04 lapkas interna mci
DESCRIPTION
lapkasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. Miokard infark merupakan penyebab kematian tersering di Amerika
serikat. Di indonesia miokard infark lebih sering ditemukan,apalagi dengan
adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung koroner
intensif yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan infark
miokard di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil makin menurunkan
angka kematian infark miokard.
Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner. Terjadi
trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
trombus dan trombosit. Lokasi dan luasnya infark tergantung pada arteri yang
oklusi dan aliran darah kolateral. Oklusi arteri koronaria bisa jga tidak sampai
menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut
mendapat pasok oleh arteri kolateral lainnya. Namun demikian penderita dengan
IMA hendaknya segera mendapatkan pertolongan oleh karena angka kematian
yang sangat tinggi, terutama dalam jam-jam pertama serangan. Adapun faktor –
faktor yang mempermdah terjadinya IMA antara lain merokok dan obesitas.
1.2 Rumusan MasalahAdapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan
kasus ini adalah “Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit Infark Miokard
1
1.3 Tujuan PenulisanTujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1. Untuk melengkapi persyaratan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD DR. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi tentang MCI.2. Untuk memahami ilmu teoritis MCI.3. Untuk mengintegrasi ilmu kedokteran terhadap kasus MCI pada pasien secara langsung.
1.4. Manfaat PenulisanBerdasarkan manfaat yang diharapkan dari penulisan
laporan kasus ini diantaranya :1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran khususnya mengenai MCI.2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topik-topik yang berkaitan.
1.5. Metode dan Tekhnik
Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana mencari sumber data dan menganalisisnya sehingga diperoleh informasi tentang masalah setelah itu berbagai referensi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulkan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 INFARK MIOKARD
2.1.1. Defenisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia
lokal,disebabkan oleh obstruksi sirkulasi kedaerah itu, paling sering karena
trombus atau embolus (Dorland, 2002). Infark miokard adalah penyakit jantung
yang disebabkan oleh karena adanya sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut
terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga
menyumbat aliran darah kejaringan otot jantung.
Aterosklerosis adalah suatu penyakit pada arteri – arteri besar dan sedang
dimana lesi lemak yang disebut plak ateromatosa timbul pada permukaan dalam
dinding arteri sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke
arteri bagian distal.
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Infark
miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Akut miokard infark (AMI) adalah kondisi kematian (otot jantung) akibat
dari aliran darah ke otot jantung terhambat sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan sehingga
berakibat adanya gangguan pada organ – organ tubuh. Hal ini bisa disebabkan
trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh faktor –
faktor seperti hipertensi, merokok, dan hiperkolesterolemi. AMI dengan elevasi
ST merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut yang terdiri dari
unstable angina pectoris (UAP), AMI tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), AMI
3
dengan elevasi segmen ST (STEMI). STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini di cetuskan oleh
faktor seperti merokok, hipertensi, akumulasi lipid.
2.1.2 Epidemiologi
Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) departemen kesehatan republik
indonesia meyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular sebagai penyebab
kematian semakin meningkat. Pada tahun 1972, penyakit kardiovaskular berada
diurutan ke 11 sebagai penyebab kematian, pada tahun 1986 berubah menjadi
urutan ke – 3 persentase kematian akibat penyakit kardiovaskular ditahun 1998
sekita 24,4%. Pada tahun 2002 penyakit miokard infark akut merupakan penyebab
kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%).
Penyakit jantung koroner (PJK) umumnya terjadi pada pasien dengan usia
diatas 40 tahun, walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga
menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang menggunakan batasan usia
40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dngan penykit jantung
koroner atau infark miokard akut (AMI). IMA mempunyai insidensi yang rendah
pada usia muda, persentase penderita IMA dengan usia < 40 tahun adalah 2-8 %
dari seluruh penderita IMA dan sekitar 10% pada penderita dengan usia dibawah
46 tahun.
Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
(PJNHK), Penderita IMA yang berusia dibawah 45 tahun sejumlah 92 orang dari
penderita 962 penderita IMA ditahun 2006, atau 10,1%. Ditahun 2007 angka ini
menjadi 10,7% (117 penderita usia muda dari 1096 seluruh penderita IMA).
Sedangkan pada tahun 2008 menjadi 10,1% (108 penderita IMA usia muda dari
1065 seluruh penderita IMA).
2.1.3 Etiologi
Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis
pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total
4
arteri koronaria oleh thrombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak
stabil. Juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis
ringan. Faktor- faktor resio yang mempermudah terjadinya IMA antara lain :
Faktor resiko terjadinya aterosklerosis yang tidak dapat dimodifikasi :
Faktor resiko yang tidak dapat diubah Faktor resiko yang dpat diubah
- Usia
- jenis kelamin
- riwayat keluarga
- etnis
- Merokok
- diabetes melitus
- dislipidemia
- hipertensi
- obesitas
- stress
Umumnya AMI didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut, hampir selalu terjadi penyumbatan total arteri
koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil.
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan
irreversible dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses
remodelling miokard yang mengalami injuri terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non-infark mengalami
dilatasi, secara morfologis, AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI
transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi distribusi suatu arteri
koroner. Sebaliknya pada AMI sub – endokardial dapat regional (terjadi pada
distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu
arteri koroner), patogenesis perjalanan klinis dari kedua AMI ini berbeda
AMI Transmural
Pada lebih dari 90% pasien AMI transmral berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis sering terjadi didaerah yang mengalami penyempitan
aterosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya
5
perdarahan dalam plak aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang
umumnya terjadi ditempat aterosklerotik dan emboli koroner.
AMI Sub – Endokardial
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka
terhadap iskemia dan infark. AMI subendokardial terjadi akibat aliran darah sub
endokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat
perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi –
kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat
bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat
takikardi atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat
relatif ringan, kecendrungan iskemik dan infark lebih jauh merupakan ancaman
besar setelah pasien di pulangkan dari rumah sakit.
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen,
antara lain :
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fissura,atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal ini merupakan
akibat dari anemia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vasokontriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
6
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. - Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3
kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary
intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
- Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trmbosis
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
jenis ini berhubungan dengan operasi by pass koroner
2.1.4 Patofisiologi
infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis
ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque didalam dinding arteri. Lama -
kelamaan plak ini terus tumbuh kedalam lumen, sehingga diameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen menganggu aliran darah ke distal dari tempat
penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006)
. faktor – faktor seperti usia, genetik, diet, merokok , diabetes melitus tipe
II, hipertensi, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotel,
pemaparan terhadap faktor – faktor diatas menimbulkan injury bagi sel endotel.
Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul – molekul
vasoaktif seperti nitric oxide, yang bekerja sebagai vasodilator, anti trombolitik
7
dan anti proliferasi. Sebaiknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokonstriktor, endotelin-1 dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan
pertumbuhan sel.
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di
sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol
LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel
busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot
polos dari tunika media kedalan tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini
mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah, perlekatan trombosit
ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyababkan oklusi arteri.
Penyempitan arteri segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh karena itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke sub endokardial jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang
disebabkan oklusi total atau sub total arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa
menjadi karbondioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam
8
lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel
menurun. Keadaan ini menganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi
membran sel menyebabkan bocornya kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen menentukan apakah kerusakan miokard akan terjadi reversible (<20
menit) atau irreversible (>20 menit). Iskemia yang irreversible berakhir pada
infark miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena
dalam rentang waktu tersebut terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata
lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidak seimbangan suplai kebutuhan oksigen. Pada
Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner.
Infark miokard bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).
Inafark miokad transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi
cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung
terlihat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard
subendokardial terjadi hanya disebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis
yang telah terjadi pada waktu yang berbeda- beda (selwyn,2005).
2.1.5 Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi
lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung
yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen
miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang
9
dapat menyebar kesalah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor
pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan
terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetukan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika
pasien sedang beristirahat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisina ditempat tidur. Hal ini
dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun
tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering
dijumpai, tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.
Dalam waktu beberapa minggu,tekanan darah kembali normal.
Dari auskultasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar
pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot – otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi
ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction
rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI.
2.1.6 DIAGNOSIS
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan 2 atau
lebih dari kriteria berikut :
Nyeri Dada
10
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasanya.
Perubahan Elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut , EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan kedalam unstable angina atau Non STEMI.
Peningkatan petanda biokimia
Pada nekrosis miokard, pasien intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein – protein tersebut antara lain Aspartate aminotransferase (AST), Laktase dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), Mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), Myosin light chain (MLC) dan Cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). (Samsu 2007). Peningkatan kadar serum protein – protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigan, 2007).
2.1.6.1 EKG Sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik vektor gaya bergerak menjauhi bagian
11
nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q dengan lead II, Avr dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlihat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan dengan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan disaerah ini, maka potensial aksi yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan didaerah sehat yang berserangan dngan area injury, maka terekam potensial yang negatf dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokardial, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak didaerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikardium ke arah endokardium. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelmbang T terekam sangat tinggi.
12
Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan EKG dapat dilihat dari tabel berikut 2.1
Tabel. 2.1. lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
Lokasi Perubahan gambaran EKGAnteriorAnteroseptalAnterolateral
Lateral
Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1 – V4/V5Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1-V3Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q V1-V6 dan I dan aVLElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5- V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/ gelombang Q di I dan Avl
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,III, Avf, dan V5-V6 (kadang I dan aVL)
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,III dan aVF
Inferoseptal
True posterior
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di lead I,III, Av, V1-V3Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3, Gelombang T tegak di V1-V2
RV infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R – V4R).Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
13
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia > 40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 >2mm dan > 2,5 mm bagi pasien usia <40 tahun (tejakusuma 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman 2005).
Diganosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST > 0,5 mm di V1-V3 dan >1 mm disadapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris 2 mm semakin memperkuat dugaan non STEMI (tedjasukmana, 2010).
2.1.6.2 Pertanda (biomarker) kerusakan jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK-MB) dan cardiac spesific troponin T (cTnT) dan cardiac spesific troponin I (cTnI) dan dilakukan secara serial.cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk asien STEMI yang serial kerusakn otot skletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti kenaikan
14
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA terapi referfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard)
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektik dapat meningkatkan CKMB.
cTn : ada 2 jenis cTnT dan cTnI. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTnT masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTnI stelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain :- Mioglbin : dapat dideteksi satu jam setelah infark miokard
dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.- Creatinin kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada
infark miokard, mencapai puncak 10-36 hari dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
2.1.7 DIAGNOSA BANDING
Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup jantung
(stenosis dan regurgitasi katup aorta) dapat mengeluh nyeri dada disertai
perubahan EKG dan peningkatan marka jantung menyerupai yang terjadi pada
pasien NSTEMI. Miokarditis dan perikarditis dapat menimbulkan keluhan nyeri
dada, perubahan EKG, peningkatan marka jantung, dan gangguan gerak dinding
jantung menyerupai NSTEMI. Stroke dapat disertai dengan perubahan EKG,
15
peningkatan marka jantung, dan gangguan gerak dinding jantung. Diagnosis
banding non kardiak yang mengancam jiwa dan selalu harus disingkirkan adalah
emboli paru dan diseksi aorta.
2.1.8. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari tatalaksana infark miokard akut adalah diagnosis yang cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antritrombotik dan terapi anti platelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi infark miokard akut.
a. TATALAKSANA STEMI- TATALAKSANA PRA RUMAH SAKIT
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian diluar rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain :
- Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
- Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
- Transport pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih
- Melakukan terapi perfusi
16
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi kerumah sakit melainkan karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan untuk meminta pertolongan pertama. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada para medis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterprestasikan EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital belum bisa dilakukan.
- Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana diIGD pada pasien STEMI mencakup : mengurangi/menghilangkan nyeri dada.
Tatalaksana umum Tirah baring total dilakukan minimal 12 jam Oksigen
Oksigen harus segera diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%. Pada pasien dengan STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Oksigen 2-4 liter/menit biasanya cukup mempertahankan saturasi oksigen >95%.
Nitrogliserin (NTG)Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
17
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Preparat nitrat lainnya seperti ISDN sublingual 2,5 – 10 mg, atau intravena1,25 – 5,0 mg/jam juga dapat digunakan. Terapi harus dihindari pada psien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg.
MorfinMorrfin sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Morpin diberikan dengan dosis 1-5 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada interval pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis. Sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.
AspirinAspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien dengan STEMI dan efektif pada spektrum sindrom
18
koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenasi trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dengan absorbsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruangan emergensi. Selanjut aspirin di berikan oral dengan dosis 75-160 mg .
Penyekat betaJika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total dosis 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 kali /menit, tekan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <0,24 detik. 14 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metaprolol pral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 10 mg tiap 12 jam.
Terapi reperfusi
Reperfusi akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi gagal pompa atau takiaritmia ventriuler maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door - to – needle (medical contact to needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik yang dicapai dalam 30 menit atau door – to – baloon (medical contact - to – baloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
19
Seleksi Strategi Reperfusi
Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi referpusi antara lain :
Waktu onset gejalaWaktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan trombus sangat tergantung dengan waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian. Sebaiknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten, kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI.
Resiko STEMIJika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada asien dengan renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.
Resiko perdarahanJika terapi reperfusi bersama – sama tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, mamfaat terapi reperfusi farmakologi harus mempertimbangkan mamfaat dan resiko.
Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke laboratorium PCIAdanya fasilitas kardiologis intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan. Untuk
20
fasilitas yang dapat mengerjakan PCI penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis.
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti
dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Namun PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana hanya di beberapa rumah sakit.
- Tatalaksana dirumah sakit ICU Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam
pertama Diet : karena resiko muntah dan aspirasi segera
setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum air dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol 300mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang tinggi serat, kalium, magnesium dan rendah natrium.
Bowels : istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri dan sering mengakibatkan konstipasi. Diet tinggi serat dan penggunan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200mg/hari).
21
Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam ,5 – 30 mg, diberikan 3-4 kali biasanya efektif.
Terapi farmakologis
1. AntitrombolitikPenggunaan antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis laboratorium bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis, aspirin merupakan antiplatelet standar STEMI.
2. Penyekat betaMamfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan resiko aritmia ventrikel yang serius.
3. ACE inhibitorACE inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan mamfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Mamfaat maksimal yang tampak pada pasien dengan resiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark miokard anterior, riwayat
22
infark sebelumnya, dan fungsi ventrikel menurun), namun bukti menunjukkan mamfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik > 100 mmHg. Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan menurunkan risiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat ACE inhibitor menahun pasca infark.
ACE inhibitor harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Penelitian klinis mengenai gagal jantung menyatakan penggunaan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) pada pasien yang intoleran dengan pengunaan ACE inhibitor.
b. Tatalaksana NSTEMI
Pada pasien NSTEMI harus diistirahatkan ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung, empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :
1. Terapi antiiskemia 2. Terapi antiplatelet/antikoagulan3. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)4. Perawatan sebelum meningalkan rumah sakit dan sesudah
perawatan RS.
1. Terapi AntiiskemiaUntuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah
nyeri dada berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta
23
NitratNitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray
bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit. Direkomendasikan pemberiaan nitrogliserin intravena (mulai 5-10 mikrogram/menit). Laju infus dapat ditingkatkan 10 mikrogram/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik < 100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau penggunaan slidenafil atau obat sekelasnya 24 jam sebelumnya.
Penyekat BetaPenyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi
jantung 50-60 kali/menit. Dosis yang direkomendasikan metoprolol 25-50 mg oral 2x/hari, propanolol 20-80 mg oral/hari dalam dosis terbagi, Atenolol 25-100 mg oral/hari, bisoprolol 10 mg oral/hari. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuran setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, berikan morfin sulfat dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20mg.
24
2. Terapi Antiplatelet
Aspirin
Aspirin yang merupakan penghambat COX-1 yang irreversible didalam platelet (trombosit), dengan menghambat pembentukkan tromboksan A2. Dosis 160 mg aspirin pada pasien dengan kecurigaan infark miokard akut. Karenanya dosis minimum aspirin sebesar 160 mg direkomendasikan pada pasien NSTEMI.
Klopidogrel
Pada NSTEMI dengan dosis awal 300 mg dan dosis pemeliharaan 75 mg selama satu tahun. Bagi yang intoleran aspirin dan klopidogrel tidak dapat disediakan beri ticlodipine 250 mg bid.
3. Terapi Invasif dini dibandingkan dengan konservatif dini
Secara luas dibicarakan bahwa terdapat 2 perbedaan tatalaksana pasien dengan NSTEMI, yaitu konservatif dini dan invasif dini. Pada konservatif dini, angiografi koroner ditujukan pada pasien – pasien dengan kejadian iskemia meskipun telah mendapat terapi medis. Pada pendekatan invasif dini, semua pasien tanpa kontraindikasi untuk revaskularisasi koroner mrupakan subyek untuk dilakukan angiografi koroner dan revaskularisasi.
4. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS
25
Tatalaksana terhada faktor antara lain mencapai berat bada yang optimal, nasihat diet, menghentikan merokok jika pasien merokok, olahraga, pengontrolan hipertensi, tatalaksana intensif diabetes meli
BAB III
LAPORAN KASUS
26
1. ANAMNESA PRIBADI
Nama : MISNAN
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jln Teladan dusun VII bagan dalam tanjung tiram
Pekerjaan : wiraswasta
2. ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Nyeri Dada
Telaah :
OS datang ke RSUD dr H kumpulan pane tebing tinggi dengan keluhannyeri dada sebelah kiri. Yang dirasakan os sudah 1 hari ini. Nyeri dada dirasakan menjalar hingga ke punggung, nyeri dada disertai rasa panas pada dada pasien, dada seperti terasa terktekan benda berat, yang memperberat nyeri dada adalah saat os melakukan aktifitas, kemudian membaik saat os istirahat.
Sebelumnya os juga pernah merasakan nyeri dada tapi tidak seberat yang dirasakan os saat ini. Os jga mengeluhkan sesak (+), mual (+), muntah (+) dengan frekuensi muntah lebih
27
dari 3 kali (>3x), konsistensi cair banyak muntah kira – kira setengah aqua gelas, pusing (-), hoyong (-).
Os juga mengeluhkan jantung berdebar – debar (+), keringat malam, batuk sudah dialami os satu minggu ini, batuk yang dialami os tidak berdahak, os juga mengeluhkan sakit tenggorokan, sakit menelan, perut terasa penuh, nyeri tekan perut tidak ada dan mudah merasa lelah.
Os mengatakan memiliki riwayat hipertensi yang lebih dari 6 tahun, namun os menyangkal adanya penyakit diabetes militus.
Riwayat Pemakaian Obat : tidak jelas
Riwayat Penyakit terdahulu :
Hipertensi selama 6 tahun, pada saat pertama kali datang TD : 200/100 mmHg
Diabetes militus disangkal Hepatitis disangkal
3. STATUS PRESENT
Keadaan umum
o Sensorium : Compos Mentiso Tekanan darah : 170/ 120 mmHgo Nadi : 102 x/i (reguler)o Heart Rate : 102 x/i (reguler)o Pernapasan : 26 x/i (reguler)o Temperatur : 36 0C
Keadaan penyakit
28
o Anemia : ( - )o Ikterus : ( - )o Sianosis : ( - )o Dispnoe : ( - )o Edema : ( - )o Purpura : ( - )o Turgor : Kembali Cepato Panacaran wajah : Tampak Lelaho Sikap tidur paksa : (+)
Keadaan gizi
o TB : 168 cmo BB : 66 kg
o RBW : BBTB−100 × 100%
= 66168−100 × 100%
= 97% (Normoweight)
Pemeriksaan fisik1. Kepala
o Pertumbuhan rambut : Baiko Nyeri tekan : ( - )o Perubahan lokal : ( - )o Bentuk : Normocephali
a. Muka Sembab : ( - ) Pucat : ( - ) Kuning : ( - )
29
Parese : ( - ) Gangguan lokal : ( - )
b. Mata Stand mata : Dalam Batas Normal Gerakan : Baik Kesegala Arah Eksoftalmus : ( - ) Ptosis : ( - ) Ikterus : ( - ) Anemia : ( + ) Reaksi pupil : +/+ isokor, diameter ± 3mm,
bulat, central Gangguan lokal : ( - )
c. Telinga Bentuk : Normotik Sekret : ( - ) Radang : ( - )
d. Hidung Bentuk : Normotik Sekret : ( - ) Radang : ( - )
e. Bibir Sianosis : ( - ) Pucat : ( - ) Kering : ( - ) Radang : ( - )
f. Gigi Karies : ( + ) Pertumbuhan : Baik
g. Lidah Kering : ( - )
30
Pucat : ( - ) Beslag : ( - ) Tremor : ( - )
h. Tonsil Merah : ( - ) Bengkak : ( - )
2. Leher a. Inspeksi
o Struma : Tidak dijumpai perbesarano Kelenjar bengkak : Tidak dijumpai perbesarano Pulsasi vena : ( - )o Venektasi : ( - )
b. Palpasio Posisi trachea : Medial, Dalam batas
normalo Sakit/nyeri tekan : ( - )o Tekanan vena jugularis : R +2 cmH2O
3. Thorax depan a. Inspeksi
Bentuk : Fusiformis Simetris/asimetris : Simetris Bendungan vena : ( - ) Ketinggalan bernapas : ( - ) Venektasi : ( - ) Pembengkakan : ( - ) Mammae : Normal Ictus cordis : Terlihat
31
b. Palpasi Nyeri tekan : ( - ) Fremitus suara :
o Lapangan paru atas : kanan = kirio Lapangan paru tengah : kanan = kirio Lapangan paru bawah : kanan = kiri
Iktus : Terabao Lokalisasi : ICR V, 1 jari lateralis linea
Midclavicularis Sinistrao Kuat angkat : ( - )
c. Perkusi Suara perkusi paru
o Lapangan paru atas : Sonor kanan = kirio Lapangan paru tengah: Sonor kanan = kirio Lapangan paru bawah : Sonor kanan = kiri
Batas paru hatio Relatif : ICR Vo Absolut : ICR VIo Peranjakan hati : 1 jari di bawah batas paru hati
absolut Batas jantung
o Kanan : 1 jari parasternalis dextrao Atas : ICR II Sinistrao Kiri : ICR V 1 Jari Lateral Midclavicula Sinistra
d. Auskultasi Paru – paru
o Suara pernapasan
Lapangan paru atas : Vesikuler kanan = kiri
32
Lapangan paru tengah : Vesikuler Kanan = kiri
Lapngan paru bawah : Vesikuler kanan = kiri
o Suara tambahan
Ronchi basah : ( - )
Ronci kering : ( - )
Krepitasi : ( - )
Gesekan pleura : ( - )
Wheezing : ( - )
Coro Heart rate : 102 x/i regulero Suara katup : M1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 P2 > A2
o Suara tambahan : - Desah jantung fungsional/organis : ( - )- Gesek pericardial/pleurocardial : ( - )
4. Thorak belakang a. Inspeksi
Bentuk : Fusiformis
Simetris/asimetris : Simetris
Benjolan- benjolan : ( - )
Scapulae alta : ( - )
Ketinggalan bernafas : ( - )
33
Venektasi : ( - )
b. Palpasi
Nyeri tekan : ( - )
Fremitus suara
− Lapangan paru atas : Kanan = kiri
− Lapangan paru tengah : Kanan = kiri
− Lapangan paru bawah : Kanan = kiri
Penonjolan- penonjolan: ( - )
c. Perkusi
Suara perkusi paru
− Lapangan paru atas : Sonor kanan = kiri
− Lapangan paru tengah : Sonor kanan =
kiri
− Lapangan paru bawah : Sonor kanan =
kiri
Batas bawah paru
− Kanan : vertebra Thoracal X
− Kiri : vertebra Thoracal XI
d. Auskultasi
Suara pernafasan
34
− Lapangan paru atas : Vesikulaer kanan =
kiri
− Lapangan paru tengah : Vesikuler kanan
= kiri
− Lapangan paru bawah : Vesikuler kanan
= kiri
Suara tambahan :
− Ronki basah : ( - )
5. Abdomen
a. Inspeksi
Membesar : ( - )
Venektasi : ( - )
Sirkulasi kolateral : ( - )
Pulsasi : ( - )
b. Palpasi
Defens muscular : ( - )
Nyeri tekan : ( - )
Lien : tidak teraba
Ren : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
35
Undulasi : ( - )
c. Perkusi
Pekak hati : ( - )
Shufting Dulness : ( - )
Suara abdomen : Timpani
d. Auskultasi
Peristaltik usus : ( + ) Dalam Batas Normal
Double sound : ( - )
6. Ekstremitas
a. Atas
Bengkak : ( - )
Merah : ( - )
Stand abnormal : ( - )
Gangguan fungsi : ( - )
Rumple lead test : ( - )
Refleks
o Biceps : +/+ kanan = kiri
o Triceps : +/+ kanan = kiri
b. Bawah
Bengkak : ( - )/( - )
Merah : ( - )/( - )
Oedem : ( - )/( - )
36
Pucat : ( - )/( - )
Gangguan fungsi : ( - )/( - )
Varises : ( - )/( - )
Refleks
o KPR : +/+ ka=ki
o APR : +/+ ka=ki
4. RESUMEAnamnesa
Keluhan utama : Nyeri dada
Telaah : OS datang ke RSUD dr H kumpulan pane tebing tinggi dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri. Yang dirasakan os sudah 1 hari ini. Nyeri dada dirasakan menjalar hingga ke punggung, nyeri dada disertai rasa panas pada dada pasien, dada seperti terasa terktekan benda berat, yang memperberat nyeri dada adalah saat os melakukan aktifitas, kemudian membaik saat os istirahat. Sebelumnya os juga pernah merasakan nyeri dada tapi tidak seberat yang dirasakan os saat ini. Os jga mengeluhkan sesak (+), mual (+), muntah (+) dengan frekuensi muntah lebih dari 3 kali (>3x), konsistensi cair banyak muntah kira – kira setengah aqua gelas, pusing (-), hoyong (-).
