makalah tanah

Upload: ediey-supiaone

Post on 19-Jul-2015

5.318 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu unsur utama dari ekosistem mempunyai peran ganda sebagai media produksi pangan dan sandang serta obat-obatan juga sebagai penyangga utama terciptanya lingkungan yang sehat serta berperan dalam menjaga keragaman biodiversity. Tanah yang merupakan tubuh alam yang dihasilkan dari berbagai proses dan faktor pembentuk yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainya dan dengan demikian akan memerlukan mananjemen berbeda pula untuk tetap menjaga keberlanjutan fungsi-fungsi tanah tersebut (Lopulisa, 2004). Tanah merupakan medium alam untuk pertumbuhan tanaman. Tanah menyediakan unsur-unsur hara sebagai makanan tanaman untuk pertumbuhan. Selanjutnya unsur hara diserap oleh akar tanaman melalui daun dirubah menjadi persenyawaan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain yang

amat berguna bagi kehidupan manusia dan hewan. Sering kali kita mendengar adanya gerakan air dalam tanah misalnya gerakan air dari tanah yang masuk ke dalam akar tanaman dan tekanan air dari bendungan adalah contoh dari air berenergi tinggi ke daerah air berenergi rendah. Dengan demikian, perlu diketahui tenaga yang menentukan keadaan fisik atau kandungan energi air agar dapat dipahami perilaku air dalam tanah dan tumbuhan. Kekuatan tanah merupakan kekuatan terhadap keretakan oleh tegangan akibat kompresi. Kekuatan tanah juga menentukan daya dukung tanah terhadap kontruksi bangunan dan infrastruktur lainya seperti kendaraan (mesin-mesin pertanian), ketahanan terhadap akar tumbuhan dan kemudian untuk pengelolaan lahan. Kekuatan tanah dipengaruhi oleh kadar air dimana semakin tinggi kadar

2

air tanah maka kekuatan tanah akan semakin rendah dan sebaliknya jika semakin rendah kadar air tanah maka kekuatan tanah akan semakin tinggi. Selain itu, kekuatan tanah juga dipengaruhi oleh bulk density, struktur dan tekstur tanah. Kekuatan tanah juga mempengaruhi sifat pengelolaan tanah dilapangan. Pengelolaan tanah akan mudah dilakukan jika kekuatan tanah rendah dan sebaliknya jika kekuatan tanah tinggi maka pengelolaan tanah akan sulit. Test kekuatan tanah dapat dilakukan melalui pengukuran ketahanan penetrasi (penetration resistence), ketahanan geser (shear strength), ketahanan terhadap kondisi (compressive strength), ketahanan tarik (tensile strength), dan ketahanan retak (rupture strength). Pemilihan jenis pengukuran mana yang akan dilakukan tergantung pada tujuan pengukuran dan ketersediaan alat. Walaupun semua pengukuran berguna, penetration resisten dan tensile strength adalah yang paling banyak digunakan untuk kepentingan pertanian. Kedua parameter kekuatan tanah ini misalnya dapat dikaitkan denga pertumbuhan akar atau pengompakan tanah (Gusli, 2008). Laju pergerakan air melalui tanah sangat penting dilihat dari berbagai aspek kegiatan pertanian dan kehidupan di pedesaan atau perkotaan. Masuknya air ke dalam tanah, pergerakan air ke akar tanaman, aliran air ke saluran drainase atau sumur, dan evaporasi air dari permukaan tanah adalah beberapa contoh yang jelas dimana laju pergerakan air memegang peranan penting. Sifat tanah yang menentukan karakteristik aliran air adalah Konduktivitas hidrolik dan retensi air (Gusli, 2008). Konduktivitas hidrolik tanah merupakan ukuran dari kemampuan tanah melakukan air, sedangkan karakteristik retensi air merupakan gambaran

3

kemampuan tanah menyimpan air dan kemudahan melepaskannya. Tiap jenis tanah dalam melalukan air berbeda-beda hal ini di sebabkan karena setiap tanah memiliki tekstur dan struktur yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan kondisi aliran tidak jenuh pada suatu limpasan tanah yang bertekstur sedang atau lambat bukanya merangsang ke dalam profil bahkan sebenarnya menghambat aliran. Menurut ( Susanto, 2000 ) Air yang masuk kedalam tanah tidak dapat menjadi jenuh karena laju aliran terbatas melalui limpasan atas yang kurang permeabel pada kehantaran hidrolik jenuh lapisan bawah yang lebih besar. B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui potensi, karakteristik, msalah, kelembagaan dan rekomendasi pengelolaan tanah. Kegunaan adalah sebagai bahan informasi mengenai potensi, karakteristik, msalah, kelembagaan dan pengelolaan tanah yang ada di indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

4

A. 1.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Banyak batasan (defenisis) yang dibuat orang tentang tanah. Defenisi

yang dukemukan disini adalah merupakan kombinasi yang dibuat oleh Jooffe dan Marbut yang termasuk dua ahli ilmu tanah yang berkebangsaan dari Amerika Serikat. Tanah adalah Tubuh Alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam (natural froces) terhadap bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi. Secara umum tanah tersusun dari empat komponen utama, 25 % ruang pori-pori (pore space) terdiri atas udara , 25 % ruang pori-pori (pore space) terdiri atas air, 45 % Fase padat (bahan mineral), 5 % bahan Organik. Dalam kondisi alam, Perbandingan antara udara dan air selalu berubah-ubah tergantung pada iklim dan faktor lainnya (Hakim, 1986). Tanah yang terbetuk dipermukaan bumi secara langsung atau tidak, berkembang dari bahan mineral dan batuan-batuan. Melalui proses pelapukan, baik secara fisik maupun kimia dibantu oleh pengaruh atmosfer, maka batubatuan berdisintegrasi dan terdisintegrasi menghasilkan bahan induk lepas dan selanjutnya, dibawa pengaruh proses-proses pedogenetik berkembang menjadi tanah (hakim 1986), dan di ikuti oleh proses pencampuran bahan organik dan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan dari bahan-bahan tanah dari bagian atas tanah ke bagian bawah dan berbagai proses lain yang dapat menghasilkan horizon-horizon tanah (Hardjowigeno, 2007). Ada lima Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Tanah Yaitu: 1) Iklim; Suhu dan CH berpengaruh terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika di dalam tanah 2) Organisme; Akumulasi bahan organik, siklus hara, dan

5

pembentukan unsur tanah sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme 3) Bahan Induk; Susunan kimia dan mineral bahan induk sangat mempengaruhi intensitas pelapukan dan sifat tanah 4) Relief; Perbedaan tinggi atau bentuk wilayah atau bentang lahan, dan 5) Waktu; Banyaknya waktu untuk membentuk tanah berbeda-beda, tergantung struktur batuan. Pada Gunung Krakatau letusan tahun 1983, membentuk horizon A setebal 25 cm selama 100 tahun (1883-1983) pada kondisi tidak terjadi erosi. Jika bagian yang terjadi erosi Lapisan horizon A setebal 5 cm (Hardjowigeno, 2007). 2. Potensi dan Penggunaan Tanah Di Indonesia. Luas daratan idonesia lebih kuarang 190,923 ribu hektare. Dari data tersebut berdasarakan data penggunaan tanah tahun 2002, 64% telah digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan tanah. Pemukiman industri, berikut seluruh fasilitas penunjangnya serta pertambangan non-konsesi menempati tanah dengan luasan lebih kurang 5,5 juta hektare atau sekitar 2,9 persen dari luas daratan. Luas keseluruhan luas tanah pertanian adalah sekitar 47,4 juta hektare yang terdiri dari sawah seluas 7,8 juta hektare dan pertaniaan tanaman kering seluas 39,6 juta hektare. Penggunaan tanah yang terluas adalah hutan yang meliputi areal seluas116 juta hektare atau 64 persen dari total luas daratan. Ditinjau dari penggunaan tanah per pulau dari tahun 2002, pulau jawa dan bali yang luas daratannya 13,34 juta hektare atau kurang dari 7 persen luas daratan Indonesia, telah dimanfaatkan secara sangat intensif untuk berbagai jenis penggunaan tanah yakni seluas kurang lebih 10,6 juta hectare atau sekitar 80 persen dariluas daratanya. Jenis penggunaan tanah terluas untuk kedua pulau tersebut adalah pertanaian lahan kering dan pertanian lahan basah terutama sawah.

6

Ditinjau dari norma-norma tata ruang yang universal penggunaan tanah dikedua pulau tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan. Untuk pulau Sumatra persentase tanah yang telah dimanfaatkan adalah 54 persen, dimana sebagian besar yaitu sekitar 50 persen digunakan untuk perkebunan. Persentase luas tanah yang dimanfaatkan pulau Kalimantan, papua serta Maluku relatif masih renadah yaitu berturut-turut sebesar 30 persen dan 19 persen. Pada dasarnya penggunaan tanah/ruang adalah suatu fenomena yang dinamik. Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi dinamika penggunaan tanah adalah mekanisme pasar setiap jenis penggunaan tanah berkompetisi untuk memperebutkan suatu bidang tanah, dan penggunaan tanah yang menang dalam kompetisi tersebut adalah jenis penggunaan tanah yang memberikan land rent yang terbesar. Di Indonesia, pada kurun 1994-2002 tercatat luas perubahan pengguaan tanah pertanian, baik sawah maupun pertanian lahan kering yang menjadi jenis kegiatan pemukiman dan industri adalah lebih kurang 108 ribu hektare. Dari luasan tersebut sekitar 57 ribu hektare (kira-kira 55 persen) berasal dari tanah sawah. Khusus pulau jawa dalam kurun pengamatan 1994-2002 luas perubahan jenis penggunaan tanah pertanaian baik sawah maupun lahan kering yang menjadi kegiatan industri dan pemukiman adalah 73.992 hektare. Dari luasan tersebut 48.573 hektare atau 65.7 persen, berasal dari tanah sawah. Pada kurun tersebut perubahan tanah sawah yang menjadi tanah dengan kegiatan industri mencapai luas 39.239 haktare. Berdasarkan pengamatan tersebut, rata-rata peruabahan tanah sawah menjadi tanah non pertanaian adalah 9.714 ha per tahun. Pada kurun 1994-2002 juga telah terjadi penyusutan luas tanah hutan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Penyusutan luas hutan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1,1 juta hectare pertahun. Luas hutan pulau

7

Sumatra, pulau Kalimantan dan papua mengalami penyusutan luas terbesar yakni berturut-turut seluas 8,49 juta hektare, 3,71 juta hektare dan 109 juta hektare. Lahan sawah yang dikonversi menjadi lahan pertanaian yang bukan sawah di 8 provensi seluas 30,2 ribu ha dan yang dikonversi menjadi lahan yang bukan pertanaian sebesar 4,5 ribu ha. Lahan sawah yang dikonversi menajdi lahan pertaniaan paling tinggi terjadi di Sumatra sebesar 11,9 ribu ha, dan lahan sawah yang dikonversi menjadi lahan bukan pertanian tertinggi terjadi terjadi di provinsi jawa timur sebesar 2,07 ribu ha. Sementara konversi dari lahan pertanian menjadi lahan sawah adalah seluas 7,42 ribu ha. Dan dari lahan non pertanian menjadi sawah seluas 2,21 ribu ha. Tingginya konversi lahan sawah juga berhubungan dengan lokasi (locational land rent) yang lebih tinggi dari nilai kualitasnya (ricardian rent), yaitu lahan sawah dengan kesuburan tinggi,

didaerah yang dekat dengan kosentrasi penduduk akan kalah bersaing dengan keuntungan lokasinya (location land rent) (Arsyad, 2008). 3. Karakteristi, Masalah dan Penyebaran Tanah Menurut USDA 1998 Ordo-ordo tanah beserta garis besar karakteristik dan penyebarannya adalah sebagai berikut: 1. Alfisol : yaitu tanah-tanah yang menyebar di daerah-daerah semiarid (beriklim kering sedang) sampai daerah tropis (lembap). Tanah ini terbentuk dari prosesproses pelapukan, serta telah mengalami pencucian mineral liat (argilik) dan unsur-unsur lainnya dari bagian lapisan permukaan ke bagian subsoilnya (lapisan tanah bagian bawah), yang merupakan bagian yang menyuplai air dan unsur hara untuk tanaman. Tanah ini cukup produktif untuk pengembangan berbagai komoditas tanaman pertanian mulai tanaman pangan, hortikultura, dan

8

perkebunan. Tingkat kesuburannya (secara kimiawi) tergolong baik. pH-nya ratarata mendekati netral dan KB > 35%. Di seluruh dunia diperkirakan Alfisol penyebarannya meliputi 10% daratan. 2. Andisol : yaitu tanah yang pembentukannya melalui proses-proses pelapukan yang menghasilkan mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih. Mineral-mineral ini mengakibatkan Andisol memiliki daya pegang terhadap unsur hara dan air yang tinggi. Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang dingin (pada ketinggian di atas 1000 m dpl) dengan tingkat curah hujan yang sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang ada hubungannya dengan material volkanik. Andisol cenderung menjadi tanah yang cukup produktif, terutama setelah diberi masukan amelioran (seperti pupuk anorganik). Andisol seringkali dimanfaatkan orang untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayursayuran atau bunga-bungaan (seperti di daerah Lembang Kabupaten Bandung). Andisol diperkirakan meliputi sekitar 1% dari luas permukaan daratan dunia di luar daratan es. 3. Aridisol : adalah tanah-tanah yang berada di daerah-daerah dengan tingkat kekeringan yang ekstrem (sangat kering), bahkan sekalipun untuk petumbuhan vegetasi-vegetasi mesopit (seperti rumput). Sehubungan dengan lingkungannya yang kering, Aridisol termasuk sangat sulit dimanfaatkan sebagai lahan untuk bercocok tanam, terutama apabila sumber air untuk irigasi tidak tersedia (air tanah atau sungai). Aridisol umumnya dijumpai di padang-padang pasir dunia, dan diperkirakan luasnya mencakup sekitar 12% dari daratan bumi (di luar daratan es).

9

4. Entisol : adalah tanah tanpa atau dengan sedikit perkembangan dimana-sifatsifatnya sebagaian besar ditentukan oleh bahan induk. Terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tanah; seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang curam, dan daerah dataran banjir. Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija. Entisol diperkirakan terdapat sekitar 16% dari permukaan daratan bumi, di luar daratan es. 5. Gelisol : adalah tanah yang terbentuk dalam lingkungan permafrost (lingkungan yang sangat dingin). Dinamakan Gelisol, karena terbentuknya dari material Gelic (campuran bahan mineral dan organik tanah yang tersegregasi es pada lapisan yang aktif). Belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap jenis tanah ini, dan sehubungan dengan kondisinya yang berada pada iklim yang ekstrim, diperkirakan tidak ada Gelisol yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanaman. Diperkirakan penyebarannya meliputi sekitar 9% daratan

permukaan bumi. 6. Histosol (gambut) : merupakan tanah yang mengandung bahan organik tinggi dan tidak mengalami permafrost. Kebanyakan selalu dalam keadaan tergenang sepanjang tahun, atau telah didrainase oleh manusia. Histosol biasa disebut sebagai gambut. Terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan, sampah hutan, atau lumut yang cepat membusuk yang terdekomposisi dan terendapkan dalam air. Penggunaan Histosol paling ekstensif adalah sebagai lahan pertanian, terutama untuk tanaman sayur-sayuran seperti buncis, kacang panjang, bayam, dan lainlain. Histosol menyusun sekitar 1% dari daratan dunia.

10

7. Inceptisol : adalah tanah-tanah yang menyebar mulai di lingkungan iklim semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki tingkat pelapukan dan perkembangan tanah yang tergolong sedang . Umumnya tanah ini bekembang dari formasi geologi tuff volkan, namun ada juga sebagian yang terbentuk dari batuan sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu lanau (siltstone), atau batu liat (claystone). Merupakan tanah yang berkembang belum matang (immature) dimana proses pedogenesis baru dimulai. Penggunaan untuk pertanian beraneka ragam hutan, rekreasi, yang berbahaya adalah yang mengandung horizon sulfurik (cat clay). Pemanfaatannya pun oleh manusia bervariasi sangat luas pula, mulai untuk bercocok tanam hortikultura tanaman pangan, sampai dikembangkan sebagai lahan-lahan perkebunan besar seperti sawit, kakao, kopi, dan lain sebagainya, bahkan pada daerah-daerah yang eksotis, dikembangkan pula untuk agrowisata. Inceptisol menyusun sekitar 17% dari tanah dunia di luar daratan es. 8. Mollisol : adalah tanah yang mempunyai horison (lapisan) permukaan berwarna gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah ini kaya akan kation-kation basa, oleh karena itu tanah ini juga tergolong sangat subur. Merupakan tanah yang memiliki epipedon mollik sampai kedalaman 180 cm dan KB (NH4OAc) 50%. Tanah berwana gelap akibat bayak mengandung bahan organik (melanisasi) terdapat di AS dan bukit kapur. Mollisol secara karakter terbentuk di bawah rumput dalam iklim yang sedang. Tanah ini tersebar luas di daerah-daerah stepa di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

11

Walaupun dikatakan subur (dengan kondisi yang dijelaskan di atas), namun intensitas pengelolaan dan pemanfaatannya relatif masih rendah. Mollisol diperkirakan meliputi luasan sekitar 7% dari tanah dunia. 9. Oxisol :adalah tanah yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut di daerah-daerah subtropis dan tropis. Kandungan tanah ini didominasi oleh mineral-mineral dengan aktivitas rendah, seperti kwarsa, kaolin, dan besi oksida. Merupakan tanah mineral yang kaya akan seskuioksida, telah mengalami pelapukan lanjut. Terdapat didaerah khatulistiwa. Dicirikan dengan adanya horizon oksik pada kedalaman 65%) dan/atau berbatu-batu, atau padang pasir. LKK VIII tidak sesuai untuk usaha produksi pertanian apapun, sebaiknya LKK VIII dibiarkan pada keadaan alami, dan diperuntukan sebagai hutan lindung atau suaka alam atau areal rekreasi. Contoh LKK VIII adalah : (1) lahan berlereng > 65%, (2) lahan terdiri atas batubatu massif atau batu lepas, dan (3) pasir pantai atau padang pasir. c. Pemanfaatan Lahan dalam Perspektif Penataan Ruang Perspektif tata ruang sangat menentukan orientasi tata kelola penggunaan lahan. Dan perspektif tata ruang, isu-isu pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan dayadukung lingkungan, konversi pemanfatan lahan yang tidak terkendali, dan pengaturan pemanfatan lahan yang tidak efisien, ini merupakan isu utama dalarn pemanfaatan lahan. Akibat dan isu-isu tersebut yang kita rasakan saat ini adalah semakin berkurangnya ketersediaan sumber air baku, baik air permukaan maupun air bawah tanah (terutama di perkotaan), tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan, terjadinya banjir pada musirn hujan dan kekeringan pada musim kemarau, terjadinya kemacetan lalu lintas di perkotaan yang telah sampai pada taraf menurunkan produktivitas masyarakat dan rnenghambat arus barang dan jasa. Untuk mengatasi isu-isu tersebut termasuk mengatasi dampaknya, perlu diternpuh langkah-langkah yang sistematis yang dapat mengefektifkan

25

penyelenggaraan penataan ruang, termasuk dalam pengaturan pemanfaatan lahan agar sesuai dengan rencana tata ruang. Beberapa langkah penting yang sudah dan tengah dilakukan antara lain adalah (a) revisi Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang dirasakan tidak tegas dalam memberikan arahan bagi penyelenggara, dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, (b) penyiapan norma, standar, pedoman dan manual bidang penataan ruang, (c) pengawasan penyelenggaraan penataan ruang, dan (d) penegakan hukum (law enforcement). d. Aspek Keagrariaan dalam Pengelolaan Tanah Sebagai sumberdaya agraris, maka pengertian tanah dalam arti luas meliputi tanah sebagai lahan, air (perairan) dan ruang angkasa sepanjang terkait secara langsung dengan penggunaan tanah. Dalarn konteks ini tanah merupakan suatu kesatuan multidimensional yang meliputi dimensi fisik, kirnia, biologi, sosial, ekonomi, politik dan magis-religius. Setiap dimensi tanah secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama mempunyai potensi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Kerumitan dimensi tanah menyebabkan harga pasar tanah tidak mampu mencerminkan nilai tanah yang sesungguhnya bagi masyarakat yang rasional dan bermartabat. Lebih lanjut fenomena ini menyebabkan pasar gagal mendistribusikan tanah secara efisien dan adil. Kesulitan manajemen publik atas tanah sernakin besar disebabkan suplai tanah yang pada dasarnya inelastik. Dalam konteks operasional, tujuan pengelolaan tanah adalah untuk memperoleh kesejahtaeraan dan tanah. Kesejahteraan adalah konsep yang sangat dinamik, pada setiap kurun perjalanan hidup, setiap manusia dalam upaya mencapai kesejahteraannya melalui setiap kesempatan yang tersedia baginya (Arsyad, 2008).

26

Sebenarnya Undang-undang Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang menjadi dasar pengelolaan agraria di Indonesia penuh dengan nilai-nilai kerakyatan dan dasar-dasar kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat terutama golongan ekonomi lemah akan tetapi di dalam pelaksanaannya mengalami hambatan-hambatan sehingga menimbulkan berbagai masalah agraria yang pelik. e. Urgensi Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi Lahan merupakan faktor produksi yang utama namun unik karena tidak dapat digantikan dalam usaha pertanian. Ketersediaan lahan potensial untuk perluasan areal tanaman pangan padi sawah dan perspektif fisik dan struktural sudah sangat terbatas bahkan sudah tidak lagi tersedia. Kebijakan

pengembangan areal lahan tanaman pangan, hanya dapat dimanfaatkan dan lahan terlantar. Namun pemanfaatan lahan terlantar yang adapun lebih banyak yang tersedia untuk dikembangkan menjadi lahan tanaman pangan kering dan lahan perkebunan. Guna memenuhi konsumsi pangan penduduk hingga tahun 2050, apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan diversifikasi pangan dibutuhkan

penambahan lahan sawah hingga 2,5 juta hektare. Bila kebijakan diversifikasi pangan berhasil diterapkan, serta dilakukan kebijakan intensifikasi seperti peningkatan produktivitas tanah.

27

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Tanah adalah Tubuh Alam (natural body) yang terbentuk danberkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam (natural froces) terhadap bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi 2. Luas daratan idonesia lebih kuarang 190,923 ribu hektare. Dari data tersebut berdasarakan data penggunaan tanah tahun 2002, 64% telah digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan tanah. 3. Karakteristik setiap ordo tanah (12 ordo) berbeda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, organisme (bahan organik), bahan induk, relief/tofografi, dan waktu. 4. Masalah pengelolaan tanah yaitu erosi, kemasaman tanah (firit), konversi lahan dan hak kepemilikan tanah.

5. Aspek sosial, kelembagaan dan kebijakan sangat penting dalampengelolaan tanah agar tetap lestari.

6. Rekomendasi pengelolaan tanah yaitu: Manajemen Sumberdaya Lahandalam Usaha Pertanian Berkelanjutan, Konservasi Sumberdaya Lahan dalam Pemanfaatan tanah, Pemanfaatan Lahan dalam Perspektif Penataan Ruang, Aspek Keagrariaan dalam Pengelolaan Tanah dan Urgensi Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi. B. SARAN Pengelolaan atau pemnfaatan sumberdaya tanah sebaiknya dilakukan dengan meperhatikan karakteristik tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah untuk mengurangi dampak negatif (kerusakan tanah) yang terjadi dalam proses pengelolaan yang meliputi segala aspek kehidupan.

28

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S., 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Institut Pertanian Bogor, Indonesia. Arsyad, S dan Ernan Rustiadi., 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjamada University Press, YogyakartaGusli S, 2008. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar Hakim N., M. Y. Nyakta, A.M. Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Diha, G.B Hong, H. Bailley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta Lopulisa, Christianto., 2004. Tanah-Tanah Utama Dinia. LEPHAS. Makassar Pairunan, A.K, Nanere, J.L, Arifin, Samosir, S.R, R. Tangkaisari, J.R. Lalopua, B. Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang Soil Survey Staff., 1998. Keys to Taxonomy, eigth edition. NRCS-USDA. Washington. DC. Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Andi. Yogyakarta Syarief, S. 1986. Fisika Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana Bandung

29

30

31

32

33

34

35