makalah ppok blok 18 katarina

Upload: katarinads

Post on 10-Jan-2016

258 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PPOKmakalah pblpenyakit paru obstruktif kronik

TRANSCRIPT

Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif KronikKatarina Dewi SartikaMahasiswa Fakultas Kedokteran Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : [email protected] Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Gejala utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah sesak napas memberat saat aktivitas, batuk dan produksi sputum. Gejalanya bersifat progresif lambat kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernapasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernapasan reversibel pada asma. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki gejala-gejala dari kedua penyakit yaitu bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga termasuk asma. Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yaitu kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik. Hal ini membuat PPOK menjadi salah satu penyakit yang menjadi tantangan di masa yang akan datang.AnamnesisAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (alloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.Pada anamnesis penyakit PPOK, ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada orang yang diwawancara untuk mendapat informasi, seperti : 1) Identitas yang meliputi nama, usia, pekerjaan dan tempat tinggal; 2) Keluhan utama yang meliputi keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga menjadi alasan pasien datang ke dokter seperti : Sesak nafas yang memberat dan terus-menerus sejak 5 jam yang lalu3) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat : Berapa lama pasien merasa sesak napas? Kapan pasien merasa sesak napas: saat istirahat atau aktivitas? Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas? Apakah pasien mengalami keterbatasan olahraga yang progresif? Apakah pasien batuk? Jika ya, sejak kapan, adakah sputum, berapa banyak, dan apa warnanya? Apakah terdapat mengi? Jika ya, kapan? Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring? Apakah terdapat penurunan berat badan?4) Riwayat penyakit dahulu seperti sudah berapa lama pasien mengalami keadaan nafas terasa berat? Kira-kira apa pemicunya? Apakah ada anggota keluarga yang mengalami asma?5) Riwayat penyakit keluarga seperti apakah ada riwayat sakit diabetes/jantung/alergi?6) Riwayat pribadi seperti adakah kebiasaan merokok? Jika ya, sejak kapan, berapa batang sehari?7) Riwayat sosial seperti keadaan lingkungan tempat tinggal pasien padat penduduk/tidak, adakah orang sekitar yang merokok, adakah aktifitas pembakaran sampah, penggunaan kayu bakar sebagai kompor, adakah tetangga yang menderita keluhan yang sama.Pemeriksaan FisikPemeriksaan Umum1-2Menilai keadaan umum pasien baik/buruk, yang perlu diperiksa : Kesadaran pasien : Kompos mentis/Apatis/Delirium/Somnolen/Sopor/stupor/Koma Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan pasien ketika datang yaitu pasien tampak sakit ringan/sedang/berat.Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan suhu tubuh.Pemeriksaan fisik thorax yang dapat dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.1-31. Inspeksi Inspeksi dilakukan dari kepala, leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.a) Kelainan dinding dadaKelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider nevi, ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.b) Kelainan bentuk dadaDada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu : Dada emfisema (barrel chest) yaitu dada menggembung, diameter anteroposterior lebih besar dari diameter latero-lateral; tulang punggung melengkung (kifosis), angulus costae >900, terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK. c) Frekuensi pernapasanFrekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya pada pneumonia, anksietas, asidosis. d) Jenis pernapasan Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut. Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak). Pada perempuan sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada daerah tersebut. Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia. e) Pola pernapasan Takipnea: napas cepat dan dangkal. Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.1. PalpasiPalpasi dilakukan pada bagian leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis. a) Palpasi dalam keadaan statis.Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah: Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah submandibula dan kedua aksila. Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain. b) Palpasi dalam keadaan dinamis.Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi paru serta pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal. Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi tersebut. untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan sedikit diangkat ke atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada saat pasien menarik napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut. Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada paru bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan harus disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini dilaporkan sebagai normal, melemah, atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif).1. PerkusiBerdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam yaitu: Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial, pneumotoraks, dan bula yang besar1. AuskultasiAuskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sitem trakeobronkial. a) Suara napas pokok yang normal terdiri dari: Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru. Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa didaptkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula. Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda. Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung. Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni. Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah trakea. Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong. b) Suara nafas tambahan terdiri dari: Rongki kering: suara napas kontinu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma.Pada pasien PPOK pada pemeriksaan fisik: Pasien biasanya tampak kurus dengan barell shaped chest (diameter anteroposterior dada meningkat). Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang. Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.Pemeriksaan Penunjang0. Pemeriksaan laboratorium rutin2,3Yang tampak nyata ialah polisitemia, yaitu jumlah eritrosit yang melebihi normal. Ini adalah akibat dari hipoksia kronis yang dialami penderita. Pada hipoksia kronis kadar hemoglobin bisa meningkat. Polisitemia dimaksud oleh tubuh agar oksigen yang berhasil masuk ke dalam alveolus masih dapat terangkut semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Sering, polisitemia ini jauh mendahului timbulnya keluhan sesak. Bila terjadi infeksi sekunder, akan ada lekositosis seperti halnya pada penyakit-penyakit infeksi lain.0. Pemeriksaan radiologis2,3 Foto toraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan bronkovaskuler yang bertambah. Foto toraks pada emfisema paru, foto toraks menunjukan gambaran hiperlusen, adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)

