makalah mikotoksin

42
MIKOTOKSIN (Mikotoksin dalam Tanaman Obat) Makalah Diajukan utuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Uji Mutu Bahan Alam dan Produknya Oleh : Nur Aji, S. Farm., Apt NPM. 5413220025 i

Upload: nur-aji

Post on 24-Jan-2016

175 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Mikotoksin

MIKOTOKSIN(Mikotoksin dalam Tanaman Obat)

Makalah

Diajukan utuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Uji Mutu Bahan Alam dan Produknya

Oleh :Nur Aji, S. Farm., Apt

NPM. 5413220025

PROGRAM MAGISTER FARMASIFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA 2015

i

Page 2: Makalah Mikotoksin

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaiakan makalah dengan judul ”Mikotoksin”.

Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami dalam proses

pengerjaannya, tapi penulis berhasil menyelesaikannya dengan baik.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata

kuliah “Uji Mutu Bahan Alam dan Produknya” yang telah membantu penulis dalam

mengerjakan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman

mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak

langsung dalam pembuatan karya ini. 

Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis berikan kepada institusi dan

masyarakat dari hasil karya ini. Karena itu penulis berharap semoga makalah ini

dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

   

Jakarta, Januari 2015

Penulis

i

Page 3: Makalah Mikotoksin

DAFTAR ISI

Hal.

KATA

PENGANTAR………………………………………………………

i

DAFTAR

ISI………………………………………………………………...

ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..….

1.1. Latar Belakang…………………………………………………….

….

1.2. Rumusan Masalah……………………………………………….

……

1.3. Manfaat Makalah……………………………………..

………………

1.4. Tujuan

Makalah………………………………………………………

1

1

2

2

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………..

…….

2.1.

Mikotoksin……………………………………………………………

4

4

5

11

13

ii

Page 4: Makalah Mikotoksin

2.2. Jenis Mikotoksin

…………………………………………………….

2.3. Cendawan Kontaminan dan Mikotoksain pada Tumbuhan

Obat……

2.4. Faktor-Faktor Penyebab Kontaminasi

Cendawan……………………

2.5. Dampak Mikotoksin pada

Kesehatan………………………………..

2.6. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Kontaminasi

Mikotoksin……

BAB III

KESIMPULAN……………………………………………………

15

16

22

DAFTAR PUSTAKA….

…………………………………………………….

24

iii

Page 5: Makalah Mikotoksin

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kontaminasi mikotoksin berbagai bahan makanan dan komoditas pertanian

merupakan masalah utama di daerah tropis dan subtropis, di mana kondisi iklim dan

praktek pertanian dan penyimpanan yang kondusif untuk pertumbuhan jamur dan

produksi toksin. Mikotoksin adalah metabolit sekunder kapang diidentifikasi dalam

banyak produk pertanian diskrining sebagai toksigenik (Aziz,NH et. al. 1998).

Salah satu kommoditi hasil pertanian adalah obat herbal cara praktis dalam

pemanenan, transportasi (pengangkutan), penyimpanan, proses produksi serta

pendistribusian, menyebabkan tanaman obat menjadi subjek kontaminasi oleh

berbagai cendawan, yang akan mengakibatkan pembusukan dan produksi

mikotoksin. Pengendalian kualitas untuk mencegah perkembangan cendawan dan

bakteri kontaminan sangat perlu dilakukan dalam proses penyiapan obat herbal,

antara lain kontaminasi cendawan, risiko adanya produksi mikotoksin khususnya

aflatoksin harus menjadi perhatian utama dalam proses penyiapan obat herbal

(Noverisa, R.2008).

Beberapa peneliti telah menuliskan kontaminasi mikroba tanaman obat dari

berbagai belahan dunia. Halt (1998) mengisolasi spektrum yang luas dari jamur

Aspergillus termasuk, Penicillium, Alternaria, Cladosporium, Rhizopus dan Mucor

spesies dari teh herbal Kroasia dan tanaman obat. Jankovic et al. (2005) menemukan

bahwa sebagian besar spesies jamur yang ditemukan di ramuan oregano (Origanum

vulgare L.) berasal dari genus Aspergillus, dan beberapa dari genus Alternaria,

Rhizopus dan Penicillium. Pemeriksaan kualitas mikroba dari herba mint telah

1

Page 6: Makalah Mikotoksin

menunjukkan bahwa jamur yang paling banyak berasal dari Penicillium, Alternaria

dan Fusarium, menurut Stojadinov J. (1998), atau Fusarium dan Verticillium

(Pavlović et al, 2000;. Stević et al, 2004.), serta Alternaria alternata, Aspergillus

flavus, A. ochraceus, Penicillium cyclopium, Fusarium culmorum, F. equiseti, F.

semitectum dan Septoria menthae (Stevic, T. 2012).

