makalah teknologi benih
DESCRIPTION
makalah teknologi banih mangenai serifikasi benihTRANSCRIPT
MAKALAH
MATAKULIAH TEKNOLOGI BENIH
“PENGARUH PENGGUNAAN BENIH BERSERTIFIKAT DALAM MENINGKATKAN
PRODUKTIVITAS TANAMAN”
OLEH :
KELOMPOK VI
NAMA / NIM :
1. HENDRA G. W. LASAR
2.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan pada Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan penyertaanNya, penyusunan makalah ini dapat berjalan sesuai rencana dan selesai pada waktu yang telah ditentukan. Makalah berjudul“Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat Dalam Meningkatkan Produktivitas Tanaman” ini dibuat selain untuk melengkapi tugas pada mata kuliah Teknologi Benih, juga dengan tujuan agar mahasiswa dapat lebih memahami tentang benih bersertifikat dan pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dalam penyempurnaan makalah ini.
Kupang, Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN BENIH BERSERTIFIKAT
2.2. SERTIFIKASI DAN PERSYARATAN MUTU BENIH
2.3. HASIL PENELITIAN TENTANG PERBEDAAN PENGGUNAAN BENIH
BERSERTIFIKAT TERHADAP PRODUKSI BENIH
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pertanian memiliki peran yang sangat strategis dalam menopang
perekonomian suatu negara. Indonesia merupakan negara agraris dengan mayoritas
penduduknya bekerja dibidang pertanian. Bidang pertanian turut menyumbang devisa
negara, yaitu dengan adanya perdagangan yang terjadi dengan negara lain.
Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih
harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana
teknologi yang maju. Sering petani mengalami kerugiaan yang tidak sedikit, baik biaya,
maupun waktu yang berharga akibat penggunaan benih yang bermutu jelek, walaupun
pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan cara
bercocok tanam tetapi tidak boleh diabaikan pentingnya pemilihan kualitas benih yang
dipergunakan (Sutopo, 1988). Kesadaran petani untuk menggunakan benih yang baik
mendorong orang-orang tertentu untuk menanam padi yang hasilnya dijual untuk benih,
maka timbullah perdagangan benih padi. Oleh karena itu banyaknya benih yang
diperdagangkan, maka perlu adanya standar tertentu untuk menghindari penipuan atas
kualitas benit tersebut (Sastrosayono, 1982).
Tujuan utama dari sertifikasi benih adalah untuk melindungi keaslian varietas
dan kemurnian genetik agar varietas yang telah dihasilkan pemulia sampai ke tangan
petani dengan sifat-sifat unggul seperti tertulis pada deskripsinya. Sampai tahun 1980-an,
sertifikasi benih masih dianggap sebagai alat pengendalian mutu yang efektif dan efisien,
namun anggapan tersebut kini telah berubah. Keharusan pengujian terhadap setiap lot
benih yang diproduksi memerlukan biaya tinggi, sehingga kini disadari sebagai hal yang
dapat menghambat peningkatan efisiensi produksi dan daya saing benih (Otto, 1985).
3.3. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian benih bersertifikat
2. Mengetahui sertifikasi dan persyaratan mutu benih
3. Mengetahui pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap produksi tanaman
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN BENIH BERSERTIFIKAT
Pada masa lalu petani menggunakan benih dari tanamannya sendiri dan
seringkali benih tersebut diambil dari biji-biji yang tidak laku dijual sebagai konsumsi.
Akan tetapi, atas dasar pengalaman bahwa benih yang tidak baik akan menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang kurang memuaskan dan hasilnyapun tentu tidak seperti yang
diharapkan, maka terbukalah pemikiran untuk memilih dari hasil panen tersebut biji-biji
yang baik yang akan digunakan untuk benih pada tanaman pertanian.
Dewasa ini, dengan semakin meningkatnya intensitas pelaksanaan intensifikasi,
yang berarti makin meningkatnya investasi dibidang usaha tani, maka dirasa perlu oleh
petani untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang benih yang mereka tanam.
Informasi itu tidak hanya kebenaran dari jenis atau varietas yang dimaksud, tetapi
menyangkut mutu benih yang lainnya yang selalu dikehendaki prima, dan harus jelas
tercantum pada label yang harus disertakan pada setiap kelompok benih yang
diperdagangkan. Dalam kejelasan pada label tersebut tercakup kesatuan pendapat
tentang pengertian mutu. Selain itu, bahwa informasi yang tertera pada lebel harus dapat
ditinjau kembali karena semua dilakukan berdasar pada prosedur yang baku.
