makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

27
Makalah Mikrobiologi Pangan MIKOTOKSIN & MIKOTOKSIKOSIS PADA PANGAN Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan Yang Dibimbing Oleh Ibu Retno Sasongkowati,S.Pd.,S.Si., M.Kes DISUSUN OLEH : SUSILA RUSDIANA DEWI P 27835112015 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

Upload: lila-fareeha

Post on 26-Dec-2015

436 views

Category:

Documents


48 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Makalah Mikrobiologi Pangan

MIKOTOKSIN & MIKOTOKSIKOSIS PADA PANGAN

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan Yang Dibimbing Oleh

Ibu Retno Sasongkowati,S.Pd.,S.Si., M.Kes

DISUSUN OLEH :

SUSILA RUSDIANA DEWI P 27835112015

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN GIZI

Page 2: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

TAHUN 2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAAKANG

Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap makhluk hidup, termasuk

manusia, yang digunakan untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Di sisi

lain, pangan juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan

mikroorganisme pada bahan pangan dapat memberikan efek yang menguntungkan,

seperti perbaikan gizi pada bahan pangan, daya cerna, ataupun daya simpannya. Namun,

pertumbuhan mikroorganisme juga dapat mengakibatkan perubahan fisik dan kimia yang

tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.  

Mikroorganisme yang dapat mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan

adalah mikroorganisme patogenik penyebab penyakit. Bahan pangan dapat bertindak

sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan

organisme lain penyebab penyakit. Makanan yang telah ditumbuhi mikroorganisme

patogenik ini dapat menyebabkan keracunan makanan ketika dikonsumsi. Keracunan

pangan didefinisikan sebagai gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang

dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi

organisme penghasil toksin. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan

makanan), terutama yang disebabkan oleh bakteri patogen masih menjadi masalah yang

serius di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang dibuktikan dengan seringnya

pemberitaan mengenai keracunan pangan akibat mengkonsumsi hidangan pesta, makanan

jajanan, makanan katering, bahkan dari pangan segar.

Masalah mikotoksin dan mikotoksikosis sangat penting di Indonesia mengingat

negara kitaini terletak di daerah tropis yang merupakan lingkungan ideal untuk tumbuh-

kembang segala jeniskapang. Namun demikian, tampaknya masih banyak pakar

kesehatan dan kedokteran yang belum tertarik atau menaruh perhatian pada bidang ini.

Pada umumnya dalam keadaan normal, kapang-kapang itu hidup secara saprofit. Akan

tetapi jikalau keadaan lingkungan sekitarnya berubah menjadi ideal, yakni suhu udara

baik, kelembaban cukup tinggi dan ada substrat yang cocok untuk ditumpangi, maka

kapang tersebut akan tumbuh-kembang subur dan memproduksi metabolit beracun. Bila

Page 3: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

bahan yang tercemar itu termakan atau berkontak dengan kulit manusia atau hewan, maka

dapat menimbulkan keracunan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi mikotoksin dan mikotoksitosis

Mikotosin berati toksin yang dihasilkan oleh jamur, sedangkan mikotoksikosis

disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh jamur. Mikotoksin adalah istilah yang

digunakan untuk merujuk pada toksin yang dihasilkan oleh cendawan. Lebih lengkapnya,

mikotoksin didefinisikan sebagai produk alami dengan bobot molekul rendah yang

dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari cendawan berfilamen dan dapat menyebabkan

penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme

lainnya (Anonim, 2012)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies kapang

tertentu selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan. Mikotoksin

merupakan kontaminan alami yang –memiliki dampak yang negatif tehadap keamanan

pangan dan pakan secara global. Mikotoksin adalah komponen yang diproduksi oleh

jamur yang telah terbukti bersifat toksik dan karsinogenik terhadap manusia dan hewan.

Kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembaban yang tinggi, infestasi serangga,

proses produksi, panen dan penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan tingginya

konsentrasi mikotoksin pada bahan baku pangan/pakan yang dapat menyebabkan

timbulnya wabah penyakit (Anonim, 2012)

Mikotoksikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan

jamur (mikotoksin). Jamur mudah tumbuh dimana mana yaitu: di tanah, materi organik 

yang membusuk, biji-bijian dan kacang-kacangan. Kontaminasi jamur dapat terjadi saat

panen, selama transportasi, pada penyimpanan bahan baku ransum dan ransum jadi. Pada

dasarnya, semua jenis ternak dapat terserang Mikotoksin. Namun tingkat kepekaannya

bervariasi tergantung sejumlah faktor seperti : jeniskelamin, umur, bangsa, kondisi fisik,

status nutrisi, jumlah dan jenis Mikotoksin, konsumsiransum, lama serangan , tatalaksana

peternakan (sanitasi, suhu, kondisi udara, kelembaban,dll) dan infeksi penyakit

lain. Mikotoksin akan menurunkan kadar glikogen pada darah sehinngga menyebabkan

bertambahnya kadar gluokosa serum (Anonim, 2012)

Page 4: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Pada kasus keracunan akut, fungsi mitokondria terganggu. Terganggunya

metabolisme lemak khususnya dalam sistem pengangkutan dan eksresi lemak

menyebabkan fatty liver syndrome (Anonim, 2012)

2.2 Sejarah munculnya mikotoksin

Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksin yang menyebabkan

Turkey X –disease pada tahun 1960. Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin,

lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia

maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesen (deoksinivalenol,

toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25-50% komoditas

pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut. Penyakit yang disebabkan karena

adanya pemaparan mikotoksin disebut mikotoksikosis (Anonim, 2013).

Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologik tiap mikotoksin

menyebabkan adanya perbedaan efek toksik yang ditimbulkannya. Selain itu, toksisitas

ini  juga ditentukan oleh: (Anonim, 2013)

1. dosis atau jumlah mikotoksin yang dikonsumsi

2. rute pemaparan

3. lamanya pemaparan

4. spesies

5. umur

6. jenis kelamin

7. status fisiologis, kesehatan dan gizi

8. efek sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat pada

bahan pangan.

Dari lebih dari 100.000 spesies fungi (jamur) yang diketahui, hanya beberapa

yang dapat memproduksi mikotoksin. Beberapa fungi (jamur) yang diketahui dapat

menghasilkan mikotoksin yang sangat berbahaya di bidang pertanian dan peternakan

adalah Fusarium, Aspergillus, dan Penicilium sp. Diketahui pula bahwa 1 spesies fungi

dapat menghasilkan lebih dari 1 jenis mikotoksin. Jarang hanya ada 1 mikotoksin per

jenis tanaman atau biji-bijian, biasanya ada 2 atau lebih jenis mikotoksin (Anonim, 2013).

Mikotoksin dapat dihasilkan selama masa tanam (field toxin) maupun setelah

dipanen dan selama penyimpanan (storage toxin). Mikotoksin yang dihasilkan oleh

Fusarium sp (misalnya trichothecenes, zearalenone and fumonisins) biasanya termasuk

Page 5: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

golongan field toxin. Mikotoksin ini dihasilkan jamur selama proses pertumbuhan

tanaman/biji-bijian ketika kondisi cuaca kurang baik misalnya cuaca yang hangat atau

hawa dingin yang berkepanjangan, musim hujan dan kelembaban tinggi. Aflatoxin dan

ochratoxins termasuk dalam storage yang umumnya disebabkan oleh Aspergillus dan

Penicilium dalam kondisi yang buruk. Storage toxin dihasilkan ketika bahan pakan

dipanen dan disimpan dalam kondisi yang buruk misalnya terlalu lembab atau basah

(Anonim, 2013).

2.3 Jenis-jenis mikotoksin pada bahan pangan

Terdapat beberapa jenis mikotoksin utama yang sering merugikan manusia, yaitu

aflatoksin, citrinin, ergot alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan

zearalenone (Anonim, 2013).

Tabel mikotoksin pada bahan pangan

Mikotoksin Jamur yang

memproduksi

Bahan yang sering

terkontaminasi

Aflatoksin Aspergillus flavus Jagung, biji kapok, kacang,

kedelaiAspergillus

parasiticus

Citrinin Penicillium citrinum jagung, beras,

gandum, barley, dan

gandum hitamSpesies monascus

Ergot alkaloid Claviceps purpurea Gandum, hewan ternak

Fumonisin Fusarium

verticilloides

jagung

Page 6: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Fusarium

graminearum

Ochratoksin A Aspergillus

ochraceus

Gandum, barley,oats,

jagung, dll

Aspergillus nigri

Penicillium

verrucosum

Patulin Fusarium

miniliformin

Jagung

Trichothecenes Fusarium

graminiearum

Jagung, gandum, barley

Fusarium culmorum

Zearalenone Fusarium

graminearum

Jagung, gandum, barley,

rumput

Aflatoksin

Page 7: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Struktur kimia aflatoxin B1

