aqidah ayuuu

47
MAKALAH AQIDAH ISLAM DAN TANTANGAN ZAMAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aqidah Islam Disusun oleh : IKLIMAH UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF .DR. HAMKA

Upload: ridaahriani

Post on 17-Jan-2016

255 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: aqidah ayuuu

MAKALAH

AQIDAH ISLAM DAN TANTANGAN ZAMAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aqidah Islam

Disusun oleh :

IKLIMAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PROF .DR. HAMKA

BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: aqidah ayuuu

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia modern yang antara lain ditandai oleh semakin hilangnya batas ruang dan waktu

telah membuat kehidupan manusia semakin kompleks. Semakin cepatnya perputaran siklus

kehidupan, membuat orang merasakan terbatasnya waktu yang hanya tersedia 24 jam sehari.

Untuk memperluas kemampuan manusia mengatasi keterbatasan waktu tersebut dibuatlah

perangkat teknologi seperti internet. Ini berguna untuk meningkatkan daya saing dan nilai

tambah setiap manusia dalam merebut peluang kehidupan didunia ini.

“Islam dan Tantangan Zaman”, suatu judul  yang menimbulkan pertanyaan yang biasa dibahas oleh bayak kalangan. Segelintir orang (ekstrimis) beranggapan bahwa  Islam dan Tantangan Zaman adalah suatu paduan kata yang tidak tepat untuk di sandingkan, menurut mereka Tantangan Zaman adalah pintu utamanya bid’ah dan bid’ah adalah virusnya agama.

Disamping itu, sebagian orang berpendapat bahwa “kembali ke Islam artinya kembali ke zaman doeloe”. Ada juga yang mengatakan, “jika kembali ke Islam kita akan mundur beberapa ratus tahun ke belakang, seolah-olah jika kita menjalankan aturan Islam secara kaffah maka kita harus meninggalkan semua teknologi yang  kita miliki”.

Perbedaan pendapat dan sikap umat Islam dalam menyikapi modernisasi inilah yang mendorong kami untuk mencoba menyampaikan informasi yang sebenarnya mengenai Islam dan modernisme. Semoga tulisan ini menjadi memberi mamfaat bagi kita semua.

Dunia yang berorientasi materialistik telah menghantarkan manusia kedalam kehidupan

tanpa kebahagiaan. Semakin kaya harta, semakin miskin mereka dalam kebahagiaan hidup.

Tetapi dalam Islam bekerja keras mengumpulkan ilmu dan harta merupakan ibadah, karena ilmu

dan harta tersebut harus diamalkan untuk kepentingan umat manusia.

Kegiatan mengumpulkan ilmu dan harta pasti tidak akan lepas dari kerja keras dan

pemanfaatan waktu, tenaga, dan biaya secara efisien. Kesibukan inilah yang seringkali

menggoda manusia untuk melupakan Allah, saudara sesama muslim dan bahkan dirinya sendiri.

Padahal jika disadari, semua yang dilakuikan manusia adalah sia-sia tanpa ridho dan kekuasaan

Allah.

Saat ini banyak orang yang bertindak “semau gue”, mereka menunda-nunda waktu

sholat, puasa, zakat, dan lainnya. Mereka menganggap bahwa ibadah-ibadah ini tidak

memberikan dampak dalam ekonomi dan materi. Padahal prilaku seseorang itu ditentukan oleh

kualitas imannya, jika iman mereka bagus dan mantap maka akan melahirkan prilaku yang

bagus. Maka sasaran utama yang dilakukan adalah bagaimana meluruskan kualitas akidah dan

ibadah mereka.

Perlu direnungkan bersama salah satu ayat dari wahyu Allah SWT dalam Al-Qur’an surat

An-Nahl ayat 125 :

Page 3: aqidah ayuuu

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmua dengan penuh hikat dan pelajaran yang

baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapatkan petunjuk“.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membuat sebuah makalah

tentang “AQIDAH ISLAM DAN TANTANGAN ZAMAN“.

1.2 Batasan Makalah

Tulisan ini membahas masalah seputar Pengertian Aqidah Islam dan  Tantangan Zaman (Modernisme), Sejarah Perkembangan Islam dan Modernisme, Filter Modernisasi, Modernisasi Agama,

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan  ini adalah memberikan informasi mengenai Islam dan Tantangan Zaman (Modernisme) dan dapat memberikan landasan menyikapi modernisme Islam yang terjadi saat ini.

1.4 Rumusan Masalah

Dari asumsi diatas  maka penulis tertarik untuk menampilkan permasalahan dalam

penelitian ini yaitu bagaimanakah peranan aqidah islam dalam menghadapi tantangan zaman

(modernisasi) yang terjadi saat ini ?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aqidah Islam

a.      Pengertian Aqidah IslamSebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab kamus (salah satunya Lisânul ‘Arab dan al-

Mu’jamul wasîth), secara bahasa ‘aqidah memiliki arti: ikatan (ar-rabth), pengesahan (al-ibrâm), penguatan (al-ihkâm), menjadi kokoh (at-tawatstsuq), pengikatan dengan kuat (as-syaddu biquwwah), komitmen (at-tamâsuk), pengokohan (al-murâshah), penetapan (al-itsbâtu, al-jazmu) dan yakin (al-yaqîn).

Maka dikatakan ‘aqidah, berarti ketetapan hati yang sudah pasti, di mana tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, baik benar atau pun salah. (Abdullah bin Abdil Hamid al-Atsari dalam al-wajîz, 1422: 33-34)

Page 4: aqidah ayuuu

Apabila dikaitkan dengan istilah ‘Aqidah Islam, berarti keimanan yang pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban mengesakanNya dan taat kepadaNya, meyakini malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, taqdir dan seluruh perkara ghaib yang ditetapkan adanya serta seluruh berita yang pasti (qath’iy) baik secara ilmu dan amal. (Nâshir bin Abdil Karim al-Aql dalam Mujmal Ushûl Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah fil ‘Aqîdah, 1412:5)

Rincian dari definisi istilah ini, merupakan cerminan rukun iman yang enam, di mana para ulama meyebutnya dengan pokok keimanan yang enam (Ushul imân as-sittah), pokok agama (ushuluddîn), pokok keyakinan (ushûlul I’tiqâd) atau asas keyakinan Islam (asâsul ‘aqidah al-islâmiyyah).

b.      Sumber-Sumber Akidah Islam

Kembali mengenai akidah, Mengapa akidah diistilahkan dengan tauqifiyah? Karena

akidah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’I, tidak ada medan ijtihad, dan

berpendapat di dalamnya, terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Allah subhaanahu wa ta’ala menjamin orang yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-

Sunnah dengan kesatuan kata, yaitu kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Allah subhaanahu

wa ta’ala berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan

janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103). 

Oleh karena itu, mereka disebut firqah najiyah (golongan yang selamat). Ketika ditanya

tentang satu golongan tersebut, beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang berada di atas

ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku.” (HR. Ahmad).

Terjadinya banyak penyimpangan sudah diperkirakan oleh Rasulullah sehingga umat ini

menjadi terpecah-pecah dan retaklah umat Islam, mereka berpaling dari sumber akidah yang

shahih, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dan membuat landasan kehidupan baru dari ilmu-ilmu

kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. 

2.2 Rumusan Aqidah Islam

Rukun-rukun Iman yang enam merupakan rumusan aqidah Islam yang mampuh

menjelaskan masalah-masalah terbesar dalam kehidupan manusia. Keenam rukun ini saling

terkait dan membentuk mata rantai dan bingkai paradigma yang jelas untuk menjawab tuntutan

kebutuhan dasar manusia.

Iman kepada Allah, eksistensi, sifat-sifat dan nama-nama baik-Nya adalah poros yang

menjadi orbit kelima rukun iman lainnya. Rukun pertama ini menjadi puncak seluruh kebenaran

pengabdian manusia. Karena kelima rukun lain bagian dari kehendak-Nya dan sangat terkait

Page 5: aqidah ayuuu

dengan cara dan metodologi memahami dan mengetahui kebenaran kehendak-Nya serta cara

menyikapinya.

Iman kepada malaikat sebagai makhluk yang selalu berada di sisi Allah dan patuh tak

pernah maksiat kepada-Nya menempati posisi ke dua. Lewat salah seorang merekalah yaitu Jibril

Allah mewahyukan kehendak-Nya yang berisikan informasi yang sarat dengan petunjuk yang

diperlukan manusia dalam memahami hakikat juklak kebenaran dalam kehidupan.

Wahyu yang dihimpun dalam kitab-kitab-Nya ini menempati posisi rukun iman ke tiga.

Dalam memahami dan mengamalkan kehendak dan petunjuk ini diperlukan penerjemah

sekaligus sebagai contoh penerapannya.

Mengingat salah satu sifat dasar dan fitrah manusia yang lain adalah meniru dan

mencontoh seseorang. Maka Allah mengutus para rasul-Nya sebagai uswah hasanah yang

mewariskan pemahaman dan penerapan yang benar kepada para pengikut-nya yang setia. Betapa

pentingnya mengakui kehadiran contoh ini sehingga menempati rukun iman ke empat yang

statemennya disatukan dalam kalimah syahadat yang ke dua. Setiap manusia menghendaki hasil

yang dipetik dari jerih payah yang dilakukannya. Sekaligus membuktikan dan mengalami

kebenaran setiap petunjuk dari Yang Maha diyakininya dalam kehidupan. Di samping urgensi

lain yang muncul saat meyakini akibat dan balasan yang diperolehnya berdampak besar dalam

mengawasi dan mengontrol kehidupannya.

Maka urgensi beriman kepada hari akhir untuk memasuki alam akhirat dan pembalasan

menempati rukun iman ke lima. Namun semua itu akan bermuara pada ketetapan Allah, baik

maupun buruk, dalam qada’ dan qadar-Nya. Sebagai Pencipta alam, manuisa dan kehidupan

Allah tidak pernah membuat keputusan melainkan di atas ilmu dan kebijaksanaan-Nya yang

pasti. Rahmat Allah amat meliputi segala sesuatu. Manusia tidak perlu cemas terzalimi di sisi

Allah Azza wa Jalla.

Seluruh rukun iman ini merupakan bingkai dan standar kebenaran bagi manusia. Dengan

keenam rukun ini manusia mendapat kejelasan dalam memahami dan menerapkan apa arti suatu

kebenaran berdasarkan fakta-fakta argumentatif. Jika ini dianggap sebagai doktrin maka tidaklah

keliru seseorang untuk menjadikannya sebagai prinsip. Karena tidak semua doktrin bisa dinilai

tidak ilmiah. Bahkan betapa banyak sisi kehidupan manusia yang ditetapkan dengan doktrin

yang sudah cukup faktual dan aksiomatis kebenarannya.

c.       Zaman Modern

Page 6: aqidah ayuuu

Modern berarti baru, saat ini, up to date. Ini adalah makna obyektif modern. Secara subyektif makna modern terkait erat dengan konteks ruang waktu terjadinya proses modernisasi. Nurcholis Majid melihat zaman modern merupakan kelanjutan yang wajar pada sejarah manusia. Setelah melalui zaman pra-sejarah dan zaman agraria di Lembah Mesopotamia (bangsa Sumeria) sekitar 5000 tahun yang lalu, umat manusia memasuki tahapan zaman baru, zaman modern, yang dimulai oleh bangsa Eropa Barat laut sekitar dua abad yang lalu (Majid; 2000, 450)

Zaman baru ini, menurut Arnold Toynbee seperti yang dikutip oleh Majid, dimulai sejak menjelang akhir abad ke 15 M ketika orang Barat berterima kasih tidak kepada Tuhan tetapi kepada dirinya sendiri karena telah berhasil mengatasi kungkungan Kristen abad pertengahan. Zaman modern merupakan hasil dari kemajuan yang dicapai masyarakat Eropadalam sains dan teknologi. Pencapaian tersebut berimbas pada terbukanya selubung kesalahan dogma gereja setelah manusia berhasil mengenal hukum-hukum alam dan menguasainya. Pengetahuan tersebut menjadi kritik terhadap gereja dan berujung pada sikap anti gereja. Maka, di era ini, manusia menjadi penguasa atas diri dan hidupnya sendiri. Doktrin teosentris (kekuasaan Tuhan) yang dihegemonikan gereja selama abad pertengahan diganti dengan doktrin manusia sebagai pusat kehidupan (antroposentrisme).Sebagai kritik atas masa lalu, zaman modern banyak memutus nilai-nilai dan jalan hidup tradisional dan digantikan dengan nilai-nilai baru berdasar sains yang dicapai manusia. Di era ini manusia mencipta pola hidup baru yang berbeda dengan era sebelumnya.

d.      Tantangan Zaman (Modernitas)Pergulatan modernitas dan tradisi dalam dunia Islam melahirkan upaya-upaya

pembaharuan terhadap tradisi yang ada. Harun Nasution menyebut upaya tersebut sebagai gerakan pembaruan Islam, bukan gerakan modernisme Islam. Menurutnya, modernisme memiliki konteksnya sebagai gerakan yang berawal dari dunia Barat bertujuan menggantikan ajarannagama Katolik dengan sains dan filsafat modern. Gerakan ini berpuncak pada proses sekularisasi dunia Barat (Nasution; 1975, 11).