Os juga mengeluhkan jantung berdebar – debar (+), keringat malam, batuk sudah dialami os satu minggu ini, batuk yang dialami os tidak berdahak, os juga mengeluhkan sakit tenggorokan, sakit menelan, perut terasa penuh, nyeri tekan perut tidak ada dan mudah merasa lelah.Os mengatakan
37
memiliki riwayat hipertensi yang lebih dari 6 tahun, namun os menyangkal adanya penyakit diabetes militus.
RPT : Hipertensi (+), DM (-), Hepatitis (-)
RPO : Tidak jelas
Status present :
o Sensorium : Compos Mentiso Tekanan darah : 170 / 120 mmHgo Nadi : 102 x/i (reguler)o Heart Rate : 102 x/i (reguler)o Pernapasan : 26 x/i (reguler)o Temperatur : 36 0C
Keadaan penyakit :
o Pancaran wajah : kesakitan
o Oedem : ( - )
o Anemia : ( - )
o Purpura : ( - )
o Ikterus : ( - )
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis (-), ikterik (-)
Leher : TVJ meningkat
38
Thoraks : Batas jantung kiri: ICR V 1 jari lateral
mid clavicularis sinistra
Abdomen : Dalam batas normal
Extremitas bawah : Edema (-)
5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTINA. Darah Rutin
a. Leukosit : 12.200 Ul
b. Eritrosit : 4,38 x1012/L
c. Hemoglobin : 12,7 gr/dl
d. Hematokrit : 37,2 %
e. Trombosit : 175.000 Ul
B. Kimia Klinik :a. Bilirubin Total : 0,60 mg/dlb. Bilirubin direct : 0,18 mg/dlc. SGOT : 286 U/Id. SGPT : 42 U/Ie. Ureum : 45 mg/dlf. Creatinine : 2,2 mg/dl
C. Feses Rutin : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. DIAGNOSIS BANDING1. MCI + Cardiomegali + Hipertensi + CKD Stage III2. Unstable Angina Pectoris e.c HHD + Cardiomegali +
Hipertensi + CKD Stage III3. STEMI ec PJK + Cardiomegali + Hipertensi + CKD Stage III4. CHF NYHA II-III e.c HHD + Cardiomegali + Hipertensi + CKD
Stage III
39
7. DIAGNOSIS SEMENTARAMCI + Cardiomegali + Hipertensi + CKD Stage III
8. TERAPI
Th/
- O2 2-4 Liter
- Diet Jantung I RG
- IVFD RL 20 gtt/i (mic)
- Inj. Ceftriaxone 1 amp /12j
- Inj.Ranitidin 1amp/12j
P/o
- Apror 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1 (malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
9.PERJAJAKAN
1. EKG2. ECG3. Foto Thorax
40
4. Lipid Profile5. RFT6. LFT7. KGD N/ 2 jam pp8. Biomarka Jantung (CKMB, Troponin T, Troponin I)9. Elektrolit Na, K, Cl
41
EKG (04-FEBRUARI-2016)
Sinus Takikardi, Normo Axis, Heart Rate 120x/i, P wave normal, PR Interval 0,12s, QRS duration 0,06s, Poor R wave V1-V3, Q patologis III aVF, ST elevasi V1 – V4 (Anterior), ST Elevasi V5-V6, I, aVL (lateral), LVH (+)/ LVH strain (+)
Kesan :
Sinus takikardi, STEMI Anterolateral, miokard infark inferior, LVH strain (+), hipertensi lama.