Sebagian besar aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus Link dan juga A.

parasiticus Speare. Kedua cendawan tersebut hidup optimal pada suhu 36-38 °C dan

menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 °C. Pertumbuhan cendawan

penghasil aflatoksin biasanya dipicu oleh humiditas/kelembaban sebesar 85% dan hal ini

banyak ditemui di Afrika sehingga kontaminasi Alflatoksin pada makanan menjadi

masalah umum di benua tersebut. Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin, biji-bijian

harus disimpan dalam kondisi kering, bebas dari kerusakan, dan bebas hama

(Wikipedia,2013).

Citrinin

Struktur kimia Citrinin

Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum Thom pada tahun 1931.

Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras, gandum, barley,

dan gandum hitam (rye). Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan oleh berbagai spesies

Monascus dan hal ini menjadi perhatian terutama oleh masyarakat Asia yang

menggunakan Monascus sebagai sumber zat pangan tambahan. Monascus banyak

dimanfaatkan untuk diekstraksi pigmennya (terutama yang berwarna merah) dan dalam

proses pertumbuhannya, pembentukan toksin citrinin oleh Monascus perlu dicegah

(Wikipedia,2013).

Ergot Alkaloid

Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama adalah

golongan Clavicipitaceae. Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat

Page 8: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat ditemui dalam dua

bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive).

Pembersihan serealia secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap

kontaminasi senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan

varietas benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea, penghasil ergot

alkaloid. Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis yang

ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas menurun

(Wikipedia,2013).

Fumonisin

Struktur kimia Fumonisin.

Fumonisin ditemukan pada tahun 1988 pada Fusarium verticilloides dan F.

proliferatum yang sering mengontaminasi jagung. Namun, selain kedua spesies tersebut

masih banyak cendawan yang dapat menghasilkan fumonisin. Toksin jenis ini stabil dan

tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran

toksin pada dedak, kecambah, dan tepung jagung. Konsentrasi fumonisin dapat menurun

dalam proses pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah karena senyawa ini

bersifat larut air (Wikipedia,2013).

Ochratoxin

Struktur kimia ochratoxinA

Ochratoxin dihasilkan oleh cendawan dari genus Aspergillus, Fusarium,

and Penicillium dan banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari

serealia, babi,ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu. Secara umum, terdapat tiga

macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak

Page 9: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik di antara yang lainnya. Pada

suatu penelitian menggunakan tikus dan mencit, diketahui bahwaochratoxin A dapat

ditransfer ke individu yang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya. Pada anak-

anak (terutama di Eropa), kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif lebih besar

karena konsumsi susu dalam jumlah yang besar. Infeksi ochratoxin A juga dapat

menyebar melalui udara yang dapat masuk kesaluran pernapasan (Wikipedia,2013).

Patulin

struktur kimia patulin.

Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan spesies yang

paling utama dalam memproduksi senyawa ini adalah Penicillium expansum. Toksin ini

menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama adalah apel dan

produk-produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu untuk

menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan. Contohnya adalah pencucian apel

dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain

itu, fermentasi alkohol dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin

(Wikipedia,2013).

Trichothecenes

Struktur kimia trichothecenes.

Page 10: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Terdapat 37 macam sesquiterpenoid alami yang termasuk ke dalam

golongan trichothecene dan biasanya dihasilkan oleh Fusarium, Stachybotrys,

Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium. Toksin ini ditemukan pada berbagai

serealia dan biji-bijian diAmerika, Asia, dan Eropa. Toksin ini stabil dan tahan terhadapa

pemanasan maupun proses pengolahan makanan dengan autoclave. Selain itu, apabila

masuk ke dalam pencernaan manusia, toksin akan sulit dihidrolisis karena stabil

pada pH asam dan netral.

Berdasarkan struktur kimia dan cemdawan penghasilnya, golongan trichothecene

dikelomopokkan menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi selain keton pada posisi C8), B

(gugus karbonil pada C8), C (epoksidapada C7,8 atau C9,10) dan D (sistem cincin

mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester) (Wikipedia,2013).

Zearalenone

Struktur kimia zearalenone.

Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh cendawan dari

genus Fusarium seperti F. graminearum dan F. culmorum dan banyak mengkontaminasi

nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk tumbuhan. Senyawa

toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan pemasakan makanan karena

tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi. Salah satu mekanisme toksin ini dalam

menyebabkan penyakit pada manusia adalah berkompetisi untuk mengikat

reseptor estrogen (Wikipedia,2013).

2.4 Mikotoksikosis pada pangan

Mikotoksikosis disebabkan oleh substansi beracun dari hasil metabolit jamur atau

fungi yang umum tumbuh dalam bahan baku pakan. Racun hasil metabolit itulah yang

disebut mikotoksin. Mikotoksin akan sangat cepat dihasilkan oleh suatu jenis jamur,

Page 11: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

bahkan kadang lebih dari satu macam bila kelembaban, temperatur lingkungan dan kadar

air bahan baku atau dalam pakan mendukung (Suryadjaja,2013).

Racun jamur ini diproduksi pada kelembaban lebih dari 75% dan temperatur di atas

20°C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%. Sebagai produk metabolisme

jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk

pertanian seperti kacang tanah, jagung, dan sebagainya (Suryadjaja,2013).

Jamur-jamur itu akan mengontaminasi produk-produk pertanian tersebut dengan

mikotoksin sehingga ketika komoditi tersebut dijadikan pakan ternak atau pangan

manusia, toksin tersebut akan masuk ke dalam tubuh. Karena mekanisme kerja yang

sinergis dari beragam jenis jamur tersebut, menyebabkan pengaruh negatif pada ternak

yang terintoksifikasi menjadi semakin kompleks (Suryadjaja,2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan mikotoksin adalah iklim, jenis

tanaman, kepekaan tanaman, jenis fungi pencemar, adanya kerusakan mekanik atau

kerusakan akibat insekta pada tanaman, penggunaan fungisida pada waktu panen, kondisi

penyimpanan, dan cara penanganan pasca panen. Beberapa factor yang menyebabkan

mikotoksin sulit dikontrol di Asia, termasuk Indonesia adalah pencemaran mikotoksin

yang bersifat multiple, struktur kimia yang sangat stabil, kondisi iklim yang sangat

berfluktuatif, dan fasilitas pengeringan, penyimpanan dan mesin giling yang kurang

memadai. Penyakit yang ditimbulkan oleh beberapa mikotoksin yang penting pada

unggas, meliputi aflatoksin, trikotesen, okratoksin, zearalenon, sitrinin, fumonisin,

fusarokromanon, rubratoksin, ergot, moniliformin, oosporein, sterigmatosistin, patulin,

dan asam siklopiazonat (Suryadjaja,2013).

Mekanisme pencemaran jamur dan mikotoksin pada bahan pakan ternak atau

ransum terutama jagung biasanya disimpan dahulu sebelum digunakan untuk menyusun

ransum. Umumnya bahan baku tersebut disimpan dalam gudang dengan kondisi

kelembaban tinggi sehingga berpotensi tercemar jamur dan mikotoksin yang dihasilkan.

Proses pencemaran jamur pada bahan baku ransum, terutama jagung, dimulai saat spora

(konidia) jamur beterbangan di udara terbawa oleh angin dan serangga, kemudian

menempel secara langsung atau tidak langsung pada tanaman jagung. Bila suhu dan

kelembaban sesuai maka jamur akan tumbuh dan berkembang biak pada tanaman jagung

yang masih ada di lapangan. Ketika jagung dipanen, jamur dan mikotoksin yang

dihasilkan sudah menginfeksi hasil panen. Spora jamur sebagian juga beterbangan di

udara dan menjadi sumber infeksi selanjutnya (Suryadjaja,2013)

Page 12: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Berdasarkan SNI, level mikotoksin (aflatoksin,red) yang dapat ditolerir adalah 50

ppb. Meski demikian, penerapan zero tolerance (kadar aflatoksin nol) dalam ransum

merupakan jalan terbaik karena kadar mikotoksin dalam kadar sangat kecil saja dapat

menyebabkan penurunan performa, baik pada ayam pedaging maupun petelur

(Purwantisari,2008).

Tabel Kadar Aflatoksin dalam Persyaratan Mutu Bahan Baku Ransum

Ket : *Corn Gluten Meal

Sumber : Dirjen Peternakan dalam (Suryadjaja,2013)

2.5 Efek mikotoksikosis pada manusia

Mikroorganisme dapat mempengaruhi kualitas makanan dan kesehatan manusia

pada semua rantai makanan dari produsen ke konsumen. Kerusakan makanan akibat

mikroba dapat dilihat dari perubahan penampilan seperti peubahan warna, bau, rasa,

adanya pembengkakan dan adanya lendir. Namun, tumbuhan dan hewan yang berfungsi

sebagai sumber makanan pada dasarnya mempunyai mekanisme pertahanan alami

terhadap invasi dan proliferasi mikroorganisme.

Purwantisari, 2008 menjelaskan proses-proses peruraian bahan makanan oleh

mikroorganisme adalah sebagai berikut :

1. asam amino → amin → amonia → hidrogen sulfidaàBahan pangan protein →

mikroorganisme proteolitik

2. asam → alkohol gasà Bahan pangan berkarbohidrat → mikroorganisme peragi

karbohidrat

3. asam lemak → gliserolàBahan pangan berlemak → mikroorganisme lipolitik

Page 13: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Kontaminasi mikroorganisme pada bahan makanan dapat menyebabkan penyakit,

seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc, yang mudah tersebar melalui bahan makanan.

Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat keracunan makanan

disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, langsung

oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksin-toksin yang dihasilkan

bakteri; mengkomsumsi pangan yang mengandung parasit-parasit hewan dan

mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena

memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya

(Siagian,2002).

Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai bahan yang bersifat toksik bagi tubuh

yang dapat membuat makanan tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Penyakit asal

makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan dipindah sebarkan melalui makanan

terjadi melalui dua mekanisme yaitu pertama, mikroorganisme yang terdapat dalam

makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan dan kedua,

mikroorganisme mengeluarkan eksotoksin dalam makanan dan menyebabkan keracunan

makanan bagi yang memakannya.Salah satu kontaminan makanan yang penting untuk

diketahui adalah mikotoksin. Mikotoksin adalah zat toksik atau toksin yang dikeluarkan

oleh jamur atau fungi (Purwantisari,2008).

Efek toksisitas mikotoksin tergantung dari intensitas dan waktu intoksifikasi serta

bersifat akumulatif. Mikotoksikosis dapat menyebabkan turunnya fungsi kekebalan

tubuh, karena pengaruh langsung mikotoksin terhadap jalannya fungsi kekebalan baik

seluler maupun humoral sehingga fungsi tersebut turun secara keseluruhan. Sedang gejala

keracunan yang sering terlihat pada umumnya adalah muntah, diare, luka pada rongga

mulut dan turunnya nafsu makan (Siagian,2002).

Banyak mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia

melalui makanan, salah satunya adalah kontaminasi citrinin pada produk kejukarena

proses fermentasi keju yang melibatkan P. citrinum dan P. expansum penghasil citrinin.[13] Pada manusia dan hewan, citrinin dapat menyebabkan penyakit kronis, di antaranya

dapat terjadi akibat toksisitas pada ginjal dan terhambatnya kerja enzim yang berperan

dalam respirasi. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang dapat memicu

timbulnya kanker liver pada manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur yang

terkontaminasi dalam jumlah tertentu. Kehilangan tanaman pangan akibat kontaminasi

aflatoksin juga sangat merugikan manusia, baik petani maupun kalangan industri hasil

Page 14: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

pertanian di dunia. Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang terlalu tinggi di dalam

tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis (Siagian,2002).

2.6 Upaya pencegahan terjadinya mikotoksikosi pada bahan pangan

Kerugian yang besar akibat kontaminasi mikotoksin ini memaksa petani

melakukan berbagai upaya untuk mencegahnya. Idealnya, pencegahan timbulnya

mikotoksin sudah dilakukan saat fase pertumbuhan tanaman. Saat jamur telah tumbuh

pada bahan baku ransum maka bisa dipastikan mikotoksin telah terbentuk. Beberapa

langkah pencegahan yang bisa kita lakukan ialah : (Setiarto,2010)

