materi sso & latihan 2013

Download Materi Sso & Latihan 2013

If you can't read please download the document

Upload: dewi-candra

Post on 28-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

materi SSo dan latihan 2013

TRANSCRIPT

10

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

1. Hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif adalah, kecuali :

a. Asmab. Filtrasi dinding bronkus c. Emfisema d. Benda asing yang menyumbat

2. Mekanisme kerja dari turunan xantin pada penghambat enzim fosfodiesterase, kecuali :

menghambat pelepasan ca-intrasel c. menurunkan permebilitas vaskulermencegah udema d. menguatkan kontraksi diafragma

3. Reaksi yang tidak diinginkan pada pemberian glukokortikoid sistemik yang kronik adalah, kecuali :. . . .

a. anuria b. osteoporosis fraktur c. glaukomad. pankreatitis

4. Obat Bronkodilator yang digunakan untuk menghambat alergan adalah :

a.furosenad inhaler b. prostagandin E c. heparin inhaler d.gamma globulin (i.v)

5. Obat simpatomimetik yang bekerja selektif terhadap beta-2 adrenoreseptor adalah, kecuali :

a. alendrinb. bricasmac. ventolind. alupent

6. Sedangkan yang bekerja terhadap adrenoreseptor beta-1 dan beta-2 adalah :

a. alupentb. inolinc. isupreld. ipradol

7. Tanda-tanda klinik dari udema paru adalah, kecuali :

a.batukb. brakhikardia c. dispnead. takipnea

8. Obat yang jarang menginduksi udema paru kardionik adalah :

a. kortikosteroidb. propoksifenc. heroind. fenilbutason

9. Obat yang sering menyebabkan paru kemasukan eosinofil adalah, kecuali :

a. nitrofuran b. tetrasiklin c. klorpropamidd. sulfonamid

10. Efek samping akibat penggunaan epinefrin adalah, kecuali :

a. ansietasb. palpitasic. brakhikardia d. diaforesis

11. Indikasi dari isoproteronal (isuprel) adalah :. . . . . a. mengatasi pendarahan dikulit

b. mengatasi blokade jantung c. serangan asma akut d. nasal kongestan

12. Isi zat berkhasiat dari alupent adalah . . . . a.befedrin b. metaproterenal c. Albuterol d. iso-etarin

13. Efek samping teofilin yang digunakan peroral adalah, kecuali :

a. sakit kepalab. mual dan muntahc. pusingd. hipotensi

14. Obat asma yang mempunyai kontra indikasi terhadap hipertiroidisme adalah :

a. terbutalinb. metaproterenal c. efedrind. iso-etarin

15. Preparat yang indikasinya memperpanjang kerja anestesi infiltrasi adalah :

a. terbutalinb. metaproterenalc. isoproterenald. Epinefrin

PERTEMUAN II.SOAL ANTITUSIF

1. Antitusif narkotik yang digunakan sebagai obat standar adalah :

a. morfinb. dihidromorfin c. metil morfind. dihidrokodeinon

2. Efek samping penggunaan codein dosis lebih tinggi (60 80 mg) adalah, kecuali :

a. gelisahb. vertigoc. hipotensi ortostikd. adiksi

3. Derivat benzilisoklorolin yang diperoleh dari alkaloid opium yang mempunyai efek antitusif saja adalah :

a. noskapinb. levopropoksifenc. dekstromeforfand. klafedanol

4. Zat-zat yang termasuk demulcent adalah, kecuali :. . . . a. madub. kayu manis c. gliserind. ipekak

5. Untuk penekanan batuk kering dan berdarah harus digunakan, kecuali :

kodeinb. metadonc. falkodind. bromheksin

6. Batuk yang berasal dari daerah diatas laring dapat digunakan :

mukolitikb. demulcentc. ekspektoran d. emetin

7. Obat batuk putih selain sirupus simpleks juga mengandung :

a. minyak piperminb. kayu manis c. amonium klorida d. amonium sitrat

8. Antitusif yang bekerja perifer adalah, kecuali :. a. lidokainb. demulcentc. lignokaind. noskapin

9. Efek penggunaan utama dari pholcodine adalah :. . . . a. eforiab. analgesikc. antitusifd. adiksi

10. Dosis berlebihan pada penggunaan DMP adalah, kecuali : ..

a. diplopia b. depresi pernafasan c. sakit kepalad. Muntah

Uraian.

Jelaskan sebab-sebab terjadinya batukJelaskan penggolongan obat batuk dan contoh masing-masing?

LATIHAN SSO

A. PILIHAN GANDA

1. Adrenergik endogen yg dapat diproduksi oleh medula adrenal dan batang otak adalah . .

A. DopaminB. Epinefrin C. NorepinefrinD. Dobutamin.

2. Secara farmakologis efek yang ditimbulkan dopamin antara lain,KECUALI . . .

A. Stimulansia SSPB. Menghambat pelepasan prolaktin

C. Antagonis beta-1D. Memodifikasi tonus otot.

3. Dosis dopamin utk meningkatkan aliran darah ke ginjal dan kontraksi otot jantung adalah

A. 1-4 ug/kg/menitB. 4-8 ug/kg/menitC. 4-12 ug/kg/menitD. 12 ug/kg/menit.

4. Pemeberian dosis epinefrin yg berlebihan akan menyebabkan .,KECUALI. . . .

A. Tek. darah rendah B. Kontraksi prematur pd ventrikel

C. Takhikardia ventrikelD. Vibrilasi ventrikel

5. Kerja epinefrin pada reseptor beta-2, sehingga sulit mixi dan retensi urin karena terjadi . . . .

A. Kontraksi otot detrusor B. Kontraksi sfinter

C. Kontraksi kandungan kemih D. Relaksasi kandungan kemih.

6. Efek samping dari penggunaan epinefrin adalah . . .

A. MualB. MuntahC. AnginaD. Ketegangan

7. Dalam terapi epinefrin tdk boleh diberikan pada pasien,KECUALI. . .

A. Aritmia B. HipotiroidiC. Angina pectorisD. Hipertensi.

8. Obat-obat adrenergik yg mempunyai efek yang paling kuat terhadap reseptor beta-1 dan beta-2

adalah,KECUALI. . . A. Isoprenalin B. Isopreterenol

C. Isopropilnorepinefrin D. Isopropilepinefrin

9. Obat yg digunakan utk kelemahan jantung kongestif pada periode pasca-insufisiensi mitral adalah . . . .

A. DobutaminB. Isopreterenol C. Dopamin D. Epinefrin.

10. Zat-zat termasuk adrenergik dan bukan katekolamin adalah ..,KECUALI . . . .

A. FenilefrinB. MetamfetaminC. EfedrinD. Isoprenalin.

11. Toksisitas dari pasien yg menggunakan MAO inhibitor dimana kadar tiramin dalam serum tinggi

adalah . . A. Hipotensi B. Hipertensi essensial C. Hipertensi krisisD. Hipotensi krisis

12. Efek toksis berupa konvulsi, delirium, paranoia, psikosis, dan nyeri perut disebabkan oleh . . .

A. Efedrin B. MetaraminolC.Metoksisamin D. Amfetamin.

13. Agonis beta-2 selektif yg kerjanya paling kuat adalah . . . .

A. Metaproterenol B. AlbuterolC. Terbutalin D. Fenoterenol

14. Obat antiadrenergik yg bekerja sebagai alfa blocker adalah, KECUALI. . . .

A. Fenoksibenzamin B. Fentolamin C. Prazozin D. Guanetidin

15. Alfa-blocker yg masih digunakan utk krisis hipertensi yang disebabkan oleh Feokomasitoma

adalah..A. FentolaminB. PrazozinC. FenoksibenzaminD. Tolazolin.

16. Penggunaan Yohimbin secara parentral dapat menimbulkan gejala sebagai berikut,KECUALI . . .

A. Diare B. MualC. MuntahD. Keringat.

17. Obat-obat kelompok beta-blocker cukup banyak, namun sebagai prototipnya adalah .

A. AtenololB.MetaprololC. PropranololD. Timolo

18. Beta-blocker tidak boleh diberikan pada pasien..,KECUALI. . .

A. HipertensiB. AsmaC. Blok AVD.Hipotensi.

19. Penghambat saraf adrenergik yang bekerja sebagai adrenolitik sentral adalah . . . .

A. GuanetidinB. Reserpin C. Metil-dopa D. Dopamin

20. Reserpin tidak boleh diberikan kepada pasien dgn riwayat. . . .

A. Kegagalan jantung bendunganB. Asma C. Depresi mentalD. Sedasi

B. OBAT PARA SIMPATIK

1. Obat Muskarinik yang berasal dari alkaloid adalah;KECUALI. . .A. Muskarin,B. Arekolin C. MetakolinD.Pilokarpin

2. Obat kolinomimetik yang bekerja sebagai penghambat kolinesterase sementara adalah,KECUALI. . .

A. NeostigminB. KarbarilC. KarbakolD. Fisostigmin.

3. Zat antimuskarinik yang bekerja khusus pada GIT adalah. . .A. BenztropinB. GlikopirolatC. IpratropiumD. Disiklomin

4. Indikasi klinik dari obat kolinomimetik terutama pada gangguan...KECUALI. . .

A. Saluran cernaB. Irama jantungC. Neuromusculer junctionD. Saluran nafas

5. Ikatan neostigmin pada penghambatan Ach-ase adalah ikatan. . .

A. MolekulB. IonC. CovalenD. Kompleks enzim

6. Efek yang paling penting dari obat penghambat Ach-ase adalah,KECUALI. . .

A. Respirasi B. GITC. KardiovaskulerD. Mata

7. Dalam terapi dosis peroral untuk Pyridostigmin adalah . . .A. 20 mgB. 40 mg C. 60 mgD. 80 mg.

8. Secara farmakoginamik, maka organ yang paling peka terhadap atropin adalah . . .

A. JantungB. SalivaC. BronkhusD. Keringat

9. Preparat antikolinergik yang bekerja sebagai antimikotinik adalah . . .

A. HeksmetoniumB. MekamilaminC. SkopolominD. Tetra etilamonium

10. Sedangkan dekametonium termasuk antikolinergik kelompok. .

A. Blokade ganglion B. Kuartener (asma) C. Tersier (perifer)D. Blokade neuromusculer

11. Jika keracunan arganofosfat maka dosis atropinisasi tiap 5 15 menit adalah...

A. 1-2 mgB. 3-5 mgC. 5-8 mgD. 5-10 mg

12. Efek samping antikolinergik berupa hipertermia pada anak-anak dapat diatasi dengan pemberian. . .

A. FisostigminB.Neostigmin C. PyridostigminD. Isoflurophate

13. Dosis atropin sulfat untuk tetes mata adalah . . .A. 0,1 0,5 %B. 0,5 1%C. 1 2 % D. 2,5 %

14. Secara farmakokinetika, maka antinikotinik yang dapat diserap peroral adalah . .

A. TrimethaphanB. HexamethoniumC. DecamethoniumD. Mecamylamine

15. Penggunaan antinikotinik dapat mengganggu daya ereksi dan ejakulasi pada dosis . . .

A. KecilB. SedangC. BesarD. Toksis

16. Untuk mengurangi tekanan pembuluh darah paru-paru pada udema paru akut diberikan . .

A. MecamylaminB. Tetraetylammonium C.Decamethonium D. Trimethaphan.

B.URAIAN.

1. Tuliskan indikasi klinik dari beta-blocker?

2. Tuliskan toksisitas dopamin pada pemberian perinfus ?

3. Jelaskan masalah klinik penting yang perlu diperhatikan dalam gangguan obat kolinergik dan antikolinergik?

4. Tuliskan intikasi klinik dari antikolinergik

5. Jelaskan meklanisme pengaktifan sistem parasimpatikuntuk memodifikasi fungsi organ tubuh?

6. Jelaskan efek farmakolosis dari dopamin?

7. Jelaskan indikasi klinik dari epinefrin?

8. Jelaskan efek samping dan toksik dari Amfetamin?

9. Jelaskan indikasi klinik dari Amfetamin

10. Jelaskan indikasi klinik dari Fenoksibenzamin?

11. Jelaskan efek farmakologis dari amfetamin terhadap SSP dan Kardiovaskuler?

OBAT OTONOM

Fungsi organ-organ tubuh dikontrol dan diintergrasikan oleh sistem saraf dan sistem endokrin. Secara umum kedua sistem ini mempunyai sifat yang hampir sama, juga fungsi integrasi tingkat tinggi dalam otak. Kedua sistem ini mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses-proses dibagian tubuh yang letaknya jauh, dan mekanisme umpan balik negatifnya juga mempunyai arti penting. Pusat integrasi tertinggi untuk sistem saraf dan sistem endokrin adalah hipotelamus. Perbedaan utama antara sistem saraf dengan sistem endokrin adalah dalam hal metode hantaran informasinya. Pada sistem endokrin, sebagian besar hantaran adalah bersifat kimiawi mwlalui hormon-hormon yang dibawa aliran darah. Pada sistem saraf hantaran informasinya adalah hantaran cepat melalui serabut-serabut saraf, yang dilanjutkan dengan hantaran kimia (yang disebut neurotransmitter) di antara sel-sel saraf dan diantara sel saraf denagn sel efektornya. Kedua sistem ini bekerja sendiri (involuntary), tidak dipengaruhi secara langsung oleh kesadarn atau kehendak.

