manajemen sab pada pediatrik

44
PENDAHULUAN Tehnik regional anestesi adalah salah satu tehnik yang digunakan dalam menajemen anestesi selain general anestesi. Tehnik ini dibagi 2 yaitu blok neuroaksial (sub arachnoid, epidural dan kaudal blok) dan blok perifer. Masing-masing blok dapat dilakukan dengan injeksi tunggal atau dengan kateter untuk memberikan bolus atau infus secara kontinyu. Regional anestesi menjadi alternatif pilihan selain general anestesi. Dapat juga digunakan bersamaan dengan general anestesi atau untuk analgesia post operatif dan untuk manajemen gangguan nyeri akut atau kronis (Morgan, 2006). Neuroaksial blok akan menghasilkan blok simpatis, analgesi sensorik, dan blok motorik ( tergantung dosis, konsentrasi, dan volume obat lokal anestesi ) setelah memasukkan jarum pada centroneuroaxis. Meskipun ada persamaan, namun ada juga perbedaan fisiologi dan farmakologi yang berbeda dari masing-masing tehnik ini. Pada sub arachnoid blok yang disebut juga spinal anestesi, obat lokal anestesi dimasukkan ke dalam rongga sub arachnoid. Sedangkan pada epidural dan kaudal, obat dimasukkan ke dalam rongga epidural. Spinal anestesi hanya membutuhkan obat dalam volume kecil untuk menghasilkan analgesi sensorik, tetapi sebaliknya epidural anestesi membutuhkan obat lokal anestesi dalam volume yang lebih besar yang menghasilkan (Morgan, 2006). Blok regional pada pediatrik adalah teknik anestesi yang digunakan pada pasien yang sadar atau dikombinasi 1

Upload: fachrizalrikardi

Post on 15-Nov-2015

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Manajemen SAB Pada Pediatrik

TRANSCRIPT

MANAJEMEN SAB PADA PEDIATRIK

PENDAHULUAN

Tehnik regional anestesi adalah salah satu tehnik yang digunakan dalam menajemen anestesi selain general anestesi. Tehnik ini dibagi 2 yaitu blok neuroaksial (sub arachnoid, epidural dan kaudal blok) dan blok perifer. Masing-masing blok dapat dilakukan dengan injeksi tunggal atau dengan kateter untuk memberikan bolus atau infus secara kontinyu. Regional anestesi menjadi alternatif pilihan selain general anestesi. Dapat juga digunakan bersamaan dengan general anestesi atau untuk analgesia post operatif dan untuk manajemen gangguan nyeri akut atau kronis (Morgan, 2006).Neuroaksial blok akan menghasilkan blok simpatis, analgesi sensorik, dan blok motorik ( tergantung dosis, konsentrasi, dan volume obat lokal anestesi ) setelah memasukkan jarum pada centroneuroaxis. Meskipun ada persamaan, namun ada juga perbedaan fisiologi dan farmakologi yang berbeda dari masing-masing tehnik ini. Pada sub arachnoid blok yang disebut juga spinal anestesi, obat lokal anestesi dimasukkan ke dalam rongga sub arachnoid. Sedangkan pada epidural dan kaudal, obat dimasukkan ke dalam rongga epidural. Spinal anestesi hanya membutuhkan obat dalam volume kecil untuk menghasilkan analgesi sensorik, tetapi sebaliknya epidural anestesi membutuhkan obat lokal anestesi dalam volume yang lebih besar yang menghasilkan (Morgan, 2006).Blok regional pada pediatrik adalah teknik anestesi yang digunakan pada pasien yang sadar atau dikombinasi dengan anestesi umum. Mungkin kita berpikir bahwa tehnik regional anestesi pada pediatrik merupakan perkembangan yang relatif modern, tetapi ternyata tehnik ini telah dipergunakan sejak bertahun-tahun yang lalu. Bier, pada laporannya tentang regional anestesi yang dipublikasikan pada tahun 1899 mendiskripsikan efek tehnik ini pada anak laki- laki usia 11 tahun. Pada tahun 1900, Bainbridge melaporkan pada 5 orang anak usia di bawah 8 tahun dan pada tahun 1901 beberapa laporan pada anak usia 3 bulan sampai 6 tahun (Maurice, 1990).