1. Kontrol lama penyimpanan ransum

Daya simpan ransum ayam di dalam gudang adalah 21-30 hari sejak tanggal produksi

(batch). Baik ransum bentuk crumble (butiran), pellet maupun mash (tepung), akan

mengalami penurunan kualitas apabila melewati masa tersebut. Karena itu disarankan,

idealnya petani tidak menyimpan ransum lebih dari 14 hari atau 2 minggu sebagai

antisipasi. Saran ideal ini mempertimbangkan, sebelum diterima peternak, ransum

sempat mampir di gudang agen atau poultry shop (PS) terlebih dahulu. Menurut Goh

(2010), selama proses penyimpanan, kualitas ransum dan bahan baku ransum akan

terus menurun. Kecepatan penurunan kualitas ini akan 10 kali lebih cepat pada

kondisi iklim tropis. Sebagai contoh, dari data penelitian diperoleh informasi bahwa

jagung di berbagai wilayah Jawa pada 2008 dengan kadar air 16%, rata-rata kadar

aflatoksinnya hanya 18,7 ppb. Namun setelah di tingkat pengepul (PS), kadarnya

meningkat pesat menjadi 139,8 ppb (Trobos, 2010).

2. Atur manajemen penyimpanan bahan baku ransum

Berikan alas (pallet) pada tumpukan bahan baku dan atur posisi penyimpanan sesuai

dengan waktu kedatangannya (first in first out, FIFO). Untuk layout gudang

peyimpanan, berikan jarak antar tumpukan ransum agar sistem FIFO bisa berjalan.

Perhatikan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan. Temperatur berkisar antara

300-340C, kelembaban tidak lebih dari 70% (Toto, 2011). Hindari penggunaan karung

tempat ransum secara berulang dan bersihkan gudang secara rutin. Saat ditemukan

serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-

bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur.

Page 15: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

Penggunaan pallet pada alas ransum

Sumber : selfmixing.blogspot.com)

Menurut Toto (2011), beberapa tindakan lain dalam manajemen penyimpanan ransum

yang baik antara lain ransum yang disimpan harus terhindar dari sinar matahari

langsung, terhindar dari hujan dan bocor, tidak bercampur dengan bahan kimia seperti

pupuk, pestisida dan racun tikus. Memiliki catatan stok yang rapi dan cukup jarak

antara dinding terhadap tumpukan (atau antar tumpukan)

3. Melakukan pemeriksaan kualitas secara rutin

Lakukan pemeriksaan kualitas bahan baku secara rutin, terutama saat kedatangan

bahan baku atau ransum. Hendaknya kita tidak segan untuk me-reject jika ditemukan

ransum yang terkontaminasi jamur, mengingat fenomena jamur ini seperti fenomena

gunung es. Pengamatan secara visual terhadap bahan baku ransum hanya bisa

dilakukan sebatas pengamatan terhadap jamur, bukan pada mikotoksinnya. Karena hal

itu membutuhkan analisa kandungan mikotoksin dalam setiap bahan baku ransum

yang digunakan. Perlu dilakukan pengujian laboratorium lebih lanjut. Alasannya,

ketika bahan baku ransum sudah terkontaminasi jamur, besar kemungkinan tidak

hanya memproduksi satu jenis toksin tetapi bisa lebih dari satu. Kalau ini terjadi,

meski kandungan mikotoksin rendah tetapi karena terdapat beberapa jenis mikotoksin,

maka akan memberikan dampak akumulasi dari kumpulan beberapa toksin tersebut.

Dampaknya bisa sama parahnya dengan satu jenis mikotoksin yang terdapat dalam

bahan baku ransum dalam jumlah besar. Selain itu, pastikan kadar airnya tidak terlalu

tinggi (< 14%) sehingga bisa menekan pertumbuhan jamur

4. Jika menggunakan mixer untuk mencampur ransum, bersihkan alat tersebut secara

rutin, misalnya 2-3 hari sekali. Sisa ransum, terutama yang berupa serbuk yang

Page 16: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

terdapat pada kedua alat itu akan menjadi sumber kontaminasi jamur pada bahan baku

ransum lainnya

5. Berikan bahan penghambat jamur

Saat kondisi cuaca tidak baik, terutama musim penghujan, tambahkan mold

inhibitors (penghambat pertumbuhan jamur), seperti asam organik atau garam dari

asam organik tersebut. Asam propionat merupakan mold inhibitors yang sering

digunakan.

Saat jamur dan mikotoksin telah ditemukan mengkontaminasi ransum sudah

terlanjur keracunan mikotoksin, beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menekan efek

mikotoksin ini antara lain : (Setiarto,2010)

Membuang ransum yang terkontaminasi jamur dengan konsentrasi tinggi, mengingat

mikotoksin ini sifatnya sangat stabil

Jika yang terkontaminasi sedikit, bisa dilakukan pencampuran dengan bahan baku

atau ransum yang belum terkontaminasi. Tujuannya tidak lain untuk menurunkan

konsentrasi mikotoksin. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahan baku ini

hendaknya segera diberikan ke ayam agar konsentrasi mikotoksin tidak meningkat

Penambahan toxin binder (pengikat mikotoksin) pada ransum, seperti zeolit,

bentonit, hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS) atau ekstrak dinding sel

jamur. Antioksidan, seperti butyrated hidroxy toluene (BHT), vitamin E dan selenium

juga bisa ditambahkan untuk mengurangi efek mikotoksin, terutama aflatoksin, DON

dan T-2 toxin

Manipulasi kandungan nutrisi ransum juga dapat dilakukan untuk mengurangi efek

mikotoksin, terlebih lagi nutrisi yang dibutuhkan jamur untuk pertumbuhan diambil

dari nutrisi ransum. Selain itu ada beberapa mikotoksin yang bisa mengurangi

penyerapan beberapa zat nutrisi. Suplementasi vitamin, terutama vitamin larut lemak

(A, D, E, K), asam amino (metionin dan penilalanin) maupun meningkatkan kadar

protein dan lemak dalam ransum juga mampu menekan kerugian akibat mikotoksin.

Pemberian multivitamin dosis tinggi seperti Fortevit bisa menjadi solusi.

Page 17: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

BAB III

BAB V PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mikotoksin adalah akibat dari proses mikotoksikosis. Racun yang dihasilkan oleh

mikotoksin dapat menyebabkan kerusakan kualitas pada bahan pangan khususnya pada

ransum hewan ternak dan apabila terkontaminasi ke manusia juga dapat menimbulkan

gangguan kesehatan.

3.2 Saran

Banyaknya mikotoksin yang dapat menyerang sejumlah bahan pangan, sebagai petani

perlu terus memantau kualitas hasil pertaniannya serta ransum untuk hewan ternak

mereka. Bila perlu dilakukan pemantauan secara berkala dan dilakukan pula pembersihan

pada penyimpanan. Usahakan tempat penyimpanan tidak lembab dan bersih serta tidak

terjangku dari hewan-hewan lain yang dapat menurunkan kualitas hasil pertanian atau

ransum.

Page 18: makalah mikotoksin dan mikotoksikosis.docx

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Persoalan Jamur pada Musim Hujan. Terseia di

http://www.majalahinfovet.com/2008/06/persoalan-jamur-pada-musim-hujan.html.

Diunduh pada tanggal 07 Oktober 2013.

Anonim. 2012. Mikotoksin. Terdapat di http://royalpoultry.co/blog/2012/11/10/mikotoksin-

mycotoxin-1-pendahuluan/. Diunduh pada tanggal 06 Oktober 2013.

Anonim. 2013. Jamur Okratoksin dan Pencegahannya. Terdapat di

http://ahlikopilampung.com/okratoksin-dan-pencegahannya/ . Diunduh pada tanggal 03

Oktober 2013.

Anonim. 2013. Mikotoksin. Terdapat di http://id.wikipedia.org/wiki/Mikotoksin. Diunduh

pada tanggal 06 Oktober 2013.

Purwantisari, S. 2008. Mikotosin, Jamur Makanan Berbahaya. Terdapat di

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/06/19/18279/Mikotoksin-

Jamur-Makanan-Berbahaya. Diunduh pada tanggal 06 Oktober 2013.

Setiarto, R, H,B. 2010. Mikotoksin Pada Makanan. Terdapat di

http://biologi.lipi.go.id/bio_indonesia../mTemplate.php?h=3&id_berita= . Diunduh pada

tanggal 03 Oktober 2013

Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. Fakultas

Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suryadjaja, F. 2013. Makanan Kadaluwarsa. Terdapat di

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/08/07/233386/Makanan-

Kedaluwarsa. Diunduh pada tanggal 04 Oktober 2013.