makalah sirosis blok 7.doc

16
Asites, Sirosis Hepatis et causa Hepatitis B Saefanius Ovalinsky 102012463 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731 Email: [email protected] ________________________________________________________________ _____________ PENDAHULUAN Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus hepatoselular, sehingga terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan fungsi hati. Gangguan fungsi hati akibat sirosis antara lain adalah gangguan fungsi protein, gangguan metabolisme kolesterol, gangguan penyimpanan energi, gangguan regulasi hormon, serta gangguan detoksifikasi obat dan racun. Sirosis hati mempunyai berbagai klasifikasi, salah satu adalah berdasarkan etiologi; alkoholik, pasca nekrosis, biliaris, kardiak, metabolik, genetik, dan terkait obat. Di Indonesia, virus hepatitis B dan virus hepatitis C merupakan penyebab paling sering. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata di mana belum adanya gejala klinis yang tampak nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik. ISI Anamnesis Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit. Yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan pasien, riwayat penyakit yang diderita

Upload: vivi-rumahlatu

Post on 07-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Asites, Sirosis Hepatis et causa Hepatitis BSaefanius Ovalinsky

102012463Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731 Email:[email protected]_____________________________________________________________________________ PENDAHULUAN Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus hepatoselular, sehingga terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan fungsi hati. Gangguan fungsi hati akibat sirosis antara lain adalah gangguan fungsi protein, gangguan metabolisme kolesterol, gangguan penyimpanan energi, gangguan regulasi hormon, serta gangguan detoksifikasi obat dan racun. Sirosis hati mempunyai berbagai klasifikasi, salah satu adalah berdasarkan etiologi; alkoholik, pasca nekrosis, biliaris, kardiak, metabolik, genetik, dan terkait obat. Di Indonesia, virus hepatitis B dan virus hepatitis C merupakan penyebab paling sering. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata di mana belum adanya gejala klinis yang tampak nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik. ISI

Anamnesis Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit. Yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan pasien, riwayat penyakit yang diderita dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari anamnesis: Identitas pasien Nama pasien

Jenis kelamin

Pekerjaan

Pendidikan

Agama

Status pernikahan

Tanggal lahir Keluhan dan riwayat penyakit Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter. Keluhan tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan utama. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama. Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan keluhan/penyakit yang diderita saat ini. Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor herediter atau penularan.Pada kasus ini, yang harus ditanyakan adalah riwayat penyakit hepatitis, riwayat konsumsi alkohol, riwayat pemakaian obat NSAID, anti reumatoid, anti tuberkulosis, atau obat kemoterapi. Selain itu, harus ditanyakan apakah pasien merupakan petugas kesehatan yang mudah terpapar dengan darah, atau pasien hemodialisis. Perlu ditanyakan juga apakah sering berganti pasangan karena mungkin didapatkan virus dari hubungan seksual.

Pemeriksaan fisik Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi, tampak perut membuncit, umbilikus seakan-akan bergerak ke arah kaudal mendekati symphisis os pubis. Selain itu ditemukan hernia umbilikalis akibat tekanan intraabdomen yang meningkat. Pemeriksaan yang sering digunakan untuk asites adalah undulasi, melihat fluid wave dalam abdomen. Pada perkusi, akan didapatkan bunyi pekak dan terjadishifting dullness.1Pada auskultasi tidak terdengar bising usus. Pada pasien dengan sirosis hepatis, pemeriksaan fisik yang dilakukan akan memberikan hasil-hasil seperti berikut:

Spider telangiektasi : Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.

Eritema palmaris : Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Sering dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen, dan tidak spesifik untuk sirosis hati.

Hepatomegali : Ukuran hati yang sirosis bisa membesar, normal, ataupun mengecil. Sekiranya hati teraba, hati yang tekah sirosis akan teraba keras dan nodular.

Splenomegali :Pembesaran lien sering ditemukan pada sirosis hati non-alkoholik, disebabkan oleh hipertensi porta.

