malaria

Upload: azizah-boenjamin

Post on 04-Mar-2016

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kasuss

TRANSCRIPT

Makalah Kasus V

Malaria Tertiana Benigna (Malaria e.c Plasmodium Vivax)

Kelompok Tutorial A3

Tutor Pembimbing : drg.Neni Novitasari

Nama Anggota Tutorial:

Ganang Aji Handoko

(0910211145)

Riska Kurniawati

(1010211051)

Sabilla Sheridan

(1010211068)

Karlita Riandini

(1010211072)

Hana Fathia Ardi

(1010211077)

Irsyad Arrais P M

(1010211082)

Gina Novita Sari

(1010211107)

M.Arif Rahman

(1010211084)

Rahma Rufaida Susetyo

(1010211137)

Puti Anindia Raissa

(1010211139)

Masagus Moh.Edsel Q

(1010211142)

Sundari Mahendrasari

(1010211144)Fakultas Kedokteran

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Tahun Ajaran 2012-2013

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang dengan izinnya maka makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah kasus keempat tutorial, yakni Kasus Malaria Tertiana Benigna (Malaria e.c Plasmodium Vivax)

Kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Tutorial A3 atas segala pengarahan, bimbingan, dan kasih sayang yang telah dicurahkan selama proses tutorial. Terima kasih juga kepada kelompok tutorial A3 atas kerjasamanya dan semua orang yang telah mendukung untuk terselesaikannya makalah ini.Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai laporan dan penunjang dari tugas tutorial.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.

Terimakasih atas perhatiannya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Oktober 2013

PenyusunLembar Pengesahan

Makalah Kasus

Malaria Tertiana Benigna (Malaria e.c Plasmodium Vivax)

Diajukan untuk memenuhi tugas tutorial di

Fakultas Kedokteran

UPN Veteran Jakarta

Pada Tanggal: ........................................

Telah ditandatangani dan disetujui

Di Jakarta

Pembimbing Tutorial

drg.Neni NovitasariSkenario KasusPage 1

Tn.Maladi, 45 tahun, Seorang pekerja tambang datang ke rumah sakit tempat anda bekerja dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu.

Satu minggu yang lalu dia baru pulang dari Papua setelah bertugas selama 6 bulan disana.

Keluhan demam didahului oleh malaise, anoreksia, nausea, vomitus, juga disertai myalgia, arthralgia.

Demam dirasakan hilang timbul sejak 2 hari sekali. Keluhan sakit kepala hebat (-), mata kuning (-), riwayat batuk pilek (-), sakit tenggorokan (-), sesak napas (-), bintik-bintik di ekstremitas (-), BAK normal, penurunan kesadaran (-), kejang (-).

Di Papua, Tuan Maladi tinggal di mess karyawan, disekitar mess banyak rawa-rawa. Teman satu mess ada yang menderita keluhan yang sama.

Tuan Maladi belum mengobatikeluhan tersebut.

QUESTION :

Identifikasi masalah pasien!

Hipotesis apa yang dapat anda buat dari masalah pasien tersebut?

Informasi apa lagi yang anda butuhkan untuk menangani pasien ini?

Page 2

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: Tampak sait sedang, kesadaran kompos mentis

Tanda Vital

: T = 110/80 mmHg, RR= 26x/menit, N=98x/menit, S=38,5C, BB/TB=70

kg/169 cm.

Kepala

: Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, coated tongue (-).

Leher

: KGB Tidak membesar, Faring tidak hiperemis, Tonsil T1/T1 tenang.

Toraks

- Cor

: Batas Kanan= Linea sternalis dekstra. Batas Kiri= Medial dari linea

medioklavikularis sinistra. Batas Atas= Intercostal space III sinistra.

Bunyi Jantung I-II murni,reguler, murmur (-), S3 Gallop.

- Pulmo

: Vokal fremitus normal kiri=kanan. Suara nafas vesikuler kiri=kanan.

Ronchi (-)/(-), Wheezing (-)/(-).

Abdomen

: Datar lembut. Hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), Lien Schuffner II

lunak, Nyeri Tekan (-), Bising usus (+) normal.

Ekstremitas

: Ptekie (-), Edema (-)/(-)

QUESTION:

1. Masalah apa saja yang anda dapat pada pemeriksaan fisik diatas? Mengapa terjadi? Bagaimana mekanismenya?

2. Hipotesis apa yang dapat anda buat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas?

3. Pemeriksaan tambahan apa yang dibutuhkan untuk pasien tersebut?

Page 3

Pemeriksaan Laboratorium

Darah:

- Hb: 9 mg/dl- Leukosit: 11.000/mm3

- MCV: 84 fl-MCHC: 34 g/dl

- Ht: 30 mg/dl- Trombosit: 185.000/mm3

- MCH: 28 pg

Pemeriksaan Serologi

Widal:

O

H

- Typhi: (-)

(-)

- Paratyphi A (-)

(-)

- Paratyphi B (-)

(-)

NS (-)

IgM Anti Dengue (-), IgG Anti Dengue (-)

QUESTION:

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium diatas?

2. Pemeriksaan penunjang apa lagi yang dapat menegakkan diagnosis anda?

Page 4

Interpretasi hasil spesimen darah:

Apus darah tipis dengan pewarnaan Giemsa, tampak trofozoit bentuk cincin Plasmodium vivax. Terdapat titik Schuffner pada eritrosit. Sediaan darah tebal tampak trofozoit bentuk cincin Plasmodium vivax.

QUESTION:

1. Apa alasan memilih mengambil spesimen tersebut? Bagaimana prosedurnya?

2. Apa diagnosis anda? Penatalaksanaan pasien? Edukasi?

PEMBAHASAN

1. Demam

1.1. Definisi Demam

International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.

Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran (Tabel 1).Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda

Tempat pengukuranJenis termometerRentang; rerata suhu normal (oC)Demam

(oC)

AksilaAir raksa, elektronik34,7 37,3; 36,437,4

SublingualAir raksa, elektronik35,5 37,5; 36,637,6

RektalAir raksa, elektronik36,6 37,9; 3738

TelingaEmisi infra merah35,7 37,5; 36,637,6

Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral. Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC.1 Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).1.2. Pola demam Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.)Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demamPenyakit

KontinyuDemam tifoid, malaria falciparum malignan

RemittenSebagian besar penyakit virus dan bakteri

IntermitenMalaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septikPenyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

QuotidianMalaria karena P.vivax

Double quotidianKala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodikMalaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekurenFamilial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif) Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.) dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing) Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).1.3. Klasifikasi Demam Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs. Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrikKlasifikasiPenyebab terseringLama demam pada umumnya

Demam dengan localizing signsInfeksi saluran nafas atas150.000 bila diobati.

A.Trombositopenia Pada Malaria P.falciparum Pada pembuluh darah terdapat faktor von Willebrand (vWF), dengan ciri:

Molekul besar 30 jt kDalton

Mempunyai beragam ukuran: besar, medium, kecil

Berhubungan dengan faktor VIII

Pada pasien darah tipe O mempunyai jumlah tersedikit dan terbanyak pada pasien tipe AB.

Adanya acute phase reactant meningkatkan kadarnya

Bila terjadi kerusakan endotel, vWF ini akan keluar dan berikatan dengan trombosit di sirkulasi darah; oleh sebab itu konsentrasi trombosit bebas berkurang, trombosit + vWF meningkat (ukuran lebih besar) sehingga pada flowcitometer tidak mengenali trombosit + vWF tersebut ( trombositopenia.

Untuk mencegah perlekatan vWF dengan trombosit, sering digunakan heparin.

Pada malaria dengan defisiensi ADAMTS13 ditemukan vWF yang aktif dan tidak terpotong sehingga terdapat ULvWF yang terikat pada platelet pada reseptor CD34.

Saat parasitemia meningkat, jumlah platelet menurun, dan juga ditemukan penurunan jumlah platelet seiring kenaikan kadar vWF dalam darah. (lihat slide 14)

Clotting pada malaria falciparum SHAPE \* MERGEFORMAT

Teori lain tentang sitoadhesi

Ada berbagai cara penempelan eritrosit pada infeksi P.falciparum (slide 18):

Pf-EMP ini dapat menempel pada reseptor endotel: , ICAM-1, V-CAM-1, P-selectin, thrombospondin, chondroitin sulphate dll.

Pada sesama eritrosit terinfeksi (autoaglutinasi)

Pada eritrosit non-terinfeksi (membentuk rosette)

Pada platelet (( berfungsi sebagai perantara sitoadhesi eritrosit terinfeksi dengan endotel melalui reseptor CD36)

Fenomena ini berperan terhadap oklusi vaskular dan terjadi produksi sitokin inflamasi: TNF- fsn IFN- ( gejala klinis buruk.

Platelet yang menumpuk di kapiler vena ini dapat menyebabkan trombositopenia perifer.

Pada infeksi P.falciparum, ada 2 model aktivasi platelet sehingga bisa terjadi oklusi (slide 20):

Eritrosit yang terinfeksi mengaktivasi platelet dan menginduksi kompleks eritrosit+platelet yang akan membunuh parasit intra-eritrosit; hal ini biasa terjadi pada tahap awal infeksi.

Oleh karena itu, penggunaan aspirin mengatasi demam pada awal infeksi tidak dibutuhkan karena akan menghambat pembunuhan parasit.

Pada tahap lanjut, terjadi disfungsi endotel sehingga menghasilkan platelet yang memproduksi platelet factor 4 (Pf4). Faktor ini memfasilitasi interaksi antara endotel dan eritrosit, sehingga dapat terjadi oklusi vaskular pada malaria serebral.

Penggunaan aspirin dapat untuk mencegah koagulasi.

B.Trombositopenia Pada P.vivax Pada P.vivax ( tidak terjadi sekuestrasi pada kapiler darah dalam.

Pada pasien P.vivax ditemukan trombositopenia dengan peningkatan PAIgG (platelet associated IgG). Riset membuktikan jumlah platelet tinggi disertai konsentrasi PAIgG yang rendah.

PAIgG ini dapat mengaktifkan proses ADCC (Ab dependent cellular cytotoxicity) sehingga trombosit masa hidupnya berkurang (7 hari menjadi 2-3 hari). ADCC ini dapat melibatkan sel efektor (limfosit, monosit) dan komplemen untuk kemudian melisiskan trombosit.

Fungsi imunitas trombosit

Pada proses fagosit eritrosit terinfeksi, trombosit akan menghasilkan radikal bebas untuk mengeliminasi parasit (oksidatif stres). Radikal bebas ini berbahaya bagi trombosit ( trombositopenia.

Saat metabolisme aerobik, mikroorganisme akan memproduksi ROS (Reactive Oxigen Species) yang dapat dinetralisir antioksidan endogen dan eksogen. Bila antioksidan menurun ( kerusakan jaringan.

Terjadi penurunan level fibrin-stabilizing factor (faktor VIII) pada infeksi P.falciparum. Penurunan ini berhubungan dengan keparahan gejala klinis yang timbul.

Faktor fibrinolisis & faktor inhibisi koagulasi darah berkurang pada pasien malaria (lebih parah pada P.falciparum) namun dapat membaik dengan pengobatan.

Pasien malaria dengan trombositopenia yang paling penting adalah mengobati malarianya, karena trombositopenia disebabkan oleh perusakan jaringan oleh parasit sehingga sumbernya kerusakannya terlebih dulu harus dieliminasi.

5. Prosedur Pemeriksaan Penunjang Malaria

DIAGNOSA LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosa pasti penyakitmalaria( menemukan parasitPlasmodiumdalam sediaan darah.

Sediaan darah malaria dapat dibuat dalam 2 bentuk:Sediaan darah tipis / sedian apus darah. Sediaan darah tebal / sediaan tetes tebal.

BLOOD SMEAR

Alat:

Blood lancet, objek glass, pipet tetes, kapas, pinset, stening jar, botol.

Bahan:

Etanol 70%, metanol, giemsa, giemsatuck (hemolisis eritrosit), bpg, aquades.

Prosedur:

Beri label pada objek glass.

Gunakan sarung tangan.

Bersihkah objek glass dengan alkohol 70 90%, diamkan hingga kering.

Teteskan darah pada objek glass

Buat hapusan pada tetes darah tersebut. Pada waktu membuat hapusan, tekan dengan stabil untuk menggeser dengan derajat kemiringan 25 35 derajat.

Diamkan hingga kering. Lalu fiksasi dengan methanol dan diamkan 1-3 detik

Lakukan pengecatan dengan giemsa dan bpg selama 30 menit.

Bilas dengan aquades. Tunggu hingga kering dan amati di mikroskop.

PERHITUNGAN PARASITEMIA

Hitung jumlah eritrosit total dalam 1 lapang pandang dan jumlah eritrosit yang terinfeksi dalam 1 lapang pandang yang sama.

Hitung dengan cara pandang berikutnya sampai jumlah eritrosit total 1000.

Dari jumlah eritrosit total = 1000 dan dengan menghitung jumlah total eritrosit terinfeksi dalam 1000 eritrosit (sejumlah Y), maka dapat dihitung persen parasitemia:

% Parasitemia = (Y/1000) x 100

DIFFERENTIATE BETWEEN P. FALCIPARUM AND P. VIVAXDiagnostic points of P. Falciparum

Numerous rings.

Smaller rings.

No trophozoites or schizonts

Cresent-shaped gametocytes

In P. falciparum, only early (ring-form) trophozoites and gametocytes are seen in the peripheral blood.

Hanya ditemukan bentuk tropozoit dan gametosit pada darah tepi, kecuali pada kasus infeksi yang berat.

Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran.

Bisa terjadi multiple infeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit dalam eritrosit), bentuk acolle (inti menempel dinding eritrosit) dan spliting (inti parasit terpecah dua).

Gametosit berbentuk pisang, makrogametosit inti kompak (mengumpul) biasanya di tengah sedangkan makrogametosit intinya menyebar.

Sitoplasma eritrosit terdapat terdapat bercak-bercak merah yang tidak teratur disebut titik Maurer.

Diagnostic points of P. Vivax

Enlarged erythrocyte

Schffners dots

ameboid trophozoite

Developing trophozoites of P. vivax become increasingly amoeboid, with tenuous pseudopodial processes and large vacuoles.

Eritrosit mengalami pembesaran dan pucat karena kekurangan hemoglobin.

Tropozoit tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan sitoplasma yang tidak merata dengan inti pada satu sisi.

Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang berisi merozoit berjumlah antara 16 18 buah.

Gametosit mengisi hampir seluruh eritrosit.

Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada eritrosit yang terinfeksi parasit ini.

PLASMODIUM VIVAX & PLASMODIUM FALCIPARUM

RAPID DIAGNOSTIC TEST ANTIGEN MALARIAE

Cara kerja test berdasarkan atas pendeteksian antigen-antigen yang terdapat dalam parasit malaria.

Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.

Antigen-antigen yang tersedia menjadi target deteksi dari RDT ini adalah :

Histidine-Rich Protein II (HRP-II), suatu protein yang larut dalam air yang disintesis oleh trofozoit dan gametosit muda dari P. falciparum.

Parasite Lactate Dehydrogenase (pLDH) yang diproduksi parasit malaria stadium aseksual maupun seksual. RDT yang tersedia saat ini dapat mendeteksi pLDH dari semua jenis parasit malaria. RDT dapat membedakan antara P. falciparum dan non-falciparum.

6. Teori Malaria

Definisi MalariaPenyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi. Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada

selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun

1883 Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua

peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale.

Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.Agent Penyakit MalariaAgent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae, dan

order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:Plasmodium falciparumMenyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas) atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan demam setiap hari. P. vivaxMenyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana benigna(jinak).

P. malariaeMenyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.P. ovaleJenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale.

Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara P. falciparum dengan P. vivax atau P. malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka

penularannya.Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. vivax dan P. ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae. Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8-

10 bulan terutama pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang

paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat ini, P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.Patogenesis MalariaPatogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat ,yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik.Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence nya rendah.Gejala MalariaSecara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut.a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

b. Nafsu makan menurun.

c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.

e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa. f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yangmenonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia)

serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.Malaria menunjukka n gejala-gejala yang khas, yaitu: a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat

b. Splenomegali (pembengkakan limpa)

c. Anemi yang disertai malaiseSerangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

Stadium dinginStadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

Stadium DemamSetelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.

Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.Stadium BerkeringatPada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut.

Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadangkadang gejalanya mirip ko lera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah- muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan

infeksi yang cukup berat.8Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (P. malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa karakteristik parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap populasi manusia. P. falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah penderita yang lebih banyak, demikian juga yang meninggal dibandingka n dengan daerah-daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P. vivaxdan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi darah. P. falciparum dan P. vivax kemungkinan mampu mengembangkan ketahanannya terhadap obat antimalaria.Penularan MalariaMalaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah, suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital).Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:Penularan secara alamiah (natural infection)Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.

Penularan yang tidak alamiaha. Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.c. Secara oral (melalui mulut)

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium)

burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Kno wlesi).Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya menyerang manusia.

Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah sebagai berikut:

i.Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti.ii. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.iii. Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan

An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.

iv. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.10Epidemiologi Penyakit Malaria Distribusi Frekuensi Malaria a. OrangDi Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar

Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa.8Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan

Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).20Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di

Kabupaten Jepara Jawa Tengah, diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria yang diteliti, 44% berasal dari pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada PNS/TNI/POLRI.21Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol,

kasus malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin laki- laki (58,8%), perempuan 41,2% (56 orang).22b. TempatBatas dari penyebaran malaria adalah 64LU (Rusia) dan 32LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia).

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila kesakitannya yang disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama beberapa tahun berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase penduduk yang limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada kelompok umur2-9 tahun, suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas :i. Hipoendemik SR < 10%

ii. Mesoendemik SR 11-50%

iii. Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)

iv. Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).

Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi :i. Low Malaria Incidence, AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk ii. Medium, AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk

iii. High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk

Penelitian Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden, yang positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai tempat tinggal dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9 %) responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m. Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum nyamuk.23c. WaktuMenurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006), di Propinsi Sumatera Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun (selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking ke-

7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data laporan bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 tahun 2003 meningkat menjadi 14,3 tahun 2004 dan 25,4 tahun 2005.Determinan MalariaDalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment (lingkungan).a. Faktor HostPenyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit berlangsung).

a.1. Manusia (Host Intermediate)

Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis

dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun.Faktor-faktor yang berpengaruh pada manusia ialah:a.1.1. Kekebalan / ImunitasKekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.

Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di daerah endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada yang tidak di daerah endemis (mean=0.12%).24Faktor imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebutdibuktikan pada penduduk di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Hal ini mungkin dikarenakan pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit.7a.1.2. Umur dan Jenis KelaminPerbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah pria dan anak-anak umur