makalah labioschisis kel 3 ganjil

14
LABIOSCHISIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Bedah Mulut IV Diampuh oleh : drg. Prihartiningsih, S.U., Sp.BM (K) Oleh KELOMPOK 3 KELAS A Dyah Ayu Yoanita 8649 Dessy Pratiwi S. 8651 Rahma Arifah 8659 Indria Kusuma W. 8665 Intan Kartika P. S. 8669 Hayu Qommaru Z. 8671 Amalia Perwitasari 8677 Bramita Beta A. 8683 Yusvina Qoriatur R. 8689 Nyayu Wulan T. U. 8691 Cindy Noni Barita 8695 Lynda Milsa Novellia 8697 Fertylian P. P. 8699 Yuninda Lintang D. 8701 Raina N. W. 8703 Sarah Harfineisya 8705 Siti Ramadania W. 8711 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

Upload: hayu-qommaru-zala

Post on 30-Dec-2015

247 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

LABIOSCHISIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Bedah Mulut IV

Diampuh oleh : drg. Prihartiningsih, S.U., Sp.BM (K)

Oleh

KELOMPOK 3 KELAS A

Dyah Ayu Yoanita 8649

Dessy Pratiwi S. 8651

Rahma Arifah 8659

Indria Kusuma W. 8665

Intan Kartika P. S. 8669

Hayu Qommaru Z. 8671

Amalia Perwitasari 8677

Bramita Beta A. 8683

Yusvina Qoriatur R. 8689

Nyayu Wulan T. U. 8691

Cindy Noni Barita 8695

Lynda Milsa Novellia 8697

Fertylian P. P. 8699

Yuninda Lintang D. 8701

Raina N. W. 8703

Sarah Harfineisya 8705

Siti Ramadania W. 8711

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang berbeda sifatnya,

namun satu sama lain erat hubungannya dan sulit dipisahkan secara tegas. Pertumbuhan

dan perkembangan berjalan seiring. Pertumbuhan organ tubuh selalu disertai

perkembangan dalam pendewasaan kemampuan fungsionalnya. Dengan demikian apabila

pertumbuhan berlangsung secara optimal maka kemampuan fungsi dari organ tersebut

juga akan berlangsung secara optimal. Sebaliknya apabila terjadi gangguan dalam

pertumbuhan, maka perkembangan kemampuan organ juga akan mengalami hambatan

(Manoeroeng, 1995).

Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan proses yang

kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah

serta rongga mulut embrio, akan timbul kelainan antara lain labioschisis atau celah bibir

(Gilarsi, 2001). Labioschisis dapat terjadi pada satu sisi (unilateral) maupun kedua sisi

(bilateral) secara simetris atau tidak simetris. Keadaan ini tergantung tingkat keparahan

gangguan dalam proses pembentukan embrional (Soelistiono, 2006). Labioschisis

termasuk kelainan kraniofasial yang terjadi pada proses pembentukan janin pada masa

kandungan ibunya. Kecacatan yang terjadi pada bagian wajah dan mulut menyebabkan

bayi mengalami cacat fisik, mental maupun psikis.

Penyebab labioschisis belum diketahui pasti namun ada dua faktor yang berperan

dalam timbulnya celah bibir, yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan (Lee, 2008;

Lalwani, 2010; Vinod, 2009). Faktor lingkungan berperan dalam terjadinya celah bibir

pada fase kritis penyatuan bagian-bagian bibir dan palatum. Pada wanita hamil yang

mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan seperti kortison, aspirin, obat-obatan anti-

konvulsi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya labioschisis. Radiasi yang

berlebihan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya cacat bayi, juga pada ibu yang

mempunyai kebiasaan merokok dan waktu hamil masih diteruskan juga mempunyai resiko

terjadinya cacat pada bayinya (Lee, 2008; Lalwani, 2010; Edward & Watson, 1980).

Faktor herediter dianggap sebagai faktor yang sudah dapat dipastikan sebagai penyebab

terjadinya celah bibir. Brophy (1971) mencatat beberapa kasus anggota keluarga yang

mempunyai kelainan wajah dan palatal yang terdapat pada beberapa generasi. Kelainan ini

tidak selalu serupa, namun bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral. Pada

Page 3: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

2

beberapa teori mengikuti hukum Mendel. Schroder menyebutkan bahwa 75% dari faktor

keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25% bersifat dominan

(Gilarsi, 2001).

Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari

etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada orang kulit putih dan kulit

hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit

1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:5000 kelahiran, ras Caucasian 1:750

kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi

pada anak laki-laki (Sudiarsa & Prihatiningsih, 2009). Insiden bibir sumbing di Indonesia

belum diketahui. Hidayat, dkk. di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai

Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit

pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk (Hidayat, 2009). Gangguan

pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan penderita, namun juga menimbulkan kesulitan

pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam hal pemberian makan namun juga efek

psikologis karena penampilan merupakan suatu hal yang penting dalam berinteraksi

dengan masyarakat (Gilarsi, 2001).

Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai definisi, klasifikasi, tampakan

klinis, etiologi, faktor resiko, pathogenesis, gangguan yang ditimbulkan akibat labioschisis

serta diagnosis pre-natal dan post-natal-nya.

Page 4: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Istilah yang digunakan untuk celah bibir ialah cheilos, labioshisis, harelip atau cleft

lip. Cheilo, labio dan lip berarti bibir, sedangkan schisis, hare ataupun cleft berarti celah.

Pengertian dari celah bibir (labioschisis) adalah kelainan bawaaan yang terjadi oleh karena

tidak adanya penyatuan (fusi) secara normal dari bibir pada proses embrional yang dapat

terjadi secara sebagian atau sempurna (Davis, 1964; Tjiptono dkk., 1989).

Labioschisis, cleft lip, celah bibir atau bibir sumbing adalah kondisi dimana

terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa

takik kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua

sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis

unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral

(Webmaster, 2008).

Gambar 1. Bayi dengan labioschisis

Bibir sumbing merupakan cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di kalangan

masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah, akibatnya

operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. Masalah ini banyak

dialami selama proses kehamilan oleh ibu. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap

perkembangan janin (Bustami, 1997).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa

alasan terbanyak anak penderita labioschisis terlambat (berumur antara 5 - 15 tahun) untuk

dioperasi adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua

yang masih kurang (Bustami, 1997).

Page 5: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

4

B. Etiologi

Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan

berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan

faktor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti

melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan

mengalami labioschisis. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis

meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat

labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin

(terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan

lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis (Webmaster, 2009).

Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak

terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu

(prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Menurut Mansjoer dkk. (2005), hipotesis

yang diajukan antara lain:

Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal

kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam

folat, vitamin C, dan Zn)

Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal

Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.

Faktor genetik

Etiologi intrinsik Herediter (Wong, 2004)

1. Mutasi gen

Ditemukan sejumlah sindroma atau gejala menurut hukum Mendel secara

autosomal, dominant, resesif dan x-linked. Pada otosomal dominan, orang tua yang

mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Pada

otosomal resesif adalah kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa gen

abnormal. X-linked adalah wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda

kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini.

2. Kelainan Kromosom

Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat

penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (patau), Trisomi 15, Trisomi

18 (edwars) dan Trisomi 21. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom

yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang

Page 6: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

5

kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita

bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom

13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah

47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan

gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini

sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

Etiologi ekstrinsik

Terjadinya labioschisis mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan lingkungan

yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh toksik

terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan tersebut. Faktor

lingkungan (ekstrinsik) yang terlibat antara lain: (Dewi dan Nanny, 2010)

1. Faktor usia ibu

Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan

menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka

bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan

menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira

400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika

seorang wanita umur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko

mengandung anak dengan cacat bawaan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya

usia ibu.

2. Obat-obatan

Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu,

tetapi hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal

atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat

menyebabkan terjadinya celah bibir.Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi

selama hamil yaitu rifampisin,fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin,

asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat

antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat

menyebabkan terjadinya celah langit-langit.

3. Nutrisi

Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat pada waktu

hamil. Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat

golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi.

Page 7: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

6

4. Penyakit infeksi

Contohnya seperti infeksi rubella, sifilis, toxoplasmosis dan klamidiadapat

menyebabkan terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis.

5. Radiasi

Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor

lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa menimbulkan

mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor herediter.

6. Stress Emosional

Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada binatang

percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yangmeningkat pada

keadaan hamil menyebabkan labioskizis dan labipaltoskizis.

7. Trauma

Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga dapat

menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan gangguan

psikologis penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama terletak pada

pemberian minum, pengawasan gizi dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah

kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima. Pertumbuhan dan

perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat

kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah

serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan. Kelainan bawaan adalah suatu

kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi

ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan

wajah ini terjadikarena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat

sampai minggu kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja

menyulitkan penderita, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orangtua, terutama

ibu. Tidak saja dalam hal pemberian makan, tetapi juga efek psikologis karena

mempunyai anak yang tidak sempurna.