42
EKG (05 FEBRUARI 2016)
Sinus Takikardi, Normoaxis, HR 115x/i, P wave Normal, P-R interval 0,16s, QRS Duration 0,08s, ST elevasi V1 - V4 (Anterior), T inversi II III aVF (inferior), LVH (+).
Kesan :
Sinus takikardi, stemi anterior, iskemik inferior, LVH (+).
43
DARAH RUTIN, LIVER FUNCTION TEST, RENAL FUNCTION TEST, LIPID PROFILE, DAN KADAR GULA DARAH (04-02-2016)
/
RFT
- Ureum : 45 mg/dl- Creatinin : 2,2 mg/dl- Uric acid : 5,7 mg/dl
CrCl = (140−Umur)× BB72 ×Cr
(140−46 ) ×6672 x2,2
39,10 (stage III)
LFT
44
- SGOT : 286 u/L- SGPT : 42 u/L
- DARAH RUTINa. Leukosit : 12.200 Ul
b. Eritrosit : 4,38 x1012/L
c. Hemoglobin : 12,7 gr/dl
d. Hematokrit : 37,2 %
e. Trombosit : 175.000 Ul
FOTO THORAX (04 FEBRUARI 2016)
Interpretasi :
CTR 58%, Aorta kalsifikasi dan aorta serta mediastinum tidak melebar, Trakea di tengah, kedua hilus tidak menebal, Tampak infiltrat di lapangan tengah dan bawah kedua paru
45
dan perihiler kedua paru, kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostrofenikus lancip, tulang-tulang dan jaringan lunak baik.
Kesan : Cardiomegaly dan bronchopneumoni
10. FOLLOW UP PASIEN
Follow Up
04/02/2016Sens : Compos MentisTD : 170/120 mmHgHR : 102 x/iRR : 28 x/iT : 360C
TB :168 cmBB : 66 kg
Ku/ - nyeri dada (+)- menjalar kepunggung (+)- terasa panas di dada (+)- Sesak (+)- Mual (+)- Muntah (-) - Batuk (+) Dahak (-)- Keringat dingin (+)- Pusing (+)- tenggorokan terasa sakit (+)- perut terasa penuh (+)- nyeri tekan (-)- BAK (+)- BAB (+)
Th/- 02 2-4 l/i- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i (mic)- Inj. Ceftriaxone
1gr/12j- Inj ondansetron 1
amp/12j
P/o- Apror 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1
(malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Curcuma 2x1
+ Spirinolakton 25
46
mg 1x1
+ Inj.Ranitidin 1amp/12j
Follow Up
05/02/2016Sens : Compos MentisTD : 162/110 mmHgHR : 105 x/iRR : 32 x/iT : 36,50C
TB :168 cmBB : 66 kg
Pasien dirawat di ICU
Ku/ - nyeri dada (+) - Sesak (+)- Mual (+)- Muntah (-) - Batuk (+) Dahak (-)- Keringat dingin (+)- Pusing (+)- tenggorokan terasa sakit (+)- perut terasa penuh (+)- nyeri tekan (-)- BAK (+)- BAB (+)
Th/- 02 2-4 l/i- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i (mic)- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j- Inj.Ranitidin 1amp/12j- Inj ondansetron 1
amp/12j
P/o- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1
(malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
47
- Spirinolakton 25 mg
1x1
- Curcuma 2x1
Follow Up
06/02/2016Sens : Compos MentisTD : 157/112 mmHgHR : 100 x/iRR : 28 x/iT : 36,50C
TB :168 cmBB : 66 kg
Pasien dirawat di ICU
Ku/ - nyeri dada (+) berkurang- Sesak (+) berkurang- Mual (+)- Muntah (-) - Batuk (+) Dahak (-)- Keringat dingin (+)- Pusing (-)- BAK (+)- BAB (+)
Th/- 02 2-4 l/i- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i (mic)- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j- Inj.Ranitidin 1amp/12j- Inj ondansetron 1
amp/12j
P/o- Aptor 1 x 1
48
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1
(malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Spirinolakton 25 mg
1x1
- Curcuma 2x1
07/02/2016Sens : Compos MentisTD : 130/80 mmHgHR : 92 x/iRR : 24 x/iT : 37,10C
TB :168 cmBB : 66 kg
Ku/ - nyeri dada (+) brkurang- Sesak (+) berkurang- Mual (+)- Muntah (-) - Batuk (+) Dahak (-)- Keringat dingin (-)
Th/- 02 2-4 l/i- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i
(mic)- Inj. Ceftriaxone
1gr/12j- Inj.Ranitidin
1amp/12j- Inj ondansetron 1
49
- Pusing (+)- BAK (+)- BAB (+)
amp/12j
P/o- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1
(malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Spirinolakton 25 mg
1x1
- Curcuma 2x1
50
08/02/2016Sens : Compos MentisTD : 120/80 mmHgHR : 80 x/iRR : 24 x/iT : 37,40C
TB :168 cmBB : 66 kg
Ku/ - nyeri dada (+) brkurang- Sesak (+) berkurang- Mual (+)- Muntah (-) - Batuk (+) Dahak (-)- Keringat dingin (-)- Pusing (-)- BAK (+)- BAB (+)
Th/- 02 2-4 l/i- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i (mic)- Inj. Ceftriaxone
1gr/12j- Inj.Ranitidin 1amp/12j- Inj ondansetron 1
amp/12j
P/o- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1
(malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Spirinolakton 25 mg
1x1
- Curcuma 2x1
51
09/02/2016Sens : Compos MentisTD : 120/80 mmHgHR : 80 x/iRR : 24 x/iT : 37,20C
TB :168 cmBB : 66 kg
Ku/ - nyeri dada (-)- Sesak (+) berkurang- Mual (-)- Muntah (-) - Batuk (+) Dahak (-)- - Pusing (-)- BAK (+)- BAB (+)
Th/- 02 2-4 l/i- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i (mic)- Inj. Ceftriaxone
1gr/12j- Inj.Ranitidin
1amp/12j
P/o- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1
(malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Spirinolakton 25 mg
1x1
- Curcuma 2x1
52
53
10/02/2016Sens : Compos MentisTD : 120/80 mmHgHR : 80 x/iRR : 20 x/iT : 36,80C
TB :168 cmBB : 66 kg
PASIEN PBJ
Ku/ - nyeri dada (-)- Sesak (-) - Mual (-)- - Batuk (+) Dahak (-)- Keringat dingin (-)- Pusing (-)- BAK (+)- BAB (+)
Th/- 02 2-4 l/i- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i (mic)- Inj. Ceftriaxone
1gr/12j- Inj.Ranitidin
1amp/12j- Inj ondansetron 1
amp/12j
P/o- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1
(malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Spirinolakton 25 mg
1x1
- Curcuma 2x1
54
Pasien masuk RS tanggal 04-02-2016, selama perawatan kondisi pasien stabil dan keluar RS tanggal 10-02-2016.
BAB IV
KESIMPULAN
Diagnosis pasien ini adalah MCI + Cardiomegaly + Hipertensi + CKD Stage III. Pada anamnesa keluhan pasien Nyeri dada sebelah kiri yang menjalar ke bahu punggung,dada terasa panas, sesak saat beraktivitas, batuk (+), tidak berdahak, mual (+), muntah (+), sakit tenggorokan (+), sakit menelan (+).
Pada pemeriksaan dijumpai TVJ meningkat, cardiomegaly (+), oedem pretibial(-), hepatojugular reflux (-), wheezing (-). Pada pemeriksaan darah rutin : Leukosit 12.200 ul, RBC 4,38x1012/L,. Pada pemeriksaan EKG . Pada Photo Thorax dijumpai Cardiomegaly dan bromchopneumoni. Pemeriksaan lab tambahan dijumpai Ureum 45 mg/dl, Creatinine 2,2 mg/dl, Uric Acid 5,7 mg/dl, SGOT: 286 u/L, SGPT 42 u/L
Terapi yang diberikan :
Th/
- 02 2-4 l/i
- Diet Jantung I RG- IVFD RL 20 gtt/i (mic)- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
55
- Inj.Ranitidin 1amp/12j- Inj ondansetron 1 amp/12j
P/o
- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Simvastatin 1x1 (malam)
- Isosorbid 3x1
- Concor 2,5 mg 1x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
Pasien masuk RS tanggal 04-02-2016, selama perawatan
kondisi pasien stabil dan keluar RS tanggal 10-02-2016.
5.2.SaranPada pasien MCI, sebaiknya tetap mengontrol penyakit
penyebab MCI meskipun gejala telah berkurang maupun tidak dirasakan lagi, dengan tetap mengkonsumsi obat-obatan dan memperhatikan diet serta menjaga aktifitas sehari-hari pasien. Seperti mengurangi konsumsi garam, melakukan aktifitas fisik ringan ( berjalan santai 10 menit, 2-3x dalam seminggu ), serta mengontrol berat badan.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoya A.W dkk..2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III edisi
V.Interna Publishing.Jakarta.Penerbit EGC.
2. Antman, A.M, et al. 2008. Circulation Journal Of American Heart
Assciation : ACC/AHA. Guidlines for the management of patients with ST
Elevataion Myocardial infarction executive sumary. Diunduh dari :
http://circ.ahajournals.org/content/110/5/588.full.pdf+html .
3. Zafari, A.M et al. 2012. Myocardial Infarction. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview
4. Kalim, H, dkk.2004. Pedoman Perhimpunan Kardiovaskular Indonesia.
Tatalaksana sindroma koroner akut dengan ST elevasi. Jakarta. PERKI
5. Rilantono, L,I dkk. 2001 . Buku Ajar Kardiologi. Jakarta. Balai penerbit
FK UI.
6. Tobing, D. 2006. EGC. Changes In Ischemic, Injury and infarction.
Departement of Cardiology and Vaskular Medicine Faculty of Medicine
University of Indonesia National Cardioogy Center Harapan Kita.
7. Hamn C.W et al 2011. European Heart Journal : ESC Guidelines For The
Management Of Acute Coronary Syndromes In Patients Presenting
Without Persistant ST – Segment.
57
58