Asites : Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi portra dan hipoalbuminemia. Turut ditemukan edema pada tungkai. Ikterus : Hiperbilirubinemia sering didapatkan pada sirosis stadium lanjut, ditandai dengan ikterus pada kulit dan membran mukosa.1Selain dari yang disebutkan di atas, didapatkan juga demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, dan pembesaran kelenjar parotis, terutama pada sirosis alkoholik.1Pemeriksaan penunjang

Parasentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru. Pemeriksaan yang sering digunakan untuk menilai asites adalah serum-ascites albumin gradient (SAAG) untuk menentukan apakah asites eksudat atau transudat. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan peningkatan aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) pada pasien dengan sirosis hati, tetapi tidak begitu tinggi. Nilai AST umumnya lebih meningkat berbanding ALT. Namun jika nilai AST dan ALT normal, tidak bererti dugaan sirosis boleh dikesampingkan. 1Nilai alkali phosphatase akan meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali dari upper limit of normal. Konsentrasi yang tinggi sering ditemukan pada kolangitis dan sirosis bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) ditemukan seperti halnya pada alkali phosphatase. Konsentrasi bilirubin bisa normal pada sirosis kompensata, tapi biasanya meningkat pada sirosis dekompensata. Sintesis albumin terjadi di jaringan hati, maka konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis, sedangkan konsentrasi globulin meningkat pada sirosis. Pada pasien sirosis dengan asites, kadar natrium serum menurun karena ketidakmampuan ekskresi air bebas.1Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan rutin pada kasus ini karena non-invasif dan mudah. Hal yang dapat dinilai dari USG ialah sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis stadium lanjut, hati ditemukan mengecil, nodular, permukaan irregular. Selain itu, USG juga boleh digunakan untuk melihat asites, splenomegali, pelebaran dan trombosis vena porta, serta screening untuk karsinoma hati.1Working diagnosis

Pada skenario didapatkan pasien laki-laki berumus 58 tahun dengan keluhan perut membesar, ada sesak sejak 1 minggu smrs. Pasien mempunyai riwayat hepatitis sejak 3 tahun yang lalu. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan bahwa working diagnosis bagi kasus ini adalah asites, sirosis hepatis et causa hepatitis B.Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul.Sirosis hati adalah bentuk akhir kerusakan hati dengan digantinya jaringan yang rusak oleh jaringan fibrotik yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan penggunaan tekanan portal. Penyebab sirosis hepatik biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai saat ini masih dianggap sering menyebabkan sirosis yaitu hepatitis virus dan alkoholisme. Bentuk hepatitis virus yang berat dapat berkembang menjadi sirosis baik hepatitis virus, atau virus non A dan non B. Di Indonesia kedua bentuk hepatitis merupakan penyebab sirosis hati terutama pada hepatitis virus B. Sedangkan sirosis yang disebabkan oleh alkohol jarang ditemukan di Indonesia. Sirosis dekompensata adalah salah satu stadium dari gambaran klinik sirosis hati yang mempunyai gejala klinik yang jelas. Umumnya penderita sirosis hati dirawat karena timbulnya penyulit berupa hipertensi portal sampai pada pendarahan saluran cerna bagian atas akibat pecahnya varises esophagus, asites yang hebat dan ikterus. Dalam perjalanan penyakitnya, walaupun dikatakan kerusakan hati pada penyakit sirosis hati pada penyakit sirosis hati bersifat irreversible, tetapi dengan pengobatan yang baik maka pembentukan jaringan ikat dapat dikurangi dan peradangan yang terjadi dapat dihentikan 1-2Differential diagnosis

1. Asites et causa sindroma nefrotik Sindroma nefrotik (SN) adalah suatu sindroma klinik dengan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia 2,5 gr/dl, edema dan dapat disertai hiperkolesterolemia.

Menurut pembagian berdasarkan etiologi, SN dibagi menjadi:

SN Primer, merupakan Sindroma Nefrotik Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya), tipe ini dihidap oleh 90% anak dengan SN. Diduga ada hubungan dengan faktor genetik, alergi dan imunologi. SN idiopatik terdiri dari 3 tipe histologis : SN kelainan minimal (85% dari total kasus SN pada anak), glomerulonephritis proliferatif (5% dari total kasus SN), dan glomerulosklerosis fokal segmental (10% dari kasus SN).1,4 SN Sekunder, tipe ini penyebabnya berasal dari luar ginjal (ekstra renal). Umumnya menimpa orang dewasa, bisa diakibatkan oleh penyakit-penyakit tertentu seperti : Hepatitis B, malaria, lepra, pasca infeksi bakteri streptokokus, penyakit ganas : tumor paru, tumor saluran cerna, kontaminasi toksin.1,42. Asites et causa gagal jantung kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu kondisi di mana fungsi jantung sebagai pompa tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan tubuh.Banyak proses penyakit dapat mengganggu efisiensi pemompaan jantung menyebabkan gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongestif dapat mempengaruhi banyak organ tubuh. Sebagai contoh:

Otot jantung yang melemah mungkin tidak dapat mensuplai darah yang cukup ke ginjal, yang kemudian mulai kehilangan kemampuan normal mereka untuk mengeluarkan garam (natrium) dan air. Fungsi ginjal berkurang dapat menyebabkan tubuh menahan cairan lebih banyak. Paru-paru mungkin menjadi padat dengan cairan (edema paru) dan kemampuan seseorang untuk berolahraga berkurang. Cairan juga dapat terakumulasi dalam hati, sehingga mempengaruhi kemampuannya untuk membersihkan tubuh dari racun dan memproduksi protein penting. Usus mungkin menjadi kurang efisien dalam menyerap nutrisi dan obat. Cairan juga dapat menumpuk di kaki, mengakibatkan edema pada tungkai. Penimbunana cairan pada abdomen (asites).

Diagnosis cairan asites yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif akan mendapatkan hasil yang sama pada asites akibat sirosis, dengan nilai SAAG 1.1 g/dL.5,63. Asites et causa tuberkulosis peritoneal Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum dan alat-alat sistem GIT, mesenterium, dan organ genitalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain, seringkali dari paru. Peritoneum dapat terkena tuberkulosis melalui cara seperti penyebaran hematogen dari paru-paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba falopii yang terinfeksi.1Bentuk eksudatif dari tuberkulosis peritoneal adalah bentuk dengan asites yang banyak. Dari pemeriksaan cairan asites, umumnya didapatkan eksudat dengan protein lebih dari 3g/dL.Hasil kultur cairan asites didapatkan basil tahan asam, menggunakan cairan asites yang disentrifuge dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter.1Pemeriksaan USG dapat melihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi. Adanya penebalan mesenterium dan perlengketan lumen usus. Cara yang terbaik untuk mendiagnosis penyakit ini adalah menggunakan peritoneoskopi. Gambaran yang dapat dilihat adalah: Tuberkel kecil atau besar pada dinding peritoneum atau pada organ lain dalam rongga peritoneum seperti hati, ligamentum, dan usus. Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu dan peritoneum. Penebalan peritoneum Cairan eksudat atau purulen, mungkin juga cairan bercampur darah 4. Karsinoma Hati

Manifestasi klinis bervariasi dari asimptomatik hingga gejala yang jelas dan disertai gagal hati. Gejala umum adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas atau teraba pembengkakan lokal di hepar serta rasa penuh di abdomen, lesi, penurunan berat badan, dengan atau tanpa demam.

Keluhan gastrointestinal adalah anoreksia, kembung, konstipasi, atau diare. Sesak napas dapat terjadi akibat besarnya tumor yang menekan diafragma atau karena metastasis ke paru. Tanda gagal hati meliputi sirosis, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, dan ikterus.

Temuan fisik pada HCC adalah hepatomegali (dengan atau tanpa bruit hepatik), splenomegali, asites, ikterus, demam, dan atrofi otot. HCC dapat disertai dengan berbagai penyakit lain, seperti varises esofagus, peritonitis bakterial spontan, asites hemoragik, hiperkolesterolemia (berkurang produksi enzim beta-hidroksimetilglutarik koenzim A reduktase karena tiadanya kontrol umpan balik normal hepatoma). 3Etiologi

Virus hepatitis B termasuk famili Hepadnavirus dari genus Orthohepadnavirus. Virus ini berbentuk sferik. Kebanyakan merupakan partikel membulat dengan diameter 22 nm dibentuk oleh HBsAg sebagai bentuk tubuler atau filamen.Selain itu juga ada virion bulat yang ukurannya lebih besar 42 nm namun terlihat agak jarang. Permukaan luar atau envelop mengandung HBsAg dan mengelilingi inti nukleokapsid. Genom virus terdiri dari DNA sirkuler, partially double stranded.7Patofisiologi HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati atau hepatosit yang menjadi tempat yang kondusif bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila hepatitisnya akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat terjadi dengan HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan hati diganti dengan jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran darah yang normal melalui hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai sirosis.3

Bila hati rusak berat, mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian bawah akibat tekanan di organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini yang disebut sebagai hipertensi portal termasuk perdarahan saluran cerna atas dan penimbunan cairan dalam abdomen (asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan empedu yang dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati untuk menyimpan dan menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup. Dampak lain dari hati yang rusak temasuk ketidakmampuan untuk menyaring racun dari aliran darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan bahkan koma.3Manifestasi klinik Stadium awal sirosis hati sering tanpa gejala sehingga hanya ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit yang lain. Pada sirosi kompensata, gejala yang timbul meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut kembung, mual, berat badan menurun, impotensi pada laki-laki, testis mengecil, dan hilangnya dorongan seksual.1

Pada sirosis dekompensata, gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi gagal hati dan hipertensi porta. Gejala yang timbul seperti gangguan tidur, demam yang tidak begitu tinggi, gangguan siklus haid, ikterus, air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis dan/atau melena, serta gangguan mental misalnya mudah lupa.1Epidemiologi Di negara barat, insidens sirosis hati yang paling sering adalah diakibatkan oleh alkohol, sekitar 40-45%, sedangkan di Indonesia yang paling utama adalah akibat infeksi virus hepatitis B sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C sebesar 30-40%. Sirosis hati yang diakibatkan oleh alkohol di Indonesia memiliki frekuensi yang sangat kecil. Lebih dari 40% pasien sirosis hati bersifat asimtomatis.1-3Penatalaksanaan

Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui mekanisme transudasi. Penatalaksanaan untuk asites tipe ini sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi:

Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, berhubung dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Pasien diminta tidur terlentang, kaki sedikit angkat, selama bebrapa jam setelah minum obat diuretika. Diuretika yang dianjurkan adalah yang bersifat anti-aldosteron, misalnya spironolakton yang menahan reabsorpsi Na. Dosis yang dianjurkan antara 100-600mg/hari. Diet rendah garam ringan sampai sedangdapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) per hari sebaiknya dibatasi hingga 40-60mEq/hari. Terapi parasentesis beberapa tahun terakhir ini kembali dianjurkan. Untuk setiap liter cairan asites yang diparasentesis sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak 6-8g. Parasentesis tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C. 1Penatalaksanaan untuk sirosis adalah berdasarkan etiologinya, berikut merupakan terapi untuk sirosis akibat hepatitis viral: Hepatitis BInterferon adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Interferon alpha, diproduksi oleh limfosit B. Interferon beta, diproduksi oleh monosit fibroepitelial. Interferon gamma, diproduksi oleh limfosit T.3Pemberian interferon bertujuan untuk menghambat replikasi virus hepatitis B, menghambat nekrosis sel hati oleh karena reaksi radang, dan mencegah transformasi maligna sel-sel hati. Indikasi pengobatan interferon: Untuk pasien dengan HBeAg dan DNA HBV positif. Untuk pasien hepatitis kronik aktif berdasarkan px histopatologi. Diberikan IFN leukosit pada hepatitis kronik aktif dengan dosis sedang 5-10 MU/m2 /hari selama 3-6 bulan.3 Lamivudin Obat nucleoside yang bekerja memperlambat reproduksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi. Tidak seperti interferon, senyawa-senyawa kelompok nucleoside tidak mempunyai efek langsung yang diketahui pada imun sistim. Keuntungan utama dari lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta harganya yang relatif murah. Kerugiannya adalah seringnya timbul kekebalan. Kombinasi dari lamivudine dan interferon, diberikan bersama, adalah tidak lebih efektif daripada lamivudine sendirian.1,3Adefovir Dipivoksil

