materi hiv

Upload: david-christian

Post on 19-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Human Imunodeficiency Virus (HIV)Oleh:Cynthia Oktaviani (102013326)Fakultas Kedokteran Universitas Krida WacanaJl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510Email : [email protected]

PendahuluanLebih dari 60 juta orang dalam 20 tahun terakhir terinfeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV). Dari jumlah itu, 20 juta orang meninggal karena Acquired Immune Dificiency Syndrome (AIDS). Gallo dan Montagnier (2003) : Mengemukakan bahwa sindroma acquired immunodeficiency ini dikenal pertama kali tahun 1987 pada sekelompok penderita yang mengalami gangguan pada imunitas seluler dan menderita infeksi Pneumocystis carini. Steinbrook dkk (2004) : pada tahun 2003 jumlah penderita AIDS diperkirakan 40 juta dengan tambahan 5 juta kasus baru pertahun serta angka kematian yang berhubungan dengan HIV-AIDS sekitar 3 juta jiwa pertahun. Centre for Disease Control and Preventions (2002b) memperkirakan bahwa di US pada tahun 2001 terdapat 1.3 1.4 juta pasien yang terinfeksi oleh HIV dan lebih dari 500.000 juta diantaranya meninggal dunia.Ibu hamil dengan menderita penyakit HIV AIDS kemungkinan akan memperberat kemilannya dan pada saat proses persalinan. Oleh karena itu akan perlu diketahui bagaimana penanganan / penatalaksanaan pada ibu hamil dan bersalin yang mengidap HIV AIDS, dan hal tersebut akan dibahas pada makalah ini.

Pengertian AIDSAIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan Immune : Sistem kekebalan tubuh Deficiency : Kekurangan Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit. Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal. AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir ). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ). AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention ).

EtiologiAIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit.

PatofisiologiSel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

KlasifikasiSejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

a. Kategori Klinis AMencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa / remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C1) Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.2) Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty ).3) Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

b. Kategori Klinis BContoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :1) Angiomatosis Baksilaris2) Kandidiasis Orofaring / Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi)3) Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )4) Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.5) Leukoplakial yang berambut6) Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang berbeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.7) Idiopatik Trombositopenik Purpura8) Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

c. Kategori Klinis CContoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :1) Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus2) Kanker serviks inpasif3) Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata4) Kriptokokosis ekstrapulmoner5) Kriptosporidosis internal kronis6) Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )7) Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )8) Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)9) Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )10) Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner 11) Isoproasis intestinal yang kronis12) Sarkoma Kaposi13) Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak14) Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner )15) M.Tubercolusis pada tiap lokasi ( pulmoner / ekstrapulmoner )16) Mycobacterium, spesies lain, diseminata / ekstrapulmoner17) Pneumonia Pneumocystic Cranii18) Pneumonia Rekuren19) Leukoenselophaty multifokal progresiva20) Septikemia salmonella yang rekuren21) Toksoplamosis otak22) Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

Gejala dan tanda pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit.Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala.Diketahui oleh pemeriksa, kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

Komplikasia. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

b. Neurologik kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise total / parsial. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV).

c. Gastrointestinal Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.d. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus , dan strongyloides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.

e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.

f. Sensorik Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

PenatalaksanaanBelum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan : Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi. -Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi. -Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.-Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. -Mencegah infeksi ke janin / bayi baru lahir.Diagnosis penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan melalui pemeriksaan serologic dengan metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dan Western Born.Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya 500 mm3.

3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : Didanosine Ribavirin Diedoxycytidine Recombinant CD 4 dapat larut.

4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

HIV / AIDS dalam kehamilan dan persalinanSelama kehamilan, banyak perubahan sistemik yang terjadi pada tubuh ibu. Hal ini tentunya akan memperberat kerja organ organ dalam tubuh. Apalagi apabila ibu tersebut mengidap HIV positif. Tentunya akan memperparah kondisi penyakit dan kehamilannya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya (mother to child transmission MTCT) telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20 - 40%. Transmisi dapat melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian WHO masih menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan resiko penularannya. Jika seorang wanita tertular HIV, maka risiko menularkan ke bayi akan rendah jika kondisi tubuh di pertahankan sesehat mungkin. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko penularan adalah: merokok, narkoba, kekurangan vitamin A, kurang gizi, infeksi seperti STD, menyusui dll. Transmisi perinatal pada plasenta adalah sebagai berikut ;1. Mekanisme transmisi virus perinatal Invasi langsung pada trofoblas dan vili chorialis. Masuknya limfosit maternal yang terinfeksi kedalam sirkulasi janin. Infeksi oleh sel dengan reseptor CD4 dalam vili chorialis dan sel endothel villi. 2. Peran plasenta dalam proses transmisi virus Pemeriksaan invitro menunjukkan bahwa HIV-1 dapat melakukan infeksi pada trofoblas manusia dan sel Hofbauer pada setiap usia kehamilan Tidak jelas apakah infeksi HIV-1 pada plasenta dapat memfasilitasi infeksi HIV-1 pada janin atau justru dapat mencegah infeksi terhadap janin dengan melakukan tindakan isolasi terhadap virus. Kecepatan penularan HIV dari ibu ke janin, tergantung sejumlah faktor :1) Faktor yang meningkatkan penularan a. Ibu menderita AIDSb. CD4 rendah ( < 200 sel / mm3)c. Adanya p24 antigenemiad. Adanya chorioamnionitis histologise. Persalinan preterm

2) Faktor yang menurunkan penularan a. Adanya antibodi terhadap protein HIV gp 120b. Perawatan prenatal yang berkualitasc. Pemberian ZDV ( zidovudine )

Berikut perawatan ibu hamil dengan HIV :Pada prinsipnya pemeriksaan HIV adalah merupakan bagian dari pemeriksaan antenatal yang bersifat sukarela. Konseling adalah bagian penting dari perawatan bagi penderita HIV.Strategi perawatan bagi ibu hamil berbeda dengan strategi perawatan pada ibu tidak hamil.

Tujuan terapi : Menekan jumlah virus. Restorasi dan preservasi fungsi imunologis.Pada pasien tak hamil, terapi ditawarkan bila CD4+ T cells , 350 sel/mm3 atau kadar HIV RNA plasma > 55.000 copi/mL. Pada wanita hamil, terapi harus lebih agresif oleh karena penurunan kadar RNA adalah penting bagi penurunan transmisi perinatal tanpa memperhitungkan CD4+ atau kadar HIV-RNA plasma.Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunistiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan. Zidovudine (juga di kenal dengan ZDV, AZT atau Retrovir) merupakan obat pertama yang di lisensi untuk mengobati HIV. Saat ini penggunannya dikombinasikan dengan obat anti-virus lainnya dan sering dipergunakan untuk mencegah penularan ke bayi. ZDV harus diberikan sejak trimester II dan dilanjutkan terus selama kehamilan dan persalinan. Efek samping berupa mual, muntah dan sel darah merah dan putih yang menurun. Jika tidak diambil langkah langkah pencegahan, risiko penularan HIV setelah kelahiran diperkirakan 10-20%. Kemungkinan penularan lebih besar lagi jika bayi terekspos darah atau cairan yang ada HIVnya. Penolong persalinan harus menghindarkan memecahkan ketuban, episiotomi, serta prosedur - prosedur lain yang mengekspos bayi dengan darah atau cairan darah ibu. Penurunan resiko penularan ketika kelahiran dengan seksio sesaria. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure.Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan2. Gunakan sarung tangan saat menolong bayi3. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS4. Gunakan pelindung mata (kacamata)5. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksisPerawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Suatu penelitian tahun 1994 oleh National Institutes of Health (AS) mendapatkan bahwa dengan pemberian ZDV pada bumil yang HIV-positif saat hamil dan pada bayinya (dalam 8-12 jam setelah lahir) akan menurunkan risiko penularan kebayi sebesar 66 persen. Bayi harus diberikan ZDV selama 6 minggu pertama kehidupannya. Delapan persen bayi masih akan terkena infeksi jika ibunya diobati dengan ZDV, dibandingkan 25 persen jika tidak diobati. Tidak ada gejala efek samping yang berarti pada bayi selain adanya anemia ringan yang akan segera membaik ketika pemberian obat dihentikan.

Penutup KesimpulanPenyakit HIV AIDS merupakan penyakit yang menyerang sistem imun / kekebalan tubuh yaitu pada Limfosit T-helper, dengan gejala gejala yang disertai dengan infeksi oportunistik. Pada kehamilan dan persalinan terdapat resiko yang cukup tinggi dengan tertularnya virus dari ibu dengan HIV (+) kepada bayinya dengan cara melalui plasenta, pada saat persalinan dan menyusui. Tetapi hal ini dapat diturunkan resikonya dengan pemberian Zidovudine selama kehamilan dan menghindari melakukan tindakan tindakan yang dapat membuat bayi terpajan dengan darah ibu HIV (+).

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknyosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi 3. YBP SP : Jakarta.2. Varney. Helen. 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. EGC. Jakarta3. Saifuddin, A. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBP SP. Jakarta4. http://www.americanpregnancy.org5. http://www.odhaindonesia.org/trackback/44