Sehubungan dengan pengadaan benih unggul bermutu bagi para petani, maka
harus ada jaminan dari fihak pemerintah dalam mendapatkan benih yang bermutu atau
benar (murni) sesuai dengan sifat-sifat varietas unggul yang dikehendaki. Untuk ini perlu
adanya sertifikasi benih melalui suatu sistem atau mekanisme pengujian benih
secara berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasikan
perbanyakan dan produksi benih. Dengan demikian “Sertifikasi benih” adalah cara
pemberian sertifikat atas cara perbanyakan, produksi dan penyaluran benih sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. Tujuannya
adalah memelihara kemurnian mutu benih dari varietas unggul serta menyediakan secara
kontinyu kepada petani. Sedangkan benih bersertifikat adalah benih yang pada proses
produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi
benih. Keuntungan menggunakan benih bersertifika, antara lain adalah :
1. keturunan benih diketahui,
2. mutu benih terjamin
3. kemurnian genetik diketahui
4. penggunaan benih lebih hemat
5. pertumbuhan benih seragam
6. masak dan panen serempak
7. produksi tinggi
2.2. SERTIFIKASI DAN PERSYARATAN MUTU BENIH
Dalam system perbenihan di Indonesia, benih yang diedarkan merupakan benih
bina yang harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan
oleh pemerintah serta wajib diberi label (Pasal 13 Undang Undang No. 12 Tahun 1992).
Benih bina adalah benih varietas unggul yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian yang
proses produksi dan peredarannya diawasi oleh Pemerintah (UU No. 12 Tahun 1992,
Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1995). Sedangkan sertifikasi adalah rangkaian
proses/kegiatan pemberian sertifikat benih tanaman melalui pemeriksaan, pengujian dan
pengawasan, serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan (Pasal 1 Undang
Undang No. 12 Tahun 1992). Sertifikasi benih dirancang untuk mengendalikan keaslian
dan kemurnian varietas (Barnes and Larson 1985, Otto 1985, Weimortz 1985, Copeland
and McDonald 2001), di mana salah satu prinsipnya adalah penentuan dan pembatasan
kelas benih. Tujuan sertifikasi benih adalah untuk melindungi keaslian (keotentikan) dan
kemurnian varietas selama proses produksi dan pemasaran sehingga potensi genetik suatu
varietas dapat dirasakan oleh penggunanya (www.agritech.tnau.ac.in, 2013) atau
memberi jaminan kebenaran jenis, varietas, dan mutu benih yang beredar di pasaran
(Pasal 2.b. Permentan No.39 Tahun 2006). Beberapa keutamaan dalam penggunan benih
bersertifikat atau benih berlabel adalah mempunyai jaminan mutu, baik mutu fisik (kadar
air, kemurnian fisik benih, bersih) maupun mutu fisiologis (daya berkecambah) yang
tinggi dan kemurnian genetic (karakter tanaman sesuai dengan jenis varietas yang
tertulis).
Dalam sistem sertifikasi benih di Indonesia, benih diklasifikasikan menjadi empat
kelas, yaitu Benih Penjenis dengan warna label kuning, Benih Dasar dengan warna label
putih, Benih Pokok dengan warna label ungu, dan Benih Sebar dengan warna label biru
(Permentan No. 39 Tahun 2006, Direktorat Perbenihan 2009). Benih Penjenis merupakan
turunan pertama dari benih inti (NS: nucleus seed) suatu varietas unggul yang merupakan
bahan dasar dan otentik untuk pengembangan suatu varietas atau benih sumber untuk
perbanyakan benih dasar. Benih Dasar adalah turunan pertama dari Benih Penjenis dan
memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar. Benih Pokok merupakan turunan pertama
dari Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok,
sedangkan Benih Sebar adalah turunan pertama dari Benih Pokok, Benih Dasar atau
Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Sebar (Direktorat Perbenihan
2009). Untuk tujuan produksi gabah konsumsi (gabah yang digiling menjadi beras),
petani seyogianya menggunakan benih sebar. Proses sertifikasi benih dapat dilakukan
melalui:
1. Pengawasan pertanaman dan atau pengujian di laboratorium yang diselenggarakan
oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih,
2. Penerapan system manajemen mutu, dimana produsen benih disertifikasi oleh
Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dan,
3. Sertifikasi benih oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) dengan ruang lingkup
sertifikasi benih terakreditasi (Permentan No. 39 Tahun 2006, Direktorat Perbenihan
2009). Dalam proses produksi, baik benih BS, BD, BP maupun BR harus tetap
mempertahankan identitas dan kemurnian varietasnya, serta memenuhi peraturan
produksi benih dan standar mutu dari masing-masing kelas benih. Dengan demikian
maka benih dari suatu varietas meskipun kelas benihnya berbeda tetap akan
mempunyai potensi genetic yang sama (potensi hasil, ketahanan terhadap hama
penyakit, dan karakter morfologis).
Beberapa persyaratan dalam produksi benih antara lain benih sumber yang
digunakan harus jelas identitasnya (varietas, kelas benih dan disertai dengan label benih),
lahan harus bekas tanaman lain atau lahan bera atau bebas tanaman voluntir, isolasi jarak
antara dua varietas pada produksi padi inbrida 2 m, roguing/seleksi pertanaman minimal
tiga kali (fase vegetatif, generatif awal/ berbunga dan menjelang panen), lulus dalam
pemeriksaan pertanaman dan lulus dalam uji mutu benih di laboratorium (Direktorat
Perbenihan, 2009). Standar lapangan untuk benih bersertifikat dan standar mutu benih
dalam pengujian di laboratorium ditampilkan dalam Tabel 1 dan 2.