Berbeda dengan Nasution, Azyumardi Azra lebih suka memakai istilah modern dari pada pembaruan. Azra beralasan penggunaan istilah pembaruan Islam tidak selalu sesuai dengan kenyataan sejarah. Pembaruan dalam dunia Islam modern tidak selalu mengarah pada reaffirmasi Islam dalam kehidupan muslim. Sebaliknya, yang sering terjadi adalah westernisasi dan sekularisasi seperti pada kasus Turki (Azra; 1996, xi)

Apa yang disampaikan Azra adalah kenyataan modernisme dalam makna subyektifnya, sedangkan Nasution mencoba melihat modern dengan makna obyektif. Memang harus diakui, ekspansi gagasan modern oleh bangsa Barat tidak hanya membawa sains dan teknologi, tetapi juga tata nilai dan pola hidup mereka yang sering kali berbeda dengan tradisi yang dianut masyarakat obyek ekspansi. Baik dalam makna obyektif atau subyektifnya, modernitas yang diimpor dari bangsa Barat membuat perubahan dalam masyarakat muslim, di segala bidang. Pada titik ini umat Islam dipaksa memikirkan kembali tradisi yang pegangnya berkaitan dengan perubahan yang sedang terjadi. Respons ini kemudian melahirkan gerakan-gerakan pembaruan. Tetapi, pembaruan Islam bukan sekedar reaksi muslim atas perubahan tersebut. Degradasi kehidupan keagamaan masyarakat muslim juga menjadi faktor penting terjadinya gerakan pembaruan. Banyak tokoh-tokoh umat yang menyerukan revitalisasi kehidupan keagamaan dan membersihkan praktek-praktek keagamaan dari tradisi-tradisi yang dianggap tidak islami.

Page 7: aqidah ayuuu

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perkembangan Islam dan Modernisme

Sudah menjadi pengatahuan umum bahwa Eropa Barat pada abad-abad pertengahan belum memiliki peradaban yang dapat dibanggakan dalam sejarah. Islam sudah mengenal apa itu mandi dan apa itu kebersihan seperti yang diajarkan nabi Muhammad saw sementara orang-orang Eropa pada waktu itu belum mengenalnya, sehingga badan mereka begitu bau. Orang Eropa mulai mengenal bersuci ketika terjadi kontak dalam Perang Salib. Ketika Yerusalem direbut maka banyak orang-orang Frank (sebutan untuk tentara Salib) datang ke tempat-tempat pemandian, mereka sangat senang. Namun mereka belum memiliki adab, mereka masuk kepemandian dengan telanjang sementara orang muslim masuk ke pemandian dengan ditutupi oleh handuk.

Islam sangat memberikan ruang berpikir untuk menjadi modern. Pada masa Abasiyah muncul para pemikir seperti matematikawan, sejarawan, ahli geografi, filsuf dan sosiolog seperti Ibnu Khaldun. Bahkan buku yang ditulis oleh Ibnu Sina tentang ilmu kedokteran masih menjadi bahan rujukan utama dalam ilmu ini. Al Khawarizmi adalah ahli matematika yang menemukan angka nol dan angka nol ini akan membuka pengetahuan-pengetahuan lain seperti penemuan termometer dan lain-lain.

Islam pun berkembang pesat di Kordova (Spanyol) dimana banyak raja-raja di Eropa yang mengirimkan anak-anaknya untuk belajar di Universitas Kordova, mereka belajar bahasa Arab dan mata uang dirham berkembang dengan pesat. Pada waktu itu bahasa Arab dapat dikatakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan dimana jika kita ingin dapat membaca buku-buku ilmiah maka kita harus mampu membacanya dalam bahasa Arab, keadaannya sama dengan posisi bahasa Inggris pada masa sekarang.

Islam telah membuktikan bahwa Islam bukanlah agama yang menolak modernisasi, justru Islam dapat dikatakan sebagai pelopor modernisasi. Islam mampu menafsirkan dan mengimplementasikan pemikiran dari para filsuf Yunani di Eropa sehingga mampu membuat islam maju, sedangkan Barat tidak mampu mengimplementasikan ilmu dari para filsuf tersebut karena terkekang oleh kekuasaan gereja di abad ke-5 sampai abadke-15. Bahkan Gereja menghukum mati Copernicus yang menyadari bahwa ternyata bumi lah yang mengelilingi matahari bukan sebaliknya. Namun pikiran tersebut dianggap menentang dogma gereja sehingga ia dihukum mati.

Page 8: aqidah ayuuu

Petaka bagi Islam mulai muncul ketika Baghdad diserang oleh pasukan Mongol dan mereka membakar buku-buku Islam sehingga umat Islam kehilangan ilmu-ilmunya yang menjadikan islam  mundur hingga sekarang. Petaka itu pun terjadi di Spanyo tatkala Islam diusir dan dibantai oleh Ratu Isabella, sedangkan buku-buku Islam diterjemahkan lalu diakui sebagai karya-karya orisinal buatan orang Barat hingga kini. Turki Ustmani sebagai pewaris islam yang terakhir pun turut  larut dalam modernisasi yang salah. Para pejabat yang mulai korupsi dan sewenang-wenang ditambah masuknya paham modern seperti nasionalisme dan demokrasi yang didengungkan oleh Inggris dan Prancis. Kemal Attaturk adalah orang yang berusaha memodernisasikan Islam, namun caranya begitu menyimpang. Ia menganggap Islam adalah agama yang kolot, orang yang memelihara jenggot dianggap sebagai kaum ekstremis dan Barat adalah kiblat ke arah kemajuan.

Modernisasi akan membawa dampak buruk seperti yang terjadi pada Turki namun modernisasi akan membawa dampak baik dikala modernisasi itu tetap berpegang pada Quran dan hadits seperti pada saat dinasti Abassiyah.

Islam tidak melarang modernisasi selama modernisasi tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam dan akidah islam

Berkat belajar dari peradaban Islam, Eropa Barat terstimulasi untuk bangkit dari Dark Age (zaman kegelapan) menuju masa renaissance (lahir kembali) yang bermula pada abad ke 16. Kebangkitan Eropa Barat diawali dengan proses sekularisasi yaitu pemisahan agama Nasrani dari aturan kehidupan. Dengan demikian masyarakat terbebas dari kungkungan dogma-dogma gereja dan terbukalah pengembangan ilmu pengetahuan melalui penalaran akal. Maka, pada abad ke-18, Eropa Barat melahirkan peradaban modern yang dikenal dengan Masa Pencerahan (Enlightenment).

Paham Modernisme ini lahir antara tahun 1650 sampai tahun 1800 M yangdikenal dalam sejarah Eropa sebagai The Age of  Reason (pemujaan akal)

3.2 Filter Terhadap Tantangan Zaman (Modernisasi)

Disaat teknologi yang dibawa Barat cukup mengagetkan, umat Islam kebingungan dalam menyaring segala sesuatu yang berasal dari Barat. Akibatnya, timbul 3 gologan.

1.      Golongan yang melarang segala sesuatu yang datang dari Barat karena berasal dari kaum kafir.2.      Golongan yang menerima semua yang berasal dari Barat dengan alasan agar Islam jadi maju,

tidak ketinggalam zaman.3.      Golongan yang menyaring mana yang sesuai dengan Islam dan mana yang tidak sesuai.

Ide penyaringan inilah yang nampaknya tepat berada ditengah-tengah, tidak menolak atau menerima secara mutlak paham modernisasi. Namun, apakah alat penyaring modernisasi yang tepat untuk umat Islam?

Alat penyaring itu adalah kategorisasi hadharah dan madaniyah.  

Kategorisasi ini diperkenalkan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab “Nidzamul Islam”.

3.3 Modernisasi Agama

Istilah modernisme dalam agama baru dikenal pada abad 19 M di Eropa. Term ini dinisbatkan kepada gerakan protes Gereja Katolik Roma terhadap otoritas Gereja konservatif. Gerakan yang berupa protes ini juga dipakai untuk gerakan liberalisme dalam Kristen Protestan.

Page 9: aqidah ayuuu

Sebelumnya, gerakan liberalisasi agama lebih dahulu dipelopori oleh Yahudi. Hanya saja, Yahudi pada waktu itu tidak menamakan gerakannya dengan istilah modernisme.

Jadi, pada saat itu, istilah liberalisasi dikenalkan lebih dahulu oleh Yahudi, Sedangkan modernisasi dipopulerkan oleh Kristen. Meski begitu, motif gerakan keduanya sama, yakni merelevansikan agama dengan sains dan filsafat agar senafas dengan zaman yang baru. Maka, pada gerakan selanjutnya, modernisasi adalah istilah lain dari liberalisasi agama.

Dalam Encyclopedia Americana (1972) V.19, modernisasi agama diartikan sebagai pemikiran agama yang berangkat dari keyakinan bahwa kemajuan-kemajuan sains dan kebudayaan modern menuntut adanya reinterpretasi terhadap ajaran agama klasik sesuai pemikiran filsafat. Dengan demikian, doktrin utama modernisasi adalah, meletakkan teks wahyu di bawah sains, Teks agama harus ditafsir ulang agar sesuai dengan zaman. Pemikiran ini tidak lain mereduksi agama, dan membuat ajaran yang baru.

3.4 Aqidah Islam Dan Tantangan Zaman (Modernitas)Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah

(transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata pada manusia dalam memahami realitas.

Meski demikian, secara sosiologis, Iislam merupakan fenomena peradaban, realitas sosial kemanusiaan. Pada wilayah ini nilai-nilai Islam bertemu dan berdialog secara intens dengan kenyataan hidup duniawi yang selalu berubah dalam partikularitas konteksnya.Dialog antara universalitas nilai dan partikularitas konteks menjadi penting dan harus selalu dilakukan agar misi Islam sebagai rahmat semesta alam dapat diwujudkan. Ketidakmampuan berdialog dapat menjebak agama pada posisi keusangan (kehilangan relevansi) atau pada posisi lain kehilangan otentitasnya sebagai pedoman hidup.

3.5 Islam Dan Perubahan

Muara yang diharapkan dari proses dialektika nilai-nilai Islam dengan modernitas adalah keberlakuan Islam di era modern. Ini terjadi jika upaya tersebut berhsil dengan baik. Sebaliknya, ketidakberhasilan proses tersebut dapat membuat agama kehilangan relevansinya di zaman modern. Peristiwa penolakan terhadap geraja di awal zaman modern di Eropa dapatterulang kembali dalam konteks yang berbeda, dunia Islam. Islam memiliki potensi kuat untuk menjawab tantangan tersebut.

Ernest Gellner, seperti yang dikutip Majid, menyatakan bahwa di antara tiga agama monoteis; Yahudi, Kristen dan Islam, hanya Islamlah yang paling dekat dengan modernitas. Ini karena ajaran Islam tentang universalisme, skripturalisme (ajaran bahwa kitab suci dapat dibaca dan dipahami oleh siapa saja, tidak ada kelas tertentu yang memonopoli pemahaman kitab suci dalam hierarki keagamaan), ajaran tentang partisipasi masyarakat secara luas (Islam mendukung participatory democracy), egalitarianisme spiritual (tidak ada sistem kerahiban-kependetaan), dan mengajarkan sistematisasi rasional kehidupan sosial (Majid, 467) Yusuf Qardhawi menilai kemampuan Islam berdialog secara harmoni dengan perubahan terdapat dalam jati diri Islam itu sendiri. Potensi tersebut terlihat dari karakteristik Islam sebagai agama rabbaniyah (bersumber dari Tuhan dan terjaga otentitasnya), insaniyah (sesuai dengan fitrah dan demi kepentingan manusia), wasthiyyah (moderat-mengambil jalan tengah), waqiiyah (kontekstual), jelas dan harmoni antara perubahan dan ketetapan (Qardhawi; 1995).

3.6 Pembaruan Islam

Page 10: aqidah ayuuu

Meski Islam potensial menghadapi perubahan, tetapi aktualitas potensi tersebut membutuhkan peran pemeluknya. Ketidakmampuan pemeluk Islam dapat berimbas pada tidak berkembangnya potensi yang ada. Ungkapan yang sering dipakai para pembaru Islam untuk menggambarkan hal ini adalah “al- Islam mahjub bi al-musliminâ€Â.�

Dalam mengaktualisasikan potensi tersebut, pemeluk Islam difasilitasi dengan intitusi tajdid (pembaruan, modernisasi). Ada dua model tajdid yang dilakukan kaum muslim: seruan kembali kepada fundamen agama (al- Qur’an dan hadith), dan menggalakkan aktivitas ijtihad. Dua model ini merupakan respons terhadap kondisi internal umat Islam dan tantangan perubahan zaman akibat modernitas. Model pertama disebut purifikasi, upaya pemurnian akidah dan ajaran Islam dari percampuran tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan Islam. Sedang model kedua disebut dengan pembaruan Islam atau modernisme Islam (Achmad Jainuri; 1995, 38).

Di sini, Tajdid memiliki peranan yang signifikan. Ketiadaan rasul pasca Muhammad SAW. bukan berarti tiadanya pihak-pihak yang akan menjaga otentitas dan melestarikan risalah Islam. Jika sebelum Muhammad SAW. peranan menjaga dan melestarikan risalah kerasulan selalu dilaksanakan oleh nabi atau rasul baru, pasca Muhammad SAW. peran tersebut diambil alih oleh umat Islam sendiri. Rasul Muhammad SAW. pernah menyatakan bahwa ulama` merupakan pewarisnya, dan di lain kesempatan ia menyatakan akan hadirnya mujaddid di setiap seratus tahun. Dalam proses tersebut, setiap ajaran Islam mengalami pembaruan yang berbeda-beda, bahkan ada yang tidak boleh disentuh sama sekali. Aqidah dan ibadah merupakan domain yang sangat tabu tersentuh proses perubahan. Yangbisa dilakukan dalam kedua wilayah tersebut adalah pembersihan dari aspek- aspek luar yang tidak berasal dari doktrin Islam. Di sini berlaku kaidah “semua dilarang kecuali yang diperintah”.

Berbeda dengan itu, aspek muamalah (interaksi sosial) merupakan wilayah gerak tajdid dengan sedikit tabu di dalamnya. Pada aspek ini nilai-nilai Islam mewujudkan dirinya berupa paradigma (cara pandang) kehidupan. Ajaran Islam menyediakan pedoman-pedoman dasar yang harus diterjemahkan pemeluknya sesuai dengan konteks ruang waktu yang melingkupinya. Pada wilayah ini yang berlaku adalah kaidah “semua dibolehkan kecuali yang dilarang”. Menurut Kuntowijoyo (Kuntowijoyo; 1997, 170) penerjemahan nilai-nilai tersebut bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Yang pertama berangkat dari nilai ajaran langsung ke wilayah praktis. Ilmu fiqh merupakan salah satu perwujudan yang pertama ini. Sementara yang kedua berangkat dari nilai ke wilayah praktis dengan melalui proses filsafat sosial dan teori sosial terlebih dahulu (nilai-filsafat sosial-teorisosial). Sebagai contoh adalah ayat yang menjelaskan Allah tidak akan merubah suatu kaum jika mereka tidak merubah dirinya sendiri. Nilai perubahan ini harus diterjemahkan menjadi filsafat perubahan sosial, kemudian menjadi teori perubahan dan baru melangkah di wilayah perubahan sosial.

Keberadaan tajdid menjadi bukti penting penghargaan Islam terhadaap kemampuan manusia. Batas-batas yang ada dalam proses tajdid bukan merupakan pengekangan terhadap kemampuan manusia, tetapi sebagai media mempertahankan otentisitas risalah kenabian. Ketika agama hanya menghadirkan aspek-aspek yang tetap, abadi, tidak bisa berubah maka yang terjadi adalah ketidakmampuan agama mempertahankan diri menghadapi zaman. Akibatnya, agama akan kehilangan relevansinya. Ini seperti yang terjadi pada gereja di abadpertengahan.

Sebaliknya, jika aspek-aspek yang tetap, abadi dan tidak berubah tersebut tidak ada dalam agama, maka agama akan kehilangan otentitasnya sebagai pedoman hidup manusia. Di

Page 11: aqidah ayuuu

sinilah, kekhasan Islam seperti yang disebut Qardhawi di atas berperan. Islam berdiri di tengah-tengah. Islam mengandungi ketetapan-ketetapan di satu sisi, dan keluwesan-keluwesan disisi lainnya. Dengan sikap terebut Islam bisa tetap eksis di tengah perubahan zaman tanpa kehilangan otentitasnya sebagai agama ilahiah.

Gagasan pembaharuan Islam dapat dilacak di era pra-modern pada pemikiran Ibn Taymiyah (abad 7-8 H/13-14 M). Taymiyah banyak mengkritik praktek-praktek islam populer yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan menyerukan kembali kepada syariat. Gerakan lain dilakukan oleh Muhammad Abdul Wahab di Arabia pada abad ke 18 M yang menolak dengan keras tradisi yang tidak Islami (Jainuri; 2002, 15-17).

Jika pembaharuan pra-modern dilakukan sebagai otokritik praktek keagamaan populer masyarakat muslim, pembaruan era modern merupakan respons umat Islam terhadap tantangan yang ditawarkan oleh modernitas Barat. Di era ini tercatat beberapa tokoh yang cukup populer seperti al-Afghani, Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Sabiq, Muhammad Iqbal, dll. Proses pembaharuan era modern mengalami dinamikaa yang cukup kompleks. Keinginan harmonisasi Islam dengan modernitas melahirkan banyak pemikir dengan karakteristik yang berbedaa-beda. Sebagian pemikir tampak wajah puritanismenya, dan sebagian yang lain condong pada modernitas, bahkan, terjebak pada pengagungan nilai-nilai modern (seperti sekularisme).

BAB IV

PENUTUP

Tantangan Zaman (Modernitas) yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif-negatifnya, menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisi keterpurukannya. Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan seagala potensinya untuk menyelesaikan permasalahannya.

Kemajuan peradaban tidak di tentukan oleh produknya (barang-barang teknologi), tetapi oleh ide dan ideologi, serta sistem yang membangun peradaban itu.

Modernisasi membutuhkan filter, saringan, dan tolak ukur, agar bisa di nilai positif dan negatifnya. Filter tersebut adalah hadharah dan madaniyah.

Islam tidak melarang modernisasi selama modernisasi tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam dan akidah Islam.

Pembaharuan/ tajdid sebenarnya bukanlah menciptakan ajaran yang baru, akan tetapi ‘memotong’ penyimpangan, pemulihan konsep untuk dikembalikan agar sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Hadis setelah ajaran itu terdistorsi.

Tajdid sebagai upaya menjaga dan melsetarikan ajaran Islam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh umat Islam. Upaya tajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski memerlukan cost yang besar.

Page 12: aqidah ayuuu

Pendidikan Akhlak dan Tantangan Globalisasi

22.18 Nashir.RZ Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya; baik ia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai makhluk individual dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecenderungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai material. Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.

Nilai-nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran; yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai hamba Allah serta anggota masyarakat.Mengejar nilai-nilai material saja, tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan hakiki. Bahkan hanya menimbulkan bencana yang hebat, karena orientasi hidup manusia semakin tidak mempedulikan kepentingan orang lain, asalkan materi yang dikejar-kejarnya dapat dikuasainya dan akhirnya timbul persaingan hidup yang tidak sehat. Sementara manusia tidak memerlukan lagi agama untuk mengendalikan segala perbuatannya, karena dianggapnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan hidupnya.

Disini kita akan tahu betapa pentingnya aqidah dalam kehidupan modern ini. Aqidah akan menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi segala dampak negatif kehidupan modern ini. Disampaing aqidah yang kuat, akhlak yang terpuji akan menyelamatkan manusia dari segala macam perbuatan dan tindakan yang bisa menjerumuskan manusia dalam kesesatan.

Aqidah akhlak terdiri dari dua kata yaitu aqidah dan akhlak. Secara etimologis, Aqidah berasal dari kata aqada – ya’qidu (kamus Al-Munawwir) yang berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Setelah menjadi aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.

Mahmud Syaltut mendefinisikan bahwa aqidah Islam adalah “suatu sistem kepercayaan dalam Islam, yakni sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa dan sebelum melakukan apa-apa tanpa ada keraguan sedikitpun dan tanpa ada unsur yang mengganggu kebersihan keyakinan. Adapun pengertian akhlak secara bahasa adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat meniumbulkan perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sedangkan fungsi aqidah akhlak dalam Islam antara lain adalah sebagai berikut:1. untuk berbuat baik kepada Sang Pencipta2. Untuk menyelamatkan diri dari segala dosa3. Untuk selalu bertindak baik kepada sesama manusia 4. Untuk dapat memberatkan timbangan kebaikan di hari akhirPelajaran aqidah akhlak merupakan bagian fundamental bagi setiap orang-orang yang beriman. Pelajaran Aqidah Akhlak merupakan penjabaran materi yang ada di Kurikulum 2004. Dengan

Page 13: aqidah ayuuu

akhlak yang mulia dapat membuahkan kesadaran diri yang tinggi, memberi motivasi, menjalin tali persaudaraan antar sesama umat manusia. Dalam Hadits Nabi diterangkan sebagai berikut:( ) وبيهقى حاكم البخارى رواه �خالق� األ �ار�م� م�ك �تم�م� أل ��ع�ثت ب #م�ا إنArtinya:“Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan Akhlak yang mulia”. (H. R. Bukhori, Hakim dan Baihaqi)

Hadits ini menerangkan bahwa Rosulullah diutus oleh Allah di muka bumi ini untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak umat manusia. Sehingga sangat diharuskan setiap umat manusia berakhlak mulia dan tidak berakhlak buruk atau tercela.

Dalam agama Islam, orang Islam sangat dianjurkan untuk bisa hidup kreatif dan orang kreatif cenderung suka memberikan manfaat terhadap orang lain. Contoh mengutamakan orang lain, meringankan beban orang lain, tidak menjadi beban orang lain, ramah tamah dan selalu menjaga kebiasaan baik yang berdasar norma-norma Islam.Contoh perilaku yang terpuji dan akhlakul karimah:1. Tolong menolong dalam kebaikan.Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat manusia diwajibkan untuk hidup damai, guyup dan rukun saling menghargai, saling menghormati dan saling bantu membantu dalam kebaikan dan kebenaran. Hal yang demikian ini termasuk sebagian dari kunci ketentraman Negara. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat yang artinya:"Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (permusuhan)”. (Q.S Al Maidah: 2)

Dari ayat tersebut jelas bahwa manusia untuk selalu berbuat yang baik, terpuji dan dilarang untuk menolong dalam perbuatan yang dilarang oleh agama ataupun Negara.

2. Menjalin tali persaudaraan. Sabda Rosulullah Saw.Dalam Islam sangat dianjurkan untuk melestarikan hubungan tali persaudaraan (ukhuwah islamiyah). Sebagaimana sabda Rasululloh SAW:( ) البخارى رواه �ح�م�ه ر� �ص�ل ف�لي �ر�ه� آث ف�ى ��ه ل أ �نس� ي أن و� ر�زق�ه� ف�ى ��ه ل �بس�ط� ي أن أح�ب# م�نArtinya:“Barang siapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka bersilaturohmilah”. (H.R. Bukhori)

Dari hadits ini ternyata mengandung hikmah yang sangat bermanfaat. Allah akan melapangkan rizkinya, hartanya, kekayaanya dan masih akan ditambah panjang umurnya, selagi tidak malas-malas bersilaturahmi.3. Berbuat baik kepada kedua orang tua.Kedua orang tua adalah sebagai lantaran terjadinya atau adanya manusia. Maka sangat dosa bagi mereka yang tidak berlaku sopan kepada kedua orang tuanya.Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk beramal sholeh dan mendoakan kepadanya. Sebagaimana hadits nabi yang di riwayatkan oleh Bukhori yang artinya:“Apabila anak cucu adam itu meninggal, maka putuslah segala amalnya, kecuali 3 perkara, yaitu shodaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendo’akan kepadanya.”

Page 14: aqidah ayuuu

Tantangan (Aqidah) Islam pada Kaum Muda Masa Kinifath / November 16, 2007

Tantangan (Aqidah) Islam pada Kaum Muda Masa Kini

“…lantaran kelemahan akal yang dengannya seorang hamba mengetahui hakikatnya. Jika akal itu menjadi lemah, ilmu agamanya minim, dan di dalam jiwanya terdapat cinta buta, maka terbukalah jiwa itu dengan kebodohannya terhadap hal itu sebagaimana terbukanya manusia dalam mencintai orang lain meskipun tanpa pengetahuan dan tidak mengenalnya.” Ibnu Taimiyah.