Secara umum sistem saraf dapat dibedakan atas 2 golongan fungsional utama yaitu sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom (SSO). Sistem saraf somatik kerjanya berhubungan dengan fungsi yang sadar dan dipengaruhi oleh kehendak seperti gerak badan, sikap tubuh dan gerakan pernapasan. SSO dapat bekerja sendiri, tidak dipengaruhi secara langsung oleh kendali kesadaran; dan kerja utamanya berhubungan dengan pengontrolan fungsi organ-organ dalam tubuh seperti jantung, aliran darah, pencernaan, eskresi, seks, dan lain-lain proses yang penting untuk kehidupan.

Pengantar Farmakologi Otonom

Anatomi dan Fisiologi Sistem saraf Otonom

Sistem saraf otonom (SSO) disebut juga sebagai sistem saraf vegetatif atau sistem sraf viseral, terdiri dari bagian sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf perifer yang mempersarafi otot-otot polos, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar.

Transmisi impuils-impuls motorik dari SSP ke sistem organ dalam tubuh diteruskan oleh 2 rangkaian saraf. Saraf pertama adalah saraf praganglion yang berlokasi di batang otak atau di medula spialis. Saraf kedua disebut saraf pasca ganglionik yang meneruskan transmisi ke efektor viseral (otot polos, otot jantung, dan kelenjar- kelenjar) dan saraf ini tidak bermielin. Hal ini berbeda dengan persarafan oto skelet yang diteruskan oleh hanya satu akson dari satu saraf SSP.

Saraf eferen otonom dibagi atas sistem simpatis dan parasimpatis. Impuls dalam sistem parasimpatis atau sistem kraniosakral dialirkan dari batang otak melalui nervus III, VII, IX,X dan nervieringentes ke sel intermediolateral bagian saktal medula spinalis segmen II dan IV. Impuls dalam sisitem simpatis atau sistem torakolumbal berasal dari sel intermediolaretal medula spinalis pada semua segmen torakal dan segmen lumbal nI, II,dan III.

Hantaran kimia pada sistem saraf terjadi dengan penjalaran impuls dan pembebasan (release) sejumlah kecil neurotransmitter dari ujung saraf ke celah sinaps. Neurotransmitter ini akan berdifusi dan berikatan dengan molekul reseptor khusus pada sel pasca sinaps, yang akan mengaktifkan atau menghambat aktivitas sel efektor.

Neurotrnsmitter yang memperantarai transmisi sinaps di antara serabut saraf praganglionik dan pasca ganglionik pada sistem parasimpatik adalah asetilkolin (acethyl choline =ACh). Sebaliknya neurotransmitter yang dibebaskan oleh pascaganglionik simpatis yang panjang dan yang memperantarai end organ memberikan respon pada sambungan neurofektor adalah norefinefrin. Rangkaian serabut saraf yang menggunakan asetilkolin sebagai neurotransmitter dinamakan kolinergik, sedangkan yang menggunakan norepinefrin dinamakn adrenergik. (lihat Gbr.24-1)

Medula adrenal berisi sel-sel kromatin, yang secara embriologi homolog dengan ganglion simpatis diturunkan dari neural crest. Tidak seperti ujung saraf pascaganglionik simpatis, medula adrenal membebaskan epinefrin sebagai katekolamin primer. Sel=sel kromatin pada medula adrenal dipersarafi oleh ujung saraf praganglionik simpatis khusus dengan neurotransmitternya adalah asetilkolin. Terdapat bukti bahwa dopamin juga dibebaskan oleh sejumlah serat simpatis perifer.

Obat-obat kolinergik bekerja pada : (1) reseptor muskarinik, menimbulkan efek kontraksi otot polos non-vaskuler dan kelenjar eksokrin, dan merelaksasi otot polos pembuluh darah perifer; (2) reseptor nikotinik yang terletak pada sinaps-sinaps ganglion yang juga berikatan dengan ACh sebagai neurotransmitternya; (3) reseptor nikotinik pada sambungan saraf otot yang menimbulkan kontraksi otot rangka.

Perangsangan pascaganglion simpatis menyebabkan kontraksi otot polos vaskuler dan merangsang jantung. Sel-sel medula adrenal yang secara embriologis analog dengan saraf simpatis pascaganglion membebaskan campuran adrenalin dan nor-adrenalin.

Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar SSP. Serat otonom pasca ganglion tidak bermielin. Sel-sel efektor yang dipersarafi serat otonom dapat bersifat otonom, dimana organ yang dipersarafinya masih dapat bekerja tanpa dialiri impuls atau bila serabut sarafnya diputus.

Kebanyakan organ tubuh dipersarafi oleh sistem simpatis dan sistem parasimpatis; dan efek yang terlihat merupakan hasil keseimbangan antara kedua sistem tersebut. Pemghambatan salah satu sistem (miaslnya dengan otot) atau bila terjadi denervasi akan mengakibatkan aktivitas alat didominasi oleh sistem yang berlawanan. Sekresi kelenjar ludah dapat dirangsang oleh aktivitas simpatis maupun oleh parasimpatis, tetapi sekret yang dihasilkan berbeda kualitasnya, yaitu pada stimulasi simpatis air ludahnya lebih kental, sedangkan perangsangan parasimpatis air ludahnya lebih encer. Sistem simpatis dan parasimpatis juga dapat bekerja bergantian di mana sistem simpatis menimbulkan ereksi dan parasimpatik mengakhirinya dengan ejekulasi.

Gbr 24-1

Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem parasimpatis bersifat konservasi dan reservasi tubuh atau disebut juga fungsi untuk rest and digest. Sistem parasimpatis mengtur fungsi vital dalam tubuh. Sedangkan sistem simpatis berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap gangguan dari luar tubuh dengan reaksi berupa perlawanan atau pertahanan diri yang dikenal sebagai reaksi flight or flight.

Penting diingat bahwa istilah parasimptis dan simpatis adalah anatomis dan tidak tergantung pada jenis transmitter kimia yang dibebaskan oleh ujung sarafnya.

Respon berbagai jaringan terhadap rangsangan sistem adrenergik dan sistem kolinergik dapat dilihat pada tabel.24-1

Tabel 24-1. Respons berbagai jaringan pada perangsangan sistem adrenergik dan sistem kolinergik.

EFEKTOR ORGAN

Respons adrenergik

Respons kolinergik

Respons dominan A/K#

ARTERIOL

Koroner, visera abd. Paru, ginjal.

Otot rangka

Serebral, kulit,

Kel ludah.

VENA JANTUNG

Nodus SA

Atria

Nodus A-V

ventrikel

MATA

Muskulus siliaris

Musk. Pupilaris

Musk radialis iris

SEKRESI KELENJAR

Saluran cerna

Keringat

Saliva

Lakrimalis

OTOT BRONKHIAL

Sekresi kelenjar

LAMBUNG/USUS

Tonus dan motilitas

Tonus sfingter

KULIT

Otot pilomotor

VESIKA URINARIA

M. detrusor

Sfinkter (internal)

UTERUS

FUNGSI KELAMIN

HATI

PANKREAS

Asini

Sel beta

ADENOHIPOFISE

Konstriksi + (1),

Dilatasi ++ (2)

Konstriksi ++(1),

Dilatasi++ (2)

Konstriksi ()

Konstriksi (2),dll. (2)

Frekw jantung(1)

Konduksi dan kontraksi meningkat (1)

Konduksi dan otomatilitas (1)

Kontraktilitas, otomatilitas dan konduksi

Relaksasi ()

-------

Kontr. (midriasis) ()

Inhibisi

Di tapak tangan (1)

Sekresi air dan Ion K (1)

Sekresi amilase ()

-------

Relaksasi (2)

(1), (2)

+(1, 2)

(1)

Kontraksi ++ (1)

Relaksasi +(2)

Kontraksi ++(1)

Hamil: kontraksi (1),

Relaksasi (2)

Tidak hamil: relaksasi (2)

Ejakulasi +++ ()

Glikogenolisisdan glukogenesis +++

(1, 2)

Sekresi + ()

Sekresi + ++(2)

Sekresi + (2)

Sekresi ADH (1)

Sedikit dilatasi

Dilatasi ++

Dilatasi

(hanya kel.ludah)

--------

Frek denyut

Kontrakstilitas

Konduksi

Kontraktilitas

Kontr. (akomodasi)

Kontraksi (miosis)

--------

Stimulasi

Secara menyeluruh

Sekresi air dan

ion K +++

Stimulasi

Konstriksi ++

Stimulasi +++

+++

-

Kontraksi +++

Relaksasi ++

Variabel

Ereksi +++

SinTesis glikogen +

Sekresi ++

A

A

A

K

K

K

K

K

K

A

K

K

K

K

K

K

A

K

A,K

A

A

Serat-serat kolinergik pascaganglionik

= meningkat

A = adrenergik

K = kolinergik

= menurun

TRANSMITTER DAN RESEPTOR

Semua ujung saraf otonom praganglion adalah kolinergik karena membebaskan ACh. ACh bekerja pada reseptor ACh (reseptor asetlkolin muskarinik = kolinoseptor) pada sel-sel pascasinaptik demikian juga semua ujung saraf pascaganglion parasimpatis adalah kolinergik yang juga membebaskan ACh. ACh bekerja pada reseptor Ach di sel-sel efektor (otot polos, otot jantung, dan kelenjar).

Neuron simpatis pascaganglion melepaskan norepinefrin (NE). NE bekerja pada reseptor NE (resptor noradrenali/adrenoseptor) pada sel-sel efektor pascasinapsis.

Beberapa reseptor yang bereaksi terhadap obat-obat otonom tidak dipersarafi. Yang paling penting adalah kolinoseptor dari pembuluh darah. Suatu kolinoseptor khusus yang dipersarafi oleh serat simpatis di pembuluh darah otot rangka sudah dibicarakan di atas. Kolinoseptor yang tidak dipersarafi banyak tersebar di sistem pembuluh darah., dan bila diaktifkan oleh obat-obat kokinomimetik dengan efek langsung akan menimbulkan vasodilatasi umum pembuluh darah perifer.

ASPEK BIOKIMIA NEUROTRANSMITTER

Sintesis ACh dengan rate limiting step memungkinkan transpor kolin ke dalam ujung-ujung saraf. Sintesis ini dihambat oleh suatu analog ACh yang disebut hemikolinium. Rate limiting step dalam sintesis norepinefrin dan dopamin adalah hidroksilasi tirosin oleh enzim tirosin hidroksilase membentuk dopa. Proses ini dihambat oleh metrosin. Zat-zat yang menghambat sintesis ACh merugikan pengobatan, tetapi obat-obat yang menghambat sintesis katekolamin berguna dalam beberapa penyakit.

Proses metabolisme neurotransmitter merupakan target intervensi farmakologi yang potensial. Kerja ACh biasanya berakhir dengan metabolismenya dimana kolinesterase (AChE) menguraikan Ach menjadi asetat dan kolin. Kolin tidak aktif terhadap reseptor kolinergik. Pada transmisi adrenergik, metabolismenya tidak mengakhiri kerja transmitter adrenergik. Kerja transmitter adrenergik berakhir karena terjadinya difusi dan ambilan kembali (reuptake), mengurangi konsentrasi NE dan dopamin dicelah sinapsis dan menghentikan kerjanya. Namun zat ini dimetabolisasikan oleh monoamine oxidase (MAO) dan Cathecol-O-metyltransferase (COMT) dan produk dari enzim-enzim ini diekskresikan . penentuan ekskresi metanefrin, nor-metanefrin, 3-metoksi-4-asam hidroksimandelat dan metabolit lain selama 24 jam, memungkinkan pengukuran jumlah produksi transmitter dalam tubuh, dan ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis beberapa keadaan klinik tertentu.