Kontaminasi jamur yang disebabkan karena penyimpanan obat herbal tidak

hanya terkait dengan perubahan warna, kualitas penurunan, penurunan nilai

komersial serta potensi terapi namun mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang dalam

tanaman obat herbal ini juga dapat menyebabkan beberapa penyakit hati, ginjal,

sistem saraf otot, kulit, organ pernapasan, saluran pencernaan, organ genital dll

(Rawat, A. et.al. 2014).

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis mencoba menulis mengenai jenis-

jenis mikotoksin dalam tanaman obat, dampak yang dapat ditimbulkan oleh

mikotoksin dan pencegahan dan penanganan mikotoksin. Sehingga yang dapat

mengurangi resiko terkontaminasi mikotoksin.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah :

a. Apa itu mikotoksin ?

b. Jenis mikotoksin apa saja yang sering ada dalam tanaman obat ?

c. Bagaimana cara upaya pencegahan mikotoksin ?

1.3. Manfaat Makalah

Manfaat dari makalah ini adalah diperoleh gambaran cara mengurangi

paparan cendawan dan mikotoksin dalam tanaman obat.

2

Page 7: Makalah Mikotoksin

1.4. Tujuan Makalah

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah : dapat diketahui jenis cendawan

dan mikotoksin dalam tanaman obat dan upaya untuk mengurangi paparan

mikotoksin.

3

Page 8: Makalah Mikotoksin

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikotoksin

Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksin yang menyebabkan

Turkey X –disease pada tahun 1960. Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis

mikotoksin, lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik

pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesen

(deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar

25-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut. Penyakit

yang disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut mikotoksikosis

(Dewi, SR. 2013)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang diproduksi oleh beberapa

cendawan yang termasuk golongan genus Aspergillus, Penicillium, Fusarium dan

Alternaria. Jenis Aspergillus dan Penicillium dikenal sebagai mikroba kontaminan

pada makanan selama pengeringan atau penyimpanan, sedangkan Fusarium dan

Alternaria dapat memproduksi mikotoksin sebelum dan langsung setelah panen.

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus adalah dua spesies cendawan yang

dapat memproduksi metabolit toksik yang disebut aflatoksin bersifat sangat

karsinogenik dan mutagenik. Jumlah aflatoxin B1 yang dapat menyebabkan racun

adalah antara 0,86 – 5,24 μg/ml kultur filtrat ekstrak tanaman (Noverisa, R.2008).

Pertumbuhan jamur dan produksi mikotoksin dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan/faktor luar. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah aktifitas air, dan

pH, sedangkan produk mikotoksin dipengaruhi oleh faktor suhu, kelembaban,

4

Page 9: Makalah Mikotoksin

ketersediaan oksigen, kerusakan bahan pakan, kondisi penyimpanan atau

penanganan setelah panen (Azizah, H. 2013).

2.2. Jenis Mikotoksin

Saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin (Cole dan Cox, 1981), lima jenis

di antaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun

hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol,

toksin T2) dan fumonisin. Sekitar 25-50% komoditas pertanian terkontaminasi

kelima jenis mikotoksin tersebut (Noverisa, R.2008).

Aflatoksin

Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini pertama

kali diketahui berasal dari cendawan Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada

tahun 1960 di England. Yang menyebabkan kematian lebih dari 100.000 ekor turkey,

dikenal sebagai “Turkey X Disease”. A. flavus, penghasil utama aflatoksin

umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2). Sedangkan

A. parasiticus memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2. A. flavus dan A.

parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu 10-120C sampai 42-430C dengan suhu

optimum 32-330C dan pH optimum 6. Di antara keempat jenis aflatoksin tersebut

AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik,

hepatatoksik, mutagenik, tremogenik dan sitotoksik, sehingga menjadi perhatian

badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A.

Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem

kekebalan tubuh (Noverisa, R.2008).

5

Page 10: Makalah Mikotoksin

Gambar 1. Aspergilus flavus

(http://www.nurdantanriver.com/wpcontent/uploads/2012/02/Ads%C4%B1z.png)

Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada

produkproduk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan

metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur, dan daging

ayam. Sudjadi et al. (1999) melaporkan bahwa 80 di antara 81 orang pasien (66

orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi

oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1,

dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari 58% pasien tersebut dengan konsentrasi

di atas 400 μg/kg. Menurut Pitt (2000), kadar aflatoksin yang menyebabkan

kematian pada manusia adalah 10 – 20 mg (Noverisa, R.2008).

