evaluasi mutu benih dan kesehatan benih tingkat...

9
317 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017 EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT PETANI DI LAHAN RAWA SUMATERA SELATAN Mira Landep Widiastuti 1 *, Bambang Nuryanto 1 , Ni Luh Putu Sri Ratmini 2 , Waluyo 2 1 Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang 41256 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan, Jln. Kol. H. Barlian Km 6 Palembang, Sumatera Selatan *Penulis untuk korespondensi: [email protected] ABSTRACT Quality seed is one of the leading technology in increasing productivity in marginal land, especially swamp land in South Sumatera Province. Evaluation of Seed Quality and Seeds Health in Swamp Land of South Sumatera was conducted in April-July 2015 aimed at (a) obtaining information on varieties, seed sources, pests and diseases, production methods and seed storage, (b) evaluating viability and seed health used by farmers. In the data collection conducted survey to 60 respondents farmers use questionnaires and collect samples of seeds owned by farmers. And test viability and seed health in ICRR Laboratory. Survey shows that 30% of farmers have attended seed training. The same farmers have been able to apply improved production techniques and seed management. Among them save the seeds in plastic, provide a base and traditional air screen cleaned, but rouging only do before harvesting. So the quality of the seeds showed low viability, especially local rice seed, Pegagan from Pamulutan and Vietnam seed from Tanjung Lago is 70%. Another contributing factor is the drying aspect. Most farmers keep seeds on moisture content above 13% in dirty conditions without any treatment. So the percentage of seeds infected by pathogens is more than 54%. Keywords: pathogens, rouging, storage, survey, viability ABSTRAK Benih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam meningkatkan produktifitas di lahan marginal, khususnya lahan rawa di Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih di Lahan Rawa Sumatera Selatan telah dilakukan pada bulan April–Juli 2015 yang bertujuan untuk: (a) mendapatkan informasi varietas, sumber benih, hama dan penyakit, cara produksi serta penyimpanan benih, (b) mengevaluasi viabilitas serta kesehatan benih yang digunakan oleh petani. Dalam pengumpulan data dilakukan survey kepada 60 responden petani menggunakan kuisioner dan mengumpulkan sampel benih yang dimiliki oleh petani untuk dilakukan uji viabilitas dan kesehatan benih di Laboratorium BB Padi. Survey menunjukkan bahwa 30% petani pernah mengikuti pelatihan perbenihan. Petani yang sama telah mampu mengaplikasikan teknik produksi dan pengelolaan benih yang lebih baik. Di antaranya melakukan penapihan dengan mengangin-anginkan benih, mengeringkan dan menyimpan dalam plastik, dan memberikan alas simpan. Roguing hanya dilakukan sekali dipertanaman,

Upload: dinhbao

Post on 17-May-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

317

Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di

Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT PETANI DI LAHAN RAWA SUMATERA SELATAN

Mira Landep Widiastuti1*, Bambang Nuryanto1, Ni Luh Putu Sri Ratmini2 , Waluyo2

1Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang 41256 2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan, Jln. Kol. H. Barlian Km 6

Palembang, Sumatera Selatan *Penulis untuk korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Quality seed is one of the leading technology in increasing productivity in marginal land, especially swamp land in South Sumatera Province. Evaluation of Seed Quality and Seeds Health in Swamp Land of South Sumatera was conducted in April-July 2015 aimed at (a) obtaining information on varieties, seed sources, pests and diseases, production methods and seed storage, (b) evaluating viability and seed health used by farmers. In the data collection conducted survey to 60 respondents farmers use questionnaires and collect samples of seeds owned by farmers. And test viability and seed health in ICRR Laboratory.

Survey shows that 30% of farmers have attended seed training. The same farmers have been able to apply improved production techniques and seed management. Among them save the seeds in plastic, provide a base and traditional air screen cleaned, but rouging only do before harvesting. So the quality of the seeds showed low viability, especially local rice seed, Pegagan from Pamulutan and Vietnam seed from Tanjung Lago is 70%. Another contributing factor is the drying aspect. Most farmers keep seeds on moisture content above 13% in dirty conditions without any treatment. So the percentage of seeds infected by pathogens is more than 54%.

