makalah mikrobiologi kel.8

61
MAKALAH MIKROBIOLOGI BAKTERI PATOGEN PADA SALURAN PERNAPASAN KELOMPOK 8 Asvinastuti Rikasih (0906531216) Esther Lamria Purba (0906531310) Inez Aprilina (0906531475) Tika Sartika (0906531866) DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Upload: yoas-simangunsong

Post on 15-Feb-2015

150 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

menjeaskan mikrobiologi pada faringitis

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Mikrobiologi Kel.8

MAKALAH MIKROBIOLOGI

BAKTERI PATOGEN PADA SALURAN PERNAPASAN

KELOMPOK 8

Asvinastuti Rikasih (0906531216)

Esther Lamria Purba (0906531310)

Inez Aprilina (0906531475)

Tika Sartika (0906531866)

DEPARTEMEN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: Makalah Mikrobiologi Kel.8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang

Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta segala isinya, karena berkat

pimpinan, bimbingan, bantuan, izin serta bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan

makalah dengan judul “Bakteri Patogen Pada Saluran Pernapasan” ini tepat pada

waktunya.

Pada kesempatan ini, Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bpk Dr. Maksum Radji, M.Biomed selaku dosen mata kuliah

Mikrobiologi atas bimbingannya serta semua pihak yang telah membantu dalam proses

penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Topik pada makalah ini adalah bakteri patogen, khususnya mengarah pada

pembahasan mengenai bakteri penyebab infeksi pada saluran pernapasan. Kami

mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku, internet, maupun orang-

orang yang memiliki kemampuan lebih mendalam mengenai topik yang kami bahas.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang

lebih luas kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini

masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritik

yang membangun dari para pembaca demi peningkatan kualitas makalah.

Jakarta, 2 April 2010

Penulis

ii

Page 3: Makalah Mikrobiologi Kel.8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi

I. Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

I.1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. 1

I.2. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. .1

I.3. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. 2

I.4. Metode

Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

I.5. Sistematika

Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

II. Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3

II.1. Streptococcus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. .3

II.2. Mycobacterium tuberculosis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. .7

II.3. Streptococcus

pneumoniae . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

II.4. Haemophilus

influenza . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

II.5. Mycoplasma

pneumoniae . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

II.6. Corynebacterium

diphtheriae . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .20

Page 4: Makalah Mikrobiologi Kel.8

II.7. Bordetella pertussis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

.25

II.8. Legionella

pneumophila . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

III. Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35

III.1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

35

III.2. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

35

Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .36

ABSTRAK

Saluran pernafasan adalah pintu gerbang utama, tempat bakteri mungkin memasuki tubuh. Dalam makalah ini tekanan diletakkan pada mikroorganisme yang menginvansi dengan melalui saluran pernafasan serta penyakit yang ditimbulkannya.

Satu penjelasan tentang bagaimana saluran pernafasan bawah tetap bebas dari mikroorganisme berpusat pada pelapisan salurannya, dengan silianya dan sel-sel yang menyekresi lendir. Kerja sekresi lendir dan gerakan silia yang terkombinasi cenderung menghasilkan “eskalator” mukosilia yang dengan efektif membuang setiap bakteri atau partikel lain yang mungkin telah memperoleh jalan sampai saluran pernafasan bawah.

Hal lain yang perlu diperhatikan pula ialah bahwa dalam makalah ini tekanan diletakkan pada mikroorganisme yang masuk terutama melalui saluran pernafasan . beberapa di antara organisme ini mungkin mempunyai pintu gerbang masuk lainnya juga. Masih ada organisme lain yang kadang-kadang memasuki tubuh dan menimbulkan penyakit melalui saluran pernafasan yang tidak tercakup dalam makalah ini karena langkahnya sebagai penyebab penyakit.

Kata Kunci : Streptococcus, Haemophilus influenza, Mycobacterium tuberculosis, Bardetela pertussis, Streptococcus pneumoniae, Corynebacterium dipththeriae, Mycoplasma pneumonia, Legionella pneumophila

iii a

Page 5: Makalah Mikrobiologi Kel.8

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. LATAR BELAKANG

Bernapas adalah sebuah proses yang dilakukan oleh sebagian besar mahluk

hidup di muka bumi ini. Dalam prosesnya, bernapas juga memerlukan suatu sistem

yang kita kenal sebagai sistem pernapasan. Di dalam sistem pernapasan, kita memiliki

apa yang disebut sebagai saluran pernapasan. Saluran pernapasan merupakan sebuah

saluran yang berawal dari hidung ataupun mulut dan berakhir di paru-paru.

Saluran pernapasan kita terdiri dari saluran hidung faring laring

trakea bronkus bronkiolus alveolus. Saluran pernapasan ini bisa dibagi

menjadi dua yaitu saluran pernapasan atas dan juga saluran pernapasan bawah. Saluran

pernapasan atas dimulai dari saluran hidung hingga faring. Walaupun mempunyai

sistem pertahanan tersendiri pada saluran pernapasan, namun saluran pernapasan ini

iv

Page 6: Makalah Mikrobiologi Kel.8

juga rentan terhadap berbagai macam penyakit, misalnya saja yang sering kita kenal

sebagai infeksi saluran pernapasan.

Penyebab infeksi ini bisa bermacam-macam dan salah satunya adalah bakteri.

Ada berbagai macam bakteri yang bisa menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan.

Bakteri-bakteri ini bisa menular melalui berbagai cara seperti melalui udara, droplet,

air, dan lain-lain. Terdapat beberapa bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan,

diantaranya Streptococcus, Mycobacterium tuberculosis, Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenza, Corynebacterium diphtheriae, Mycoplasma pneumonia,

Bordetella pertussis, dan Legionella pneumophila.

I. 2. RUMUSAN MASALAH

Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap beberapa jenis bakteri patogen

yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan.

I. 3. TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi ilmiah kepada

sesama mahasiswa farmasi khususnya dan masyarakat secara umum tentang jenis-jenis

bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan. Selain itu juga diharapkan adanya

pengembangan untuk pengobatan penyakit berdasarkan informasi yang terdapat dalam

makalah.

I. 4. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah

metode pustaka dan studi literatur. Dengan metode ini, penulis mencari dan

mengumpulkan informasi penting yang sesuai dengan topik penulisan dari berbagai

sumber seperti beberapa buku, artikel dan website atau situs-situs internet yang terkait.

1

2

Page 7: Makalah Mikrobiologi Kel.8

I. 5. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu Bab I:

Pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,

Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II: Pembahasan, serta Bab III:

Penutup, yang terdiri atas Kesimpulan dan Saran.

BAB II

PEMBAHASAN

II. 1. STREPTOKOKUS

Streptokokus adalah patogen penting karena banyak infeksi hebat yang

disebabkannya dan karena komplikasi yang mungkin terjadi setelah sembuh dari

infeksi akut itu. Komplikasi yang terjadi setelah infeksi streptokokus meliputi demam

reumatik dan glomerulonefritis akut.

Ciri-ciri Utama

Mikroba bersifat Gram-positif, bentuk kokus dengan penataan tunggal,

berpasangan atau berantai. Lazimnya bersifat fakultatif anaerob, katalase-negatif dan

fermentatif.