6

Page 11: Makalah Mikotoksin

Gambar 1. Srtuktur Kimia Mikotoksin

(http://www.kalitesistem.com/ebulten/ocak2011/images/incirde_aflatoksin1.gif)

Okratoksin

Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab

keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat

karsinogenik. Okratoksin A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang

Aspergillus ochraceus. Secara alami A. ochraceus terdapat pada tanaman yang mati

atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan buahbuahan.

Gambar 3. Struktur kimia ochratoxinA (Aziza, H. 2013)

Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum

yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate), seperti pada

gandum di Eropa bagian utara. P.viridicatum tumbuh pada suhu antara 0 – 310 C

7

Page 12: Makalah Mikotoksin

dengan suhu optimal pada 200C dan pH optimum 6 – 7. A.ochraceus tumbuh pada

suhu antara 8 – 370C. Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu

Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang

paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam. Okratoksin dapat menyebabkan

keracunan pada liver dan ginjal(Noverisa, R.2008)..

Gambar 4. Penicillium viridicatum

(http://www.bcrc.firdi.org.tw/fungi/showImage.jsp?id=IM200802270045)

Zearalenon

Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh cendawan

Fusarium graminearum, F. tricinctum, dan F. moniliforme. Cendawan ini tumbuh

pada suhu optimum 20 – 250C dan kelembaban 40 – 60 %. Zearalenon pertama kali

diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu

tinggi. Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, di

antaranya α- zearalenon yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada

senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-

hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon, 7- dehidrozearalenon, dan 5-

8

Page 13: Makalah Mikotoksin

formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung,

gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya (Noverisa, R.2008).

Gambar 5. Struktur Zearalenone dan Fusarium graminearum

Trikotesena

Mikotoksin golongan trikotesena dihasilkan oleh cendawan Fusarium spp.,

Trichoderma, Myrothecium, Trichothecium dan Stachybotrys. Mikotoksin golongan

ini dicirikan dengan adanya inti terpen pada senyawa tersebut. Toksin yang

dihasilkan oleh cendawan-cendawan tersebut di antaranya adalah toksin T-2 yang

merupakan jenis trikotesena paling toksik. Toksin ini menyebabkan iritasi kulit dan

juga diketahui bersifat teratogenik. Selain toksin T-2, trikotesena lainnya seperti

deoksinivalenol, nivalenol dapat menyebabkan emesis dan muntah- muntah

(Noverisa, R.2008).

Gambar 6. Struktur Kimia Tikotesena & Fusarium spp

9

Page 14: Makalah Mikotoksin

Fumonisin

Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh cendawan

Fusarium spp., terutama F. moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin ini relatif

baru diketahui tahun 1850 di US dan pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada

tahun 1988. Selain F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula cendawan lain

yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F. nygamai, F. anthophilum, F.

diamini dan F. napiforme. F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5 –

27,50 C dengan suhu maksimum 32 - 370C. Cendawan Fusarium ini tumbuh dan

tersebar di berbagai negara di dunia, terutama negara beriklim tropis dan sub tropis.

Komoditas pertanian yang sering dicemari cendawan ini adalah jagung, gandum,

sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya. Keberadaan cendawan penghasil

fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama jagung di

Indonesia. Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum

mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat

mikotoksin ini banyak ditemukan bersama- sama dengan aflatoksin sehingga dapat

meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut. Toxin fumonisin ditemukan

pada beberapa tanaman obat dan teh herbal yang tersebar di pasar Turkey (Noverisa,

R.2008)..

Gambar 7. Struktur kimia fuomisin B1.

10

Page 15: Makalah Mikotoksin

2.3. Cendawan Kontaminan dan Mikotoksain pada Tumbuhan Obat

Banyak orang berpendapat bahwa tumbuhan obat dan aromatik tidak akan

ditumbuhi oleh cendawan kontaminan, karena bahan tersebut. Kontaminasi

Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan Obat mengandung minyak atsiri atau

bahan aktif yang bersifat anti jamur. Hal ini juga didukung penelitian Rogmanoli et

al. (2007), 56 % sampel tanaman obat dan aromatik yang dikoleksi dari pasar Italy

dari tahun 2000-2005 ditumbuhi dengan subur cendawan kontaminan (104 cfu/g

bahan), tetapi tidak mengandung aflatoksin (Noverisa, R.2008)..

