makalah seminar bedah hemoroid

Upload: firman-alamsyah

Post on 16-Oct-2015

192 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hemoroid merupakan merupakan penyakit yang terjadi karena adanya dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan perianus. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Robbins 2007). Penyakit ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid biasanya ditandai dengan keluhan awal, berupa gangguan fungsi defekasi yang disertai dengan rasa nyeri dan feses berdarah. Keluhan tersebut biasanya dapat berlanjut kepada timbulnya benjolan pada bagian anus yang juga menimbulkan rasa nyeri ketika defekasi (Yuwono 2010).Penyakit hemoroid dapat timbul akibat beberapa faktor diantaranya adalah konstipasi/sembelit yang menahun (kronis). Selain itu, faktor resiko hemoroid juga dapat timbul akibat beberapa hal, yaitu seperti kurangnya aktivitas fisik, kurang minum atau cairan, kurang konsumsi makanan berserat, penyemoitan saluran kemih, cara buang air besar yang tidak benar, faktor genetika, kehamilan, dan penyakit yang meningkatkan tekanan intra abdomen (tumor abdomen, tumor usus). Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun perempuan. Sekitar setengah orang yang berumur ≥50 tahun pernah mengalami hemoroid (Simadibrata 2006).Tanda dan gejala penyakit hemoroid tidak dapat disembuhkan. Penderita hemoroid derajat tiga sampai empat (kronis) rentan untuk mengalami trombosis karena tekanan tinggi di vena kanalis yang dapat mengakibatkan adanya imflamasi. Pada penderita biasanya akan dilakukan tindakan medis, yaitu pembedahan (hemoroidectomy) (Yuwono 2010). Selain tindakan bedah secara medis, penderita hemoroid perlu mendapatkan proses asuhan gizi.Penatalaskanaan asuhan gizi pada pasien bedah hemoroid, yaitu dengan cara memberikan intervensi diet khusus sebelum dan setelah pembedahan serta intervensi terkait edukasi gizi. Pemberian diet yang sesuai diperlukan untuk membantu proses penyembuhan pasien pasca bedah hemoroid. Sementara itu, pemberian edukasi gizi diperlukan juga agar penderita dapat merubah pola makan dan gaya hidup menjadi lebih baik dan sehat. Oleh karena itu, asuhan gizi menjadi salah satu tindakan non-medis yang diperlukan untuk mendukung pemulihan kondisi pasien secara bertahap menuju kondisi normal.

TRANSCRIPT

  • MAKALAH

    PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

    DI RUMAH SAKIT dr. H. MARZOEKI MAHDI

    Tahun Ajaran 2013/2014

    Oleh :

    M. Firman Alamsyah NIM I14100079

    DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

    FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2013/2014

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Hemoroid merupakan merupakan penyakit yang terjadi karena adanya

    dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan perianus. Dilatasi ini sering

    terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena di

    dalam pleksus hemoroidalis (Robbins 2007). Penyakit ini dibagi menjadi dua

    macam, yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid biasanya

    ditandai dengan keluhan awal, berupa gangguan fungsi defekasi yang disertai

    dengan rasa nyeri dan feses berdarah. Keluhan tersebut biasanya dapat berlanjut

    kepada timbulnya benjolan pada bagian anus yang juga menimbulkan rasa nyeri

    ketika defekasi (Yuwono 2010).

    Penyakit hemoroid dapat timbul akibat beberapa faktor diantaranya adalah

    konstipasi/sembelit yang menahun (kronis). Selain itu, faktor resiko hemoroid

    juga dapat timbul akibat beberapa hal, yaitu seperti kurangnya aktivitas fisik,

    kurang minum atau cairan, kurang konsumsi makanan berserat, penyemoitan

    saluran kemih, cara buang air besar yang tidak benar, faktor genetika, kehamilan,

    dan penyakit yang meningkatkan tekanan intra abdomen (tumor abdomen, tumor

    usus). Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun perempuan.

    Sekitar setengah orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid (Simadibrata 2006).

    Tanda dan gejala penyakit hemoroid tidak dapat disembuhkan. Penderita

    hemoroid derajat tiga sampai empat (kronis) rentan untuk mengalami trombosis

    karena tekanan tinggi di vena kanalis yang dapat mengakibatkan adanya

    imflamasi. Pada penderita biasanya akan dilakukan tindakan medis, yaitu

    pembedahan (hemoroidectomy) (Yuwono 2010). Selain tindakan bedah secara

    medis, penderita hemoroid perlu mendapatkan proses asuhan gizi.