Tehnik ini semakin populer. Di Kanada terdapat penelitian serupa sekitar tahun 19301940an. Junkin,1933 dan Robson, 1936 melaporkan penggunaan spinal anestesi pada pasien operasi bedah thoraks pada anak-anak, sedangkan Koster, 1928 merekomendasikan tehnik ini pada operasi kepala dan leher. Penerbitan mengenai spinal anestesia oleh Leigh dan Belton di bukunya Pediatric Anesthesia pada tahun 1948. Sedangkan Lemmon dan Hager pada tahun 1944 melaporkan penggunaan tehnik spinal anestesi kontinyu pada 33 anak (Maurice, 1990).

Tujuan penulisan referat ini didasarkan pada kenyataan bahwa tehnik sub arachnoid blok adalah tehnik dalam anestesi yang sering kita gunakan sehari-hari. Namun penggunaan tehnik ini pada pediatrik jarang kita gunakan bahkan penulis tidak pernah menjumpai tehnik ini dilaksanakan selama menempuh pendidikan. Padahal tehnik ini semakin populer digunakan di luar negeri. Dikatakan juga bahwa tehnik sub arachnoid blok yang diterapkan pada pediatrik menawarkan banyak keuntungan walaupun juga tidak menutup kemungkinan mempunyai komplikasi yang merugikan. Secara anatomi dan fisiologi anak-anak berbeda dengan dewasa. Prinsip yang harus dipegang adalah bahwa anak-anak bukanlah dewasa dengan ukuran yang lebih kecil tetapi mempunyai spesifikasi sendiri. Perlulah kiranya kita lebih banyak mendalami tentang tehnik sub arachnoid blok yang dilaksanakan pada pediatrik, untuk itulah maka referat ini dibuat. Meskipun jauh dari sempurna semoga referat ini dapat menjadi pemicu untuk dilakukan studi lebih lanjut mengenai tehnik ini.ANATOMI DAN FISIOLOGI SAB PADA PEDIATRIK

Perbedaan anatomi dan fisiologi pada anak dan dewasa berbeda sehingga hal ini akan mempengaruhi tehnik regional anestesi yang akan digunakan. Bayi baru lahir mempunyai ukuran kepala yang relatif lebih besar dibanding ukuran tubuhnya dengan tungkai dan kaki yang kecil. Saat proses pertumbuhan, perbandingan ini terbalik dan meskipun kepala terus tumbuh tapi lebih lambat daripada tubuhnya. Jadi secara relatif ukurannya berkurang. Saat seorang anestesiologis akan melakukan blok sentral pada anak- anak dari bayi sampai dewasa harus diperhatikan pula perubahan pada ukuran tubuh (Maurice, 1990).

Gambar 1.Perubahan proporsi tubuh dari lahir sampai dewasa

Sumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD SingaporePemahaman tentang perkembangan medula spinalis dan struktur tulang belakang dalam mempelajari anatomi anak. Pada saat embryo medula spinalis menempati seluruh kanalis spinalis, tetapi selama periode fetal pertumbuhan kanalis spinalis melebihi struktur syaraf. Medula spinalis berakhir lebih rendah pada neonatus dan bayi (L3) dibandingkan dewasa dan akan mencapai posisi seperti dewasa pada umur 1 tahun (L1-L2). Selaput meningen di S3 sewaktu lahir dan akan mencapai S3-S4 pada umur 1 tahun. Untuk menghindari trauma langsung medula spinalis oleh jarum, pungsi lumbal untuk blok subarachnoid pada neonatus dan bayi hanya dilakukan di ruang L4-L5 atau L5-S1. Lamina vertebralis belum bisa diklasifikasi dengan baik sehingga pendekatan median lebih disukai dibanding dengan pendekatan paramedian dimana pada pendekatan paramedian jarum melewati lamina vertebra. Pelvis pada fetus, bayi, dan anak-anak sedikit berukuran kecil dan berbentuk corong. Selama periode neonatus diameter vertikal bertambah panjang pada diameter lateral dan sagital. Saat lahir, pintu panggul cenderung lebih sirkuler. Kavitas asetabular lebih dangkal dan relatif lebih besar dimana foramen obturatoria proporsinya lebih kecil dan terletak lebih mendekat (Maurice, 1990).