Bagian daun dan batang tumbuhan sambung nyawa dimanfaatkan sebagai

obat, untuk mengatasi demam dan disentri. Sedangkan daun jorong ungu digunakan

untuk obat luka, diare dan batuk. Jika cendawan Curvularia dan Fusarium terbawa

dalam daun tumbuhan tersebut, maka dapat dibayangkan jumlah mikotoksin yang

akan dikonsumsi oleh manusia. Buah Azadirachta indica, buah Jatropha curcas, akar

Morinda lucida mengandung aflatoksin dan okratoksin A yang di produksi oleh

cendawan Aspergillus flavus, A. parasiticus dan A. ochraceus. Dari 100 sampel cabe

yang diamati, 18 sampel mengandung aflatoksin B1 dengan kadar di atas batas

maksimum (5 μg/kg bahan) berdasarkan standar Turkish Food Codex dan European

Commision (Noverisa, R.2008).

Pada serbuk tanaman sambiloto setelah disimpan selama 4 bulan pada suhu

kamar mengandung aflatoksin B1 29,51 ppb/gr bahan.

11

Page 16: Makalah Mikotoksin

Tabel 1. Persentase kontaminan pada tanaman obat (Aziz, Nagy Halim, 1998)

Pada tumbuhan obat seperti serbuk sambiloto (untuk obat diabetes,

kolesterol, kanker, sinusitis dan gatal-gatal) didapatkan kontaminasi cendawan 4,36

x 104 cfu/g bahan, dan dideteksi mengandung aflatoksin B1. Sepuluh spesies

cendawan ditemukan pada rimpang jahe dan kunyit di India pada kelembaban 4%

yaitu Absidia corymbifera, Aspergillus flavus, A. parasiticus, A. niger, A. ochraceus,

Penicillium chrysogenum, Fusarium solani, Rhizopus stolonifer, Mucor pasillus,

Scopulariopsis brevicaulais. Hasil penelitian Aspergillus terreus, A. niger dan A.

flavus juga ditemukan pada rimpang jahe dan kunyit dengan kelembaban 13% yang

diimpor dari India, Pakistan, Iran dan USA; kedua produk tanaman obat tersebut

tersedia di pasar Bahrain untuk konsumsi masyarakat. Cendawan yang ditemukan

pada jahe di Oman dengan kelembaban standar, yaitu Aspergillus alternata, A.

flavus, A. fumigatus, A. glaucus, A. nidulans, A. niger, Eurotium amstelodami,

Mucor, Penicillium spp., Rhizopus nigricans, Rhizomucor spp., Syncephalastrum

racemosum; semuanya berpotensi memproduksi mikotoksin yang berbahaya untuk

dikonsumsi manusia.

12

Page 17: Makalah Mikotoksin

Hasil penelitian terhadap beberapa tumbuhan obat khususnya bagian daun,

diperoleh beberapa jenis cendawan patogen yang berpotensi menghasilkan

mikotoksin. Di antaranya pada daun jorong ungu (Stachytarphea mutabilis)

ditemukan Curvularia sp dan daun sambung nyawa (Gynura procumbents) Fusarium

sp, kedua cendawan tersebut menyebabkan penyakit bercak daun. Pada daun

tumbuhan jenis temu-temuan dan daun mengkudu (Morinda citrifolia) ditemukan

Colletotrichum sp, pathogen penyakit bercak daun. Di China ditemukan Curvularia

affinis, patogen penyebab penyakit bercak daun pada tumbuhan Festuca

arundinacea. Colletotrichum acutatum menyebabkan penyakit antraknos pada

strawberi dan daun karet.

2.4. Faktor-Faktor Penyebab Kontaminasi Cendawan

Produk pertanian terkontaminasi aflatoksin disebabkan beberapa faktor yaitu:

Genetik

Tanaman terinfeksi A. flavus dan produksi aflatoksin pada kacang tanah

merupakan hasil interaksi antara faktor genetic dan lingkungan. Polong dan biji dari

varietas yang secara genetik tahan terhadap infeksi A. flavus memperlihatkan laju

perkembangan, perkecambahan, dan produksi aflatoksin yang lebih rendah

dibanding varietas yang rentan pada lingkungan yang sama.

Penanganan Sebelum Panen

Hal ini berhubungan dengan stress kekeringan. Infeksi cendawan A. flavus

dan kontaminasi aflatoksin terjadi pada biji kacang tanah dari tanaman yang

mengalami cekaman kekeringan pada fase generatif, terutama pada 3- 6 minggu

menjelang panen.

