makalah tentang aqidah
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai
manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama
adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang
yang tidak kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih
bodoh dari pada orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap- lengkapnya
bentuk dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka
dengan mengutus para Rasul-Nya (menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa
jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya Allah
saja yang mengetahuinya), semuanya menyerukan kepada tauhid (diriwayatkan oleh Al
Bukhari dalam At Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179).
Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313
(diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al
Mu’jamul Kabir 8/139) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta
melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu disebut munafik yang
merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi
dan Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan
menekankan masalah aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan
merupakan landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus
agama dalam setiap masa selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan
aqidah sebelum mereka mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan
para Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-
dakwah mereka kepada umatnya.
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji,
ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Aqidah secara
definisi adalah suatu keyakinan yang mengikat hati manusia dari segala keraguan. Aqidah
dalam istilah umum yaitu keimanan yang mantap dan hukum yang tegas, yang tidak dicampur keragu- raguan terhadap orang yang mengimaninya. Ini adalah aqidah secara
umum, tanpa memandang aqidah tersebut benar atau salah. Aqidah secara terminology
adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan
menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Aqidah menurut
syara’ berarti iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya
dan kepada Hari Akhir, serta kepada qadar dan qadha, baik takdir yang baik maupun
yang buruk.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat
sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di sinilah
pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan
akhirat. Aqidah merupakan kunci kita menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar dari
seluruh hukum-hukum agama yang berada di atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu
mengesakan Tuhan yang diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid
memiliki implikasi terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik
ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya. Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah
Rasul. Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan
hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi seorang Muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam, seluruh
hidupnya didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini seperti yang tersebut dalam Al Quran
surat Al Baqarah ayat 208,
Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhannya
dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang
nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
1.2.Tujuan Dengan di buatnya makalah ini berharap mempunyai banyak manfaat dan
mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus dipegang teguh, yaitu untuk
mengihlaskan niat dan ibadah kepada AllahI semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya
kepadaNya juga membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari
kosongnya hati dari akidah. Karena orang yang hatinya kosong dari akidah ini,
adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah serta menyembah materi yang dapat di
indera saja dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.
Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang dalam pikiran.
Karena akidah ini akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela
bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri'. Oleh karena itu
hatinya menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak mencari
pengganti yang lain. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam
beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar
akidah ini adalah mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka ya
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AQIDAH • Aqi dah Secara Eti mol ogi
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa
yang diyakini
oleh seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati
dan pembenaran terhadap sesuatu. • Aqi dah Secara Syara’
Yaitu beriman kepada Allah, para MalaikatNya, kitab-kitabNya, para
Rasulnya, dan kepada hari Akhir serta kepada qadar baik yang baik maupun
yang buruk (rukun iman).
Dalilnya adalah :
• QS. Al Kahfi: 110
• QS Az Zumar: 65
• QS. Az Zumar: 2-3
• QS. An Nahl: 36 • QS. Al A’raf: 59,65,73, 85
• Aqi dah secara termi nol ogi
Menurut Abu Bakar Jabir al Jazairy, Aqidah adalah sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarakan
akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam
hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak
segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu .
B. SUMBER-SUMBER AQIDAH YANG BENAR DAN MANHAJ
SALAF DALAM MENGAMBIL AQIDAH Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan
dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah
sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam al -Quran dan as-
Sunnah. Sebab tidak seorangpun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang
apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan
Allah sendiri. Dan tidak ada seorangpun sesudah Allah yang mengetahui tentang
Allah selain Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam. Oleh karena itu Manhaj
As-Salafush Shalih dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada
Al-Quran dan as-Sunnah (Kitab Tauhid 1, Dr. Shalih bin Fauzan bin
Abdullah al Fauzan).
C. ISTILAH-ISTILAH LAIN TENTANG AQIDAH •
Iman, yaitu: sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh.
Tauhi d, artinya: mengesakan Allah (Tauhidullah).
Ushul uddi n, artinya: pokok-pokok agama .