Perbandingan foto thorax normal dan hiperinflasi0. Pemeriksaan faal paru2,3Dengan spirometer sederhana, akan tampak jelas penurunan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1) dibandingkan dengan orang normal, dengan umur dan potongan badan yang sama. Pada kasus ringan, VEP1 hanya mencapai 80% atau kurang, dibanding orang normal. Pada kasus-kasus berat, VEP1 mungkin hanya 40% atau malah kurang. Sebaliknya, kapasitas vital tak berubah banyak, bahkan sering kali masih dalam batas normal, kecuali pada stadium lanjut. Disamping VEP1 sendiri, akan ada penurunan ratio PEV1/KVP.Bila penderita diperiksa dengan Peak Flow Spirometer, akan terlihat penurunan Peak Flow Rate (PFR) yang besarnya seimbang dengan penurunan VEP1.Uji bronkodilator- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil0. Pemeriksaan analisa gas darah2,3Analisa gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Terutama untuk menilai gagal napas kronik stabil atau gagal napas akut pada gagal napas kronik. Perlu diingat bahwa perjalanan bronchitis kronis berlangsung lambat dan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membuat keadaan penderita menjadi buruk. Dengan demikian penurunan PaO2 serta peningkatan PaCO2 dan semua akibat sekundernya (asidosis, dan lain-lain) juga akan terjadi perlahan-lahan dengan adaptasi secara maksimal dari tubuh penderita. Oleh karena itu tidak mengherankan ada penderita dengan PO2 hanya sebesar 50% tetapi masih dapat melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. Disamping penurunan PO2 juga akan terjadi penurunan saturasi oksigen.1. Pemeriksaan sputum4Pewarnaan gram dan kultur diperlukan untuk mengetahui kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama PPOK.1. Uji coba kortikosteroid4Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP 1 pasca bronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.Working DiagnosisDiagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini pasien mengeluh sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu mengeluh batuk berdahak warna putih. Pasien mengatakan dirinya tidak demam. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari. Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika beraktivitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. PF: TD: 120/70 mmHg, frek nadi: 100x/mnt, frek. napas: 32x/mnt, Suhu: 36C, Ku: tampak sakit sedang, kesadaran: compos mentis, mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mulut: sianosis (-), leher: tidak teraba perbesaran KGB. JVP 5-2 cm H2O, tiroid tidak teraba membesar, thorak pulmo: Inspeksi simetris dalam keadaan statis dinamis, retraksi intercostal (+), palpasi taktil fremitus simetris, Perkusi: sonor pada kedua lapang paru, Auskultasi SN vesikuler, whezzing +/+, ronki basah kasar minimal +/+. Cor BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-), abdomen: perut datar, NT (-), bu (+) normal, ekstremitas: sianosis ringan jari-jari tangan, clubbing finger (-), akral hangat, perfusi < 3 detik, oedema (-). Lab: Hb: 16 g/dL, Leukosit: 6500/L, trombosit: 300.000/L, thorax foto: kesan: tampak sela iga melebar.Differential Diagnosis1. Bronkiektasis3,4Bronkiektasis merupakan infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus dan bronkiolus yang menyebabkan dilatasi permanen yang abnormal pada saluran napas ini. Gambaran klinisnya meliputi batuk-batuk, demam dan produksi sputum purulen yang berlebihan. Pada kasus yang berat dapat terlihat insufisiensi respiratorius obstruktif. Komplikasinya meliputi kor pulmonale, abses metastatic dan amiloidosis sistemik.Bronkiektasis disertai dengan : Kelainan congenital atau herediter (misalnya kistik fibrosis, keadaan imunodefisiensi) Keadaan pasca-infeksi (pneumonia bakteri, virus atau fungus dengan nekrotisasi) Obstruksi bronkus (misalnya oleh tumor atau benda asing) Keadaan lain (misalnya arthritis rematoid atau penyakit graft-versus-host yang kronik)Obstruksi dan infeksi merupakan penyebab utama bronkiektasis. Pada obstruksi terjadi inflamasi, nekrosis, fibrosis dan dilatasi saluran napas yang irreversibel. Morfologi Perubahan paling berat terjadi dalam saluran napas distal pada lobus paru sebelah bawah; dilatasi yang terjadi memiliki bentuk yang berbeda-beda (silindris, fusiformis atau sakuler). Pemeriksaan histologik memperlihatkan spectrum inflamasi yang ringan hingga inflamasi yang akut dan kronik dengan nekrotisasi pada saluran napas besar yang disertai fibrosis bronkiolus.

2) CHF (Congestive Heart Failure)5Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentanggagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolik (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.Manifestasi Klinik1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru,ditandai oleh batuk dan sesak nafas4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume.

3) Asma bronkiale6Kelainan inflamasi kronik yang kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang paroksismal tetapi reversible pada saluran napas trakeo bronkial; serangan ini disebabkan oleh hiperreaktivitas otot polos. Insidennya meningkat secara signifikan dalam 3 dasawarsa terakhir ini di dunia Barat. Penyakit asma dapat dipilah menurut intensitas klinik, respon terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara patofisiologi dikenal dua tipe yang utama: Asma atopic (alergik; regain-mediated) merupakan tipe yang sering ditemukan; tipe asma ini dipicu oleh antigen lingkungan (misalnya debu, serbuk sari, makanan) dan sering disertai riwayat atopi dalam keluarga. Pada fase akut, pengikatan antigen pada sel-sel mast yang terselubung IgE menyebabkan pelepasan mediator sitokin yang primer (misalnya, leukotriene) dan sekunder (misalnya, sitokin, neuropeptide). Mediator fase akut menyebabkan bronkospasme, edema, sekresi mucus dan rekrutmen leukosit. Reaksi fase lanjut dimediasi oleh leukosit yang direkrut (misalnya eosinophil, limfosit, neutrophil, monosit); reaksi ini ditandai oleh bronkospasme yang persisten serta edema, infiltrasi leukosit dan kerusakan serta kehilangan epitel. Asma non atopik (non reagenik, non imun) kerap kali dipicu oleh infeksi saluran napas, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan dan biasanya tanpa riwayat keluarga dan tanpa keterlibatan IgE yang nyata. Penyebab peningkatan reaktivitas saluran napas tidak diketahui.MorfologiParu-paru berkembang secara berlebihan dengan disertai bercak-bercak atelektasis dan oklusi saluran napas oleh sumbat mucus. Secara mikroskopik, paru-paru memperlihatkan edema, infiltrate radang pada bronkiolus dengan sejumlah eosinofil, fibrosis pada sebmembran basalis dan hipertrofi otot polos dinding bronkus serta kelenjar submukosa. Sumbat mucus yang berpilin (spiral Curschmann) dan debris granul eosinofil yang berbentuk kristaloid (Kristal Charcot-Leyden) mengendap di dalam saluran napas.4) Aspergillosis7Penyakit jamur disebabkan oleh spesies Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus. Cara penularannya adalah inhalasi konidia dari udara bebas. Pada penderita penyakit paru kronis (terutama asthma, juga penyakit gangguan paru kronis atau cystic fibrosis) dan penderita yang alergi terhadap jamur ini dapat menyebabkan kerusakan bronchus dan penyumbatan bronchus intermiten. Keadaan ini disebut sebagai allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA). Invasi kedalam pembuluh darah berupa trombosis dan menyebabkan infark adalah ciri dari infeksi jamur ini pada pasien dengan kekebalan rendah. Diagnosis ABPA ditegakkan antara lain adanya reaksi benjolan merah di kulit jika dilakukan skarifikasi atau suntikan intradermal dengan antigen Aspergillus, adanya sumbatan bronchus yang menahun, eosinofilia, terbentuknya antibodi presipitasi serum terhadap Aspergillus, peningkatan kadar IgE dalam serum dan adanya infiltrat paru yang bersifat transien (dengan atau tanpa bronkiektasis sentral). Kolonisasi endobronkial saprofitik didiagnosa dengan kultur atau ditemukannya Aspergillus mycelia pada sputum atau pada dahak ditemukan hyphae. Serum precipitin terhadap antigen spesies Aspergillus biasanya juga muncul. Bola jamur (fungus ball) dari paru biasanya dapat didiagnosa dengan foto toraks dan dari catatan medis. Diagnosa aspergillosis invasif ditegakkan dengan ditemukannya Mycelia Aspergillus dengan mikroskop dari jaringan yang terinfeksi; konfirmasi diagnosa dilakukan dengan kultur untuk membedakan dengan penyakit jamur lain yang gambaran histologinya mirip.EpidemiologiPPOK dapat menjadi masalah karena menyebabkan kecacatan pernafasan yang berlangsung lama, sehingga penderita tidak dapat bekerja lagi dan akhirnya hidupnya sangat tergantung dari orang lain. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. Akhir-akhir ini PPOK semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitas yang terus meningkat. Data di Indonesia PPOK merupakan penyakit paru no. 2 setelah tuberkulosis yang datang ke rumah sakit, karena itu pada saat ini yang penting adalah menemukan kasus ini dalam keadaan dini sehingga hasil pengobatan dan prognosis menjadi lebih baik. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.3-5

EtiologiSetiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.4,5 Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Merokok merupakan > 90% risiko untuk PPOK dan sekitar 15 % perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruktif pada anak. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin. Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun), Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan dan Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan merupakan faktor risiko independen untuk PPOK. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak-kanak berhubungan dengan rendahnya tingkat paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK pada saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK. Jenis kelaminDahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Status sosioekonomi dan status nutrisi Asma Usia >40 tahunPatogenesis6,8Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Gambar 1. PPOK Terkait Partikel InhalasiAda beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.7

Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respon inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema dan mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara uang bersifat progresifGejala KlinisTanda-tanda PPOK : batuk, produksi sputum berlebihan (pada jenis bronchitis kronik), dispnea, obstruksi saluran napas yang progresif. Pada pemeriksaan spirometri, FEV1 di bawah predicted, perbaikan pada tes provokasi setelah pemberian bronkodilator < 12%. Dispnea progresif saat olahraga; dispnea nocturnal paroksismal; edema kaki atau perut kembung (cor pulmonale); batuk produktif; mengi.8Gejala utama bronkitis kronik adalah batuk berdahak yang menetap. Selama bertahun-tahun, tidak ada gangguan pernapasan lain, tetapi akhirnya pasien mengalami sesak napas jika beraktivitas (berolahraga). Dengan berlalunya waktu dan biasanya dengan berlanjutnya merokok, elemen-elemen lain PPOK mulai muncul, termasuk hiperkapnia, hipoksemia dan sianosis ringan. Pada kasus yang klasik, bronkitis kronik murni dapat dibedakan dari emfisema yang menyertai, tetapi banyak pasien PPOK mengalami kedua penyakit ini. Bronkitis kronik berat yang telah berlangsung lama sering menyebabkan cor pulmonale dan gagal jantung. Kematian juga dapat disebabkan oleh semakin memburuknya fungsi pernapasan akibat infeksi bakteri akut berulang.8,9Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak mampu berfungsi. Pada penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala lain adalah batuk, wheezing, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong (barrel chest) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.9Dalam spectrum PPOK, dikenal dua gambaran klinis yang ekstrem: tipe A (pink puffer) dan tipe B (blue bloaters). Dulu dianggap bahwa tipe ini berkolerasi dengan jumlah relatif emfisema dan bronchitis kronik, khususnya dalam paru, tetapi keadaannya lebih rumit. Walaupun demikian, penjelasan kedua pola gambaran klinis ini masih berguna karena mereka mewakili patofisiologi yang berbeda. Dalam praktik, kebanyakan pasien memiliki gambaran keduanya.8,9

PINK PUFFER BLUE BLOATER

Ukuran tubuh Kurus dan ramping Obese

Penyakit yang mendasari Emfisema Bronkhitis kroniks

Usia 50-75 tahun 40-55 tahun

Sputum Sedikit Banyak

Onset Dyspnea Batuk

PA paruEmfisema panasinar Emfisema sentrilobular

Cor pulmonal (-)(+)

Polisetemia sekunder (-)(+)

Sianosis Sedikit atau (-)(+)

Analisa Gas darah PCO2 rendah PCO2 meningkat

Tipe A = pink puffer (pp)Predominan EmfisemaTipe B = Blue bloater (BB)Predominan Bronkitis kronik

Riwayat perokokada/tidak adaada

Riwayat keluargaada pada defisiensi alfa 1 antitripsin dan fibrokistikada pada fibrokistik

Riwayat batukBatuk kering disertai dispnue progresifBatuk kronik sputum produktif

Pemeriksaan fisikmalnutrisi, torak hipersonor, suara nafas melemah, sela iga melebar, jantung kecil.gisi baik, kadang-kadang obes, polisitemia, sianosis, ronki basah +/-, jantung besar, cenderung menjadi corpulmonale.

Foto torakDiafragma mendatar hiperlusen, jantung kecilcorakan bronkovaskuler paru bertambah, jantung membesar.

Respons bronkodilatortidak ada perbaikanVEP1 ada perbaikan walaupun sedikit

Dasar patologik tipe A dan BSeperti yang ditunjukkan sebelumnya, awalnya diyakini bahwa pasien tie A sebagian besar menderita emfisema sementara pasien tipe B terutama menderita bronchitis kronis. Namun, pernyataan ini terlalu sederhana. Bagian yang membingungkan adalah bahwa kriteria yang berbeda untuk kedua tipe tersebut telah digunakan oleh dokter yang berbeda. Biasanya, jika kita membatasi klasifikasi tipe B untuk pasien batuk kronik berat dengan ekspektorasi, seperti pada deskripsi yang asli, pasien demikian cenderung menunjukkan gambaran patologik bronchitis kronk. Akan tetapi, luasnya emfisema pada paru sulit untuk diperkirakan selama hidup. Beberapa dokter yakin bahwa perbedaan terpenting antara kedua tipe adalah dalam pengendalian napas. Mereka menyatakan bahwa hipoksemia yang lebih berat dan dampak insiden cor pulmonale yang lebih tinggi pada pasien tipe B dapat disebabkan oleh dorongan ventilasi yang berkurang, terutama sewaktu tidur.

DiagnosisAnamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan petunjuk penting dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu laboratorium rutin, foto thorax, uji faal paru, analisa gas darah, kultur sputum, uji coba kortikosteroid dan EKG).10Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti terlihat pada tabel.GejalaKeterangan

SesakProgresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)Bertambah berat dengan aktivitasPersisten (menetap sepanjang hari)Pasien mengeluh berupa Perlu usaha untuk bernapasBerat,sukar bernapas, terengah engah

Batuk kronikHilang timbul dan mungkin tidak berdahak

Batuk kronik berdahakSetiap batuk kronik berdahak mengindikasikan PPOK

Riwayat terpajan faktor resikoAsap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap dapur

Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator ini ada pada individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis pasti tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri dilakukan untuk memastikan diagnosis PPOK.10Klasifikasi PPOK11Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien , oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.DERAJATKLINISFAAL PARU

Derajat I PPOK ringanGejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun.Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila exerciseTidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada latihan sedang (misal : berjalan cepat, naik tangga)FEV1 / FVC< 70% FEV1 80% prediksi

Derajat II PPOK SedangGejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum . Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada latihan / kerja ringan (misal : berpakaian)Gejala ringan pada istirahatFEV1 / FVC < 70% 50% < FEV1 < 80% prediksi

Derajat III PPOK BeratGejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas , rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasienGejala sedang pada waktu istirahatFEV1 / FVC < 70% 30% < FEV1 < 50% prediksi

Derajat IVPPOK Sangat BeratGejala diatas ditambah tanda tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.Gejala berat pada saat istirahat

FEV1 / FVC < 70% FEV1 < 30% prediksi atauFEV1 < 50% prediksi disertai gagal napas kronik.

Penatalaksanaan10,11Tujuan Penatalaksanaan PPOK secara umum meliputi: Mencegah progresivitas penyakit, Mengurangi gejala, Meningkatkan toleransi latihan, Mencegah dan mengobati komplikasi, Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang, Mencegah atau meminimalkan efek samping obat, Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, Meningkatkan kualitas hidup penderita, Menurunkan angka kematian. Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :- Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya,- Menghindari faktor pencetus,- Vaksinasi Influenza,- Rehabilitasi paru,- Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat PPOK,- Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen,- Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial).1. Medical Mentosa10-12a. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ). Macam - macam bronkodilator : Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). Golongan agonis beta - 2Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas, bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.b. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : Lini I : amoksisilin, makrolid Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid barPerawatan di Rumah Sakit : Amoksilin dan klavulanat Sefalosporin generasi II & III injeksi Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas Aminoglikose per injeksi Kuinolon per injeksi Sefalosporin generasi IV per injeksid. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.e. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.f. AntitusifDiberikan dengan hati hati2. Non-Medical Mentosa10-12a. Ventilasi MekanikVentilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara : ventilasi mekanik dengan intubasi ventilasi mekanik tanpa intubasib. NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortality PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan : Keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.c. Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK dengan cara : latihan fisik, latihanendurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat dan kualitas hidup yang menurun

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas : penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. Penatalaksanaan PPOK stabil13Kriteria PPOK stabil adalah :- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik,- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkanPCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg,- Dahak jernih tidak berwarna,- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri),-Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatanTujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :- Mempertahankan fungsi paru,- Meningkatkan kualiti hidup,- Mencegah eksaserbasi,Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.5

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut13Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.Gejala eksaserbasi :- Sesak bertambah,- Produksi sputum meningkat,- Perubahan warna sputumEksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :- Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas,- Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas,- Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk.Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser,- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur,- Menambahkan mukolitik,- Menambahkan ekspektoran.

1Terapi Pembedahan :* Bertujuan untuk - Memperbaiki faal paru,- Memperbaiki mekanik paru,- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi,- Memperbaiki kualitas hidup.* Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :- Bulektomi- Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)- Transplasntasi paruKomplikasi Cor PulmonalCor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.9,10 Eksaserbasi akut PPOKSecara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan bahkan kematian.9,10 Hipertensi pulmonalHipertensi pulmonal terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana sel-sel darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi paru, arteri paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui pembuluh darah.11 PneumotoraksPneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis lubang.11 Polisitemia sekunderPolisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.10,11 Kegagalan pernafasanKegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau pneumonia.11,12 MalnutrisiMalnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena dispneu, yang merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit untuk menyelesaikan makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu makan. Tanda dan gejala bisa bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai sangat berat. Gejala umum berupa kelelahan, pusing, penurunan berat badan, dan kelemahan sistem imun.12Pencegahan10-12Berhenti MerokokMenghentikan kebiasaan merokok pada pasien PPOK sebenarnya merupakan usaha yang mudah dan ekonomis dalam rangka mengurangi progesivitas penyakit. Bila pasien dapat berhenti merokok maka progresivitas penurunan FEV1-nya dapat diperkecil. Mengindari polusi udara luar dan ruanganPolusi udara dapat membuat PPOK buruk. Ini dapat meningkatkan risiko terjadinya flare-up, atau eksaserbasi PPOK. Ada beberapa hal yang dapat anda lakukan : cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi. memakai masker polusi udara untuk meminimalkan paparan anda. memiliki ventilasi yang baik di rumah menjauhkan karpet kering dan dibersihkan secara rutin untuk membantu pengendalian debu.Melindungi dari bahaya kerjaJika pekerjaan anda menghadapkan anda pada asap kimia atau debu, gunakan peralatan keselamatan seperti masker untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang anda hirup.Edukasi13Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,- Melaksanakan pengobatan yang maksimal,- Mencapai aktivitas optimal,- Meningkatkan kualitas hidup.Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah- Pengetahuan dasar tentang PPOK,- Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya,- Cara pencegahan perburukan penyakit,- Menghindari pencetus (berhenti merokok),- Penyesuaian aktivitas.Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :- Berhenti merokok.Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan karena ini merupakan usaha yang mudah dan ekonomis dalam rangka mengurangi progesivitas penyakit.- Pengunaan obat obatan Macam obat dan jenisnya, Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebulizer) Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja) Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya- Penggunaan oksigen Kapan oksigen harus digunakan, Berapa dosisnya,- Tanda eksaserbasi : Batuk atau sesak bertambah, Sputum bertambah, Sputum berubah warna,- Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi,- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :Ringan Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel, Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok, Segera berobat bila timbul gejala,Sedang Menggunakan obat dengan tepat, Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini, Program latihan fisik dan pernapasan,Berat Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi, Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan, Penggunaan oksigen di rumah.PrognosisSemakin dini diagnosis bisa ditegakkan, semakin baiklah prognosis penderita, dengan catatan bahwa etiologinya bisa ditiadakan. Bila etiologi tidak dapat disingkirkan, penderita bukan saja akan mendapatkan kekambuhan dalam waktu dekat, tetapi juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, makin jelek prognosis penderita. Hal ini disebabkan oleh sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara ireversibel, dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan.9-11

KesimpulanPenatalaksaan yang tepat pada PPOK meliputi beberapa program, yaitu evaluasi dan monitoring penyakit, mengurangi faktor resiko, tatalaksana PPOK yang stabil, dan tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi. Selain pendekatan farmakologis, edukasi dan nasihat pada pasien, diperlukan juga konseling untuk penghentian rokok, olahraga, kebutuhan nutrisi, dan perawatan untuk pasien. Manajemen yang tepat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien PPOK, serta sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.

Daftar Pustaka1. Baldwin D. Sistem pernapasan. Dalam : Houghton AR, Gray D. Chamberlains gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Cetakan 1. Jakarta : PT.Indeks; 2012. hml 99-1252. Tania I et al. Paru-paru. Dalam: Mitchell RN et al. Buku saku dasar patologis penyakit Robbins dan Cotran. Edisi 7. Jakarta : EGC; 2008. Hml 432-73. Suyono YJ. Bronkitis kronis dan PPOK. Dalam : Buku saku ilmu penyakit paru. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2012.hlm 206-324. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta : EGC; 2009. Hml 2225-75. Sundaru H. Wheezing. Dalam : Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.hal 202-126. Maranatha D. Penyakit paru obstruktif kronik. Dalam : Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S. Buku ajar ilmu penyakit paru.Cetakan 2. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010.hml 37-97. Eloise MH, Ryland PB. Aspergillosis. Diunduh dari : //emedicine.medscape.com/article/296052-overview#showall. 5 Juli 2015.8. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.9. Alsaggaf Hood, dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.10. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp11. Swierzewski, SJ. 2007.Chronic Obstructive Pulmonary Disease.(online) http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complications.shtml.12. Danusantoso, Halim. 2005. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta, hal 178-179.13. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. National Institutes of Health. National Heart, Lung and Blood Institute, Update 2009.6