13

Page 18: Makalah Mikotoksin

Penanganan setelah panen,

Seperti umur panen, pengeringan dan penyimpanan pada kondisi yang tidak

bagus. Biji kacang tanah yang dipanen terlalu muda atau terlalu tua mudah terinfeksi

A. flavus. Demikian juga polong segar yang segera dikeringkan memperlihatkan

tingkat infeksi A. flavus yang lebih sedikit dibandingkan dengan polong segar yang

ditunda pengeringannya. Penundaan pengeringan polong segar melebihi 48 jam

setelah dipanen akan meningkatkan infeksi A. flavus dan kontaminasi aflatoksin.

Kondisi optimal untuk pertumbuhan spesies cendawan kontaminan seperti

Aspergillus, Penicillium dan Fusarium adalah pada suhu 25°C , 30°C dan 37°C, serta

pH 4 – 8. Kontaminasi aflatoksin yang umumnya terjadi pada produk obat herbal

atau bahan baku tumbuhan obat karena pengeringan yang tidak sempurna pada saat

proses penyiapan bahan atau karena proses penyimpanan yang tidak bagus. Selain

itu, kondisi yang tidak cukup bersih selama pengeringan, transportasi, dan

penyimpanan dari produk pertanian seperti cabe menyebabkan tumbuhnya bakteri,

cendawan dan mikotoksin.

2.5. Dampak Mikotoksin pada Kesehatan

Mikotoksikosis adalah keracunan yang diakibatkan oleh mikotoksin. Gejala

yang timbul pada hewan tergantung dari status kesehatan hewan secara umum, umur,

jenis kelamin, kecukupan nutrisi dalam pakan, kondisi lingkungan sekitar, stres

akibat penyakit dan jumlah, tipe serta durasi terpapar oleh mikotoksin.

Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologik tiap mikotoksin

menyebabkan adanya perbedaan efek toksik yang ditimbulkannya. Selain itu,

toksisitas ini juga ditentukan oleh: (1) dosis atau jumlah mikotoksin yang

14

Page 19: Makalah Mikotoksin

dikonsumsi; (2) rute pemaparan; (3) lamanya pemaparan; (4) spesies; (5) umur; (6)

jenis kelamin; (7) status fisiologis, kesehatan dan gizi; dan (8) efek sinergis dari

berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat pada bahan pangan (Bahri et

al., 2002).

Pada konsentrasi yang tinggi, mikotoksin akan menyerang secara langsung

organ spesifik seperti hati, ginjal, saluran pencernaan, sistem syaraf dan saluran

reproduksi. Sedangkan pada konsentrasi yang rendah, mikotoksin dapat menurunkan

pertumbuhan dan mengganggu kekebalan terhadap penyakit, menjadikan hewan

ternak lebih rentan terhadap penyakit dan mengalami penurunan produktivitasnya.

Hal ini menunjukan betapa pentingnya pencegahan terjadinya kerusakan pada

saluran pencernaan dan organ spesifik lainnya dengan cara mengikat dan mencegah

mikotoksin tersebut terserap oleh saluran pencernaan dan masuk ke dalam peredaran

darah (Ariana, Y,).

Jika terkonsumsi, mikotoksin akan sangat berbahaya bagi tubuh, hal ini

karena mikotoksin bersifat mutagenik, terratogenik, dan karsinogenik. Bahan pangan

yang rawan terhadap kontaminasi mikotoksin adalah jagung, kopi, dan serealia.

Contohnya adalah aflatoksin yang banyak mengkontaminasi jagung dan kacang

tanah, serta ochratoksin yang dihasilkan oleh kapang A. Ochraceus dan Penicillium

verrucosum yang banyak terdapat pada kopi. Terhadap tubuh, organ yang menjadi

target dari mikotoksin pun berbeda-beda. Aflatoksin toksik terhadap hati, sedangkan

target spesifik ochratoksin adalah menyerang organ ginjal (Ariana, Y,).

15

Page 20: Makalah Mikotoksin

2.6. Upaya-Upaya Pencegahan dan Pengendalian Kontaminasi Mikotoksin

Strategi atau upaya-upaya untuk menekan produksi aflatoxin atau mikotoksin

yang sudah diaplikasikan pada makanan dan tanaman pangan di antaranya adalah

sebagai berikut.

Penggunaan Varietas Tahan A. flavus

Skrining varietas tahan terhadap kontaminasi cendawan toksigenik

merupakan suatu cara mungkin dapat dilakukan, tapi sampai saat ini belum ada

penelitian tentang hal tersebut di atas.

Ketahanan merupakan tanggapan aktif dan dinamis inang terhadap patogen

yang menyerangnya. Ketahanan hanya terjadi jika inang berinteraksi dengan

patogen. Ketahanan dan kepekaan varietas menggambarkan keadaan interaksi

tanaman kacang tanah sebagai inang dan A. flavus sebagai patogen. Ketahanan inang

tampak dari taraf penyakit atau kolonisasi cendawan A. flavus yang terjadi. Taraf

penyakit yang rendah disebabkan oleh inkompatibilitas inang dan patogen pada

kondisi lingkungan tertentu.

Adopsi Prosedur Budidaya yang Baik

Prosedur budidaya yang terstandar (sesuai SOP) sangat berpengaruh terhadap

kontaminasi mikotoksin pada tanaman di lapangan. Saat ini belum ada penelitian

pengaruh serangan hama atau penyakit terhadap tingkat kontaminasi mikotoksin

pada tanaman obat. Serangan penyakit daun dapat meningkatkan serangan cendawan

A. flavus, meskipun tidak sebesar pengaruh kekeringan. Dengan mengendalikan

penyakit daun, intensitas serangan A. flavus berkurang dari 13% menjadi 7%.

16

Page 21: Makalah Mikotoksin

Manipulasi Lingkungan Tumbuh

Pengeringan bertujuan menurunkan kadar air polong dan biji kacang tanah

dari 35-40% pada saat panen (bergantung pada umur masak) merupakan kadar air

yang aman dari infeksi A. flavus. Kadar air biji 15-20% sangat kondusif bagi A.

flavus untuk menghasilkan aflatoksin, dan pada kadar air 5-8% biji kacang tanah

masih terkontaminasi aflatoksin setelah disimpan selama 3 bulan (Kasno, 2004).

Kelembaban yang baik untuk biji kacang tanah antara 6,6-7,9%. Begitu juga halnya

terhadap bahan baku tumbuhan obat, perlu perhatian terhadap kadar air bahan saat

pengeringan dan suhu lingkungan penyimpanannya. Obat herbal hendaknya

disimpan pada suhu rendah yaitu dibawah suhu 25°C.

Sanitasi

Ruangan tempat penyimpanan produk dan hasil panen tanaman perlu

disanitasi, sebelum dijadikan tempat penyimpanan produk. Hal ini dapat menekan

kontaminasi cendawan penghasil toksin.

Fungisida Nabati

Minyak atsiri dari Ocimum basilicum, Cinnamomum cassia, Coriandrum

saticum dan Laurus nobilis pada konsentrasi 1 - 10% dapat mengendalikan

cendawan aflatoksigenik dan menekan produksi aflatoksin A. parasiticus pada benih

sorgum, jagung, melon dan kacang tanah. Hal ini mungkin dapat juga dilakukan

pada benih tanaman obat dan rempah, dengan cara mencelupkan benih tersebut di

dalam minyak atsiri tersebut di atas sebelum di tanam di lapangan. Formula minyak

atsiri serai wangi konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus dan

Penicillium (in vitro) sebesar 100%.

17

Page 22: Makalah Mikotoksin

Fumigasi

Fumigasi benih dengan etilen oksida dan metil formate dapat menurunkan

kontaminasi cendawan toksigenik pada benih kacang tanah dan melon di

penyimpanan. Sodium klorida (2,5; 5,0 dan 10,0%), asam propionat (1,0; 2,5; dan

5%), asam asetat (1; 2,5; dan 5%) dapat menghambat produksi aflatoxin B1 dari

cendawan A. flavus yang diinokulasikan pada kacang tanah dan jagung yang di

simpan dalam kantong goni.

Radiasi

Radiasi merupakan salah satu strategi untuk mencegah terjadinya

kontaminasi aflatoksin pada suatu produk makanan. Produksi mikotoksin pada

buahbuahan menurun seiring dengan peningkatan dosis radiasi.

Pengendalian Biologi

Salah satu strategi yang saat ini banyak dilakukan untuk menurunkan tingkat

kontaminasi aflatoksin adalah pengendalian biologi dengan cara mengintroduksikan

strain Aspergillus flavus dan A. parasiticus yang atoksigenik pada tanah tempat

tumbuh tanaman. Perlakuan (aplikasi) beberapa kombinasi A. flavus dan A.

parasiticus yang atoksigenik pada tanah pertanaman kacang tanah di Amerika Serikat

dapat menekan kontaminasi aflatoksin sebesar 74,3 – 99,9%, pada kapas 68 – 87%.

Saat ini belum ada penelitian aplikasi strain A. flavus yang tidak menghasilkan toksin

(atoksigenik) pada tanah pertanaman obat, rempah dan aromatik, dalam rangka untuk

menekan kontaminasi aflatoksin.

18

Page 23: Makalah Mikotoksin

Penghambat Tumbuhnya jamur (Mold inhibitor)

Penggunaan bahan kimia penghambat tumbuhnya jamur merupakan salah

satu cara yang baik digunakan dalam industri pakan. Tipe mold inhibitor utama

antara lain adalah :

1. Asam organik atau kombinasi beberapa asam-asam organik (Propionat, sorbat,

benzoat, dan asam asetat).

2. Garam dari asam organik (contohnya : kalsium Propionat dan potasium sorbat)

3. Tembaga sulfat . Bahan-bahan kimia ini baik bentuk padat ataupun cair cara

kerjanya sama dan menyebar rata keseluruh pakan. Umumnya bentuk asam

lebih efektif dibanding bentuk yang lainnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi keefektifan dari jamur, Mold inhibitor

(penghambat jamur) efektif jika inhibitor ini didistribusikan secara merata keseluruh

bagian pakan, yang berarti keseluruhan permukaan partikel pakan berkontak

langsung dengan inhibitor ini seharusnya juga menembus partikel pakan sehingga

bagaian dalam jamur dapat dihambat.ukuran partikel dari mold nhibitor ini

seharusnya lebih kecil dari partikel pakan.

Teknik Dekontaminasi

Upaya untuk mengatasi mikotoksin adalah dengan ekstraksi menggunakan

pelarut organik, antara lain dengan kalsium klorida atau sodium bikarbonat atau

dengan pemanasan dalam air garam. Penggunaan amonia atau monometylamine dan

kalsium hidroksida juga efektif dalam mengatasi toksin tersebut. NaOCl bisa

digunakan untuk dekontaminasi pada kacang tanah, formaldehid dan NaOH pada

tepung kacang. Perendaman atau pencelupan kacang tanah dalam p-amino benzoat,

kalium sulfit, kalium fluorida, ammonia 2%, asam propionat, Na-asetat, dan H2O2.

19

Page 24: Makalah Mikotoksin

Detoksifikasi dengan ammonia terhadap aflatoksin adalah sangat praktis dan mudah,

sehingga banyak dipraktekkan.

Toksin dapat juga dihancurkan dengan pemanasan, misal penggarangan

kacang tanah pada suhu 150oC selama 30 menit akan mengurangi aflatoksin B1

sebanyak 80% dan aflatoksin B2 sebanyak 60%. Penggorengan dengan minyak pada

kacang tanah pada suhu 204oC akan mengurangi kadar aflatoksin B1 dan G1 rata-

rata 40 -50%, sedangkan aflatoksin B2 dan G2 akan menurun sebanyak 20 – 40%.

Aflatoksin dianggap stabil terhadap pemanasan, karena pada pemanasan normal

(100oC) tidak menyebabkan perubahan. Demikian pula trikhotesen, zeralenon,

khloratoksin dan patulin. Sedangkan sitrinin mudah dirusak oleh pemanasan.

Pemanasan bertekanan (autoklaf) dapat juga mengurangi kadar aflatoksin. Pada

autoklaf suhu 120oC bertekanan 15 lbs selama 4 hari pada tepung kacang dengan

kelembaban 60% akan menurunkan kadar aflatoksin dari 7.000 mg/kg menjadi 340

mg/kg.

Bahan-bahan kimia tertentu, seperti diklorvos akan menghambat

pembentukan aflatoksin pada gandum, jagung, beras dan kacang tanah.

Beberapa mineral dapat memiliki kemampuan mengabsorbsi atau menangkap

molekul mikotoksin sehingga tidak berbahaya bagi ternak. Beberapa zat yang dapat

bertindak sebagai feed aditiv antara lain activated charcoal, yeast produk dinding

sel. Beberapa produk sintetik dapat digunakan, antara lain zeolit, aluminosilikat dan

Gamma Amino Butiric Acid (GABA). Zeolit aktif melawan aflatoksin T2..

Penambahan zeolit 2% sebanyak 1mg/kg bahan pakan terkontamina aflatoksin B1

akan menurunkan kadar aflatoksin dalam hati sampai 30-40%.

20

Page 25: Makalah Mikotoksin

Upaya menghindari pertumbuhan mikrobia pada bahan pakan bisa dilakukan

dengan jalan menjaga kelembaban yang rendah, kurang dari 80% sehingga

pertumbuhan fungi akan terhambat. Hindari suhu optimum untuk pertumbuhan fungi

A. flavus maupun A. parasiticus, yaitu 25 – 40 oC. Penyimpanan dalam keadaan

kering, kira-kira kadar air 10-12% terhadap bahan pakan sangat dianjurkan.

21

Page 26: Makalah Mikotoksin

BAB IIIKESIMPULAN

Mikotoksin adalah racun atau toksik hasil dari proses metabolisme

sekunder yang dihasilkan oleh spesies jamur tertentu selama pertumbuhannya pada

bahan pangan maupun pakan, yang menyebabkan perubahan fisiologis abnormal

atau patologis manusia dan hewan.

Pada konsentrasi yang tinggi, mikotoksin akan menyerang secara langsung

organ spesifik seperti hati, ginjal, saluran pencernaan, sistem syaraf dan saluran

reproduksi. Sedangkan pada konsentrasi yang rendah, mikotoksin dapat menurunkan

pertumbuhan dan mengganggu kekebalan terhadap penyakit, menjadikan hewan

ternak lebih rentan terhadap penyakit dan mengalami penurunan produktivitasnya.

Produk dan bahan baku tumbuhan obat banyak terkontaminasi oleh

cendawan dan mikotoksin, antara lain sambiloto, jahe, kunyit, kencur, kayu rapat dll.

Faktor-faktor penyebab adalah genetik tumbuhan, penanganan sebelum panen

(perlakuan budidaya, stress lingkungan), dan penanganan setelah panen. Kondisi

yang tidak cukup bersih selama pengeringan, transportasi, dan penyimpanan bahan

baku atau produk, dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri, cendawan dan

mikotoksin. Oleh sebab itu, diharapkan dapat ditingkatkan kesadaran tentang

pentingnya meningkatkan metode penyiapan bahan baku (seperti panen,

pengeringan, transportasi dan penyimpanan) tumbuhan obat, yang bebas kontaminasi

cendawan dan mikotoksin kepada konsumen, peneliti, petani dan pedagang. Selain

itu, diperlukan program monitoring dan pemeriksaan sehingga menghasilkan banyak

22

Page 27: Makalah Mikotoksin

data tentang distribusi dan tingkat kontaminasi aflatoksin pada produk atau bahan

baku tumbuhan obat yang beredar di pasar.

23

Page 28: Makalah Mikotoksin

DAFTAR PUSTAKA

Ariana, Y. Dampak Mikotoksin Terhadap Kesehatan Dan Produktivitas Hewan

Serta Solusi Penanggulangannya [Majalah]. PT.Novindo Agritech Hutama.

Jakarta Selatan : Indonesia.

Aziz, NH et. al. 1998. Contamination of Some Common Medicinal Plant Samples

And Spices by Fungi And Their Mycotoxins. Microbiology Department,

Faculty of Science, Ain-Shams University, Cairo: Egypt.

Azizah, H. 2013. Mikotoksin [Makalah]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Udayana Denpasar.

Dewi, SR. 2013. Mikotoksin & Mikotoksikosis Pada Pangan [Makalah]. Jurusan

Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.

Gonzaga, M et. al. Microbial Quality of Medicinal Plant Materials . Tersedia :

http://dx.doi.org/10.5772/51072. Diakses pada : 29 Januari 2015.

Noveriza, R. 2008. Kontaminasi Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan Obat.

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Indonesian Medicinal and

Aromatic Crops Research Institute Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor. Vol. 7

No. 1.ISSN: 1412-8004.

Rawat, A. et. al. 2014. Detection Of Toxigenic Fungi And Mycotoxins In Some

Stored Medicinal Plant Samples. Department of Botany , School of Life

Sciences, Dr. B.R.Ambedkar University: Agra.

Santos, L. et. al.2013. Mycotoxin in Medicinal/Aromatic Herbs – a Review. Boletín

Latinoamericano y del Caribe de Plantas Medicinales y Aromáticas, vol. 12,

núm. 2, marzo-enero, Universidad de Santiago de Chile. Santiago: Chile.

Stević, T. et.al. 2012. Pathogenic Microorganisms Of Medicinal Herbal Drugs.

Institute for Medicinal Plant Research “Dr Josif Pančić”, Belgrade: Serbia.

24