malaria

Upload: iztho-liufeto

Post on 14-Jan-2016

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

epidemiologi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan dapat menyerang siapa saja. Penyakit ini secara alami ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.

Malaria termasuk penyakit yang ikut bertanggung jawab terhadap tingginya angka kematian di banyak Negara dunia. Diperkirakan, sekitar 1,5 2,7 juta jiwa melayang setiap tahunnya akibat penyakit ini.

Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa Benua Afrika dan Asia Tenggara. Terdapat sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 % diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Di Indonesia, malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Penyakit malaria mempunyai pengaruh yang sangat besar pada angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita dan ibu melahirkan, serta dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga 1995 diperkirakan 15 juta penduduk Indonesia menderita malaria, 30.000 di antaranya meninggal dunia. Di Jawa dan Bali, peningkatan terjadi dari 18 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 1998 menjadi 48 kasus per 100.000 penduduk di tahun 2000. Peningkatan terutama di Jawa Tengah (Purworejo dan Banyumas) dan Yogyakarta (Kulon Progo). Di luar Jawa dan Bali, ada peningkatan dari 1.750 kasus per 100.000 penduduk tahun 1998 menjadi 2.800 kasus per 100.000 penduduk tahun 2000. Yang tertinggi di NTT yaitu 16.290 kasus per 100.000 penduduk. Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya.Angka kejadian kasus malaria perseribu penduduk (API) di Jawa-Bali sejak empat tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang menurun, dari 0,81 perseribu penduduk pada tahun 2000 menjadi 0,15 perseribu penduduk pada tahun 2004. Di luar jawa-Bali angka klinis malaria perseribu penduduk (AMI) juga menunjukkan kecenderungan, yaitu dari 31,09 perseribu penduduk pada tahun 2000 menjadi 21,2 perseribu penduduk tahun 2004. Pada tahun 2005 angka kejadian kasus malaria menunjukkan kecenderungan yang sama dibandingkan pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,51 perseribu penduduk, sedangkan angka klinis malaria sebesar 23,8 perseribu penduduk.

Proporsi kematian karena malaria berdasarkan hasill Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 adalah sebesar 2 %. Jumlah Kabupaten endemis di Indonesia adalah 424 kabupaten dari 576 kabupaten yang ada, dan diperkirakan 42,4 % penduduk beresiko tertular. Jumlah kasus malaria diperkirakan sejumlah 10 juta kasus klinis, dengan 3 juta kasus positif, sedangkan yang dilaporkan pada tahun 2006 sebanyak 340.400 kasus positif malaria. Pada tahun 2006 dan 2007 malaria dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Peningkatan kasus malaria di delapan provinsi, delapan kabupaten yang meliputi 20.331 penduduk, 12 desa dengan kesakitan sejumlah 1.051 orang dan kematian 23 orang. Case fatality rate sebesar 2,19 %. (Kompas, 26 April 2007)Penyebaran malaria yang terjadi disebabkan oleh perubahan lingkungan, vektor, sosial budaya masyarakat, resistensi obat dan pelayanan kesehatan, oleh karena itu, upaya pemberantasan malaria harus manjadi bagian integral dari pembangunan nasional dengan memperhatikan : (1) Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria, misalnya tambak-tambak yang kurang terpilihara; genangan-genangan air disekitar pemukiman, pantai, galian tambang; penebangan hutan bakau dan pembukaan hutan sehingga menyebabkan berkembangbiaknya jenis nyamuk penular malaria yang tersebar diberbagai wilayah, baik di pantai, persawahan, perkebunan, pertambangan, hutan, dll. (2) Terdapat 14 spesies nayamuk Anopeles sp. yang telah di konfirmasi sebagai vektor penyakit malaria. (3) Morbilitas penduduk yang relastis tinggi dari dan keluar daerah endemis malaria. (4) perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan, mis : penempatan ternak didalam rumah, aktifitas diluar rumah pada malam hari. (5) Semakin meluasnya penyebaran parasi malaria yang telah resisten terhadap obat anti malaria. (6) Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa-desa bermasalah malaria, karena hambatan geografis, ekonomi dan sumber daya. (7) Situasi malaria yang bervariasi antara suatu daerah demngan daerah lainnya. Peran petugas kesehatan diantaranya perawat sangat menentukan dalam memutuskan rantai siklus hidup nayamuk anopeles sp. Salah satu bentuk intervensinya adalah memberikan penyuluhan kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk penyebab malaria. Tujuannya adalah agar masyarakat menyadari mengenai masalah penanggulangan dan pemberantasan malaria, sehingga mengubah pola perilaku untuk hidup sehat dan bersih.BAB II