Keywords: pathogens, rouging, storage, survey, viability

ABSTRAK

Benih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam meningkatkan produktifitas di lahan marginal, khususnya lahan rawa di Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih di Lahan Rawa Sumatera Selatan telah dilakukan pada bulan April–Juli 2015 yang bertujuan untuk: (a) mendapatkan informasi varietas, sumber benih, hama dan penyakit, cara produksi serta penyimpanan benih, (b) mengevaluasi viabilitas serta kesehatan benih yang digunakan oleh petani. Dalam pengumpulan data dilakukan survey kepada 60 responden petani menggunakan kuisioner dan mengumpulkan sampel benih yang dimiliki oleh petani untuk dilakukan uji viabilitas dan kesehatan benih di Laboratorium BB Padi.

Survey menunjukkan bahwa 30% petani pernah mengikuti pelatihan perbenihan. Petani yang sama telah mampu mengaplikasikan teknik produksi dan pengelolaan benih yang lebih baik. Di antaranya melakukan penapihan dengan mengangin-anginkan benih, mengeringkan dan menyimpan dalam plastik, dan memberikan alas simpan. Roguing hanya dilakukan sekali dipertanaman,

Page 2: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

318 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

sehingga mutu benihnya rendah, terutama terutama benih padi lokal Pegagan dari Pamulutan dan benih Vietnam dari Tanjung Lago yaitu viabilitasnya 70%. Faktor penyebab lainnya yaitu aspek penyimpanan benih dalam kondisi kotor tanpa perlakuan apapun. Sehingga persentase benih terinfeksi patogen lebih dari 54%.

Kata kunci: patogen, penyimpanan, rouging, survey, viabilitas

PENDAHULUAN

Penerapan teknologi budidaya padi khususnya pada lahan marginal merupakan upaya dalam menggali potensi sumber daya alam sehingga mampu mengatasi permasalahan yang ada untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Rendahnya produktivitas pertanian menunjukkan bahwa peluang pengembangan usaha tani di lahan rawa masih besar dengan menerapkan teknologi yang tepat. Permasalahan utama dalam memanfaatkan lahan rawa untuk pertanian menurut Tim Sintesis Kebijakan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementan adalah bagaimana mengelola dan mempertahankan produktivitas tanaman yang dibudidayakan (Tim Sintesis Kebijakan, 2008). Hal ini terkait dengan karakteristik lahan rawa yang tidak subur yang dicirikan oleh rendahnya pH tanah, bahan organik rendah kekurangan unsur makro NPK dan unsur mikro Cu, Zn, serta keracunan Al, Fe dan Sulfat. Oleh sebab itu, upaya penerapan teknologi secara spesifik lokasi agar dapat meningkatkan produktivitas padi.

Kontribusi benih dalam upaya peningkatan produktivitas padi yaitu sekitar 56% dalam peningkatan produksi beras nasional (BB Padi, 2007). Inovasi teknologi yang paling menonjol untuk meningkatkan hasil padi adalah penggunaan varietas unggul yang didukung dengan teknologi budidaya secara spesifik. Peran benih varietas unggul bila dikombinasikan dengan penggunaan pupuk dan irigasi yang baik mampu memberi kontribusi dalam peningkatan hasil padi sampai 75%. Peran komponen benih bermutu ini akan maksimal jika didukung oleh sistem budidaya, pengendalian hama dan penyakit, teknik produksi dan pengolahan serta penyimpanan benihnya.