INTEGRASI FUNGSI OTONOM

Integrasi fungsional terjadi melalui mekanisme umpan balik negatif (negative feed-back). Proses ini mempergunakan reseptor prasinapsis pada tingkat lokal dan refleks homeostatik pada tingkat sistemik. Pada farmakologi otonom, sistem refleks yang paling penting ialah yang mengatur tekanan darah. Hal ini harus diingat dan dipertimbangkan bila menganalisis efek obat yang bekerja pada jantung dan pembuluh darah sistem ini mengintegrasi refleks saraf beroreseptor dan refleks hormonal renin-angiotensis-aldosteron. Hal ini dinamakan umpan balik negatif.

Umpan balik lain ditemukan pada ujung saraf di beberapa sistem. Yang paling dikenal ialah umpan balik negatif dari NE terhadap pelepasannya sendiri dari terminal pascasinapsis adrenergik. Efek ini dimungkinkan oleh reseptor alfa-2. reseptor alfa-2 yang terletak pada ujung saraf prasinaps, diaktifkan oleh NE dan molekul serupa; aktivasi menghambat pembebasan NE lebih lanjut dari ujung saraf. Sebaliknya, suatu reseptor beta prasinaps dapat mempermudah pelepasan NE. Aktivasi selektif reseptor alfa-2 oleh suatu obat dapat diharapkan menurunkan efek simpatis dengan mengurangi pembebasan NE endogen. Obat antihipertensi tertentu (klonidin, alfa-metilnorepinefrin) dapat bekerja dengan cara ini. Kontrol penghambatan pembebasan transmitter tidak terbatas pada penghambatan transmiter sendiri. Terdapat bukti-bukti yang kuat yang menunjukkan terlibatnya prostaglandin dan polipeptida dalam regulasi pembebasan NER. Regulasi prasinaps oleh berbagai zat kimia endogen dapat terjadi pada semua serabut saraf.

ORGAN-ORGAN YANG DIPERSARAFI OLEH DUA JENIS SARAF.

Sebagai contoh organ yang dipersarafi oleh 2 jenis saraf ialah iris dan nodus sinoatrial. Iris dan nodus sinoatrial ini menerima persarafan simpatis maupun parasimpatis. Blokade ganglion (kolinergik) secara farmakologis menyebabkan hilangnya tonus simpatis maupun tonus parasimpatis. Jaringan ini bereaksi ke arah sistem mana yang lebih dominan, dan hasil akhir mirip dengan aktivasi dari sistem yang dominan. Sebagai contoh, yaitu pupil dan nodus sinoatrial pada orang muda didominasi oleh sistem parasimpatis.

Oleh karena itu blokade terhadap kedua sistem akan menyebabkan efek simpatomimetik (midriasis dan takikardi). Respons adrenergik dan respons kokinergik dan respons yang dominan pada perangsangan sistem simpatis dan parasimpatis dapat dilihat dalam tabel 24-1.

EFEK-EFEK DARI AKTIVASI OTONOM

Pengetahuan mengenai efek-efek aktivasi dari tiap bagian SSO memberikan dasar untuk meramalkan efek dari sebagian besar obat otonom. Termasuk juga pengetahuan mengenai persarafan dari berbagai sel efektor seperti jantung, otot polos, dan kelenjar-kelenjar. Dalam Tabel 24-1 juga disajikan daftar organ-organ dan jaringan yang harus diperhatikan dalam mempertimbangkan penggunaan obat-obat otonom.

Farmakologi Obat Otonom

Terdapat banyak tempat atau bagian dimana obat-obat otonom dapat bekerja. Tempat-tempat yang berfungsi seperti SSP yang merupakan pusat vasomotor, ganglia, terminal saraf pra- dan pascaganglion (misal: sintesis, penyimpanan dan pelepasan transmiter), reseptor pada sel efektor dan mekanisme yag melibatkan terminasi kerja transmiter (misal: metabolisme atau ambilan kembali).

Obat-obat otonom bekerja dengan :

Menghambat sintesis dan pembebasan neurotransmiter;Mempermudah pembebasan neurotransmiter;Berikatan dengan merangsang atau memblok reseptor; danMenghambat destruksi neurotrnsmiter.

Cara kerja berbagai obat otonom disimpulkan dalam tabel 24-2.

Tabel 24-2. Cara kerja obat otonom dengan contoh-contoh obatnya pada masing-masing cara kerja

Cara kerja

Adrenergik

Kolinergik

menghambat sintesis transmiter

menghambat pembebasan transmiter

mempermudah pembebasan transmiter

mengosongkan transmiter di terminal saraf

merangsang reseptor

memblok reseptor

Hemikolinium

Toksin botulinus

Karbakol (bukan efek utama), racun laba-laba black widow

-

Muskarinik:

- Ach, metakolin,

- Alk.tanaman ; Muskarin, Pilokarpin, Arekolin.

Nikotinik:

Ach, Nikotin

Muskarinik:Atropin

Nikotinik:

Di otot rangka:

Tubokurarin

Di ganglion otonom:

Heksametonium

Alfa-metil-paratirosin

Bretilium,

Guanetidin

Tiramin, Efedrin,

Amfetamin

Reserpin,

Guanetidin.

Umum : epinefrin

1 : fenilefrin

2 : klonidin

1, 2: Isoproterenol

1 : Dobutamin

2 : Terbutalin, Salbutamol

, : Labetalol

1, 2 : Fenoksibenzamin Fentolamin

2 : Prazosin

: Propanolol

1 : Asebutolol

Tabel 24-3. Penggolongan obat-obat susunan saraf otonom (SSO)

Golongan/subgol

Prototip

Analog utama

Obat lain

ADRENERGIK

Agonis umum

Langsung

Tak langsung

Agonis selektif

1, 2, 1

2> 1

2> 1

1 2

1 > 2

1 < 2

inhibisi ambilan

stim, reseptor Dopamin

Epinefrin

Tiramin

Norepinefrin (NE)

Klonidin

Fenilefrin

Isoproterenol

Dobutamin

Terbutalin

Amfetamin

Dopamin

-

-

-

-metil NE

Metoksamin

-

Prenaterol

Ritoridin

Kokain

Prenaterol

-

Efedrin

Hidroksiametamin

-

Guanabenz

Metaraminol

-

Albuterol

Metaproterenol

-

Golongan/subgol

Prototip

Analog utama

Obat lain

PENGHAMBAT ADRENERGIK

Penghambat

Penghambat

Fenoksibenzamin

Propranolol

Fentolamin

Metoprolol

Nadolol

Tinolol

Atenolol

Pindolol

Butoksamin

Labetalol

Tolazolin

KOLINERGIK

Agonis muskarinik

Agonis nikotinik

Penghambat kolinesterase

Asetilkolin

Asetilkolin

Neostrigmin

Ekotiopat

Muskarin

Betanekol

Pilokarpin

Nikotin, kolin

Suksinilkolin

Edroponium

Fisostigmin

Paration

Malation

Karbomoiloikolin

Metakolin

Neostigmin

Piridostigmin

Karbaril

Isofluorofosfat

Diklorvos

PENGHAMBAT KOLINERGIK

Antagonis muskarinik

Antagonis nikotinik

Regenerator kolinesterase

Atropin

Heksametonium (Nikotin)

Kurare

Pralidoksim

Skopolamin

Propantelin

Siklopentolat

Ipratropium

Trimetafan

Suksinilkolin

Pankuranium

Metskopolamin

Homatropin

Tropikamin

Mekamilamin

Atrokurium

Penggolongan Obat Otonom

Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi SSO dapat digolongkan menurut jenis efek utamanya (Tabel 24-3), yaitu golongan :

ADRENERGIK (simpatomimetik) yang mempengaruhi efek mirip dengan perangsangan aktivitas susunan saraf simpatik.PENGHAMBAT ADRENERGIK (simpatolitik) yang mempunyai efek penghambatan aktivitas susunan saraf simpatik.KOLINERGIK (parasimpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan peningkatan aktivitas susunan saraf parasimpatik.PENGHAMBAT KOLINERGIK (parasimpatolitik) yang mempunyai efek penghambatan aktivitas susunan saraf parasimpatik.OBAT GANGLION dengan efek merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion.

Obat kolinergik

Pendahuluan

Obat kolinergik dan antikolinergik bekerja dengan memodifikasi sifat neurotransmisi suatu neuron baik sentral maupun perifer. Rangkaian neuron yang mempunyai ciri dan sifat yang sama membentuk suatu sistem. Oabt kolinergik dan antikolinergik bekerja pada sistem kolinergik. Sebagai akibatnya maka sistem kolinergik yang dimodifikasi akan meningkat fungsinya atau dihambat fungsinya oleh obat-obat antikolinergik.

Tabel 25-1. contoh beberapa sistem dalam susunan saraf pusat.

Sistem

Neurotransmitter

Reseptor

Kolinergik

Adrenergik

Serotonergik

Dopaminergik

GABAergik

dll

Asetilkolin

Noradrenalin

Serotonin

Dopamin

GABA

Muskarinik (M)

Nikotinik (N)

Alfa dan beta

Serotonin (5-HT)

Dopamin (DA)

GABA-A

NEUROTRANSMITTER

Neurotransmitter yang terlibat dalam sistem kolinergik ini adalah asetilkolin (Ach) yang merupakan substansi biokimia endogen, bekerja menghubungkan transmisi impulas neuron prasinaptik dan neuropascasinatik pada suatu ganglion, atau neuron pascasinaptik dengan sel efektor seperti pada sambungan saraf otot. Ach disintesa oleh serabut saraf kolinergik dengan menggunakan kolin sebagai prekusor yang diambil dari cairan ekstracelluler dengan acetyl-CoA melalui bantuan enzim Choline Acetyl Transferase (ChAT). Sebelum digunakan, Ach akan tertumpah ke dalam celah sinaps untuk berikatan dengan reseptor muskarinik atau nikotinik. Setelah mengaktifkan reseptor tadi, dengan reaksi enzimatik. Ach akan dihidrolisa oleh enzim Acetyl Choline esterase (Ach-ase) menjadi kolin dan asam asetat. Kolin akan diambil kembali oleh ujung serabut saraf dengan mekanisme High affinity Neuronal choline Uptake (HANCU).

SUSUNAN SARAF PUSAT SINAPSEFEKTOR

Pusat kraniosakral--------------------------------------------ACh------------------------ACh

(parasimpatis)

Reseptor MOtot polos,

kelenjar

Pusat Torakolumbal-------------------------ACh----------------------------------------ADr

Reseptor N Reseptor Alfa/Beta

-------------------------------------------------------ACh.supraadrenal

E & NE

Pusat Motorik---------------------------------------------------------------------------ACh

NMJ

Reseptor N

Gbr.25-1 Sistemasi pada susunan saraf otonom.

ELEKTROFISIOLOGI

Pada umunya suatu neuron akan mengalami perubahan permeabilitas membran terhadap elektrolit tertentu akibat suatu rangsangan mekanik, kimiawi atau listrik pada neuron tersebut. Demikian pula neuron kolinergik akan mengalami perubahan polarisasi akibat perubahaan permeabilitas membran terhadap ion Na+, k +, atau Cl. Potensial istirahat suatu neuron = -70 mV. Pada suatu perangsangan yang menyebabkan depolarisasi, maka potensial membran naik menjadi + 20m V. Depolarisasi ini merambatn dari badan sel ke tepi sepanjang akson (propagasi) dengan kecepatan tertentu, dan setelah tiba diujung akson akan merangsang pembebasan Ach. Ach yang bebas di celah sinaps, lalu berikatan dengaan reseptor kolinergik pada prinsipnya juga melanjutkan aliran listrik ke arah distal. Pengaktifan reseptor juga akan merubah permeabilitas membran terhadap ion Ca++ di samping mengaktifkan beberapa second messenger dari neuron pasca sinaps atau sel efektor, seperti diaktifkannya sistem actin miosin pada sel otot oleh sambungan saraf otot sehingga otot berkontraksi.

MEKANISME KERJA

Secara sederhana obat kolinergik dan antikolinergik dapat dibagi secara sistematik sesuai dengan tempat kerjanya (site of action) pada sistem kolinergik sentral maupun perifer.

AGONIS ASETILKOLIN

Yaitu obat obat yang kerjanya mirip dengan Ach endogen dan dapat mengaktifkan reseptor kolinergik, sehingga memberi efek seperti rangsangan Ach.

Kolin Ester : obat sintetik yang inti strukturnya mengandung kolin.

Alkaloid : diekstraksi dari tumbuhan yang mengandung bahan aktif mirip Ach.

PENGHAMBAT ASETILKOLINESTERASE

Obat ini bekerja menghambat kerja enzim asetilkolinesterase, sehingga Ach dalam celah sinaps tidak terhidrolisa dan aktif lebih lama.

Reversibel : memblock enzim Achase yang bersifat sementara.

Ireversibel : memblock enzim Achase secara komplit dan menetap, sehingga akan menimbulkan gejala keracunan kolinergik.

ANTAGONIS ASETILKOLIN

Yaitu obat obat yang kerjanya berkaitan dengan reseptor muskarinik lebih awal, sehingga seolah memblock ikatan Ach dengan reseptornya yang lepas kemudian.sebagai akibat adalah Ach seolah tidak berefek lagi atau tidak merangsang sistem kolinergik.

ANTIKOLINERGIK : obat ini bekerja memblock reseptor muskarinik. Resultante kerja obat ini melumpuhkan sistem kolinergik baik sentral maupun perifer, terutama sistem parasimpatis, sehingga disebut juga parasimpatolitik.

ANTIGANGLIONIK : berikatan dengan reseptor nikotinik pada ganglion, sehingga bekerja menghambat transmisi neuronal ganglion.

PENGHAMBAT NEUROMUSKULER ; obat ini hanya mengikat reseptor nikotinik pada neuromuscular junction.

Agonis asetilkolin dan penghambat asetilkolinesterase sering disebut obat kolinomimetik.

Secara skematis, obat-obat perangsang atau penghambat reseptor kolinergik adalah seperti pada tabel 25-2.

Tabel 25-2. oabat obat merangsang dan yang menghambat reseptor kolinergik dengan masing-masing reseptornya.

Reseptor

Subtipe

Agonis

Antagonis

Muskarinik

M-1

Acetylcholine

Muscarine

Carbamylcholine

Atropine

Pirenzepine

M-2

Acetylcholine

Muscarine

Carbamylcholine

Atropine

Nikotinik

N-1

(ganglionik)

Acetylcholine

Nicotine

Hexamethonium

Mecamylamine

N-2

(otot skelet)

Acetylcholine

Nicotine

d-tubocurarine

Decamethonium

PENGGOLONGAN

Obat obat kolinergik dan antikolinergik dapat digolong-golongkan sbb :

KOLINOMIMETIK

RESEPTOR AGONIS

MUSKARINIK

Kolinester

Termasuk : asetilkolin, metakolin, karbakol, betanekol.

Alkaloid

Termasuk : muskarin, pilokarpin, okstremorin, arekolin.

NIKOTINIK

Ganglionik

Neuromuskuler

Termasuk ; nikotin, lobelin, koniin, dimetilfenilpiperazin (DMPP).

PENGHAMBAT KOLIN ESTERASE

REVERSIBEL (SEMENTARA)

Termasuk : neostigmin, fisostigmin, ambenonium, karbaril.

IREVERSIBEL (MENETAP)

Organofosfat ; isoflurat, soman, ekotiofat, paration, malation, paraokson, malaokson, tetraetilpirofosfat.

ANTIKOLINERGIK

ANTIMUSKARINIK

Alkaloid :

Contoh ; atropin (atropa belladona), skopolamin (hyoscyamus niger).

Penggunaan khusus :

Kuartener (gastrointestinal): propantelin, glikopirolat.

Kuartener (asthma): ipratropium

Tersier (perifer): pirenzepin, tropikamid, disiklomin

Tersier (parkinson): benztropin

ANTINIKOTINIK

Blokade ganglion

Termasuk: heksametonium (HC-3), mekamilamin, tetraetilammonium

Blokade otot-saraf

Termasuk : d-tubo kurare, dekametonium.

OBAT KOLINERGIK (KOLINOMIMETIK)

Obat obat kolinomimetik adalah obat yang dapat mengaktifkan sistem kolinergik. Ada 2 jenis kolinomimetik yang dikenal; obat yang beraksi langsung dan berefek mirip dengan asetilkolin endogen dan dapat merangsang/berikatan dengan reseptor kolinergik, muskarinik dan nikotinik, dan berefek secara tidak langsung dengan menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga memungkinkan asetilkolin endogen bekerja/berikatan lebih lama dengan reseptornya. Jadi secara umum efek obat-obat ini bersifat parasimpatis (=parasimpatomimetik) karena merangsang reseptor nikotinik pada ganglion serabut saraf parasimpatis, atau dapat pulaberefek simpatis (simpatomimetik) karena merangsang reseptor nikotinik pada ganglion serabut saraf simpatis. Oleh karena itu efek obat kolinomimetik bersifat ganda. Namun adanya obat golongan ini yang berefek selektif, jelas akan memebrikan efek yang selektif pula; parasimpatomimetik atau simpatomimetik saja.

Obat obat Reseptor Agonis

(efek langsung pada reseptor kolinergik)

FARMAKOKINETIK

Sesuai dengan struktur kimianya (lihat gbr.2-25), keempat obat ini mengandungammonium kuatener, yang bersifat relatif tidak stabil dalam lipid dan berpolarisasi, dan dapat berikatan dengan reseptor kolinergik. Ikatan dengan muskarinik reseptor bersifat stereoselektif: (S)-bethanecol 1000 kali lebih poten dari (R)-bethanecol.

Sifat absorpsi dan distribusinya hampir sama, ditentukan oleh sifat kelarutannya yang kurang baik dalam lipid. Oleh karena itu obat ini sulit masuk ke dalam SSP. Dihidrolisa sejak dalam saluran cerna oleh cholinesterase sehingga kurang aktif peroral. Juga sangat cepat dihidrolisa secara sistemis, sehingga pemberian subkutan hanya memberikan efek lokal. Methacoline 3 kali lebih tahan terhadap hidrolisa, sehingga pemberian lokal dapat pula memberi efek sistemik. Sedangkan carbachol dan bethanechol bersifat long acting. Methanechol dan bethanechol kurang peka terhadap reseptor nikotinik.

GBR 25-2

Tabel 25-3. sifat beberapa kolin ester

Obat

Anti muskarinik

Anti nikotinik

Kepekaan AChase

Acetylcholine-HCl

Methacoline-HCl

Carbachol-HCl

Bethanechol-HCl

+++

++++

++

++

+++

+

++

Tidak ada

++++

+

Tidak peka

Tidak ada

Alkaloid kolinomimetik tersier seperti pilocarpine, nicotine, dan lobeline dapat diserap dengan baik. Nicotine berupa suatu cairan yang dapat diserap oleh kulit karena larut dalam lipid. Muscarine adalah suatu amin kuartener yang kurang diserap oleh usus, tetapi bila tertelan (seperti jamur mushrooms) dalam jumlah besar dapat menimbulkan gejala keracunan kolinomimetik yang serius. Dieksresikan oleh urin. Klirens (pembersihan dari darah) amin tersier dipercepat dengan urin yang asam.

Oxotremorine, lobeline dan DMPP (suatu stimulan nikotinik yang sangat poten) hanya digunakan untuk percobaan di laboratorium saja.

FARMAKODINAMIK

Ada 2 mekanisme utama pengaktifan sistem parasimpatis untuk memodifikasi fungsi organ tubuh yaitu:

Secara langsung asetilkolin yang dilepas oleh ujung saraf parasimpatis mengaktifkan reseptor muskarinik pada organ yang dipersarafi.Secara tidak langsung asetilkolin yang dilepas oleh sistem parasimpatis memacu reseptor muskarinik (M2) pada ujung saraf simpatis untuk menghambat pelepasan norepinefrin (NE). Sehingga efek simpatis terlambat dan yang muncul hanya perangsangan parasimpatis saja.

Aktivasi reseptor muskarinik oleh kolin ester akan meningkatkan kadar cGMP (siklik guanosin monofosfat) dalam sitoplasma sebagai second messenger, memacu pengeluaran ion K+ darai dalam sel, meningkatkan hidrolisa inositol fosfolipid yang berperan memacu masuknya ion Ca++ ke dalam sel dan penting dalam proses kontraksi pada otot polos atau otot rangka, dan melemahkan kerja enzim adenilat siklase sehingga meningkatkan kadar siklik AMP sitoplasma, yang keadaan ini penting untuk proses sekresi oleh kelenjar. Sedangkan aktivasi reseptor nikotinik akan mengubah konformasi reseptor nikotinik yang memungkinkan diffusi ion Na+ dan K+ secara cepat sehingga terjadi depolarisasi neuron pasca sinaptik atau sel otot pada neuromuscular junction dan dipacunya fungsi dari otot tersebut. Resptor nikotinik ini hanya dapat dipacu satu kali, karena ada mekanisme depolarizing blokade, setelah itu harus ada masa refrakternya yang memungkinkan otot untuk berelaksasi.

Efek obat kolinomimetik ini pada berbagai organ mudah diduga, yang sesuai dengan efek perangsangan saraf parasimpatis karena diperantarai oleh reseptor muskarinik. Sedangkan obat kolinomimetik yang merangsang reseptor nikotinik jelas dapat dilihat efeknya pada organ yang dipersarafi oleh ganglion otonom atau motor end-plate otot rangka.

Tabel 25-4. Efek obat kolinomimetik pada berbagai organ tubuh.

Organ

Efek yang timbul

Mata

Otot sfingter iris

Otot siliaris

Kontraksi (miosis)

Kontraksi untuk melihat dekat (akomodasi)

Jantung

Nodus SA

Atrium

Nodus AV

ventrikel

Kronotropik negative (menurunkan frekwensi).

Inotropik negative (melemahkan kontraksi), dan mempersingkat masa refrakter.

Dromotropik negative (memperlamabat kecepatan konduksi, dan memperpanjang masa refrakter.

Sedikit melemahkan daya kontraksi.

Pembuluh darah

Atreri dan vena

Dilatasi, tetapi konstriksi pada dosis tinggi

Paru-paru

Otot bronkus

Kelenjar bronchial

Bronkokonstriksi.

Stimulasi.

Saluran cerna

Motilitas

Sfingter

Sekresi

Meningkat.

Relaksasi

Stimulasi.

Kantong kemih

Otot Detrusor

Trigonium dan sfingter

Kontraksi

Relaksasi

Kelenjar

Keringat, ludah, air mata

Sekresi.

Mata

Penetesan langsung obat kolinomimetik pada saccus conjuctiva menyebabkan kontraksi otot polos sfingter iris dan siliaris, dengan menimbulkan efek miosis dan akomodasi untuk melihat dekat.

Keuntungan dari kondisi ini, adalah terbukanya schelm canal yang memudahkan pengaliran keluar humor aqueous dari kamar depan mata dan menurunkan tekanan bolamata.

Sistem kardiovaskuler

efek utama obat kolinomimetik pada sistem ini adalah menurunkan tahan perifer dan memperlambat denyut jantung. Efek langsung pada jantung ini dimodifikasi pula oleh refleks homeostasis. Sebagai contoh; pemberian dosis kecil dari infus asetilkolin menyebabkan vasodilatasi yang disertai dengan takikardia, sedangkan pada dosis besar barulah tibul efek bradikardia dan penghambatan kecepatan konduksi nodus AV sehingga terjadi hipotensi.

Secara molekuler, kolinomimetik ini meningkatkan permeabilitas ion K+ dan menghambat masuknya Ca++ ke dalam otot atrium, sel nodus SA dan AV sehingga terjadi hiperpolarisasi, menurunnya daya kontraksi otot tersebut. Keadaan ini sebenarnya dilawan oleh refleks saraf simpatik karena adanya penurunan tekanan darah. Resultante kedua efek parasimpatis (kolinomimetik) dan simpatis ini sangat kompleks, tergantung dari kadar obat secara lokal yang mengikat reseptor muskarinik. Efek pada ventrikel kurang bermakna, namun pada dosis besar, efek perangsangan resptor muskarinik pada ventrikel inipun menimbulkan refleks seperti diatas. Efek vasodilatasi kolinomimetik hanya terjadi dengan bantuan substansi endothelium-derived relaxing factor (EDRF) yang terdapat pada pembuluh yang utuh.

Perkecualian : pilocarpine yang diberikan i.v akan menimbulkan hipertensi setelah fase hipotensi yang sangat singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya slow Exicitatory Postsynaptic potentials pada gangguan ototnom yang dapat diblok dengan pemberian atropin.

Sistem pernapasan

otot polos dan kelenjar mukosa pada bronkus akan dirangsang oleh kolinomimetik untuk berkontraksi dan sekresi sehingga menimbulkan gejala seperti asthma, atau dapat memperberat penderita yang memang asthmatik.

Saluran pencernaan

pemberian obat agonis muskarinik akan merangsang sekresi kelenjar utama kelenjar ludah dan lambung, serta meningkatkan aktifitas motorik saluran cerna dan merelaksasi sfinkter. Keadaan ini disebabkan oleh depolarisasi dan Ca++ pada otot polos saluran cerna.

Saluran kemih

merangsang otot detrusor dan merelaksasi trigonum serta sfingter yangberarti meningkatkan pengosongan kantong kemih. Otot uterus tidak begitu peka terhadap obat ini.

Kelenjar keringat, air mata dan nasofaring dirangsang aktifitas sekresinya oleh agonis muskarinik.

Susunan saraf pusat

otak didominasi oleh resptor muskarinik. Perangsangan kolinomimetik terhadap subtipe reseptor M1 menimbulkan perangsangan lambat, sedangkan terhadap subtipe reseptor M2 menyebabkan penghambatan lambat.

Reseptor muskarinik ini banyak ditemukan pada neostriatum, nukleus septal medial dan formatioretikularis serta hippokampus yang membentuk sistem kolinergik sentral dan berperan dalam fungsi kognisis. Sedangkan resptor nikotinik banyak ditemukan pada medulla spinalis dan serebelum serta sel Renshaw. Nikotin rokok peka sekali untuk merangsang reseptor nikotinik ini dan menimbulkan gejala perangangan pada reseptor tersebut, seperti tremor, emesis dan perangsangan pusat pernapasan. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan kejang-kejang dan koma.

Susunan saraf tepi

perangsangan ganglion otonom yang kaya dengan reseptor nikotinik dengan gejala baik parasimpatis atau simpatis. Efeknya pada jantung yang menonjol adalah perangsangan simpatis dengan timbulnya hipertensi yang dramatis. Efek demikian sebenarnya dapat dilawan oleh aksi vagal, sehingga timbul bradikardia. Sedangkan untuk ganglion yang mempersarafi saluran cerna dapat menyebabkan gejala mual muntah dan diare serta pengosongan kantong kemih.

Sambungan saraf otot.

Perangsangan rreseptor nikotinik pada neuromuscular junction menimbulkan depolarisasi karena perubahan permeabilitas terhadap ion Na+. Sinkronisasi depolarisasi inilah yang menimbulkan gejala klinis seperti dari fasikulasi tak terkontrol sampai kontraksi maksimal. Perangsangan reseptor nikotinik yang terus menerus karena lambatnya hidrolisa obat kolinergik justru menimbulkan depolarization blockade dengan gejala Flaccid Paralysis.

INDIKASI KLINIK

Obat kolinomimetik ini digunakan:

Penyakit mata: glaukoma, accomodative estropia.Gangguan saluran cerna dan kemih: atonia pasca operasi, neurogenic bladder.Gangguan neuromuscular junction: myasthenia gravis, paralisa oleh curare.Gangguan irama jantung: aritmia atrium tertentu.

Contoh penggunaan klinis:

Carbachol; dosis oral 1-4 mg, atau s.c. 0,2-0,5 mg untuk merangsang pengosongan saluran cerna dan kandung kemih setelah operasi. Juga untuk tetes mata dengan dosis 0,75-3%.Bethanechol; dosis 2-5 mg s.c. atau 5-30 mg peroral diindikasikan seperti carbachol, namun kerjanya lebih selektif pada kedua organ tadi.Pilocarpine; dosis 0,25 10% dalam solution untuk tetes mat pada pengobatan glaukoma.

Penghambat Asetilkolineterase (Kolinomimetik kerja tidak langsung)

FARMAKOKINETIK

Fisostigmin dan golongan organofosfat melarut dengan baik dalam lipid, sehingga mudah sekali diserap tubuh dan cepat masuk kedalam otak. Carbamate kurang baik diserap melalui kulit. Penyerapan organofosfat dapat melalui kulit, paru, saluran cerna dan conjuctiva, oleh karena walaupun untuk insektisida namun tetap berbahay pada manusia. Echothiophate sangat polar dan sangat stabil dibanding organofosfat lainnya, karena dapat digunakan untuk tetes mata dengan aktivitas berminggu-minggu. Insektisida thiophosphate (parathion, malathion) sanagt mudah larut dalam lipid, tetapi malathion mudah pula dimetabolisir pada burung dan mamalia, kecuali insekta dan ikan, oleh karena itu cukup aman bagi manusia. Hanya parathion yang kurang baik didetoksifikasi sehingga tetap berbahaya untuk manusia. Semua organofosfat kecuali echothiophate mudah didistribusikan ke seluruh tubuh termasuk otak dengan menimbulkan gejala keracunan yang serius.

FARMAKODINAMIK

Asetilkolinesterase (ACh-ase) merupakan suatu enzim yang sangat aktif. Pada tahap pertama ACh dihidrolisa menjadi kolin bebas dan enzim Achase yang terasetilasi. Pada tahap berikutnya asetilasi enzim ini terpecah dengan penambahan molekul air dan aktif kembali. Kedua tahapan ini memakan waktu sekitar 150 mikrodetik. Penghambat enzim ini mengakibatkan ACh yang dilepas oleh ujung saraf kolinergik tetap aktif mengikat reseptornya dan memberi efek yang lama terhadap perangsangan/pengaktifan reseptor yang bersangkutan.

Interaksi penghambat AChase ini tergantung dengan struktur kimia molekulnya.

Molekul yang mengandung alkohol kuartener (edrophonium) hanya menghambat 2 10 menit dan reversibel, karena ikatan molekulnya lemah sekali.Molekul yang mengandung ester carbamate (neostigmin dan fisostigmin) menghambat lebih lama (0,5 6 jam), karena ikatan covalen dari enzim yang terkabamilasi.Molekul yang mengandung organofosfat menyebabkan penghambatan yang cukup stabil dengan ikatan kompleks enzim yang terfosfolirasi. Ikatan ini baru terlepas sesuai dengan hidrolisa/ pemecahan ikatan O-P yang sangat lambat (aging). Hanya nukleofil yang sangat kuat saja seperti pralidoxime yang dapat memecah ikatan ini, lalu disebut sebagai cholinesterase regeneratos yang sangat berguna untuk mengatasi keracunan organofosfat.

Efek yang paling penting dari obat penghambat ACh-ase ini adalah pada: sistem kardiovaskuler, saluran cerna, mata dan neuromuscular junction. Efek yang ditimbulkan hampir sama dengan perangsangan obat agonis reseptor kolinergik.

SSP

Mengaktifkan semua sistem kolinergik sentral, tetapi pada dosis tinggi malah menimbulkan kejang-kejang, koma dan berhentinya pusat pernapasan.

Mata

Saluran cerna, saluran pernapasan dan saluran kemih: menimbulkan gejala seperti perangsangan parasimpatis.

Sistem Kardiovaskuler

Mengaktifkan parasimpatis dan simpatis. Pada jantung efek parasimpatis (aksi vagal) meninjol sekali. Bahkan efek parasimpatis ini diperberat karena refleks simpatis juga terlambat akibat pengaktifan reseptor M2 yang malah menekan pelepasan norepinefrin. Efeknya pada pembuluh darah dan penurunan tekanan darah tidak nyata seperti pada obat agonis reseptor. Pada pembuluh yang dipersarafi oleh saraf kolinergik, menimbulkan vasodilatasi yang dapat dilawan oleh perangsangan ganglion simpatis sehingga tidak terjadi hipotensi. Jadi pada dosis sedang menyebabkan bradikardia, penurunan cardiac output, tetapi pada dosis besar bradikardia makin jelas disertai dengan hipotensi.

Sambungan saraf otot

Pada dosis terapi memeprpanjang dan memperkuat aksi fisiologi ACh endogen. Efek ini bermanfaat sekali pada keracunan curare atau myasthenia gravis. Tetapi pada dosis tinggi justru menimbulkan fibrillasi. Aksi antidromik dari motor neuron menyebabkan fasikulasi. Neostigmin berefek agonis reseptor nikotinik pula yang sangat efektif untuk terapi myasthenia gravis.

Contoh obat yang digunakan untuk manusia.

Ambenonium; diberikan p.o. dengan dosis 10 mg.Demecarium; sebagai tetes mata 0,125-0,25%Echothiophate; untuk tetes mata 0,125-0,25%Edrophonium (tensilon) untuk parenteral 10 mg/mLIsoflurophate; dalam salep mata 0,025%Neostigmin (prostigmin); dosis 15 mg p.o. atau 0,25-1 mg/mL p.e.Fisostigmin (Eserine): untuk tetes mata 0,25-0,5% dan 1 mg/mL untuk i.m.Pyridostigmin (Mestinon); dosis 60 mg p.o. atau 5 mg/mL par.

Obat Antikolinergik

Sesuai dengan reseptor kolinergik yang dihambat, maka dikenal 2 jenis obat antikolinergik: antimuskarinik dan antinikotinik. Istilah parasimpatolitik atau simpatolitik sebenarnya kurang tepat, karena serabut sarafnya sendiri (parasimpatis dan simpatis) tidak mengalami kelumpuhan, hanya reseptornya masing-masing yang terdapat pada membran neuron pascasinaptik atau pada membran sel otot pada sambungan saraf otot yang diblok kerjanya.

Berdasarkan jenis reseptornya obat antikolinergik dibedakan atas obat antimuskarinik dan obat antinikotinik seperti terlihat dalam tabel 26-1.

Antimuskarinik

FARMAKOKINETIK

Atropin dan senyawa segolongan skopolamin merupakan ammonium tersier. Bentuk isomer 1 (-) dari kedua senyawa ini 100 kali lebih poten dari d (+) nya. Diekstraksi dari tumbuhan Atropa belladona dan Hyoscyamus niger. Mudah diserap dari saluran cerna atau conjuctiva.

Tetapi senyawa kuartenernya kurang larut dalam lipid dan sulit diserap. Distribusi merata ke seluruh tubuh, termasuk ke SSP dalam waktu 0,5-1 jam setelah diserap dari saluran cerna dengan menimbulkan gejala penghambatan sistem kolinergik, kecuali senyawa kuartener gejala penghambatan sistem kolinergik, kecuali senyawa kuartenernya tidak sampai ke SSP. Eksresinya juga cepat melalui urin, dengan waktu paruh sekitar 2 jam, sehingga efek penghambatan fungsi parasimpatis ini cepat menghilang kecuali mata, yang baru menghilang setelah 48 72 jam kemudian.

Kelinci mempunyai enzim atropin esterase yang cepat menginaktifkan atropin.

FARMAKODINAMIK

Atropin mencegah ikatan reseptor muskarinik dengan ACh dengan mengikat reseptor lebih dulu (competitive antagonist). Tetapi dosis besar agonis muskarinik mampu mencegah kerja atropin. Akibat pencegahan agonis reseptor ini, maka reaksi perangsangan reseptor kolinergik tidak terjadi. Efktivitas antimuskarinik ini bervariasi pada setiap jaringan tubuh. Jaringa yang sangat peka terhadap atropin adalah: kelenjar-kelenjar saliva, bronkus dan keringat. Otot polos dan jantung sedang saja kepekaannya, sedangkan sel parietal yang mensekresi HCl lambung sangat kurang peka. Pada semua jaringan tubuh, blokade atropin sangat nyata pada obat agonis muskarinik dibanding ACh endogen. Kerja atropin juga sangat selektif hanya pada reseptor muskarinik, sedangkan nikotinik kurang peka. Atropin ternyata kurang selektif terhadap reseptor M1 dan M2, tetapi pirenzepin ternyata sangat selektif terhadap reseptor M1, galamin yang merupakan antagonis reseptor.

Tabel 26-1. penggolongan antikolinergik dengan contoh-contoh preparatnya.

Golongan

Contoh preparat

1

ANTIMUSKARINIK

Alkaloid

Penggunaan khusus

Kuarteneri (saluran cerna)

Kuarteneri (asma)

Tersieri (perifer)

Tersieri (Parkinson)

Atropin (atropa belladona)

Skopolamin (hyioscyamus niger)

Propantelin

Glikopirolat

Ipratropium

Pirenzepin, Tropikamid, Disiklomin

Benztropium

2

ANTINIKOTINIK

Blokade ganglion

Blokade neuromuskuler

Heksametonium (HC-3)

Mekamilamin

Tetraetilamonium

d-Tubokurarin, dekametonium.

Nikotinik sangat selektif terhadap reseptor M2. senyawa kuartener lebih bersifat antinikotinik.

SSP

Pada dosis terapi, atropin memberi efek stimulansia ringan pada nukleus vagus yang menyebabkan bradikardia, dan efek sedasi lambat yang lama. Skopolamin memberi efek sedasi yang nyata dan amnesia. Pada dosis toksik justru timbul perangsangan, agitasi, halusinasi, dan koma.gejala tremor pada parkinson yang merupakan akibat dari aktifitas kolinergik yang berlebihan dan defisiensi sistem dopaminergik pada sistem ganglia basalis-striatum, dapat dihilangkan oleh atropin. Bahkan kombinasi atropin dengan obat dopaminomimetik (l-dopa) sangat baik sekali untuk penyakit tadi. Gangguan vestibuler yang menyertai transmisi kolinergik dapat dicegah dengan pemberian skopolamin.

MATA

Penetesan atropin mencegah efek perangsangan kolinomimetik, sehingga justru timbul pelebaran pupil (midriasis), dan paralisis otot siliaris mata (cikloplegia) dengan gejala hilangnya daya akomodasi untuk melihat dekat. Efek ini penting untuk funduskopi, tetapi berbahaya pada glaukoma sudut sempit. Juga keringnya kelenjar air mata.

SISTEM KARDIOVASKULER

Atrium dan nodus SA sangat kaya dengan persarafan parasimpatis, sehingga efek atropin sangat nyata karena penghambatan reseptor muskarinik di sini. Pada dosis sedang dan tinggi menimbulkan takikardia yang konsisten. Namun pada dosis kecil efek perangsangan pusat vagus memberi bradikardia. Demikian pula terhadap nodus AV, nampak adanya pengurangan interval PR pada ACG yang nyata. Otot atrium dan ventrikel kurang dipengaruhi oleh atropin. Pada dosis toksik, atropin dapat membelok konduksi AV yang meknismenya tidak diketahui. Vasodilatasi karena perangsangan simpatis kolinergik pada otot rangka dapat dilawan oleh atropin. Sedangkan efeknya langsung pada pembuluh darah tidak ada karena pembuluh darah tidak diinervasi oleh parasimpatis. Pada dosis toksik, beberapa individu menimbulakn efek vasodilatasi di kulit muka yang mekanismenya tidak diketahui. Efek pada hemodinamik tidak nyata, hanya takikardia ringan dan sedikit naiknya tekanan darah.

SISTEM PERNAPASAN

Penghambatan atropin terhadap reseptor muskarinik pada bronkus dan kelenjarnya menyebabkan bronkodilatasi dan pengurangan sekresi yang nyata. Efek demikian bermanfaat sekali pada penyakit yang menyerang jalan napas, walaupun efektifitasnya lebih rendah dari efek perangsangan B-adrenoreseptor. Keuntungan lain untuk pengurangan sekresi dan pencegahan spasme laring akibat penggunaan anestesi inhalasi.

SALURAN CERNA

Efek antimuskarinik pada organ ini nampak jelas berupa pelemahan motilitas usus dan pengurangan sekresi kelenjar. Tetapi pengaturan motilitas dan sekresi kelenjar ini juga dimodulasi oleh hormon lokal, maka efek antimuskariniknya tidak total. Efek pada kelenjar saliva nampak jelas berupa mulut kering. Efek penghambatan sekresi asam lambung kurang efektif. Pada dosis besar barulah jelas adanya pengurangan volume asam lambung, pepsin dan musin. Sekresi basal agaknya dicegah cukup efektif setelah dirangsang oleh makanan, nikotin rokok, atau alkohol. Pirenzepin lebih selektif daripada atropin dalam mengurangi asam lambung. Sekresi pankreas dan usus hanya sedikit saja dipengaruhi atropin. Penghambatan motilitas lebih nyata dengan penurunan tonus dan gerakan propulsi usus, oleh karena waktu pengosongan lambung memanjang dan mengurangi diare. Efek paralisis ini bersifat sementara. Beberapa senyawa golongan ini menunjukkan efek spasmelotik cukup baik.

SALURAN KEMIH

Merelaksasi dinding kandung kemih yang perlu pada kasus infeksi kandung kemih. Tetapi pada orang tua harus hati-hati dengan timbulnya retensi urin. Pada uterus tidak berefek sama sekali.

KELENJAR KERINGAT

Reseptor muskarinik pada kelenjar keringat yang berasal dari persarafan simpatis sangat peka dengan atropin. Pada bayi dan anak-anak justru mengakibatkan naiknya suhu tubuh karena berkeringat atropine fever , sedang pada orang dewasa baru terjadi pada dosis besar saja.

INDIKASI KLINIS

Indikasi klinis obat-obat antikolinergik adalah untuk:

Penyakit parkinson

Motion sckness

Funduskopi, hati-hati karena efeknya cukup lamaUlkus peptikum dan diare.Sinkop akibat aktivitas vagus yang berlebihanPramedikasi anestesiAsma bronkial (inhalasi ipratropium)Terapi simptomatis pada sistitis dan hiperhidrosisKeracunan kolinergik oleh organofosfat.

Pada keracunan organofosfat diberikan terapi atropin sulfat 1-2 mg tiap 5-15 menit (atropinisasi) sampai timbul gejala mulut kering dan midriasis. Lalu boleh diulangi, karena efek organofosfat baru berakhir sekitar 24-48 jam. Jika tersedia, berikan juga senyawa oxime seperti piridoxime (PAM), diacetylmonoxime (DAM), atau obidoxime untuk meregenerasi enzim ACh-ase.

Pada keracunan mushroom terdapat 2 tipe:

tipe cepat : setelah 15-30 menit memakan jamur Amanita muscaria timbul gejala perangsangan kolinergik seperti mual, muntah, diare, vasodilatasi, takikardi, berkeringat, salivasi, kandung bronkokonstriksi. Tindakan: cepat berikan atropinisasi.Tipe lambat : gejala baru timbul setelah 6-12 jam makan jamur Amanita phalloides seperti diatas, tetapi disertai kerusakan ginjal. Atropin tidak bermanfaat pada kasus ini.

EFEK SAMPING

Nilai terapi suatu organ mungkin menimbulkan efek nonterapi pada organ lain. Seperti efek antidiare penggunaan atropin disertai dengan efek midriasis dan sikloplegia dan sebaliknya. Efek hipertemia sering timbul pada anak-anak, yang dapat diatasi dengan pemberian fisostogmin 0,5-1 mg i.v pelan-pelan.

KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi ini tidak mutlak, seperti pada galukoma, hipertrofi prostat dan ulkus peptikum.

Contoh preparat Antikolinergik:

Anisotropin : dosis 50 mg p.oAtropin: dosis 0,4 0,6 mg p.o, 0,005-12 mg/mL p.e?, 0,5-3% tetes mata atau 0,5-1% salep mata.Alkaloid (extract) belladona, 15 mg/tablet yang mengandung 0,187 mg alkaloid.Clinidium: dosis 2,5-5 mg kapsul oralCyclopentolate: 0,5-2% tetes mata.Dicylomine: 10-20mg kapsul oral, 10 mg/mL,p.e ?Glycopyrrolate: 1,2 mg p.o, 0,2 mg/mL p.eHexocycllium: 25 mg p.oHomatropin: 2-5% tetes mataIsopropamide : 5 mg p.oL-hyoscyamine: 0,123 0,15 mg p.o, 0,5 mg/mL p.eMepenzole : 25 mg p.oMethantheline: 50 mg p.oMethscopolamine: 2,5 mg p.oOxyphenonium: 5 mg p.oOxyphencyclimine: 10 mg p.oPropantheline: 7,5 15 mg p.oScopolamine: 0,25 mg p.o, 0,3-1 mg/mL p.e, dan 0,25% tetes mataTridihexethyl: 25 mg p.oTropicamide: 0,5 1 % tetes mata.

Antinikotinik (Ganglion-blocking drugs)

Obat golongan ini memblok reseptor nikotinik pada ganglion otonom baik parasimpatis maupun simpatis. Oleh karena efeknya yang tidak selektif ini, kebanyakan obat ini hanya digunakan dalam percobaan laboratorium saja. Secara klinis efek terapinya hanya untuk mengontrol tekanan darah jangka pendek.

FARMAKOKINETIK

Semua senyawa golongan ini merupakan sintetik amin. Yang pertama dikenal adalah tetraethylammonium (TEA), kemudian dikembangakan hexametonium (C6) dan decamethonium (C10) yang dapat memblok depolarisasi neuromuskuler. Karena merupakan senyawa ammonium kuartener, maka penyerapan dan distribunya jelek. Hanya mecamylamine yang dapat diserap peroral. Trimethaphan hanya diberikan perinfus saja.

FARMAKODINAMIK

Obat penghambat ganglion ini bereaksi sebagai nondepolarizing competitive antagonist. C6 bekerja memblok pada kanal reseptor nikotinik, sedangkan trimethaphan memblok langsung reseptor nikotinik yang sifatnya dapat digeser oleh kadar agonis Ach yang tinggi.

SSP

Hanya Mecamylamine yang masuk SSP karena mengandung ammonium tersier dengan menimbulkan gejala sedasi, gerakan choreiform dan penyimpangan mental.

MATA

Timbulnya sikloplegia dan hilangnya daya akomodasi, efek pada pupil sulit diduga karena mendapat persarafan parasimpatis dan simpatis, tetapi karena parasimpatis dominan pada saat istirahat, maka efek penghambat ganglion berupa dilatsi sedikit.

KARDIOVASKULER

Karena persarafan utama pembuluh darah diatur oleh simpatis, maka obat penghambat ganglion berefek menurunkan darah tonus arteri dan vena, dan turunya tekanan darah (orthostatis hypotension) karena terlambatnya refleks postural. Pada jantung berupa menurunnya daya kontraksi dan sedikit takikardia.

SALURAN CERNA

Mengurangi sekresi, tetapi kurang efisien pda ulkus peptikum, dan terlambatnya motilitas sampai timbul konstipasi.

SISTEM LAIN

Sulit buang air kecil dan mungkin timbul retensi urine pada penderita yang hipertripi prostat. Dosis sedang juga mengganggu daya ereksi dan ejakulasi.

Jarang terjadi hipertermia karena penghambat kelenjar keringat dapat dilawan efeknya dengan vasodilatasi pembuluh darah kulit yang mengembalikan suhu normal tubuh. Karena reseptor muskarinik, dan adrenergik tidak terlambat, maka efeknya menjadi dominan.

INDIKASI DAN KERACUNAN

Hipertensi dalam keadaan gawat: dengan pemberian infus trimethaphan.Mengontrol perdarahan pada operasi neurologi.Edema paru akut: trimethaphan berfungsi mengurangi tekanan pembuluh darah paru.

TIP

Beberapa masalah klinik penting yang perlu diperhatikan dalam gangguan obat kolinergik dan antikolinergik adalah:

Kolinergik:Aktifitas parasimpatis yang berlebihan; hipotensi; bronkokonstriksi, berkeringat dan rasa tidak enak saluran cerna.Aktifitas ganglion yang berlebihan pada dosis besar.Keracunan mushroom dan organofosfat.Antimuskarinik berkurangnya sekresi, retensio urinae, midriasi, takikardia, dan hipertensi.Antinikotiik/penghambat ganglion: hati-hati karena efeknya tidak selektif.

27.Obat adrenergik

Neuron adrenergik dan Katekolamin

Neuron adrenergik ialah neuron/ saraf sistem saraf simpatis yang pada terminal sarafnya membebaskan nor-adrenalin (= nor-epinefrin (NE= noradrenalin) dan epinefrin (=epi= adrenalin) sebagai neurotransmitter.

Konsep dari serat saraf adrenergik adalah bahwa impuls-impulas saraf menyebabkan depolarisasi dan peningkatan permeabilitas terhadap ion kalsium yang masuk ke dalam serat pascasinaptik dan menyebabkan pembebasan NE dan sedikit epinefrin dari terminal saraf.

NE, Epi dan dopamin secara kimia termasuk golongan senyawa katekolamin (katekol adalah dihidroksibenzen). Senyawa-senyawa inididistribuasikan ke semua substansi dalam sel yang disebut sel-sel kromafin. Besarnya persentase berbagai katekolamin di dalam sel kromafin tergantung pada lokasi dan spesiaesnya. Dalam usus dopamin terutama banyak ditemukan dalam sel-sel non saraf. Dalam medulla adrenal ditemukan sedikit sekali dopamin, tetapi banyak sekali adrenalin. Pada organ-organ lain yang mungkin juga ada hubungannya dengan serat saraf, terdapat dopamin sebanyak 50% dari jumlah total ketekolamin dan selebihnya adalah NE dan Epi.

Dalam otak dopamin terdapat terutama dalam nukleus kaudatus dan berfungsi sebagai transmitter ditempat ini. Pada penderita parkinsonisme, dalam nukleus kaudatusnya terdapat kadar dopamin yang rendah sekali.

Katekolamin dibentuk dari asam amino fenilalanin seperti terlihat dalam Tabel 27-1.

Tabel 27-1. proses pembentukan katekolamin

Substrat

Reaksi enzim

Inhibitor

FENILALANIN

TIROSIN

DOPA

DOPAMIN

NORADRENALIN

ADRENALIN

Fenilalanin hidroksilase

Tirosin hidroksilase

Dopa dekarboksilase

Dopamine hidroksilase

Feniletanolamin-N-metil transferase.

metal tirosin

3 iodotirosin

Metildopa

Disulfiram

guanoklor

Umumnya katekolaminditemukan dalam partikel-partikel subseluler yang disebut granul kromafin atau storage granule, diperkirakan terdapat sebanyak 20-40% yang bebas dalam sitoplasma. Granul mempunyai ATP yang banyak, yang dalam kombinasi dengan katekolamin terdapat dalam rasio 1:4. juga mengandung suatu protein khusus yang larut (chromogranin) dan enzim dopamine-beta-oksidase.