Suatu obat nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase, dimana mekanismenya hampir sama dengan Lamivudin. Dengan dosis 10-30 mg tiap hari selama 48 minggu.1,3Indikasi penggunaan antiviral untuk hepatitis B adalah seperti berikut: Untuk pasien dengan ALT > 2x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif. Untuk ALT 2-5 kali nilai tertinggi dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari atau IFN 5 MU 3x seminggu. Untuk ALT 5x nilai normal tertinggi dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari. Pemberian IFN tidak dianjurkan. Lama terapi IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan Lamivudin sampai 3 bulan setelah serokonversi HBeAg.3Komplikasi Antara komplikasi yang ditakuti dari sirosis hepatis adalah hepatocellular carcinoma atau hepatoma. Pada hepatoma terdapat gambaran klinis seperti nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen, teraba pembengkakan lokal di hepar, tidak adanya perbaikan pada asites, perdarahan, varises atau pre-koma setelah terapi yang adekuat. Selain itu, terdapat keluhan rasa penuh di abdomen, disertai perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam.3 Komplikasi yang terbanyak dari penderita sirosis hepatis juga adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentesis, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.1,3Prognosis Prognosis sirosis hati sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis, dulunya untuk pasien sirosis yang akan dioperasi.1Variabel Child-Pugh terdiri dari konsentrasi bilirubin serum, albumin serum, ada tidaknya asites dan ensefalopati, dan masa protrombin. Klasfifikasi ini terdiri dari kelas A yaitu sirosis kompensata (skor 5-6), kelas B yaitu sirosis dekompensata (skor 7-9), dan kelas C juga sirosis dekompensata (skor 10-15). Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan kelas A, B, dan C berturut-turut adalah 100, 80, dan 45%.1Tabel 2. Klasifikasi Child-Pugh untuk Sirosis Hati.1Pencegahan Cara terbaik untuk mencegah hepatitis B adalah vaksinasi. Dua jenis vaksin tersedia adalah Recombivax HB dan Energix-B.Kedua vaksin membutuhkan tiga suntikan yang diberikan selama jangka waktu enam bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit pada daerah suntikan dan gejala mirip flu yang ringan. Juga tersedia vaksin kombinasi terhadap HAV dan HBV (Twinrix), yang menawarkan manfaat tambahan yaitu pemberian perlindungan terhadap kedua infeksi virus.1,3Dengan tiadanya vaksin terhadap hepatitis C, cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah untuk mengurangi risiko tersentuh oleh darah orang lain. Hal ini juga berlaku untuk orang yang sudah terinfeksi HCV, agar menghindari penularan kepada orang lain.3 Cara terbaik untuk menghindari faktor risiko terbesar terhadap penularan HCV adalah untuk menghentikan penggunaan narkoba suntikan atau tidak memulai. Jangan memakai sikat gigi, alat cukur, pemotong kuku, atau alat lain yang mungkin terkena darah secara bergantian. Bila ingin dilakukan tato atau tindikan lain, pastikan dilakukan oleh ahli yang dapat dipercaya, dan dengan cara yang bersih.3Untuk mengelakkan sirosis hati antara lain adalah kurangi konsumsi alkohol atau tidak mengkonsumsi sama sekali. Meskipun kadar alkohol yang boleh mengakibatkan sirosis hati adalah sangat tinggi dan mengambil masa sekitar 10 tahun untuk timbul, tetapi sekiranya seseorang terinfeksi virus hepatitis, konsumsi alkohol akan mempercepat proses sirosis hati.3Asetaminofen terutama dengan dosis tinggi (2000mg per hari), dapat meracuni hati.Asetaminofen dikandungkan dalam banyak macam obat, jadi baca etiket dengan seksama. Makan diet yang seimbang dengan sayuran segar, buah-buahan, daging tidak berlemak. Kurangi makanan dengan kandungan garam, gula atau lemak yang tinggi. Selain itu, minum banyak airuntuk membilas racun dari tubuh.3PENUTUP Sirosis adalah kondisi di mana hati perlahan memburuk dan rusak karena cedera kronis. Jaringan parut menggantikan jaringan hati yang normal dan sehat, mencegah hati dari bekerja sebagaimana mestinya. Penyebab sirosis yang sering ditemukan adalah hepatitis B, hepatitis C, hepatitis imbas obat dan hepatitis alkoholik. Banyak orang dengan sirosis tidak memiliki gejala pada tahap awal penyakit. Apabila fungsi hati memburuk, satu atau lebih komplikasi bisa terjadi, seperti varises esofagus dan perdarahan. Pada beberapa orang, komplikasi mungkin menjadi tanda-tanda pertama dari penyakit.DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo AW et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I dan II. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 640-76, 708-13, 999-1003. 2. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Lambung dan duodenum. Dalam: Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.642-62.3. Horn T, Learned J. Viral hepatitis and HIV. Jakarta: Yayasan Spiritia; 2005.h.5-39.

4. Tisdale JE, Miller DA. Hepatic and cholestatic diseases. In: Drug-induced diseases. USA: American Society of Health-System Pharmacists; 2010.p.771-99. 5. Dooley JS, Lok ASF. Sherlocks diseases of the liver and biliary system. 12th edition. United Kingdom: John Wiley & Sons; 2011.p.469-71.6. Sanyal AJ, Shah VH. Portal hypertension. New Jersey: Humana Press; 2005.p.290-5. 7. Hepatitis B and hepatitis C. University of Washington. May 2012. Available from: http://depts.washington.edu/hepstudy/hepB/clindx/serology/discussion.html

HYPERLINK "http://depts.washington.edu/hepstudy/hepB/clindx/serology/discussion.html" \t "_blank" .last accessed on 9 Juni, 2014.