    Penatalaskanaan asuhan gizi pada pasien bedah hemoroid, yaitu dengan

    cara memberikan intervensi diet khusus sebelum dan setelah pembedahan serta

    intervensi terkait edukasi gizi. Pemberian diet yang sesuai diperlukan untuk

    membantu proses penyembuhan pasien pasca bedah hemoroid. Sementara itu,

    pemberian edukasi gizi diperlukan juga agar penderita dapat merubah pola makan

    dan gaya hidup menjadi lebih baik dan sehat. Oleh karena itu, asuhan gizi menjadi

    salah satu tindakan non-medis yang diperlukan untuk mendukung pemulihan

    kondisi pasien secara bertahap menuju kondisi normal.

    I.2 Tujuan

    Penatalaksanaan gizi pada pasien bedah hemoroid ini bertujuan untuk :

    1. Menilai keadaan gizi pasien bedah hemoroid 2. Merumusakan masalah gizi pasien bedah hemoroid 3. Merencanakan, menyusun, dan mengevaluasi penatalaksanaan diet pada

    pasien berdasarkan diagnosis dokter

    4. Melakukan konseling gizi kepada pasien dan keluarga dalam usaha pemeliharaan dan peningkatan status gizi pasien bedah hemoroid.

  • 2

    III. PENATALAKSANAAN DIET PENYAKIT BEDAH

    II.1 Kasus Penyakit Bedah: Hemoroid Grade III dengan Anemia

    II.1.1 Gambaran Umum Penyakit, Etiologi, dan Patofisiologi

    Gambaran Umum Penyakit

    Hemoroid merupakan dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan

    perianus. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan

    peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Robbins 2007).

    Berdasarkan letaknya, hemoroid dibagi menjadi 3 yaitu hemoroid

    eksterna, interna, dan campuran. Hemoroid interna dapat prolaps saat mengedan

    dan kemudian terperangkap akibat tekanan sfingter anus sehingga terjadi

    pembesaran mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat nyeri. Kedua

    klasifikasi hemoroid tersebut memiliki pembuluh darah yang melebar, berdinding

    tipis, dan mudah berdarah, kadang-kadang menutupi perdarahan dari lesi

    proksimal yang lebih serius (Robbins 2007).

    Derajat hemoroid interna dibagi berdasarkan gamabaran klinis, yaitu:

    1. Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.

    2. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.

    3. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari.

    4. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami trombosis dan infark.

    Etiologi

    Konstipasi merupakan etiologi hemoroid yang paling sering. Konstipasi

    terjadi apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul karena defekasi yang

    tertunda terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih lama dari normal,

    jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses menjadi kering

    dan keras (Sherwood 2001).

    Hemoroid memiliki faktor resiko yang cukup banyak antara lain

    kurangnya mobilisasi, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar, kurang

    minum, kurang memakan makanan berserat (sayur dan buah), faktor genetika,

    kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan intraabdomen (tumor abdomen,

    tumor usus), dan sirosis hati (Simadibrata 2006).

    Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,

    dan strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan

    suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. Salah satu komplikasi hemoroid adalah

    perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia (Simadibrata 2006).

    Patofisiologi

    Keterlibatan bantalan anus (anal cushion) makin dipahami sebagai dasar

    terjadinya penyakit Hemoroid. Bantalan anus merupakan jaringan lunak yang

    kaya akan pembuluh darah. Agar stabil, kedudukannya disokong oleh ligamentum

    treitz dan lapisan muskularis submukosa. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan

  • 3

    anus menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan

    pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Ke-dua, bantalan anus

    terlalu mobile, dan ke-tiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang

    ketat. Akibatnya, vena intramuskular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses

    pembendungan diatas diperparah lagi apabila seseorang mengedan atau adanya

    feses yang keras melalui dinding rektum (Yuwono 2010).

    II.1.2 Identitas Pasien

    Nama Pasien : Tn. A

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Usia : 56 tahun

    No. Rekam Medik : 27-95-96

    Ruang rawat : Antasena, Bedah Laki-laki

    Alamat : Rancabungur, Bogor

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Pedagang kaki lima

    Tanggal Masuk RS : 10 Februari 2014

    Tanggal Pengamatan : 11 Februari 2014

    Diagnosa Medis : Hemoroid Grade III, Anemia

    II.1.3 Data Subyektif

    Keluhan Utama

    Os mengeluh nyeri ketika saat buang air besar (BAB) dan feses berdarah.

    Os juga mengeluh sakit karena terdapat benjolan di bagian anus selama kurang

    lebih 3 bulan.

    Riwayat Personal

    Os bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar Anyar, Bogor. Sehari-hari,

    Os berangkat mulai pagi hari menuju pasar Anyar dan menjajakan barang

    dagangannya di pasar mulai pukul 7.00 hingga menjelang sore sekitar pukul 16.00

    sore hari. Os jarang berolah raga dan saat berjualan Os banyak menghabiskan

    waktunya dengan duduk untuk sambil menjajakan barang dagangannnya. Akan

    tetapi, aktifitas sehari-hari Os lebih banyak dihabiskan di rumah bersama keluarga

    karena Os sudah tidak lagi berjualan sejak tiga bulan lalu. Os memiliki riwayat

    penyakit asam urat, hal ini dapat terlihat juga dari tanda-tanda fisik pada kaki Os.

    II.1.4 Riwayat Diet Pasien

    Os terbiasa makan 3 kali sehari yaitu makan pagi, siang, dan sore/malam.

    Pengaturan jadwal makan Os tidak teratur, yaitu terkadang makan siang terkadang

    tidak. Os biasa sarapan dengan lontong sayur dan teh manis (gula 1 sdm). Pada

    waktu makan siang, Os terbiasa makan makanan seperti kue bolu satu buah,

    gorengan, dan es teh manis satu bungkus. Os biasa makan makanan yang dibeli

    dari luar. Hal ini dikarenakan Os sehari-hari bekerja sebagai pedagang kaki lima

    di pasar anyar dari pagi hingga sore hari. menu makanan yang dimakan Os sehari-

    hari tidak menentu / berubah-ubah. Biasanya, Os senang mengkonsumsi masakan

  • 4

    padang dan makanan yang memiliki rasa pedas. Os biasa mengkonsumsi

    makanan pokok (nasi atau lontong), lauk hewani (ayam, ikan, daging), lauk nabati

    (tahu dan tempe), sayuran (daun singkong), dan buah-buahan (jeruk manis).

    Menurut keterangan Os, konsumsi sayur dan buah-buahan masih kurang.

    Sejak 5-6 bulan lalu, Os mulai merubah pola makannya dan mengalami

    penurunan berat badan yang signifikan dari 68 Kg menjadi 59 Kg dalam jangka

    waktu tersebut. Setelah Os melakukan rawat jalan, Os memiliki pantangan

    makanan yang dianjurkan oleh dokter, yaitu makanan yang mengandung tinggi

    purin karena Os sebelumnya juga memiliki riwayat penyakit asam urat. Pantangan

    makanan dari dokter tersebut sudah Os terapkan dalam konsumsi makanannya

    sehari-hari. Os tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu. Berikut ini

    merupakan hasil perhitungan konsumsi Os sebelum masuk rumah sakit yang

    dibandingkan dengan kebutuhan Os saat ini.

    Tabel 1 Perbandingan konsumsi SMRS dengan kebutuhan Os

    Zat Gizi Konsumsi SMRS Kebutuhan Persentase (%)

    Energi (kkal)

    Protein (g)

    Lemak (g)

    Karbohidrat (g)

    1675

    36,9

    58

    210,9

    1500,0

    88,5

    35,0

    206,2

    111,7

    41,7

    165,7

    102,3

    Hasil perhitungan konsumsi Os sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pada

    tabel 1 belum tergolong seimbang dan sedikit melebihi kebutuhan. Hal ini dapat

    dilihat dari sisi persentase energi (111,7%) dan zat gizi lainnya. Persen zat gizi

    yang dikonsumsi, yaitu karbohidrat (102,3%) dan lemak (165,7%) adalah yang

    paling tinggi dibanding dari konsumsi protein (41,7%). Hal ini terkait dengan

    kebiasaan makan Os yang suka mengonsumsi makanan goreng-gorengan dan

    makanan bersantan seperti nasi padang dan lontong sayur dan tidak diimbangi

    dengan olah raga yang rutin.

    II.1.5 Data Obyektif

    Pengukuran Antropometri

    Data antropometri diambil untuk melakukan penilaian dalam menentukan

    status gizi Os sehingga selanjutnya dapat diambil langkah-langkah intervensi yang

    diperlukan terhadap Os, seperti menentukan jumlah kebutuhan energi dan zat gizi

    lainnya sesuai kondisi Os. Data antropometri diperoleh dari pengukuran langsung

    terhadap Os, yaitu berupa berat badan aktual dan ideal serta panjang badan atau

    tinggi badan. Berikut ini adalah data antropometri Os saat pengukuran awal

    intervensi di rumah sakit.

    BB aktual : 59 Kg

    BB ideal : BBi = (TB 100) 10% x (TB 100) = (156 100) 10% x (156 100) BBi = 50 Kg

    TB : 156 cm

    IMT : BBA/(TB2)m = 59/(1,56

    2) = 24,2 Kg/m

    2

    Berdasarkan data diatas, Os memiliki status gizi yang termasuk dalam

    kategori overweight menurut acuan WHO 2000 kategori orang Asia dewasa.

  • 5

    Tabel 2 Klasifikasi status gizi (IMT) menurut kriteria Asia Pasifik dewasa

    Klasifikasi BMI (kg/m2)

    Underweight

    Normal

    Overweight

    Berisiko

    Obese I

    Obese II

    < 18,5

    18,5 22,9 > 23,0

    23,0-24,9

    25,0-29,9

    >30,0

    (WHO 200)

    Pemeriksaan Fisik dan Klinis

    Pemeriksaan fisik dan klinis ditujukan untuk mengetahui kondisi awal Os

    saat memasuki rumah sakit yaitu pada tanggal 10 Februari 2014. Hasil

    pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa keadaan umum Os adalah sedang dalam

    keadaan sadar penuh (compos mentis). Pada saat datang, Os mengeluh mengalami

    nyeri saat buang air besar (BAB), terdapat benjolan di bagian anus, dan ketika

    BAB feses disertai dengan darah.

    Hasil pemeriksaan klinis awal Os meliputi nadi, tekanan darah, respirasi,

    dan suhu pada tanggal 10 Februari menunjukkan kondisi yang normal, yang

    dijabarkan pada tabel 3 berikut ini.

    Tabel 3 Hasil pemeriksaan klinis awal Os

    Jenis Pemeriksaan 10/02/2014 Rujukan Keterangan

    Nadi 80 x/menit 60 100 x/menit Normal

    Tekanan darah 120/80mmHg 120/80 mmHg Normal

    Respirasi 20 x/menit 20 30x/menit Normal

    Suhu 360C 36 37 0C Normal

    (Sumber: Rekam medik Os, Antasena, RSMM)

    II.1.6 Data Laboratorium

    Data laboratorium merupakan hasil analisis biokimia Os yang diperoleh

    dari hasil unit laboratorium rumah sakit. Data ini digunakan sebagai data

    penunjang untuk mengetahui kelainan fisiologis Os. Hasil pemeriksaan

    laboratorium diperoleh setelah Os masuk rumah sakit pada tanggal 10 Februari

    2014. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tabel 3 hanya terdiri dari data

    pemeriksaan hematologi berupa hemoglobin (Hb). Status hemoglobin Os

    dikontrol agar dapat mendekati nilai rujukan (batas normal) dan dapat

    menjalankan tindakan medis lanjutan (operasi).

    Tabel 4 Hasil pemeriksaan laboratorium Os

    Pemeriksaan 10/02/14 Nilai rujukan Satuan Keterangan

    Hemoglobin 8,7 12-14 g/dl Rendah

    Leukosit - 4000-10000 -

    Trombosit - 150000-400000 -

    Hematokrit - 40 - 50 % -

    (Sumber: Rekam medik Os, Antasena, RSMM)

    II.1.7 Assessment

    Pengkajian gizi (assessment) merupakan kegiatan mengumpulkan,

    mengintegrasikan, dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang

  • 6

    terkait dengan aspek asupan zat gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek

    perilaku-lingkungan serta penyebabnya. Identifikasi masalah gizi merupakan hal

    penting. Terdapat 5 komponen data pengkajian gizi yaitu, antropometri, biokimia,

    pemeriksaan fisik dan klinis, dan riwayat makan.

    Antropometri

    Umur : 56 tahun

    BB aktual : 59 kg

    BB idela : 50 kg

    TB : 162 cm

    BBI : 156 kg

    IMT : 24,2 kg/m2

    Status Gizi : Overweight

    Biokimia

    Data hasil laboratorium pada tabel 4 mengindikasikan bahwa Os dalam

    kondisi anemia. Hal ini ditandai dengan kadar hemoglobin (8,7 g/dl) yang rendah.

    Fisik dan Klinis

    Awal masuk rumah sakit Os mengeluh terdapat benjolan di bagian anus

    sehingga menyebabkan Os mengalami rasa sakit ketika BAB dan feses disertai

    dengan darah. Hasil pemeriksaan klinis tidak menandakan yaitu tekanan darah,

    denyut nadi, suhu tubuh, dan laju pernafasan Os tergolong normal.

    Dietary

    Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Harris Benedict diketahui

    bahwa kebutuhan energi Os adalah 1500 kkal. Kebutuhan protein Os adalah tinggi

    (1,5 g/KgBB), kebutuhan lemak (25%) dan karbohidrat (51%) adalah cukup.