Katekolamin disimpan dalam partikel subseluler yang disebut storage granule. Storage granule berfungsi: (1) mengambil dopamine dari sitoplasma,(2) mengoksidasinya menjadi NE,(3) emngikat dan menyimpanNE untuk mencegah difusi ke luar sel dan destruksi oleh enzim-enzim, dan (4) membebaskan NE setelah rangsangan fisiologik.

Medulla adrenal. Disamping epinefrin, medulla adrenal juga mengandung NE dan disekresi kedalam sirkulasi. Pada manusia dalam medula adrenal terdapat NE sebanyak 20% dari seluruh katekolamin yang ada didalamnya, dan persentasenya lebih tinggi lagi pada bayi baru lahir dan pada tumor medula adrenal. NE dan Epi mempengaruhi fungsi fisiologis berbagai target organ, termasuk otot polos pembuluh darah, jantung, hepar, jaringan lemak, dan otot polos uterus. Fungsi utama dari NE adalah untuk mempertahankan tonus simpatis yang normal dan pengaturan sirkulasi darah.

Pembebasan katekolamin . action potential yang sampai diterminal akson akan membebaskan katekolamin. Katekolamin disimpan dalam vesikel-vesikel dan dibebaskan oleh proses eksositosis.

Terminasi kerja dan metabolisme katekolamin. Efek katekolamin akan diakhiri dengan beberapa cara. Sebagian besar dari katekolamin dikembalikan ke granular pool dengan cara ambilan kembali (re-uptake) dan sebagian lagi didegradasi secara enzimatik. Cara-cara lain ialah termasuk redistribusi dan refleks-refleks kompensasi. Ambilan kembali secara aktif mempunyai peranan penting dalam terminasi kerja katekolamin (kecuali untuk katekolamin yang dibebaskan oleh medulla adrenal).

Degradasi metabolit katekolamin berlangsung dengan cara o-metilasi yang dikatalisir oleh enzim Catechol-O-methyltransferase (COMT-suatu enzim mitokondria) merupakan cara degradasi utama yang penting, disamping cara lain yaitu dengan oksidatif-deaminasi oleh mono amine oksidase (MAO-suatu enzim sitoplamik) atau dengan konjugasi. Kedua enzim ini terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam hepar dan ginjal. Metabolit katekolamin yang utama adalah normetanefrin, metanefrin dan asam 4-hidroksi-3-metoksimandelat (asam fanililmandelat atau FMA).

Reseptor Adrenergik

Setelah dibebaskan dari terminal saraf, katekolamin bekerja pada reseptor-reseptor adrenergik di sel efektor. Ahluquist pada tahun 1948 membagi reseptor adrenergik menjadi reseptor alfa () dan beta () berdasarkan responnya terhadap beberapa agonis dan antagonis selektif untuk masing-masing reseptor.

Efek yang ditimbulkan melalui reseptor pada otot polos umumnya adalah stimulasi seperti pada otot vaskuler di kulit dan mukosa; dan pada reseptor adalah inhibisi seperti terlihat pada otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka (tabel 24-1). Terdapat pengecualian, yaitu; (1) pada otot polos usus yang mempunyai reseptor dan , dan aktivasi kedua reseptor tersebut menimbulkan efek inhibisi. Hal ini terlihat dalam efek epinefrin pada usus yang bekerja pada reseptor dan reseptor menimbulkan relaksasi usus. Untuk dapat menghambat efeknya secara total diperlukan penghambatan reseptor dan . (2) pada jantung, yang mempunyai reseptor , dengan aktivasinya menimbulkan perangsangan denyut jantung dan kontraksi otot jantung.

NOREPINEFRIN (LEVARTERENOL)

FISIOLOGIS DAN FARMAKOLOGI. Norepinefrin (NE) yang disebut juga sebagai noradrenalin atau levarterenol adalah sebagai berikut: (1) disintesa oleh serat simpatis pascaganglion dan sel dilocus cereleus dan pons. (2) tidak dapat melewati sawar darah otak; (3) reseptor alfa memberikan efek fisiologis (lihat Tabel 24.1): (a) alfa-1 terutama pada membran pascasinaptik, sensitivitas terhadap epi= NE, isoproterenol; (b)alfa-2 terutama pada membran prasinaptik: sensitivitas Epi=NE isoproterenol (tidak ada aktivitas); (3) reseptor beta untuk efek fisiologis, lihat tabel 24.1; NE lebih poten pada reseptor beta-1 daripada beta-2. beta-1 bekerja terutama pada jaringan jantung; sensitivitas terhadap isoproterenol > epi =NE; beta-2 terutama terdapat pada otot polos dan kelenjar-kelenjar; sensitivitas terhadap isoproterenol > Epi > NE.

ISOPROTERENOL

Isoproterenol (= isopropilnorepinefrin = isoprenalin = isopropilarterenol) mempunyai efek yang paling kuat terhadap reseptor beta-1 dan beta-2, umumnya tidak mempunyai efek pada reseptor alfa (efeknya relatif murni terhadap reseptor beta).

Aktivasi reseptor beta-2 oleh isoproterenol merelaksasi hampir semua jenis otot polos. Efek ini terutama jelas bila tonus otot polos sebelumnya tinggi, dan paling jelas terlihat pada otot polos bronkus dan saluran cerna.

Otot polos pembuluh darah. Pemberian isoproterenol per infus pada manusia menurunkan tekanan darah diastolik, karena relaksasi otot polos pembuluh darah terutama otot rangka, dan juga mesenterium dan ginjal. Efek inotropik dan kronotropik positif menyebabkan curah jantung bertambah.

Otot polos bronkus. Isoproterenol bekerja sebagai antagonis fisiologik terhadap obat-obat atau terhadap penyebab asma yang menyebabkan bronkokonstriksi. Toleransi dapat timbul bila obat ini digunakan secara berlebihan. Pada asma isoproterenol juga menghambat pembebasan histamin pada reaksi antigen-antibodi. Efek ini juga dimiliki oleh antagonis beta-2 yang selektif.

Otot polos saluran cerna dan uterus. Isoproterenol menurunkan tonus dan motilitas usus juga motilitas uterus.

Susunan saraf pusat. Isoproterenol menstimulasi SSP. Efek ini tidak jelas pada dosis terapi.

INDIKASI KLINIK. Isopreternol diindikasikan untuk ;(1) mengatasi bronkospasme, diberikan secara inhalasi;(2) perangsang jantung, diberikan IV untuk pengobatan shok (jarang digunakan); (3) mengatasi bradikardi yang disertai hipotensi dan/atau angina.

DOBUTAMIN

EFEK FARMAKOLOGI

Secara kimia ada kaitannya dengan dopamin. Merupakan stimulator beta-1 yang selektif. Efeknya lebih sedikit pada reseptor-reseptor beta-2, alfa atau dopamin.

Kardiovaskuler. Dobutamin mempunyai efek inotropik positif sama seperti dopamin, tetapi efek kronotropik kurang kuat, lebih sedikit menyebabkan aritmia dan iskemia kardiak daripada dopamin; tidak menghasilkan vasodilatsi pada dosis rendah (dopamin menimbulkan vasodilatasi pada dosis rendah); efek vasokonstriksi minimal.

INDIKASI KLINIK

Dobutamin digunakan untuk kelemahan jantung kongestif pada periode pasca insufisiensi mitral, dengan miokarditis atau kardiomiografi dan setelah open heart surgery. Meningkatkan curah jantung dengan sedikit perubahan pada O2 miokard.

EFEK SAMPING

Efek samping dapat berupa: mual, muntah, sakit kepala, palpitasi, angina dan aritmia.

Adrenergik non katekolamin

Termasuk obat obat golongan adrenergik non katekolamin adalah: efedrin, fenilefrin, amfetamin, metamfetamin, mefentermin, hidroksiamfetamin, metaraminol, metoksamin, agonis beta-2 (orsiprenalin, salbutamol, terbutalin, fenoterol, ritodrin, isoetarin, kuinterenol, soterenol), dan lain-lain.

Aktivitas agonis simpatetik dapat dihasilkan dari pembebasan simpanan NE atau stimulasi langsung reseptor adrenergik. Kebanyakan obat adrenergik nonkatekolamin dapat diberikan peroral, dan banyak diantaranya mempunyai masa kerja yang lama, karena resistensi obat-obat ini terhadap COMT dan MAO dan dosisnya relatif besar. Efek sentral relatif kuat karena dapat melewati sawar darah otak.

TIRAMIN

Tiramin banyak ditemukan dalam anggur merah, bir, keju, coklat, dan banyak makanan lain. Diambil oleh neuron-neuron simpatis dan bekerja sebagai transmiter palsu untuk membebaskan katekol-katekol. Dalam kedaan normal senyawa ini didegradasi oleh MAO. Tidak digunakan dalam terapi.

TOKSISITAS. Bila tiramin dimakan oleh orang yang sedang menggunakan MAO inhibitor akan terjadi penurunan metabolisme MAO inhibitor, dan kadar tiramin dalam serum yang tinggi akan menimbulkan pembebasan katekolamin secara mendadak yang akan menginduksi terjadinya hipertensi krisis dan aritmia berat.

AMFETAMIN

EFEK FARMAKOLOGIK

Amfetamin menimbulkan pembebasan NE (efek-efek alfa dan beta yang kuat) dan dopamin. Eksresinya adalah melalui urin, umumnya dalam bentuk tidak berobah.SSP: stimulasi SSP menimbulkan irritabilitas, takipne, euforia, penekanan nafsu makan, peningkatan aktivitas motorik, dan dosis tinggi dapat menimbulkan psikosis yang dapat diobati dengan obat-obat blokade dopamin.Kardiovaskuler: meningkatkan tekanan darah, menurunkan refleks denyut jantung (bervariasi); dan merupakan aritmogenik pada dosis tinggi.

INDIKASI KLINIK

Amfetamin diinikasikan untuk; (1) penyakit kurang perhatian pada anak-anak (disfungsi otak yang minimal, hiperaktivitas); (2) sebagai narkolepsi; (3) penekan nafsu makan, hanya digunakan untuk jangka pendek (beberapa minggu) karena efek adiksinya. Adanya rebound weight gain menghilngkan manfaat obat ini.

EFEK SAMPING.dapat berupa (1) kelemahan, pusing, insomnia, disforia, tremor, sakit kepala, reaksi psikotik (jarang); (2) palpitasi, takikardi, hipertensi; (3)diare atau konstipasi; (4) impoten.

EFEK TOKSIK. Dosis berlebih dapat menimbulkan konfusi, delirium, paranoia, psikosis, aritmia jantung, hipertensi atau hipotensi, nyeri abdomen (pengasaman urin mempercepat ekskresi obat ini).

Penyalahgunaan dapat menimbulkan ketergantungan obat.

METARAMINOL

EFEK FARMAKOLOGI

Metaraminol mempunyai efek-efek farmakologi sebagai berikut: (1) bekerja sebagai false neurotransmitter dan sebagai agonis adrenergik; (2) stimulasi reseptor alfa dan beta-1 (efek langsung dan tidak langsung); (3) meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik dan sering menimbulkan refleks bradikardi.

INDIKASI KLINIK. Metaraminol digunakan untuk mengatasi hipotensi. Efek samping: sama dengan NE.

EFEDRIN

FARMAKODINAMIK. Efedrin adalah alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan Efedra. Farmakodinamik efedrin sama seperti amfetamin( tetapi efek sentralnya lebih lemah) atau mirip epinefrin. Dibandingkan dengan epinefrin, maka epinefrin dapat diberikan per oral, masa kerjanya jauh lebih lama, efek sentralnya kuat, dan untuk terapi diperlukan dosis yang jauh lebih besar dari dosis epinefrin. Bekerja merangsang reseptor ,-1 dan -2. efek perifer, bekerja langsung dan tidak langsung (melalui pembebasan NE endogen) pada efektor sel.

Seperti epinefrin, efedrin menimbulkan bronkodilatasi, tetapi efeknya lebih lemah dan berlangsung lama. Hal ini digunakan untuk terapi asma bronkial. Penetesan lokal pada mata menimbulkan midriasis. Pada uterus dapat mengurangi aktivitas uterus, dan efek ini dapat dimanfaatkan untuk dismenore.