Belakangan ini kita digemparkan lagi dengan munculnya aliran-aliran baru dalam agama Islam. Al-

Qiyadah Al-Islamiyah misalnya, aliran yang paling getol sedang dibicarakan. Setelah sebelumnya Al-

Qur’an Suci, Ahmadiyah dan Kerajaan Tuhan (Lia Eden), Aliran Hidup Di balik Hidup dan lainnya

ditetapkan sebagai aliran-aliran sesat di Indonesia. Demikian pula dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah

pimpinan Ahmad Mushoddeq tampaknya akan bernasib sama. Mushoddeq mengaku dirinya sebagai

Nabi terakhir setelah Nabi Muhammad, serta dalam ajarannya membolehkan tidak sholat, zakat, haji

dan sebagainya dalam rukun Islam. Yang lebih menarik bila kita cermati dalam kasus ini adalah banyak

dari penganut ajaran atau aliran baru tersebut yakni kaum muda. Mengapa demikian?

Di pundak kaum muda nasib (generasi bangsa) ini ditentukan. Dan tentunya masa depan Agama Islam di

tangan mereka. Derasnya arus modernisasi dan ideologi globalisasi barat telah merasuki stadium empat

budaya bangsa ini. Lihat saja dari budaya kita dalam berbusana. Mode atau trend modern yang

merombak local wisdom menjadi kuno atau ketinggalan zaman bila kita tidak mengikutinya. Dan ini

terjadi pada generasi muda kita. Parahnya bila hal ini terbentur dengan ajaran agama. Mode berpakaian

yang trendy misalnya bertentangan dengan cara berpakaian dalam Islam, yang melarang

memperlihatkan (membuka) aurat atau berpakaian minim dan terlihat lekuk –lekuk tubuh (baca: ketat).

Bila tidak memakai pakaian-pakaian yang demikian akan dikatakan kuno dan ketinggalan zaman,

meskipun hal itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ini contoh kecil tantangan masa kini yang sangat

jelas kita amati, namun ini tidak seberapa dengan tantangan yang tidak tampak oleh nadhori

(penglihatan) kita.

Pengaruh Budaya

Page 15: aqidah ayuuu

Pengaruh budaya dan ideology yang merasuki kaum muda kita—selain akibat yang tampak di

atas, yakni yang tak tampak seperti—dalam pola berpikir atau cara pandang kaum muda dalam

menghadapi sesuatu. Ini justru lebih berbahaya dari pada apa yang tampak jelas. Akibat goyangnya cara

pandang mereka banyak diantara kaum muda yang mudah terjebak dalam common sense (baca:

pandangan umum, bukan cara berpikir sehat) yang belum tentu kebenarannya. Di antaranya slogan

“anti kemapanan,” atau selalu ingin perubahan. Berpikir futuristic dan selalu yang baru itu bagus, tetapi

apakah berarti kita dengan meninggalkan sesuatu yang lama tapi itu bagus untuk masa depan?

Bukankah kita tahu bahwa mestinya kita menggunakan sesuatu yang baru tapi baik, serta tidak

meninggalkan sesuatu yang lama selagi itu baik. Artinya sesuatu yang lama tidak sepenuhnya buruk

begitu pula sebaliknya, tidak seluruhnya yang baru itu baik. Oleh karena itu anggapan “anti kemapanan”

perlu diredekonstruksi.

Fenomena munculnya ajaran-ajaran baru dalam Islam—sebagaimana di atas—sangat cocok

dengan sebagian kaum muda yang berpandangan anti kemapanan atau rindu dengan sesuatu yang baru.

Tentunya hal ini tidak dibenarkan dalam agama. Hal ini akan lebih bermanfaat jika diterapkan dalam

teknologi atau ilmu pengetahuan.

Selain pandangan anti kemapanan, cara berpikir pragmatis yang dilakukan dalam sikap dan

perilaku terhadap sesuatu hal, misalnya. Akan tidak sesuai jika diterapkan dalam Agama Islam. Mencari

sesuatu yang mudah (gampang), tidak ingin yang neko-neko atau yang tidak praktis adalah ciri yang

tampak. Sehingga dalam beribadah misalnya maunya yang enak-enak tok. Dalam bersuci misalnya lebih

praktis bertayamum dari pada berwudlu, karena malas ke kamar mandi, lebih dekat dengan kaca jendela

kamar. Atau menjamak sholat jika malas, padahal belum memenuhi syarat-syaratnya. Demikian yang

terjadi dengan aliran-aliran baru tersebut—tanpa memperdebatkan sesat tidaknya—sholat yang lima

kali hanya tiga kali, bahkan tidak wajib hukumnya. Atau bila dalam agama Islam harus menikah dahulu

jika ingin menjalin hubungan antara laki-laki dan perempuan, namun berbeda dengan ajaran baru

tersebut yang membolehkan perzinaan. Bukankah hal ini lebih mudah, tidak banyak aturan yang cukup

mengikat. Lebih banyak kelonggaran-kelonggaran dan kebebasan. Tidak ada yang memaksa atau

mengekangnya. Bukankah agama itu mudah dan tidak mempersulit kita untuk melakukan ajarannya?

Lantas, apakah demikian seharusnya? Kurangnya pengetahuan terhadap agama Islamlah penyebabnya.

Jika kaum muda mengetahui atau mendalami agama hal tersebut mungkin sedikit terjadi. Tetapi apakah

semua kaum muda kita mengetahui dan mendalaminya?

Page 16: aqidah ayuuu

Merunut hal tersebut betapa pentingnya peran pondok pesantren atau lembaga-lembaga

pendidikan Islam yang memberikan pengetahuan keagamaan (Islam). Selain itu kurangnya dakwah yang

sesuai dengan ajaran Islam sangatlah sedikit. Bahkan yang terjadi adalah penyimpangan-penyimpangan.

Tayangan sinetron yang berbau Islam justru tidak menyampaikan nilai-nilai Islam yang sebenarnya. Atau

iklan baik dalam media elektonik maupun cetak tidak memberikan cerminan terhadap ajaran Islam.

Semuanya telah terbuai oleh materialistik-kapitalisme. Bahwa pandangan untuk mencari keuntungan

material atau uang yang utama dan tidak memandang terhadap nilai-nilai yang lain termasuk agama

Islam.

Menemukan Hakikat Aqidah Islam

Menyebarnya hegemoni dan wacana-wacana barat dalam kehidupan (bangsa dan agama; keseharian)

kita perlu kita perhatikan secara seksama, sebab bila tidak pola dan tatanan kehidupan bangsa ini akan

runtuh. Oleh karena itu upaya yang harus kita lakukan pertama dengan penguatan dan pendalaman

pemahaman kita terhadap aqidah dan keimanan agama Islam sesuai dengan yang telah disyari’atkan

dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi.

Keyakinan ketuhanan yang Esa, yakni Allah dan nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir

sebagaimana dalam dua kalimat Shahadat. Meyakini berarti baik dalam sikap atau perilaku maupun

batiniah kita. Jika di dunia Islam masa lalu mengalami kejumudan pemikiran, dan pasca kolonial di

Indonesia menghadapi tantangan tahayul, bid’ah, dan churafat—Muhammadiyah menyebutnya TBC—

dan kini Islam menghadapi masalah internnya—pemurtadan, penodaan, penyimpangan ajaran Islam—

sendiri, yakni dengan munculnya aliran-aliran yang dianggap sesat oleh kaum Islam.

Menyikapi hal ini hendaknya kita tidak terjebak dalam isu penyesatan dan penodaan agama yang

akhirnya akan menimbulkan tindakan ekstrem (kekerasan massa). Lantas bagaimana kita bersikap?

Mestinya kita berpandangan lebih objektif dan secara kritis. Seringkali pemahaman kita yang parsial dan

dangkal analisis melihat hal tersebut secara hitam putih. Dan kita jangan sampai terjebak di dalamnya.

Boleh jadi fenomena seperti ini terjadi akibat kegagalan agama-agama besar termasuk Islam sendiri. Hal

ini bisa kita lihat melalui media massa maupun metode dakwah Islam masa kini.

Page 17: aqidah ayuuu

Model dakwah yang ngetrend sudahkah mencerminkan nilai-nilai ajaran agama Islam? Dan begitu

halnya dengan tayangan-tayangan televisi baik sinetron maupun acara-acara yang lain? Inti dari tauhiq

dan keimanan bukan hanya sebatas kita menyembah Allah, namun juga kita bermua’malah kepada

sesama makhluk ciptaan Allah. Pada titik ini, kita dapat medasari bahwa dalam agama Islam dua pokok

keimanan, imanu nillahi (termasuk di dalamnya rukun iman) dan imanu bi makhluqotihi (iman sosial). Ini

lah yang melandasi bahwa manusia harus bersikap baik terhadap yang lain. Oleh karena itu tindakan

kekerasan itu tidak diperbolehkan dalam agama. Jadi ketauhidan, keimanan bukan hanya sekedar kita

yakini, namun juga harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Demikianlah, bersikap kritis dalam artian mampu menemukan titik kerawanan dalam bersikap negative

dan kemudian merefleksikan sebagai analisa ke dalam (baca: introspeksi) bagi kita dan agama kita.

Kekeringan Dialektika Intelektual Muda Muslim

Banyaknya kaum muda yang menjadi sasaran sebagai penganut aliran-aliran baru tersebut

mengindikasikan bahwa lemahnya intelektualitas keislaman kaum muda kita. Terbukti mayoritas adalah

mahasiswa, yang masih bisa dikatakan sebagai masa pencarian identitas dan jati dirinya terjebak dalam

pembaharuan (baca: penyimpangan) agama dengan kurangnya pondasi dan pemahaman yang kokoh

terhadap agama yang dianutnya. Oleh karena itu apakah peran pendidikan agama (Islam) di Perguruan

Tinggi masih kurang? Kita akui kondisi pendidikan kita masih dalam kondisi yang terpuruk, tertinggal

jauh dari pendidikan Barat. Kelemahan ini hendaknya kita waspadai dan lawan. Dengan semangat yang

tinggi dan sebagai refleksi pendidikan agama serta budaya barat yang hegemonic dalam muatan

modernisasi dan globalisasi.

Melawan bukan anarkis, tapi melawan untuk maju. Dalam konteks ini kita perlu mereformulasi

paradigma kita tentang agama dan kepercayaan. Lantas dengan memperluas dialektika pengetahuan

baik agama maupun non agama. Dengan upaya meningkatkan pengatahuan dan intelektualitas kita di

berbagai bidang setidaknya mampu mengkondisikan arus modernisasi barat menjadi modernisasi Islam

dan bangsa ini yang sesuai dengan ajaran agama dan kultur bangsa. Dengan demikian ajaran agama

tetap dalam kaidah-kaidah syar’I, bukan kaidah rasionalitas semata sebagaimana semangat modernisasi

Barat. Sebab agama tanpa rasio tidak akan bertahan lama dan akan hancur.

Oleh karena itu kaderisasi dan pendidikan agama dan bangsa ini hendaknya menjadi focus

utama dalam membangun peradaban bangsa dan memperteguh keimanan kita. Karena kaum muda kita

Page 18: aqidah ayuuu

adalah masa depan agama dan bangsa ini. Di tengah tantangan budaya kapitalistik-modernisasi dan

zaman globalisasi yang kian membuta pada norma dan nilai mampukah kita menghadapinya?

Munculnya lembaga-lembaga pendidikan yang berbasis Islam dalam masyarakat setidaknya

mampu menyiapkan kaum muda muslim yang tahan akan deras globalisasi dan tetap mempertahankan

keimanannya (personal-sosial), serta melanjutkan perjuangan agama Islam. Memperteguh ketauhidan,

membawa kemaslahatan umat, dan mencegah terjadinya kemungkaran.

Revitalisasi Aqidah Islamiyyah Di Era GlobalisasiPosted on March 1, 2012 by danusiri

Disampaikan dalam Forum Darul Arkom Purna Studi FKM Unimus

  وبركاته الله ورحمة عليكم السالم

 Pendahuluan

 Penggunaan kata ‘revitalisasi’ dalam ungkapan ‘revitalisasi aqidah Islamiyyah’ disadari bahwa nilai-nilai aqidah secara praktis mengendor, melemah, bahkan sebagian mengelupas karena pengaruh budaya globalisasi yang begitu mudah kita amati dalam kehidupan di sekitar kita. Gaya hidup, mode pakaian, trend seni, maupun pemanfaatan teknologi komunikasi, robot, dan komputerisasi atau secara umum ipteks telah banyak yang lepas dari kontrol aqidah Islamiyyah.

Pengertian :

‘Aqidah  yang jamaknya ‘aqaid  berarti sesuatu yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak sedikitpun bercampur dengan keraguan.

 Al-jaziri mengatakan bahwa ‘aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksiomatis) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu terpatri ke dalam hati sanubari  kemudian menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan  kebenaran itu.

Ada sejumlah istilah yang secara praktis identik dengan aqidah, seperti iman,  tauhid, ushuluddin, ilmu kalam, dan fiqh  al-akbar.

Page 19: aqidah ayuuu

Ruang lingkup.

Pembahasan ‘aqidah mencakup:

1. Ilahiyyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, umpama wujud-Nya, sifat-sifat-Nya, dan af’al-Nya .

2. Nubuwwah, yaitu pembahasan yang berhubungan dengan Nabi, Rasul, kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada mereka, mukjizat, dan karamah.

3. Ruhaniyyah, yaitu pembahasan yang berhubungan dengan alam metafisika seperti jin, malaikat, setan, iblis, dan ruh.

4. Sam’iyyah, yaitu pembahasan yang berhubungan dengan sesuatu yang hanya diketahui melalui sam’i (yang didengar) dari wahyu (Alquran dan hadis), seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiyamat, surga, neraka, Tuba, ‘arsy, akhirat, dan mizan.

1. Ruang lingkup ‘aqidah juga dapat diperinci sebagaimana yang dikenal sebagai rukun iman, yaitu iman kepada Allah, malaikat (termasuk didalamnya:jin, setan, iblis), kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para utusa-Nya, Nabi dan Rasul, hari akhir, dan takdir Allah

Sentra aqidah Islamiyyah

‘Aqidah Islamiyyah berpusat pada tauhid (pengesaan Allah). Seluruh kegiatan iabadah, akhlak, maupun muamalah harus merupakan perwujudan tauhid. Dengan kata lain tauhid  tidak hanya merefleksi dalam kehidupan individual, melainkan juga harus mengejawantah dalam kehidupan sosial (tauhid al-ummah) maupun secara luas mencakup seluruh aspek kehidupan  (wa tauhid al-fanniyyah as-saqafatiyyah). Secara tradisional, menurut warisan intelektual Islam klasik, tauhid mencakup :

1. Tauhid rubuibiyyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, mengasuh, mengatur, memelihara , termasuk yang menghancurkan alam ini kelak hanyalah Allah swt.

2. Tauhid Uluhiyyah, yaitu hanya Allah swt yang disembah maupun dimintai pertolongan (diseru dalam doa) tanpa perantara apapun (wasilah).

3. Tauhid al-Asma’ w ash- shifat, wa al-af’al, yaitu Allah memiliki nama dan sifat yang hanya dimiliki oleh Allah sendiri, dan Dia juga berbuat tidak karena oleh yang selain Dia.

Sumber Aqidah

Sumber ‘aqidah adalah al-Qur’an dan as-sunnah ash-shahihah al- maqbulah. Selainnya tidak ada.Apa saja yang datang dari keduanya diyakini secara penuh tanpa ada keraguan sedikitpun, kemudian  akal  difungsikan  untuk membenarkan apa yang diyakini oleh hati itu melalui rasionalisasi atau mencari hikmah di balik yang dikatakan oleh kedua sumber itu, sehingga ‘aqidah  Islam itu rasional.

Fungsi Aqidah

Secara umum para ulama membagi keseluruhan Islam ke  dalam kategori tertentu seperti: aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah; atau: aqidah, syariah, dan akhlak; Posisi akidah adalah fondasi atau landasan bagi yang lainnya. Tanpa aqidah yang benar menurut Islam, ibadah, akhlak, dan

Page 20: aqidah ayuuu

muamalah tidak ada artinya. Tanpa aqidah islamiyyah, syariah dan akhlak tidak ada artinya. Tetapi hanya berakidah saja tanpa ibadah dan berakhlak, juga tidak ada gunanya. Berakhlak secara baik dalam menjalani kehidupan di dunia ini, tetapi tanpa dilandasi dengan aqidah islamiyyah maupun ibadah menurut Islam juga tidak ada manfaatnya.Bermuamalah tanda dilandasi dengan aqidah Islamiyyah adalah sekularisme sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme atau sosialisme. keempatnya (aqidah, ibadah, akhlak, muamalah) harus tetap dalam keterpaduan.

Pengertian Global

Global adalah relating to or happening throuhout the whole world. Era globalisasi  dicirikan :

      1    Ledakan informasi tanpa batas

2. Nilai-nilai moralitas melonggar atau bahkan lepas dalam kehidupan modern ini3. Rasa perikemanusiaan semakin tumpul4. Kecenderungan mengagungkan iptek5. Kecenderungan kehidupan semakin materialistik.

Dengan ciri-ciri semacam itu jika diukur dengan Islam sebagai sistem (mencakup aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah) jelas merupakan suatu tantangan yang serius.

Solusi

Level pragmatis

Satu-satunya menghadapi tantantangan globalisasi  hanyalah kita tetap berakidah Islamiyyah. Istiqamah di dalamnya. Dalam hal ini Nabi bersabda:”Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang kamu tidak pernah akan tersesat selamanya selagi berpegang teguh keduanya, yaitu Alquran dan As-sunnah”. Namun demikian bukan berarti kita menolak secara in toto terhadap era globalisasi. Pemanfaatan teknologi informasi atau secara umum  iptek modern seoptimal mungkin untuk aktualisasi aqidah Islamiyyah, dan dalam waktu yang sama menekan sekecil-kecilnya dampak buruk bagi refitalisasi aqidah Islamiyyah tersebut. Profil umat  yang pas di era globalisasi adalah secara iptek modern tetapi aqidah, moralitas, ubudiyyah, dan menjalani kehidupan ini tetap istiqamah berdasar aqidah Islamiyyah.

Level Idiologis

Muhammadiyah dengan seluruh komponennya, utamanaya bidang tarjih dan tajid, harus memiliki komitmen mengembangkan ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni), atau bahkan menciptakan peradaban yang sepenuhnya Islam sambil mengikis peradaban Barat yang sekularistik dan stiril dari nilai moralitas karena telah terbukti peradaban ini (Barat) hanya menghasilkan peradaban yang bercorak dehumanistik dan hedonistik.

Penutup

Page 21: aqidah ayuuu

Sekelumit penjelasan  tentang “Revitalisasi Aqidah Islamiyyah di Era Globalisasi “ ini dapat menjadi pengantar diskusi yang tindaklanjutnya antara lain  teraktualisasi dalam kehidupan nyata , utamanya dalam menjalani profesi kita masing-masing sebagai sarjana dan alumni Unimus (pprofesi keperawatan, kebidanan, teknologi pangan, analis kesehatan, kesehatan masyarakat, pelaku bisnis, enginering, pengembangan sastra dan kebahasaan, maupun praktisi statikisme).

TANTANGAN PENDIDIKAN AKIDAH DALAM GLOBALISASI

1.0 PengenalanAsas dalam pendidikan Islam ialah mengenal Allah, mentauhidkan Allah, meyakini dan menyerahkan diri kepada Allah. Al-Qur’an menyuruh ibu bapa menekankan persoalan akidah sejak berusia kanak-kanak lagi. Fitrah kejadian manusia percaya kepada Allah, dalam hubungan ini, ulama silam mengistilahkan manusia sebagai al-insan kawnu al-shagir (alam mikro), berbanding dengan alam semesta dikenali sebagai al-kawnu insan al-kabir (alam makro). Kedua-dua alam ini adalah makhluk Allah yang memang potensinya tunduk kepada-Nya. Cuma dalam hal ini manusia memerlukan pendidikan dan bimbingan untuk memastikan ketaatan kepada Allah dan pendidikan yang dilaksanakan perlu berasaskan tauhid.Dengan adanya bimbingan kepada manusia dengan cara melaksanakan suatu sistem yang disebut pendidikan maka diharapkan manusia akan lebih sempurna dalam mantauhidkan tuhannya tanpa adanya keragu-raguan. Hal ini selari dengan pendapat al-Ghazali (1980) yang menyatakan bahwa matlamat yang paling utama dalam pendidikan Islam adalah, membuang segala kejahilan diri sehingga individu tersebut dapat mengenal ”pencipta” dan matlamat ilmu yang sebenarnya membolehkan individu dapat bertaqarrub kepada Allah.Oleh sebab itu dalam melaksanakan pendidikan Islam, aspek pendidikan akidah merupakan asas yang mesti diberikan tumpuan lebih dalam pelaksanaannya. Saat ini terdapat pelbagai permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan P&P pendidikan Islam terutama dibidang akidah. menurut Ab. Halim Tamuri dan Nik Mohmd Rahimi Nik Yusuf (2010) terdapat tujuh domain yang menjadi isu utama yang dikenal pasti dalam proses P&P pendidikan Islam, iaitu: mengenai strategi, kurikulum, bahan pengajaran, amalan P&P, prospek para pelajar sekolah agama, pencapaian silang mata pelajaran, dan kemahiran generik. Isu-isu ini perlu ditangani dengan sebaik mungkin oleh semua pihak yang terlibat bagi menghasilkan prospek yang lebih cemerlang kepada pengajaran pendidikan Islam. Tujuh domain isu yang telah dijelaskan diatas merupakan salah satu bagian sahaja dari pelbagai komponen yang terdapat dalam perjalanan proses P&P pendidikan Islam yang ada. Dalam pembahasan ini penulis tidak akan menguraikan dan menyentuh secara keseluruhan akan tetapi pembahasan ini hanya berfokus pada bidang pendidikan akidah sahaja, terutama sekitar isu-isu permasalahan pengajaran dan pembelajaran pendidikan, cabaran yang dihadapi umat Islam saat ini terutama dalam pendidikan serta bagaimana bentuk pengajaran dan pembelaran pendidikan Islam dalam bidang akidah, selanjutnya akan di uraikan juga cadangan-cadangan yang dapat dijadikan solusi dari menyelesaikan permasalan yang ada.2.0 Pendidikan Islam

Page 22: aqidah ayuuu

Pendidikan dalam Islam adalah sangat luas dan bersepadu, merangkumi seluruh cara hidup manusia. Kurikulumnya datang daripada Allah s.w.t, mengandungi aspek-aspek seperti akidah (kepercayaan), syariah (peraturan), ibadah (pekerjaan), akhlak (tingkah laku), sains, teknologi, sosiologi, politik, ekonomi dan lain-lain. Ia merangkumi kehidupan di dunia dan di akhirat dalam satu disiplin yang lengkap (Syed Qutub 1992).Manakala Said Ismail Ali dalam Hassan Langgulung (1980) menyatakan. Bahwa sejarah menyaksikan perkembangan yang menakjubkan di kalangan manusia telah didorong oleh sifat-sifat dan dasar-dasar agama Islam itu sendiri iaitu. Pertama kesederhanaan akidah Islam dan jauhnya dari kekaburan dan kompilasi. Kedua keluwesan (fleksibel) tasyr’I Islam dan kesesuaiannya dengan perkembangan hidup. Ketiga ajakan yang tegas untuk mengikuti akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang buruk.Pada kesempatan lain Ali Ashraf menyatakan bahwa Pendidikan dalam Islam memiliki keupayaan yang tidak terbatas dalam membangunkan jati diri dan mengangkat darjat manusia ke tahap paling tinggi diantara makhluk ciptaan Allah (S. S.Hussin dan Syed Ali Ashraf 1989). Dari pelbagai penjelasan di atas dapat dirumuskan, Pendidikan dalam Islam merupakan satu panduan yang luas dan bersepadu yang disandarkan kepada wahyu Alllah, merangkumi akidah (kepercayaan), syariah (peraturan), ibadah (pekerjaan), akhlak (tingkah laku), sains, teknologi, sosiologi, politik, ekonomi dan lain-lain, dalam rangka keupayaan yang tidak terbatas dalam membangunkan jati diri dan mengangkat darjat manusia ke tahap paling tinggi diantara makhluk ciptaan Allah.2.1 Konsep AkidahAkidah berasal dari kata kerja ‘Aqada’ yang bermaksud simpul atau ikat. Ianya sering dikaitkan dengan jual beli seperti ‘aqada al bayt yang bermaksud perjanjian jual beli. Al-Quran seringkali menyebut perkataan ini dengan maksud ‘ikatan perjanjian, contohnya :

ن� ذ�ي �� ن ت نٱ ن� ن ت� ن� ڪ� ڪ� ـ� ن� تي ن��Maksudnya : ….dan mana-mana orang yang telah kamu buat kontrak dengan mereka… (Surah An-Nisa’, 4 : 33)Untuk memahami lebih luas pengertian akidah, penulis akan jelaskan beberapa pandangan dari beberapa pakar lainnya yang kurang lebih sama iaitu: (Menurut Ibrahim 1972; Muhammad Nu’aim 1991; Ibnu Manzur Muhammad Abduh 1994; Abdullah Azam 1996; Sayyid Sabiq 2000; Khalil Milkawi 2004). Akidah adalah simpulan, ikatan atau sesuatu yang telah menjadi teguh dan telah termantap: sebagai pembenaran dalam hati terhadap sesuatu yang turut dipercayainya secara pasti tanpa syak atau ragu sedikitpun. Pendek kata akidah dibaratkan sebagai otak dan jentera penggerak utama diri manusia. 2.2 Kepentingan Penerapan Akidah Dalam PendidikanIslam sangat memberikan tumpuan terhadap pendidikan akidah dalam pembangunan manusia. Buktinya dapat dilihat apabila 56% daripada zaman penurunan wahyu, iaitu meliputi 13 tahun penyebaran dakwah di Mekah adalah tertumpu kepada pembinaan umat di bidang akidah. Maka tidak jarang kita temui contoh atau penekanan-penekanan pengajaran yang disampaikan oleh Allah melalui wahyunya, diantaranya adalah: Surah Al-A’raff (7 :172), :Maksudnya : Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan zuriat anak Adam dari sulbinya dan Dia menjadikan mereka sebagai saksi bagi diri mereka sendiri dan dikatakan kepada mereka, “Adakah Aku

Page 23: aqidah ayuuu

Tuhanmu”, lalu mereka menjawab, “Ya, bahkan kami bersaksi”. Yang demikian ialah agar mereka tidak berkata pada hari kiamat kelak, “Sesungguhnya kami golongan yang lalai (daripada diberi peringatan.Pada bagian lainnya terdapat didalam Surah Luqman, (31 : 13-15)Maksudnya : Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, semasa menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah kamu mensyirikkan Allah, sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar. Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada ibu bapanya,, ibunya mengandungkannya dengan kelemahan demi kelemahan dan tempoh menyusukan selama 2 tahun, berterima kasihlah padaKu dan kepada dua ibu bapamu dan kepada Akulah tempat kembali. Dalam dua konsep ayat diatas tegasnya. Allah telah mengajarkan manusia dengan pendidikan akidah sebelum kita sampai kedunia yang mengakui-Nya sebagai tuhan kita dan bagaimana contoh yang ditamsilkan dalam ayat kedua antara luqman dengan anaknya. Menurut (Nasih Ulwan 2000). Pada penggalan ayat kedua salah satu kaedah yang digunakan dalam pendidikan akidah ialah dengan cara mengenalkan anak dengan kuasa Allah yang luar biasa dalam penciptaan alam dan mendidik secara konsisten untuk mengingati Allah. Al-Attas (1985) berpendapat, pendidikan akidah adalah satu proses berterusan dalam hidup manusia di muka bumi dan menjadi tanggungjawab kepada semua ahli masyarakat. Objektif pendidikan dalam Islam ialah untuk melahirkan manusia yang baik dan seimbang, iaitu manusia yang adil kepada diri dengan membina keyakinan dan keimanan yang teguh kepada Allah s.w.t. yang merupakan satu-satunya realiti yang mutlak. Pendidikan yang sebenar ialah integrasi daripada pelatihan fizikal dan pendisiplinan bahagian kerohanian manusia kearah mencapai nilai kebahagiaan kerohanian yang merupakan kebahagiaan yang tertinggi dan bersifat abadi.Manakala Mohmd Fauzi (2002) menyatakan bahwa pendidikan akidah perlu diterapkan dalam perancangan pembangunan ummah agar dapat melahirkan masyarakat madani yang akan melandaskan keseluruhan kegiatan hidupnya berasaskan paradigma tauhid, dan ia menyenaraikan beberapa kepentingan akidah dalam pendidikan iaitu:1. Menyuburkan nilai-nilai positif dalam diri mereka seperti berfikiran matang, tenang, kritis dan saintifik, mempunyai wawasan dan misi pribadi yang jelas dalam hidup serta berpandangan jauh.2. Meransang dan memotivasikan muslim melakukan amalan baik dan mulia dalam hidupnya kerana imam dan akidah bukanlah pegangan pasif bahkan adalah satu tenaga utama yang menggerakan manusia melakukan amalan-amalan mulia selari dengan kehendak Tuhan. 2.3 Kedudukan Pendidikan Akidah Dalam Pendidikan NasionalJika dilihat kepada Falsafah Pendidikan Kebangsaan 1987, Akidah menjadi suatu aspek penekanan utama dalam sistem pendidikan nasional. Falsafah Pendidikan Kebangsaan menyebut “Pendidikan di Malaysia adalah satu usaha berterusan untuk memperkembangkan lagi potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk mewujudkan insan cemerlang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Usaha ini adalah untuk melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berketrampilan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan untuk mencapai kesejahteraan diri serta dapat menyumbang terhadap keharmonian dan kemakmuran keluarga, masyarakat dan negara. ( Akta Pendidikan 1996)Penekanan terhadap akidah dapat dilihat melalui frasa ‘..berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan.’ Walaupun perkataan Allah tidak digunakan bagi menampakkan bahawa sistem pendidikan dijalankan untuk semua, ia tetap menampakkan penekanan terhadap konsep tauhid kepada

Page 24: aqidah ayuuu

Pencipta melalui konsep uluhiah dan rububiyah bagi orang Islam dan hanya rububiyah bagi bukan Islam.Dalam melaksanakan Pendidikan Islam di Malaysia, kerajaan menetapkan pula Falsafah Pendidikan Islam. Falsafah Pendidikan Islam di Malaysia adalah :“Falsafah Pendidikan Islam adalah satu usaha berterusan untuk menyampaikan ilmu, kemahiran dan penghayatan Islam berdasarkan al-Quran dan As-Sunnah bagi membentuk sikap, kemahiran, keperibadian dan pandangan hidup sebagai hamba Allah untuk membangun diri, masyarakat, alam sekitar dan negara ke arah mencapai kebaikan di dunia dan kesejahteraan abadi di akhirat.”Menurut Tajul Arifin Noordin (2007), Falsafah Pendidikan Kebangsaan secara amnya ditubuhkan ke arah membina semula dasar pendidikan yang lebih mantap kepada agama, bangsa dan negara. Peranan pendidikan yang tidak hanya menumpukan kepada perpaduan negara dan penghasilan tenaga manusia. Peranan pendidikan turut ditumpukan kepada pembinaan insan secara menyeluruh untuk mewujudkan insan seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani.Dalam artiannya Intelek : Melahirkan individu yang berilmu dan beriman kepada Allah dan mantap keyakinan kepadaNya menerusi program-program yang dijalankan. Rohani : Melahirkan insan-insan yang mempunyai rohani yang kukuh, tidak mudah terpedayadan terpengarruh kepada budaya merosakkan diri. Emosi : Melahirkan individu yang dapat mengawal emosi negatif yang membawa keruntuhan moral. Jasmani : Melahirkan insan yang sihat fizikalnya dan dapat menyumbangkan tenaga untuk membangunkan agama.Tajul Ariffin noordin dan Nor Aini Don (2007) berpendapat bahawa hala tuju pendidikan Malaysia cukup baik. Ini terbukti dengan pengenalan Kurikulum Bersepadu iaitu Kurikulum Bersepadu Sekolah Rendah dan Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah. Kurikulum ini menekankan pemikiran yang sihat, emosi yang stabil dan kepelbagaian kemahiran. Matlamat Pendidikan Akidah di sekolah rendah ialah :”Supaya pelajar dapat memahami dan meyakini asas-asas keimanan sebagai pegangan akidah dan benteng agama.’Manakala matlamat pendidikan akidah di peringkat sekolah menengah pula ialah :”Untuk memantapkan pegangan akidah pelajar serta menghidupkan konsep tauhid secara sedar dalam keseluruhan amalan dan menjadi benteng keimanan’ Namun bagaimana dari sudut perlaksanaannya. Dan kenapa masih berleluasa kerosakan akidah, maksiat dan keruntuhan akhlak dalam kalangan pelajar. Ini memerlukan satu kajian tentang masalah yang dalam perancangan atau pelaksanaan serta cara mengatasinya.3.0 Isu Pengajaran & Pembelajaran Dalam bidang akidahSebagaimana yang telah penulis jelaskan diawal pengenalan ini, menurut Zakaria et al (2010) bahwa terdapat pelbagai isu penting yang timbul dalam P&P akidah diantaranya iaitu:1. Pengajaran akidah kurang diminati oleh pelajar berbanding pelajaran lain. 2. Pelajaran akidah kurang dikaitkan dengan semua aspek kehidupan.3. Gambaran ketuhanan juga sering terlalu kaku dan kabur sehingga sukar untuk para pelajar menghayatinya.Timbulnya permasalahan ini disebabkan oleh pelbagai factor secara teknis maupn non teknis, penulis setuju dengan apa yang telah dikemukakan oleh kajian yang telah dilakukan oleh Ab. Halim Tamuri dan Nik Mohmd Rahimi Nik Yusuf (2010) yang mendapati tujuh domain yang timbul sebagai isu dalam P&P pendidikan Islam. Penulis melihat isu yang dikenal pasti tersebut juga berlaku terhadap pendidikan akidah dalam P&P di bilik darjah.1) Strategi dan Kaedah Pengajaran Pendidikan Islam

Page 25: aqidah ayuuu

Strategi atau kaedah mempunyai peranan yang sangat penting dalam P&P, hal ini akan menentukan sikap pelajar terhadap hasil yang dicapainya, dalam masalah pemilihan kaedah pengajaran seorang guru dituntut agar lebih inovatif, kreatif dan fariatif untuk memilih dan memilah untuk memberikan P&P dalam bilik darjah. berdasarkan kepada kajian yang telah dijalankan di beberapa buah negeri di Malaysia. Kajian menunjukan bahwa kaedah syarahan atau kuliah adalah kaedah yang palig popular digunakan guru di dalam bilik darjah (Ab. Halim et al. 2004) factor utama guru menggunakan kaedah ini disebabkan oleh kos yang murah dan mudah digunakan tanpa memerlukan persediaan yang lama.Hal ini juga diperkuat oleh kajian yang dijalankan Ab. Halim (2000) berkaitan dengan pengajaran akhlak dalam kalangan pelajar Tingkatan Empat di Selangor dan Negeri Sembilan. Hasil daripada temu bual yang dijalankan terhadap 27 orang pelajar, didapati lapan orang pelajar menyatakan bahwa mereka menghadapi maslaah dalam pengajaran yang diberikan, diantara faktornya adalah:1. Tidak memahami apa yang dipelajari kerana penjelasan yang kurang atau kabur daripada guru (5 pelajar)2. Mereka tidak dapat mengaitkan apa yang dipelajari untuk di amalkan dalam kehidupan keseharian mereka (5 pelajar)3. Mereka merasa mengantuk, tidak dapat memberi tumpuan dan bosan terhadap pengajaran yang diberikan (3 pelajar)4. Ada guru yang menunjukan teladan yang tidak baik semasa pengajaran dijalankan (1 pelajar)Selain itu ada sepuluh pelajar yang menyatakan tidak diberi penjelasan mendalam tentang cara-cara untuk melaksanakan nilai-nilai akhlak yang dipelajari. Namun secara keseluruhan, P&P akhlak telah dapat meningkatkan kefahaman para pelajar secara keseluruhan, kajian yang dijalankan oleh Ab. Halim (2002) terhadap 932 pelajar di Selangor dan Negeri Sembilan, mendapati majoroti pelajar (90%) menyatakan guru-guru pendidikan Islam di sekolah telah dapat memberi dan meningkatkan kefahaman mereka tentang akhlak Islam.2) Kandungan Kurikulum Pendidikan Islam Bertindah dan Tidak SelarasPada sisi lain permasalahan yang timbul adalah bercanggahnya beberapa aspek kurikulum pendidikan Islam di peringkat sekolah, secara umum kandungan yang terdapat dalam KBSM dan Kurikulum Pendidikan Islam adalah hampir sama dalam beberapa tajuk, hal ini terdapat dalam berbagai bidang keilmuan diantaranya, aspek ibadah, akidah, bidang tafsir, hadis dan al-Quran. Bagi kebanyakan pelajar penggunaan bahasa melayu menjadi keutamaan mereka kerana mudah difahami, manakala penggunaan bahasa Arab tidak menjadi pilihan pelajar, sebab sukar untuk difahami dan dikuasai, hal ini juga menimbulkan konflik diantara pelajar antara yang “mudah dan penting” dan yang “susah dan penting”.Akan tetapi isu yang terpenting sebenarnya ialah, ketidak selarasan kurikulum pendidikan Islam di peringkat negeri yang akhirnya membawa kepada sistem peperiksaan yang berbeza di peringkat negeri seperti Peperiksaan Menengah Rendah Ugama (PMRU) dinegeri Kelantan dan Sekolah Menengah Agama (SMA) di Selangor, isu ini perlu dicarikan solusinya segera kerana masalah ini masih lagi berlarutan semenjak kemerdekaan sehingga kini, walaupun terdapat banyak usaha dilakukan namun masih tidak berjaya sepenuhnya.3) Sumber dan Bahan Pendidikan Islami yang TerbatasWalaupun telah banyak kajian yang dijalankan oleh pelbagai pihak, baik university, para penyelidik tentang P&P pendidikan Islam, namun begitu, jumlah kajian yang dilakukan masih terbilang sedikit, sebagai contoh. Kajian yang dilakukan dalam pengajaran pendididkan Syariah Islamiyah oleh (hatifah

Page 26: aqidah ayuuu

2000) mendapati bahwa 44% (22) daripada guru tidak pernah mendapatkan bimbingan daripada pentabir, 56% (28) tidak pernah mendapatkan bimbingan daripada kakikatangan sumber dalam rangka perancangan pengajaran, selain itu 80% guru menyatakan tidak pernah mendapatkan bimbingan daripada pegawai pendidikan daerah.Dalam pembinaan alat bantu pengajaran (ABP) pula, 76% guru tidak pernah menyediakan ABP sendiri, manakala 54% guru menyatakan pihak sekolah turut menyediakan ABP pendidikan Islam untuk mereka. Hatifah juga mendapati bahawa guru sangat kurang menggunakan alat pandang dengar seperti komputer (72%) dan televesien (54%) alat video (52%) radio (50%) dan menggunakan kaset (46%). Sebaliknya mereka kerap menggunakan buku teks (82%) dan mereka sangat kerap menggunakan papan hitam. Secara umum penggunaan alat audio dan pandang dengar adalah sangat rendah.Pendek kata, sebagaimana dinyatakan oleh para penyelidik, bahawa guru-guru pendidikan Islam kurang menggunakan alat bantu pengajaran dan kaedah-kaedah lain kerana lebih banyak menggunakan kaedah kuliah, kesimpulannya. Keberkesanan P&P di dalaam bilik darjah sangat dipengaruhi oleh kaedah atau strategi yang diguna pakai oleh seorang guru, pemilihan kaedah ini akan sangat berkesan dalam pembelajaran apabila dibantu oleh pelbagai media pembelajaran seperti komputer, video serta media lainnya.4) Amalan Pengajaran Guru dan Kelayakan Professional Guru Pendidikan IslamPelan Induk Pembanguan Pendidikan (PIPP) 2006-2010 yang telah dilancarkan oleh YAB Perdana Menteri Malaysia, Dato’ Seri Abdullah Hj. Ahmad Badawi pada 16 Januari 2007 adalah merupakan sebuah pelan perancangan pendidikan yang bersepadu, komprehensif, dan menyeluruh serta memberi penekanan terhadap memartabatkan profesion keguruan. Antara lain dasar dan matlamat memartabatkan profesion perguruan adalah dengan meningkatkan kualiti guru, kerjaya guru dan kebajikan guru. Bagi mencapai dasar dan matlamat tersebut, fokunya adalah kepada menambah baik sistem pemilihan guru, memantapkan latihan perguruan, memantapkan kerjaya guru, menambah baik persekitaran kerja dan kebajikan guru dan memantapkan perancangan dan pengurusan sumber manusia. ((PIPP 2006-2010)

Walaupun telah ditetapkan sedemikian cantiknya, dalam hal ini. Konsep guru professional perlu diambil kira (mungkin diwajibkan secara lebih tegasnya) semasa pengambilan latihan dan penilaian prestasi dalam kalangan guru pendidikan Islam. Kelima-lima ciri guru professional (ilmu pengetahuan, terlatih, penyayang, mitra dan berpersatuan) perlu dipastikan sebelum mana-mana guru dibenarkan mengajarakn mata pelajaran ini, sekaligus dapat melambangkan dominannya dalam pendidikan menyeluruh. Demikian juga konsep peranan guru sebagai mursyid, murabbi, muaddib, muallim, muddaris, dai (pendakwah) dan musleh harus ditekankan dalam agenda latihan dalam perkhidmatan dan penilaian terhadap kecekapan prestasi guru dari semasa ke semasa (Ad. Halim & Azhar 2004)Gamal (2002) telah menggariskan beberapa sifat yang perlu ada pada seorang guru, diantaranya, ikhlas, takwa, bertangung jawab dan bersopan santun dan terpenting juga ialah ghairah dengan tugasnya. Manakala Mohd Sani (2002) telah menyenaraikan beberapa ciri guru yang berkualiti, iaitu1. Sifat dan kualiti peribadi - baik hati, jenaka, sabar, bertanggung jawab, yakin dan kepimpinan2. Sifat dan kualiti professional - perasan ingin tahu, berpengetahuan ikhtisas, suka membaca, kemahiran bertutur, komunikasi, daya ingatan yang baik dan berdaya usaha untuk meningkatkan pengajaran supaya menarik dan berkesan.

Page 27: aqidah ayuuu

3. Sifat dan kualitisosial - berbudi pekerti, ramah mesra, merendah diri semangat berbakti dan jujur.

5) Kekurangan Tempat untuk pelajar Sekolah menengah AgamaPencapaian tinggi dalam bidang akademik telah dicapai oleh sekolah menegngah agama seperti Sekolah menenhah kebangsaan Agama (SMKA) Sekolah Berasrama Penuh (SBP), hal ini telah menarik minat ibu bapa untuk menyekolahkan anak-anak mereka kesekolah-sekolah agama tersebut. Walaubagaimanapun, tempat yang diperuntukan amat terbatas berbanding dengan pelajar yang berminat.Ekoran dari hal diatas mengakibatkan sekolah Agama rakyat kurang menjadi pilihan ibu bapa jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah pilihan sebagaimana telah dijelaskan di atas. Disisi lain terdapat juga kebimbangan pandangan daripada ibu bapa bahawa, mereka memasukan anak-anaknya kesekolah ini semata-mata untuk memulihkan akhlak anak-anaknya setelah gagal melaksanakan tangungjawab, adalagi segelintir yang lain berpandangan bahawa Pendidikan Islam merupakan “mesin” yang boleh merubah anak mereka menjadi sholeh dalam tempoh masa pesekolahan.6) Pengajaran Pendidikan Islam dan Pencapaian Bidang Akademik lainSatu persoalan sering menjadi kegusaran para pemikir dan pelaksanaan pendidikan adalah tentang hubungan pendidikan agama dengan kecemerlangan palajar Melayu Islam dalam bidang akademik secara keseluruhannya. Walaupun jumlah pelajar disekolah telah meningkat dan mereka juga telah didedahkan dengan P&P Pendidikan Islam dalam tempoh yang lama, bukan sahaja dari segi pendekatan ilmiah atau pengetahuan, tetapi juga melalui kegiatan amali yang merangkumi aktiviti-aktiviti agama, pertandingan perbahasaan, syarahan dan sebagainya di peringkat bilik darjah, antara sekolah hingga ke peringkat kebangsaan. Walaupun usaha-usaha itu semakin bertambah, namun kian ketara pula kelemahan dan kegagalan orang-orang Islam dalam memenuhi apa yang diharapkan itu. Kenyatannya, berbanding dengan golongan bukan Islam, seolah-olah usaha itu ada menyumbang kepada kelemahan dan kegagalan orang Islam dari pelbagai bidang lain, antaranya bidang Matematik, Sains dan Teknologi bahasa Inggeris dan pelbagai kelemahan lain. (Puttit Mutzen 1999).Satu lagi persoalan yang boleh dibangkitkan adalah tentang persepsi dan tahap penerimaan pelajar terhadap pendidikan agama yang diebrikan kepada mereka (formal, non formal dan informal). Salah satu aspek lagi yangs sering dikaitkan dengan pelajar sekolah agama adalah berkaitan dengan pencapaian mereka dalam bidang kokurikulum, khususnya dalam bidang sukan. Faktor sebegini disebabkan oleh, mungkin sekolah-sekolah menengah agama yang tidak mempunhyai kemudahan sukan yang mencukupi atau jika adapun, masih tidak dimanfaatkan secara maksimun.7) Kemahiran Generik Dakwah Silang Budaya dan Etos Sistem Pendidikan AgamaSelain matlamat untuk membolehkan pelajar menghayati ajaran Islam, pendidikan Islam juga bertujuan untuk membolehkan mereka mempamerkan imej Islam yang terbaik dalam kehidupan keseharian. Dalam konteks Malaysia, adakah para pelajar sekolah menengah agama diharapkan bukan sahaja dapat mengamalkan ajaran Islam, tetapi juga mampu mempamerkan imej terbaik sebagai seorang muslim dalam kehidupan bersama masyarakat yang mempunyai pelbagai budaya dan agama.Pertanyaan mendasar dari isu ini ialah. Apakah strategi, kaedah serta pendekatan yang diajarkan disekolah-sekolah mengambil kira dalam konteks sebenar kehidupan terhadap keseharian pelajar? Atau mereka gagal dalam kehidupan Negara kita yang memiliki masyarakat majemuk, sesungguhnya harapan terbesar itu adalah, mampunya pelajar-pelajar kita menyampaikan mesej bagi semua kalangan baik

Page 28: aqidah ayuuu

muslim mahupun non muslim dalam pelbagai konteks kehidupan, tentu semua ini akan berhasil jika mendapatkan dukungan dari semua pihak.

4.0 Strategi serta Pendekatan Bersepadu Dalam Pengajaran dan Pembelajaran AkidahDalam pembahasan ini penulis akan menerangkan beberapa solusi bagi guru untuk melaksanakan P&P dalam bilik darjah dalam pembelajaran akidah pendidikan Islam, penjelasan tentang pendidikan Islam, konsep akidah serta kepentingan akidah dalam P&P pendidikan Islam telah penulis terangkan diawal pembahasan ini, oleh itu beberapa solusi yang dicadangkan ini merupakan strategi atau pendekatan bagi guru agar mampu menyampaikan pembelajaran akidah lebih lebih baik sehingga mempunyai keberkesanan dan mencapai pbjektif yang telah ditetapkan.4.1 Kaedah Pengajaran AkidahKaedah pengajaran yang baik dapat membantu pelajar memperolehi ilmu pengetahuan, kemahiran, mengubah sikap dan tingkah laku, menanamkan minat dan nilai-nilai positif. Kaedah pengajaran yang betul dan tepat adalah sebagai salah satu alat untuk memastikan segala objektif dan kurikulum pendidikan Islam tercapai dengan jayanya. Oleh sebab adanya perkaitan yang rapat antara kaedah pengajaran dengan objektif serta kandungan kurikulum tersebut, maka al-Abrasyi merumuskan bahawa kaedah pengajaran adalah segala usaha yangs sistematik untuk mecapai matlamat pendidikan melalui pelbagai aktiviti sama ada dalam atau di luar bilik darjah (al-Abrasyi 1975)Manakala Dick dan carey (1996) menyatakan bahawa strategi merujuk kepada cara bagaimana guru ingin mencapai matlamat pengajarannya. Ianya merangkumi beberapa aspek urutan dan susunan maklumat dan keputusan bagaimana mencapainya. Manakala kaedah pula adalah cara menyampaikan maklumat atau menjalankan aktiviti pengajaran. Sebagai kesimpualnnya. Strategi serta kaedah pengajaran adalah, suatu jalan yang ditempuh oleh guru dalam menyampaikan maklumat pembelajaran dengan melakukan aktivti-aktiviti sama ada di dalam atau diluar bilik darjah.Menurut Abdullah (1995) menyatakan bahawa pendidikan akidah hendaklah dimulakan sejak usia Tamyiz atau tahu membezakan yang baik dan buruk. Bimbingan hendaklah diberikan secara berterusuan dan berperingkat-peringkat. Beliau mencadangkan tiga kaedah mengajar akidah kepada anak-anak iaitu.1. Membimbing anak supaya beriman kepada Allah s.w.t dengan cara mengenalkan mereka terhadap kekuasaan Allah s.w.t. dan dengan cara pemerhatian kepada ciptaan langit dan bumi yang luar biasa.2. Menanam rasa khusuk, takwa dan perhambaan kepada Allah s.w.t. dalam diri anak dengan memerhati kekuasaan Allah s.w.t di seluruh peosok alam raya meliputi segala sesuatu.3. Mendidik anak dengan perasaan ingat kepada Allah s.w.t. dalam segala aspek gerak-geri dan semua aspek kehidupan mereka sama ada semasa bekerja, berfikir dan sebagainya.Walaupun pendidikan akidah hanya ditemui dalam pendidikan tauhid dalam P&P pendidikan Islam, namun seharusnya seorang gruru harus mampu mengaitkan pembelajaran akidah ini agar berkait dengan bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti pembangunan ekonomi, sosial, politik dan budaya, hal ini bertujuan agar pelajar mampu melihat secara empiris nilai-nilai pendidikan ini dalam realita kesehariannya. Untuk itu pembelajaran akidah perlu dikemas dengan teliti, sempurna, jelas dan menarik minat pelajar demi untuk menyelamatkan pelajar daripada fahaman yang keliru.Menurut Al-Ghazali (1939) bahawa dalam pembelajaran akidah seseorang tidak dapat dididik dengan strategi taqlid semata-mata, hal ini akan berakibat individu tersebut akan menjadi bebal. Maka

Page 29: aqidah ayuuu

seyogyanya manusia hanya akan dapat menghampiri Allah melalui kekuatan ilmu yang dibentuk secara bermakna iaitu (menurut logik, ijtihad dan mujtahid yang hidup pada zaman itu). Melalui penerokaan yang mendalam akan timbul kesadaran kepada manusia terhadap kebesaran Allah s.w.t.Kesimpulannya: terdapat pelbagai strategi dan kaedah yang dapat diguna pakai guru dalam bilik darjah dalam P&P akidah pendidikan Islam. Namun begitu, tiada satu kaedah yang boleh dikatakan terbaik atau lebih sesuai untuk sesuatu mata pelajaran. Mungkin terdapat kaedah yang baik untuk pelajaran tertentu dan oleh guru tertentu, namun berkemungkinan kaedah tersebut tidak akan Berjaya mencapai tahap keberkesanan yang tinggi jika diaplikasikan dalam mata pelajaran yang lain.Pendek kata, dalam menyampaikan P&P akidah pendidikan Islam tumpuan yang perlu diberi penekanan adalah proses penyampaian, pengamalan dan penghayatan kearah membina sahsiah pelajar dan menanam benih keimanan yang teguh dan mantap dalam menghadapi pelbagai bentuk cabaran isu-isu semasa dan yang akan datang, baik cabaran pihak dalaman mahupun luaran.5.0 Cabaran Pendidikan Akidah Terdapat pelbagai cabaran yang dihadapi oleh pendidikan secara amnya saat ini, khasnya pendidikan Islam dalam konteks pengajaran dan pembelajaran akidah, cabaran-cabaran tersebut datang dari pelbagai pihak, sama ada yang luaran (pelaksana pendidikan itu sendiri, kementerian, sistem, falsafat diguna pakai dll) mahupun faktor dalaman iaitu (aspek yang terlibat lansung dengan perlaksanaannya, diantaranya, guru, hala tuju, serta persekitaran dimana dilaksanakannya pendidikan itu). Dalam pembahasan ini penulis akan mengurai beberapa faktor penentu atau dominan sahaja dari berbagai kriteria tersebut: diantaranya.5.1 Faktor Kerajaan dan Kementerian1) Pelaksanaan Sistem Pendidikan Kebangsaan yang menuju ke arah sekularismaSekularism merupakan satu isu utama yang menyentuh secara langsung umat Islam dimana-mana tempat jua. Ideologi ini dilihat sebagai satu cabaran besar terhadap umat Islam dalam usaha membina identiti berasaskan ajaran Islam. Dari sudut yang lain penularan elemen sekularisma adalah akibat langsung daripada pengaruh dari kesan kolonialisme. Persoalannya apakah yang dimaksudkan dengan sekularisma? Menurut definisi dari Collins Dictionary of English Language, sekularisma”…the attitude that religion should have no place in civil affairs.”(Patrick Hanks 1981)

Sekular merupakan perkataan yang berasal dari istilah latin "Saeculum" yang merujuk kepada pengertiaan masa dan tempat. Konotasai masa dan tempat itu pula memberi erti masa kini sementara temapt pula adalah merujuk kepada "dunia" atau "hal ehwal dunia". Dalam hubungan ini al-Attas .(1978)merumuskan bahawa "Saeculum" lebih merujuk kepada konteks terkini dan semasa. Dari sudut definisi yang dikemukakan oleh al-Attas`jelas memperlihatkan bagaimana pengertiaan saeculum yang menjadi kata dasar kepada perkataan atau istilah sekularisma ternyata membataskan skop hanya kepada perkara-perkara atau kegiatan-kegiatan yang bersifat keduniaan.Pendek kata Sekular bermaksud memisahkan agama dari kehidupan. Dalam konteks perlaksanaan pendidikan saat ini sekular ditakrifkan sebagai memisahkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu kehidupan seperti sains, sejarah, bahasa dan matematik. Penulis melihat isu ini baik di Malaysia ataupun Indonesia sendiri, biarpun dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan disebutkan bahawa matlamat akhir sistem pendidikan ialah melahirkan insan yang seimbang berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan, namun jika kita lihat kepada perlaksanaannya, ia adalah lebih mirip kepada cara sekular.

Page 30: aqidah ayuuu

Pendidikan agama Islam di Malaysia terpisah daripada ilmu-ilmu lain. Di peringkat sekolah, mata pelajaran Pendidikan Islam diletakkan sebagai salah satu daripada mata-mata pelajaran lain seperti sains, matematik, bahasa, geografi, sejarah dan lain-lain. Dan pada mata pelajaran Pendidikan Islam yang satu itulah terbahagi pula kepada subjek-subjek agama seperti akidah, syariah, akhlak, Al-Quran, Al-Hadis, Jawi dan Bahasa Arab.Sukatan mata pelajaran sains contohnya menggunakan frasa ‘alam semula jadi’ bagi merujuk kepada alam semesta ciptaan Allah, ini jelas mengambil ideologi barat dan mengesampingkan pemikiran akidah Islam iaitu Allah yang menciptakan alam ini. Mata pelajaran sejarah juga kurang dikaitkan dengan agama sebaliknya mengenangkan nostalgia sejarah-sejarah yang lepas dan menghafal tarikh-tarikh serta nama tokoh daripada mendidik pelajar mengambil iktibar daripada sejarah. Tidak dinafikan adanya guru-guru yang mengambil inisiatif sendiri untuk menekankan aspek akidah dan agama Islam dalam pengajaran namun ianya adalah kes terpencil dan bukanlah melibatkan secara keseluruhannya.5.2 Faktor Sosiala) Ajaran-ajaran Sesat dan MenyelewengAjaran sesat (bahasa Inggeris: Heresy) atau Bidah atau kadangkala ditulis sebagai bid'aah, bid'aah (dari bahasa Arab ة � � yang secara harfiah bererti "memulai"), menurut Oxford English Dictionary, adalah ب"pandangan atau doktrin teologi atau keagamaan yang dianggap berlawanan atau bertentangan dengan doktrin Gereja Katolik atau Ortodoks, atau, dalam pengertian yang lebih luas, dengan doktrin gereja, keyakinan, atau sistem keagamaan manapun, yang dianggap ortodoks atau ajaran yang benar. Dalam pengertian ini, ajaran sesat adalah pandangan atau doktrin dalam filsafat, politik, ilmu, seni, dll., yang berbeda dengan apa yang umumnya diakui sebagai yang berwibawa. (Wikipedia eksiklopedia bebas 2010)Manakala Abdulfatah Haron Ibrahim (1993) mentakrifkan bahawa ajaran sesat adalah sebarang ajaran atau amalan yang dibawa oleh orang-orang Islam atau bukan Islam yang mendakwa bahawa ajaran dan amalan tersebut adalah ajaran Islam atau berdasarkan kepada ajaran Islam, sedangkan hakikat ajaran dan amalan yang dibawa itu bertentangan daripada Islam yang berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah serta bertentangan dengan Ahli Sunnah Wal jamaah.Sejarah menunjukan di Malaysia sendiri terdapat beberapa aliran sesat yang telah berlansung dari beberapa tahun silam, walaupun sudah diharamkan pihak kerajaan namun perlu sebuah antisipasi yang kuat dari segi akidah oleh umat islam sendiri, diantara yang disenaraikan iaitu:1. Ajaran Empat Sahabat (kota Baharu pada tahun 1974)2. Ajaran Cerang Melilin (Terengganu pada tahun 1976)3. Ajaran Husein Ali (Kuala Terengganu pada tahun 1976)4. Ajaran Tok Ayah Selamat (Kota Bharu pada tahun 1989)5. Ajaran Al-Argam (seluruh negeri 1988)6. Ajaran Anti Hadis ( Wilayah Persekutuan 1992)Kor Agama Angkatan Tentera Kementrian Pertahanan Malaysia (KPM1995)Oleh itu untuk membasmi serta menghadapi cabaran-cabaran aliran sesat yang selalu menggerogoti umat Islam dari semasa kesemasa, umat Islam haruslah bertangungjawab serta mengkaji ajaran atau sesuatu amalan itu dengan teliti dan terperinci agar tidak mudah terpengaruh dan terjerumus, tentu hal terbaik yang perlu dilakukan adalah penanaman pelajaran akidah terhadap anak semenjak dini, supaya dengan ini keimanan serta keyakinan umat Islam terhadap kebesaran Allah tetap terjaga.

Page 31: aqidah ayuuu

5.3 Faktor Globalisasia) Budaya Hedonisme serta Pengaruh Media MassaMenurut Kamus Dewan (1994) Hedonisme menurut ialah pegangan atau pandangan hidup yang mementingkan keseronokan atau kesenangan hidup. Manakala Sudarsono dalam Mohd Ghazali Mhmd Nor (2007) dalam bukunya Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja pula mengatakan Hedonisme sebagai doktrin yang memandang kesenangan sebagai kebaikan yang paling utama dan kewajipan seseorang untuk mencari kesenangan bagi tujuan kehidupan. Ia beranggapan bahawa sesuatu perbuatan yang baik adalah mendatangkan kelazatan atau nikmat. Dalam Erti kata lain mereka beranggapan bahawa kesenangan dan kenikmatan adalah merupakan tujuan akhir hidup.

Perbincangan mengenai akidah akan turut melibatkan persoalan Iman.Konsep Keimanan adalah mengenai individu yang mempunyai akidah yang benar dan mempunyai tiga elemen penting merangkumi pegangan kuat berasaskan keyakinan, wujudnya unsure ketundukan yang tulus dalam sanubari manusia terhadap apa yang diimaninya dan yang terakhir adanya unsur cetusan atau ransangan dalaman dalam diri individu tersebut untuk menterjemahkan seluruh prinsip keimanannya di dalam diri individu tersebut untuk menterjemahkan seluruh prinsip keimanannya di alam kenyataan dengan berusaha untuk menyelaraskan seluruh aktiviti hidup hariannya berasaskan nilai-nilai keimanan tersebut. Ini kerana individu tersebut tidak boleh bersabar melihat segala aktiviti hidup dilangsungkan berasaskan bentuk dan kaedah yang bertentangan dengan asas-asas keimanan yang terpendam jauh dan kental dalam hati sanubarinya. Mohd Fauzi bin Hamat (2002)

Merujuk kepada defenisi diatas, jelas sekali budaya hedonisme amat bertentangan dengan akidah umat Islam. Hal ini kerana budaya hedonisme mementingkan kebebasan fikiran sedangkan Aqidah Islam meletakkan al-Quran dan al-Sunnah sebagai paksi pemikiran. Islam sangat memandang berat pemikiran-pemikiran yang cuba menganggu umat Islam. Hal ini kerana sekiranya pemikiran-pemikiran ini tidak dikawal, ia mampu merosakkan aqidah umat Islam. Sedangkan Aqidah berfungsi sebagai tonggak seluruh perancangan hidup manusia khususnya yang menyentuh aspek perancangan ummah.6.0 KesimpulanPenekanan terhadap Pendidikan Akidah sememangnya telah jelas dan berpatutan dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan. Namun yang menjadi cabaran ialah bagaimana untuk melaksanakannya dengan berkesan bagi mendidik pelajar mempunyai akidah yang teguh dan mantap. Justeru itu, adalah diharapkan Pendidikan Akidah akan menjadi teras kepada Sistem Pendidikan Negara bermula dari peringkat pra persekolahan hinggalah Institut Pengajian Tinggi kerana kepentingannya terhadap pembentukan iman dan pembinaan sahsiah Muslim. Ini kerana umat Islam tidak boleh mengambil mana-mana ideologi lain bagi mendidik generasi mereka kerana ideologi lain tidak membawa manusia mengenal dan beriman kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:Maksudnya : Dan sesiapa yang mencari agama selain agama Islam, tidak akan diterima dan pada hari kiamat dia akan tergolong dalam golongan orang-orang yang rugi. (Surah Ali Imran, 3 :85)