C. Faktor Resiko

Faktor risiko adalah sesuatu yang meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan

penyakit. Faktor risiko terjadinya labioskizis meliputi: (Diego, 2002)

Faktor bayi:

a. Memiliki cacat lahir lahinnya

Page 8: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

7

b. Jenis kelamin laki-laki

c. Memiliki saudara kandung, orang tua, atau kerabat dekat lainnya lahir dengan

labioskizis. Genetika terbaik dapat menentukan resiko yang sebenarnya, yang

dapat sangat bervariasi diantara para keluarga. Secara umum, jika satu anak

dalam keluarga memiliki sumbing, anak berikutnya memiliki sekitar 4% juga

memiliki sumbing. Jika hanya mamiliki bibir sumbing, resiko ini terjadi pada

anak kedua adalah 2%.

Faktor ibu selama kehamilan

a. Memakai obat-obatan tertentu, seperti obat antiseizure terutama fenitoin atau

retinoic acid digunakan untuk kondisi dermatologic, seperti jerawat.

b. Mengkonsumsi alkohol (khususnya dalam pengembangan bibir sumbing).

c. Memiliki penyakit atau infeksi.

d. Memiliki kekurangan asam folat pada konsepsi atau selama awal kehamilan.

D. Klasifikasi

Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk

menurut Mansjoer dkk. (2005) adalah :

Komplit

Cacat yang terjadi menyeluruh mulai dari rima oris sampai ke nares

Inkomplit

Cacat yang terjadi hanya pada sebagian bibir bagian bawahnya saja tidak sampai ke

lubang hidung

Sedangkan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan labioschisis dibedakan menjadi (Anonim,

2008; World Craniofacial Foundation, 2011) :

Unilateral

Bibir sumbing unilateral mungkin melibatkan beberapa bagian dari bibir atau seluruh

ketinggian bibir. Tingkat celah di bibir sumbing parsial dapat berkisar dari vermilion hanya

untuk dua-pertiga dari tinggi bibir. Otot orbicularis oris hanya terbagi pada bagian bawah

bibir sumbing sedangkan sisanya dari otot dan kulit tetap utuh. Dalam banyak kasus bibir

sumbing parsial unilateral, otot orbicularis oris dapat terbagi sepenuhnya,sehingga

menciptakan alur kulit. Pemisahan otot dapat menyebabkan tonjolan di kedua sisi celah

Bilateral

Celah terdapat pada kedua sisi

Page 9: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

8

Gambar 2. Klasifikasi Labioschisis

Klasifikasi labioschisis menurut Anonim (2011):

1. Unilateral incomplete

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang

hingga ke hidung.

Gambar 3. Labioschisis unilateral incomplete

2. Unilateral complete

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan memanjang

hingga ke hidung.

Gambar 4. Labioschisis unilateral complete

3. Bilateral complete

Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Page 10: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

9

Gambar 5. Labioschisis bilateral complete

E. Pathogenesis

Bibir sumbing timbul akibat tidak menyatunya berbagai prosesus yang membentuk

wajah. Bibir sumbing meliputi prosesus alveolar dan palatum. Celah dapat terjadi

unilateral, terutama di sisi kiri atau bilateral. Sebagian besar bayi dengan bibir sumbing

tidak memiliki malformasi yang terkait. Celah fasial dapat dideteksi saat prenatal dengan

pemeriksaan ultrasound , namun tidak sampai akhir kehamilan. Celah dapat diperbaiki

secara pembedahan dengan perbaikan fungsional dan kosmetik, namun seringkali

beberapa terapi dibutuhkan sampai usia sekolah (Mossey & Castilla, 2003).

Labioschisis merupakan hasil dari kegagalan perkembangan orofasial pada minggu ke

enam hingga dua belas dari kehidupan embrio. Hidung pertama kali muncul dalam bentuk

pembengkakan medial dan lateral pada bagian bawah prosesus fronto nasal. Pada minggu

ke enam hingga ke tujuh, prosesus maksila (bagian atas dari lengkung faring pertama)

yang berkembang kemudian bergabung dengan prominensia nasal medial sehingga

keduanya bersatu. Seiring dengan berjalannya proses ini celah antara prosesus maksila dan

prominensia nasal medial hilang dan bibir atas mulai terbentuk. Proses ini menghasilkan

palatum primer yang terdiri dari tiga bagian yaitu :

1. Komponen labial atau filtral

2. Segmen sentral, yang nantinya kan berkembang menjadi lengkung gigi anterior

yang mengandung empat insisivus maksila

3. Elemen palatal triangular, yang meluas dari tulang alveolar ke foramen insisivum.

Adanya perubahan atau gangguan pada proses ini dapat mneyebabkan labioschisis

unilateral atau bilateral, termasuk di dalamnya defek tulang alveolar dan deformitas nasal

(Hansen dan Puder, 2009). Labioschisis dapat terjadi karena beberapa sebab dan dapat

berupa malformasi, disrupsi, atau deformasi. Ketika defek yang terjadi merupakan hasil

dari proses perkembangan abnormal yang diturunkan, seperti pada kasus kelainan genetik,

hal ini disebut dengan malformasi. Saat proses perkembangan berjalan normal namun

Page 11: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

10

terganggu karena adanya faktor ekstrinsik, seperti paparan teratogen, hal ini disebut

dengan istilah disrupsi. Deformasi terjadi ketika terdapat gaya mekanis yang mengganggu

proses perkembangan normal, contohnya pada kasus Sindrom Pierre Robin di mana

hipoplasi mandibula menyebabkan letak lidah lebih ke posterior sehingga mengganggu

fusi lempeng palatal lateral (Kenner dan Lott, 2013).

F. Gangguan yang ditimbulkan Labioschisis

a. Masalah Asupan Makanan

Masalah asupan makanan atau nutrisi merupakan masalah pertama yang terjadi

pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi

untuk melakukan hisapan pada payudara ibu ataupun dot. Keadaan tambahan yang

ditemukan yaitu reflex hisap dan reflex menelan pada bayi dengan labioschisis tidak

sebaik bayi normal, kondisi tersebut mengakibatkan bayi menghisap lebih banyak

udara pada saat menyusu sehingga asupan nutrisi yang diperoleh bayi menjadi

berkurang (Kurniawan dan Israr, 2009).

b. Masalah Dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang

berhubungan dengan kehilangan, malformasi dan malposisi dari gigi geligi pada area

dari celah bibir yang terbentuk. Menurut Ellis dkk. (2012) area gigi yang hilang

adalah incisuvus dan caninus.

c. Deformitas nasal

Deformitas nasal sering ditemukan pada bayi labioschisis oleh karena perluasan

celah pada dasar hidung dan kartilago ala nasi. Pada columella nasi tertarik ke sisi

yang tidak terdapat celah (Ellis dkk., 2012).

d. Kesulitan Berbicara

Kondisi celah bibir menyebabkan retardasi suara konsonan seperti p, b, t, d, k, g.

Pada individu normal suara dibentuk oleh udara yang keluar dari paru-paru melewati

pita suara dan masuk ke dalam rongga mulut. Posisi lidah, bibir, rahang bawah dan

palatum lunak saling bekerjasama untuk menghasilkan bunyi. Adanya celah pada

bibir menyebabkan terjadinya superimpose suara karena perubahan aliran udara dalam

struktur rongga mulut (Ellis dkk., 2012).

Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada

waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta

Page 12: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

11

perkembangan bicara. Penatalaksanaan labioschisis adalah operasi. Bibir sumbing dapat

ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10

minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb 10g%. Dengan demikian umur yang paling

baik untuk operasi sekitar 3 bulan (Bustami, 1997).

G. Diagnosis

Seorang dokter dapat mendiagnosa bibir sumbing atau sumbing langit-langit dengan

memeriksa bayi yang baru lahir. Seorang bayi yang baru lahir dengan celah bibir dapat

didiagnosis oleh tim spesialis medis segera setelah lahir (Berkowitz, Samuel, 2005).

Diagnosis labioskisis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Pada anamnesis adanya keluhan yang diderita sejak lahir berupa celah pada bibir

yang menyebabkan kesulitan menyusui, makan, berbicara, dan kesulitan mendengar.

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa, adanya riwayat defisiensi nutrisi/vitamin

pada ibu dan penggunaan obat-obatan teratogenik selama trimester pertama

kehamilan, serta adanya riwayat penyalahgunaan alkohol dan kebiasaan merokok saat

hamil (Hopper, 2007).

2. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan Fisis di daerah wajah diagnosis labioskisis dapat di tegakkan.

Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases (ICD), mencakup

celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya celah, unilateral atau bilateral;

digunakan untuk sistem pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh World Health

Organization (WHO) (Hopper, 2007).

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada saat dalam kehamilan, pemeriksaan celah dini pada janin dapat kita lihat

dengan menggunakan transvagina ultrasonografi pada minggu ke-l1 masa kehamilan

dan bisa juga dideteksi dengan menggunakan transabdominal ultrasonografi pada usia

kehamilan minggu ke-16 (Hopper, 2007).

Page 13: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

12

Gambar 6. Labioskisis bilateral pada fetus usia 18 minggu

Namun dalam mendiagnosis deformitas bibir atau langit-langit ultrasonographer harus

dapat melihat wajah janin. Hal ini sering tidak mudah dan tes mungkin harus diulangi

beberapa kali. Salah satu studi besar melaporkan bahwa kurang dari sepertiga dari

deformitas (celah) bibir dan langit-langit kasus sebelumnya didiagnosis dengan USG.

Tingkat deteksi bervariasi tergantung pada keahlian sonographer, kehamilan usia,

kehadiran anomali lain, dan keterampilan radiolog membaca film (Egan, 2009).

Jika celah pada bibir dapat dideteksi, maka janin kemungkinan mengalami

malformasi, gangguan kromosom atau kedua-duanya. Bagaimanapun seorang dokter ahli

dapat mendiagnosa sekitar 80% dari pemeriksaan prenatal jika mereka menggunakan

ultrasonografi 3 dimensi. Untuk mendeteksi celah pada langit-langit sepertinya agak sulit

jika menggunakan ultrasonografi. MRI lebih memiliki ketelitian lebih baik dibandingkan

ultrasonografi (Egan, 2009).

Gambar 7. (a) USG 3-dimensi memperlihatkan adanya facial cleft pada

fetus usia 22 minggu dan (b) facial cleft pada usia kehamilan 32 minggu

Page 14: Makalah Labioschisis Kel 3 Ganjil

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Lia., Nanny, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba

Medika

Diego. F. 2002. Cleft lip and palate, from origin to treatment. Oxford university press, inc.

New york

Edward M. & Watson A.C.H., 1980, Advances in The Management of Cleft Palate,

Edinburgh, Churchill Livingstone, pp 27-47.

Egan, T; Gregory, A, 2009, Facial Plastic, Reconstructive, and Trauma Surgery, New York:

Marcell Dekker.

Ellis E, Peterson LJ, Hupp JR, Tucker MR. 2012. Contemporary Oral and Maxillofacial

Surgery. 4th

. Mosby: Elsevier. h. 628-629.

Gilarsi, T.R., 2001, Celah Bibir, Faktor Penyebab dan Penanggulangannya,

http://www.tempo.co.id//medika/arsip/042001/sek-2.htm (22/11/2013).

Hansen, A. dan Puder, M., 2009, Manual Neonatal Surgical Intensive Care, second edition,

PMPH, New York.

Hopper, RA; Cutting, C; Grayson B, 2007, Grabb and Smith’s Plastic Surgery, Philadelpia:

Lippincott Williams and Wilkins.

Kenner, C.A. dan Lott, J.W., 2013, Comprehensive Neonatal Nursing Care, fifth edition,

Springer,

Kurniawan L dan Israr YA. 2009. Labioschisis. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

h. 5

Lalwani, A.K., 2010, Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology. Head & Neck

Surgery, A Lange Medical book, New York, pp 323-338.

Lee, K.J., 2008, Essential otolaryngonolgy. Head and Neck Surgery, 9th edition, Mc

M Lanna, M Rustico, 2007, Three-dimensional Ultrasound and Genetic Syndromes, Donald

School Journal of Ultrasound in Obsteric and Gynecology, Volume 1 No. 3: 54-59,

http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText, 23, November 2013

Manoeroeng, S.M., 1995, Pengaruh Bibir Sumbing/Langit-langit Sumbing terhadap

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Kumpulan Makalah Ilmiah, FKG USU, 99-113.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita

Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius – FK UI. 2005.

Mitchell, RN, dkk. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan Cotran, ed.7.

Elsevier Inc : USA.

Sudiarsa, I.K. & Prihatiningsih, 2009, Koreksi Bibir Sumbing Bilateral Komplit dan Tidak

Komplit dengan Menggunakan Metode Barsky di Bawah Anestesi Umum, Majalah

Kedokteran Gigi, 16(1): 63-68.

Vinod, K., 2009, Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed, Arya Publishers

House, New Delhi, pp 572-585.

Webmaster. Bibir sumbing. Disitasi dari : http://www.klikdokter.com/ illness/detail/104.htm.

Pada tanggal 15 November 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2008.

Webmaster. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari : http://www.healthofchild ren.com/C/Cleft-

Lip-and-Palate.html?Comments[do]=mod&Comments[id] =4.htm. Pada tanggal : 13

November 2009. Perbaharuan terakhir : Janurai 2009.

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC.