hemoroid 2

139
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan massif hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan bagian saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena. Hematokezia (perdarahan darah segar) lazimnya menandakan sumber perdarahan dari kolon, meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang banyak juga menimbulkan hematokezia atau feses berwarna merah marun. Dalam kurun waktu decade waktu terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan saluran cerna meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%, sementara akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah 3,6%. 1.2 Tujuan Penulisan 1

Upload: asip-hussin

Post on 02-Dec-2015

197 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Hemoroid 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya

bervariasi mulai dengan perdarahan massif hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan.

Pendekatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan

beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam)

menunjukkan perdarahan bagian saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum

Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian

atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat

menimbulkan melena. Hematokezia (perdarahan darah segar) lazimnya menandakan

sumber perdarahan dari kolon, meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang

banyak juga menimbulkan hematokezia atau feses berwarna merah marun. Dalam kurun

waktu decade waktu terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan saluran cerna meningkat

secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%,

sementara akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah 3,6%.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah membahas penyakit yang berhubungan

dengan perdarahan cerna saluran bagian bawah. Tiap-tiap penyakit tersebut akan dibahas.

1

Page 2: Hemoroid 2

BAB II

ISI

1. Anamnesis

Beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan ke pasien :

2

Page 3: Hemoroid 2

3

1. Nyeri ulu hati Campylobacter, ulkus gaster2. Nyeri setelah makan Tukak gaster3. Nyeri siang hari Tukak gaster

4. Nyeri abdomen kolitis iskemi, askariasis, ancylostoma, Yersinia, amebiasis, IBD, Sigellosis, Salmonella, Polip dan Kanker Kolon.

5. Tenesmus Ulkus gaster, kolitis radiasi, sigellosis, divertikulitis.

6. BAB Berdarah Kolitis iskemi, CA kolon, Divertikle kolon, hemoroid, fissura ani, IBD, sigellosis, Salmonella, Yersinia.

7. BAB Darah Samar Ulkusa gaster, Campylobacter.8. Penyebab bakteri Campilobacter, Ulkus gaster,

Yersinia, Sigellosis, Salmonella.9. Penyebab parasit Ankylostoma, Ascariasis10. Lendir Ulkus gaster, Kolitis Iskemik,

Amubiasis, Polip (adenomatosa) 11. Muntah Koliti iskemik, Ulkus gaster,

Campilobacter, Ascariasis, Sigellosis12. Diare Kolitis Iskemik, Campilobacter,

Ulkus gaster, Infeksi Yersinia, Amubiasis, IBD, Polip, Salmonella, Sigellosis

13. Konstipasi Ca Kolon, Amubiasis, Divertikulitis, Fissura Ani, Kolitis Iskemik

14. BAB (merah segar) Kolitis Iskemik, Polip kolon, Ca kolon, fissura ani, divertikulitis

15. BAB (merah hitam) Ulkus gaster, Campilobacter16. Darah menetes bersama

dengan fesesCa kolon

17. Darah menetes tidak bersama dengan feses.

Kolitis iskemik, fissura ani

18. Demam Kolitis Iskemik, ascariasis, campilobacter, infeksi yersinia, amebiasis, divertikulitis

19. Berat badan menurun Ulkus gaster, IBD, askariasis, ankylostoma, ca kolon

20. Dehidrasi Kolitis radiasai, sigellosis, campilobacter, amebiasis

21. Peradangan Kolitis iskemik, ulkus gaster, ankylostoma, IBD, infeksi yersinia,ambebiasis, sigellosis

22. Nafsu makan menurun Ulkus gaster, ca colon, askariasis, IBD

23. Anemia Kolitis iskemik, IBD, ankylostoma, Ca colon, sigellosis

24. Pendarahan Kolitis iskemik, divertikulitis

Page 4: Hemoroid 2

2. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan

seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya

(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan

adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan

parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran

pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi

portal).

Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).

Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,

splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).

Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.

Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau

tumor apa

Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada

dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).

Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan

gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.

Perhatikan juga gerakan pasien:

Pasien sering merubah posisi adanya obstruksi usus.

Pasien sering menghindari gerakan iritasi peritoneum generalisata.

Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/

relaksasi peritonitis

Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat

nyeri

Pankreatitis parah.

2. Auskultasi

4

Page 5: Hemoroid 2

o Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising

o Pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.

o Mendengarkan suara peristaltic usus.

o Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke

seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan

cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.

o Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).

Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic

lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic- sound).

o Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat,

bahkan sampai hilang.

o Mendengarkan suara pembuluh darah.

o Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya

pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi

portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

3. Palpasi

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:

o Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.

o Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.

o Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.

o Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan

agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada

dinding abdomen.

o Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah

yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.

o Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta

untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan

menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika

5

Page 6: Hemoroid 2

muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot

kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.

o Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana

tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan

kanan di bagian depan dinding abdomen.

4. Perkusi

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,

menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa

berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya

udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani

(organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).

o Orientasi abdomen secara umum.

Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk

mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi

usus, pekak hati akan menghilang.

o Cairan bebas dalam rongga abdomen

Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara

perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness

dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien

dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah.

Cara pemeriksaan asites:

Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).

Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan

pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang

akan diteruskan ke sisi yang lain.

Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi

abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang- ulang pada dinding

abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan

gelombang.

Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).

6

Page 7: Hemoroid 2

Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien

tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup

pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan

perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak

adanya peralihan suara redup

3. Diagnosis

Working diagnosis

Hemoroid

Definisi

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah usus yang

berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau di luar linea dentate pelebaran vena yang

berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna. Biasanya stuktur anatomis anal

canal masih normal pada gambar di bawah ini.1

Gambar 2.1. Hemoroid

Hemoroid adalah suatu penyakit yang terjadi pada anus di mana bibir anus mengalami

bengkak yang kadang disertai pendarahan. Penyakit ambeien ini tidak hanya memberikan rasa

sakit kepada pada penderitanya, tetapi juga memberikan rasa minder dan malu karena mengidap

penyakit ambeien.1

Pada penderita wasir umumnya sulit untuk duduk dan buang air besar karena terasa sakit

apabila bibir anus atau sphinchter anus mendapat tekanan. Pada penderita hemoroid parah

terkadang sulit diobati sehingga bisa diberi tindakan operasi pengangkatan hemoroid yang bisa

7

Page 8: Hemoroid 2

memberi efek samping yang terkadang tidak baik. Oleh sebab itu hemoroid perlu diwaspadai dan

ditangani dengan baik agar mudah diobati.1

Sesuai asal katanya [Yunani, haem = blood (darah), rhoos = flowing (mengalir)], maka

darah yang mengalir pada waktu defekasi maupun sesudahnya menjadi gejala yang paling sering

dikeluhkan oleh penderita hemoroid. Darah berwarna merah segar itu bisa menetes, bisa pula

menyemprot. Terlebih lagi, feses yang keras dapat menyebabkan robekan sehingga terjadi

perdarahan yang lebih hebat hingga kadar hemoglobin dapat mencapai dibawah 4 g/dl. Bila

sudah terjadi radang maka penderita juga merasakan nyeri hampir sepanjang hari.1

Awalnya, benjolan dapat keluar masuk dengan sendirinya. Namun, lama kelamaan

benjolan mandek, tidak bisa lagi masuk ke dalam sehingga perlu dibantu dengan jari tangan.

Sementara itu, risiko trombosis dapat terjadi ketika bantalan anus sudah prolaps. Trombosis yang

mengalami edema dan inflamasi lama kelamaan akan membentuk polip fibrosis atau skin tags.

Pada kasus hemoroid interna, mukosa anus dapat mengeluarkan sekret yang disertai perdarahan,

yang sering mengotori celana dalam dan menyebabkan maserasi kulit. Bila ditambah lagi dengan

higiene yang buruk serta reaksi alergi obat topikal yang dioleskan pada anus maka akan memicu

dermatitis perianal.1

Pemeriksaan

Pemeriksaan dan diagnosis2

a. Anamnesa : BAB diselimuti darah segar atau menetes darah segar sehabis BAB.

b. Fisik : Kemungkinan tidak ditemui kelainan pada pemeriksaan luar, kadang-kadang

didapatkan anemia.

c. Colok dubur : Tidak didapatkan rasa nyeri, tidak teraba tumor. Colok dubur harus dilakukan

untuk mendapatkan kelainan lain pada gambar 2.2.

d. Proktoskopi : ditentukan lokal dan gradasi hemoroid interna yang selanjutnya digunakan

untuk menentukan cara pengobatannya.

Gambar 2.2.Pemeriksaan colok dubur

8

Page 9: Hemoroid 2

e. Kolonoskopi

Tindakan untuk memeriksa saluran usus besar dengan menggunakan peralatan canggih

berupa lensa serat optik yang sangat lentur yang dimasukksan melalui anus sampai

menjangkau usus besar pada gambar 2.3.1

Gambar 2.3 Kolonoskopi

Diagnosis

Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan klinis dari hemoroid

berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat 1 sampai dengan derajat 4) dan pemeriksaan

anoskopi/kolonoskopi. Karena hemoroid dapat disebabkan adanya tumor di dalam abdomen atau

usus proksimal, agar lebih teliti sebaiknya selain memastikan diagnosis hemoroid, dipastikan

juga apakah di usus halus atau kolon ada kelainan misalnya tumor atau kolitis. Untuk

memastikan kelainan di usus halus diperlukan pemeriksaan rontgen usus halus atau enteroskopi.

Sedangkan untuk memastikan kelainan di kolon diperlukan pemeriksaan rontgen barium enema

atau kolonoskopi total.1

Etiologi

Hemoroid disebabkan oleh tekanan yang terlalu banyak pada dubur, sehingga memaksa

darah untuk meregangkan pembuluh darah hingga mengalami pembengkakan. Biasanya

seseorang dimana orangtuanya mengalami hemoroid, kemungkinan juga ia dapat mengalaminya

juga.1

Mitos di masyarakat yang mengatakan, hemoroid mudah terjadi pada ibu hamil ternyata

benar. Tak pelak, kehamilan menjadi faktor pencetus hemoroid. Mengapa demikian? Pertama,

9

Page 10: Hemoroid 2

hormon kehamilan mengurangi fungsi penyokong dari otot dan ligamentum di sekitar bantalan.

Kedua, terjadi peningkatan vaskuler di daerah pelvis. Ketiga, seringnya terjadi konstipasi pada

masa kehamilan. Dan terakhir adalah kerusakan kanal anus saat melahirkan pervaginam.

Penyebab Hemoroid paling umum:1

Berusaha untuk buang air besar karena sembelit atau feses yang kerasa

Sering mengalami diare

Duduk yang terlalu lama

Duduk di toilet untuk waktu yang lama

Waktu persalinan/melahirkan

Tekanan dari janin pada wanita hamil

Sering angkat beban yang berat

Kecenderungan ada riwayat keluarga yang juga mengalami hemoroid

Obesitas

Patofisiologi

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang

disebabkan oleh faktor-faktor risiko/ pencetus.

Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang

air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk dijamban sambil

membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor

abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin dari pada abdomen dan perubahan hormonal),

usia tua, konstipaso kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal,

kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang

olahraga/imobilisasi.1

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena

hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum

terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh

feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena

kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.

Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi

pada daerah tersebut dan nekrosis.2

10

Page 11: Hemoroid 2

Hemorrhoid interna yaitu sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya

hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu

Sistem vena portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.

Hemorroid eksterna yaitu robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit

yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung

ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri2

Manifestasi klinis

Sebelum parah sebaiknya kita mengenal seperti apa penyakit wasir ada awal mulanya

sehingga kita bisa obati sedini mungkin. Biasanya penderita akan mengalami pendarahan dubur

dengan warna darah merah muda yang menetes atau mengalir lewat lubang dubur / anus.

Penderita juga akan merasa ada ganjalan pada anus ketika bab sehingga penderita akan ngeden /

mengejan yang bisa memperparah wasirnya. Selain itu biasanya anus akan terasa gatal akibat

virus dan bakteri yang membuat infeksi.1

Wasir bisa mengeluarkan darah, terutama setelah buang air besar, sehingga tinja

mengandung darah atau terdapat bercak darah di handuk/tisu kamar mandi.

Darahnya bisa membuat air di kakus menjadi merah. Tetapi jumlah darah biasanya sedikit dan

wasir jarang menyebabkan kehilangan darah yang berat atau anemia. Wasir yang menonjol

keluar mungkin harus dimasukkan kembali dengan tangan perlahan-lahan atau bisa juga masuk

dengan sendirinya. Wasir dapat membengkak dan menjadi nyeri bila permukaannya terkena

gesekan atau jika di dalamnya terbentuk bekuan darah. Kadang wasir bisa mengeluarkan lendir

dan menimbulkan perasaan bahwa masih ada isi rektum yang belum dikeluarkan.

Gatal pada daerah anus (pruritus ani) bukan gejala dari wasir. Rasa gatal bisa terjadi karena sulit

untuk menjaga kebersihan di daerah yang terasa nyeri ini.1

Gejala utama berupa :

o Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri

o Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya.

Gejala lain yang mengikuti :

Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.

Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.

11

Page 12: Hemoroid 2

Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi

Klasifikasi dan derajat

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid interna dibagi

berdasarkan gambaran klinis diatas :1

1. Derajat 1 : bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus.

Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.

2. Derajat 2 : pembesaran hemoroid yang prolaps dan manghilang atau masuk ke dalam

anus secara spontan.

3. Derajat 3 : pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan

bantuan dorongan jari.

4. Derajat 4 : prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami

trombosis dan infark.

Secara anoskopi hemoroid yang permanen dapat dibagi atas hemoroid eksterna (diluar/ di

bawah linea dentata) dan hemoroid interna (didalam/di atas linea dentata). Untuk melihat

risiko perdarahan hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa

bekuan darah yang masi menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid. Secara anoskopik

hemoroid interna juga dapat dibagi atas 4 derajat hemorroid.

Gambar 2.4 Gambaran Internal hemorrhoid dan external hemorroids

12

Page 13: Hemoroid 2

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.

Penatalaksanaan medis terdiri dari nonfarmakologis, farmakologis dan tindakan menimal

invasive.1

a. Penatalaksanaan medis nonfarmakologis : penatalaksanaan medis nonfarmakologis

bertujuan untuk mencega perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi.

b. Penatalaksanaan medis farmakologis : penatalaksanaan ini bertujuan untuk memperbaiki

defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan atau gejala.

c. Tindakan medis minimal invasiva : tindakan untuk menghentikan atau memperlambat

perburukan penyakit dengan tindakan tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif

antara lain skleroterapi hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser.

d. Tindakan bedah : tindakan ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama yang bertujuan untuk

menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dan kedua untuk mengangkat

jaringan yang sudah lanjut.

o Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan farmakologis, non

farmakologis dan minimal invasive. Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan untuk

hemoroid interna derajat I sampai dengan III atau semua derajat hemoroid yang ada

kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah

ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid yang

tidak respon terhadap pengobatan medis.1

o Penatalaksanaan medis non farmakologis.

Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaiki pola makan dan minum, perbaiki

pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu ada dalam

setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management program

(BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses dan perubahan perilaku

buang air. Untuk memperbaiki defekasi disarankan menggunakan posisi jongkok sewaktu

defekasi. Pada posisi jongkok ternyata posisi anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah

sehingga hanya diperlukan usaha ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar

rectum. Mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid, dan akan

memperparah timbulnya hemoroid, dengan posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan

13

Page 14: Hemoroid 2

lebih banyak. Bersamaan dengan prgram BMP di atas, biasanya juga dilakukan tindakan

kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari.

Dengan perendaman ini maka eksudat yang lengket atau sisa tinja yang lengket dapat

dibersihkan. Eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal

bila dibiarkan.1

Pasien diusahakan banyak gerak, banyak jalan dan tidak banyak duduk atau tidur. Dengan

banyak gerak maka pola defekasi menjadi membaik. Pasien diharuskan banyak minum 30-

40 ml/kgBB/hari untuk melembekkan tinja. Pasien harus banyak makan serat antara lain

buah-buahan, sayur-sayuran, cereal. Dan suplementasi serat komersial bila kurang serat

dalam makanannya.1

o Penatalaksanaan medis farmakologis

Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama : perbaiki defekasi,

kedua : meredakan keluhan, ketiga : menghentikan pendarahan, dan keempat menekan atau

mencegah timbulnya keluhan atau gejala.1

Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu suplemen

serat (fiber suplement) dan pelincir atau pelicin tinja (stool softener).suplemen serat

komersial yang banyak dipakai antara lainp psyllium atau isphagula husk yang berasal

dari kulit biji plantago ovata yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Dalam

saluran cerna bubuk ini agak menyerap air dan bersifat sebagai bulk laxative, yang

bekerja membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltis. Efek samping antara

lain kentut, kembung dan konstipasi, alergi, sakit perut dan lain-lain. Untuk mencegah

konstipasi atau obstruksi saluran cerna dianjurkan minum air banyak.1

Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain natrium dioktil sulfosuksinat.

Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant,merangsang sekresi

mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300

mg/hari.1

Obat simtomatik : pengobatan simtomatik bertujuan menghilangkan atau mengurangi

rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit daerah anus. Obat pengurang keluhan biasanya

seringkali dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptik lemah. Untuk

menghilangkan nyeri, tersedia sediaan yang mengandung anestesi lokal.bukti yang

meyakinkan anestesi lokal tersebut belum ada. Pemberian anestesi lokal tersebut

14

Page 15: Hemoroid 2

dilakukan sesingkat mungkin unutk menghindarkan sensitisasi atau iritasi kulit

anus.sediaan penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk oinment atau

suppositoria. Bila perlu dapat digunakan sediaan yangmengandunf kortikosteroid untuk

mengurangi radang daerah hemoroid atau anus.sediaan berbentuk suppositoria

digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan oinment/krem digunakan unutk

hemoroid eksterna.1

Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada dinding

anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.pemberian serat komersial

misalnya psyllium pada penelitian perez-miranda dkk (1996) setelah dua minggu

pemberian ternyata dapat mengurangi perdarahan hemoroid yang terjadi dibandingkan

plasebo.szent-gyorgy memberikan citrus bioflavanoids yang berasal dari jeruk lemon

antara lain diosmin, heperidin,rutin, naringin, tangeretin, diosmetin, neohesperidin,

quercetin. Yang digunakan unutk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmon (90%)

dan hesperidin (10%), dalam bentuk micronized. Bukti-bukti yang mendukung

penggunaan bioflavonoid untuk menghentikan pendarahan hemoroid antara lain

penelitian Ho dkk (1995)meneliti efek daflon 500 mg 3xperhari dalam mencegah

perdarahansekunder setelah hemoroidektomipada 228 pasien hemoroid denga prolaps

menetap. Pada kelompok daflon perdarahan sekunder lebih sedikit dibandingkan

kelompok plasebo.1

Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid: caspite (1994) melakukan uji klinik

pada 100 pasien hemoroid akut yang membandingkan diosminthesperidin dan plasebo,

dengan rancangan tersamar ganda dan teracak. Diosminthesperidin dan plasebo

diberikan tiga kali 2 tablet selama 4 hari, lalu 2 kali 2 tablet selama 3 hari. Perbaikan

menyeluruh dan gejala terjadi pada kedua kelompok pengobatan. Tetapi perbaikan lebih

banyak pada kelompok pengobatan diosminthesperidin (p<0,001). Diosminthesperidin

memberikan perbaikan yang nyata pada gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.1

Disimpulkan pada penelitian ini bahwa pengobatan dengan ardium 500 menghasilkan

penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan dengan

plasebo.

o Penatalaksanaan minimal invasive

15

Page 16: Hemoroid 2

Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis dan

farmakologis tidak berhasil. Penetalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi hemoroid,

ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser.

Marcellus simadibrata dkk pada tahun 1993-1995 di RSCM dalam penelitian skleroterapi

pada 18 pasien hemoroid menggunakan obat aethoxysclerol 1½ %, anoskop logam dan

jarus spinal no 26 dan spuit 1 cc. Tipa hemoroid interna disuntik masinf-masing 0,5-1 ml

aethoxysclerol. Dar penelitian ini didapat bahwa dengan skleroterapi aethoxysklerol

didapatkan pengecilan derajat hemorid pada minggu 4 sampai dengan 5 setelah skleroterapi

3-5 kali, komplikasi yang didapatkan yaitu sakit pada anus waktu buang air besar dan ulkus.1

Pencegahan

Yang paling baik dalam pencegahan hemoroid yaitu mempertahankan tinja tetap lunak sehingga

mudah keluar dimana hal ini menurunkan tekanan dan pengedanan dan pengosongan usus

sesegera mungkin setelah perasaan mau ke belakang timbul. Latihan olahraga seperti berjalan,

dan peningkatan konsumsi serat diet juga membantu mengurangi konstipasi dan mengedan.

Anda dapat mencegah terjadinya wasir dengan mencegah sembelit dan berusaha untuk buang air

besar. Beberapa diet dan perubahan gaya hidup berikut dapat membantu Anda untuk melunakkan

tinja sehingga Anda tidak terlalu mengejan yang bisa menyebabkan hemoroid:1

Sertakan lebih banyak serat dalam diet Anda – buah segar, sayuran, dan roti gandum dan

sereal merupakan sumber serat yang baik.

Minumlah cukup jumlah cairan – 6 sampai 8 gelas air setiap hari.

Berolahraga secara teratur

Jangan regangan atau duduk di toilet dalam waktu yang lama. Tegang selama lebih dari 5

menit bisa berbahaya. Cobalah untuk tidak tinggal di toilet lebih lama daripada yang

diperlukan.

Gunakan lap yang lembut, seperti lap bayi, untuk meringankan rasa sakit.

Jika aktivitas pekerjaan utama Anda adalah duduk, selalu berdiri atau berjalan selama

waktu istirahat Anda.

Buatlah titik untuk berdiri dan berjalan setidaknya 5 menit setiap jam dan sering mencoba

bergeser di kursi Anda untuk menghindari tekanan dubur secara langsung.

16

Page 17: Hemoroid 2

Hindari mengangkat beban yang berat, karena hal ini dapat memberikan tekanan pada

pembukaan dubur.

Komplikasi

1. Perdarahan

2. Trombosis

3. Prolaps

Prognosis

Prognosis baik jika didiagnosis dengan baik dan penatalaksanaan juga baik.

Neoplasma

Neoplasma kolon dan rektum dapat bersifat jinak atau ganas. Neoplasma jinak sejati

(lipoma, tumor karsinoid, dan leioma) jarang terjadi pada kolon. Namun polip kolon sangat

sering ditemukan dan merupakan peralihan antara neoplasma jinak dan ganas.2

1. Polip kolon

Etiologi

Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di kolon dan

rektum.2 Biasanya polip didefinisikan secara patologi sebagai pertumbuhan jaringan epitel

berlebihan yang bisa hiperplastik atau neoplastik serta jinak atau ganas.3

Terdapat polip bertangkai (peduculated) dan tidak bertangkai (sessile).4

Polip adenomatosa/

Adenoma pedunkulata

Polip asli yang bertangkai dan

jarang ditemukan pada usia

dibawah 21 tahun. Insidennya

meningkat sesuai dengan

meningkatnya usia.

Adenoma vilosa

(papiloma vilosa,

adenoma sesil)

Merupakan suatu tumor sesil

(tidak bertangkai.1 Terjadi pada

mukosa berupa perubahan

hiperplasia yang berpotensi ganas,

17

Page 18: Hemoroid 2

terutama pada usia tua. Adenoma

vilosa mungkin didapatkan agak

luas di permukaan selaput lendir

rektosigmoid sebagai rambut

halus.

Polipopsi kolon/ polipopsi

familiar

Merupakan penyakit herediter

yang jarang ditemukan.

Epidemiologi

Data morbiditas tumor yang pasti sangat sukar didapat, terutama tumor jinak, karena banyak

dari mereka tidak datang ke dokter dan kalu ke dokter banyak pula tidak dilapurokan oleh

dokter yang memeriksanya.5

Manifestasi Klinis

Biasanya kebanyakan polip asimtomatik. Bila gejala timbul, perdarahan sering terjadi, dan

bila sangat besar, maka polip dapat menyebabkan nyeri abdomen akibat obstruksi usus

sebagian.

o Adenoma vilosa (papiloma vilosa, adenoma sesil)

Dengan mata telanjang permukaannya jelas benbentuk papilar dan tampak sebagai suatu

massa nodular.2

Adenoma vilosa kadang-kadang menginduksi diare seperti air, yang menyebabkan

depresi kalium yang parah atau sekresi mukus berlebihan dan kehilangan protein dalam

jumlah cukup untuk menimbulkan hipoalbuminemia. 3

Polip ini kadang memproduksi banyak sekali lendir sehingga menimbulkan diare

berlendir yang mungkin disertai hipokalemia. 4

o Polip adematosa

Gambaran klinisnya umumnya tidak ada, kecuali perdarahan rektum dan prolaps polip

dari anus disertai anemia. Letaknya 70% di sigmoid ddan rektum. Polip ini bersifat

pramaligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan.

o Poliposi kolon/ polipopsi familiar

18

Page 19: Hemoroid 2

Gejala pertamanya timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensi sama pria dan wanita. Polip

yang tersebar di seluruh kolon dan rektum ini umumnya tidak bergejala. Kadang timbul

rasa mulas atau diare disertai perdarahan per ani. Biasanya sekum tidak terkena. Resiko

keganasan 60% dan sering multipel.

Patofisiologi

Polip merupakan neoplasma yang berasal dari permukaan mukosa dan meluas ke arah luar.1

Neoplasma sendiri ialah penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma teridri dari sel-sel baru yang

mempunyai bentuk, sifat dan kinetika yang berbeda dari sel normal asalnya. Pertumbuhan

liar, autonom, yang terlepas dari kendali pertumbuhan sel nomal.

Tumor jinak umumnya bermanifestasi hanya sebagai plaque atau tumor saja, sedangkan

tumor ganas dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk :

- Bentuk Plaque, adalah lesi kulit atau moka yang tinggi permukaannya sama atau hampir

sama dengan tinggi permukaan kulit mukosa normal di sekitarnya. Bentuk plaque dapat

ditemukan pada melanoma maligna, basalioma, dan karsinoma yang masih kecil.

- Bentuk nodus-tumor, terdiri dari segerombolan sel-sel kanker dan strima yang terdiri dari

jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe, serat saraf, dsb. Tumor ini dibungkus

oleh kapsul atau pseudokapsul yang memisahkan dari jaringan normal sekitarnya. Sering

pula tumor ganas tidak mempunyai kapsul sehingga batas antara tumor dengan jaringan

normal di sekitarnya tidak jelas.

Penalataksanaan

Pengobatan polip kolon dipengaruhi oleh pertentangan mengenai kemungkinan

keganasannya.2

Polip berpedunkulasi ukuran apapun dan polip sesil kurang dari 2 cm, biasanya dapat

dibuang menggunakan jerat kauter dengan kolonoskopi.

19

Page 20: Hemoroid 2

Wlalupun polip sesil lebih besar dieksisi secara megmental melalui kolonoskop, namun

pendekatan ini meungkin tidak ideal karena banyak yang telah bersifat kanker dan resiko

komplikasi selama pembuangan meningkmat secara bermakna. Karena juga resiko yang

terlibat dalam laparatomi dan eksisi, maka tiap pasien harus dipertimbangkan secara

tersendiri.3

Setelah polipektomi endoskopi, pasien harus idperiksa secara periodik. Biasanya

kolonoskopi ulang dilakukan 1 tahun kemudian dan kemudian sekitar tiap 3 tahun setelah itu

untuk mencari lesi baru atau tambahan. Jika pasien menderita adenoma majemuk, maka

kolonoskopi dilakukan setiap tahun untuk beberapa tahun.3

Poliposi kolon/ polipopsi familiar, sedapat mungkin segera dilakukan kolektomi disertai

anastomosis ileorektal dengan kantong ileum atau reservoar. Pada penderita ini harus

dilakukan pemeriksaan endoskopi seumur hidup karena masih terdapat sisa mukosa rektum.4

Peran endoskopi sangat besar dalam penanganan poliposis.

Pencegahan :

Poliposi kolon/ polipopsi familiar

Sebagai pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya menjalani pemeriksaan genetik

untuk mencari perubahan kromosom dan menjalani pemeriksaan endoskopi atau foto enema

barium berkata untuk mengurangi resiko karsinoma kolon.

Komplikasi

Karena polip adenomatosa dapat berkembang menjadi kelainan pramaligna dan kemudian

menjadi karsinoma, setiap adenoma yang ditemukan, harus dikeluarkan. Berdasarkan

kemungkinan ini dianjurkan untuk melalukan pemeriksaan berkala seumur hidup pada

20

Page 21: Hemoroid 2

penderita polip adenomatosa multipel atau mereka yang pernah menderita polip

adenomatosa.

Prognosis

Prognosis polip adenoma (tumor jinak) akan jauh lebih naik bila dibandingkan dengan

adeokarsinoma. Untuk itu harus ditangani lebih dini.

Kanker Kolorektal (KKR)

Kanker kolorektal dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu polip kolon dan kanker kolon.

Polip adalah tonjolan diatas permukaan mukosa.Polip kolon dapat dibagi dalam 3 (tiga) tipe

yaitu neoplasma, epithelium, nonneoplasma dan submukosa. Makna klinis yang penting dari

polip ada dua yakni pertama kemungkinan mengalamai transformasi menjadi kanker

kolorektal dan kedua dengan tindakkan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat

dicegah.6

Pemeriksaan

Jika ditemukan beberapa tanda seperti: anemia mikrositik, hematokezia, nyeri perut,

beratbadan turun atau perubahan defekasi, oleh sebab itu perlu segera dilakukan

pemeriksaan endoskopi atau radiologi, kolonoskopi.

Gambaran kolonoskopi

21

Page 22: Hemoroid 2

Etiologi

Penyebab dari kanker usus besar masih belum diketahui, namun telah dikenali beberapa

faktor predisposisi. Hubungan antara colitis ulseratif (yaitu tipe polip kolon tertentu) dengan

kanker usus besar telah banyak dibicarakan.2

Faktor predisposisi penting lain mungkin berkaitan dengan kebiasaan makan.

Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan lemak hewani dalam diet

merupakan faktor resiko karsinoma kolorektal.Pada penduduk wilayah barat yang

mengkonsumsi lebih banyak makanan mengandung karbohidrat murni dan rendah serat,

dibandingkan pada penduduk primitive yang mengkonsumsi makanan tinggi serat.Burkitt

(1971) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan tinggi karbohidrat murni mengakibatkan

perubahan flora feses dan perubahan degradasi garam empedu atau hasil pemecahan protein

dan lemak, sebagian zat ini bersifat karsinogenik.Diet rendah serat juga menyebabkan

pemekatan zat berpotensi karsinogenik ini menjadi feses yang bervolume lebih kecil.Selain

itu, masa transit feses meningkat.Akibatnya kontak zat berpotensi karsinogenik dengan

mukosa usus bertambah lama. Penelitian awal menunjukkan bahwa diet makanan tinggi

bahan fitokimia mengandung zat gizi seperti serat, vitamin C, E, dan karoten dapat

meningkatkan fungsi kolon dan bersifat protektif dari mutagen yang menyebabkan

timbulnya kanker.2

Patofisiologi

Meskipun adenoma kolon merupakan lesi pregmaligna, namun perjalanan menjadi

adenokarsinoma belum diketahui. Literature lama dari laporan pengamatan jangka panjang

menunjukan bahwa perkembangan menjadi adenokarsinoma dari polip 1 cm 3% setelah 5

tahun, 8% setelah 10 tahun, dan 24% setelah 20 tahun diagnosis ditegakkan.

Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel

usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak

jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari

tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).2

22

Page 23: Hemoroid 2

Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :

1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung

kemih.

2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon

3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system

portal.

4. Penyebaran secara transperitoneal

5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.

Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus

dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat

menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis

relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan

jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.2Dengan menggunakan metode

Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :

1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja

2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal tanpa

keterlibatan nodus limfe.

3. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional

4. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &

tidak dapat dioperasi lagi.

Gambaran stadium karsinogen kolon

Stadium 0 (carcinoma in situ)

Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.

23

Page 24: Hemoroid 2

Stadium I

Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/

muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari

dinding  kolon/rektum   (Duke A).

Stadium II

Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus

kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening

(Duke B).

Stadium  III

Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh

lainnya (Duke C).

Stadium IV

Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

Epidemiologi

Secara epidemiologi, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4 dalam hal kejadian,

dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan

perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk.6

Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan

sebagian Eropa.Kejadiannya beragam di antara berbagai populasi etnik, rasa tau populasi

multietnik/multi rasial. Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat

tajam setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan terhadap

berbagai karsinogen dan gaya hidup.6

Kanker kolorektal adalah penyebab kematian ke-2 terbanyak dari seluruh pasien kanker di

Amerika Serikat.Lebih dari 150.000 kasus baru, terdiagnosis setiap tahunnya di AS dengan

angka per tahun mendekati angka 60.000.

Di AS umumnya rata-rata pasien kanker kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari

50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun.

Di Indonesia, insiden cukup tinggi demikian juga angka kematiannya. Insidens pada pria

sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda.Sekitar 75% di temukan di

24

Page 25: Hemoroid 2

rektosigmoid. Di Negara barat perbandingan insidens pria : perempuan= 3:1, kurang dari

50% ditemukan di rektosigmoid, dan merupakan penyakit orang usia lanjut.5

Lokasi kanker

Dua pertiga dari kanker kolorektal muncul pada kolon kiri dan sepertiga muncul pada kolon

kanan (gambar 2.9). Sebagian besar terdapat di rektum (51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid

(18,8%), kolon descendens (8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%),

dan multifokal (0,28%).

Manifestasi Klinis

Keluhan yang paling sering dirasakan : perubahan pola buang air besar, pendarahan per

anus (hematokezia dan konstipasi), nyeri, anemia, anoreksia, dan penurunan berat

badan. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker dan sering

dibagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar.

Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kolon

yang kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan

obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan

jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.5

Kanker kolorektal umumnya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul

sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi.5

Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan

umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk.5

25

Page 26: Hemoroid 2

Pengobatan

1. Medika mentosa

Kemoprevensi

Obat Antiinflamasi Nonstreoid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan

dengan penurunan mortalitas kanker kolorektal.Beberapa OAIN seperti sulidac dan

celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma

pada pasien dengan FAD (Familial Adenomatus polyposis). Data epidemiologi

menunjukkan adanya penurunan resiko kanker dikalangan pemakai OAIN namun

bukti yang mendukung manfaat pemberian aspirin dan OAIN lainnya untuk

mencegah kanker kolorektal sporadic masih lemah. 6

2. Non medika mentosa

Pembedahan

Pengobatan karsinoma kolon dan rektum adalah dilakukan pengangkatan tumor dan

pembuluh limfe secara pembedahan. Tindakan yang paling sering dilakukan adalah

hemikolektemi kanan, kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi

anterior, dan reseksi abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan

pada pasien yang tidak mengalami metastasis.Pemeriksaan tindak lanjut dari

antigen karsinoma embrionik adalah penanda yang sensitive untuk rekurensi tumor

yang tidak terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.5

Terapi

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurens.

Kemoterapi ajuvan dimaksud untuk menurunkan tingkat rekurens kanker kolorektal

setelah operasi.

Komplikasi

Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.

Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon

yangmenyebabkan hemoragi.Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan

abses.Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.

26

Page 27: Hemoroid 2

Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran

tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus

tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus

dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis

jauh satu persen. Bila disertai diferensial sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.3

Kolitis Iskemi

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:1,4

Colonoscopy. Kolonoskopi dianggap uji definitif untuk mendiagnosa kolitis iskemik.

Dalam prosedur ini, tabung berlampu fleksibel dimasukkan ke dalam rektum dan

didorong ke dalam kolon. Sebuah kamera kecil di ujung lingkup mengirimkan gambar

usus ke layar video. Kita dapat melihat lapisan interior kolon dan mendeteksi adanya

jaringan inflamasi dan abses.

Biopsi. Kadang-kadang, sebagai bagian dari kolonoskopi, kita dapat mengambil sebuah

sampel jaringan kecil (biopsi) dari kolon untuk analisis laboratorium. Pada kolitis

iskemik, pembengkakan dan perdarahan dapat hadir di bawah lapisan usus (lapisan

mukosa), dan dapat dideteksi di laboratorium. Kolonoskopi dapat mengesampingkan

penyebab lain dari peradangan di usus, termasuk infeksi tertentu, penyakit inflamasi

usus, radang dinding usus (diverticulitis) dan kanker usus besar. Jika peradangan berat,

kita mungkin tidak dapat melihat seluruh usus besar dengan baik atau mendapatkan

biopsi memadai. Jika hal ini terjadi, mungkin harus colonoscopy perlu diulangi sekali

lagi setelah peradangan telah mereda. Hal ini memungkinkan kita untuk memastikan

bahwa tidak ada peradangan persisten, jaringan parut atau kanker kolon.

X-ray abdomen dan pelvis. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi barium enema.

Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair) dimasukkan ke dalam kolon melalui anus.

Setelah kolon dilapisi dengan barium, radiolog mengambil gambar X-ray dari kolon.

Gambar-gambar ini, yang dapat dilihat pada monitor video, dapat mendeteksi kelainan-

kelainan dalam usus besar dan membantu membedakan kolitis iskemik dari kondisi

27

Page 28: Hemoroid 2

peradangan lainnya. Gambar yang menunjukkan kolitis iskemik bisa menunjukkan

penebalan (thumbprinting) dari dinding kolon.

Tes darah. Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki jumlah sel darah tinggi

putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh memerangi infeksi.

Etilologi

Kolitis iskemik merupakan gangguan dalam mengembangkan aliran darah ke suatu bagian ke

usus besar (kolon). Hal ini dapat menyebabkan peradangan usus besar akibat gangguan

pasokan darah. Penyakit iskemia kolon dapat terjadi sekunder akibat berbagai penyebab,

termasuk cedera arteri iatrogenic, aliran darah yang lambat, peningkatan tekanan intralumen

atau thrombosis spontan dan arteri atau vena utama yang mensuplai kolon.4 Kolitis iskemik

sering dikaitkan dengan keadaan infusiensi vaskuler mesenterika di mana aliran darah ke

organ gastrointestinal berkurang untuk mempertahankan nutrisinya. Keadaan ini biasanya

akibat sumbatan stidaknya 2 dari 3 pembuluh darah splanknik, yaitu arteri celiac, mesenterica

superior, dan mesenterica inferior yang dapat dikarenakan gangguan sirkulasi dari aorta

akibat operasi atau pada penderita sakit jantung.

Penyebab yang paling umum adalah gangguan iatrogenic dari AMI (Arteri mesenterika

Inferior) pada waktu operasi aorta. Penyakit ini dapat terjadi spontan dari berbagai penyebab

lain seperti penyakit aterosklerosis dan aliran darah rendah. Secara patologis, kolon

menunjukkan penebalan, ulkus mukosa dan stenosis.4

Dengan kata lain, kolitis iskemik merupakan akibat dari penyumbatan sementara aliran darah

melalui arteri yang memasok usus besar. Penyakit ini lebih berkaitan dengan berkurangnya

aliran darah dan lebih umum di antara orang yang sakit jantung dan orang yang telah

menjalani operasi aorta.

Umumnya, penyakit ini menyerang orang yang berusia lebih dari lima puluh tahun.

Kebanyakan dari penderita memiliki riwayat penyakit peripheral vasculer. Faktor risiko lain

meliputi:

- Diabetes

- Riwayat stroke

- Tekanan darah rendah

28

Page 29: Hemoroid 2

Kolitis iskemik dapat mempengaruhi setiap bagain dari usus besar tetapi kebanyakan orang

akan merasa sakit di sisi kiri perut. Mendesak buang air besar dan diare berdarah juga umum

untuk kolitis iskemik.

Epidemiologi

Kolitis iskemik biasanya diderita pada usia pertengahan atau usia lanjut (50 tahun). Sering

dijumpai adanya riwayat penyakit jantung iskemia atau infusiensi arteri perifer. Pasien dengan

kelainan jaringan ikat, diabetes mellitus atau penyakit kolon sebelumnya memiliki risiko

terhadap penyakit ini. Kasus spontan dari colitis iskemia cenderung terjadi pada penyakit yang

parah dan pada pasien yang imunitasnya menurun, sering menderita penyakit sistemik yang

menyebabkan aliran darah menjadi lambat. Sering kali terdapat riwayat nyeri perut bagian bawah

sebelumnya yang sembuh secara spontan.

Patofisiologi

Secara garis besar, penyakit kolitis iskemik dikarenakan gangguan atau terhambatnya suplai

darah ke dalam usus besar yang dikarenakan terganggunya atau terhentinya aliran masuk arteri.

Keadaan ini biasanya menunjukan iskemia jaringan pembuluh darah mesenterika akibat

tersumbatnya pembuluh darah splanknik utama, seperti arteri Celiaka, arteri mesenterika superior

dan inferior. Aliran darah tersebut tidak cukup untuk mempertahankan kebutuhan metabolic

yang ada sehingga mengganggu system kerja usus tersebut.

Tingkatan dari cedera yang terjadi dari lapisan yang paling superficial dari dinding usus sampai

lapisan yang terdalam. Iskemia yang lama akan mengakibatkan edema subepitel serta dapat

berakhir dengan nekrosis mukosa secara keseluruhan, diikuti oleh kerusakan lapisan submukosa,

dan akhirnya muscularis propria.4

Dengan adanya hambatan pada aliran darah menuju kolon, maka akan terjadi kekurangan

oksigen pada lapisan tersebut sehingga timbul lesi atau luka pada bagian tersebut. Dengan

adanya luka dan lesi, maka jaringan akan mengalami nekrosis yang rentan terhadap pendarahan.

Terjadinya pendarahan setelah BAB dikarenakan gesekan feses yang ada terhadap jaringan yang

nekrosis tersebut sehingga rentan terhadap luka sehingga mengakibatkan pendarahan.

29

Page 30: Hemoroid 2

Manifestasi klinis

Ada tiga dasar pola gejala klinik, yang paling umum yaitu pasien mengalami kram dan atau nyeri

perut bagian bawah pada daerah fosa iliaka sinistra. Pola kedua yang juga sering terjadi adalah

mual, muntah, diare, dan keluarnya darah atau mucus melalui rectum. Dapat terjadi suatu

abdomen akut dengan tanda-tanda peritonitis sebagai tanda yang muncul pertama. Pada sebagian

kecil pasien menunjukkan penyakit yang subklinis dengan adanya suatu striktura pada usus.

Pasien mengalami demam ringan dan takikardia. Sebagian besar pasien tidak tampak sakit berat.

Adanya nyeri tekan yang sering pada daerah fosa iliaka sinistra dan sering terlihat darah pada

pemeriksaan rectum.

Penatalaksanaan

Sebagian besar, kasus colitis iskemia memerlukan pengobatan suportif saja. Memperbaiki

kondisi kardiovaskuler, hindari vasokonstriktor spalnknik, dekompresi nasogastrik dan

antibiotika sistemik yang mencangkup flora normal di usus merupakan pengobatan dasar.

Pengamatan yang seksama dan pemeriksaan abdomen ulang adalah penting.

Pemeriksaan kolonoskopi ulang dapat dilihat untuk melihat efek pengobatan. Indikasi untuk

operasi bila ada peritonitis, sepsis, perdarahan dari ulkus yang dalam dan obstruksi. Tindakan

operasi yang optimal adalah dengan melakukan reaksi segmen yang jelas mengalami iskemi

dan mengangkat ujung usus yang tersisa. Upaya revaskularisasi ataupun anastomosis primer

tidak menunjukkan hasil yang baik terhadap penyakit colitis iskemia.

Pencegahan

Karena penyebab kolitis iskemik tidak selalu jelas, tidak ada cara yang pasti untuk mencegah

gangguan tersebut. Tetapi mayoritas dari mereka yang memilikinya pulih dengan cepat dan

tidak pernah memiliki episode lain. Menghindari obat yang mungkin telah menyebabkan

kolitis iskemik di masa lalu. Dan jika memiliki faktor risiko colitis iskemik termasuk

penyakit jantung dan tekanan darah tinggi hendaknya : 1

• Berhenti merokok

• Minum obat penurun kolesterol

• Kontrol penyakit kronis, seperti diabetes

• Olah raga teratur

30

Page 31: Hemoroid 2

Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu :

- Gangren; merupakan kematian jaringan di usus akibat kekurangan oksigen. Dapat

mengakibatkan kematian apabila tidak mendapatkan pengobatan.

- Perforasi dan pendarahan; yaitu timbulnya lubang di usus yang dapat menimbulkan luka

serta berakibat pendarahan.

- Nyeri dan obstruksi; terdapat jaringan parut dan penyempitan usus yang mengakibatkan

rasa nyeri.

Prognosis

Beberapa kasus ini dapat sembuh dengan spontan, tetapi pada sejumlah kecil pasien terus

mengalami pembentukan striktura setelah terjadinya iskemia. Pada kasus ini diperlukan suatu

pengamatan yang seksama dari perjalanan penyakit sambil dipersiapkan suatu tindakan

operasi selektif.

Divertikulosis

Divertikulosis merupakan suatu keadaan pada kolon yang dicirikan dengan adanya herniasi

mukosa melalui tunika muskularis yang membentuk kantong bebentuk seperti botol. Bila satu

kantong atau lebih mengalami peradangan, keadaan ini disebut sebagai divertikulitis.2

Divertikulitis adalah radang akut dalam diventrikel tanpa atau dengan perforasi. Biasanya radang

disebabkan oleh retensi feses di dalamnya.4

Pemeriksaan penunjang

Sebagian besar penderita divertikosis tidak memperlihatkan gejala dan tetap tidak

diketahui kecuali bila dilakukan pemeriksaan enema barium untuk menyelidiki keadaan

lain. Bila ditemukan divertikula, dokter perlu menyingkirkan kemungkinan karsinoma.

Diferensiasi ini dilakukan dengan pemeriksaan radiografi, pemeriksaan kolonoskopi, dan

biopsi. 2

Pemeriksaan enema barium berbahaya bila dilakukan ada serangan akut divertikulitis

karena bahaya perforasi.4

31

Page 32: Hemoroid 2

- Gambaran enema barium pada divertikulosis:

Enema barium adalah pemeriksaan diagnostik yang penting, tetapi biasanya ditunda

selama stadium akut. Setelah serangan akut mereda, maka dilakukan persiapan usus

dengan enema, pembersihan yang lebih lembut daripada laksatif.

32

Page 33: Hemoroid 2

Barium diluar divertikulum menunjukan bahwa ada perforasi dan pembentukan anses

kecil di sekeliling perforasi yang menghasilkan masa eksentrik, mengindektifikasi lumen

kolon, dan merupakan manifestasi radiologi yang lazim. 3

Pemeriksaan CT scan juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya inflamasi dan

massa pada pasien dengan komplikasi divertikula. 2

Endoskopi baru dapat dibuat setelah proses akut mereda.

Etiologi :

Walaupun etilogi divetikulosis tidak diketahui, namun telah dilakukan banyak penelitian

mengenai motilitas dan tekanan untuk menunjang kemungkinan bahwa penyakit

divertikula disebabkan oleh gangguan gerakan kolon. Pada bagian kolon yang mengalami

divertikula cenderung timbul kontraksi otot sirkular yang mneimbulkan tekanan

intralumen yang sangat tinggi. Tampaknya tekanan yang tinggi ini menyebabkan

timbulnya herniasi mukosa melalui lapisan otot yang menimbulkan divertikula. 2

Faktor yang lebih penting pada etiologi penyakit divertikula adalah faktor yang berkaitan

dengan jumlah serat dalam makanan. 2

Epidemiologi :

Insidensi divertikulosis secara keseluruhan tinggi; penyakit ini menyerang sekiatar 10%

penduduk menurut sebagian besar pemeriksaan mayat. Divertikulosis jarang terjadi pada

usia di bawah 35 tahun, tetapi meningkat seiring bertambahnya usia sehingga pada usia

85 tahun, da pertiga penduduk mengalami penyakit ini. Lokasi terjadinya divertikula

yang paling sering adalah kolon sigmoid, yaitu sekitar 90% kasus.2

Divertikulosis jarang terjadi pada orang dengan diet tinggi serat, tetapi sangat sering

terjadi pada orang Eropa dan Amerika Utara (semua ras) yang dietnya rendah serat.4

Patofisiologi :

Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan di kolon, khususnya di sigmoid.

Divertikel ini disebuat divertikel pulsi (pukulan) karena disebabkan oleh tekanan tinggi di

usus bagian distal ini. Berkisar beberapa milimeter sampai dua sentimeter; leher

33

Page 34: Hemoroid 2

divertikel atau pintunya biasanya sempit, tetapi mungkin lebar. Kadang terbentuk fekolit

(faecolith = batu tinja; faeces = tinja, lithos = batu).4

Tekanan atau tegangan pada dinding organ berongga erat terkait dengan tekanan dalam

organ dan diameter organ. Bila sebuah saluran seperti kolon sering dibiarkan menyempit

(akibat diet rendah serat), maka timbulnya tekanan akan menyebabkan beban yang lebih

besar pada dinding daripada bila kolon itu terisi feses.2

Pada divetikulitis (radang akut dalam divertikel) biasanya disebabkan oleh retensi feses

di dalamnya.

Tekanan tinggi dalam sigmoid yang berperan pada terjadinya divertikel juga

berperan pada terjadinya retensi isi usus di dalam divertikel.

Perforasi akibat divertikulitis menyebabkan perivertikulitis terbatas, abses,

atau peritonitis umum.

- Abses mungkin direabsorbi atau meluas menjadi besar. Kadang abses

menembus rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis umum dalam

lumen usus atau lumen kandung kemih. Mungkin juga abses menembus ke

dalam lumen , menyebabkan fistel intena ke usus atau kandung kemih.

- Obstruksi kronik dapat timbul karena fibrosis. 4

Manifestasi Klinis :

Pada banyak pasien, gejala bersifat ringan dan terdri atas flatulen, diare atau konstipasi

intermiten, serta rasa tidak enak pada kuadran kiri bawah abdomen.

Pada divetrikulus akut, terdapat demam, leukosis, nyeri, dan nyeri tekan pada kuadran kiri

bawah abdomen. Selama serangan akut, dapat terjadi perdarahan jaringan granulasi vaskular

34

Page 35: Hemoroid 2

namun biasanya ringan. Kadang-kadang perdarahan terjadi masif karena erosi menembus

pembuluh darah besar di dekat divertikula. Perdarahan biasanya diobati secara konservatif

tetapi kadang perlu dilakukan reseksi usus.

Kadang kala divertikula yang meradang akut mengalami ruptur. Bila perforasi yang terjadi

kecil, dapat mengakibatkan pembentukan abses dekat divertikulum yang mengalami

perforasi. Bila perforasi besar, feses dapat masuk kedalam peritoneum dan menyebabkan

bentuk peritonitis yang paling berbahaya dengan mortalitas tinggi. Gejala perforasi mirip

dengan gejala tungkak yang mengalami perforasi kecuali dalam hal nyeri, rigiditas, dan nyeri

tekan yang paling jelas pada kuadran kiri bawah.2

Jadi gejala klinis perionitis lokal pada divertikulitis sebagai berikut : 4

1. Menyerupai apendisitis akut tetapi tempatnya berbeda (serangan akut berupa nyeri

lokal kiri bawah atau suprapubik).

2. Sering terdapat konstipasi atau diare.

3. Selain itu ditemukan demam redang

4. Distensi perut sedang

5. Massa di daerah pelvis atau kiri bawah

Divertikulitis kronis menyebabkan usus mudah mengalami serangan peradangan berulang.

Akibatnya dapat berupa fibrosis dan perlekatan stuktur sekitarnya. Bila peradangan kronis

menyebabkan penyempitan lumen, dapat terjadi obstruksi parsial kronis yang menimbulkan

gejala konstipasi, feses seperti pita, diare intermiten, dan peregadangan abdomen. Gambaran

akhir obstuksi dapat dipercepat oleh serangan akut, menyebabkan abses perikolon yang

menyempitkan lumen yang sudah menyempit. Fistula dapat juga terbentuk sebagai penyulit

abses perikolon. Jenis yang paling sering terjadi adalah fistula vesikosigmoid. Aliran

biasanya dari kolon ke kandung kemih, dan keluhannya adalah prematuria atau keluar

gelembung udara (gas) dalam urine. Fistula juga menuju ke susu halus atau ke peritoneum.2

Penatalaksanaan :

Apabila divertikula ditemukan secara kebetulan dan penderita asimtomatik, pada umumnya

tidak diobati. Namun demikian, 90% penderita divertikulitis diobati secara medis.2

MEDIKA MENTOSA :

35

Page 36: Hemoroid 2

Pada serangan akut, dilakukan tindakan konservatif berupa puasa, pemasangan pipa isap

lambung, infus, pemberian antibiotik sistemik, dan analgetik.4

Kasus ringan tanpa tanda perforasi diobati dengan diet cair atau pemberian cairan intravena

(IV), pelunak feses, tirah baring, dan antibotik berspektrum luas, diberikan secara sistemik

(biasanya mencakup ampisilin, gentamisin)3 Antibiotik yang bermanfaat melawan bakteri

gram – negatif aerob dapat diberikan pada penderita yang diduga mengalami perforasi atau

abses. Insisi dan drainase abses mungkin diperlukan. Setelah fase akut, diindikasikan

pemberian diet residu tinggi.2

NON MEDIKA MENTOSA :

Diet tinggi serat.

Pembedahan hanya diperlukan pada penyakit yang berat, luas atau pada komplikasi.

Pembedahan yang diperlukan adalah reseksi (pengangkatan sebagian atau seluruh organ

atau struktur lain) kolon yang sakit disertai anamtomosis untuk memulihkan kontinuitas.

Bila tidak terdapat komplikasi, dapat dilakukan pembedahan stadium 1. Pada kasus lain,

dapat dilakukan kolostomi sementara (mengalihkan kolon ke ke permukaan abdomen).

Anastomosis dan penutupan dilakukan di kemudian hari.2

Pencegahan :

Diet-diet tinggi serat meningkatkan limbak feces dan mencegah sembelit, dan secara teori

mungkin membantu mencegah lebih jauh pembentukan diverticular atau perburukan dari

kondisi diverticular. Beberapa dokter-dokter merekomendasi pencegahan kacang-kacangan,

jagung, dan biji-bijian yang dapat menyumbat (mengisi) bukaan-bukaan dari diverticular dan

menyebabkan diverticulitis. Apakah penghindaran dari makanan macam itu bermanfaat

adalah tidak jelas.

Komplikasi :

Penyulit dapat berupa :4

Perforasi

Perforasi terbuka divertikel karena divertikulitis akut nekrotikans atau gangrenosa.4

36

Page 37: Hemoroid 2

Perforasi kolon yang disertai abses jarang terjari, tetapi kadang-kadang bisa menyertai,

dan dapat diterapi dengan kortikosteroid. Tanda septis dan syok bisa ditutup sementara

waktu oleh steroid. Eksisi segera dengan kolonostomi pengalihan proksimal merupakan

terapi terpilih.3

Abses terbuka

Akibat divertikulitis akut dan perforasi.4

1. Fistel

Dapat terjadi di ureter, uretra, vagina, sekum, usus, dan keluar ke kulit dinding perut

atau perineum.4

Fistula bisa berkembang di antara visera berongga, terutama vesika urinaria, vagina

dan usus halus. Fistula interna paling sering timbul di antara kolon sigmoideum dan

vesika urinaria. Enema barium bisa bermanfaat dalam mendignosis fistula, tetapi

anamnesis dan gembaran fisik paling bermanfaat (diuria, frekuensi berkemih yang

disebabkan masa peradangan mengenai vesika urinaria atau perkembangan fistula ke

dalam vesika urinaria) 3

2. Obstruksi parsial

Disebabkan parut, fibrosis pascaradang, pengerutan, dan penyempitan.4

3. Perdarahan

Biasanya perdarahan baru nyata setelah keluar ketika defekasi; mungkin terjadi

anemia. Kadang, terutama pada penderita usia lanjut, dapat terjadi perdarahan masif

yang mungkin menyebabkan syok; keadaan ini dapat ditangani dengan tranfusi

darah.4

37

Page 38: Hemoroid 2

Perdarahan dari divertikulum timbul sebagai perdarahan rektum mendadak, berwarna

merah tua atau merah terang. Biasanya tanpa nyeri atau bisa disertai dengan keram

ringan. Karena perdarahan demikian jarang samar, maka darah di dalam tinja harus

dihubungkan dengan divertikulum, hanya bisa semua yang munfkin menjadi

penyebab lainnya, terutama karsinoma sekum, telah disingkirkan secara pasti.

Perdarahan divertikulum jarang timbul bersamaan dengan divertikulitis akuta.

Fissura Ani

Fissura ani merupakan retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan

akibat lewatnya feses yang keras.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

Anoskopi dengan anestesi lokal untuk mengkonfirmasi diagnosis.3

Etiologi

Adapun etiologi yang menyebabkan fissure ani antara lain:

Buang air besar (BAB) keras

Iskemia

Iritasi akibat diare

Iatrogenic (merupakan sebutan untuk setiap keadaan buruk pada seorang

penderita yang timbul sebagai akibat pengobatan oleh seorang dokter atau ahli

bedah).4

Epidemiologi

Fissure ani biasanya tunggal dan sekitar 90% terletak di garis tengah posterior, sedangkan

10% di anterior. Persentase pria : wanita yang menderita fissure ani 1:1.

Patofisiologi

Fissura ani terjadi akibat gesekan antara mucocutan yang masih tipis dengan feses yang

keras, yang mengakibatkan peregangan sphinchter ani internus, sehingga lama-kelamaan

38

Page 39: Hemoroid 2

dapat menimbulkan lecet, fissura dapat pula diakibatkan karena iritasi diare, sehingga

terjadi lesi. Perdarahan akibat fissura ani hanya sedikit, berupa strip- strip darah segar

pada permukaan feses, paling banyak hanya satu atau dua tetes saja. Darah yang keluar

berwarna merah segar, hanya kadang saja merah gelap. Sifat perdarahannya adalah sakit

waktu defekasi, karena adanya lecetan tersebut, karena pada selaput lendir dekat

perbatasan dengan kulit banyak terdapat saraf sensorik, sehingga bila ada luka kecil saja

akan menyebabkan rasa sakit. otot polos semakin menegang dan pasien menjadi semakin

takut untuk buang air besar sehingga menahan untuk BAB, akibatnya terjadi tumpukan

feses yang makin mengeras dan banyak, hal ini semakin menyulitkan defekasi dan makin

sakit bila defekasi.

Manifestasi klinik

Sangat nyeri pada setiap defekasi

Darah segar di permukaan feses

Darah berupa tetesan

Trias fisura anus:

Ulkus

Hipertropik papil (Edema papila pada anal kanal)

Skin tag (Edema pada fisura kulit)4

Gambar Trias Fissura anal

Pengobatan

Farmakologis

39

Page 40: Hemoroid 2

Obat pelunak feses (psilium), yang bisa mengurangi cedera karena buang air besar yang

keras dan sulit.

Anestetik topical, contohnya salep lidocain yang dapat melenturkan dan melunakkan

anus.

Non-farmakologis

Agar defekasi lancar dengan feses lunak, penderita dianjurkan mengkonsumsi makanan

yang mengandung serat dan minum air yang cukup banyak.4

Duduk berendam dalam air hangat selama 10-15 menit setelah buang air besar dengan

tujuan untuk melemaskan otot sfingter anus, mengurangi rasa tidak nyaman dan membantu

meningkatkan aliran darah, sehingga membantu proses penyembuhan.

Tindakan Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan, jika pentalaksanaan secara farmakologis dan non-

farmakologis tidak menunjukkan perbaikan dan sudah kronis. Pada prinsipnya, operasi

dilakukan untuk mengurangi ketegangan otot sphincter dengan melakukan pembelahan

sedikit pada otot dubur yang tegang.

1. Dilatasi anus

Cara ini menyebabkan terputusnya sphincter interna secara tidak terkontrol & menyebabkan

cedera pada sphincter yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi berupa inkontinensia.3

2. Lateral Spincterotomy, yaitu pembelahan sphinter dubur yang dilakukan dari samping.4

Proses penyembuhan setelah dilakukannya prosedur Lateral Sphinkterotomi  biasanya

memerlukan waktu beberapa minggu, namun rasa sakit pada umumnya akan hilang dalam

beberapa hari. Tingkat keberhasilan operasi ini adalah 90 %.

Pencegahan

40

Page 41: Hemoroid 2

Tingkatkan konsumsi makanan berserat

Tingkatkan asupan cairan ke dalam tubuh minimal 8 gelas sehari (2 gelas saat bangun

pagi, 4 gelas sepanjang hari, 2 gelas saat akan tidur). Konsumsi makanan yang kaya akan

serat harus diimbangi dengan minum cairan dalam jumlah banyak. Peningkatan asupan

cairan ke dalam tubuh tanpa diikuti oleh peningkatan asupan serat tidak akan memberikan

pengaruh yang bermakna mencegah dan mengatasi konstipasi yang dapat memicu

kekambuhan fisura ani.

Menghindari kebiasaan menunda buang air besar

Prognosis

Prognosis dubia at bonam. Prognosis umumnya baik jika dapat terdiagnosis dengan baik dan

penanganan secara cepat dan tepat.

Inflammatory Bowel Diseasse (IBD)

Epidemiologi

Inflammatory bowel disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di Negara-negara

Eropah dan Amerika. Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia

muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan

perempuan. Selain adanya perbedaan geografis, tampaknya orang kulit putih legih banyak

terkena dibandingkaan kulit hitam (untuk populasi penduduk di Negara Barat). IBD cenderung

terjadi pada kelompok sosial ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakaian kontrasepsi oral dan

diet serat rendah.

Etiopatogenesis

Sampai saat ini masih belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun penjelasannya

yang memadai mengenai pada distribusinya. Secara konsep dasar dapat diilustrasikan seperti di

bawah:

41

Page 42: Hemoroid 2

Tidak dapat disangkal bahwa factor genetic memainkan peranan penting dengan adanya

kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterlibatan familial.Teori adanya

peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya anti neutrophil sitoplasmivc autoantibodi,

peran nitric oksida, dan riwayat infeksi (terutama mikobacterium paratuberkulosis) banyak

dikemukakan.Namun, masih tidak dapat diketahui apakah sebab yang mencetuskan keadaan

tersebut.Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk

antigen (termasuk permeabilitas usus) dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien.

Secara umum diperkirakan bahwa proses pathogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin,

produk bakteri atau diet intralumen kolon yang terjadi pada individu yang rentan dan

dipengaruhi oleh factor genetic , defek imun, lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses

inflamasi pada dinding usus.

Manifestasi Klinis

Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestasi klinik IBD

yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti atritis, uveitis, pioderma

gangrenosum, eritema nodosum dan kolangitis.Di samping itu tentunya disertai dengan

gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patalogis yang ada seperti

gangguan nutrisi.Gambaran klinis Kolitis Ulseratif relative lebih seragam dibandingkan

gambaran klinis pada penyakit Crohn.Hal ini disebabkan distribusi anatomic saluran cerna yang

terlibat pada KU adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi yaitu dapat melibatkan atau

terjadi pada semua segmen saluran cerna, mulai dari mulut sampai anorektal.

Gambaran Klinik IBD

Kolitis Ulseratif (KU) Penyakit Crohn (PC)

Diare kronik ++ ++

Hematokezia ++ +

Nyeri perut + ++

Massa abdomen 0 ++

Fistulasi +/- ++

Stenosis/striktur + ++

Ketelibatan usus halus +/- ++

42

Page 43: Hemoroid 2

Ketelibatan rectum 95% 50%

Ekstra intestinal + +

Megatoksik kolon + +/-

Keterangan: ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada

Gambaran Patologi IBD

Kolitis Ulseratif (KU) Penyakit Crohn (PC)

Lesi bersifat segmental 0 ++

Bersifat transmural +/- ++

Granuloma 0 50%

Fibrosis + ++

Fistulasi +/- ++

Keterangan: ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada

Perjalanan penyakit IBD ditandai dengan fase aktif dan remisi.Fase remisi dapat

disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan.Dengan sifat perjalanan

klinik IBD yang kronik-ekserbasi-remisi, diusahakan suatu kriteria klinik sebagai gambaran

aktivitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase

remisi.Secara umum Disease Activity Index (DAI) yang didasarkan pada frekuensi diare, ada

tidaknya perdarahan peer-anum, penilaian kondisi mukosa kolon pada pemeriksaa endoskopi,

dan penilaian keadaan umum dapat dpakai untuk maksud tersebut.

Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan berdasarkan frekuensi

diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah

(klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangan pertama yang

berat ataupun yang dimulai ringan bertambah berat secara gradual setiap minggu.Berat ringannya

serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat.Lesi mukosa bersifat difus dan

terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.

Pada PC selain gejala umum di atas, adanya fistula merupakan hal yang karakteristik

(termasuk perianal).Nyeri perut relative lebih mencolok.Hal inin disebabkan oleh sifat lesi yang

transmural sehingga dapat menimbulkan fistula dan obstruksi serta berdampak pada timbulnya

bacterial overgrowth.Secara endoskopi penilaian aktivitas penyakit KU relative mudah dengan

menilai gradasi ringan beratnya lesi mukosa dan luasya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada

43

Page 44: Hemoroid 2

PC hal tersebut lebih sulit, terutama bila ada keterlibatan usus halus (yang tidak terjangkau oleh

teknik pemeriksaan kolonoskopik) sehingga dipakai kriteria yang lebih spesifik (Crohn’s Disease

Activity Index) yang didasari oleh adanya demam, data laboratorium, manifestasi ekstra

intestinal, frekuensi diare, nyeri abdomen, fistulasi, penurunan berat badan, terabanya massa

intraabdomen dan rasa sehat pasien.

Gambaran Laboratorium

Adanya abnormalitas parameter laboratorium dalam hal kadar haemoglobin, lekosit, LED,

trombosit. C-reactive protein, kadar besi serum dapat terjadi pada kasus IBD, tetapi gambaran

demikian juga ada pada kasus infeksi. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk

IBD. Sebagian besar hanya merupakan parameter proses inflamasi secara umum atau dampak

sistemik akibat proses inflamasi gastrointestinal yang mempengaruhi proses digesti/absorpsi.

Juga tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC dan

KU.Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan

dampaknya pada status nutrisi pasien. Penurunan kadar Hb, Ht dan besi serum dapat

menggambarkan derajat kehilangan darah lewat saluran cerna. Tingginya laju endap darah dan C

reactive protein yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin

mencerminkan status nutrisi yang rendah.

Pemeriksaan Penunjang

Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi mempunyai peran yang penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan

kasus IBD. Akurasi diagnostic kolonoskopi pada IBD adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7%

hasil meragukan. Adapun gambaran KU dan PC yang karakteristik dapat dilihat pada Tabel .

KU PC

Lesi inflamasi (hyperemia, ulserasi) +++ +

Adanya skip area ( mukosa normal antara

lesi)

0 +++

Keterlibatan rectum +++ +

44

Page 45: Hemoroid 2

Lesi mudah berdarah +++ +

Cobblestone appearance/pseudopolip + +++

Sifat Ulkus

Terdapat pada mukosa yang inflamasi +++ +

Keterlibatan ileum 0 ++++

Lesi ulkus bersifat diskrit + +++

Bentuk ulkus

Diameter > 1cm + +++

Dalam + +++

Bentuk linier (longitudinal) + +++

Apthoid 0 ++++

Keterangan : 0 = tidak ada -> ++++ sangat diagnostic (karakteristik)

Pada dasarnya KU merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon secara difus dan

kontinu, dimulai dari rectum dan menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa Rumah

Sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi KU adalah 80% pada rectum dan rektosigmoid,

12% kolon sebelah kiri (left side colitis) dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).

Endoskopi pada penyakit Crohn.

Sedangkan PC bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas,

usus halus atau kolon. Dari data yang ada, dilaporkan 11% kasus PC terbatas pada ilio-caecal,

33% ilio-colon dan 56% hanya pada kolon. Darah ilio-caecal merupakan tempat predileksi untuk

beberapa penyakit yaitu TBC, PC dan amoebiasis.1

45

Page 46: Hemoroid 2

Penyakit Crohn dengan fistula.

Radiologi

Teknik pemeriksaan radiologi kontras ganda merupakan pemeriksaan diagnostic pada IBD yang

saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi striktur,

fistulasi, mukosa yang irregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distensibilitas

lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya haustrae.interprestasi radiologic tidak

berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Pemerikasaan radiologi merupakan kontraindikasi pada

KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik.Foto polos abdomen secara sederhana

dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen usus yang melebar tanpa material

feses di dalamnya.Untuk menilai adanya keterlibatan usus halus dapat dipakai metode

enteroclysis yaitu pemasangan kanul naso-gastrik sampai melewati ligamentum Treitz sehingga

barium dapat dialirkan secara kontinu tanpa terganggu oleh kontraksi pylorus.Peran CT scan dan

ultrasonografi lebih banyak ditujukan kepada PC dalam mendeteksi adanya abses ataupun fistula.

Hasil radiologi pada pasien dengan penyakit Crohn.

46

Page 47: Hemoroid 2

Alur Diagnosis

Secara praktis diagnosis IBD didasarkan kepada:

1. Anamnesis yang akurat mengenai adanya perjalanan penyakit yang akut disertai eksaserbasi

kronik-remisi diare, kadang berdarah, nyeri perut serta ada riwayat keluarga.

2. Gambaran klinis yang sesuai.

3. Data laboratorium yang menyingkirkan penyebab inflamasi lain. Eksklusi penyakit

Tuberkulosis sangat penting mengingat gambaran klinisnya yang mirip PC. Tidak ada

parameter yang spesifik untuk IBD.

4. Temuan endoskopik yang karakteristik dan didukung konfirmasi hostopatologik.

5. Temuan gambaran radiologi yang khas.

6. Pemantauan perjalanan klinis pasien yang bersifat akut-remisi-kronik-eksaserbasi.

Pengobatan

Mengingat bahwa etiologi dan pathogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih

ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama

sekali)

47

ANAMNESIS : anamnestic terdapat riwayat perjalan penyakit yang episodikal

PEMERIKSAAN FISIK : keadaan umum, status nutrisi, nyeri tekan abdomen, gejala/tanda ekstraintestinal, fistulasi.

LABORATORIUM : DPL, LED, CRP, feses, dll

ENDOSKOPI, RADIOLOGI : sesuai gambaran IBD

PEMANTAUAN PERJALANAN KLINIK

Page 48: Hemoroid 2

Pengobatan Umum

Dengan dugaan adanya faktor/agen proinflamasi dalam bentuk bakteri intralumen usus dan

komponen diet sehari-hari yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik pada kelompok

orang yang rentan, maka diusahakan untuk mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberiaan

antibiotik, lavase usus, mengikat prosuksi bakteri, mengistirahatkan kerja usus dan perubahan

pola diet. 1

Metronidazole cukup banyak diteliti dan cukup bermanfaat pada PC dalam menurunkan

derajat aktivitas penyakitnya pada keadaan aktif.Sedangkan pada KU jarang digunakan antibiotik

sebagai terapi terhadap agen proinflamasinya.Disamping beberapa konstituen diet yang harus

dihindari karena dapat mencetuskan serangan seperti (wheat, cereal, yeast dan produk

peternakan), terdapat pula konstituen yang bersifat anti-oksidan yang dalam penelitian

dilaporkan bermanfaat pada kasus IBD yaitu glutamin dan asam lemak rantai pendek.

Mengingat penyakit ini bersifat eksaserbasi kronik, maka edukasi pada pasien dan

keluarganya sangat diperlukan.1

Medika

1. Obat Golongan Kortikosteroid

Sampai saat ini obat golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk PC (untuk

semua derajat) dan KU (derajat sedang dan berat).Pada umumnya pilihan jatuh pada

Prednison, Metilprednison (bentuk preparat per-oral) atau steroid enema.Pada keadaan

berat diberikan kortikosteroid parenteral. Untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid

yang tinggi pada dinding usus dengan efek sistemik

2. Obat Golongan Asam Amino Salisilat

3. Obat Golongan Imunosupresif

Komplikasi

Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:

1. Perforasi usus yang terlibat.

2. Terjadi stenosis usus akibat proses fibrosis.

3. Megakolon toksik (terutama pada KU).

48

Page 49: Hemoroid 2

4. Perdarahan

5. Degenerasi maligna. Diperkirakan resiko terjadinya kanker pada IBD kurang lebih 13%.1

Prognosis

Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan eksaserbasi.Cukup

banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu yang

lama.Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respons terhadap

pengobatan konservatif.

Shigellosis

Pemeriksaan Penunjang

a. Spesimen

Feses segar, lendir, dan usapan rektum dapat digunakan untuk biakan. Ditemukan banyak

leukosit pada feses dan kadang-kadang juga ditemukan beberapa sel darah merah pada

pemeriksaan mikroskopik. Spesimen serum, apabila dibutuhkan harus diambil dengan

jarak 10 hari untuk melihat kenaikan titer antibodi aglutinasi

b. Biakan

Bahan digoreskan pada medium diferensial (misalnya agar MacConkey atau EMB) dan

pada perbenihan selektif (agar enterik Hektoen atau agar Salmonella-Shigella)yang

menekan Enterobacteriaceae lain dan organisme gram positif. Koloni yang tidak

berwarna (laktosa-negatif) diinokulasikan pada agar triple gula besi. Organisme tidak

menghasilkan H2S yang menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas pada pangkal

dan bagian miring yang basa di medium agar triple gula besi dan tidak motil sebaiknya

dilakukan pemeriksaan aglutinasi slide dengan antiserum spesifik Shigella.

c. Serologi

Orang normal sering memiliki aglutinin terhadap beberapa spesies Shigella. Namun

serangkaian penentuan titer antibodi dapat menunjukkan peningkatan antibodi yang

spesifik. Serologi tidak digunakan untuk mendiagnosa infeksi Shigella.

49

Page 50: Hemoroid 2

Etiologi

Shigella adalah kuman patogen usus yang telah lama dikenal sebagai agen penyebab

penyakit disentri basiler. Berada dalam tribe Escherichia karena sifat genetik yang saling

berhubungan tetapi dimasukkan dalam tersendiri yaitu genus Shigella karena gejala klinik yang

disebabkannya bersifat khas. Sampai saat ini terdapat empat spesies Shigella yaitu Shigella

dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella boydii, dan Shigella sonnei.

1. Morfologi

Kuman berbentuk batang dengan ukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm. Pada pewarnaan Gram

bersifat gram negatif dan tidak berflagel pada gambar 2.2.1

Gambar 2.2.1. kuman shigella

2. Sifat

Sifat pertumbuhan adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhannya yaitu 6,7-7,8.

Suhu pertumbuhan optimum 370C kecuali Shigella sonnei yang dapat tumubuh pada suhu

450C. Sifat biokimia yang khas adalah negatif pada reaksi fermentasi adoniitol, tidak

membentuk gas pada fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S kecuali pada Shigella

flexneri. Negatif terhadap uji sitrat, Dnase, lisin, fenilalanin, sukrosa, ureasa, Voges

Proskauer, manitol, laktosa kecuali Shigella sonnei meragi laktosa secara lambat, manitol,

xylosa, dan negatif pada tes motilitas.

Sifat koloni kuman adalah kecil, halus, tidak berwarna bila ditanam pada agar SS, EMB,

ENDO, Mac Conkey

3. Daya tahan

Shigella spesies kurang tahan terhadap agen fisik dan kimia dibandingkan Salmonella.

Tahan dalam 0,5% fenol selama 5 jam dan dalam 1% fenol dalam waktu 30 menit. Tahan

50

Page 51: Hemoroid 2

dalam es selama 2 bulan. Dalam laut selama 2-5 bulan. Toleran terhadap suhu rendah

dengan kelembaban cukup. Garam empedu konsentrasi tinggi menghambat strain tertentu.

Kuman akan mati pada suhu 55oC.

4. Struktur antigen

Semua Shigella mempunyai antigen O, beberapa strain tertentu memiliki antigen K. Bila

ditanam di agar tampak koloni yang halus licin. Antigen K tidak bermakna dalam

penggolongan tipe serologik.

Shigella dibagi dalam empat serogrup berdasarkan komponen-komponen utama antigen O

yaitu:

a. Grup A : Shigella dysenteriae

b. Grup B : Shigella flexneri

c. Grup C : Shigella boydii

d. Grup D : Shigella sonnei

Setiap serogrup dibagi lagi dalam serotip berdasarkan komponen minor antigen O. Sampai

saat ini sudah ditemukan 10 serotipe Shigella dysenteriae, 6 serotipe Shigella flexneri, 15

serotipe Shigella boydii, dan 1 serotipe Shigella sonnei.

Perbedaan strain Shigella dapat dilihat pada tabel 2.2.1.

Tabel 2.2.1. Strain Shigella

 

Shigella

dysentriae

Shigella

flexneri

Shigella

boydii

Shigella

sonnei

Grup antigen O A B C D

Fermentasi

manitol Negatif Positif Positif Positif

Jordan's tertrate Variable Negative Negative Positif

Rabinosa dengan

pengeraman

yang

diperpanjang

Negatif Variabel Negative Variabel

(disesuaikan dengan kepustakaan no.)

51

Page 52: Hemoroid 2

Epidemiologi

Disentri basiler adalah penyakit endemik di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sanitasi

lingkungan yang belum memadai. Penyebaran kuman Shigella adalah dari manusia ke manusia

yang lain di mana carier merupakan reservoir kuman. Dari carier ini, Shigella disebarkan oleh

lalat, juga melalui tangan yang kotor, makanan yang terkontaminasi, tinja serta barang-barang

lain yang terkontaminasi ke orang lain yang sehat. Selain itu juga harus diperhatikan kebersihan

air minum. Untuk hal ini dilakukan pengawasan dan klorinasi sumber air minum.

Patogenesis

Masa inkubasi Shigella adalah 2-4 hari atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh orang yang

sehat diperlukan dosis 1000 kuman Shigella untuk menyebabkan sakit. Kuman masuk dan

berada di usus halus kemudian menuju ke terminal ileum dan kolon. Shigella melekat pada

permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian berkembang biak di dalam lapisan

mukosa. Berikutnya adalah terjadianya reaksi peradangan yang hebat yang menyebabkan

terlepasnya sel-sel dan timbulnya tukak pada permukaan mukosa usus. Jarang terjadi organisme

yang menembus dinding usus dan menyebar ke bagian tubuh lain. Reaksi peradangan yang hebat

tersebut merupakan faktor penting yang membatasi penyakit ini hanya pada usus. Penyembuhan

spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat

sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan juga pada penderita gizi

buruk, penyakit ini akan berlangsung lama. Pernah ditemukan terjadinya septikemia pada

penderita dengan gizi buruk dan berakhir dengan kematian.

Gejala klinis

Disentri basiler adalah infeksi usus akut yang dapat sembuh sendiri yang disebabkan oleh

Shigella. Shigellosis dapat menyebabkan tiga bentuk diare yaitu:

1. Disentri klasik dengan tinja yang konsistensi lembek disertai darah, mukus, dan pus

2. Watery diarrhea

3. Konbinasi keduanya

Disentri yang disertai gejala panas bisa terus menerus kehilangan cairan sehingga

mengalami dehidrasi sampai gagal ginjal terutama pada anak-anak dan manula.

52

Page 53: Hemoroid 2

Shigellosis dapat menyebabkan pedarahan saluran cerna bagian bawah sehingga terdapat

tinja berdarah . Terdapat nyeri abdomen yang sering, sering terjadi mual dan muntah, sering

terdapat bukti inflamasi pada feses, sering positif pada tinja terdapat heme, dan sering

menimbulkan tenesmus.

Penatalaksanaan Shigella

Pengobatan antibiotika mengurangi beratnya penyakit maupun angka kematian,

walaupun banyak penderita yang tidak merasa perlu untuk pergi ke dokter karena penyakit ini

dapat sembuh spontan.

Antibiotika, ampisilin (4 x 500 mg per hari), tetrasiklin(4 x 500 mg per hari selama 5

hari), dan trimethoprim-sulfametoksasol banyak digunakan dalam pengobatan disentri basiler.

Antibiotik lain yang digunakan yaitu Florokuinolon (siprofloksasin 2 x 500 mg, norfloksasin (2 x

400 mg), dan levofloksasin (1 x 500 mg)) selama 3 hari, TMP-SMX 2 x 160/180 mg selama 1-3

hari. Tetapi dengan banyaknya ditemukan strain kuman yang resisten terhadap bermacam-

macam antibiotika maka sebaiknya dilakukan terlebih dahulu tes kepekaan kuman terhadap

antibiotika sebelum memulai pengobatan.

Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri

dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien

yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi

intravena.

Pencegahan

Pencegahan penyakit disentri basiler kebersihan lingkungan, pencarian, dan pengobatan

carier serta klorinasi air minum memegang peranan penting. Carier tidak boleh bekerja sebagai

food handler.

Komplikasi

Komplikasi sghigellosis yang paling sering adalah dehidrasi dengan resiko gagal ginjal.

Pada mereka yang menderita infeksi Shigella dysenteriae serotipe I, anemia, hemolisis, dan

hemolitik uremik merupakan komplikasi yang lazim. Kejadian ini kadang-kadang dapat

53

Page 54: Hemoroid 2

disebabkan oleh Shigella flexneri. Sindrom ini diduga akibat shigatoksin karena Escherichia coli

(enterohemoragik Escherichia coli) juga menyebabkan sindrom hemolitik uremik.

Prognosis

Angka mortalitas adalah tinggi (20-50%) bila terjadi sepsis.

Ulkus gaster/gastritis

Lambung sebagai reservoir atau lumbung makanan berfungsi menerima makanan atau

minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan kedalam duodenum. Lambung

yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman, serta obat-obatan akan

mengalami iritasi kronik. Lambung dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mucus/mucus

barier. Tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan, minuman, dan obat antiinflamasi non

steroid, alcohol yang dapat menimbulkan defek pada lapisan mucus dan terjadi difusi balik ion

H+, sehingga timbul gastritis akut atau kronik dan tukak gaster. Selain itu ditemukannya kuman

helicobacter pylori merupakan penyebab utama tukak gaster disamping OAINS.

Panjang H. pylori 2 – 3 mikron dan lebarnya 0,5 mikron. Bentuknya seperti spiral

berekor diselubungi lapisan mirip rambut atau flagela.Dalam keadaan tidak aktif, makhluk ini

berubah bentuk menjadi cocoid yang berlindung dalam kapsulnya. Begitu keadaan

memungkinkan baginya untuk aktif, dengan gesitnya ia bergerak. Ia bersarang dan berkembang

biak dalam lapisan mukus perut, dalam suasana asam tinggi.

Bakteri ini memerlukan urea (hasil akhir utama dari metabolisme protein mamalia) serta

hemin (pigmen merah dalam darah) untuk berkembang biak. Ternyata hanya sel-sel jaringan

mukus dalam lambung yang dapat menyimpan nutrisi esensial ini. Tentunya, kalau tidak

dibasmi, akan tumbuh subur dan bisa bertahan hidup sampai puluhan tahun dalam lambung

manusia sambil menggegoroti daerah di sekitar “rumahnya”. Karena lambung tempat hidup

paling nyaman baginya, dia ogah bermigrasi ke organ pencernaan lain seperti usus besar,

esofagus.

54

Page 55: Hemoroid 2

Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri ini tidak bedanya dengan penderita sakit maag

biasa. Yakni mual kembung dan nyeri. Hanya, bedanya berulang kali penyakitnya kambuh.

Hanya, pada kasus terparah, bias menimbulkan gejala mual dan berak darah.

Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat, ukuran > 5mm kedalam

submukosa pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan dalam

menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini berhubung para ahli radiologi sudah

lebih memantapkan diri pada radiologi intervensional dan pakar gastroenterology sudah

mengembangkan diri sedemikian maju dalam bidang diagnostic dan terapi endoskopi, maka

untuk diagnostic tukak peptic lebih dianjurkan pada pemeriksaan endoskopi. Disamping itu,

untuk memastikan diagnose keganasan tukak gaster harus dilaksanakan pemeriksaan

histopatologi, dan biopsy melalui endoskopi.

Kelebihan endoskopi dibandingkan dengan radiologi adalah :

Lesi kecil dengan diameter < dari 0.5 cm dapat dilihat, dilakukan pembuatan foto

dokumentasi adanya tukak.

Lesi yang tertutupi oleh gumpalan darah dengan penyemprotan air dapat terlihat

Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu tukak ganas atau tidak, tidak dapat

menentukan adanya kuman Helicobacter pylori sebagai penyebab tukak.

Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan adanya

riwayat tukak dalam keluarga, rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifik, faktor prediposisi

seperti pemakaian OAINS, perokok berat, dan alcohol, adanya penyakit kronik.

55

Page 56: Hemoroid 2

Gambar dibawah ini merupakan contoh dari pemeriksaan endoskopi.

Gambar Penyebab tukak lambung

Penyebab terjadinya ulkus gaster

56

Page 57: Hemoroid 2

Epidemiologi

57

Page 58: Hemoroid 2

Tukak gaster tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial

ekonomi. Dijumpai lebih banyak pada pria meningkat pada usia lanjut dan kelompok sosial

ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Insidensi dan kekambuhan saat ini

menurun sejak ditemukannya kuman helicobacter pylori sebagfai penyebab dan dilakukan terapi

eradikasi. Secara klinis, tukak duodeni lebih sering dijumpai daripada tukak gaster. Pada

beberapa Negara seperti jepang, dijumpai lebih banyak tukak gaster daripada tukak duodeni.

Pada autopsy, tukak gaster dan tukak duodeni dijumpai hamper sama banyak, hal ini disebabkan

oleh beberapa faktor. Autopsi biasanya dilakukan pada usia lanjut, dimana pemakaian obat

OAINS meningkat, sehingga kejadian tukak gasterpun meningkat. Tukak gaster ukurannya lebih

besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai

dibandingkan tukak duodeni.1

Patofisiologi

Berawal dari sel parietal yang mengeluarkan asam lambung atau HCl, sedangkan sel

peptic mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin, dimana HCl dan pepsin

adalah faktor agresif. (agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defek

barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. histamine terangsang untuk lebih banyak

mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permebilitas pembuluh kapiler,

kerusakan mukosa lambung, gastritis akut atau kronik dan tukak gaster.1

Membrane plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan lipid bersifat pendukung

barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi oleh faktor kinetic, yaitu seseorang dapat mempunyai

massa sel parietal yang besar/sekresi lebih banyak.1

Manifestasi klinis

Secara umum, pasien tukak gaster biasanya mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu

sindroma klinik atau kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah,

kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati, dan cepat merasa kenyang.

Pasien tukak peptic member keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai

rasa muntah. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri.

Walaupun demikian, rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis. Adapun tukak akibat

58

Page 59: Hemoroid 2

OAINS dan tukak pada usia lanjut atau manula,biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya

diketahui melalui komplikasinya berupa pendarahan dan perforasi.1

Pengobatan

Pengobatan medikamentosa yang digunakan pada penyakit ulkus lambung adalah :

Antasida

Pada saat ini antasida sudah sangat jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk

menghilangkan keluhan rasa sakit. Pada masa lalu sebelum kita mengenal antagonis

reseptor H2 yang dapat memblokir pengeluaran asam, antasida adalah satu-satunya

obat untuk tukak peptic. Preparat yang mengandung magnesium dapat menyebabkan

BAB. Tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena dapat menimbulkan hipermagnesia

dan kehilangan fosfat. Dosis yang digunakan adalah 3x1 tablet. Efek samping

berinteraksi dengan obat barbiturate, salisilat, dan kinidin.

Koloid bismuth

Mekanisme kerjanya belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal

bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan

pepsin. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hamper sama dengan antagonis

reseptor H2, serta adanya efek bakterisidal terhadap helicobacter pylori sehingga

kemungkinan relaps berkurang. Dosis yang digunakan adalah 2x2 tablet sehari. Efek

samping yang timbul adalah tinja bewarna kehitaman sehingga menimbulkan keraguan

pada pendarahan.

Prostaglandin

Mekanisme kerjanya berupa mengurangi asam lambung, dan menambah sekresi

mucus. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan

ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal tukak gaster bagi orang yang

menggunakan OAINS

ARH2

Contoh obat dari ARH2 adalah simetidin, ranitidine, famotidine, nizatidine.

Strukturnya homolog dengan histamine. Mekanisme kerjanya berupa memblokir efek

histamine pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk

mengeluarkan asam lambung.1

59

Page 60: Hemoroid 2

Sedangkan pengobatan non medikamentosa yaitu :

Istirahat

Secara umum, pasien tukak dianjurkan untuk rawat jalan, bila tidak berhasil atau ternyata

ditemukan komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit. Penyembuhan akan

lebih cepat dengan rawat inap, walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh

bertambahnya jam istirahat dapat mengurangi stress karena stress dan kecemasan

memegang peranan dalam peningkatan asam lambung, sebaiknya pasien dapat hidup

dengan tenang dan dapat menerima stress dengan wajar.

Diet

Makanan lunak apalagi bubur saring. Makanan yang mengandung susu tidak lebih baik

daripada makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam

lambung. Cabai dan beberapa makanan yang mengandung asam dapat menimbulkan sakit

pada beberapa pasien walaupun belum diketahui keterkaitannya. Pasien mungkin

mengalami intoleransi beberapa jenis makanan tertentu atau makanan tersebut

mempengaruhi motalitas gaster.

Obat-obatan

OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral tidak terbukti lebih aman. Bila

di perlukan, makan obat OAINS dapat dikurangi dosisnya atau di kombinasikan denga

ARH2. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk penyakit kardiovaskular belum menjamin

terjadi kerusakan mukosa lambung.1

Komplikasi

Komplikasi ulkus lambung dapat berupa :

Pendarahan

Insiden meningkat antara 15-25% pada usia lanjut akibat adanya penyakit degenerative

dan meningkatnya pemakaian OAINS. Sebagian besar pendarahan berhenti spontan,

sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, tetapi jika gagal dapat dilanjutkan

dengan tindakan operasi.

Perforasiinsidensi 6-7% hanya 2-3% yang mengalami perforasi terbuka ke peritoneum,

10% tanpa keluhan dan 10% disertai pendarahan tukakdengan motilitas yang meningkat.

60

Page 61: Hemoroid 2

Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena arteroskeloris dan meningkatnya

penggunaan OAINS. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang tidak terbuka atau

tanpa adanya pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh omentum atau organ perut di

sekitar.1

Cacing Tambang (Ancylostoma)

Pemeriksaan

Ada beberapa metoda pemeriksaan tinja yang sudah dikenal. Pemeriksaan tinja metoda

langsung merupakan metoda yang paling murah, sederhana dan cepat. Metoda ini biasa

dilakukan untuk diagnosis rutin di laboratorium klinik. Namun kelemahannya, metoda langsung

kurang sensitif mendeteksi keberadaan telur cacing sebab volume tinja yang diperiksa lebih

sedikit sehingga terhadap tinja yang mengandung sedikit telur cacing bisa memberi hasil negatif.

Metoda konsentrasi, baik sedimentasi maupun pengapungan lebih sensitif dibanding

pemeriksaan langsung sebab volume tinja yang diperiksa bisa lebih banyak. Dengan demikian,

hasil negatif dengan pemeriksaan langsung bisa menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan

metoda konsentrasi.4 Metoda pengapungan lebih baik daripada sedimentasi terhadap telur cacing

serta sediaan yang dihasilkanpun menjadi lebih bersih, namun beberapa telur cacing yang

beroperkulum, telur Schistosoma sp. dan telur Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi tidak

dapat dikonsentrasikan dengan baik abila harus dipilih salah satu dari kedua metoda sedimentasi

dan pengapungan untuk digunakan secara rutin, maka dianjurkan agar metoda sedimentasi yang

digunakan, dengan alasan meskipun pada sediaan metoda sedimentasi terdapat partikel-partikel

tinja, namun semua protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi dan metoda ini juga

merupakan metoda yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.7

Etiologi

Ada beberapa species cacing tambang yang penting, diantaranya:

61

Page 62: Hemoroid 2

- Necator americanus : manusia

- Ancylostoma duodenale : manusia

- Ancylostoma braziliense : anjing dan kucing

- Ancylostoma ceylanicum : anjing dan kucing

- Ancylostoma caninum : anjing dan kucing

1. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Hospes parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan

ankilostomiasis.

Daur hidup cacing tambang

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam 1-1,5 hari, keluarlah larva

rabditiform. Dalm waktu kira-kira 3 hari larva ini akan bertumbuh menjadi larva

filariform yang dapat menembus kulit dan hidup selama 7-8 minggu di tanah.

Daur hidupnya adalah:

Telur → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit → kapiler darah →

jantung kanan → paru → bronkus → trakea → laring → usus halus.

Morfologi dan daur hidupnya adalah cacaing dewasa hidup di rongga usus halus,

dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator

americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma

duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm

sedangkan cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus biasanya menyerupai

huruf S sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C.

2. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum

Hospes dan nama penyakitnya adalah: Ancylostomiasis

- Hospes definitive : anjing dan kucing; cacing ini dapat menyebabkan creeping eruption

pada manusia.

Ancylostoma braziliense memiliki 2 pasang gigi yang tidak sama besarnya. Cacing

jantan panjangnya antara 4,7-6,3 mm sedangkan betina memiliki panjang 6,1-8,4 mm.

Ancylostoma caninum memiliki 3 pasang gigi; cacing jantan panjangnya kira-kira 10 mm

dan cacing betina sekitar 14 mm.7

62

Page 63: Hemoroid 2

Epidemiologi

1. Epidemiologi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan

dan perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan

dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%.

Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangan rentan

terhadap penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah

gembur (pasir, humus) dengan suhu 280-320C untuk Necator americanus dan 230-250C

untuk Ancylostoma duodenale.

2. Epidemiologi Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum

Kedua parasit ini dapat ditemukan di daerah tropic dan subtropik termasuk Indonesia.

Pemeriksaan di Jakarta ditemukan 72% Ancylostoma braziliense pada kucing sedangkan

pada sejumlah anjing terdapat 18% karena Ancylostoma braziliense dan 68%

Ancylostoma caninum.7

Patofisiologi

1. Patofisiologi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Patologi dan gejala klinisnya adalah:

- Stadium larva : bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi

perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya gejala ringan.

- Stadium dewasa : gejala tersebut bergantung padaspesies dan jumlah cacing serta

keadaan gizi penderita. Tiap cacing Necator americanus dapat menyebabkan kehilangan

darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale sekitar 0,8-0,34

cc. Biasanya terjadi adenmia hipokrom mikrositer serta terjadinya eosinofilia.

2. Patofisiologi Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum

Patologi dan gejala klinisnya adalah:

63

Page 64: Hemoroid 2

- Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit yang disebut

creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva migrans.

Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelainan

intrakutan serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan

Ancylostoma caninum. Larva filariform menembus kulit dan terjadi papul keras, merah,

dan gatal. Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit, yang tampak

sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali, dan bertambah panjang menurut

gerakan larva di dalam kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok, terdapat vesikel kecil

yang dapat mengakibatkan infeksi sekunder karena kulit di garuk.

Manifestasi klinik

Gejala yang ditimbulkan adalah:

1. Kehilangan pada usus halus secara kronik, yang bergantung pada jumlah cacing yang

melekat pada mukosa usus serta spesies yang mendominasi.

2. Rasa gatal pada tempat yang dimsuki oleh larva cacing.

3. Batuk dan gangguan pernapasan akibat larva yang berpindah ke paru-paru (saluran napas).

4. Anemia dan kekurangan zat besi akibat perdarahan di usus.

5. Nyeri perut bagian atas.7

Penatalaksanaan

- Mebendazole. Zat ini mampu membunuh beberapa jenis cacing secara perlahan dengan

menghambat sintesis mikrotubulus dan menghalangi kemampuan cacing untuk

memanfaatkan glukosa. Selain itu ia juga bekerja dengan menghancurkan sitoplasma

yang teradapat dalam sel usus sehingga cacing tak mendapatkan makanan maka akan

mati. Penggunaan obat cacing berkomposisi mebendazole efektif untuk mengatasi cacing

cambuk, cacing gelang, cacing tambang dan cacing kremi. Nilai lebih dari zat ini adalah

ia tidak mudah diserap oleh tubuh dan hanya menyerang cacing saja sehingga tidak

mempengaruhi konisi tubuh penderita.

- Pirantel pamoat. Komposisi obat ini bekerja dengan cara menghambat neuromuskuler

yang membuat cacing menjadi tak berdaya secara tiba-tiba sehingga cacing tak mampu

lagi menempel pada dinding usus, akibatnya cacing akan otomatis keluar bersama feses

64

Page 65: Hemoroid 2

atau muntah. Obat cacing yang mengandung zat ini berguna untuk mengatasi jenis cacing

tambang, cacing kremi dan cacing gelang.

- Piperazine. Piperazine adalah senyawa organik yang mengandung atom nitrogen dan

bersifat larut dalam air. Zat ini bekerja dalam usus dengan melumpuhkan cacing sehingga

cacing keluar bersama kotoran. Obat cacing ini bermanfaat mengatasi cacing gelang dan

cacing kremi.

- Albendazole. Senyawa ini bekerja dengan melakukan degenartif sel usus cacing sehingga

cacing tak mampu menyerap glukosa dari manusia dan membuat cacing menguras habis

toko glikogen mereka sebagai pengganti energi. Hal ini membuat cacing lemah dan

kemudian mati. Obat ini untuk mengatasi cacing pipih, cacing cambuk dan cacing kremi.7

Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan pribadi serta

lingkungan, seperti air, tanah, dan makanan. Hindari kontak langsung dengan feses binatang

serta tanah yang tercemar dan perlunya menggunakan sarung tangan juga alas kaki apabila

hendak berkebun agar terhindar dari telur cacing yang dapat menginfeksi manusia atau hewan

melalui stadium larva. Selain itu, juga perlu dilakukan mencuci tangan sebelum makan, mencuci

makanan sebelum dimasak, makanan dan minuman dimasak hingga matang, tidak membuang air

besar sembarangan.7

Komplikasi

Kompilkasi yang didapat adalah:

- Infeksi ringan : adanya kehilangan darah pada pasien tetapi tanpa gejala dan masih dapat

diatasi dengan kondisi fisik penderita yang baik.

- Infeksi sedang : adanya kehilangan darah yang tiodak dapat dikompensasi oleh tubuh

terutama oleh penderita yang kurang gizi sehingga berakibat anemia, fisik dan mental yang

menurun, serta lemah.

- Infeksi berat : menyebabkan keadaan fisik yang buruk hingga mengganggu kesehatan

jantung.7

Prognosis

65

Page 66: Hemoroid 2

Apabila penderita dapat memeriksakan diri dan mendapat pengobatan secara cepat dan

tepat, maka pasien akan mendapatkan kondisi yang lebih baik. Namun, apabila tidak

ditanggulangi dengan segera maka akan menghasilkan prognosis yang buruk.

Infeksi Yersinia

Yersinia adalah bakteri batang gram negatif pendek, tidak mempunyai spora, dan memiliki sifat

katalase positif, oksidase negatif, mikroaerofilik, dan fakultatif anaerob. Bakteri ini habitat

alaminya adalah hewan, tetapi bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

Yang akan dibahas adalah infeksi oleh spesies Yersinia enterocolitica yang biasa menyebabkan

infeksi pada saluran cerna.

A. Yersinia enterocolitica

Bakteri ini termasuk family Enterobacteriaceae. Bakteri ini adalah bakteri batang gram

negative yang tidak meragi laktosa, yang bersifat urease positif dan oksidase negative.

Bakteri ini dapat tumbuh dan bergerak pada suhu 25o C, dan tidak pada suhu 37o C.

Yersinia enterocolitica memiliki 50 serotip, tetapi kebanyakan yang biasa menginfeksi

manusia adalah serotip O3, O8, dan O9. Bakteri ini dapat menghasilkan suatu

enterotoksin tahan panas, yang perannya dalam menyebabkan diare masih kurang jelas.8

Jadi karakteristik dari bakteri ini, antara lain:

o Batang gram negative

o Zoonosis

o Serotip O3, O8, O9 yang dapat menginfeksi manusia

Pemeriksaan

a. Bahan : bahan dapat digunakan tinja, darah, atau bahan yang diperoleh dari eksplorasi

bedah.

b. Sediaan apus : sediaan apus yang diwarnai tidak banyak membantu.

c. Biakan : jumlah yersinia dalam tinja mungkin sedikit dan dapat ditingkatkan dengan

“perkayaan dingin” : sejumlah kecil feses atau usapan rectum ditempatkan pada buffer

garam fisiologis, pH 7,6, dan disimpan pada suhu 4o C selama 2 – 4 minggu. Kebanyakan

66

Page 67: Hemoroid 2

organism dalam feses tidak dapat hidup, tetapi Yersinia enterocolitica akan berkembang

biak. Biakan lanjutan pada selang waktu tertentu pada agar Mc Conkey dapat menhasilkan

Yersinia.8

d. Serologi : pada pasangan serum yang diambilterpisah 2 minggu atau lebih, dapat terlihat

kenaikan antibody aglutinasi, tetapi reaksi silang antara Yersinia dan bakteri lain seperti

Vibrio, Salmonella dapat mengacaukan hasil yang diperoleh.

Epidemiologi

Yersinia enterocolitica telah dibuktikan lewat isolasi dari hewan – hewan pengerat dan

hewan piaraan seperti sapi, babi, anjing dan lain – lain, dan juga dari perairan yang

terkontaminasi dari bakteri ini.8

Penularan pada manusia mungkin terjadi lewat makanan, minuman, atau barang – barang

yang terkontaminasi.1 Yersinia dapat tumbuh pada suhu dingin.

Patofisiologi

Untuk bisa terinfeksi Yersinia enterocolitica diperlukan inokulum bakteri ini kurang lebih

sebanyak 108 - 109 yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Selama masa inkubasi yang

lamanya 5 – 10 hari, bakteri ini berkembang dalam mukosa usus, terutama di ileum, sehingga

mengakibatkan radang dan ulserasi, dan leukosit bisa muncul dalam feses. Proses ini dapat

menjalar ke kelenjar getah bening mesentrik tetapi jarang menyebabkan bakterimia.8

Gambaran klinis

Gejala – gejala yang sering timbul biasanya demam, nyeri perut, dan diare. Diare bisa

diakibatkan oleh enterotoksin dari Yersinia enterocolitica, dan bisa juga oleh invasi dari bakteri

ini ke mukosa usus. Diare yang timbul biasanya terdapat feses yang encer dan bisa sampai

berdarah. Kadang – kadang terdapat nyeri perut yang hebat pada kuadran kanan bawah, sehingga

mirip apendisitis.8

Setelah 1 – 2 minggu dari permulaan sakit, beberapa pasien mengalami atralgia, arthritis,

dan eritema nodosum, menunjukkan adanya reaksi imunologik terhadap infeksi.8

Pengobatan

67

Page 68: Hemoroid 2

Sebagian besar infeksi Yersinia enterocolitica dengan diare dapat sembuh sendiri, dan

pada keadaan berat dapat digunakan Gentamisin intravena atau kloramfenikol oral.

Sepsis akibat Yersinia telah terbukti memiliki angka kematian lebih dari 50% meskipun

diberi terapi, tetapi ini biasanya terjadi pada pasien dengan imun yang terganggu.

Dalam kasus dimana manifestasi klinis jelas mengarah pada radang usus buntu atau

adenitis mesenteric, eksplorasi bedah harus dilakukan kecuali kalau beberapa kasus yang

ditemukan secara serentak menunjukkan bahwa infeksi Yersinia penyebabnya.8

Pencegahan

Kontak dengan hewan pertanian dan hewan pertanian, fesesnya, atau bahan yang

terkontaminasi olehnya mungkin merupakan penyebab kebanyakan infeksi pada manusia.

Daging dan hasil – hasil susu kadang – kadang merupakan sumber infeksi, dan penjangkitan

pada kelompok – kelompok masyarakat dapat disebabkan oleh makanan atau minuman yang

tercemar.8

Tindakan pencegahan dengan sanitasi konvensional mungkin berguna. Tidak ada upaya

pencegahan khusus.

Amebiasis

Amebiasis sebagai penyakit disentri yang dapat menyebabkan kematian dikenal sejak 460 tahun

sebelum Masehi oleh Hippocrates. Parasitnya yaitu Entamoeba histolytica pertama kali

ditemukan oleh Losch (tahun 1875) dari tinja disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia.

Pada autopsi, Losch menemukan E. histolytica stadium trofozoit dalam ulkus usus besar tetapi ia

tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit dengan kelainan ulkus tersebut. Pada tahun 189

Quinche dan Roos menemukan E. histolytica stadium kista, sedangkan Schaudin (1903)

memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga

hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian, Walker dan Sellards di

Filipina membuktikan bahwa eksperimen pada sukarelawan, bahwa E. histolytica merupakan

penyebab kolitis amebik dan E. coli merupakan parasit komensal dalam usus besar.7

Pada tahun 1979, Brumpt mengatakan bahwa walaupun E. histolytica dab E. dispar tidak

dapat dibedakan secara morfologi, hanya E. histolytica yang bersifat sebagai patogen. Kedua

68

Page 69: Hemoroid 2

spesies ini berbeda dalam hal isoenzim, sifat antigen dan genetiknya. Sejak tahun 1993 kedua

spesies tersebut secara resmi dibedakan sebagai pathogen (E. histolytica) dan apatogen (E.

dispar). Untuk membuktikan E. histolytica sebagai penyebab diare sekarang digunakan teknik

diagnosis dengan mendeteksi antigen atau DNA/RNA parasitnya.

Pemeriksaan

Diagnosis yang akurat merupakan hal yang sangat penting karena 90% penderita asimtomatik E.

histolytica dapat menjadi sumber infeksi bagi sekitarnya.

1. Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik tidak dapat membedakan E. histolytica dengan E. dispar. Selain

itu pemeriksaan berdasarkan satu kali pemeriksaan tinja sangat tidak sensitif. Sehingga

pemeriksaa mikroskopik sebaiknya dilakukan paling sedikit 3 kali dalam waktu 1 minggu

baik untuk kasus akut maupun kronik. Adanya sel darah merah dalam sitoplasma E.

histolytica stadium trofozoit merupakan indikasi terjadinya invasif amebiasis yang hanya

disebabkan oleh E. histolytica. Selain itu, motilitas stadium trofozoit akan menghilang dalam

waktu 20-30 menit. Karena itu bila tidak segera diperiksa, tinjanya disimpan dalam

pengawet (polyvinil alcohol) pva atau pada suhu 4ᵒC. Hal yang dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan mikroskopik adalah keterlambatan waktu pemeriksaan, jumlah tinja yang tidak

mencukupi, wadah tinja yang terkontaminasi urin atau air, penggunaan antibiotik (tetrasiklin,

sulfonamid), laksatif, antasid, preparat anti-diare (kaolin, bismuth) frekuensi pemeriksaan

dan tinja tidak diberi pengawet.7

Stadium kista pada E. histolytica.

69

Page 70: Hemoroid 2

Stadium trofozoit pada E. histolytica.

2. Pemeriksaan serologi untuk memeriksa antibodi

Sebagian besar orang yang tinggal di daerah endemis E. histolytica akan terpapar parasit

beberapa kali. Kelompok tersebut sebagian besar akan asimtomatik dan pemeriksaan antibodi

sulit membedakan antara current atau previous infections. Pemeriksaan antibodi akan sangat

membantu menegakkan diagnosis pada kelompok yang tidak tinggal di daerah endemis.

Sebanyan 75-80% penderita dengan gejala yang disebabkan E. histolytica memperlihatkan

hasil yang positif pada uji serologi antibodi terhadap E. histolytica. Hal ini dapat dilakukan

dengan bermacam uji serologi seperti IHA, lateks agglutinasi,

counterimmunoelectrophoresis, gel diffusion test, uji komplemen dan ELISA. Biasanya yang

merupakan uji standar adalah IHA, manakal ELISA merupakan alternatif karena lebih cepat,

sederhana dan lebih sensitif. Antibodi IgG terhadap antigen lektin dapat dideteksi dalam

seminggu setelah timbul gejala klinis baik pada penderita kolitis maupun abses hati ameba.

Bila hasilnya meragukan, uji serologi tersebut dapat diulang. Walaupun demikian, hasil

pemeriksaan tidak dapat membedakan current atau previos infections. IgM anti-lektin

terutama dapat dideteksi pada minggu pertama sampai minggu ketiga pada seorang penderita

kolitis ameba. Titer antibodi tidak berhubungan dengan beratnya penyakit dan respons.

Terhadap pengobatan, sehingga walaupun pengobatan yang diberikan berhasil, titer antibodi

tetap tidak berubah. 7

3. Deteksi antigen

Antigen ameba yaitu Gal/Gal/Nac lectin dapat dideteksi dalam tinja, serum, cairan abses dan

air liur penderita. Hal ini dapat dilakukan terutama menggunakan teknik ELISA sedangkan

dengan teknik CIEP ternyata sensitivitasnya lebih rendah. Deteksi antigen pada tinja

70

Page 71: Hemoroid 2

merupakan teknik yang praktis, sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis amebiasis

intestinalis. Walaupun demikian, tinja yang tidak segar atau diberi pengawet akan

menyebabkan denaturasi antigen sehingga berikan hasil yang false negative. Oleh karena itu

syarat melakukan ELISA pada tinja seseorang yang menderita amebiasis intestinalis adalah

tinja segar atau disimpan dalam lemari pendingin. Dengan menggunakan E. histolytica test II

dapat diberikan infeksi yang disebabkan E. histolytica atau E. dispar.7

4. Polymerase chain reaction (PCR)

Metode PCR mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sebanding dengan deteksi antigen

pada tinja penderita amebiasis intestinalis. Kekurangannya adalah waktu yang diperlukan

lebih lama, tekniknya lebih sulit dan mahal. Untuk penelitian polimorfisme E. histolytica

sangat dianjurkan untuk menggunakan metode PCR. Walaupun demikian, hasilnya sangat

dipengaruhi oleh berbagai kontaminan pada tinja.7

Sampai saat ini diagnosis amebiasis yang invasif biasanya ditetapkan dengan kombinasi

pemeriksaan mikroskopik tinja dan uji serologi. Bila ada indikasi, dapat dilakukan kolonoskopi

dan biopsi pada lesi intestinal atau pada cairan abses. Parasit biasanya ditemukan pada dasar

dinding abses. Berbagai penelitian memperlihatkan rendahnya sensitivitas pemeriksaan

mikroskopik dalam mendiagnosis amebiasis intestinalis atau abses hati ameba. Metode deteksi

antigen atau PCR pada tinja merupakan pilihan yang lebih tepat untuk menegakkan diagnosis.

Namun pemeriksaan mikroskopik tetap diperlukan untuk menyingkirkan infeksi campuran

dengan mikroorganisme lain baik parasit atau non-parasit.7

Etologi

a. Hospes dan Nama Penyakit

Manusia merupakan satu-satunya hospes parasite ini. Penyakit yang disebabkannya

adalah amebiasis. Walaupun beberapa binatang seperti anjing, kucing, tikus dan monyet dapay

diinfeksi secara percobaan dengan E. histolytica, hubungannya dengan penularan zoonosis masih

belum jelas.

71

Page 72: Hemoroid 2

b. Daur Hidup

Dalam daur hidupnya, E. histolytica mempunyai 2 stadium yaitu trofozoit dan kista. Bila kista

matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista

tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi

ekskistasi dan keluarlah stadium trofozoit yang masuk ke rongga usus besar. Dari satu kista yang

mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit. Stadium trofozoit berukuran 10-60

mikron (sel darah merah 7 mikron); mempunyai entameba yang terdapat di endoplasma.

Ekstoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata.

Pseudopodium yang dibentuk dari ekstoplasma, lebar dan besar seperti daun, dibentuk dengan

mendadak, pergerakannya cepat dan menuju suatu arah (linier). Endoplasma berbutir halus,

biasanya mengandung bakteri atau sisa makanan. Bila ditemukan sel darah merah disebut

erythrophagocytosis yang merupakan tanda patognomonik infeksi E. histolytica.

Stadium trofozoit dapat bersifat pathogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan

aliran darah, menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kuliy dan vagina. Hal tersebut disebabkan

sifatnya yang dapat merusak jaringan sesuai dengan nama spesiesnya E. histolytica

(histo=jaringan, lysis=hancur). Stadium trofozoit berkembang biak secara belah pasang. Secara

morfologi stadium trofozoit E. histolytica tidak dapat dibedakan dengan E. dispar kecuali

ditemukan sel darah merah dalam endoplasma. Walaupun pada entameba yang apatogen

ektoplasma tidak nyata dan hanya tampak bila membentuk pseudopodium. Pada tinja segar,

pseudopodium terlihat dibentuk perlahan-lahan sehingga pergerakannya lambat.

Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Di dalam

rongga usus besar, stadium trofozoit dapat berubah menjadi stadium precyst yang berinti satu

(enkistasi), kemudian membelah menjadi berinti dua, dan akhirnya berinti 4 yang dikeluarkan

bersama tinja. Ukuran kista 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding

kista dan terdapat inti entameba. Dalam tinja stadium ini biasanya berinti 1 atau 4, kadang-

kadang ada yang berinti 2. Di endoplasma terdapat benda kromatoid yang besar, menyerupai

lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai

makanan cadangan karena itu terdapat pada kista muda.

Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi.

Stadium kista tidak pathogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding

72

Page 73: Hemoroid 2

kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia. Infeksi

terjadi dengan menelan kista matang.7

Daur hidup E. histolytica.

Infeksi yang disebabkan oleh E. histolytica dan E. dispar dapat ditetapkan dengan

menemukan stadium kista dan/atau trofozoit dalam tinja. E. histolytica tidak selalu menyebabkan

gejala (asimtomatik). Stadium trofozoit dpaat ditemukan pada tinja yang konsistensinya lembik

atau cair, sedangkan stadium kista biasanya ditemukan pada tinja padat.7

Epidemiologi

Amebiasis terdapat di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi terutama di daerah tropik dan subtropik,

khususnya di negara yang keadaan sanitasi lingkungan dan keadaan sosio-ekonominya buruk. Di

beberapa negara tropis, prevalensi E. histolytica mencapai 50%. Di Indonesia, amebiasis kolon

banyak ditemukan dalam keadaan endemi. Prevalensi E. histolytica di berbagai daerah di

Indonesia sekitar 10-18%. Di Mesir, India dan Belanda berkisar 10.1-11.5%; di Eropa Utara 5-

10%; di Eropa Selatan 20-51% dan di Amerka Serikat 4-21%. Di negara industri amebiasis

terutama ditemukan pada kelompok homoseksual, imigran, turis yang berpergian ke daerah

endemis, orang yang tinggal di asrama dan penderita HIV positif. 7

73

Page 74: Hemoroid 2

Patofisiologi

Patofisiologi E. histolytica.

Masa inkubasi bervariasi, dari beberapa hari sampai beberapa bulan atau tahun, tetapi secara

umum berkisar antara 1 hingga 4 minggu. Sebanyak 90% individu yang terinfeksi E. histolytica

tidak memperlihatkan gejala klinis dan hospes dapat mengeliminasi parasit tanpa adanya tanda

penyakit. Walaupun demikian, sebanyak 10% individu yang asimtomatik dapat berkembang

menjadi simtomatik dalam waktu lebih 1 tahun, sehingga kelompok ini harus diobati karena akan

menjadi sumber penularan bagi lingkungannya.

Diare didahului dengan kontak antara stadium trofozoit E. histolytica dengan sel epitel

kolon, melalui antigen Gal/Gal Nac-lectin yang terdapat pada permukaan stadium trofozoit.

Antigen terdiri atas dua kompleks disulfida dengan berat molekul masing-masing 179 kDadan

35/31 kDa. Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan protein 150 kDa. Sel epitel usus yang

berikatan dengan stadium trofozoit E. histolytica akan menjadi immobile dalam waktu beberapa

menit, kemudian granula dan struktur sitoplasma menghilang yang diikuti dengan hancurnya inti

sel. Proses ini diakibatkan oleh amoebapores, yang terdapat pada sitoplasma trofozoit E.

histolytica. Amoebopores terdiri atas 3 rangkaian peptida rantai pendek dan dapat membuat pori-

pori pada kedua lapisan lemak (lipid bilayer). Selanjutnya invasi ameba ke dalam jaringan ekstra

sel terjadi melalui sistein proteinase yang dikeluarkan oleh stadium trofozoit parasit. Sistein

proteinase E. histolytica terdiri atas amebapain dan histolisin akan melisiskan matriks protein

eksta sel, sehingga mempermudah invasi trofozoit ke jaringan submukosa. Stadium trofozoit

74

Page 75: Hemoroid 2

memasuki submukosa dengan menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa

dan membuat kerusakan yang lebih luas daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang

disebut ulkus ameoba. Lesi biasanya merupakan ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa

usus. Bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar yang lebar, dengan tepi

yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung. Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan

lisis sel jaringan (histolisis). Bila terdapat infeksi sekunder maka terjadilah peradangan. Proses

ini dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus, maka kerusakan

dapat menjadi luas sekali sehingga ulkusa saling berhubungan dan terbentuk sinus-sinus di

bawah mukosa. Stadium trofozoit E. histolytica ditemukan dalam jumlah besar di dasar dan

dinding ulkus. Dengan peristaltik usus, trofozit dikeluarkan bersama isi usus ke rongga usus

kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja itu

disebut tinja disentri yaitu bercampur lendir dan darah. Tempat yang sering dihinggapi

(predileksi) adalah sekum, rektum dan sigmoid. Seluruh kolon dan rektum dapat dihinggapi bila

infeksi berat.7

Manifestasi Klinis

Bentuk klinis yang dikenal adalah:

1. Amebiasis Intestinal

a. Amebiasis kolon akut

Gejala klinis yang biasa ditemukan adalah nyeri perut dan diare yang dapat berupa tinja

cair, berlendir atau berdarah. Frekuensi diare dapat mencapai 10 kali perhari. Demam

dapat ditemukan pada sepertiga penderita. Pasien kadang tidak mampu makan sehingga

berat badannya dapat menurun. Pada stadium akut ditinja dapat ditemukannya darah,

dengan sedikit leukosit serta stadium trofozoit E. histolytica.

Diare yang disebabkan E. histolytica secara klinik sukar dibedakan dengan diare

yang disebabkan bakteria (Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Compylobacter) yang

sering ditemukan di daerah tropik. Selain itu juga harus dibedakan dengan non infectious

diare seperti ischemic colitis, inflammatory bowel disease dan diverticulitis karena pada

amebiasis intestinalis penderita biasanya tidak demam.

75

Page 76: Hemoroid 2

b. Amebiasis kolon menahun

Amebiasis kolon menahun mempunyai gejala yang tidak begitu jelas. Biasanya terdapat

gejala usus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselangi

konstipasi. Gejala tersebut dapat diikut oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Dasar

penyakit adalah radang usus besar dengan ulkus menggaung, disebut juga kolitis ulserosa

amebik.

Pada pemeriksaan tinja segar, stadium trofozoit E. histolytica sulit ditemukan

karena sebagian besar parasit sudah masuk ke jaringan usus. Karena itu dilakukan uji

serologi untuk menemukan zat anti ameba atau antigen E. histolytica. Sensitivitas uji

serologi zat anti mencapai 75% sedangkan deteksi antigen mencapai 90% untuk

mendiagnosis amebiasis menahun. Pemeriksaan biopsi kolon hasilnya sangat bervariasi,

dapat ditemukan penebalan mukosa yang non-spesifik dengan atau tanpa ulkus, ulserasi

fokal dengan atau tanpa E. histolytica, ulkus klasik yang berbentuk seperti botol (flask

shaped appearance), nekrosis dan perforasi dinding usus. Predileksi terutama di daerah

appendiks atau sekum, jarang sekali ditemuka di sigmoid.7

2. Amebiasis Ekstra-intestinal

Abese hati merupakan manifestasi ekstra-intestinal yang paling sering ditemukan. Sebagian

besar penderita memperlihatkan gejala dalam waktu yang relatif singkat (2-4 minggu).

Penderita memperlihatkan gejala demam, batuk dan nyeri perut kwadran kanan atas. Bila

permukaan diafragma hati terinfeksi, maka penderita dapat terjadi nyeri pleura kanan atau

nyeri yang menjalar sampai bahu kanan. Pada 10-35% penderita dapat ditemukan gangguan

gastrointestinal berupa mual, muntah, kejang otot perut, perut kembung, diare dan konstipasi.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hepatomegali. Pada fase sub-akut dapat ditemukan

penurunan berat badan, demam dan nyeri abdomen yang difus. Abses hati lebih banyak

ditemukan pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Kebanyakan abses terbentuk di

lobus kanan hati, biasanya soliter. Abses berisi nanah yang berwarna coklat.

Pada pemeriksaan tinja, E. histolytica hanya dapat ditemukan pada sebagian kecil

penderita abses hati. Dapat ditemukan leukositosis dan peningkatan serum alkali fosfotase

pada pemeriksaan darah. Komplikasi abses hati dapat berupa penjalaran secara langsung ke

pleura dan/atau perikardium, abses otak dan amebiasis urogenitalis.7

76

Page 77: Hemoroid 2

Pengobatan

Pengobatan yang diberikan pada penderita amoebiasis yang invasif berbeda dengan non-invasif.

Pada penderita amoebiasis non-invasif dapat diberikan poromomisin. Manakala pada penderita

amoebiasis invasif pula terutama diberikan golongan nitroimidazol yaitu metronidazol. Obat lain

yang dapat diberikan adalah tinidazol, seknidazol dan ornidazol. Lebih kurang penderita dengan

amoebiasis koli ringan-sedang sembuh dengan pemberian metronidazol. Pada penderita dengan

fulminant collitis dapat ditambahkan pemberian antibiotik spektrum luas untuk membunuh

bakteri. Setelah pemberian nitroimidazol, biasanya sebanyak 40-60% penderita masih

mengandung parasit karena itu sebaiknya diikuti dengan pemberian paromomisin atau diloksanid

furoat untuk mengeliminasi infeksi dalam lumen usus. Pemberian metronidazol sebaiknya tidak

bersamaan dengan poromomisin sebab dapat menyebabkan diare sebagai efek samping obat.

Paromomisin

Merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang tidak diabsorpsi dalam lumen usus.

Obat tersebut hanya membunuh stadium yang berada di dalam lumen usus. Digunakan untuk

mengeliminasi kista setelah pengobatan dengan metronidazol atau tinidazol. Pemberiannya

harus berhati-hati pada penderita dengan kelainan ginjal. Dosisnya adalah

25-35mg/kgbb/hari, terbagi dalam 8 jam, selama 7 hari. Tidak dianjurkan penggunaan dalam

jangka panjang karena toksik.

Diloksanid furoat (furamid, entamizol)

Merupakan obat pilihan untuk E. histolytica yang berada dalam lumen. Efek samping yang

sering ditemukan adalah kembung. Mual, muntah dan diare kadang-kadang dilaporkan.

Dosisnya 3 kali 500mg perhari selama 10 hari.

Iodoquinol (Iodoksin)

Termasuk golongan hidroksikuinolin. Tidak boleh diberikan pada penderita dengan kelainan

fungsi ginjal. Dosisnya 3 kali 650mg perhari selama 20 hari. Merupakan amebisid luminal

yang bekerja di lumen. Dapat digunakan untuk stadium kista setelah pemberian nitromidazol.

Emetin hidroklorida

Obat ini berguna untuk stadium trofozoit E. histolytica. Pemberian emetin ini efektif bila

diberikan secara parenteral, karena pada pemberian oral absorpsinya tidak sempurna. Dapat

77

Page 78: Hemoroid 2

diberikan melalui suntikan intramaskular atau subkutis setiap hari selama 10 hari. Pemberian

secara intravena toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Doksis

maksimum untuk orang dewasa adalah 65mg sehari, sedangkan untuk anak di bawak 8 tahun,

10mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan sakit berat, dosis harus

dikurangi. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penderita dengan gangguan

jantung dan ginjal.

Dihidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan

secara oral. Dosis maksimum adalah 0.1g sehari dan diberikan selama 4 sampai 6 hari.

Metronidazol

Metronidazol merupakan obat pilihan untuk amebiasis koli atau abses hati ameba, karena

efektif terhadap stadium trofozoit dalam dinding usus dan jaringan. Obat ini tidap dapat

membunuh stadium kista. Efek sampingnya antara lain adalah mual, muntah dan pusing.

Pada infeksi E. histolytica di lumen usus, hanya 50% parasit mati dengan obat ini. Karena itu

dianjurkan pemberian kombinasi obat dengan diloksanif furoat ditambah poromomisin atau

tetrasiklin. Sampai saat ini E. histolytica masih tidak resisten terhadap metronidazol. Dosis

metronidzol untuk orang dewasa adalah 3x 750mg/hari bagi 7 hingga 10 hari. Pada ibu hamil

hindari pemakaiannya padda trimester pertama.

Klorokuin

Merupakan amebisid jaringan yang efektif terhadap amebiasis hati. Efek samping dan

toksisitasnya ringan, antara lain mual, muntah, diare dan sakit kepala. Dosis untuk orang

dewasa adalah 1 gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 hingga 3

minggu.

Pencegahan

Pencegahan amebiasis terutama ditujukan pada kebersihan perorangan (personal hygiene) dan

lingkungan (environmental sanitation). Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan

dengan bersih sesudah membuang air besar dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan

meliputi: masak air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih

atau memasaknya sebelum makan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia

sebagai pupuk, menutup makanan dengan baik untuk menghindari kontiminasi oleh lipas atau

lalat dan membuang sampah di tempat tertutup.7

78

Page 79: Hemoroid 2

Komplikasi

Komplikasi amebiasis intestinal dapat berupa acute necrotizing colitis, toxic megacolon,

ameboma, amebiasis kutis dan ulkus perianal yang dapat membentuk fistula.

Penderita dengan acute necrotizing colitis sangat jarang ditemuka tetapi angka kematian

mencapai 50%. Penderita terlihat sakit berat,demam, diare dengan lendir dan darah, nyeri perut

dengan tanda iritasi peritoneum. Bila terjadi perforasi usus atau pemberian anti ameba tidak

memperlihatkan hasil, dilakukan tindakan bedah. Toxic megacolon juga sangat jarang, biasanya

berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid. Penderita memerlukan tindakan bedah karena

biasanya pemberian anti ameba sahaja tidak memperlihatkan perbaikan. Ameboma berasal dari

pembentukan jaringan granulasi kolon yang berbentuk seperti cincin (annuler), dapat tunggal

atau multiple. Biasanya ditemukan di sekum atau kolon ascenden. Gambaran histologis

menunjukkan jaringan kolagen dan fibroblas dengan tanda peradangan menahun disertai

granulasi. Ameboma ini menyerupai karsinoma kolon yang bila tidak diobati akan menjalar

keluar dari usus dan menyebabkan amebiasis ekstra-intestinalis. Hal ini dapat terjadi secara

hematogen atau perkontinuitatum.7

Prognosis

Baik dengan pengobatan yang efisien dan tanpa komplikasi berat.

Askariasis

Askariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascariasis lumbricoides. Kurang

lebih satu perempat daripada penduduk dunia terinfeksi dengan kada 45% di Amerika Latin dan

95% di Afrika. Askariasis lebih banyak di bagian tropikal dan kawasan yang higienenya rendah.

Pasien dapat tetap tanpa gejala untuk waktu yang lama. Selama larva berada di dalam badan,

mereka akan menyebabkan kerusakan viseral, peritonitis dan inflamasi, pembesaran hati atau

limpa, toksisitas dan pneumonia. Infestasi cacing yang berat dapat menyebabkan kekurangan

gizi, komplikasi lain dan kadang-kadang fatal, termasuk obstruksi usus oleh sekelompok cacing

terutama pada anak-anak, penyumbatan saluran empedu dan pankreas. Cacing dapat

79

Page 80: Hemoroid 2

menyebabkan gangren di ileum dan dapat merupakan penyebab kepada kematian. Askaris

mengabsorbsi sebagian besar nutrisi dari makanan yang dicerna oleh host.7

Morfologi cacing

Ascaris lumbricoides berbentuk bulat panjang. Cacing dewasa jantan berukuran lebih kecil dari

cacing dewasa betina. Panjang cacing jantan kurang lebih 15-30cm dengan lebar 0.2-0.4cm.

Cacing jantan mempunyai ekor melingkar dan mempunyai spikulum. Cacing dewasa betina

berukuran lebih besar yaitu panjang 20-35cm dengan lebar 0.3-0.6cm. ekor cacing betina lurus

dan runcing. 1/3 bagian anteriornya mempunyai cincin kopulasi.

Cacing Ascaris lumbricoides jantan dan betina

Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%. Kurangnya

pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman

rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Di Negara-

negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai popok.7

Tanah liat, kelembapan tinggi dan suhu 25-300C merupakan kondisi yang sangat baik untuk

berkembangnya telur A. lumbricoides menjadi bentuk infektif.

80

Page 81: Hemoroid 2

Daur hidup

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam

waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan oleh manusia, menetas di

usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe,

lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus

dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea

melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea, larva menuju faring, sehingga menimbulkan

rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke

dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi cacing

dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang

lebih 2-3 bulan.

Gambar 1: Daur hidup Ascaris lumbricoides.

Komplikasi akut yang paling umum dari Ascaris lumbricoides adalah obstruksi usus. Tingkat

kematian obstruksi usus adalah 5.7% di bawah usia 10 tahun. Obstruksi usus dapat sembuh

spontan dengan pengobatan konservatif termasuk istirahat usus, cairan intravena dan dekompresi

nasogastrik. Sekumpulan cacing di dalam usus menyebabkan obstruksi mekanik dan

menyebabkan intusseption dan volvulus. Intusseption merupakan sebagian dari usus

terinvaginasi ke bagian usus yang lain. Volvulus pula ialah sebagian daripada usus memutar

81

Page 82: Hemoroid 2

dengan dirinya sendiri sehingga terjadinya obstruksi. Volvulus, intusseption atau meningkatnya

tekanan pada dinding usus menyebabkan nekrosis.

Patologi dan gejala klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan

karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan

kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam dan

eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan

tersebut disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan.

Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan

berkurang, diare atau konstipasi.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan

malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah dasar. Efek yang serius terjadi bila

cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu

cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan

keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.

Manifestasi klinis

Kebiasaannya tidak bergejala. Tetapi apabila menimbulkan gejala, termasuk:

- Sputum berdarah

- Batuk

- Demam

- Nafas yang pendek dan wheezing

- Kegatalan kulit

- Nyeri perut

- Muntah mengeluarkan cacing

82

Page 83: Hemoroid 2

- Cacing keluar bersama tinja

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang selalu dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis Ascaris termasuk

memeriksa feses pasien. Pemeriksaan ini dikenali sebagai Stool ova and parasite exam. Dengan

melihat feses segar pasien di bawah mikroskop, terdapat telur atau ovum di dalam feses. X-ray

juga dapat digunakan untuk mendiagnosis Ascariasis dengan melihat komplikasi dalaman akibat

dari infeksi Ascaris. Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui

pasien mengalami anemia atau tidak. Positif anemia merupakan salah satu tanda pasien

mengalami Askariasis. 7

Gambar menunjukkan Ascaris lumbricoides berada di dalam esophagus.

Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya

telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing

dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja.7

Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk perorangan

dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pemoat 10mg/kg berat

badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg.

83

Page 84: Hemoroid 2

Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran A.

lumbricoides dan T. trichiura. Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:

- Obat mudah diterima masyarakat

- Aturan pemakaian sederhana

- Mempunyai efek sampingan yang minim

- Bersifat polivalen, sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing

- Harganya murah

Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan pemberian

albendazol 400 mg 2 kali setahun.7

Pencegahan

Tidak terdapat vaksin untuk mencegah Ascariasis. Walaubagaimanapun, infeksi Ascaris dapat

dicegah dengan mencegah tanah yang terkontaminasi dengan tinja manusia, membuang popok

yang telah digunakan di tempat yang sesuai, membasuh tangan menggunakan sabun dan air

sebelum memgang makanan dan memasak sehingga matang semua makanan sebelum makan.

Untuk mencegah infeksi ulang Ascariasis, kuku hendaklah sentiasa pendek dan terjaga, mencuci

pakaian dan tempat tidur yang terkontaminasi dengan steril.7

Komplikasi

- Muntah cacing karena obstruksi saluran nafas oleh cacing dewasa

- Ileus obstruksi oleh cacing dewasa

- Appendicitis karena cacing masuk ke apendiks

- Perforasi di dinding usus karena cacing menembusi dinding usus.

Prognosis

84

Page 85: Hemoroid 2

Pada umunya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, penyakit dapat sembuh

sendiri dalam waktu 1.5 tahun. Dengan pengobatan, angka kesembuhan 70-90%.7

Hernia Hiatal

Gambar Lambung Normal dan Hernia Hiatal

Diafragma adalah lembaran otot yang digunakan untuk bernafas, yang merupakan pembatas

antara thorax dan abdomen.

Hernia Hiatal adalah penonjolan dari suatu bagian gaster melalui diafragma dari posisinya yang

normal di dalam abdomen.

Hernia hiatal ada 2, yaitu:

A. Sliding hernia hiatal:

85

Page 86: Hemoroid 2

Pada sliding hiatal hernia, perbatasan antara oesofagus dan gaster, juga sebagian dari gaster,

yang secara normal berada di bawah diafragma, menonjol ke atas diagragma.

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan esofagogastrografi yang memperlihatkan

mukosa gaster (kardia) yang berada di atas hiatus.

Esofagoskopi dilakukan pada sliding hernia hiatus dengan tanda esofagitis. Bila

dengan pemeriksaan radiologi dan endoskopi sudah jelas ada sliding hernia hiatus, maka

manometri esophagus distal tidak diperlukan lagi.4

Gambar radiologis Sliding hernia hiatal:

Etiologi

Penyebab hernia hiatal biasanya tidak diketahui, tetapi bisa terjadi karena adanya

kelamahan pada jaringan penyokong.

86

Page 87: Hemoroid 2

Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sliding hernia hiatal pada dewasa adalah:

- pertambahan usia

- kegemukan

- merokok

Pada anak-anak, sliding hernia hiatal biasanya merupakan suatu cacat bawaan. Sliding

hernia hiatal pada bayi biasanya disertai dengan refluks gastroesofageal.

Gambaran klinis

Makin lanjut usia, makin tinggi resiko mengalami sliding hernia hiatal. Gejala

utama sliding hernia hiatal biasanya merupakan gejala esofagitis refluks, yaitu regurgitasi

asam lambung dan rasa terbakar atau nyeri dada. Mual dan muntah disertai nyeri

epigastrium merupakan gejala yang juga sering dikeluhkan. Rasa kembung dan nyeri

timbul terutama setelah makan banyak atau setelah muntah. Disfagia merupakan gejala

yang sangat mengganggu sehingga pasien biasanya takut makan. Disfagia dirasa lebih

ringan bila penderita makan makanan cair.4

Nyeri dada di malam hari pada waktu tidur terlentang disertai singultus (cegukan)

sering juga ditemukan.

Dalam keadaan lanjut dapat terjadi tanda perdarahan, yaitu muntah darah atau

melena akibat perdarahan dari tukak karena esofagitis berat.

Tanda obstruksi esophagus terjadi bila sudah ada striktur esophagus distal karena

esofagitis kronik.4

Penatalaksanaan

Jika tidak ada gejala dan diagnosis ditemukan secara kebetulan, sliding hernia

hiatal dibiarkan tanpa diberi obat karena jarang progresif. Bila ada tanda komplikasi,

87

Page 88: Hemoroid 2

pengobatan umumnya hanya diberikan untuk menghilangkan gejalanya. Umumnya

pengobatan ditujukan pada esofagitis refluks untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Kalau terjadi komplikasi dan pengobatan konservatif gagal, harus dipikirkan untuk

melakukan tindakan pembedahan.4

Tindakan pembedahan ditujukan untuk mengembalikan kompetensi daerah

esophagus untuk mencegah esofagitis refluks.

Fundoplikasi baik melalui laparotomi ataupun torakotomi kiri merupakan cara

yang banyak digunakan sampai sekarang karena memberikan hasil baik lebih

kurang 85 % dan angka kekambuhan refluks kecil yaitu kurang dari 10 %.

Pembedahan ini terdiri atas mobilitas esophagus untuk menempatkannya kembali

di dalam abdomen, memfiksasi dinding lambung sekitar esophagus distal

(duplikasi), dan menyempitkan hiatus esophagus.

B. Hernia hiatal paraesofageal

Gambar Hernia hiatal paraesofageal

Pada hernia hiatal paraesofageal sebagian dinding kurvatura mayor lambung tergelincir

masuk ke dalam rongga thoraks, sedangkan letak batas lambung esophagus dalam posisi

normal.

Gambaran klinis

88

Page 89: Hemoroid 2

Hernia hiatal paraesofageal umumnya tidak menyebabkan gejala. Tetapi bagian yang

menonjol ini bisa terperangkap atau terjepit di diafragma dan mengalami kekurangan

darah (iskemia).4

Bila keadaannya serius dan timbul nyeri, disebut penjeratan (strangulasi) yang

membutuhkan pembedahan darurat.

Namun pada beberapa kasus bisa juga terdapat gejala seperti rasa kembung dan

penuh yang makin lama makin menganggu dan makin berat. Rasa nyeri dan berat di

epigastrik dan retrosternal setelah makan makanan cair dari pada setelah makan makanan

padat dan kadang disertai mual dan muntah. Disfagia timbul bila terjadi perputaran batas

esophagus – lambung akibat volvulus lambung mengalami hernia.4

Dan pada beberapa kasus lain esofagitis refluks sering merupakan manifestasi

klinis dari hernia hiatal paraesofageal.

Manifestasi klinis sering timbul akibat komplikasi berupa volvulus lambung,

obstruksi esophagus, tukak lambung, strangulasi, dan perdarahan.4

Penatalaksanaan

Jika hernia hiatal paraesofageal tidak menimbulkan gejala, pengobatan tidak perlu

diberikan. Jika ada gejala atau tanda komplikasi, dilakukan koreksi pembedahan yang

terdiri atas mengembalikan hernia ke dalam rongga abdomen, kemudian difiksasi

dibawah diafragma dan dilakukan plastic hiatus untuk memperkecil hiatus.4

\

Salmonella

Adanya kaitan antara Demam Tifoid dengan Perforasi usus yang menyebabkan perdarahan

saluran cerna bagian bawah.

Pemeriksaan Penunjang

89

Page 90: Hemoroid 2

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan

udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang

cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid.9

Gambar radiologis perforasi usus

Etiologi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Merupakan batang gram negative, umumnya gerak

positif, pathogen pada manusia dan hewan, dapat hidup dalam tinja. Salmonella mudah tumbuh

pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa.8

Epidemiologi

Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan.

Adapun feses yang berasal dari orang yang tidak dicurigai mengidap penyakit sibklinis atau

carrier merupakan sumber kontaminasi yan penting daripada kasus klinis yang jelas yang segera

diisolasi; misalnya bila carrier yang berkerja sebagai pengelola makanan akan mengeluarkan

organisme itu.8

Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut ini

adalah sumber-sumber infeksi yang penting:

1. Air- kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas

2. Susu dan produk susu lainnya (es krim, pudding, keju)- kontaminasi dengan feses dan

pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah.

3. Kerang-dari air yang terkontaminasi

90

Page 91: Hemoroid 2

4. Daging dan produk daging- dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi

oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia.8

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan komplikasi demam tifoid terhadap perforasi usus,

antara lain umur (biasanya 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit

dan mobilitas penderita.9 Typhoid perforasi dapat terjadi pada hari ke2-100, waktu residitif dan

waktu reconvalesent.

Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia

melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Masa inkubasi 10-14 hari. Sebagian kuman

dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi lolos ke dalam usus dan selanjutnya berkembang

biak. Bila respons imunitas humoral mukosa usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-

sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria, kuman berkembang biak dan

difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak

di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar

getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang

asimptomatik) dan menyebar ke hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman berkembang dan

selanjutnya masuk ke sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan

disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke

empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam

lumen usus. Sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.

Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk

tukak/luka yang berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus, Bila luka menembus

lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak

menembus dinding usus, maka perforasi dapat terjadi.9

Gambar Patofisiologi Demam Tifoid yang menyebabkan komplikasi perforasi usus

91

Page 92: Hemoroid 2

Manifestasi klinik

Gejala klinik penderita tifoid yang disertai perforasi usus:

Mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di kuadran kanan bawah yang kemudian

menyebar ke seluruh perut.

Tanda-tanda ileus.

Bising usus melemah pada 50% penderita.9

Pengobatan

Farmakologis

92

Page 93: Hemoroid 2

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengatasi kuman S. typhi tetapi

juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobic pada flora usus.

Antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol (4 x 500mg per hari selama 7

hari) dan ampisilin (kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan

dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan antara 50-150mg/kg BB) intravena.

Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin / metronidazol.

Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan

dipasang nasogastric tube (NGT).9

Non-farmakologis

Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi lebih lanjut dan

mempercepat penyembuhan.

Diet dan terapi penunjang. Misalnya pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan

lauk-pauk yang rendah selulosa untuk menghindari komplikasi.9

Tindakan Pembedahan

ileostomi reseksi

Pencegahan

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi.

Cara umum antara lain adalah peningkatan higienitas dan sanitasi karena perbaikan

higienitas dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air

bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga

apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi.

Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang

diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara parenteral berupa ViCPS (Typhim

Vi/Pasteur Merieu), vaksin kapsul polisakarida. Yang kedua adalah vaksin yang

93

Page 94: Hemoroid 2

dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral Ty21a diberikan 3 kali secara

bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun, laporan lain sebesar 33% selama 3 tahun.

Indikasi vaksinasi:

Populasi: anak usia sekolah di daerah endemic, personil militer, petugas rumah

sakit, laboratorium kesehatan, industry makanan/minuman.

Individual: pengunjung/wisatawan ke daerah endemic, orang yang kontak erat

dengan pengidap tifoid (karier).

Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S. typhi akut maupun karier.

Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun di rumah dan lingkungan sekitar

orang yang telah diketahui pengidap kuman S. typhi.9

Prognosis

Dubia ad malam.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:

Dari studi kasus dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Hemorroid, yang didukung

dengan gejala keluarnya darah merah segar pada feses setelah BAB.

Daftar Pustaka

1. Simadibrata, Marcellus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. edisi V. Jakarta: interna

Publishing; 2010, hal 513-21, 587-90, 610-1.

94

Page 95: Hemoroid 2

2. Price, S. A., Wilson, L.M., Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, volume 1, edisi 6.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006, hal. 459-61, 464-5, 467-8.

3. Sabiston, David C. Buku ajar ilmu bedah, bagian 2. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2010, hal 32-3, 47-8, 59.

4. De Jong, Sjamsuhidrajat. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2011, hal 510-1, 767-9, 773-4, 792-3.

5. Sukardja, I Dewa. Onkologi Klinik, edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press; 2000,

hal 85, 105.

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi

V jilid 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 567-

75.

7. Buku ajar parasitologi kedokteran, edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran UI; 2009.

8. Geo F. Brooks, Janet S. Butel, A.Morse. Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick, &

Adelberg, Ed 23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008, hal 267-7.

9. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam, jilid III, edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal 2797-805.

95