Persyaratan beberapa variabel mutu, daya berkecambah minimum, kadar air benih
maksimum,dan persentase biji gulma sama untuk semua kelas benih. Persyaratan daya
berkecambah dari semua kelas benih minimum 80%, sehingga memungkinkan benih
sebar mempunyai daya berkecambah lebih tinggi disbanding benih pokok atau
sebaliknya, namun semuanya masih di atas 80%. Hal serupa bisa terjadi dengan kadar air
benih dan persentase biji gulma. Persyaratan mutu benih yang berbeda antarkelas benih
adalah pada persentase kotoran benih, biji tanaman lain, dan campuran varietas lain,
namun pembatasnya adalah persentase maksimum. Pada kondisi demikian sangat
mungkin terjadi kotoran benih kelas benih sebar sama atau lebih rendah dibandingkan
dengan kelas benih pokok, namun masih dalam batas yang diperbolehkan.
2.3. HASIL PENELITIAN TENTANG PERBEDAAN PENGGUNAAN BENIH
BERSERTIFIKAT TERHADAP PRODUKSI BENIH
1. Hasil Penelitian Produktivitas Padi dengan Menggunakan Benih bersertifikat dan Non
Sertifikat di Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang
Penggembangan benih unggul bersertifikat sudah mulai dilakukan di
Indonesia namun penggunaan benih tersebut dikalangan petani masih rendah.Untuk
merangsang minat petani untuk menggunakan benih bersertifikat maka peme rintah
memberikan bantuan melalui pemberian benih kepada petani, namun kesadaran
petani untuk menggunakan benih unggul masih sangat rendah.Para petani padi lebih
memilih menggunakan benih padi non sertifikat yang didapat dari hasil panen
sebelumnya untuk ditanam pada masa tanam berikutnya.
Tabel 3. Perbedaan Pengguanaan Benih Terhadap Hasil Produksi Dan
Produktivitas
Sumber Dinas Pertanian Kecamatan Banyubiru
terlihat perbedaan hasil produksi dan produktivitas dari perbedaan
penggunaan benih. Hasil produksi yang menggunakan benih bersertifikat lebih rendah
dari hasil produksi yang non sertifikat. Di desa Wirogono, Sepakung, Gedong, dan
kemambang yang menggunakan benih sertifikat memiliki rata – rata produktivitas
sebesar 5 ton/hektar sementara desa Kebumen, Rowoboni, Tegaron, Kebondowo,
Banyubiru dan Ngrapah yang menggunakan benih non sertifikat memilki rata-rata
produktivitas sebesar 7 ton/hektar .
Desa Kebumen, Rowoboni, Tegaron, Kebondowo, Banyubiru, dan Ngrapah
memiliki hasil produksi lebih baik daripada desa Wirogono, Sepakung, Gedong, dan
kemambang. Para petani di desa Kebumen, Rowoboni, Tegaron, Kebondowo,
Banyubiru, dan Ngrapah dapat menghasilkan produksi padi yang baik meskipun
mereka menggunakan benih non sertifikat.
2. Analisis Uji Tingkat Produktivitas Terhadap Penggunaan Benih Padi Bersertifikat
dan Non-Sertifikat di Kecamatan Kalasan
Tabel 4. Analisis Uji Tingkat Produktivitas Terhadap Penggunaan Benih Padi
Bersertifikat dan Non-Sertifikat di Kecamatan Kalasan
Berdasarkan hasil pengujian produktivitas benih di atas, didapatkan t hitung
sebesar 3,392 dan t tabel sebesar 2,001 sehingga adanya beda nyata atau produktifitas
petani yang menggunakan benih bersertifikat lebih tinggi dibandingkan non-sertifikat.
Dilihat dari rerata hasil produktifitas, produktifitas penggunaan benih padi
bersertifikat masih lebih tinggi yaitu sebesar 5 ton/ha dibandingkan dengan
produktifitas penggunaan benih padi non-sertifikat yaitu sebesar 4,07 ton/ha.
BAB IV
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Benih yang telah disertifikasi dengan persyaratan mutu yang sudah ditetapkan
atau benih yang bersertifikat memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan
produktivitas tanaman.
3.2. SARAN
Pemerintah sebaiknya dapat meningkatkan kualitas benih sertifikat agar dapat
memberikan produksi yang lebih baik meskipun pada kondisi curah hujan yang ekstrim
sehingga produktivitas benih sertifikat dapat lebih baik. Penyuluhan kepada distributor
benih tentang cara penyimpanan benih yang baik perlu dilakukan untuk menjaga kualitas
benih. Pemberian latihan tentang pengadaan benih sangat diperlukan oleh petani agar
benih yang diciptakan petani tetap dapat memberikan produktivitas yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA