arteri koronaria sinistra bercabang menjadi ramus intraventrikular anterior dan ramus

sirkumfleksus. Ramus intraventrikular anterior memasok dinding anterior jantung dan

sebagian besar sekat intraventrikular. Ramus sirkumfleksus berjalan diantara atrium kiri dan

ventrikel kiri dan memasok dinding lateral ventrikel kiri.

C. Klasifikasi IMA

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:

1) Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan

area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya

elevasi segmen ST pada EKG.

2) Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa

melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

D. Etiologi dan Faktor Resiko

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:

1. Infark miokard tipe 1

Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak

aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang

inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia,

aritmia dan hiper atau hipotensi.

2. Infark miokard tipe 2

Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan

aliran darah miokard.

Page 3: MCI

3. Infark miokard tipe 3

Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan

sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda

biokimiawi sempat meningkat.

4. a. Infark miokard tipe 4a

Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali

lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI)

yang memicu terjadinya infark miokard.

b. Infark miokard tipe 4b

Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

5. Infark miokard tipe 5

Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard

jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis

kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring

bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain

masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor- faktor

tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor

psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik.

E. Patogenesis

Patogenesis infark miokard akut (STEMI dan NonSTEMI) disebabkan karena

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen di miokard akibat aterosklerosis atau

plak.

1. Proses terjadinya fissure dan ruptur plak

Oklusi total atau hamit total sering terjadi secara tiba-tiba ada arteri yang sebelumnya sudah

mengalami stenosis. Plak matur terbentuk dari dua komponen yaitu inti kaya lipid dan protein

matriks ekstraseluler yang membentuk fibrous cap. Adanya penumpukan lemak yang berlebihan

serta infiltrasi sel busa berhubungan dengan fisssura dan ruptur plak. Sebagian besar lesi ini

mengalami rupture pada tempat yang mengalami stress mekanik paling besar, misalnya pada

Page 4: MCI

daerah plaque cap dengan intima normal sekitarnya atau pada daerah lengkungan penumpukan

lemak.

2. Trombosis akut dan agregasi platelet

Trombosis lokal dapat terjadi setelah ruptur plak. Inti lipid merupakan substrat utama

pembentukan thrombus yang kaya platelet. Otot polos maupun sel busa dalam inti berhubungan

dengan ekspresi tissue factor pada lak yang tidak stabil. Apabila terjadi kontak dengan darah,

tissue factor berinteraksi faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang

mengakibatkan terbentuknya thrombin dan penumpukan fibrin lokal. Beberapa lesi vaskular akut

dapat pulih kembali jika fissure dapat diperbaiki oleh adanya keseimbangan antara thrombosis

dan trombolisis.

Gambar 1. Platelet mengawali thrombosis pada lokasi ruptur

Adesi platelet terjadi melalui reseptor GP 1b bersamaan dengan faktor von Willebrand (1).

Ini diikuti oleh aktivasi platelet (2), yang memicu perubahan bentuk dalam platelet, degranulasi

dan ekspresi reseptor glikoprotein IIb/IIIa pada permukaan platelet dengan aktivasi reseptor,

yang dapat mengikat fibrinogen. Langkah terakhir adalah agregasi platelet (3), fibrinogen (atau

faktor von Willebrand) mengikat reseptor glikoprotein IIb/IIIa yang aktif.

Page 5: MCI

Agregasi platelet dan pelepasan komponen granuler yag dapat meningkatkan perlekatan

platelet, vasokonstriksi, dan pembentukan trombus merupakan respon yang terjadi akibat ruptur

dinding endotel. Reaktan yang dilepaskan pada fase akut inflamasi, sitokin, infeksi kronis, dan

katekolamin dapat menyebabkan rangsangan sistemik yang dapat meningkatkan produksi tissue

factor, aktivitas prokoagulasi, dan hiperagregabilitas platelet.

3. Vasospasme arteri koroner

Walaupun bukan merupakan pathogenesis dasar SKA, vasospasme episodic dapat mengubah

plak arteri koroner yang sebelumnya stabil menjadi tidak stabil yaitu terjadi ruptur intima,

penetrasi makrofag dan agregasi trombosit.

F. Gejala dan Tanda

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa berat,

menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau

lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris

pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari,

jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan

pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis.

G. Diagnosis

Tiga kriteria untuk menegakkan diagnosis IMA ialah adanya nyeri dada khas infark,

perubahan gambar EKG, dan kenaikan biomarker jantung seperti enzim creatine kinase (CK),

creatine kinase myocardial band (CKMB), mioglobin dan troponin.

Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila telah terjadi komplikasi

seperti gagal jantung, maka dapat ditemukan irama gallop (bunyi jantung ketiga) atau ronki

basah. Bila terjadi aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan berkeringat

dingin. Kadang-kadang pasien IMA datang dengan keluhan nyeri ulu hati, dada rasa terbakar,

atau rasa tidak nyaman di dada yang sulit digambarkan penderita.

Berhubung karena usaha reperfusi secepatnya dengan trombolitik kurang dari 6 jam setelah

serangan IMA menentukan prognosis penderita IMA, sedangkan kenaikan enzim atau perubahan

EKG bisa baru terjadi sesudah 6 jam, sehingga dibenarkan untuk mendiagnosis IMA hanya

berdasrkan dua dari tiga kriteria tersebut di atas.

Page 6: MCI

1) Angina Pektoris khas infark

Nyeri dada akibat infark memiliki karakteristik khas berupa nyeri dada substernal dan

menjalar ke tangan kiri, bahu, atau leher. Kualitas nyeri biasanya berupa nyeri tumpul seperti

rasa tertindih, rasa berat, atau seperti diremas-remas. Kuantitas nyeri dari 20 menit dengan

intensitas nyeri makin lama makin bertambah. Tidak hilang dengan istirahat atau pemberian

nitrat. Sebagian besar disertai gejala sistemik seperti keringat dingin, mual, muntah, sesak

berdebar-debar, atau lemas.

2) Perubahan EKG

Perubahan elektrokardiografik yang khas ada infark terjadi hanya ada sadapan-sadapan yang

terletak di atas atau di dekat lokasi infark.

a. Infark inferior melibatkan permukaan diafragmatik jantung. infark ini sering disebabkan

oleh penyumbatan a. koronaria dekstra atau cabang desendennya. Perubahan

elektrokardiografik yang khas dilihat pada sadapan inferior (II,III, dan AVF).

b. Infark lateral melibatkan dinding lateral kiri jantung. Infark ini sering disebabkan oleh

penyumbatan ramus sirkumfleksus a. koronaria sinstra. Perubahan elektrokardiografik

yang dilihat pada sadapan lateral (I, AVL, V5, dan V6).

c. Infark anterior melibatkan permukaan anterior ventrikel kiri dan biasanya disebabkan

oleh penyumbatan ramus intraventrikularis anterior a. koronaria sinstra. Semua sadaan

prekordial (V1 sampai V6) dapat menunjukkan perubahan.

d. Infark posterior melibatkan permukaan posterior jantung dan disebabkan oleh

penyumbatan a. koronaria dekstra. Tidak ada sadaan yang terletak di atas dinding

posterior.

Pada IMA transmural, gambaran EKG biasanya dimulai dari depresi segmen ST dengan T

terbalik, kemudian berubah menjadi elevasi segmen ST dan menghilangnya gelombang R,

sampai terbentuk gelombang Q. Jadi pada pasien dengan nyeri dada khas infark disertai

gambaran ST-segmen elevasi pada EKG, maka pada pasien tersebut didiagnosis STEMI.

Sedangkan pada IMA non-transmural, tidak ada perubahan EKG yang spesifik, kecuali depresi

segmen ST. Apabila dilakukan pemeriksaan biomarker jantung yaitu troponin atau CKMB dan

ditemukan positif, maka pasien didiagnosis sebagai NSTEMI. Apabila pada pemeriksaan

biomarker jantung ditemukan negatif, maka pasien didiagnosis sebagai UAP.

Page 7: MCI

Sebenarnya pada permulaan suatu infark telah terjadi perubahan EKG yang disebut fase

hiperakut, yaitu gelombang T yang tinggi dan lebar disertai elevasi segmen ST yang miring

(slope elevation) dan VAT (ventricle activation time) yang memanjang. Namun karena

perubahan ini terjadi hanya sebentar sehingga sering lolos dari perhatian.

3) Kenaikan enzim jantung

Kompleks troponin (Tn) terdiri dari 3 subunit yaitu TnC, Tnl, dan Tnt. Enzim ini mengatur

proses kontraktifitas miosit yang tergantung Ca, TnT adalah yang paling sensitif dan dapat

terdeteksi di dalam darah dalam waktu 2-4 jam setelah muncul gejala IMA. Nilai positif troponin

adalah di atas 0,1 ug/dl (normal 0,05 ug/dl). Creatine kinase myocardial band (CKMB) adalah

isoenzim dari CK yang lebih spesifik mewakili enzim miokard, maka beberapa laboratorium

mendiagnosis IMA bila kenaikan nilai CKMB (normal < 16 u/L atau < 4% total CK) melebihi 6

% dari CK (normal 32-267 u/L). Walaupun demikian CKMB merupakan enzim yang kurang

sensitif dan spesifik dibandingkan dengan troponin. CKMB sangat berguna untuk mendiagnosis

reinfark. CKMB dibagi menjadi MB I (berasal dari serum) dan MB 2 (berasal dari miokard).

Ratio yang normal dari kedua isoenzim ini adalah 1,0. Apabila ratio MB2/MBI > 1,5, maka

diagnosis infark miokard dapat ditegakkan.

Creatine kinase (CK) memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah untuk kerusakan otot

jantung, karena enzim ini ditemukan di otot skelet, otak, ginjal, paru, dan jaringan organ lain. CK

meningkat setelah 3-8 jam terjadi IMA, mencapai konsentrasi maksimal setelah 24 jam serangan,

kemudian kembali ke nilai normal setelah 72 jam serangan.

H. Penatalaksanaan

Intervensi dari AMI ditujukan pada:

1. Mengatasi nyeri dada dan perasaan takut

2. Menstabilkan hemodinamik

3. Reperfusi miokard secepatnya dengan trombolik.

4. Mencegah komplikasi.

a) Tatalaksana umum

1. Oksigen.

Page 8: MCI

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada

semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

2. Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat

diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga

dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai

oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau

pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.

NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru.

3. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada.

Mengurangi/menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan

aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan

dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan

dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang

perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui

penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan

tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada

kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat

menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat

tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan

pemberian atropine 0,5 mg IV.

Penyekat beta. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat

beta IV, selain nitrat, mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5

mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 kali/menit,

tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan rhonki <10 cm dari

diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan

dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

4. Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif

pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar

Page 9: MCI

tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD.

Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

5. Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan

derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI

berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran terapi

reperfusi adalah door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30

menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

Fibrinolisis

Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa

macam obat fibrinolitik a.l: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase

(TNK) dan reteplase (rpA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi

plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2

kelompok, yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan nonspesifik fibrin seperti

streptokinase. tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan TNK lebih

efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI

grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.

b) Terapi Farmakologis

1. Antitrombotik

Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi

arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien

menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Obat anti trombin

standar yang digunakan dalam praktik klinis adalah unfractionated heparin. Pemberian UFH

IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin

membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait

infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan

infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). APTT selama terapi pemeliharaan

harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low-

molecular-weight heparin (LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan

tenekteplase dosis penuh memperbaiki mortalitas, reinfark di RS dan iskemia refrakter di RS.

2. Penyekat beta (Beta-blocker)

Page 10: MCI

Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera bila

obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan

untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut IV memperbaiki

keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi

luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.

Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk

yang mendapat terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien

dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung,

hipotensi ortostatik atau riwayat asma).

3. ACE Inhibitor

ACE inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas

bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan

TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal tampak pada

pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark inferior, riwayat infark sebelumnya

dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka

pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil

pada STEMI (pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanismenya melibatkan

penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal jantung.

Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE

menahun pasca infark.

Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor

ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada

pasien dengan dengan pemeriksaan pencitraan menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri

secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.

Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk data dari penelitian pada

pasien STEMI menunjukkan bahwa ARB mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi

ventrikel kiri menuru

I. Komplikasi

Page 11: MCI

Komplikasi yang paling sering pada IMA adalah aritmia dan gagal jantung. Komplikasi yang

lain adalah syok kardiogenik, ruptur septum atau dinding ventrikel, perikarditis, dan

tromboemboli.

J. Prognosis

Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA.

1. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti paru

dan syok kardiogenik.

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada IMA

Kelas Definisi Mortalitas(%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan/atau ronki basah 17

III Edema 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

2. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan Pulmonary

Capillary Wedge Pressure (PCWP).

Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut

Klas Indeks Kardiak (L/min/m2)

PCWP (mmHg) Mortalitas (%)

I >2,2 <18 3II >2,2 >18 9III <2,2 <18 23IV <2,2 >18 51

3. TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis

sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi

fibrinolitik.

Page 12: MCI

Tabel 3. TIMI Risk Score untuk STEMI

Faktor Risiko (Bobot)Skor Risiko /

Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin)Usia >75 tahun (3 poin)Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)Tekanan darah sistolik <100mmHg (2 poin)Frekuensi jantung >100 (2 poin)Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)Berat < 67 kg (1 poin)Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)Waktu ke reperfusi >4 jam (1 poin)Skor risiko = total poin (0-14)

0 (0,8)1 (1,6)2 (2,2)3 (4,4)4 (7,3)

5 (12,4)6 (16,1)7 (23,4)8 ( 26,8)>8 (35,9)