Gambar 2. Perbandingan ketinggian medula spinalis dan kanalis spinalis pada bayi dan anak usia 1 tahunSumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore

Perbedaan anatomi yang lain adalah sakrum. Pada neonatus sakrum lebih sempit dan datar dibanding dewasa. Pendekatan ke ruang subarachnoid dari kanalis kaudalis lebih mudah pada neonatus dibanding dewasa sehingga duramater lebih mudah tertusuk (Alifimoff, Cotte, 1993; Ecoffey, 2002; Dalens, 2000).Volume cairan serebrospinal lebih besar pada bayi dan anak dibanding dewasa. Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 15 kg mempunyai cairan serebrospinal yang relatif tinggi (4 ml/kgBB) dibanding dengan dewasa (2 ml/kgBB). Pada bayi setengah dari total cairan serebrospinal berada di ruang subarachnoid, sementara pada dewasa jumlahnya hanya 25%. Hal ini bisa menerangkan mengapa pada bayi dan anak dibutuhkan obat lokal anestesi dengan dosis lebih tinggi untuk menghasilkan anestesi yang adekuat. Tekanan hidrostatis bervariasi antara 30-40 mmH2O pada posisi horisontal. Dibanding dengan dewasa tekanan ini jauh lebih rendah. Tekanan ini menjadi lebih rendah pada pasien yang dianestesi umum serta jika pasien diposisikan trendelenburg. Akhirnya jarak dari kulit ke ruang subarachnoid sangat pendek pada neonatus (kurang lebih 1,4 cm), secara progresif meningkat sesuai umur (Alifimoff, Cotte, 1993; Ecoffey, 2002; Dalens, 2000; Maurice, 1990).

Gambar 3. Perubahan posisi krista iliaka pada usia yang berbeda

Sumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore

Gambar 4. Dermatom sensorik pada bayi

Sumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore

Sejak lahir tulang belakang mempunyai fleksura yang tunggal dan teratur sehingga akan mempunyai orientasi yang sama pada ruang intervertebra yang akan ditusuk. Namun dengan perkembangan fleksura servikalis (kepala tegak) dan kemudian lordosis lumbalis (posisi duduk) orientasi penusukan harus disesuaikan (Dalens, 2000). Perbedaan lain adalah isi ruang peridural pada anak berbeda dengan dewasa. Pada dewasa lemak terdapat dalam lobule yang padat dipisahkan oleh jaringan fibrosa, sedangkan bayi mempunyai jaringan lemak yang spongious. Lobule yang gelatinous memisahkan satu dengan yang lain sehingga memudahkan penyebaran longitudinal larutan yang diinjeksikan. Resistensi relatif terhadap blokade epidural pada akar ayaraf di L5-S1 sebagaimana dewasa tidak ditemukan pada pasien pediatrik karena diameter serabut syaraf yang lebih kecil. Ruang subarachnoid dipisahkan di medial. Myelinisasi dimulai pada periode fetus. Dimulai dari regio servikal berlangsung secara progresif ke bawah sampai usia 3 tahun. Myelin yang tidak lengkap pada pasien anak membuat penetrasi lokal anestesi menjadi lebih baik. Pada bayi diameter serabut syaraf lebih kecil, serabut myelin lebih tipis dan jarak internodal lebih pendek sehingga dibutuhkan konsentrasi lokal anestesi yang lebih rendah untuk mengurangi efek toksik yang terjadi (Ecoffey, 2002; Dalens, 2000).

Efek fisiologi dan blok sentral yang terjadi mempunyai perbedaan antara anak dan dewasa. Beberapa penelitian mengatakan bahwa insiden hipotensi sesudah spinal dan epidural anestesi jarang terjadi bila dibandingkan dengan pasien dewasa. Tetapi disamping status volume intravaskuler sebelum operasi dan tinggi blok simpatis, baik tekanan darah maupun kardiak indeks dimodifikasi dengan terjadinya blok. Sebelum regional anestesi harus dilakukan pemasangan infus. Hipotensi sekunder dari blok simpatis sering ditemukan pada pasien dewasa tapi jarang pada pasien pediatrik. Tekanan darah, curah jantung, dan aliran darah karotis sebagaimana diukur dengan scanning Doppler dipertahankan stabil (Ecoffey, 2002).

Efek anestesi setelah pemberian obat akan terlihat sangat cepat dalam 2-4 menit. Pada pasien yang sadar akan mudah mengenali paralisis yang terjadi pada ekstremitas bawah. Bagaimanapun ketinggian yang sebenarnya lebih sulit untuk ditetapkan, hanya akan terlihat dari stimulus pembedahan pada dermatom area yang dioperasi. Hal yang mungkin adalah menilai tes pin poin ketinggian blok dengan mengamati tanda klinis yang terjadi berupa paralisis interkostal saat blok mencapai T5. Demikian pula dengan penurunan blok akan terindikasi dengan kenaikan heart rate dan tekanan darah serta dikonfirmasi kemudian dengan gerakan pada ekstremitas bawah. Tetapi penilaian saat pembedahan sangat tidak tepat. Setelah pembedahan ketinggian blok dapat mudah dikenali menguji dengan es untuk mengetahui respon dingin. Tehnik ini telah dicoba dan menemukan kemungkinan untuk memprediksi kembalinya gerakan ekstremitas bawah saat sensasi dingin tidak berefek pada segmen thoraks (Maurice, 1990).

Gambar 5. Skema efek fisiologi sistem kardiovaskulerSumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

Blok spinal dapat dipergunakan pada operasi dengan durasi singkat (lebih dari 45 menit, atau 60 menit bila ditambahkan vasokonstriktor) pada regio sub umbilikal. Oleh karena itu dimungkinkan juga tehnik ini dipergunakan pada operasi abdominal seperti appendiktomi dan herniotomi inguinal, serta operasi pada genitalia eksternal dan ekstremitas bawah. Grup umur yang mungkin sekali diuntungkan adalah neonatus dan bayi prematur yang menderita sindrom respirasi distress dan yang mempunyai resiko apneu apabila dilakukan anestesi umum (Maurice, 1990).

Risiko apneu yang mengancam jiwa (menahan nafas, hipoksemia, bradikardi, atau kombinasi) sesudah pembedahan meningkat signifikan pada bayi prematur (dengan insiden lebih dari 80%), tanpa memandang tehnik anestesia yang dipakai. Insiden gangguan respirasi secara umum sesudah operasi dilaporkan antara 20-50-%.

Ada 3 faktor yang berhubungan dengan apneu post operatif yaitu :1. Bayi dengan umur kehamilan 15kg

1% hyperbaric tetracaine0.5 mg/ kg(0.05 mL/ kg)0.4 mg/ kg(0.04 mL/ kg)0.3 mg/ kg

(0.03 mL/ kg)

5% hyperbaric lidocaine*0.5 mg/ kg

(0.05 mL/ kg)2 mg/ kg

(0.04 mL/ kg)1.5 mg/ kg

(0.03 mL/ kg)

0.5% hyperbaric bupivacaine0.5 mg/ kg

(0.1 mL/ kg)0.4 mg/ kg

(0.08 mL/ kg)0.3 mg/ kg

(0.06 mL/ kg)

0.5% isobaric bupivacaine**0.5 mg/ kg

(0.1 mL/ kg)0.4 mg/ kg

(0.08 mL/ kg)0.3 mg/ kg

(0.06 mL/ kg)

* Hyperbaric lidocaine has little application in infants and its safety is questioned, as it is in adults. The FDA recommends diluting 5% lidocaine with an equal volume of cerebrospinal fluid before injecting the total dose.** Only hyperbaric bupivacaine has legal approval for intrathecal injection in many countries, even though nonhyperbaric solutions are being increasingly used

Sumber : Dalens BJ, 2000. Regional Anesthesia in Children, in Anesthesia, Fifth edition, Miller, RD, Churchill Livingstone

PERALATAN

Tehnik yang dipergunakan sedikit berbeda dengan yang dipergunakan pada dewasa kecuali pada peralatan yang dipergunakan. Jarum seharusnya lebih pendek (3,5-5 cm) dibanding jarum spinal dewasa dengan diameter berkisar antara 22 sampai 26G. Beberapa ahli anestesi mempergunakan jarum logam internal dari kanula perkutan pendek. Kanula Deserett no 24G berisi jarum dengan no 27G dan ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu akan memberikan ketegangan dan penetrasi yang mudah. Cairan serebrospinal akan terlihat jelas aliran baliknya karena jarumnya terbuat dari plastik transparan dan panjangnya ideal untuk dipergunakan pada bayi. Ada 2 tipe syringe yang digunakan, yaitu ukuran 2 ml dengan Luer lock adapter dimana masing- masing interval 0,1 ml dan syringe insulin 1 ml yang lebih akurat dimana intervalnya 0,025 ml. Yang terakhir sesuai untuk bayi dimana volume cairan serebrospinal di jarum penting untuk kesesuaian dosis. Tidak adanya stilet merupakan kerugian karena kehilangan cairan serebrospinal yang tidak perlu dapat dicegah (Maurice, 1990).

Gambar 7. Jarum spinal anestesi. Spinocan paed

Sumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore

TEHNIK PELAKSANAANPremedikasi

Apabila dibutuhkan premedikasi benzodiazepin biasanya diberikan per rektal pada anak lebih dari 6 bulan beserta dengan sulfas atropin. Anak-anak yang sudah dipremedikasi kemudian dilakukan anestesi umum. Bayi dan neonatus lebih dari 3 bulan tidak memerlukan anestesi umum. Saat untuk melaksanakan blok harus disesuaikan dengan jadwal makan bayi karena ada 2 alasan, pertama bayi yang lapar akan menangis sehingga operasi akan sulit dilaksanakan. Sedangkan yang kedua adalah hipotensi akibat blok simpatis sesudah spinal anestesi dapat terjadi jika puasa terlalu lama. Setelah alat monitor rutin (ECG, tekanan darah, pulse oksimeter, dan stetoskop prekordial) anak yang sudah dipremedikasi kemudian dilakukan anestesi umum. Posisi

Anak diposisikan lateral dekubitus dengan sisi yang akan dioperasi pada bagian bawah tapi pada neonatus dan bayi kurang dari 3 bulan lebih disukai posisi duduk. Metode dalam melaksanakan pungsi dura tidak berbeda dengan dewasa, sebaliknya fleksibilitas tulang belakang anak akan membuat ruang intervertebrae lebih mudah diidentifikasi. Posisi lateral dekubitus dipertahankan dan dicek sebelum dilakukan penusukan untuk memastikan punggung dalan keadaan vertikal. Jarum ditusukkan paralel dengan meja operasi. Pada neonatus dan bayi, harus diperhatikan leher tidak boleh difleksikan seperti pada dewasa karena posisi ini akan menymbat jalan nafas. Telah dibuktikan bisa terjadi hipoksemia selama pungsi lumbal pada neonatus yang kondisinya lemah bila difleksikan. Posisi duduk memberikan keuntungan untuk secara cepat mengetahui pungsi dura sudah berhasil, karena pada posisi duduk tekanan hidrostatis cairan lebih tinggi, sehingga alirannya lebih lancar melewati jarum spinal (Maurice, 1990; Alifimoff, Cote, 1993; Dalens, 2000).Proyeksi dan puncture

Puncture dilakukan di garis tengah pada L3-4 pada anak- anak lebih dari 1 tahun, dan pada L4-5 pada bayi karena pada usia ini medula spinalis berakhir pada L3. Lamina bayi pada usia ini belum diklasifikasi secara sempurna sehingga tidak bisa dijadikan landmark yang bisa dipercaya untuk pendekatan paramedian. Tidak diperlukan introducer, bahkan untuk jarum 26 G karena kulit anak yang tipis. Tetapi pengggunaannya akan mengurangi resiko larutan aseptik terbawa ke ruang subarachnoid. Bevel dan jarum diarahkan lateral, sehingga serat seperti dipisahkan dan tidak terpotong. Hal ini akan meminimalkan ukuran lubang akibat tusukan.

Gambar 6. Posisi duduk anak

Sumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore

Abajian, 1984 menganjurkan pada anak lebih baik tidak mengaspirasi cairan serebrospinal sehingga jumlah obat lokal anestesi yang kecil tidak diencerkan. Injeksi harus dilakukan perlahan tidak kurang dari 20 detik, untuk ini dianjurkan pemakaian syringe insulin terutama pada bayi dan neonatus. Suntikan yang terlalu cepat mengakibatkan difusi luas dari larutan sehingga durasi blok menjadi lebih singkat. Sebagai tindakan yang aman, syringe hanya berisi sejumlah obat lokal anestesi yang akan digunakan. Sesudah obat lokal anestesi dimasukkan ke ruang sub arachnoid, kaki pasien tidak boleh diangkat lebih tinggi dari kepala, khususnya jika pada elektrokauter akan digunakan karena hal ini bisa menimbulkan total spinal. Alifimoff, 1993 telah mengalami kasus total spinal dengan agen tetracaine dosis 0,6 mg/kgBB. Mungkin ada beberapa faktor seperti penggunaan jarum dengan ukuran cukup besar (No.22) dan syringe tuberkulin menyebabkan injeksi dengan tekanan tinggi melewati jarak yang relatif pendek antar vertebra, kombinasi hal tersebut membuat kecepatan injeksi merupakan salah satu pertimbangan penyebab total spinal pada neonatus dan bayi. Dead space dari jarum 0,004 ml, harus diperhitungkan ketika menentukan dosis. Dosis lokal anestesi yang tidak cukup akan membuat level anestesi yang rendah atau patchy analgesia. Blok yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan aktifitas otot interkostal yang terlihat dengan penurunan ekspansi dinding dada dan timbul pernafasan yang paradoksal (Maurice, 1990; Alifimoff, Cote, 1993; Shenkman et al, 2002).

Sesudah jarum ditarik, anak diposisikan supine jika dikehendaki anestesia yang bilateral. Jika larutan hiperbarik digunakan, kepala dan thorak agak ditinggikan (sekitar 15-20 derajat) selama 2-3 menit untuk mencegah level spinal blok yang terlalu tinggi jika posisi ini dipertahankan lebih lama level blok mungkin inadekuat, tapi pada larutan isobarik anak harus diposisikan datar. Bila akan dilakukan unilateral anestesia, posisi lateral dekubitus dipertahankan 1 menit sesudah injeksi larutan hiperbarik. Hanya sekitar 2-4 menit waktu yang diperlukan untuk mencapai analgesia pada bayi. Pada anak yang lebih besar, beberapa penulis mengatakan sesudah 5 menit dapat dicapai analgesia yang maksimal. Pada anak yang sadar, mudah dilihat adanya kelumpuhan pada ekstremitas bawah, tetapi level anestesi yang dicapai sangat sulit ditentukan. Toleransi terhadap stimulus pembedahan mengindikasikan bahwa blok minimal mencapai dermatom yang menginervasi daerah operasi. Selain itu kita bisa melihat level blok dengan memperhatikan paralisis interkostal, dimana hal ini menjadi prominen jika blok mencapai Th5. Hal yang sama, regresi blok dapat dilihat dengan memperhatikan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, yang dikonfirmasi kemudian dengan adanya gerakan pada ekstremitas bawah (Maurice, 1990; Shenkman et al, 2002).

JARAK KULIT - SUBARACHNOID

Maurice, 1990 telah melakukan pengukuran kedalaman jarum pada saat injeksi lokal anestesi pada 23 anak umur 1-9 tahun. Berdasarkan studi itu diambil kesimpulan bahwa kedalaman jarum tidak berkorelasi dengan umur, tinggi, dan berat badan. Kedalaman jarum bervariasi dari 17-40 mm, hal ini mendukung pendapat bahwa jarum spinal pediatrik tidak melebihi 4,5-5 cm. Penggunaan jarum yang pendek memungkinkan akurasi yang lebih baik dan dead space menjadi minimal, hal ini sangat bermakna pada anak karena lokal anestesi yang dibutuhkan hanya kecil jumlahnya (Maurice, 1990).Gambar 7. Jarak kulit-subarachnoid menurut umur

Sumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore

KOMPLIKASI

Pengalaman dengan spinal anestesi pada anak masih terbatas meskipun tehnik ini sudah dilakukan pada dewasa. Penggunaannya pada pediatrik jauh lebih sedikit dibanding anestesi kaudal dan epidural. Hal ini menyebabkan sedikitnya data tentang efek samping. Tidak ada alasan yang jelas kenapa anak relatif lebih tahan terhadap komplikasi yang biasa ditemukan pada dewasa (Maurice, 1990).

Semua penulis setuju bahwa stabilitas kardiovaskuler dapat dipertahankan pada anak yang dilakukan spinal anestesi. Selain itu mobilisasi sebaiknya dihindari karena dapat terjadi sinkope ketika anak didudukkan. Fakta menunjukkan semakin tinggi blok yang didapat maka hipotensi akan semakin nyata. Stabilitas hemodinamik dapat dipertahankan karena tensi pada bayi tidak tergantung pada tonus vasomotor serta penurunan aktifitas kompensasi dari vagal (Maurice, 1990; Shenkman, 2002).Suresh, 2006 dalam laporannya bahwa hipotensi dan bradikardi adalah hal yang jarang terjadi pada anak-anak meskipun blokade tinggi dan tidak dilakukan loading cairan sebelumnya (10ml/ kgBB). Namun bagaimanapun tetap direkomendasikan pemasangan jalur intravena sebelum dilakukan spinal anestesi pada neonatus dan bayi. Dalam penelitian yang dilakukan Puncah, dkk. melaporkan dari sampel 1132, hanya 27 yang menerima analgesia tambahan. Semua blok spinal diberikan sedasi. Hipotensi jarang dilaporkan. Sedikit penurunan tekanan darah dilaporkan pada 9 dari 942 pasien umur 10 tahun. Loading cairan untuk meningkatkan preload jarang dibutuhkan pada anak (Suresh, 2006).

Risiko utama yang lain adalah masuknya infeksi ke ruang sub arachnoid dan ini harus dicegah dengan tehnik aseptik yang baik. Harus diperhatikan larutan aseptik yang digunakan tidak boleh terbawa masuk ke ruang sub arachnoid lewat jarum spinal. Kesulitan yang sering dihadapi adalah kegagalan dalam mencapai blok yang adekuat. Hal ini dapat disebabkan oleh blok yang rendah atau karena prosedur pembedahan yang panjang. Problem dapat diatasi dengan memberikan infiltrasi lokal anestesi, meningkatkan inhalasi atau memberikan ketamin. Jika ada keraguan bahwa lokal anestesi tidak cukup panjang untuk prosedur pembedahan dapat diberikan adjuvant berupa adrenalin (Maurice, 1990).

Sakit kepala sesudah pungsi dura merupakan efek samping yang lain. Pada dewasa insidennya tergantung umur dengan insiden tertinggi pada dewasa muda. Berdasarkan hal itu resiko komplikasi ini diharapkan tinggi pada anak. Insidennya sukar untuk diukur karena hanya sedikit studi yang memfokuskan pada hal ini. Diameter jarum merupakan faktor penyebab yang penting pada dewasa. Maurice mendapat 2 kasus sakit kepala sesudah pungsi dura pada 22 spinal anestesi anak umur 3-8 tahun dengan jarum no.22. Bila ukuran jarum dikurangi menjadi no.24, 25, 26 tidak ditemukan sakit kepala sesudah pungsi dura pada 60 kasus spinal anestesi anak umur 2-8 tahun. Insiden sakit kepala post pungsi dura dilaporkan sebesar 2% dengan jarum no.20-22 pada pasien umur 2-17 tahun, tetapi pada studi tersebut tidak dirinci secara detail tentang distribusi sakit kepala sesuai dengan umur. Studi retrospektif pada 18059 anak dengan spinal anestesi tidak ditemukan sakit kepala pada anak umur di bawah 11 tahun. Hasil yang serupa, suatu studi prospektif pasien onkologi pediatrik yang menjalani pungsi lumbal diagnostik atau terapi dengan jarum no.20 dilaporkan bahwa sakit kepala post pungsi dura jarang ditemukan pada pasien anak dengan umur di bawah 13 tahun dibanding anak yang lebih tua. Pada sebagian besar kasus, sakit kepala bersifat ringan dan menghilang secara spontan. Tidak jelas kenapa pada anak-anak mempunyai insiden yang rendah. Ada spekulasi bahwa tekanan cairan serebrospinal yang rendah pada anak merupakan faktor proteksi terhadap kebocoran cairan serebrospinal lewat bekas pungsi sehingga tidak terjadi sakit kepala. Alternatif lain adalah perubahan hormonal sesuai dengan umur telah diusulkan sebagai penjelasan yang lain (Maurice, 1990; Ecoffey, 2002).

Insiden PDPH lebih sedikit terjadi pada anak dibanding dewasa. Kejadian 8% telah dicatat pada sub grup pasien onkologi dengan pungsi dura. Penggunaan tipe jarum yang berbeda juga telah dipelajari. Mereka terbagi menjadi 2 grup menggunakan jarum Quincke atau jarum Whitacre pencil point. Tidak ada perbedaan kejadian nyeri kepala antara 2 grup (15% Qiuncke, 9% Whitacre, p=0,43). Selain itu kejadian nyeri kepala tidak begitu berbeda antara 2 grup dengan 8 dari 11 pasien berumur