INDIKASI KLINIK. Dalam klinik efedrin dapat digunakan untuk: (1) sebagai dekongestan diberikan peroral atau intranasal. Penggunaan yang terus menerus menimbulakn toleran. (2) pencegahan enuresis, karena efeknya meningkatkan tonus sfingter vesica urinaria. (3) sebagai midriatika untuk pemeriksaan mata. (4) pengobatan bronkospame (asma bronkial).

EFEK SAMPING: sama seperti pada amfetamin, tetapi efek samping pada SSP lebih ringan.

METOKSAMIN

Metoksamin adalah suatu agonis -1 relatif murni, bekerja langsung pada efektor sel. Efek sentral hampir tidak ada. Efek vasokonstriksi cukup kuat, menimbulkan kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik, disertai dengan efek bradikardi yang kuat dan perlmabatan konduksi AV. Toksisitasnya sama dengan fenilefrin. Penggunaan untuk hipotensi.

Agonis Beta-2 Selektif.

Termasuk golongan ini ialah: orsiprenalin (metaproterenol- inhalasi), salbutamol (albuterol- agonis beta-2 paling kuat, pemberian inhalasi atau per oral), terbutalin (inhalasi, subkutan atau per oral), fenoterol, ritodrin, isoetarin (dibanding obat-obat lain: mula kerjanya cepat, masa kerja pendek, pemberian hanya perinhalasi), kuinoterenol, soterenol, dan lain-lain. Dalam dosis kecilnya efeknya pada reseptor beta-2 jauh lebih kuat dari pada beta-1. bila dosis dinaikkan selektivitas ini dapat hilang. Efek perangsangan beta-2 pada paru menimbulkan bronkodilatasi, pada uterus dan pembuluh darah otot rangka menimbulkan vasodilatasi. Masing-masing obat agonis beta-2 mempunyai selektivitas yang berbeda-beda. Lihat juga seksi 43.

EFEK SAMPING. Dapat berupa; (1) mual dan muntah, (2) takikardi, palpitasi,hipertensi, dan disritmia, dan (3) sakit kepala dan tremor.

INDIKASI KLINIK.agonis beta-2 selektif terutama digunakan untuk terapi simtomatis brokospasme (asma bronkial). Untuk serangan akut asma bronkial dapat digunakan epinefrin subkutan 0,2-0,5 mg atau secara inhalasi (metered aerosol).

Obat Antiadrenergik Kamis

Obat-obat antiadrenergik (penghambat adrenergik= antagonis adrenergik) ialah obat-obat yang bekerja menghambat perangsangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya obat-obat ini dibagi atas 3 golongan, yaitu; (1) penghambat adrenoreseptor (penyekat adrenoreseptor), (2) penghambat saraf adrenergik, dan (3) penghambat adrenergik sentral.

Penghambat Adrenoreseptor

(Adrenoreceptor Blocker)

Penghambat adrenoreseptor (adrenoreceptor blocker) adalah obat yang bekerja menempati reseptor adrenergik sehingga menghambat interaksi obat adrenergik, neurotransmitter NE dan reseptornya, dengan akibat dihambatnya kerja adrenergik pada sel efektornya. Dengan demikian obat ini menghambat respons sel efektor adrenergik terhadap perangsangan saraf simpatik dan terhadap obat adrenergik eksogen.

Sesuai dengan jenis reseptornya, penghambat adrenoreseptor dibedakan atas 2 jenis, yaitu: (1) penghambat adrenoreseptor- (penyekat alfa) dan

(2) penghambat adrenoreseptor (penyekat beta).

ALPHA-BLOCKER

Yang termasuk alfa blocker atau penghambat reseptor alfa diantaranya adalah: derivat haloalkilamin, derivat imidazolin, prazosin, derivat alkaloid ergot, yohimbin. Obat ini bekerja dengan penghambatan kompetitif NE pada reseptor-. Pemakaian yang lama dapat menginduksi desensitasi reseptor.

Derivat haloalkilamin

Termasuk golongan ini ialah fenoksibenzamin dan dibenamin. Fenoksibenzamin mempunyai potensi 6-10 kali dibenamin, dan diabsorpsi lebih baik pada pemberian oral.

FARMAKODINAMIK

Mekanisme kerja. Dalam darah senyawa ini terurai jadi etilenimonium yang mempunyai efek inhibisi kompetitif yang reversibel. Selanjutnya etilenamonium akan terurai membentuk ion karbonium yang sangat reaktif yang membentuk ikatan kovlen yang stabil dengan adreno-septor alfa, yang mempunyai hambatan non kompetitif dan ireversibel. Dengan mekanisme kerja ini golongan obat ini mempunyai mula kerja yang lambat (walaupun pada pemberian IV) dan masa kerja yang lama (berhari-hari sampai berminggu-minggu). Karena itu golongan obat ini disebut alpha blocker non kompetitif dengan masa kerja lama. Fenoksibenzamin merupakan alpha-blocker dengan selektivitas sedang.

Efek pada organ-organ. (1) pada SSP menimbulkan efek sedasi atau stimulasi, mual dan muntah.

(2) pada mata menimbulkan efek miosis (inhibisi otot dilator).

(3) pada sistem kardiovaskuler terjadi sedikit penurunan tekanan darah diastolik, tetapi pada waktu berdiri atau pada penderita hipovolemi penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih hebat sebagai akibat blokade refleks vasokonstriksi, blokade pressor respons NE dan Epi.

(4) pada saluran cerna terjadi peningkatan motilitas dan sekresi kelenjar.

(5) pada saluran kemih kelamin terjadi gangguan ejakulasi, dan penurunan tonus sfingter.

(6) efek metabolik, terjadi peningkatan pembebasan insulin.

FARMAKOKINETIK

Derivat haloalkilamin diabsorpsi dengan baik dari semua cara pemberian, tetapi karena efek iritasi lokalnya hanya diberikan secara oral atau IV. Fenoksibenzamin per oral diabsorpsi dalam bentuk aktif sebanyak 20-30% saja. Fenoksibenzamin mudah larut dalam lemak dan pada pemberian dosis besar dapat terjadi penumpukan dalam lemak. Pada pemberian IV mulai kerjanya 1 2 jam. Waktu paruh hambatan sekitar 24 jam dan masih terlihat efek hambatannya setelah 3-4 hari. Pemberian tiap hari dapat menimbulkan efek kumulatif.

INDIKASI KLINIK

Fenoksibenzamin diindikasikan untuk:

Hipertensi sekunder akibat dosis berlebihan dari adrenergik agonis atau MAO inhibitor.Fenokromositoma. Pada waktu praoperatif diberikan per oral untuk mengatasi hipertensi dan pada waktu operasi diberikan I.VHiperefleksi otonomik akibat trauma pada medula spinalis.Profilaksis pada penyakit raynaud.

EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI

Efek samping karena Alpha blocker berupa: takikardi, hipotensi ortostatik, miosis, hidung tersumbat dan hambatan ejakulasi. Pada penderita hipovolemi dapat terjadi penurunan tekanan darah yang hebat.

Efek samping yang bukan karena efek blokade reseptor alfa dapat berupa: iritasi lokal (mual dan muntah pada pemberian oral), sedasi, perasaan lemah, dan kelelahan.

Derivat Imidazolin

Derivat imidazolin yang digunakan sebagai alfa bloker adalah fentolamin (alfa-1 dan alfa-2 blocker non selektif) dan tolazolin (alfa-2 blocker selektif).

FARMAKODINAMIK

Masa kerja penghambatan kompetitif lebih pendek dari fenoksibenzamin. Respon terhadap serotonin juga dihambat. Toksisitasnya lebih besar dari fenoksibenzamin. Dosis rendah menimbulkan vasodilatasi karena kerja langsung pada otot polos pembuluh darah.

INDIKASI KLINIK

Fentolamin (IV atau IM) dan tolazolin (IV,IM atau SK) digunakan untuk krisis hipertensi yang disebabkan oleh feokromositoma. Tolazolin jarang digunakan lagi.

EFEK SAMPING

Efek samping fentolamin dan tolazolin ialah:

(1) gejala stimulasi pada jantung berupa takikardi, aritmia, dan angina;

(2) gejala stimulasi saluran cerna berupa nausea, muntah, nyeri abdomen, diare dan kambuhnya ulkus peptikum.

Prazosin

Prazosin menghambat reseptor alfa-1 yang memberikan efek vasodilatasi. Pemberian prazosin menyebabkan efek presor epinefrin berubah menjadi efek depresor dan menghambat efek presor NE. prazosin merupakan alpha-1-blocker yang sangat selektif. Prazosin mengurangi tonus pembuluh darah arteri maupun vena, sehingga mengurangi alir balik vena dan curah jantung. Efek hemodinamiknya yaitu penurunan tekanan arteri; penurunan tonus arteri dan vena; curah jantung dan tekanan atrium knan yang hampir tidak berubah, seperti halnya dengan efek hemodinamik vasodilator langsung misalnya Na-nitroprusid.

Penggunaan utama ialah untuk pengobatan hipertensi. Selain itu juga digunakan untuk kelemahan jantung kongestif (sering ditemukan takifilaksis) dan penyakit Raynaud.

Lain-lain penghambat adrenoseptor

ALKALIOD ERGOT: alkaloid ergot secara klinik tidak dapat digunakan sebagai alpha blocker karena efek ini baru timbul pada dosis besar yang tidak dapat ditolerir oleh manusia.YOHIMBIN : adalah alkaloid tumbuhan yohimbehe. Merupakan alpha blocker kompetitif yang cukup selektif untuk reseptor alfa-2. obat ini dapat meningkatkan pembebasan NE endogen pada dosis yang lebih rendah daripada yang diperlukan untuk memblok reseptor alfa-1 di perifir. Obat ini dengan mudah melewati sawar darah otak dan dalam dosis kecil (kecil dari dosis yang diperlukan untuk memblok alfa-1-perifer) memblok reseptor alfa-2-sentral. Efek sentral berupa perangsangan yang menimbulkan kenaikan tekanan darah dan denyut jantung, hipermotorik dan tremor, dan antidiuretik akibat pembebasan vasopresin. Obat ini juga menghambat reseptor serotonin diperifir dan efek langsung pada pembuluh darah yang lemah. Pemberian yohimbin secara parenteral menimbulkan pengeluaran keringat disertai mual dan muntah.

Penggunaan sebagai aprodisiak tidak dapat dibenarkan karena dari segi pertimbangan manfaat resiko obat ini tidak menguntungkan.

BETA-BLOCKER

Termasuk dalam golongan ini ialah asebutolol, atenolol, metoprolol, propanolol, timolol, nadolol, dan lain-lain (lihat Tabel 28-1. dan Tabel 28-2). Prototip golongan ini ialah propranolol. Semua golongan beta-blocker mempunyai struktur kimia mirip dengan isoproterenol. Afinitas terhadap adrenoseptor beta dari beberapa preparat beta-blocker dapat dilihat pada Tabel 28-1.

FARMAKODINAMIK

Beta-Blocker menghambat secara kompetitif efek NE dan Epi endogen dan obat adrenergik eksogen pada reseptor beta. Potensi penghambatan efek takikardi isoproterenol digunakan sebagai ukuran dalam penentuan sesuatu obat beta blocker. Efek beta blocker dapat dilawan dengan pemberian obat adrenergik. Farmakodinamik utama pada beberapa beta-blocker dapat dilihat dalam Tabel 28-2. asebutolol, atenolol, dan metoprolol disebut beta-blocker kardioselektif karena dapat menghambat reseptor beta-1 pada jantung dengan dosis 50-100 x lebih kecil dari dosis yang diperlukan untuk menghambat adrenoseptor beta-2 pada pembuluh darah dan otot polos bronkus.

Tabel 28-1. selektivitas/afinitas beberapa beta blocker (terhadap adrenoseptor ) yang sering digunakan dalam klinik.

propranololoksprenololsotaloltimololmetoprololpindololasebutololatenololpraktolol

1 + 2

1 + 2

1 + 2

1 + 2

1 > 2

1 > 2

1 > 2

1 > 2

1 > 2

Tabel 28-2, jenis-jenis beta blocker dengan efek-efek farmakodinamiknya.

Nama preparat

Kardioselektivitas

Aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA)

Aktivitas stabilisasi membran (MSA)

Asebutolol

Atenolol

Metoprolol

Propranolol

Timolol

Nadolol

Sotalol

Pindolol

Karteolol

Oksprenolol

Alprenolol

Labetalol*)

+

+

++

-

-

-

-

-

-

-

-

-

+

-

-

-

+/-

-

-

+++

+++

++

++

+**)

+

-

+/-

++

-

-

-

+/-

+/-

+

+

+

*) juga merupakan alpha blocker

**) terbatas