Fi qh Akbar , artinya: fiqh besar. Istilah ini muncul berdasarkan pemahaman
bahwa tafaqquh fiddin yang diperintahkan Allah dalam surat At -Taubah
ayat 122, bukan hanya masalah fiqih, tentu dan lebih utama masalah aqidah. Dikatakah fiqh akbar, adalah untuk membedakannya dengan fiqh dalam
masalah hukum.
D. BEBERAPA KAIDAH AQIDAH • Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakini adanya, kecuali bila akal
saya mengatakan ”tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu. • Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa
melalui berita yang diyakini kejujuran si -pembawa berita.
• Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indera mata.
• Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau
oleh inderanya.
• Akal hanya bisa menjangkau hal -hal yang terikat dalam ruang dan waktu.
• Iman adalah fitrah setiap manusia.
• Kepuasan materiil di dunia sangat terbatas
• Keyakinan pada hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang
. adanya Allah.
E. PENYIMPANGAN AQIDAH DAN CARA-CARA
PENANGGULANGANNNYA
Sebab-Sebab Penyimpangan dari Aqidah Shahihah, yaitu:
1. Kebodohan terhadap aqi dah shahi hah Karena tidak mau mempelajari dan mengajarkannya, atau karena
kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh generasi yang tidak
mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau
kebalikannya. Akibatnya, mereka menyakini yang haq sebagai sesuatu yang
batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Umar bin Khatab radliyallahu ’anhu : ” Sesungguhnya
ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu manakala di dalam Islam
terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan”.
2. Ta’ashshub (fanati k)
Kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya,
sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya,
sekalipun hal itu benar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al -
Baqarah ayat 170, yang artinya:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ’ikutilah apa yang telah diturunkan Allah mereka menjawab, “(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang
telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka
akan mengikuti juga ), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”
3. Taql i d Buta
Dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa
megetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.
4. Ghul uw (berl ebi han)
Dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, ser ta mengangkat
mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri
mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik
berupa mendatangkan kemanfaatan maupun meolak kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga
sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan
menyembah Allah.
5. Ghafl ah (l al ai)
Terhadap perenungan ayat -ayat Allah yang terhampar di jagat raya
ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat -ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya
(ayat-ayat Qura’niyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil teknologi
dan kebudayaan, sampai -sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil
kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung - agungkan manusia
dan menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan
manusia semata. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari
pengarahan yang benar menurut Islam.
6. Enggannya medi a pendi di kan dan medi a i nformasi mel aksanakan
tugasnya.
Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang
cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli
sama sekali. Sedangkan media informasi, baik cetak maupun elektronik
berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau pal ing tidak hanya
memfokuskan pada hal -hal yang bersifat meteri dan hiburan semata. Tidak
memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan aqidah serta menangkis aliran-aliran sesat.
Cara-cara penanggulangan penyimpangan aqidah adalah dengan:
1. Kembali pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam
untuk mengambil aqidah shahihah. Sebagaimana para Salafush Shalih
mengambil aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir
umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat terdahulunya. Juga dengan
mengkaji aqidah golongan yang sesat dan mengenal syubuhat -syubuhat mereka
untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mngenal
keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai
jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan
evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran.
Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
4. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan
aqidah salaf serta menjawab dan menolak sel uruh aqidah batil
Aqidah atau keimanan adalah suatu keyakinan seseorang yang diwujudkan
dengan membenarkan dengan hati kita sendiri, menyatakan dengan lisan dan
membuktikannya dengan seluruh amal perbuatan. Orang yang benar -benar
beriman itu,
terkandung di dalam Qs.AL-Hujurat ayat 15 yang artinya :
“ Sesungguhnya orang -orang yang beri man i tu hanyal ah orang -orang yang
beri man kepada Al l ah dan Rasul -Nya, kemudi an mereka ti dak ragu-ragu
dan mereka berji had dengan harta dan ji wa mereka pada jal an Al l ah,
Mereka i tul ah orang-orang yang benar ”.
Orang beriman wajib juga percaya kepada AL-Quran, Malaikat, Hari akhir,
Qoda dan Qodar. Karena semua itu merupakan perangkat dalam seting kehidupan.
Orang beriman seharusnya menyadari bahwa didalam berperilaku se nantiasa
dihadapkan kepada keuntungan atau kerugian, secara lahir dan batin, yang
berakibat keuntungan lahiriah (materi) dan batiniah (pahala), maka setiap orang
yang beriman adalah orang yang memiliki komitmen dan tekat yang bulat
(commitment and determination), untuk memperoleh keberuntungan dari pencipta
kehidupan,yakni Allah dan untuk itu Allah menjamin sebagaimana ketetapannya dalam Qs-AL Mumi nuun [23] ayat 1 , yang artinya : “ Sesungguhnya
beruntungl ah orang-orang yang beri man ”.
Allah menetapkan sungguh beruntung orang-orang yang beriman, karena
ituorang beriman selalu optimis sebabnya selalu akan memperoleh
keberuntungan, ketikamendapat musibah ia bersabar karena yakin bahwa
musibah adalah rencana Allah untukmeningkatkan derajatnya atau merupakan
peringatan untuk perbaikan dirinya.
Dalam AL-Quran Surat at-Tahrim ayat 6,diJelaskan bahwa orang yang
berimandiperintahkan untuk : “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
”. Ayat inimenekankan orang yang beriman untuk menimpa ber upa harta dan
pahala.
Orang beriman senantiasanya mengembangkan sikap “tolerance for risk,
ambiguity, and uncertainty”, karena ia mempunyai penjamin kulitas (quality
assurance)sandaran keyakinan yang tidak mungkin dapat disaingi oleh
siapapun, ia merasa amanbersamanya. Orang beriman selalu rindu, cinta,
senang bersama Allah, ia selalu melatihdiri untuk membesarkannya dengan
shalat yang khusuk, tahajud di dua pertiga malammerupakan target mencapai
“Maqomam Mahmuda” tempat yang terpuji.
Untuk memelihara diri dan keluarga serta untuk memudahkan
meringankan kehidupan, islam memiliki syariat atau jalan hidup diantaranya
adalah menegakan shalat. Rassulullaah menyatakan bahwa shalat itu adalah
tiang agama, maka barang siapa yang menegakkannya ia menegakkan agama,
barang siapa yang meninggalkannya ia meruntuhkan agama. Dalam sabda yang
lain Rasullullah SAW juga menyatakan batas keimanan seseorang dengan
kekafirannya adalah meninggalkan shalat. Dalam kehidupan dunia, shalat merupakan penentu, yakni orang yang dapat shalat dengan khusuk,
tawadlu,dalam membesarkan Allah selama melaksanakan shalat, maka makna
shalat yakni Ingat kepada Allah dan membesarkannya akan selalu tegak dalam
kehidupan sehari-hari setiap saat dalam berbagai kondisi dan situasi, sehingga
mencapai apa yang diharapkan Allah yakni terkandung dalam Q.S. Al -Imran
[3] ayat 191, yang artinya :
“orang-orang yang mengi ngat Al l ah sambi l berdi ri atau duduk atau dal am
keadanberbari ng dan mereka memi ki rkan tentang penci ptaan l angi t dan
bumi : “Ya Tuhan kami , ti adal ah Engkau menci ptakan i ni dengan si a -si a,
Maha Suci Engkau, maka pel i haral ah kami dari s i ksa neraka”.
F. AQIDAH ISLAMIYAH
Aqidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para malaikat -Nya, kitab-
kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, kepada qadla dan qadar baik-buruk
keduanya dari Allah. Sedangkan makna iman itu sendiri adalah pembenaran
yang bersifat pasti (tashdiiqul jazm), yang sesuai dengan kenyataan, yang
muncul dari adanya dalil/bukti. Bersifat pasti artinya seratus persen
kebenaran/keyakinannya tanpa ada keraguan sedikitpun. Sesuai dengan fakta
artinya hal yang diimani tersebut memang be nar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan (mis. keberadaan Allah, kebenaran Quran, wujud
malaikat dll). Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki
hujjah/dalil tertentu, tanpa dalil sebenarnya tidak akan ada pembenaran yang
bersifat pasti . Suatu dalil untuk masalah iman, ada kalanya bersifat aqli dan
atau naqli, tergantung perkara yang diimani. Jika perkara itu masih dalam
jangkauan panca indra/aqal, maka dalil keimanannya bersifat aqli, tetapi jika
tidak (yaitu di luar jangkauan panca indra), maka ia didasarkan pada dalil
naqli. Hanya saja perlu diingat bahwa penentuan sumber suatu dalil naqli juga
ditetapkan dengan jalan aqli. Artinya, penentuan sumber dalil naqli tersebut
dilakukan melalui penyelidikan untuk menentukan mana yang boleh dan mana
yang tidak boleh dijadikan sebagai sumber dalil naqli.