TINJAUAN TEORITISA. DATA STATISTIK DAN EPIDEMOLOGI

Data Statistik

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap angka kematian dan angka kesakitan bagi anak, balita dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja.Situasi malaria menunjukkan peningkatan di Jawa-Bali dari tahun 1997 sampai tahun 2000 berdasarkan Annual Parasite Incidence (API):Tahun Kasus per 1000 penduduk di Jawa - BaliKasus per 1000 penduduk di Luar Jawa - Bali

19970,1216,0

19990,5225,0

20000,8131,0

Terjadinya peningkatan angka kesakitan ini dapat diakibatkan karena adanya perubahan lingkungan, seperti tambak-tambak udang yang tidak dipelihara, pembangunan yang tidak berwawasan kesehatan serta tingginya mobilitas penduduk yang masuk ke daerah endemis malaria.Sejak tahun 2000 sampai tahun 2005 angka kesakitan malaria mengalami penurunan di Jawa - Bali berdasarkan Annual Parasite Incidence (API):TahunKasus per 1000 penduduk

20000.81

20010.62

20020.47

20030.22

20040.15

20050.15

Jumlah penderita klinis, Sedian Darah Periksa,Sediaan Darah Positif,

Positif MalariaFalcifarum + Mix Di Jawa Bali

Tahun 2000 - 2005

Jumlah penderita klinis, Sedian Darah Periksa,Sediaan Darah Positif,

Positif MalariaFalcifarum + Mix Di Luar Jawa Bali

Tahun 2000 - 2005200020012002200320042005

Klinis 1,702,5081,522,8311,686,1761,732,5571,974,8821,736,718

SD periksa 404,714389,477337,583348,366479,441

606,281

Positif155,796181,315140,769148,478132,095309,871

PF + Mix30,83849,29533,867

40,84048,407145,031

Selanjutnya berdasarkan Survei Kesehatan Ruamah Tangga Nasional tahun 1995, kematian disebabkan oleh malaraia adalah 2%, yang berarti ada sekitar 32.000 kematian dalam setahun, dan menurut SKRT 2001 diperkirakan 30 juta orang menderita malaria dan 30.000 orang di antaranya meninggal. Proporsi penduduk laki-laki yang meningal akibat malaria sekitar 11 orang dan wanita 8 orang per 1.000 penduduk.

Kejadian Luar Biasa (KLB) dari tahun 2000 sampai tahun 2005 terjadi di 19 propinsi meliputi 65 Kabupaten/ Kota pada lebih dari 133 Desa dengan jumlah kasus 58.152 kasus dan meninggal 536 orang. Selama tahun 2005 terjadi KLB di provinsi Kalimantan Barat (Kab. Melawi), Maluku (Kab. Seram Bag. Timur), Maluku utara (Kab. Halmahera Tengah), Kalsel (kab Hulu Sungai selatan), Sumut (kab. Samosir), Banten (Bayah), Bangka Belitung ( kab. Bangka),Jambi, Sulawesi utara, Jawa tengah dab NTB dengan jumlah penderita 10.560 penderita dan 97 orang yang meninggal.

Di luar Jawa Bali terutama dikawasan Indonesia Timur yang merupakan daerah endemis tinggi maka hampir semua penduduk beresiko terserang malaria antara lain di Papua, Maluku, NTT, Maluku utara, Irian jaya Barat, Sulawesi utara, serta di beberapa kabupaten di Kaltim, Kalbar, Kalsel, dan dikawasan barat Indonesia antara lain di Sumatra selatan, Lampung dan Riau. Epidemiologi

Hosta. Manusia

Pada dasarnya setiap orang bisa terinfeksi oleh agent penyakit malaria dan merupakan tempat berkembangbiaknya agent (parasit Plasmodium). Bagi host ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan terhadap agent. Faktor-faktor tersebut antara lain:

Usia: dari berbagai usia. Jenis kelamin: Pria dan wanita bisa terkena penyakit malaria. Ras Sosial ekonomi Status perkawinan Riwayat penyakit sebelumnya Gaya hidup Hereditas Status gizi Tingkat imunitasb. Nyamuk AnophelesHanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah. Beberapa faktor yang mempengaruhi penularan penyakit malaria, antara lain: Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan.

(1). Tempat hinggap atau istirahat: ada yang lebih suka hinggap atau istirahat diluar rumah dan ada yang lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah.

(2). Tempat menggigit: ada yang lebih suka menggigit di luar rumah dan ada juga yang lebih suka menggigit binatang.(3).Obyek yang digigit: ada yang lebih suka menggigit manusia, tetapi ada juga yang lebih suka menggigit binatang.

Faktor lain yang penting adalah:

(1).Umur nyamuk, semakin panjang umur nyamuk semakin besar kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor utama.

(2). Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.

(3).Frekuensi menggigit manusia.

(4). Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur

Agent

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit dari agent genus plasmodium. Di Indonesia sampai saat ini dikenal ada 4 jenis Plasmodium yang menjadi penyebab malaria yaitu :

c. Plasmodium falcifarum, penyebab penyakit malaria tropika.

d. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.

e. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.

f. Plasmodium ovale, jenis ini jarang dijumpai, umumnya ditemukan di Afrika.

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari 1 jenis plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeki campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling banyak hanya 2 jenis parasit, yaitu campuran antara Plasmodium falcifarum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Campuran 3 jenis parasit jarang sekali terjadi. Environment

Cepatnya pertumbuhan penduduk, migrasi, sanitasi yang buruk dan daerah yang terlalu padat, dapat memudahkan penyebaran penyakit ini. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim di daerah itu. Selain itu, perubahan iklim, perubahan lingkungan seperti penelantaran tambak, genangan air di bekas galian pasir juga penebangan hutan bakau, juga mempercepat penyebaran penyakit malaria. Hal itu diperparah dengan perpindahan penduduk dari daerah endemis ke daerah bebas malaria dan sebaliknya.

B. KEBIJAKAN NASIONALMalaria merupakan penyakit endemis di beberapa daerah tertentu, oleh kerena itu pemerintah menetapakan sistim desentralisasi kesehatan untuk menangani penyakit ini. Dalam hal ini pemerintah menetapkan beberapa kebijakan yang tertulis dalam peraturan pemerintah, keputusan menteri dan perundang-undangan untuk terlaksananya program-program terkait, serta sebagai sistim pengendalian bagi program desentralisasi kesehatan tersebut. I. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi :

1. KEPMENKES No.004/ MENKES/ SK/ I/ 2003 tentang KEBIJAKAN DAN STATEGI DESENTRALISASI BIDANG KESEHATAN.2. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI No. 1475/ MENKES/ SK/ X/ 2003 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/ KOTA.

II. Adapun tujuan dari desentralisasi kesehatan adalah :

1. Semua Kabupaten / Kota mamapu melakukan pemeriksaan secara dini sediaan darah malaria dan memberikan pengobatan yang tepat, terjangkau dalam menurunkan kasus dan kematian akibat malaria 50% pada tahun 2009.

2. Menurunnya 50% jumlah desa endemis tinggi malaria (High Case incidence) pada tahun 2009 di Kabupaten/ Kota yang telah konfirmasi kasus yang diduga malaria.

3. Terbebasnya dari penularan malaria tahun 2009 di Kabupaten / Kota yang sudah tidak mempunyai desa endemis tinggi malaria (DKI, Bali dan Batam).

III. Sasaran 1. Sasaran I

a. Kabupaten / Kota endemis malaria tinggi dan sedang

b. Kabupaten / Kota endemis tinggi adalah kabupaten / kota yang memiliki desa-desa endemis malaria dengan angka parasite rate penduduk 50%

c. Kabupaten Endemis sedang adalah kabupaten / kota yang memiliki desa-desa endemis malaria dengan angka parasite rate penduduk 10% 50%.

2. Sasaran II

a. Kabupaten / Kota endemis malaria rendah.

b. Kabupaten / Kota endemis rendah adalah kabupaten / kota yang memiliki desa-desa endemis malaria dengan angka anual parasite incidence (API) 5 % dan atau parasite rate penduduk < 10%3. Sasaran III

a. Kabupaten / Kota endemis malaria sangat rendah.

b. Kabupaten/ Kota endemis malaria sangat rendah adalah kabupaten/ kota yang memiliki desa-desa endemis malaria dengan angka anual parasite incidence.

IV. Strategi

1. Memberdayakan masyarakat dalam mendukung secara aktif pengendalian malaria.

2. Meningkatkan akses palayanan masyarakat yang beresiko terhadap upaya pengendalian malaria yang berkualitas.

3. Meningkatkan sistim survailence, monitoring dan evaluasi serta informasi kesehatan.

4. Meningkatkan advokasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam pengendalian malaria dengan menggalang kemitraan bersama sektor terkait, swasta, organisasi kemasyarakatan melalui forum kerjasama Gebrak Malaria.

5. Meningkatkan upaya pelaksanaan program pengendalian malaria yang berkualiatas secara bertahap mulai dari intensifikasi, integrasi menuju eliminasi malaria.

V. Pelaksanaan terkait Kebijakan Kebijakan

1. Pengenalan Wilayah (GR = Geographical Reconnaissnce)Pangenalan wilayah adalah suatu kegiatan yang meliputi pemetaan langsung penduduk dan survai tambahan untuk menentukan situasi tempat tinggal penduduk dari suatu daerah yang dicakup oleh program malaria.

2. Pemetaan tempat perindukan vektor

3. Penyemprotan Rumah dan insektisida (Racun Serangga)

Penyemprotan rumah dengan efek residual (IRS = indoor residual spaying) adalah suatu cara pemberantasan vektor dengan menempelkan racun serangga tertentu dengan jumlah (dosis) tertentu secara merata pada permukaan dinding yang di semprot. Di Indonesia penyemprotan telah lama di lakukan dalam pemberantasan malaria dan sampai sekarang cara ini masih dipakai karena paling cepat dan besar manfaatnya untuk memutuskan rantai penularan. Tujuan penyemprotan adalah untuk memutuskan panularan karena umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga tidak sempat menghasilkan sporozoit didalam kelenjar ludahnya.4. Kelambu

Penggunaan kelambu dalam program pengendalian malaria adalah dalam rangka melindungi pemakai kelambu dari gigitan dan membunuh nyamuk yang hinggap pada kelambu untuk mencegah terjadinya penularan.

5. Larviciding

Adalah aplikasi larvasida pada tempat perindukan potensial vektor guna membunuh/ memberantas larva nyamuk dengan menggunakan bahan kimai seperti Diflubenzuron (Andalin/ Dimilin) merupakan suatu zat penghambat pembentuk chitin. Atau agen biologis bacillus thuringiensis H-14 (Bti H-14) merupakan sejenis bakteri yang sporanya bersifat racun/ toksin terhadap larva nyamuk. Larva nyamuk akan mati apabila menelan toksin ini.

6. Penebaran ikan pemakan larva nyamuk

Yaitu suatu upaya memanfaatkan ikan sebagai musuh alami larva nyamuk yang ditebarkan pada tempat perindukan potensial nyamuk dengan tujuan pengendalian populasi larva nyamuk, sehingga dalat mengurangi penularan.

C. PROGRAM KERJA

Pada tahun 1998, WHO menyerukan ke seluruh negara perlunya pendekatan baru dalam pemberantasan malaria dimana WHO menjadi pemimpin prakarsa dan katalisator yang dikenal dengan Roll Back Malaria melalui upaya kemitraan. sebagai hasil komitmen dari World Bank, WHO, UNDP dan UNICEF.Di Indonesia, pada tanggal 8 April 2000 bertempat di Nusa Tenggara Timur, Menteri Kesehatan mencanangkan Gebrak Malaria yang merupakan gerakan nasional seluruh aspek bangsa dalam upaya memberantas malaria dengan intensif yang melibatkan jaringan kerjasama pemerintah, swasta, masyarakat, LSM, badan internasional dan penyandang dana. Program malaria yang telah dan sedang dilakukan adalah:

1. Polmaldes (Poli Malaria Desa)

Polmaldes merupakan wadah pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan malaria yang di bentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.

Fungsinya adalah sebagai wadah bagi semua masyarakat di desa dalam upaya penanggulangan malaria, sebagai alat legitimasi kegiatan masyarakat dalam penanggulangan malaria, dan sebagai media pengembangan pelestarian budaya dan nilai-nilai kearifan local dalam penanggulangan malaria.

Tujuan Polmaldes adalah agar tumbuh dan berkembangnya peran dan kemandirian masyarakat di dalam upaya penanggulangan malaria di desa sehingga malaria tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Kegiatan operasional Polmaldes, antara lain :

(1) Penemuan dan pengobatan penderita oleh kader terlatih, (2). Penyuluhan kepada masyarakat, (3).Berbagai upaya untuk kemandirian dan pemberdayaan Polmaldes, misalnya: iuran, arisan kelambu, kerja bakti, membersihkan sarang nyamuk, dan lain-lain.

Bimbingan teknis dilakukan oleh petugas Puskesmas/Pustu/Polindes meliputi penemuan dan pengobatan penderita, penyuluhan dan penggerak masyarakat dalam penanggulangan malaria, pembuatan sediaan darah atau Rapid Diagnostic Test (bila memungkinkan).Pendampingan untuk kelestarian dan kemandirian Polmasdes dilakukan oleh LSM, PKK, Organisasi Desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain.

Upaya Pengembangan :

Agar Polmaldes dapat berfungsi secara efektif dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, diperlikan berbagai upaya antara lain: membangun komitmen dengan pemerintah daerah setempat untuk mendapatkan dukungan kebijakan dalam rangka pembentukan Polmaldes, membangun dukungan sosial dan finansial dari lintas sektor terkait, LSM dan masyarakat, memberdayakan masyarakat dalam upaya penangulangan penyakit malaria.

Adapun hasil upaya pengembangan Posmaldes di 4 propinsi (NTT, Maluku, Maluku utara, dan Papua) adalah :a. POSMALDES mulai dibentuk di 13 Kabupaten di 4 Propinsi lokasi proyek IPM- GF pada bulan maret 2004.b. Sampai dengan bulan Agustus 2004, telah dibentuk 882 POSMALDES dan 1606 sudah dilatih.

c. POSMALDES ini tersebar di 179 puskesmas.

d. Jumlah kasus malaria yang diobati sebanyak 27.960 orang (sekitar 13% dari jumlah seluruh kasus yang ditemukan pada lokasi dan periode yang sama).

2. Gebrak Malaria (Gerakan Berantas Kembali Malaria)Gebrak malaria merupakan gerakan nasional seluruh komponen masyarakat untuk memberantas malaria secara intensif melalui kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, LSM, dan badan-badan internasional serta penyandang dana.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan setiap orang dan kepedulian masyarakat untuk mengatasi malaria, terciptanya lingkungan yang terbebas dari penularan malaria, terselenggara dan terjangkaunya upaya penanggulangan malaria yang bermutu untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan serta meningkatkan produktifitas kerja guna mencapai Indonesia Sehat 2010.

Gebrak Malaria mempunyai 3 sasaran, yaitu: (1). Sasaran primer, adalah sasaran di daerah bermasalah malaria, meliputi siapa yang paling beresiko malaria, siapa yang paling banyak terkena malaria, mana yang paling penting yang harus dijangkau. (2). Sasaran sekunder, adalah kelompok sasaran yang mempengaruhi perubahan perilaku (melatih, mendukung, memotivasi) kelompok sasaran primer.

(3). Sasaran tersier, adalah para pembuat dan pengambil keputusan, penyandang dana yang memungkinkan terlaksananya kegiatan Gebrak Malaria.Jenis kegiatannya meliputi: (1). Advokasi, adalah suatu upaya persuasi dan motivasi dengan informasi yang tepat, akurat, dan shahi untuk memperoleh dukungan dari pemerintah, dunia usaha, LSM, dan para pengambil kebijakan publik sehingga terjadi perubahan kebijakan yang mendukung upaya pemberantasan malaria. (2). Kemitraan, adalah upaya untuk menciptakan suasana konduktif guna menunjang promosi Gebrak Malaria, menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan berbagai kelompok yang ada di masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, dunia usaha, swasta dan organisasi.

(3). Pemberdayaan masyarakat, adalah segala upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan, dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada.D. INDIKATOR PENGUKUR KEBERHASILAN PROGRAM DAN KEBIJAKAN

Indikator keberhasilan program kerja POLMALDES adalah diukur dengan: Dimanfaatkannya POLMALDES oleh masyarakat sehingga penderita segera ditolong dengan pemberian obat secara benar dan tepat,

Berfungsinya POLMALDES dalam upaya penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan penyakit malaria,

Kegiatan POLMALDES dapat berlangsung secara mandiri dan berkelanjutan.Indikator keberhasilan program kerja gebrak malaria :

Tersusunnya kebijaksanaan perencanaan program oleh menkes, dirjen atau pejabat lainny yang mempunyai kompetisi dalam bidang tersebut. Adanya realisasi sumber daya (tenaga, dana dan alat)

Tersusunnya junkis sesuai rencana dan proporsi propinsi yang telah memerima 100% terealisasi. (penemuan penderita, diagnosa, pengobatan, pemberantasan vektor, pengamatan vektor, pelatihan, penanggulangan KLB, kemitraan, dsb).Dalam mengantisipasi perkembangan kebijakan yang bersifat nasional, Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan berupaya memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan kesehatan nasional yang depat mengakomodasi kebutuhan masyarakat dam membebaskan aparat kesehatan dari praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (good gevernance) sesuai dengan UU No. 28 Thn 1999, maka dengan ini disusun pedoman penilaian kinerja yakni Standar Pengawasan Program (SPP) Bidang kesehatan Pemberantasan Penyakit Malaria.

1. Tujuan Pengawasan

Tujuan Umum :

Terwujudnya pengawasan yang menjamin terlaksananya program P2 malaria secara ekonomis, efisiensi dan efektif sesuai ketentuan yag berlaku.

Tujuan Khusus :

a. Dinilainya pelaksanaan program pemberantasan penyakit malaria telah dapat menurunkan :

Angka Kesakitan dan kematian karena malaria

Jumlah desa endemis Malaria

Jumlah desa potensial penular malaria.

b. Diperiksa, diuji dan di nilainya teknis operasional sesuai dengan pedoman dan modul pemberantasan malaria.

c. Diperiksa dan diujinya kehematan dan efisiensi pendayagunaan sumber daya.

d. Diusutnya penyimpangan yang terjdi dalam pelaksanaan program.

2. Tujuan Penyusunan Standar Pengawasan Program

a. Sebagai pedoman bagi Aparat Pengawasan Fungsional baik intern maupun ekstern dan juga bagi pengelola program dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program.

b. Terciptanya persepsi yang sama antara auditor dan para pengelola dan terlaksana program dalam menilai pelaksanaan kegiatan/ program telah sesuai dengan rencana, ketentuan teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Standar Pengawasan Fungsional program pemberantsan malaria ini adalah mencakup seluruh askep kegiatan yang dilaksanakan dalam program pemberantasan malaria yaitu :

a. Seluruh kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan evaluasi mulai dari tingkat pusat, propinsi, kabupaten, sampai dengan puskesmas.

b. Kegiatan pemberantasan malaria mulai dari penemuan penderita, penegakan diagnosa, pengobatan, pengamatan dan pemberantasan vektor.

c. Kerjasama lintas program dan lintas sektor yang dilakukan melalui Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria) yang bertujuan meningkatkan, mengakselerasikan upaya pemberantasan malaria melalui kemitraan, peningkatan peran serta masyarakat dan pemberdayaan daerah maupun swasta.

d. Pemeriksaan manajerial yang menyangkut sumber daya manusia (kepegawaian), keuangan, logistic (perlengkapan) sesuai dengan tugas pokok dan fungsi berdasarkan peraturan yang berlaku.

Mengingat kompleksitasnya pelaksanaan program pemberantasan malaria serta terbatasnya sumber daya dan alokasi waktu pemeriksa, maka pemeriksaan dilakukan secara selektif dan situasional terhadap kegiatan yang prioritas. Setiap temuan pemeriksaan memberikan saran perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan program pemberantasan malaria.

E. PERAN PERAWAT

Peran petugas kesehatan sangat menentukan dalam memutus rantai siklus nyamuk Anopheles sp. 1. Penyuluhan

Salah satu bentuk intervensi petugas kesehatan yaitu memberikan penyuluhan kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk penyebab malaria. Penyuluhan kesehatan masyarakat bertujuan agar masyarakat menyadari mengenai masalah penanggulangan dan pemberantasan malaria, sehingga pola perilaku untuk hidup sehat dan bersih. Penyuluhan yang dilakukan yaitu mengenai : Pemberantasan vektor, dengan memberikan penyuluhan tentang cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah dengan menggunakan insektisida), membunuh jentik (kegiatan anti larva) dan menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan.

Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk dengan cara tidur menggunakan kelambu

Pada malam hari tidak berada di luar rumah

Mengolesi badan dengan obat anti nyamuk

Memasang kawat kasa pasa jendela dan menjauhkan kandang ternak dari rumah.

Membersihkan sarang nyamuk, dengan cara membersihkan lungkungan rumah, melipat kain kain yang bergantungan, mengusahakan tidak ada ruang gelap, dan mengalirkan genangan air di sekitar rumah

Membunuh jentik nyamuk di tempat perindukkan dengan menebarkan ikan pemakan jentik

2. Penemuan penderitaSalah satu cara untuk memutuskan rantai penyakit malaria adalah dengan cara memutuskan rantai penularan dengan cara menemukan pebnderita dan mengobatinya sedini mungkin. Penemuan penderita dilakukan baik secara aktif (Active Case Detection) dan penemuan penderita secara pasif (Passive Case Detection). Selain itu dapat dilakukan denga cara Mass Fever Survey (MFS), Malariometric Survey, Malariometric Suervey evaluation (MSE), Surveilans Migrasi. Tetapi dalam hal ini yang merupakan peran perawat adalah Active Case Detection dan Passive Case Detection. Active Case Detection dilakukan dengan cara mencari penderita dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin denagn siklus waktu tertentu berdasar tingkat insidens kasus malaria di daerah itu

Passive Case Detection adalah upaya penemuan penderita secara pasif, dilakukan oleh petugas kesehatan dengan memeriksa senua pasien yang menunjukkan gejala klinis yang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) seperti Puskesma Pembantu, Puskesmas, Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta. Bagi mereka yang diduga berpenyakit malaria, diambil darahnya selanjutnya pemeriksaan parasitologi di laboratorium untuk meyakinkan bahwa pasien itu menderita penyakit malaria.BAB III

ANALISA DAN SIMPULAN

A. ANALISADari pembahasan di bab sebelumnya, maka hasil analisa kami adalah :

1. Pada kebijakan Nasional dan program Kerja sudah mengandung komponen promosi, preventif, kuratif, dan rehabilitasi, seperti :

Preventif : kegiatan kegiatan pencegahan malaria seperti pemberantasan vektor, menghilangkan tempat perindukan nyamuk, menganjurkan masyarakat untuk mamakai kelambu bila tidur, menjauhkan kandang ternak dari rumah, dll.

Promotif : dengan adanya kebijakan desentralisasi bidang kesehatan melalui adanya promosi kesehatan pencegahan malaria melalui organisasi masyarakat yang ada melalui Program POSMALDES yang mencapai seluruh masyarakat.

Kuratif : pemerintah memberikan obat anti malaria kepada Pustu, dimana obat itu akan digunakan dalam memberikan pengobatan pada masyarakat yang terkena malaria.

2. Kebijakan pemerintah yang sudah dipaparkan di atas sudah menyangkut seluruh komponen, yaitu :

Komponen masyarakat, di mana kebijakan tersebut menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan berbagai kelompok yang ada di masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, dunia usaha, swasta dan organisasi.3. Kebijakan pemerintah tersebut berisi Pemberdayaan masyarakat. Pada POSMALDES masyarakat diberdayakan dalam penanggulangan malaria karena dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan

4. Kebijakan pemerintah tersebut telah tertuang dalam program nasional/ daerah, dan pencapaian tersebut bergerak ke arah perbaikan

B. KESIMPULANDari kebijakan yang diberlakukan, Pemerintah telah menetapkan kebijakan dengan memberdayakan seluruh komponen masyarakat, di mana masyarakat dimandirikan untuk dapat mencegah penyakit malaria. Karena malaria merupakan penyakit endemik, maka kebijakannya dilakukan secara desentralisasi hingga ke pelosok desa, di mana sangat jarang petugas kesehatan di dalamnya, sehingga penting untuk memandirikan masyarakat. Kebijakan yang diberlakukan juga telah menyangkut preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, di mana pelaksanaannya juga melibatkan peran perawat di dalamnya.

Kebijakan pemerintah tersebut telah tertuang dalam program nasional / daerah, dan pencapaiannya bergerak ke arah perbaikan. Namun, program nasional / daerah ini akan berhasil dan akan mencapai perbaikan apabila pemeintah daerah benar-benar fokus terhadap masalah tersebut, dan juga tidak terlepas dari kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (1999). Modul Parasitologi Malaria. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Depkes RI. (2000). Malaria, Buku I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Dep. Kes RI. (2001). Standar Pengawasan Program (SPP) Bidang Kesehatan Pemberantasan Penyakit Malaria, Jakarta; Dep. Kes RI Inspepectorat Jenderal.

Dep. Kes RI. (2004), Pos Malaria Desa (POSMALDES), Jakarta : Dep. Kes RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.Dep. Kes RI (2004), Pedoman Promosi Gebrak Malaria, Jakarta; Dep. Kes RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Penberantasan Penyakit Bersumber Binatang.

Dep. Kes RI (2006). Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2005, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta; Dep. Kes RI.

Gandahusada, (2008). Parasitologi Kedokteran. Ed. 3. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

Http://www.jurnal.unair.ac.idhttp://www.expat.or.id/medical/malaria.htmlUntuk mendukung kebijaksanaan dalam program pemberantasan malaria dengan pendekatan Gebrak Malaria, diperlukan suatu tujuan dan kebijaksanaan penanggulangan malaria dengan melakukan kemitraan dengan sektor terkait dan komponen masyarakat lainnya.

A. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Meningkatkan warga masyarakat yang hidup sehat terbebas dari penularan malaria.

2. Tujuan Khusus

a. Menurunnya angka kematian dan angka kesakitan malaria tahun 2005, 50 % atau lebih, di bandingkan tahun 2000.

b. Menurunnya desa tertular, 10% dan atau lebih tahun 2005 dibandingakan tahun 2000.

c. Menurunnya desa potensial penularan , 5% dan atau lebih tahun 2005 dibandingkan tahun 2000.

d. Menurunnya angka absensi anak sekolah dan angka absensi pekerja yang diakibatkan kerena malaria.

B. KEBIJAKSANAAN

1. Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dan melindungi diri dari penularan malaria

2. Menggalang kemitraan dengan sector terkait, masyarakat termaksud Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), donor Nasional dan internasional serta swata/ dunia usaha.

3. Menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu dalam melakukan upaya penanggulangan malaria.

C. STRATEGI

1. Melakukan upaya promosi pencegahan malaria pada masyarakat melalui organisasi pranata social yang ada dalam masyarakat.

2. Pembangunan yang berwawasan sadar malaria dengan menata lingkungan yang sehat.

3. Meningkatkan kesadaran mitra terkait dalam upaya penanggulangan malaria

4. Meningkatkan kemampuan petugas pengelola penanggulangan malaria terutama di semua unit pelayanan kesehatan (UPK).

5. Memenuhi kebutuhan obat, bahan dan alat termaksud insektisida. 1.475.704

1.210.530

30.089

101.825

86.277

36.121

756.833

998.791

64.708

27.765

376.574

7.774

480.048

5.523

PAGE 1

_1269172377.xls

_1268917311.xls