Namun yang dilakukan petani dalam mencapai produktivitas yang lebih tinggi, petani menggunakan pengetahuan mereka sendiri dalam budidaya, pengendalian hama dan penyakit serta mengidentifikasi tanaman yang paling menguntungkan dengan kondisi lapangan mereka. Begitupula produksi, pengolahan (jika memproduksi sendiri) dan penyimpanan benihnya. Khususnya di lingkungan lahan marjinal petani mengandalkan pertukaran benih antar petani dan penilaian secara visual tentang varietas yang dikembangkan oleh petani. Sebagian besar petani tidak memiliki akses terhadap informasi terkini varietas unggul baru (VUB) padi dan umumnya tidak berkonsultasi terhadap varietas spesifik lokasi yang sedang dikembangkan. Dan pada awal tahun 1980-an, para ilmuwan sudah menggarisbawahi pentingnya on-farm diagnostic dan penelitian terapan oleh tim interdisipliner, yang menempatkan petani pada semua tahap proses pemecahan masalah pedesaan (Rhoades & Booth, 1982).

Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah, menggunakan pendekatan partisipatif kepada petani, untuk (a) mengetahui informasi varietas, sumber benih, hama dan penyakit tanaman, hasil panen, dan cara produksi serta penyimpanan benih padi rawa yang digunakan oleh petani. (b)

Page 3: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

319

Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di

Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

mengevaluasi mutu benih (fisik dan fisiologis) serta kesehatan benih padi rawa yang digunakan oleh petani.

BAHAN DAN METODE

Survey Tahap awal telah dilakukan survei ke petani padi di lahan rawa (hasil

penentuan wilayah pada tahap 1) untuk mendapatkan informasi mengenai varietas yang ditanam, sumber benih yang digunakan, OPT, produksi, serta teknik produksi dan pengelolaan (pengolahan dan penyimpanan) benih (apabila petani memproduksi benih sendiri). Sebagai alat bantu digunakan kuisioner. Petani yang dijadikan responden masing-masing kecamatan sebanyak 60 responden antara lain: 1) petani yang menanam padi lokal dengan sumber benih yang dihasilkan sendiri; 2) Petani yang menanam padi VUB dengan sumber benih yang dihasilkan sendiri; 3) Petani yang menanam padi VUB dengan sumber benih dari kios/ dari UPBS BB Padi.

Pengujian Mutu Benih dan Penanaman Benih yang diperoleh dari penyimpanan petani akan digunakan sebagai

sumber benih dan pengujian di laboratorium Mutu Benih BB Padi. Meliputi 1) Mutu fisik benih meliputi: kadar air, kemurnian dan bobot 1000 butir, 2) Mutu fisiologis benih (daya berkecambah, vigor AAT, panjang akar, panjang batang dan berat kering kecambah), 3) Pengujian kesehatan benih (prosentase cendawan terbawa benih dan cendawan terbawa gudang).

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang disusun dengan 3 ulangan. Evaluasi mutu benih padi mengikuti International Seed Testing Analysis (ISTA, 2014). Statistik deskriptif dan perbandingan sederhana rata-rata yang disediakan dasar untuk analisis data. Untuk data kuantitatif akan di analisa dengan software statistic SAS versi 9.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pra Survey Pra-survey (pengamatan lapang) dan diskusi dengan beberapa peneliti,

penyuluh dan teknisi lapang BPTP Sumsel, menunjukkan bahwa secara umum lahan rawa di Sumatera Selatan terdapat dua jenis yaitu pasang surut dan lebak (lebak dangkal, lebak sedang, dan lebak dalam). Dilahan pasang surut kondisi lahan pertanian 50% hampir sama dengan kondisi irigasi namun berbeda kondisi air yang terkadang banjir pada saat pasang dan kering pada saat surut. Panen padi terjadi sebanyak dua kali. Hal ini seiring dengan klasifikasi yang dilakukan oleh Direktorat Rawa 1992 yaitu ekosistem rawa lebak dibagi dalam 3 kategori, yaitu 1) lahan rawa lebak dangkal atau lahan pematang; 2) lahan rawa lebak tengahan dan 3) lahan rawa lebak dalam dicirikan kedalaman genangan air lebih dari 100 cm dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.

Penggunakan varietas unggul relatif sudah banyak dilakukan masyarakat namun pengelolaan sumber benih yang masih perlu dikaji secara mendalam. Di rawa lebak, kondisi genangan air tidak menentu, penanaman padi dilakukan tidak serempak, begitu pula panennya. Sebagian besar petani menanam padi sekali dalam setahun pada musim kemarau, untuk menghindari genangan air yang dalam di musim hujan. Pada umumnya petani masih menanam padi lokal

Page 4: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

320 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

karena padi lokal tahan genangan air, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, meskipun tekstur nasinya pera.

Survey dan Pengumpulan Data Survey dilakukan di Desa Mulyasari dan Telang Sari, Kecamatan Tanjung

Lago Kabupaten Banyuasin untuk daerah rawa pasang surut. Sedangkan Daerah Rawa Lebak dilakukan Survey Ke Desa Pamulutan Ulu, Teluk Kecapi dan beberapa desa di Kecamatan Pemulutan, Desa Ilir, Desa Tanjung Serian, Kecamatan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komeriling Ilir untuk wilayah rawa lebak (Gambar 1).

Survey di Kec. Tanjung Lago

Survey di Kec. Telang Sari

Survey di Kec. Pamulutan

Survey di Kec. Kayu Agung

Gambar 1. Kegiatan Survey di Lahan Rawa Sumatera Selatan

Hasil survey menunjukkan sebagian besar petani di rawa lebak lebih banyak sebagai penyewa dibandingkan sebagai pemilik (Tabel 1). Berbeda dengan petani di daerah rawa dangkal maupun pasang surut yang cenderung petani pemilik. Dan petani Pemulutan persentase petani yang sudah mendapatkan teknik produksi benih sederhana lebih banyak dibandingkan petani lainnya. Di Pamulutan petani cenderung menanam benih yang diproduksi sendiri yaitu varietas lokal Pegagan, dan hanya beberapa varietas unggul baru yang sudah banyak ditanam oleh petani dirawa lebak maupun rawa pasang surut. Kelas benih yang digunakan tidak lebih dari kelas benih ES (Ekstension Seed). Hal ini seiring dengan hasil penelitian Manikmas 20013 bahwa petani padi di lahan rawa lebak cenderung menggunakan benih yang diproduksi sendiri dan masih sering menggunakan varietas padi sawah karena bibit padinya mudah diperoleh. Namun Petani di rawa pasang surut Telang Sari, meskipun hanya sekitar 10% yang pernah mengikuti pelatihan produksi benih, tetapi penggunaan benih bermutu dan bersertifikat cukup banyak yaitu sekitar 90% dari petani yang disurvey menggunakan benih minimal benih ES.

Proses teknologi sederhana lain yang masih digunakan adalah teknologi budidaya pengelolaan manajemen agronomi dilapang, teknologi pasca panen dan penyimpanan benihnya. Sistem tanam yang sebelumnya menggunakan sistem tebar langsung tidak efektif karena menggunakan pemborosan penggunaan benih bermutu, kesulitan dalam pemeliharaan apalagi kegiatan roguing/seleksi. Selanjutnya tahap pemeliharaan tanaman dari serangan hama tikus biasanya menggunakan aliran listrik sangat berbabahaya. Ditambah pada saat lahan basah, petani tidak dapat memastikan bahwa tanaman cukup air atau tidak. Dan pada saat tahap prosessing dan pengelolaan pasca panen masih sangat perlu diarahkan agar benih yang dihasilkan lebih bermutu, karena benih hasil penggebotan, kemudian dikeringkan sampai kadar air yang tidak diperhatikan

Page 5: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

321

Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di

Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

dan penyimpanan dalam kemasan yang masih memungkinkan udara masuk kedalam kemasan benih yang mengakibatkan benih akan menurun mutunya dalam waktu yang relatif singkat. Dan di khawatirkan viabilitas benihnya tidak akan sampai pada musim tanam berikutnya.

Tabel 1. Keragaman kondisi responden petani padi rawa berdasarkan tipe sawah yang berbeda

Asal/Tipe sawah

Umur Status lahan

Pelatihan Sumber benih

Varietas yang ditanam

Kelas benih

Pamulutan/

Rawa Lebak

50%>45th,

<40th

40%

Milik, 60%

Sewa

70%

sudah, 30%

belum

90%

sendiri, 10%

bantuan

Ciherang,

Mekongga, S Bagendit,

IR42, Ketan, Pegagan

50% ES,

50% NK

Kayu

Agung/ Rawa

Lebak

30%>45th,

70%<40th

35%

milik, 65%

Sewa

10%

sudah, 90%

belum

70%

sendiri, 30%

bantuan

Cihrang, IR42,

Inpari 10, Inpari 1,

Inpari 6

30% ES,

70% NK

Tanjung Lago/

Rawa Dangkal

50%>45th, <45th

80% milik,

20% Sewa

20% sudah,

80% belum

25% sendiri,

75% toko

Ciherang, IR64, Bestari,

Inpara2, Cigobo, S

Bagendit,

IR42, Towuti, Vietnam, IR

Mlanggas

50% ES, 50% NK

Telang Sari/Rawa

Pasang Surut

20%>45th, 80%<40th

80% milik,

20% Sewa

10% sudah,

90% belum

10% sendiri,

80% toko,

10%

bantuan

Ciherang, Mekongga, S

Bagendit, Cibogo,

Towuti,

Inpari1

90% ES, 10% NK

Tabel 2 menunjukkan bahwa petani di Pamulutan yang terlatih dan daerah Tanjung Lago yang belum terlatih, dalam memproduksi benih cukup beragam frekuensi melakukan seleksi/roguing, yaitu 1, 2, 3 dan 4 kali seleksi/roguing. Bahkan di daerah Telang Sari, sekitar 30% petani yang disurvey tidak melakukan seleksi benih dilapangan, hanya menyisihkan gabah panennya untuk ditanam dimusim berikutnya. Demikian pula teknik pengeringan, pensortiran, pengemasan dan penyimpanannya masih beragam. Beberapa teknologi yang sudah di adopsi petani di lahan rawa tersebut yaitu seperti penapihan/pensortiran menggunakan Air Screen Cleaner (ASC) sederhana telah dilakukan di daerah Pamulutan namun frekuensi penggunaannya relatif kecil. Di daerah lain sebagian menggunakan tampih dengan angin. Teknologi lain beberapa sudah menerapkan penggunaan IRRI Super Bag untuk pengemasan, penggunaan gudang dan pemberian alas untuk penyimpanan serta waktu simpan yang relatif optimal untuk penyimpanan minimal satu musim berikutnya.

Page 6: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

322 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

Tabel 2. Evaluasi Panen dan Penanganan Benih

Lokasi Cara panen

Seleksi Pengeringan Penapihan Penyimpan

Kantong Ruang Alas Lama

Pamulutan

, Rawa lebak

Panen

gabah

3 & 4

kali (20%),

1 & 2 kali

(30%)

20%: 0.5 hari

80%: 1 hari

20% ASC

sederhana, 30% angin

50% tidak

35%

goni, 65%

plastik

20%

gudang, 80%

kamar

50%

kayu 50%

tanpa alas

20% 1-2

bulan, 30% 5-6

bulan, 50% 6-7

bulan

Kayu Agung,

Rawa

Lebak

Panen gabah

10% 2kali,

90%

sekali

5% : 1 jam 20% : 8jam

40% : 10 jam

30% : 12 jam 5% : 14 jam

10% kipas,

90% tampi

70% goni,

30%

karung plastik

100% dapur

100% kayu

50% 5-6 bulan,

50% 6-7

bulan

Tanjung Lago,

Rawa

Dangkal

Panen gabah

10% 3 kali,

20% 2

kali, 70% 1

kali saat panen

50% 1 hari 40% 2 hari

10% 3 hari

50% kipas,

25%

angin, 25% tidak

20% IRRI super

bag, 25%

goni, 50%

karung plastik

25% gudang

, 20%

dapur, 5%

ruangan

10% tanpa

, 90%

dialas

25% 6-7 bulan,

75% 4-5

bulan

Telangsari,

Rawa Pasang

Surut

Panen

gabah

70% 1

kali, 30%

tidak

80% 3 hari,

20% hari

50% tidak

dan ditapih

10%goni,

90% krg plastik

100%

dapur

80%

kayu, 20%

tidak

100% 3-

4 bulan

Penerapan teknologi di dalam penerapannya, teknologi akan berhadapan dengan faktor budaya, perilaku, dan nilai-nilai di masyarakat. Herdikiagung 1992 dalam penelitiannya menyatakan hal serupa, bahwa tidak akan lepas dari latar belakang sosiokultur, tingkat pendidikan dan resistensi terhadap perubahan yang berlainan akan menimbulkan persepsi yang berlainan pula terhadap penerapan teknologi di masyarakat. Reaksi yang timbul dapat berupa penerimaan atau penolakan terhadap teknologi, disamping itu dampak ekologi yang ditimbulkannya. Secara tradisional petani sangat sulit menerima introduksi berbagai hal baru, demikian juga dalam mengintroduksi komoditas usahatani baru. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meyakinkan petani agar mau menerima dan menerapkan teknik budidaya di lahan rawa lebak. Kebun contoh berfungsi sebagai sarana penyuluhan dan demonstrasi budidaya, kemudian dilakukan pembinaan agribisnis dengan memberikan bantuan teknik dan sarana produksi berupa bibit dan sarana produksi lainnya yang besarnya disesuaikan dengan kepemilikan lahan petani.

Pengujian Mutu Benih Tabel 3 menunjukkan bahwa mutu fisik benih dari petani responden

meliputi persentase kadar air benih, dan kemurnian yang dihasilkan penangkar benih di daerah rawa tersebut tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh Kepmentan No 355/HK.130/C/05/2015 yaitu kadar air maksimum 13% dan kemurnian benih minimum 98%. Namun mutu benih secara fisiologis seperti pada tolok ukur daya berkecambah dan vigor masih dalam batas minimum yang dipersyaratkan kecuali benih Inpara 6 dan IR 42 Vietnam yang diperoleh dari Pamulutan, daerah rawa pasang surut. IR 42 merupakan salah satu varietas yang diamati oleh Wayan (2005) yang menyatakan bahwa padi merupakan

Page 7: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

323

Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di

Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

komoditas dominan yang diusahakan di lahan lebak dengan varietas padi yang beradaptasi bagus dengan produksi cukup tinggi adalah IR42, Kapuas, Lematang, Cisanggarung dan Cisadane, dengan tingkat hasil 4-5 ton ha-1.

Tabel 3. Mutu fisik benih hasil survey

No Varietas/ nama daerah Asal (kelas benih, lokasi) Persentase (%)

KA KM 1000

1 Inpari 6, Kontrol SS, BB Padi 13.0 97 26.74

2 Inpari 22, Kontrol SS, BB Padi 12.7 99 25.30 3 Inpari 30 Chrg Sub-1, Kontrol SS, BB Padi 12.8 98 24.30

4 Ciherang Jumbo Tanjung lago 13.1* 80* 25.70 5 TW Tanjung Lago 14.4* 75* 27.21

6 Cibogo Tanjung lago 13.2* 84* 28.90

7 Inpari 30 Telang Sari 14.3* 70* 26.94 8 Inpara 6 Telang Sari 14.4* 70* 26.31

9 Inpari 10 Telang Sari 14.3* 69* 8.50 10 IR 42 Vietnam Pamulutan 15.5* 60* 24.85

11 Pegagan Pamulutan 18.6* 50* 24.70

Keterangan: KA = Kadar Air, KM = Kemurnian, 1000 = Bobot 1000 butir, *= menunjukkan nilai kadar air dan kemurnian benihnya melebihi standar mutu

benih menurut Kepmentan. 2015. No 355/HK.130/C/05/2015

Tabel 4. Mutu fisiologis benih hasil survey

No. Varietas/Nama Daerah Asal (kelas

benih, lokasi)

Persentase (%)

DB V Pj. Btg Pj. Akar Bbt. Btg

Bbt. Akar

1 Inpari 6, Kontrol SS, BB Padi 95 94 9.15 bc 8.41 ab 0.19 d 0.07 c 2 Inpari 22, Kontrol SS, BB Padi 97 94 11.50 b 7.75 c 0.61 a 0.16 b 3 Inpari 30 Ciherang Sub-1,

Kontrol

SS, BB Padi 97 96 11.25 b 8.00 b 0.58 ab 0.18 b

4 Ciherang Jumbo Tanjung lago 95 93 9.80 bc 8.30 ab 0.50 b 0.20 a 5 TW Tanjung Lago 89 83 10.20 b 9.74 a 0.37 c 0.11 bc 6 Cibogo Tanjung lago 94 90 10.16 b 8.54 ab 0.48 b 0.20 a 7 Inpari 30 Telang Sari 85 79* 8.78 bc 8.05 b 0.42 b 0.16 b 8 Inpara 6 Telang Sari 89 84 11.30 b 8.95 ab 0.45 b 0.16 b 9 Inpari 10 Telang Sari 85 79* 8.50 c 8.83 ab 0.42 bc 0.08 bc

10 IR 42 Vietnam Pamulutan 70* 68* 9.30 bc 9.20 a 0.29 c 0.06 c 11 Pegagan Pamulutan 20* 70* 14.95 a 8.25 ab 0.17 d 0.04 c

Keterangan: Pj Btg = Panjang Batang, Pj. Akar = Panjang Akar, Bbt Btg = Bobot Batang, Bbt 100 btr = Bobot 1000 butir, DB = Daya Berkecambah, V = Vigor. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%. * = menunjukkan nilai daya berkecambah dan vigor benihnya melebihi standar mutu benih menurut Kepmentan. 2015. No 355/HK.130/C/05/2015

Sedangkan vigor benih tidak masuk dalam persyaratan mutu benih, hanya menunjukkan kemampuan benih untuk tumbuh dalam kondisi yang optimum. Tabel 4 menunjukkan sebagain besar sampel benih memiliki vigor yang tinggi, kecuali benih yang di peroleh dari daerah rawa lebak (benih IR42 Vietnam dan Pegagan) dan dari rawa pasang surut Telang Sari (Inpari 30 dan Inpari 10). Panjang Batang, Panjang Akar, Bobot Batang dan Bobot Akar beragam pada masing-masing perlakuan sumber benih.

Page 8: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

324 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

Pengujian Kesehatan Benih

Mutu patologis benih yang diperoleh dari hasil survey diidentifikasi keberadaan pathogen dalam benihnya. Pengamatan terhadap persentase keberadaan Fusarium, Helmintosporangium, Alternaria, Culvularia, Pyrikularia, Aspergilus, dan Bakteri. Persentase keberadaannya terhadap benih sehat. Tabel 5 menunjukkan bahwa keberadaan pathogen terdapat pada semua benih termasuk benih yang diproduksi oleh UPBS BB Padi, namun dengan persentase yang lebih sedikit dibandingkan benih yang diperoleh dari petani. Hampir semua pathogen ditemukan dalam pengujian, kecuali Pyricularia yang tidak ditemukan dalam benih manapun. Intensitas benih yang terinfeksi patogen beragam dari 51%-87%. Benih yang diperoleh dari Telang sari relatif tinggi terinfeksi oleh pathogen. Salah satu penyebabnya adalah pengolahan tanah yang tidak sempuna. Khadijah et al. (2012) menyatakan apabila tanah tidak diolah atau diolah secara minimum akan mengakibatkan terakumulasinya bahan organik dan unsur hara di permukaan tanah.

Tabel 5. Mutu Patologis Benih Hasil Survey

No. Sampel (Nama

benih) Asal (kelas,

lokasi)

Persentase (%) Terinfeksi pathogen

(%) Fr H Alt Cul Pyr As Bakteri Sehat

1 Inpari 6 SS, BB Padi 26.7 9.0 6.0 10.0 - 2.0 0.3 47.0 53.0 2 Inpari 22 SS, BB Padi 30.0 12.0 - 11.0 - 1.0 1.0 47.0 53.0 3 Inpari 30 Cihrg

Sub-1 SS, BB Padi 44.3 0.7 8.3 5.7 - 1.7 1.0 40.0 60.0

4 Ciherang Jumbo Tanjung lago 52.0 - - 1.0 - - - 47.0 53.0 5 TW Tanjung lago 51.0 - - - - - 1.0 48.7 51.0 6 Cibogo Tanjung lago 49.0 - - - - - 1.0 48.7 51.0 7 Inpari 30 Telang Sari 55.3 - 2.0 0.3 - - 1.3 41.0 59.0

8 Inpara 6 Telang Sari 60.3 - 5.7 7.0 - - 2.7 26.3 74.0 9 Inpari 10 Telang Sari 59.0 26.3 4.0 1.3 - - 6.0 13.0 87.0 10 IR42 Vietnam Pamulutan 60.3 - 5.7 7.0 - - 2.7 26.3 74.0 11 Pegagan Pamulutan 62.0 3.3 12.3 3.0 0.3 0.7 3.0 21.7 78.0

Keterangan: FR= Furicularia, H= Helmintosporium, ALT= Alternaria, CUL : Culvularia, PYR : Pyricularia, AS = Aspergilus

KESIMPULAN

Mutu benih yang diperoleh pada lahan rawa Sumatera Selatan pada saat survey sebagian besar sudah mengalami kemunduran benih. Sebagian kecil petani responden telah mengalipkasikan prinsip-prinsip teknologi benih secara sederhana, bahkan beberapa benih memenuhi standar mutu benih yang di persyaratkan untuk label biru. Mutu kesehatan benih padi di petani rawa cukup rendah yaitu dengan keberadaan Patogen Fusarium, beberapa helmintosporium, dan alternaria yang menyebabkan Hawar daun Bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

[BB Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2007. Penelitian Padi Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Beras Nasional. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Page 9: EVALUASI MUTU BENIH DAN KESEHATAN BENIH TINGKAT …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-35-halaman-317-325-OK.pdfBenih bermutu merupakan salah satu teknologi andalan dalam

325

Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017

Evaluasi Mutu Benih dan Kesehatan Benih Tingkat Petani di

Lahan Rawa Sumatera Selatan Halaman 317-325

Direktorat Rawa. 1992. Kebijaksanaan Departemen Pekerjaan Umum dalam Rangka Pengembangan Daerah rawa. Jakarta.

[ISTA] International Seed Testing Asiciation. 2014. International Rules for Seed Testing. International Seed Testing Asiciation. Switserland.

Kepmentan. 2015. No 355/HK.130/C/05/2015. Pedoman Teknis Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. Jakarta.

Khodijah, S. Herlinda, C. Irsan, Y. Pujiastuti, R. Thalib. 2012. Artropoda Predator penghuni ekosistem persawahan lebak dan pasang surut Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. ISSN2252-6188. 1(1):57-63.

Manikmas, M.O.A. 2013. Farmers willingness to accept (WTA) for submergence rice varieties at flash flood and flood prone affected rice area. IJAS. 13(2).

Rhoades, R.E., R.H. Booth. 1982. Farmer-back-to-farmer: a model for generating acceptable agricultural technology. Agric. Admin. 11:127–137

Sudaryanto, D. 2009. Peningkatan produksi padi di lahan lebak sebagai alternatif dalam pengembangan lahan pertanian ke luar pulau Jawa. Pusat Teknologi Produksi Pertanian–Tab Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia. 11(1):64-69.

Tim Sintesis Kebijakan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian; Kementan. 2008. Pemanfaatan dan konservasi ekosistem lahan rawa gambut di Kalimantan. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(2):149–156.

Sudana, W. 2005. Analisis kebijakan pertanian. 3(2):141-151.