Oleh karena itu, semua dalil tentang aqidah pada dasarnya disandarkan
pada metode aqliyah. Dalam hal ini, Imam Syafi’i berkata:“Ketahuilah bahwa
kewajiban pertama bagi seorang mukall af adalah berfikir dan mencari dalil untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala. Arti berfikir adalah melakukan penalaran
dan perenungan kalbu dalam kondisi orang yang berfikir tersebut dituntut
untuk ma’rifat kepada Allah. Dengan cara seperti itu, ia bisa sampai kepada
ma’rifat terhadap hal -hal yang ghaib dari pengamatannya dengan indra dan ini
merupakan suatu keharusan. Hal ini seperti merupakan suatu kewajiban dalam
bidang.
G. TUJUAN AQIDAH DALAM ISLAM
Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus dipegang
teguh, yaitu :
1. Untuk mengihlaskan niat dan ibadah kepada AllahI semata. Karena Dia
adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya, maka tujuan dari ibadah
haruslah diperuntukkan hanya kepadaNya.
2. Membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari kosongnya
hati dari akidah. Karena orang yang hatinya kosong dari akidah ini,
adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah serta menyembah materi yang
dapat di indera saja dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah
dan khurafat.
3. Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang dalam pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan o rang mukmin
dengan Penciptanya Lalurela bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur,
Hakim yang membuat tasyri'. Oleh karena itu hatinya menerima takdir -Nya,
dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak mencari pengganti yang lain.
4. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah
kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar
akidah ini adalah mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka
yang lurus dalam tujuan dan perbuatan.
5. Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak menghilangkan
kesempatan beramal baik, kecuali digunakannya dengan mengharap pahala.
Serta tidak melihat tempat dosa kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari
siksa. Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani kebangkitan serta balasan terhadap seluruh perbuatan.
"Dan masing-masing orang memperoleh derajat -derajat (sesuai) dengan yang
dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan."
(QS. Al-An'am : 132).
Nabi Muhammad SAW juga menghimbau untuk tujuan ini dalam
sabdanya :
"Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah
daripada orang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat
kebaikan. Bersemangatlah terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta
mohonlah pertolongan dari Allah dan janganlah lemah. Jika engkau ditimpa
sesuatu, maka jaganlah engkau katakan :
seandainya aku kerjakan begini dan begitu. Akan tetapi katakanlah : itu
takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki dia lakukan. Sesungguhnya
mengada-ada itu membuka perbuatan setan." ( HR. Muslim)
6. Menciptakan umat yang kuat yang mengerahkan segala yang mahal maupun
yang murah untuk menegakkan agamanya serta memperkuat tiang
penyanggahnya tanpa peduli apa yang akan terjadi untuk menempuh jalan
itu. "Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka
itulah orang –rang yang benar." (QS. Al Hujurat : 15),
7. Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki individu -
individu maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
"Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami be ri balasan kepada
mereka dengan pahala yang paling baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (QS. An Nahl 97) Inilah sebagian dari tujuan akidah Islam, Kami
mengharap agar Allah merealisasikannya kepada Kami dan seluruh umat
Islam.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina
setiap individu muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca
mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan
persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-
perasaan yang murni dalam dirinya. Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur
kekuatan yang mampu menciptakan mu’jizat dan merealisasikan kemenangan-
kemenangan besar di zaman permulaan Islam. Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu
muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan
dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab.
Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang
memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab
di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan
manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqidah
B. Sumber-Sumber Aqidah Yang Benar Dan Manhaj Salaf Dalam
Pengambilan aqidah
C. Istilah-Istilah Lain Dalam Aqidah
D. Beberapa Kaidah Aqidah
E. Penyimpanhan Aqidah Dan Cara-Cara Penanggulangannya
F. Aqidah Islamiyah
G. Tujuan Aqidah Dalam Agama Islam
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan