malaria
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah (1).
Malaria merupakan masalah kesehatan dibanyak negara di seluruh dunia. Tiga
ratus juta penduduk diserang setiap tahunnya dan 2-4 juta meninggal dunia.
Berdasarkan laporan WHO (2000), terdapat lebih dari 2400 juta penduduk atau 40%
dari penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria. Sementara, prevalensi
penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300--500 juta kasus setiap
tahunnya (2).
Penyakit malaria hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di negara-negara tropis yang biasanya merupakan negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia (3). Indonesia merupakan derah endemis malaria,
walupun telah dilakukan program pelaksanaan dan pemberantasan penyakit malaria
sejak tahun 1959, namun, hingga saat ini angka kesakitan dan kematian masih cukup
tinggi (4).
Malaria masih merupakan problem kesehatan masyarakat di Indonesia,
terutama di luar Jawa dan Bali. Di Jawa di beberapa daerah di pesisir pantai Selatan
penyakit ini muncul kembali. (5).
1
Malaria adalah suatu penyakit protozoa genus plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles (4). Spesies plasmodium pada manusia adalah
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium
malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.
falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi
seperti Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P. ovale pernah ditemukan du
Nusa Tengara Timur dan Papua (6).
Di antara ke empat spesies plasmodium, Plasmodium falciparum mempunyai
siklus hidup terpendek di dalam sel hati dan menyerang semua bentuk eritrosit
sehingga multiplikasi di dalam darah cepat terjadi. Dalam darah tepi tampak bentuk
ring (trofozoit muda) dan gametosit. Sedangkan bentuk lain umumnya terlihat di
pembuluh kapiler alat-alat dalam (7).
Plasmodium vivax secara general angka kesakitannya lebih ringan dibanding
Plasmodium falciparum dan mempunyai fase hepatik disebut hipnozoit. Hipnozoit-
hipnozoit ini bisa dorman di hepar dan secara spontan kembali relaps (8).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa genus
Plasmodium yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium ovale, Plasmodium vivax,
dan Plasmodium malariae (5). Penyebab tersering dan dapat berakibat fatal adalah
Plasmodium falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat dengan berbagai
komplikasinya dibandingkan dengan species lain yang jarang menyebabkan kematian
ataupun gejala sisa atau sekuele. Plasmodium falciparum dapat menginfeksi manusia
sejak dalam konsepsi sampai dewasa (1). Malaria masih merupakan penyakit rakyat
yang tidak hanya mempunyai dampak pada keadaan sosial ekonomi, namun juga
menyebabkan angka mortalitas akibat adanya masalah dalam pelayanan kesehatan
sehingga perlu upaya penanganan yang lebih baik lagi.
Malaria adalah parasit sel darah merah yang bisa mencapai jumlah 1013 di darah
manusia. Infeksi yang sering memunculkan gejala disebabkan oleh parasit dengan
jumlah berkisar 107-1012 (9).
2.2. Epidemiologi
Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus
malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk
3
Indonesia tinggal di daerah beresiko tertular malaria. Dari 484 kabupaten/kota yang
ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria (6).
Angka kematian karena malaria berhasil ditekan dari 0,92% pada tahun 2005
menjadi 0,42% pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,2% pada tahun 2007
(6).
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki,
namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah (10,11)
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi
utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
4
2.3. Etiologi
Genus plasmodium dan terdapat 4 spesies yang dapat menyerang manusia,
yaitu: (3)
1. Plasmodium vivaks, (malaria tertiana)
2. Plasmodium falciparum, (malaria tropika)
3. Palsmodium malariae (malaria malariae)
4. Plasmodium ovale (malaria ovale)
Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun
ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta
dari ibu hamil kepada janinnya (11, 12).
2.4. Siklus hidup plasmodium
Dalam siklus hidupnya Plasmodium mempunyai dua hospes yaitu pada
manusia dan nyamuk, Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut
skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk disebut
sporogoni (4).
Pada siklus seksual sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk
anopheles betina dimasukkan kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk
tersebut. Dalam waktu 30 menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan
mulai stadium eksoeritrosik. Di dalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan
berkembang menjadi merozoid. Sel hati yang mengandung parasit pecah dan
merozoid keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi
5
sebelum memasuki eritrosit makadisebut stadium preeritrosit atau eksoeritrosit.
Siklus eritrosit dimulai saat merozoid memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak
sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak
teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoid berkembang menjadi skizon
muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi
merozoid, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki
sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoid
memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu
bentuk seksual. Pada malaria falsiparum, tidak ditemukan stadium hipnozoid di hati
seperti pada malaria vivax dan ovale, sehingga malaria tipe ini tidak menimbulkan
relaps pada perjalanan penyakitnya (4).
Di dalam tubuh nyamuk terjadi siklus seksual. Gametosit yang bersama darah
tidak dicerna oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi
6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk
seperti cambuk dan bererak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena
masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah
bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan
basal membran dinding lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut
ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit
menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit maka sporozoit masuk ke
dalam darah dan mulailah siklus pre eritrosit (4). Siklus hidup malaria falsiparum
dapat dilihat pada gambar 1.
6
Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium falsiparum
2.5. Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
7
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (11).
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (11).
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting (13).
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit
juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. (14).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan
darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi.(13,14)
8
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan
anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat
dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan
gagal ginjal (15)
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.
Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri
dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu
monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam,
hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa (15).
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung
antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan
afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler
alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.
9
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk
gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan
anoksia dan edema jaringan (15).
2.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmisi infeksi malaria. Adapun gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada
penderita malaria adalah:
1. Demam
Masa tunas tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam
pertama (16). Serangan demam yang khas terdiri dari 3 stadium, yaitu
menggigil, puncak demam, dan berkeringat. Demam dapat mereda secara
bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada
respon imun (17).
2. Splenomegali
Splenomegali merupakan gjala khas malaria kronik. Limpa mengalami
kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat bertambah (17).
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah
anemia karena P. Falciparum. Hal ini diakibatkan oleh karena penghancuran
eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama dan
10
gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam susmsum
tulang (17).
4. Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar (17).
Berat/ ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (P. Falciparum
sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap
pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering berat), dan keadaan kesehatan. (1)
Gejala klinis yang utama pada infeksi malaria secara umum atau klasik disebut
Trias Malaria yang secara berurutan (1):
Periode dingin ( 15-60 menit ). Diawali dengan menggigil, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau kain sarung tapi masih tetap kedinginan
dengan seluruh tubuh bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
Periode panas. Penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap
tinggi beberapa jam.
Periode berkeringat. Penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan
penderita merasa sehat.
Pada P. falciparum, menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada dan
periode tidak panas berlangsung 1 jam. (1)
Malaria tropika atau malaria falsiparum merupakan bentuk yang paling berat,
ditandai panas yang irreguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan
sering terjadi komplikasi. Gejala prodormal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala,
11
lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Sering terjadi hperpireksia dengan
temperatur di atas 40oC. (1)
Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropikana
atau Malaria tertiana maligna karena serangan demamnya yang biasanya timbul
setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis
plasmodium lainnya. Plasmodium falciparum memiliki tingkat komplikasi dan
kematian teringgi dibandingkan jenis malaria yang lain, malaria ini menyebabkan
sekitar 80% dari semua kasus malaria dan menyebabkan 90% kematian yang
disebabkan oleh malaria. Beratnya gejala pada malaria falsiparum berhubungan
dengan kemampuan Plasmodium falsiparum untuk menyerang segala usia eritrosit
(1).
Pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut:(13,14):
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/μl.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau
<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan
kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
12
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin
atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena
obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak.
Indikasi masuk rumah sakit untuk malaria adalah malaria falciparum dengan
setidaknya ada satu kriteria dari tabel 1 (khususnya yang ++ dan +++) harus segera di
tatalaksana di ICU tanpa menunda tatalaksana awal spesifik dan simtomatik (18).
13
Tabel 1 (18)
2.7. Diagnosis
14
Pemeriksaan-pemeriksan yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
malaria adalah (1):
Tetesan preparat tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria.
Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit.
Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan
perbesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit
Tetesan darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium bila dengan
preparat darah tebal sulit ditentukan.
Test antigen: P-F test. Mendeteksi antigen P. falciparum (Histidine Rich Protein
II). Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plaasmodium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. Tes ini sekarang dikenal dengan rapid test.
2.8. Penatalaksanaan
Pada tahun 1973 ditemukan pertama kali adanya kasus resistensi P.
Falciparum terhadap kloroquin di Kalimantan Timur. Sejak itu kasus resistensi
terhadap klorokuin yang dilaporkan semakin meluas. Sejak tahun 1990, dilaporkan
telah terjadi resistensi parasit P. Falciparum terhadap klorokuin dari seluruh provinsi
di Indonesia. Selain itu dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap
Sulfadoksin-Pirimethasin (SP) dibeberapa tempat di Indonesia. Dari penelitian-
penelitian oyang dilakukan oleh litbangkes dan lembaga penelitian lainnya telah
ditemukan adanya resistensi P. Vivax terhadap klorokuin di beberapa wilayah di
Indonesia (Bangka, Papua) (6).
15
Untuk menanggulangi resistensi beberapa obat anti malaria, sekarang lini
pertama pengobatan malaria adalah Artemisin Combination Therapy (ACT) (5).
Biavailabilitas artemisin oral berkisar 60% dengan konsentrasi puncak biasanya
tercapai kurang dari 4 jam. Derivat artemisin merupakan obat anti malaria yang
paling cepat bekerja dan paling cepat berespon. Derivat artemisin merupakan anti
malaria broad spektrum yang bekerja melawan parasit muda berbentuk cincin dan
mencegahnya berubah menjadi bentuk yang lebih matur (9).
Artemisin dan dirivatnya aman dan bisa ditoleransi secara baik. Telah
dilaporkan adanya gangguan gastrointestinal ringan, dizziness, tinnitus, dan
bradikardi sebagai efek samping. Satu-satunya efek samping paling serius yang telah
dilaporkan adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang muncul kira-kira 1 pasien dalam
3000 pasien (9)
Resistensi kloroquin sekarang begitu luas, sehingga sekarang lebih
direkomendasikan ACT. (17). Sejak Februari 2009, lebih dari 80 negara di seluruh
dunia telah mengadopsi ACT sebagai terapi lini pertama. Saat ini, ada empat
bentuk ACT yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
yaitu: artemeter dan lumefantrine (AL), artesunat dan amodiaquine (AS & AQ),
artesunat dan mefloquine (AS + MQ) dan artesunat dan sulphadoxine-
pirimetamin (AS + SP). (19). Yang tersedia di Indonesia saat ini adalah kombinasi
Artesunate-Amodiaquin.
16
1. Malaria falciparum tanpa komplikasi
Malaria tanpa komplikasi didefinisikan sebagai malaria yang
bersimtomatik tetapi tanpa adanya tanda kegawatan atau tidak ada tanda klinis
maupun laboratorium yang menunjukkan disfungsi organ vital. (20)
Amodiaquin merupakan 4-aminoquinolon mirip dengan klorokuin telah
digunakan secara luas untuk pencegahan dan pengobatan malaria. Amodiaquin
telah dilakukan studi kombinasi dengan artesunate, selanjutnya kombinasi ini
merupakan salah satu pilihan yang direkomendasikan WHO untuk program
kontrol malaria. Kombinasi ini telh dipakai di beberapa negara termasuk Afrika
(4).
Kombinasi dari amodiaquin dengan artesunat tersedia dalam paket blister
yang tiap tablet mengandung 50 mg artesunat dan 153 mg amodiaquin. Total
rekomendasi pengobatan adalah 4 mg/kgBB untuk artesunat dan 10 mg/kgBB
untuk amodiaquin (9)
Sebuah studi sistematik review yang relevan pada pengobatan malaria P.
falciparum tanpa komplikasi yang dilakukan selama 10 tahun terakhir di
Afrika menunjukkan bahwa amodiaquine (AQ) terbukti secara signifikan
lebih efektif daripada klorokuin dalam menghilangkan parasit
dengan kecenderungan untuk pemulihan klinis lebih cepat. (21)
Kombinasi artesunate dan Amodiaquin merupakan kombinasi yang efektif
dan ditoleransi baik. Angka kesembuhan parasit setelah pemberian kombinasi 14
hari adalah >90% pada semua tempat studi (4).
17
Kemasan Artesunat + Amodiaquin terdiri dari 3 blister (setiap 1 blister
untuk dosis dewasa), setiap blister terdiri dari (5):
4 tablet artesunate @50 mg
4 tablet amodiaquin @150 mg
Hari
Jenis obat Jumlah tablet prhari menurut kelompok umur0-1
bulan2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
≥15 tahun
1 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin
¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-32 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin
¼ ½ 1 2 3 4
3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin
¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin: 10 mg/kgbbArtesunat: 4 mg/kgbbPrimakuin: 0,75 mg/kgbb
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini
pertama tidak efektif dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Pengobatan lini kedua yang dipakai saat ini adalah kina + doksisiklin atau
tetrasiklin + primakuin (6).
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200
mg kina fosfat atau sulat. Kina diberikan peroral, 3 kali sehari dengan dosis 10
mg/kgbb/kali selama 7 hari (6).
18
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 hari, dengan dosis orang
dewasa adalah 4 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2
mg/kgbb/hari. Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet
yang mengandung 50 mg dan 100 mg doksisiklin HCl. Doksisiklin tidak
diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin,
dapat digunakan tetrasiklin (6).
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis 4-5
mg/kgbb/kali. Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang
mengandung 250 mg atau 500 mg tetrasiklin HCl. Seperti halnya doksisiklin,
tetrasiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun (6).
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Apabila
pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badanpenderita,
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal
penderita dewasa yang dapat diberikan untuk kina 9 tablet, dan primakuin 3 tablet
(6).
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-11 bulan
1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun
≥15 tahun
1 Kina *) 3 x ½ 3 x 1 3 x 1 ½ 3 x (2-3)Doksisiklin - - - 2 x 1 **) 2 x 1 ***)Primakuin - ¾ 1 ½ 2 2-3
2-7 Kina *) 3 x ½ 3 x 1 3 x 1 ½ 3 x (2-3)Doksisiklin - - - 2x1 ***) 2 x 1 ***)
*) Dosis diberikan kg/BB**) 2 x 50 mg Doksisiklin***) 2 x 100 mg Doksisiklin
19
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-11 bulan
1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun
≥15 tahun
1 Kina *) 3 x ½ 3 x 1 3 x 1 ½ 3 x (2-3)Tetrasiklin - - - *) 4 x 1 **)Primakuin - ¾ 1 ½ 2 2-3
2-7 Kina *) 3 x ½ 3 x 1 3 x 1 ½ 3 x (2-3)Doksisiklin - - - *) 4 x 1 **)
*) Dosis diberikan kg/bb**) 4 x 250 mg tetrasiklin
2. Malaria vivaks dan ovale
Pengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT artesunate
+ amodiaquin atau Dihydroartemisin Piperaquin (DHP), yang mana saat ini DHP
digunakan di Papua (6).
Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, di mana
perbedaannya adalah pemberiaan obat primakuin selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg/kgBB. Pengobatan efektif bila sampai hari ke-28 setelah pemberian obat,
klinis sembuh pada hari ke-4 dan tidak di temukan parasit stadium aseksual tidak
ditemukan sejak hari ke-7 (6).
Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat
gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau gejala klinis tidak
memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau muncul kembali sebelum
hari ke-14, atau gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali
antara hari ke-15 sampai hari ke-28(6).
20
Pengobatan lini kedua malaria vivax adalah kina dan primakuin. Kina
diberikan peroral 3 kali sehari dengan dosis 10mg/kgBB/kali selama 7 hari. Dosis
primakuin adalah 0,25 mg/kgBB/hari diberikan selama 14 hari. Primakuin tidak
boleh diberikan pada ibu hamil, bayi<1 tahun, dan penderita G6-PD(6).
Tabel pengobatan lini kedua malaria vivaks/malaria ovale
Hari Jenis obat Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
≥ 15 tahun
H 1-7 Kina *) *) 3x½ 3x1 3x1½ 3x3H1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
*) Dosis diberikan kg/bb
3. Pengobatan malaria vivax yang relaps
Pengobatan malaria vivax relaps sama dengan regimen sebelumnya hanya
dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis
0,5 mg/kgBB/hari dan Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis total 25 mg/kgBB (6).
4. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3
hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya (6).
5. Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P. vivax)
Pengobatan malaria mix dengan ACT selama 3 hari serta pemberian
primakuin pada hari 1 dengan dosis 0,75 mg/kgBB dilanjutkan pada hari 2-14
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB (6).
21
6. Pengobatan malaria dengan komplikasi
Prinsipnya ada empat yaitu tindakan umum, simtomatik, obat anti malaria,
komplikasi. Untuk tindakan umum meliputi jalan nafas, perbaikan keadaan
umum, monitor tanda vital (6).
Untuk simtomatik tergantung gejala yang muncul pada penderita. Bila
pasien demam gunakan antipiretik yakni paracetamol 15mg/kgBB/kali. Bila
pasien kejang berikan diazepam 5-10 mg IV secara perlahan (5mg/menit) (6).
Pemberian obat anti malaria menggunakan derivat artimisin parenteral
yaitu artesunat intravena atau artemter intramuskular. Artesunat diberikan loading
dose secara bolus 2,4 mg/kgbb dan diulang setelah 12 jam dengan dosis sama.
Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb satu kali sehari sampai penderita
22
mampu minum obat, setelah mampu minum obat berikan regimen lini pertama
pengobatan falsiparum. Untuk artemeter loading dose 3,2 mg/kgbb im selanjutnya
1,6 mg/kgbb im satu kali sehari sampai bisa minum obat (6).
7. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(22).
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup
tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap
klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari
dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis
untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu.
Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4
minggu setelah kembali.(22).
23
Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat klinis
sembuh ( sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-
7. Pengobatan tidak efektif apabila:
dalam 28 hari setelah pemberian obat klinis memburuk dan parasit aseksual
positif
klinis tidak memburuk tapi parasit aseksual tidak berkurang (persiten) atau
timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten)
Klinis membaik tapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15 sampai
hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru
8. Mekanisme kerja obat
24
(4,6)
25
26
27
2.9. Komplikasi
1. Malaria serebral
Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium
falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran,
kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada
28
kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat (23). Pada
malaria falciparum, 10% kasus akan mengalami komplikasi malaria serebral,
dan jumlah ini memenuhi 80% kematian pada malaria (24).
Penyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di
otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah
(23). Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit (25).
Penatalaksanaan malaria cerebral sama seperti tatalaksana malaria berat pada
umumnya (6).
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah sewaktu <40 mg%.
Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia <3 tahun, ibu
hamil, dan penderita malaria berat lainnya dengan terapi kina. Kina dapat
menyebabkan hiperinsulinemia sehingga terjadi hipoglikemi. Penyebab lain
hipoglikemi diduga karena peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.
Tatalaksananya adalah bolus glukosa 40% dilanjutkan infus glukosa 10%.
Pantau kadar gula setiap 4-6 jam (6).
3. Gagal ginjal akut
29
GGA terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah darah ke ginjal sehingga terjadi iskemik dengan terganggunya
mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. Penyebab yang
paling sering adalah dehidrasi. Tindakan kita adalah periksa ureum dan
creatinin 2-3 kali per minggu atau bila tidak memungkinkan observasi urin
pasien, bila oliguria berikan cairan dengan pengawasan ketat untuk mencegah
over hidrasi, bila anuria berikan furosemid inisial 40 mg IV (6).
4. Blackwater fever
Hemoglobinuria disebabkan hemolisis masif intravaskuler pada infeksi berat,
keadaan ini tidak berhubungan dengan disfungsi renal. Tindakan kita adalah
rehidrasi, bila Hb <5 g% atau Ht < 15% berikan transfusi darah(6).
2.10. Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis
serta pengobatan (22).
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai
50% (22).
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ (22).
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
30
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit <100.000/μL, maka mortalitas <1%.
- Kepadatan parasit >100.000/μL, maka mortalitas >1%.
- Kepadatan parasit >500.000/μL, maka mortalitas >5%.
BAB III
31
PENUTUP
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa genus
Plasmodium yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium ovale, Plasmodium vivax,
dan Plasmodium malariae (1). Penyebab tersering dan dapat berakibat fatal adalah
Plasmodium falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat dengan berbagai
komplikasinya dibandingkan dengan species lain yang jarang menyebabkan kematian
ataupun gejala sisa atau sekuele.
Penyakit malaria hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di negara-negara tropis yang biasanya merupakan negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia (3). Indonesia merupakan derah endemis malaria,
walupun telah dilakukan program pelaksanaan dan pemberantasan penyakit malaria
sejak tahun 1959, namun, hingga saat ini angka kesakitan dan kematian masih cukup
tinggi (4).
Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun
ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari
ibu hamil kepada janinnya
Lini pertama pengobatan malaria adalah Artemisin Combination Therapy
(ACT) (5). Saat ini, ada empat bentuk ACT yang direkomendasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), yaitu: artemeter dan lumefantrine (AL), artesunat dan
amodiaquine (AS & AQ), artesunat dan mefloquine (AS + MQ) dan artesunat dan
32
sulphadoxine-pirimetamin (AS + SP). (10). Yang tersedia di Indonesia saat ini adalah
kombinasi Artesunate-Amodiaquin.
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini
pertama tidak efektif dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit
aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). Pengobatan
lini kedua yang dipakai saat ini adalah kina + doksisiklin atau tetrasiklin + primakuin
(6).
Pengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT artesunate +
amodiaquin atau Dihydroartemisin Piperaquin (DHP). Pengobatan lini kedua malaria
vivax adalah kina dan primakuin (6).
33