    Dengan demikian kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat masing-masing

    adalah 88,5 gram, 41,7 gram, dan 191,2 gram. Asupan Os sebelum masuk rumah

    sakit masih jauh dibawah kebutuhan diliha t pada persentase energi (111,7%),

    protein (41,7%), lemak (165,7%), dan karbohidrat (102,3%).

    II.1.8 Analisis

    Diagnosis Medis

    Diagnosa medis yang ditentukan oleh dokter kepada Os adalah Hemoroid

    Grade III dan Anemia.

    Diagnosis Gizi

    Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama

    masalah gizi yang aktual, dan atau berisiko menyebabkan masalah gizi yang

    merupakan tanggung jawab dietisien untuk menanganinya secara mandiri.

    Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (Problem), penyebab

    masalah (Etiology), serta tanda dan gejala adanya masalah (Sign & Symptoms)

    (Sumapradja 2011). Berdasarkan hasil assessment terhadap Os didapatkan

    diagnose gizi sebagai berikut.

    a. Domain Intake

  • 7

    (NI.5.7.1) Kelebihan asupan zat gizi berkaitan dengan kebiasaan makan

    makanan bersantan yang ditandai dengan kelebihan asupan SMRS energi

    (111,7%), lemak (165,7%), dan karbohidrat (102,3%)

    b. Domain Klinis

    (NK.3.3) Overweight berkaitan dengan kelebihan asupan lemak (165,7%)

    berkaitan dengan nilai IMT > 23.

    c. Domain Behaviour

    (NC.2.2) Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan

    dengan pola makan yang kurang baik yang ditandai dengan kurangnya

    konsumsi sayuran dan buah-buahan.

    II.1.9 Penatalaksanaan Diet

    Intervensi adalah serangkaian aktivitas spesifik dan berkaitan dengan

    penggunaan bahan untuk menanggulangi masalah. Penatalaksanaan diet atau

    intervensi gizi mempunyai 2 komponen yang saling berkaitan, yaitu perencanaan

    intervensi gizi dan implementasi gizi (Sumapradja 2011).

    Intervensi Gizi

    Diet yang diberikan kepada Os selama tiga hari intervensi terdiri dari dua

    jenis intervensi, yaitu diet pra bedah dan diet pasca bedah. Diet pra bedah

    merupakan diet tanpa serat yang dianjurkan oleh dokter, sementara diet pasca

    bedah merupakan rendah energi/kalori, rendah serat dan rendah purin. Diet

    diberikan secara bertahap mulai dari 85% dengan target asupan hingga 90% dari

    kebutuhan energi.

    Tujuan diet

    Berdasarkan jenis diet yang diberikan, tujuan diet adalah untuk:

    1. Memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi. 2. Sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi

    volume feses.

    3. Tidak merangsang saluran cerna. 4. Menggantikan kehilangan protein. 5. Mempercepat proses penyembuhan.

    Syarat diet:

    1. Energi cukup sesuai dengan umur, gender, aktivitas, dan kondisi pasien.

    2. Protein sedikit tinggi 1 g/kgBB. 3. Lemak sedang, yaitu 21% dari kebutuhan energi total. 4. Karbohidrat 63%, yaitu sisa kebutuhan energi total. 5. Menghindari makanan berserat tinggi. 6. Menghindari makanan yang telalu berlemak, terlalu asam, dan

    berbumbu tajam.

    Perhitungan Kebutuhan Diet

    Perhitungan kebutuhan energi, karbohidrat, protein dan lemak berdasarkan

    berat badan dan tinggi badan dengan mempertimbangkan fakor aktivitas (FA) dan

    faktor stress (FS). Kebutuhan energi yang diperoleh selanjutnya dikurangi 500

  • 8

    kkal karena Os berstatus gizi lebih (overweight). Berikut rumus yang digunakan

    untuk menghitung kebutuhan zat gizi Os:

    Usia : 56 tahun

    TB : 156 cm

    BB : 59 Kg

    BBi : 50 Kg

    IMT : 24,2 Kg/m2

    Status Gizi : Overweight

    AMB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) (6.8 x U) = 66 + (13.7 x 59) + (5 x 156) (6.8 x 56) = 1273,5 kkal

    Kebutuhan Energi dan Zat Gizi:

    Energi = (AMB x FA x FS) 500 kkal = (1273,5 x 1,2 x 1,3) 500 kkal = 1987 500 kkal = 1487 kkal 1500 kkal Protein = 1 g/Kg BB

    = 1 x 59

    = 59 g

    Lemak = 21% x E / 9

    = 21% x 1500 / 9

    = 35 g

    Karbohidrat = 63% x E / 4

    = 63% x 1500 / 4

    = 236,2 g

    Obat-Obatan yang Diberikan

    Saat di rumah sakit obat-obatan yang diberikan kepada Os diantaranya

    Dulcolax, Amoxicillin, Asam Mefenamat, dan Mefromdazol. Berikut penjelasan

    mengenai fungsi dari obat-obatan tersebut.

    Tabel 5 Fungsi obat-obatan yang diberikan kepada Os

    No Nama obat Indikasi

    1. Dulcolax Digunakan untuk pasien yang menderita konstipasi.

    Untuk persiapan prosedur diagnostic, terapi sebelum dan

    sesudah operasi dalam kondisi untuk mempercepat

    defekasi.

    2. Amoxicillin antibiotik

    3. Asam Mefenamat Pereda rasa nyeri

    4. Mefromdazol Mencegah infeksi sesudah pembedahan yang disebabkan

    kuman anaerob

    II.1.10 Monitoring dan Evaluasi

    Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon

    pasien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Monitoring membutuhkan

    komitmen untuk melakukan pengukuran, pencatatan hasil sesuai indikator yang

    selaras dengan diagnosis gizi dan intervensi gizi (Sumapradja 2011)..

  • 9

    Perkembangan Fisik dan Klinis

    Monitoring pemeriksaan fisik dan klinis dimonitoring setiap hari oleh

    tenaga perawat dan digunakan sebagai data untuk melihat perkembangan dari

    intervensi yang diberikan baik medis maupun gizi. Pemeriksaan klinis yang

    dilakukan meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Secara

    umum, hasil monitoring pemeriksaan klinis Os dari awal perawatan sampai hari

    akhir kondisi Os selalu stabil dan dalam kondisi normal. Hasil pemeriksaan klinis

    Os selama 3 hari tercantum dalam tabel 5 berikut ini.

    Tabel 6 Hasil pemeriksaan klinis Os selama pengamatan

    Tanggal Pemeriksaan Nilai

    Normal Satuan Hasil Keterangan

    12/2/14 Tekanan darah

    Nadi

    Pernafasan

    Suhu

    120/80

    60-100

    20-30

    36-37

    mmHg

    x/menit

    x/menit oC

    120/70

    68

    20

    36

    Normal

    Normal

    Normal

    Normal

    13/2/14 Tekanan darah

    Nadi

    Pernafasan

    Suhu

    120/80

    60-100

    20-30

    36-37

    mmHg

    x/menit

    x/menit oC

    110/70

    68

    20

    36

    Normal

    Normal

    Normal

    Normal

    14/2/14 Tekanan darah

    Nadi

    Pernafasan

    Suhu

    120/80

    60-100

    20-30

    36-37

    mmHg

    x/menit

    x/menit oC

    130/70

    68

    20

    36

    Normal

    Normal

    Normal

    Normal

    (Sumber: Rekam medik RS dr. Marzoeki Mahdi)

    Perkembangan Laboratorium

    Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir sebelum melakukan operasi, Os

    mengalami kenaikan kadar hemoglobin dan masih berada di bawah batas normal.

    Kenaikan kadar hemoglobin tersebut dibantu dengan transfusi darah golongan

    darah AB rh + sebanyak satu kantung (PRC 300cc) pada tanggal 12 Februari

    2014.

    Tabel 7 Hasil pemeriksaan laboratorium Os

    Tanggal Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan Keterangan

    10/2/14 Hemoglobin 8,7 12-14 g/dl Rendah

    12/2/14 Hemoglobin 9,3 12-14 g/dl Rendah

    (Sumber: Rekam medik RS dr. Marzoeki Mahdi)

    Perkembangan Diet

    Monitoring dan evaluasi perkembangan diet dilakukan selama kurang

    lebih tiga hari berturut-turut. Monitoring yang dilakukan adalah melihat

    ketersediaan berbanding kebutuhan, tingkat konsumsi (konsumsi / ketersediaan),

    dan tingkat kecukupan (konsumsi / kebutuhan).

    Ketersediaan makanan direncanakan mengikuti acuan perencanaan menu

    yang didasari dari kebutuhan Os. Gambar 1 menggambarkan kontribusi

    ketersediaan berbanding terhadap kebutuhan Os dalam bentuk persentase per hari.

  • 10

    Gambar 1 Grafik tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan energi dan zaat gizi Os

    Berdasarkan gambar 1, ketersediaan energi (32,5% ) pada pengamatan pra

    bedah baik hari pertama masih kurang (

  • 11

    Tingkat konsumsi Os terhadap ketersediaan makanan di RS pada pertama

    sudah baik (100%). Akan tetapi, hasil persentase tingkat konsumsi pada hari ke-

    dua menurun menjadi sekitar 66%. Hal ini mungkin dipengaruhi kondisi psikis Os

    yang berubah akibat pembatalan jadwal operasi pada hari tersebut dikarenakan Os

    belum mendapatkan terapi transfusi darah guna menstabilkan kadar hemoglobin

    Os yang rendah.

    Tingkat konsumsi Os terhadap ketersediaan makanan pasca operasi

    diperoleh dari konsumsi makanan RS dan juga makanan tambahan dari luar yang

    diperoleh dari luar rumah sakit. Hal ini mengakibatkan tingginya persentase

    tingkat konsumsi baik pada energi dan zat gizi lainnya. Tingkat konsumsi energi

    dan karbohidrat terbesar terjadi pada hari ke-tiga, yaitu energi (121,1%) dan

    karbohidrat (146%).

    Tingkat kecukupan (konsumsi/kebutuhan) Os, yaitu energi, protein, lemak

    dan karbohidrat selama pengamatan dapat dilihat pada gambar 3 yang

    diintepretasikan dalam bentuk grafik berikut ini.

    Gambar 3 Grafik tingkat kecukupan energi dan zat gizi Os

    Hasil perkembangan diet yang diimplementasikan dapat dilihat pada total

    konsumsi energi dan zat gizi selama intervensi. Asupan energi saat intervensi pra

    bedah (H-1 & H-2) masih kurang dari kebutuhan Os. Hal ini dapat dilihat dari

    persentase tingkat kecukupan energi pada gambar grafik 1 pada hari pertama

    (32,5%) dan ke-dua (23,9%) yang sangat rendah. Sementara itu, tingkat

    kecukupan zat gizi lainnya, yaitu protein (45,8% & 31,8%), lemak (42,9% &

    28,6%), dan karbohidrat (25,4% & 20,1%) juga masih belum mencukupi. Hal ini

    dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan jenis menu diet yang terbatas pada menu

    bubur nasi dan telur rebus. Diet ini merupakan diet yang dianjurkan oleh dokter

    untuk persiapan operasi/bedah hemoroid.

    Pasca operasi, diet Os dirubah menjadi diet rendah energi dan tinggi

    protein serta rendah serat. Perkembangan diet pasca bedah Os dari hari ke-tiga dan

    ke-empat mengalami penurunan. Perhitungan awal intervensi dilakukan mulai dari

    waktu makan sore (13/02/14) hingga makan siang (14/03/14). Hal ini karena pada

    tanggal 13/02/14 Os berpuasa. Tingkat kecukupan energi Os di hari ke-tiga telah

    mencukupi (102,9%) tetapi tidak untuk tingkat kecukupan protein (63,6%) dan

    lemak (79,4%). Sementara itu, tingkat kecukupan karbohidrat (119,5%) telah

    melebihi kebutuhan. Tingkat kecukupan Os dikontribusi dari konsumsi makanan

    32,5

    45,8 42,9

    25,4 23,9 31,7 28,6

    20,1

    102,9

    63,6

    79,4

    119,5

    53,2 50,3

    85,1

    43,6

    0,0

    20,0

    40,0

    60,0

    80,0

    100,0

    120,0

    140,0

    E (kkal) P (g) L (g) KH (g)

    H-1

    H-2

    H-3

    H-4

  • 12

    yang berasal dari luar RS. Hal tersebut terjadi karenaOs mengeluh mengalami

    mual sehingga tidak nafsu makan pada beberapa hari pengamatan.

    Pada hari ke-empat, Tingkat kecukupan energi Os menurun, yaitu menjadi

    sebesar 53,2%. Kemudian, tingkat kecukupan zat gizi lainnya seperti protein

    (50,3%), lemak (85,1%), dan karbohidrat (43,6%) juga menurun sangat rendah.

    Hal ini juga masih dipengaruhi oleh faktor nafsu makan Os yang masih rendah

    akibat rasa nyeri yang dirasakan pasca operasi.

    Evaluasi

    Selama lima hari pengamatan, tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi Os

    selalu relatif stabil. Kemudian, kadar hemoglobin Os dimonitoring sebanyak dua

    kali selama di rumah sakit. Kondisi Os masih dalam keadaan anemia ringan.

    Kadar hemoglobin meningkat dari 8,7 g/dl menjadi 9,3 g/dl setelah dilakukan

    transfusi darah.

    Evaluasi perkembangan diet Os selama di rumah sakit dilakukan dengan

    memantau intervensi asupan makanan Os selama lima hari, yaitu 2 hari pra bedah

    dan 3 hari pasca bedah. Diet yang diberikan kepada Os selama di rumah sakit

    adalah diet rendah kalori dan tinggi protein, rendah purin, dan rendah serat dengan

    konsistensi makanan lunak. Tingkat kecukupan Os mengalami penurunan di hari

    sebelum pembedahan dan setelah pembedahan. Kebutuhan Os belum memenuhi

    rata-rata kebutuhan sehari. Rata-rata tingkat kecukupan Os tergolong rendah

    (

  • 13

    tepat dengan memperhatikan makanan yang dikonsumsi

    Os. Kebiasaan Os dalam mengkonsumsi goreng-gorengan,

    masakan padang, makanan bersantan yang dapat

    memberikan resiko kondisi Os apabila sering

    mengkonsumsinya, serta memotivasi untuk memperbaiki

    gaya hidup untuk rutin melakukan aktivitas fisik

    Evaluasi : Memberikan kesempatan Os dan anggota keluarga untuk

    bertanya dan kembali menanyakan hal-hal terkait

    penejlasan sebelumnya.

    III. KESIMPULAN DAN SARAN

    III.1 Kesimpulan

    Os yang diamati adalah Tn. A, laki-laki berusia 56 tahun dengan diagnosa

    Hemoroid Grade III dan Anemia. Keluhan utama yang dirasakan Os adalah Os

    mengalami nyeri saat BAB, terdapat darah pada feses, dan terdapat benjolan di

    bagian anus. Os memiliki riwayat penyakit asam urat sebelumnya. Os merupakan

    pedagang kali lima. Sejak menjalani rawat jalan, Os sudah tidak berdagang lagi

    sebagai pedangang kaki lima. Sebelum masuk rumah sakit, Os memiliki kebiasaan

    makan 3 kali sehari dengan 2 kali makan makan berat dan satu makanan cemilan.

    Makanan yang dikonsumsi Os dibeli dari luar. Os biasa mengkonsumsi makanan

    berat yang bersantan seperti lontong sayur dan masakan padang. Kemudian, Os

    biasa mengkonsumsi makanan ringan seperti goreng-gorengan, kue bolu, dan the

    manis. Berdasarkan data klinis diketahui bahwa kondisi vital Os masih dalam

    kondisi normal dan stabil hingga akhir perawatan. Data laboratorium diketahui

    bahwa Os memiliki kadar hemoglobin rendah diawal masuk RS (8,7 g/dl) dan

    sedikit meningkat setelah dilakukan transfusi darah sebelum operasi menjadi 9,3

    g/dl. Hasil perhitungan kebutuhan Os, diperoleh bahwa kebutuhan Os untuk

    energi sebesar 1500 kkal, protein sebesar 59 gram, lemak 35 g, dan karbohidrat

    sebesar 236,2 gram. Os mendapatkan diet rendah kalori tinggi protein, rendah

    purin, tanpa serat (pra bedah), dan rendah serat dengan konsistensi lunak.

    Pemberian makanan dilakukan 3 kali untuk makan utama dan 1 kali selingan.

    Selama tiga hari intervensi, Os hanya sedikit mengkonsumsi makanan karena Os

    mengalami nyeri dan membuat nafsu makannya menurun.

    III.2 Saran

    Intervensi sebaiknya dilakukan dalam waktu lebih dari 3 hari. Hal ini

    diperlukan agar perkembangan diet dapat dimonitoring dan dievaluasi dengan

    baik dan efektif.

  • 14

    IV. DAFTAR PUSTAKA

    Cornelia, Sumedi E, Anwar I, Ramayulis R, Iwaningsih S, Kresnawan T, dan

    Nurlita H. 2013. Konseling Gizi. Jakarta: Penebar Plus

    Robbins C dan Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC. 635

    Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (edisi ke-2). Jakarta :

    EGC : 601 606.

    Simadibrata M. 2007. Hemoroid. In: Sudoyo AW, Setiyohadi, B, Alwi I,

    Simadibrata M., Setiati S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

    keempat-Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

    Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 397.

    Sumapradja G M, Fayakun YL, Widyastuti D, Waningsih S, Utami S, Moviana Y.

    2011. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Abadi Publishing &

    Printing: Jakarta.

    WHO/IASO/IOTF. 2000. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its

    treatment. Health Communications Australia: Melbourne. ISBN 0-

    9577082-1-1. 2000.

    Yuwono H. 2010. Ilmu Bedah Vaskuler. Refika Aditama: Bandung.