Page 8: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Mikroba ini banyak ditemukan di alam dan juga sebagai mikroba komensal

pada hewan. Streptococcus yang bersifat patogen dapat ditemukan pada kulit, mukosa

mebran, traktus genitalis dan saluran pencernaan.

Sifat Biakan

Beberapa galur Streptococcus hanya dapat tumbuh dalam keadaan anaerobik.

Kelompok ini agak berbeda dengan Streptococcus lainnya yang lazimnya bersifat

anaerobik oleh karena tidak dapat mensintesis senyawa “heme”. Kelompok

Streptococcus anaerobik ini tidak dapat mensintesis sitokromdan dengan demikian

tidak dapat melakukan fosforilasi oksidatif yang ditengahi oleh sitokrom-ETS.

Berdasarkan sifat ini, maka untuk mengisolasi Streptococcus seringkali ditambahkan

inhibitor sitokrom yaitu Na-azide.

Hemolisis

Daya kerja Streptococcus pada eritrosit kuda merupakan salah-satu dasar

identifikasi kelompok ini. Pada umumnya galur yang bersifat patogen menghasilkan

hemolisisn yang melisiskan eritrosit kuda. Ini disebut beta-hemolisis dan ditandai oleh

zone terang disekeliling koloni pada biakan agar darah.

Pada kelompok vriridans akan terlihat hemofilis-alpha yang ditandai oleh

perubahan warna kehijauan di sekitar kolonisetelah 18-24 jam bila diinkubasikan pada

suhu 370 C. Bila Streptococcus kelompok ini kemudian diinkubasikan pada suhu yang

rendah maka akan terlihat zone jernih di luar zone kehiajauan. Zone hijau ini tidak akan

berubah warna meskipun diinkubasikan lebih lama.

Sifat hemolisis ini paling jelas terlihat pada koloni yang ditumbuhkan pada

biakan agar tuang.

Infeksi Biogenik

Kelompok bakteri yang terutama menghasilkan nanah adalah staphylococcus,

streptococcus dan corynebacterium. Bila bakteri piogenik merasuki jaringan maka akan

terjadi proses peradangan yang ditandai dilatasi vaskuler dan peningkatan jumlah

neutrofil dan plasma. Neutrofil akan melingkupi bakteri dengan proses fagositosis.

Dalam proses fagositosis ini ada bakteri yang dihancurkan tetapi ada juga bakteri yang

3

Page 9: Makalah Mikrobiologi Kel.8

resisten terhadap enzim lisozim dan berkembang biak dalam neutrofil. Bakteri ini ada

yang berbentuk toksin, sehingga menghancurkan neutrofil. Enzim yang dikeluarkan

oleh neutrofil akan menyebabkan pencairan dari jaringan sel yang mati dan juga sel-sel

fagosit. Sel dan jaringan yang mencair ini terlihat sebagai nanah yang kental dan

bewarna kuning. Sifat kental dari nanah ini disebabkan deoksiribonukleoprotein dari

inti sel yang rusak dan mati.

Berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi streptococcus dipengaruhi

oleh port d’entrée, jenis hewan dan species streptococcus. Tiga macam penyakit yang

memperlihatkan gejala yang berbeda ialah “strangles” pada kuda, “jowl abcesses” pada

babi dan anthritis. Infeksi streptococcus biasanya bersifat setempat, namun demikian

dapat terjadi kematian akibat septicemia atau bakteriaemia.

Produk Metabolisme Streptococcus

1. Asam hialuronat

Faktor virulensi yang memberikan perlindungan terhadap fagositosis.

2. Protein-M

Penyebab sifat virulen, “type-specific immunity”.

3. Hemolisin

Streptolisin O dan S adalah penyebab beta-hemolisis. Antibodi terhadap

streptolisin O merupakan petunjuk yang baik terhadap adanya infeksi di

masa lampau.

4. Streptokinase

Menyebabkan lisis dari gumpalan fibrin.

5. Streptodornase

Deoksiribonuklease yang menyebabkan sifat kental DNA berkurang. Bila

Streptococcus mengandung enzim ini maka nanahnya akan bersifat encer.

6. Hialuronidase

Keterkaitan antara produksi enzim ini dengan virulensi terlihat pada infeksi

oleh S. cellulitis.

7. Toksin eritrogenik

Menyebabkan “rash” pada scarlet fever. Hanya dihasilkan oleh galuur yang

bersifat lisogenik.

4

Page 10: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Infeksi Streptokokus Hemolitis Β Kelompok A

1. Sakit tenggorokan streptokokus

Sifat-sifat klinis infeksi streptokokus bermacam-macam. Tipe yang paling

sering adalah infeksi amandel dan faring. Pada anak-anak khususnya, sakit

tenggorokan mungkin akut. Selaput lender biasanya merah dan membengkak,

mengeluarkan nanah. Kelenjar limfa leher mungkin membesar dan suhu

biasanya tinggi. Jumlah sel darah putih meningkat. Masa inkubasi bervariasi

dari 1 sampai 3 hari. Epidemic penyakit ini biasanya sebagai akibat kontak

dengan orang yang terinfeksi atau pembawa yang sehat. Studi epidemiologi

menunujukan bahwa biasanya anak sekolah yang membawa infeksi ini ke

rumah dan menyebabkannya dalam keluarga.

2. Impetigo

Impetigo (juga disebut pioderma streptokokus) adalah infeksi kulit yang terjadi

paling sering pada anak-anak muda, terutama yang hidup dalam taraf

sosioekonomi rendah yang padat. Impetigo streptokokus diciri dengan

terjadinya lepuh kecil pada kulit yang kemudian membentuk kerak tipis

berwarna kuning. Luka itu tidak sakit dan kesembuhan terjadi tanpa bekas.

3. Demam Skarlet

Demam skarlet mungkin disebabkan oleh tipe streptokokus kelompok apa saja,

yang dapat menyekresi salah satu toksin eritrogen. Terdapat tiga tipe berbeda

dari toksin ini yang juga disebut eksotoksin pirogen streptokokus yang masing-

masing akan menyebabkan gatal kulit. Terdapat cukup data yang menyarankan

bahwa gatal yang sebenarnya adalah akibat reaksi hipersensitivitas terhadap

toksin. Jadi, demam skarlet adalah infeksi streptokokus (misalnya sakit

tengggorokan) yang di dalamnya terlibat galur yang memproduksi toksin

eritirogen. Kini diketahui bahwa seperti banyak bakteri yang memproduksi

eksotoksin, streptokokus yang memproduksi toksin eritrogen bersifat melisogen

dan produksi toksin adalah hasil lisogenisitasnya atau konversi lisogen.

Streptokokus sendiri biasanya terbatas pada tenggorokan dan nasofaring, tetapi

pada beberapa hal organisme ini mungkin menginvasi darah untuk

5

Page 11: Makalah Mikrobiologi Kel.8

menyebabkan infeksi streptokokus darah. Setelah mulainya sakit tenggorokan,

biasanya gatal kulit demam skarlet muncul dalam 2 hari.

4. Infeksi streptokokus kelompok A lain

Puerperal sepsis (infeksi kelahiran) adalah infeksi uterus yang telah meminta

banyak korban jiwa wanita setelah kelahiran. Untungnya, teknik asepsis telah

mengeliminasi banyak infeksi tipe ini di Negara maju. Streptokokus mungkin

juga tersebar ke rongga hidung dan telinga tengah.

Komplikasi Nonsupuratif Lambat

1. Demam reumatik

Demam reumatik terjadi pada sejumlah kecil persentase infeksi streptokokus

kelompok A hemolitis β, yang tidak diobati. Kesembuhan dari demam reumatik

terjadi tanpa kerusakan permanen pada persendian, tetapi keterlibatan jantung

adalah bagian terpenting penyakit ini, karena dalam organ inilah kerusakan

permanen mungkin terjadi. Mekanisme yang digunakan streptokokus untuk

menimbulkan demam reumatik masih belum jelas, tetapi banyak bukti kejadian

menunjukan bahwa demam reumatik adalah akibat reaksi imunologi.

2. Glomerulonefritis

Glomerulonefritislebih jarang sebagai akibat infeksi streptokokus daripada

demam reumatik. Glomerulonefritis diperkirakan sebagai penyakit autoimun

yang di dalamnya streptokokus itu memiliki atau menyintesis antigen yang

bereaksi silang dengan membran dasar glomerulus ginjal atau streptokokus

menyimpan kompleks antigen-antibodi pada membran dasar.

Pengobatan infeksi kelompok A

Penisilin masih merupakan antibiotika pilihan tetapi kebanyakan, para pakar

menyetujui bahwa taraf penisilin tarapeutik harus dipertahankan untuk selama paling

sedikit 8 sampai 10 hari untuk menjamin pemberantasan organisme seluruhnya. Terapi

antibiotika yang intensif hanya menolong sedikit untuk memperpendek jalannya infeksi

tenggorokan

6

Page 12: Makalah Mikrobiologi Kel.8

II. 2. MYCOBACTERIUM

Ciri Utama Mycobacteria

Mikroba yang termasuk kelompok ini bersifat tahan asam, berbentuk batang

halus, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan bersifat aerobic. Penguraian

karbohidrat dilaksanakan melalui proses oksidasi.

Komponen Mycobacteria

Mikroba ini tidak menghasilkan eksotoksin. Kandungan lipidnya sangat tinggi

(20-40% dari berat kering) bahan ini diduga sebagai penyebab resistensi pertahanan

humoral, desinfektans, larutan asam dan basa.

Dinding sel yang tebal dari mycobacterium kaya akan asam mikolat dan asam

lemak lainnya, sehingga menyebabkan mikroba ini bersifat hidrofobik dan bersifat

impermeable terhadap zat warna.

Lipida yang terdapat pada mycobacterium ialah :

1. Asam Mikolat

2. LIlin D

3. Mikosida

4. Glikolipida

Mekanisme Infeksi Mycobacterium tuberculosis

Mikroba dikeluarkan melalui sputum dan saluran pernafasan. Infeksi terjadi

melalui muntahan atau saluran pernafasan. Lesion utama terjadi pada paru-paru dan

limfoglandula.

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Tuberkulosis

1. Kepadatan jumlah hewan dalam satu kandang.

2. Faktor genetic

3. Kekebalan alami dan kekebalan perolehan

7

Page 13: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Gambar1.1 Penyebaran tuberculosis

Patogenesis

Manifestasi penyakit tergantung pada masuknya mikroba. Jika terjadi melalui

inhalasi, maka paru-paru dan limfoglandula tracheobronchial yang terserang. Jika

melalui ingesti, maka jalur infeksi terjadi melalui limfoglandula mesenterium, dinding

usus dan hati melalui sistem portal. Mikroba dari limfoglandula dapat mencapai duktus

thorasikus melalui infeksi umum. Hipersensitivitas dan kekebalan seluler digertak

disertai dengan penghambatan perkembangbiakan dan penyebaran mikroba. “Delayed

hypersensitivity” yang disebabkan jumlah antigen yang banyak menyebabkan

kerusakan jaringan. Pada umumnya lokus infeksi bersifat mikroskopik dan dapat

menghilang dengan sendirinya. Namun, beberapa mikroorganisme dapat bertahan

sehingga mengakibatkan tuberkel yang bersifat karakteristik.

Patogenitas Mycobacterium tuberculosis

Mikroba ini dapat menginfeksi manusia, primata dan kera. Primata dan kera

dapat ditulari oleh manusia. Ternak disensitisasi oleh manusia. Pada babi infeksi terjadi

melalui sisa makanan tercemar, gejala terlihat pada limfoglandula di daerah kepala.

8

Page 14: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Ayam jarang terinfeksi. Anjing dan kucing dapat terinfeksi. Hewan percobaan, marmot

bersifat peka terhadap infeksi M. tuberculosis.

Cara Pemeriksaan

Perlakuan pada bahan terduga harus hati-hati karena kemungkinan penularan.

Pemeriksaan langsung pada bahan tersangka dilakukan dengan pewarnaan tahan-asam.

Isolasi

Diagnosis tuberkulosis sering kali didasarkan pada ditemukannya mikroba

tahan-asam di lesion yang bersifat karakteristik. Bila bahan terduga berupa nodula,

maka digunakan ”mortar” dengan pasir halus dan steril. Pada gerusan ditambahkan 10

ml 4% NaOH yang mengandung merah fenol, kemudian pusingkan. Sedimen

dinetralisasikan dengan HCl 2N selama paling lama 30 menit. Sedimen ini kemudian

diinokulasikan ke medium LOewenstein-jensen dan diinkubasikan pada 37ºC selama 6-

8 minggu.

Identifikasi

Identifikasi didasarkan pada sifat biakan, pertumbuhan dan ciri biokimia.

Peneguhan biasanya dilakukan di laboratorium rujukan.

Sifat Biakan

Koloni terlihat kering, berbutir, dan subur. Permukaan koloni terlihat kasar dan

bewarna kuning. Pertumbuhan pada media padat dengan suhu inkubasi 37ºC terlihat

setelah 2 minggu.

Resistensi

Pada umumnya mycobacteria bersifat resisten terhadap berbagai faktor fisik dan

desinfektan kimia. Resisten ini disebabkan oleh kandungan lipida dalam dinding sel.

Bahan yang mengandung tuberkulosis tetap hidup dalam karkas yang membusuk dan

tanah lembab selam 1-4 tahun. Dalam tinja sapi yang kering mikroba ini dapat bertahan

selam 150 hari. Pembekuan tidak mempengaruhi daya hidup mikroba. Kekeringan

mempengaruhi daya hidup mikroba bila dilakukan bersamaan dengan sinar matahari.

9

Page 15: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Mikroba ini resisten terhadap asam dan basa, namun fenol (5%), lisol (3%), dan kresol

berdya kerja sedang.

Pengobatan

Penggunaan obat mungkin tidak dapat diterapkan pada hewan. Obat yang paling

ampuh dalam pengobatan tuberculosis adalah isoniazid. Obat ini digunakan bersama

para-aminosalisilat atau ethambutol dan kadangkala bersama dengan streptomycin

merupakan “triple therapy”. Pengobatan dapat diberikan selam 3 tahun, namun untuk

streptomycin pengobatan dilakukan untuk beberapa bulan saja.

Beberapa galur dapat menjadi resisten terhadap streptomycin dan gangguan

terhadap syaraf pendengaran dapat terjadi. Selain itu terdapat pula galur yang resisten

terhadap isoniazid. Rifampin juga merupakan obat manjur dan dapat digabung dengan

ioniazid. Penggabungan kedua obat ini sering diberikan pada hewan penderita di kebun

binatang.

Pencegahan

Di lapangan, diagnosis dilakukan dengan uji tuberkulin yang didasarkan pada

“Delayed-hypersensitivity”. Beberapa macam tuberculin dapat digunakan, semuanya

mengandung protein mycobacterium yang menyebabkan hewan terinfeksi menjadi

hipersensitif . “Old Tuberculin” menurut Koch merupakan filtrat dari biakan M.

tuberculosis yang berumur 8 minggu.

Kekebalan

Meskipun antibody diproduksikan dalam tuberkulosis, imunitas terutama

disebabkan (Cell Mediated Immunity) CMI. Vaksin yang terutama digunakan ialah

vaksin BCG yang merupakan M. bovis yang hidup dan diatenuasikan dengan

menumbuhkannya pada biakan kentang-gliserin empedu dengan pemindahan berulang

kali. Vaksin ini digunakan untuk pencegahan penyakit pada pedet.

Hipersensitivitas terhadap tuberkulin menunjukan resistensi terhadap

tuberkulin. Reaksi ini terkadang bersifat negatif bila tingkat infeksinya parah ataupun

bila terdapat kelemahan tedapat pada CMI.

10

Page 16: Makalah Mikrobiologi Kel.8

II. 3. Streptococcus pneumoniae (Pneumokokus)

Klasifikasi

Kingdom : Bakteri

Filum : Frimicutes

Kelas : Cocci

Ordo : Lactobacillales

Famili : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus pneumoniae

Pada tahun 1881, George Sternberg dan Louis Pasteur menemukan bakteri ini

dalam saliva manusia di tempat yang terpisah. Walaupun mereka dapat membuat

septikemia dengan menyuntikkan kuman ini pada kelinci, namun mereka tidak

menghubungkannya dengan penyakit pneunomia. Kemudian pada tahun 1886 diketahui

bahwa kuman ini dapat menyebabkan pneumonia lobaris, oleh Frunkel dan

Weischselbaum di tempat yang terpisah juga.

Koloni Kuman dan Sifat Biaka

Kuman ini merupakan positif Gram berbentuk diplokokus dan seperti lanset.

Namun pada perbenihan tua dapat nampak sebagai negatif Gram, tidak membentuk

spora, tidak bergerak (tidak berflagel). S. pneunomiae adalah anaerob fakultatif, larut

dalam empedu dan merupakan alfa hemolitis. Selubungnya terutama dibuat oleh jenis

yang virulen.

S. pneunomiae tumbuh pada pH normal, yaitu 7,6-7,8, dan jarang terlihat

tumbuh pada suhu di bawah 25C dan di atas 41C, melainkan tumbuh dengan suhu

optimum 37,5C. Glukosa dan gliserin meningkatkan perkembangbiakannya, tapi

bertambahnya pembentukan asam laktat dapat menghambat dan membunuhnya, kecuali

jika ditambahkan kalsium karbonat 1% untuk menetralkannya. Dalam lempeng agar

darah sesudah pengeraman selama 48 jam akan terbentuk koloni yang bulat kecil dan

11

Page 17: Makalah Mikrobiologi Kel.8

dikelilingi zona kehijau-hijauan identik dengan zona yang dibentuk oleh Streptococcus

viridans. Perbedaan antara S. pneumoniae dengan S. viridans tersebut adalah sifat S.

viridans yang lisis dalam larutan empedu 10% (otolisis) atau natrium desoksikholat 2%

dalam waktu 5-10 menit. Pneumokokus dapat dibedakan dengan kokus lainnya, sebab

kuman ini dihambat pertumbuhannya oleh optokhin.

Pneumokokus tidak tahan terhadap sinar matahari langsung. Penyimpanan

bakteri ini adalah baik jika dalam keadaan liofil. Kuman ini lebih mudah mati dengan

fenol, HgCl2, kalium permanganat dan antiseptikum lainnya daripada Mikrokokus dan

Streptokokus lain. Pneumokokus juga rentan terhadap sabun, empedu, natrium oleat,

zat warna dan derivat kuinin. Sulfadiazin juga dapat menghambatnya, namun sering

terjadi resistensi sesudah beberapa hari.

Manifestasi Klinis

Infeksinya pada manusia yang khas ialah menyebabkan penyakit pneumonia

lobaris. Penyakit lain yang disebabkannya juga adalah sinusitis, otitis media,

osteomielitis, artritis, peritonitis, ulserasi kornea, dan meningitis. Pneumonia lobaris

dapat menyebabkan komplikasi berupa septikemia, empiema, endokarditis, perikarditis,

meningitis dan artritis.

Patologi

Angka kematian pada pneumonia tergantung pada ras, seks, umur dan keadaan

umum penderita, tipe kumannya, luasnya bagian paru-paru yang terkena, ada tidaknya

septikemia, ada tidaknya komplikasi, pemberian terapi spesifik, dan faktor-faktor

lainnya.

Pengobatan

Penisilin merupakan obat yang sangat efektif. Yang berbahaya bila terjadi

infeksi sekunder oleh Stafilokokus yang resisten terhadap penisilin dan antibiotika

lainnya. Dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mengobati meningitis agar dapat

mencapai selaput otak. Namun, akhir-akhir ini pneumokokus sudah resisten terhadap

banyak preparat antibiotika, misalnya tetrasiklin, eritromisin, dan linkonmisin.

12

Page 18: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Peningkatan resistensi terhadap penisilin juga terlihat pada Pneumokokus yang diisolasi

dari New Guinea.

II. 4. Haemophilus influenzae

Klasifikasi

Divisi : Bakteri

Kelas : Schizomicetes

Ordo : Eubacteriales

Famili : Haemophilunaceae

Genus : Haemophilus

Spesies : Haemophilus influenzae

Bakteri H. influenzae pertama kali ditemukan oleh Richard Pfeiffer (1892)

ketika sedang terjadi wabah influenza. H. influenzae disalah artikan sebagai penyebab

influenza sampai tahun 1933, ketika etiologi virus flu menjadi jelas.

Koloni Kuman dan Sifat Biakan

H. influenzae mempunyai ukuran (1 µm X 0.3 µm). Bakteri ini berbentuk

cocobacillus negatif Gram dan merupakan anaerob fakultatif. Pada 1930, bakteri ini

dibagi menjadi 2 jenis, yaitu koloni R yang dibentuk oleh kuman-kuman tak bersimpai

(NTHi) dan koloni S yang dibentuk oleh kuman-kuman bersimpai.

Kuman-kuman koloni S dianggap virulen dan secara serologik dibagi dalam 6

tipe berdasarkan simpainya: a,b,c,d,e, dan f. Penyelidikan-penyelidikan menunjukkan

bahwa H. influenzae tak bersimpai (rough) biasa diasosiasikan dengan penyakit saluran

pernafasan kronik, terutama pada orang dewasa. Sedangkan H. influenzae bersimpai

merupakan penyebab penyakit-penyakit invasif seperti meningtis, piartrosis, sellulitis,

pneumonia, perikarditis, dan epiglotitis akut. Salah satu jenis dari kuman bersimpai ini

13

Page 19: Makalah Mikrobiologi Kel.8

adalah H. influenzae tipe b (Hib), yang merupakan penyebab sebagian besar penyakit

invasif, termasuk penyakit pneunomia dan meningitis bakterial akut pada bayi dan

anak-anak.

Sesuai dengan namanya, H. influenzae membutuhkan faktor-faktor

pertumbuhan yang terdapat di dalam darah yang dilepaskan ketika sel darah merah

mengalami lisis (haemo=darah, philos=menyukai). Faktor-faktor tersebut adalah faktor

X (hemin), suatu derivat haemoglobin yang termostabil, dan faktor V (nicotinamide-

adenine-dinucleotide) yang termolabil. Spesies ini memerlukan salah satu atau kedua

faktor pertumbuhan tersebut.

H. influenzae sangat peka terhadap disinfektan dan kekeringan. Kuman ini

tumbuh optimum pada suhu 37C dan pH 7,4-7,8 dalam suasana CO2 10%. Kuman ini

juga tumbuh subur sebagai satelit Stafilokokus karena Stafilokokus menghasilkan

faktor V.

Penyeberan

Infeksi oleh H. influenzae terjadi setelah mengisap droplet yang berasal dari

penderita baru sembuh, atau carrier, yang biasanya menyebar secara langsung saat

bersin atau batuk. H. influenzae menyebabkan sejumlah infeksi pada saluran pernafasan

bagian atas seperti faringitis, otitis media, dan sinusitis yang terutama penting pada

penyakit paru kronik. Meningitis karena H. influenzae jarang terjadi pada bayi berumur

kurang dari 3 bulan dan tidak umum dijumpai pada anak-anak diatas umur 6 tahun.

Pada anak-anak, selain meningitis, H. influenzae tipe b juga menyebabkan penyakit

bacterial epiglottitis akut.

Manifestasi Klinis

Gejala-gejala klinis yang disebabkan penyakit ini cukup banyak, tergantung

letak infeksi dan jenis penyakit yang disebabkannya. Anak-anak mungkin memiliki

gejala klinis yang berbeda tiap pribadi, namun jika disimpulkan, gejala klinis tersebut

adalah Irritability (kekurangan makanan dan nutrisi saat bayi, demam (pada bayi

prematur temperaturnya dibawah normal), sakit kepala, muntah, sakit di leher, sakit di

punggung, posisi badan yang tidka biasa, kepekaan terhadap cahaya, epiglottitis,

14

Page 20: Makalah Mikrobiologi Kel.8

dyspnoea (sulit bernafas), dysphagia (sulit menelan), septic arthritis, cellulitis,

pneumonia, sepicaemia, osteomyelitis, bacteramia, dan empyema. Kasus Hib jarang

terjadi pada bayi di bawah 3 bulan atau di atas 6 tahun. Biasanya terjadi pada umur 4-

18 bulan.

Diagnosis

Dalam mendiagnosis penyakit ini, dapat dipergunakan cairan serebrospinal,

sputum, dan cairan telinga sebagai bahah pemeriksaan. Dari bahan ini dibuat preparat

Gram, dan ditanam pada perbenihan agar coklat yang dieramkan dalam suasana CO2

10%. Ada 3 cara untuk mendiagnosanya, yaitu dengan Staphylococcus streak

technique, untuk mengasingkan H. influenzae, terutama dari bahan-bahan yang tidak

terkontaminasi dengan kuman-kuman lain seperti cairan serebrospinal dan darah. Cara

lain adalah dengan reaksi Quellung yang khas sangat

membantu diagnosis, kecuali untuk kuman-kuman tak

bersimpai. Sedangkan untuk menegakkan diagnosis

meningitis, digunakan deteksi antigen polisakarida

simpai di dalam cairan tubuh.

Pengobatan

Pemilihan antibiotika yang akan digunakan dapat ditentukan dengan tes

kepekaan secara in vitro. Kebanyakan H. influenzae peka terhadap ampisilin,

khloramfenikol, tetrasiklin, sulfonamida dan kotrimoksasol, dan terapi dengan salah

satu atau kombinasi obat-obat ini, namun kepekaan kumannya sendiri dan hasil suatu

terapi tidak dapat diperkirakan. Terapi untuk anak atau bayi yang terinfeksi meningitis

karena Hbi dapat diberikan dexamethasone atau campuran dari cefotaxime

sodium/ceftriaxone sodium/ampicillin dengan chloramphenicol.

Sementara untuk pencegahannya, dapat digunakan vaksin khas polisakarida

simpai (vaksin PRP). Disarankan juga untuk menjaga pola hidup bersih di daerah yang

padat penduduk.

II. 5. Mycoplasma pneumoniae

15

Page 21: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Divisi : Firmicutes

Kelas : Mollicutes

Ordo : Mycoplasmatales

Famili : Mycoplasmataceae

Genus : Mycoplasma

Spesies : Mycoplasma pneumoniae

Mycoplasma pneumoniae merupakan salah satu penyebab infeksi saluran nafas

akut (ISNA) pada anak-anak dan dewasa muda. Pada awalnya penyakit ini dikenal

dengan Pneumonia Atypical Primer (PAP) karena gambarannya tidak menyerupai

bakteri tipikal dari pneumonia, gambaran radiologis paru tidak spesifik dan angka

kematian yang rendah. Tetapi kemudian ditemukan kesamaan antara bakteri ini dengan

bakteri penyebab pneuropneumonia pada ternak oleh Eaton dkk. Maka sejak saat itu

disebut Eaton egent atau Pleuropneumonia-Like Organism (PPLO).

Mycoplasma dapat tumbuh atau berkembang biak dalam perbenihan tanpa sel,

dan pertumbuhannya dihambat oleh antibodi spesifik. Kuman ini mempunyai afinitas

selektif untuk sel epitel saluran nafas misalnya bronkus, bronkiolus, dan alveolus yang

akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). Pada umumnya bersifat anaerob

fakultatif dengan suhu pertumbuhan optimal 36-37° C dan pH optimum 7. Untuk

pertumbuhannya diperlukan kolesterol dan asam lemak rantai panjang, sedangkan

sumber energi utama didapatkan dari glukosa atau arginin.

Koloni Kuman

Mikroorganisme ini mempunyai struktur yang sangat primitif dan merupakan

prokariota yang paling kecil yang masih dapat melakukan self replication. Bersifat

16

Page 22: Makalah Mikrobiologi Kel.8

sangat pleomorf karena spesies ini tidak memiliki dinding sel peptidoglikan, ia

memiliki tiga lapis membran sel yang menggabungkan senyawa sterol, mirip dengan

sel-sel eukariotik. Mycoplasma pneumoniae merupakan bakteri gram negatif dengan

ukuran panjang 1 mm - 2 μm dan lebar 0,1 mm - 0,2 μm, berbentuk bundar agak datar,

pinggirnya bening (transculent), bagian tengah keruh dan granuler. Kuman tumbuh

jauh ke dalam agar dan membentuk penampilan fried egg. Permukaan koloni dapat

mengadsorpsi sel darah merah, membentuk zona hemolisis. Pertumbuhannya sangat

lambat antara 5-10 hari atau lebih.

Epidemiologi

Infeksi M. Pneumoniae dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik.

Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke

awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi menyebar

luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk.

Itulah sebabnya infeksi ini lebih mudah tersebar pada populasi penduduk yang padat.

Patologi

Baru sedikit informasi yang diperoleh mengenai gambaran histopatologi infeksi

M. Pneumoniae ini pada manusia, penyakit ini jarang menyebabkan kematian. Pada

beberapa kematian yang pernah dilaporkan, ditemui gambaran interstitial pneumonia

dan bronkiolitis yaitu penebalan dinding bronkus karena edeme, penyempitan

pembuluh darah, dan infiltrat dari mononuklear.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari Mycoplasma pneumoniae sangat bervariasi dari yang

ringan hingga berat, bahkan ada yang dapat menimbulkan kematian, tetapi hal ini

jarang ditemukan. Demam dan batuk merupakan manifestasi klinik yang biasanya

terjadi, ditambah infeksi saluran pernapasan atas disertai myringitis, faringitis,

bronkitis, atau kombinasi ketiganya. Namun terkadang juga sering terjadi manifestasi

klinis lain, misalnya infeksi telinga kira-kira 20% terdiri dari otitis media, otitis externa

dan bullous myringitis.

17

Page 23: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Komplikasi pulmonal yang paling sering terjadi adalah Pleural effusi ringan,

sedangkan komplikasi berat menyebabkan bronkiolitis obliterans dan respiratori

distress sindrom pada orang dewasa yang dapat menyebabkan kematian. Komplikasi

gastrointestinal jarang terjadi, gejala ringan berupa diare, mual, muntah, dan anoreksia.

Pada darah, hemolitik anemi dapat terjadi pada pasien yang memiliki titer Aglutinin

dingin yang sangat tinggi, penurunan angka hematrokrit hingga 50% juga dapat terjadi

pada minggu ke 2-3 perjalanan penyakit. Komplikasi pada kulit jarang terjadi dan

bersifat sementara, terlihat rash yang bervariasi dari makular, vesikular, dan eritema

multiforme mayor (Stevens-Johnson Symdrome)

Infeksi Mycoplasma pneumoniae pada kulit

Diagnosis

Secara umum, terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis M. Pneumoniae pada

pasien terinfeksi, namun hanya beberapa cara yang efektif. Gambaran radiologik paru

dapat digunakan, tetapi tidak dapat digunakan sebagai patokan karena tidak ada

kelainan yang patognomomik dan cepat membaik dalam waktu yang relatif singkat

kurang dari seminggu. Pemeriksaan laboratorium dengan menghitung leukosit, namun

biasanya leukosit penderita berada pada tingkat normal atau sedikit meninggi.

Kemudian dapat pula dengan kultur dari sputum atau hapusan tenggorokan, namun

diperlukan waktu 2-3 minggu hingga terdapat pertumbuhan kuman. Lalu dengan

pemeriksaan serologik yang umum digunakan saat ini adalah pemeriksaan terhadap

antibodi IgM spesifik, antibodi IgG spesifik, antibodi fluoresense, inhibisi

pertumbuhan, fiksasi komplemen, dan Aglutinin dingin. Metode yang dipakai untuk

18

Page 24: Makalah Mikrobiologi Kel.8

pemeriksaan serologik adalah Efisa (Enzyme linked immunosorbent assay) atau EIA

(Enzyme Immuno Assay). Namun dari semuanya, diagnosis M. Pneumoniae cepat

dapat dilakukan dengan DNA probe test yang mempunyai sensitivitas 76% dan

sensitivitas 91,7% dibandingkan dengan kultur.

Pengobatan

1. Antibiotika

M. Pneumoniae secara invitro memperlihatkan sensitivitas terhadap

Eritromisin dan Tetrasiklin sebagai obat pilihan untuk infeksi M. Pneumoniae. Pada

anak dengan usia kurang dari 10 tahun, obat pilihan adalah Eritromisin, sedangkan

Tetrasiklin tidak dianjurkan karena memiliki efek samping pada anak. Rincian dosisnya

adalah sebagai berikut.

Dewasa dengan berat badan ≥ 26 kg :

Tetrasiklin 1000 mg/hari dibagi 4 dosis

Erotromisin 1500 mg/hari dibagi 4 dosis

Anak-anak dengan berat badan ≤ 25 kg :

Tetrasiklin 25 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis

Eritromisin 30-50 mg/kg BB/hari

Diberi selama 2-3 minggu

Pemberian obat di atas dalam jangka waktu pendek menunjukkan hasil yang

baik, tapi mikroorganisme ini bisa tidak segera hilang dari sputum atau hapusan

tenggorokan, sehingga dapat mempengaruhi fungsi paru di kemudian hari. Obat baru

yang sekarang ini banyak dipakai adalah Roxytromycin, yang ternyata cukup efektif

terhadap M. Pneumoniae dengan sedikit efek samping. Dosis yang diberikan 5-10

mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis secara oral, diberikan selama 7-14 hari.

2. Simtomatik, yaitu :

a. Istirahat

b. Analgetik atau Antipiretik

c. Antitussive

d. Asupan cairan

19

Page 25: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Pencegahan

Tidak ada cara spesifik untuk mencegah pertumbuhan penyakit ini. Cara yang

dapat ditempuh hanya berupa menjaga kebersihan diri, terutama kebiasaan mencuci

tangan, serta menghindari kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi.

II. 6. Corynebacterium diphtheriae

Klasifikasi

Kingdom : Bakteri

Filum : Actinobacteria

Kelas : Actinobacteria

Order : Actinomycetales

Keluarga : Corynebacteriaceae

Genus : Corynebacterium

Spesies : Corynebacterium diphtheriae

Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri

berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. Ia juga dikenal sebagai basil

Klebs-Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884

oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912)

dan Friedrich Löffler (1852-1915).

Ada tiga strain C. diphtheriae yang berbeda

yang dibedakan oleh tingkat keparahan penyakit

mereka yang disebabkan pada manusia yaitu

gravis, intermedius, dan mitis. Ketiga subspesies sedikit berbeda dalam morfologi

koloni dan sifat-sifat biokimia seperti kemampuan metabolisme nutrisi tertentu.

Perbedaan virulensi dari tiga strain dapat dikaitkan dengan kemampuan relatif mereka

untuk memproduksi toksin difteri (baik kualitas dan kuantitas), dan tingkat

pertumbuhan masing-masing. Strain gravis memiliki waktu generasi (in vitro) dari 60

menit; strain intermedius memiliki waktu generasi dari sekitar 100 menit, dan mitis

20

Page 26: Makalah Mikrobiologi Kel.8

memiliki waktu generasi dari sekitar 180 menit.. Dalam tenggorokan (in vivo), tingkat

pertumbuhan yang lebih cepat memungkinkan organisme untuk menguras pasokan besi

lokal lebih cepat dalam menyerang jaringan.

Morfologi dan Sifat Biakan

Kuman difteri berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um, tidak

berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C. Diphtheriae

bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana

aerob. Pembiakan kuman dapat dilakukan dengan perbenihan Pai, perbenihan serum

Loeffler atau perbenihan agar darah. Pada perbenihan-perbenihan ini, strain mitis

bersifat hemolitik, sedangkan gravis dan intermedius tidak. Dibanding dengan kuman

lain yang tidak berspora, C. Diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya,

pengeringan dan pembekuan. Namun, kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan.

Epidemiologi

Difteri terdapat di seluruh dunia dan sering terdapat dalam bentuk wabah.

Penyakit ini terutama menyerang anak umur 1-9 tahun. Difteri mudah menular dan

menyebar melalui kontak langsung secara droplet. Banyak spesies Corynebacteria

dapat diisolasi dari berbagai tempat seperti tanah, air, darah, dan kulit manusia. Strain

patogenik dari Corynebacteria dapat menginfeksi tanaman, hewan, atau manusia.

Namun hanya manusia yang diketahui sebagai reservoir penting infeksi penyakit ini.

Bakteri ini umumnya ditemukan di daerah beriklim sedang atau di iklim tropis, tetapi

juga dapat ditemukan di bagian lain dunia.

Penentu Patogenitas

Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua fenomena yang berbeda,

yaitu

1. Invasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi dan proliferasi

bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang mekanisme kepatuhan terhadap

difteri C. diphtheriae tapi bakteri menghasilkan beberapa jenis pili. Toksin difteri juga

mungkin terlibat dalam kolonisasi tenggorokan.

21

Page 27: Makalah Mikrobiologi Kel.8

2. Toxigenesis: produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan kematian sel

eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein dalam sel. Meskipun toksin

bertanggung jawab atas gejala-gejala penyakit mematikan, virulensi dari C. diphtheriae

tidak dapat dikaitkan dengan toxigenesis saja, sejak fase invasif mendahului

toxigenesis, sudah mulai tampak perbedaan. Namun, belum dipastikan bahwa toksin

difteri memainkan peran penting dalam proses penjajahan karena efek jangka pendek di

lokasi kolonisasi.

Patogenesis

Organisme ini menghasilkan toksin yang menghambat sintesis protein seluler

dan bertanggung jawab atas kerusakan jaringan lokal dan pembentukan membran.

Toksin yang dihasilkan di lokasi membran diserap ke dalam aliran darah dan

didistribusikan ke jaringan tubuh. Toksin yang bertanggung jawab atas komplikasi

utama dari miokarditis dan neuritis dan juga dapat menyebabkan rendahnya jumlah

trombosit (trombositopenia) dan protein dalam urin (proteinuria).

Penyakit klinis terkait dengan jenis non-toksin umumnya lebih ringan.

Sementara kasus yang parah jarang dilaporkan, sebenarnya ini mungkin disebabkan

oleh strain toksigen yang tidak terdeteksi karena contoh koloni tidak memadai.

Gambaran klinis

Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan klinis, akan

lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa manifestasi, tergantung pada

tempat penyakit.

1) Anterior nasal difteri : Biasanya ditandai dengan keluarnya cairan hidung mukopurulen

(berisi baik lendir dan nanah) yang mungkin darah menjadi kebiruan. Penyakit ini

cukup ringan karena penyerapan sistemik toksin di lokasi ini, dan dapat diakhiri

dengan cepat oleh antitoksin dan terapi antibiotik.

2) Pharyngeal dan difteri tonsillar : Tempat yang paling umum adalah infeksi faring dan

tonsil. Awal gejala termasuk malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan demam yang

tidak terlalu tinggi. Pasien bisa sembuh jika toksin diserap. Komplikasi jika pucat,

denyut nadi cepat, pingsan, koma, dan mungkin mati dalam jangka waktu 6 sampai 10

22

Page 28: Makalah Mikrobiologi Kel.8

hari. Pasien dengan penyakit yang parah dapat ditandai terjadinya edema pada daerah

submandibular dan leher anterior bersama dengan limfadenopati.

3) Difteri laring : Difteri laring dapat berupa perpanjangan bentuk faring. Gejala termasuk

demam, suara serak, dan batuk menggonggong. membran dapat menyebabkan

obstruksi jalan napas, koma, dan kematian.

4) Difteri kulit : Difteri kulit cukup umum di daerah tropis. Infeksi kulit dapat terlihat oleh

ruam atau ulkus dengan batas tepi dan membran yang jelas. Situs lain keterlibatan

termasuk selaput lendir dari konjungtiva dan daerah vulvo-vagina, serta kanal auditori

eksternal.

Kebanyakan komplikasi difteri, termasuk kematian, yang disebabkan oleh

pengaruh toksin terkait dengan perluasan penyakit lokal. Komplikasi yang paling sering

adalah miokarditis difteri dan neuritis. Miokarditis berupa irama jantung yang tidak

normal dan dapat menyebabkan gagal jantung. Jika miokarditis terjadi pada bagian

awal, sering berakibat fatal. Neuritis paling sering mempengaruhi saraf motorik.

Kelumpuhan dari jaringan lunak, otot mata, tungkai, dan kelumpuhan diafragma dapat

terjadi pada minggu ketiga atau setelah minggu kelima penyakit.

Komplikasi lain termasuk otitis media dan insufisiensi pernafasan karena

obstruksi jalan napas, terutama pada bayi. Tingkat fatalitas kasus keseluruhan untuk

difteri adalah 5% -10%, dengan tingkat kematian lebih tinggi (hingga 20%). Namun,

tingkat fatalitas kasus untuk difteri telah berubah sangat sedikit selama 50 tahun

terakhir.

Diagnosis

Diagnosis klinik difteri tidak selalu mudah ditegakkan oleh klinikus-klinikus dan sering

terjadi salah diagnosis. Hal ini terjadi karena strain C. Diphtheriae baik yang toksigenik

maupun nontoksigenik sulit dibedakan, lagipula spesies Corynebacterium yang lain

pun secara morfologik mungkin serupa. Karena itu bila pada pemeriksaan mikroskopik

ditemukan kuman khas difteri, maka hasil presumtif adalah: ditemukan kuman-kuman

tersangka difteri. Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan diagnosis laboratorium

secara mudah, cepat, dan dengan hasil yang dipercaya untuk membantu klinikus.

Walaipun demikian, diagnosis laboratorium harus dianggap sebagai penunjang bukan

pengganti diagnosis klinik agar penanganan penyakit dapat cepat dilakukan. Hapusan

23

Page 29: Makalah Mikrobiologi Kel.8

tenggorok atau bahan pemeriksaan lainnya harus diambil sebelum pemberian obat

antimikroba, dan harus segera dikirim ke laboratorium.

Pengobatan

Antitoksin difteri diproduksi dari kuda, yang pertama kali digunakan di Amerika

Serikat pada tahun 1891. Pengobatan difteri dilakukan dengan pemberian antitoksin yang

tepat jumlahnya dan juga cepat. Antitoksin dapat diberikan setelah diagnosis presumtif

keluar, tanpa perlu menunggu diagnosis laboratorium. Hal ini dilakukan karena toksin

dapat dengan cepat terikat pada sel jaringan yang peka, dan sifatnya irreversibel karena

ikatan tidak dapat dinetralkan kembali. Jadi penggunaan antitoksin bertujuan untuk

mencegah terjadinya ikatan lebih lanjut dari toksin dalam sel jaringan yang utuh dan

akan mencegah perkembangan penyakit.

Selain antitoksin, umumnya diberi Penisilin atau antibiotik lain seperti

Tetrasiklin atau Eritromisin yang bermaksud untuk mencegah infeksi sekunder

(Streptococcus) dan pengobatan bagi carrier penyakit ini. Pengobatan dengan eritromisin

secara oral atau melalui suntikan (40 mg / kg / hari, maksimum, 2 gram / hari) selama 14 hari,

atau penisilin prokain G harian, intramuskular (300.000 U / hari untuk orang dengan berat 10

kg atau kurang dan 600.000 U / sehari bagi mereka yang berat lebih dari 10 kg) selama 14 hari.

Pencegahan

Pencegahan infeksi bakteri ini dapat dilakukan

dengan menjaga kebersihan diri dan tidak melakukan kontak

langsung dengan pasien terinfeksi. Selain itu, imunisasi aktif

juga perlu dilakukan. Imunisasi pertama dilakukan pada

bayi berusia 2-3 bulan dengan pemberian 2 dosis APT

(Alum Precipitated Toxoid) dikombinasikan dengan toksoid

tetanus dan vaksin pertusis. Dosis kedua diberikan pada saat

anak akan bersekolah.Imunisasi pasif dilakukan dengan menggunakan antitoksin

berkekuatan 1000-3000 unit pada orang tidak kebal yang sering berhubungan dengan

kuman yang virulen, namun penggunaannya harus dibatasai pada keadaan yang

memang sanagt gawat. Tingkat kekebalan seseorang terhadap penyakit difteri juga

dapat diketahui dengan melakukan reaksi Schick.

Antitoksin Difteri

24

Page 30: Makalah Mikrobiologi Kel.8

II. 7. Bordetella pertussis

Klasifikasi

Kingdom : Eubacterium

Filum : Coccobacillus

Kelas : Bacillus

Ordo : Coccobacillus

Famili : Alcaligenaceae

Genus : Bordetella

Spesies : Bordetella pertussis

Penyakit pertusis atau batuk rejan (whooping chough) atau batuk seratus hari

merupakan penyakit akut saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk paroksismal.

Di dunia terjadi sekitar 30 sampai 50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian

pada 300.000 kasus (data dari WHO). Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia di

bawah 1 tahun. 90 persen kasus ini terjadi di negara berkembang dan merupakan

penyakit yang menular.

Penyakit ini disebabkan oleh Bordetella pertussis yang untuk pertama kalinya

diasingkan oleh Bordet dan Gengou pada tahun 1906. Penyakit-penyakit serupa

berhasil ditemukan kemudian, yaitu yang disebabkan oleh Bordetella parapertussis dan

Bordetella bronchiseptica. Standarisasi waksin serta penggunaannya secara luas sangat

menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit ini. Bakteri ini mengandung beberapa

komponen yaitu Peitusis Toxin (PT), Filamentous Hemagglutinin (FHA),

Aglutinogen, endotoksin, dan protein lainnya.

Morfologi dan Fisiologi

25

Page 31: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Boredetella pertussis berbentuk coccobacillus kecil-kecil, terdapat sendiri-

sendiri, berpasangan, atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Pada isolasi primer,

bentuk kuman biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat

pleomorfik.Bentuk koloni pada biakan agar yaitu smooth, cembung, mengkilap, dan

tembus cahaya. Bentuk-bentuk filament dan batang-batang tebal umum dijumpai.

Simpai dibentuk tapi hanya dapat dilihat dengan pewarnaan khusus, dan tidak dengan

penggabungan simpai. Kuman ini hidup aerob, tidak membentuk H2S, indol serta

asetilmetilkarbinol. Bakteri ini merupakan gram negative dan dengan pewarnaan

toluidin biru dapat terlihat granula bipolar metakromatik.

Pada Bordetella pertussis ditemukan dua macam toksin yaitu

Endotoksin yang sifatnya termostabil dan terdapat dalam dinding sel kuman.

Sifat endotoksin ini mirip dengan sifat endotoksin-endotoksin yang dihasilkan

oleh kuman negative gram lainnya.

Protein yang bersifat termolabil dan dermonekrotik. Toksin ini dibentuk di

dalam protoplasma dan dapat dilepaskan dari sel dengan jalan memecah sel

tersebut atau dengan jalan ekstraksi memakai NaCl.

Baik endotoksin maupun toksin yang termolabil tersbeut tidak dapat

memancing timbulnya proteksi terhadap infeksi Bordetella pertussis. Peranan yang

pasti daripada kedua toksin ini dalam pathogenesis pertusis belum diketahui.

Berbeda dengan spesies-spesies Hemophilus, kuman Bordetella dapat tumbuh

tanpa adanya hemin (factor X) dan koenzim I (factor V). Pembiakan dilakukan pada

perbenihan Bordet-gengou, dimana kuman-kuman ini tumbuh dengan membentuk

koloni yang bersifat smooth, cembung, mengkilat, dan tembus cahaya. Kuman ini

membentuk zona hemolisis. Sifat-sifat ini dapat ebrubah tergantung lingkungan dimana

kuman ini dibiakkan, yang diikuti oleh perubahan-perubahan sifat antigenic serta

virulensinya.

Struktur antigen

Proteksi terhadap infeksi oleh Bordetella pertussis merupakan respon

imunoloik terhadap antigen (antigen-antigen) kuman. Sifat antigen protektif kuman ini

tidak diketahui. Walaupun demikian, penelitian serologic yang ekstensif telah berhasil

26

Page 32: Makalah Mikrobiologi Kel.8

menemukan antigen-antigen yang penting. Diketahui adanya antigen permukaan O

yang termostabil pada smooth strains dan rough strains Bordetella pertussis. Antigen O

ini berupa protein, mudah diekstraksi dari sel dan terdapat di dalam cairan supernatant

biakan kuman.

Antigen-antigen serta factor-faktor lainnya seperti HLT (heat-labile toxin),

lipopolisakarida (endotoksin), HSF (histamine-sensitizing factor), LPF (lymphocytosis-

promoting factor), MPF (mouse-protective factor), hemaglutinin dan agaknya juga IAP

(islet-activating protein) adalah sangat erat kaitannya dengan infeksi, penyakit dan

kekebalan.

Epidemiologi

Penyakit pertusis tersebar di seluruh dunia dan mudah sekali menular.

Manusia merupakan satu-satunya sumber Bordetella pertussis, dan penyebaran

penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh orang-orang dengan infeksi aktif. Banyak

kasus terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun, sebagian besar meninggal pada usia 1

tahun.

Penularan

Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena penyakit ini dan

kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik

dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya infeksi bakterial yg mengikuti dan

mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai pada stadium catarrhal)

sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap diberikan untuk mengurangi penyebaran

penyakit ini, antibiotik juga diberikan pada orang yg kontak dengan penderita,

diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi terjadinya penularan pada

orang sehat tersebut.

Patogenesis

Setelah menghisap droplet yang terinfeksi, kuman akan berkembang biak di

dalam saluran pernafasan. Gejala sakit hampir selalu timbul dalam 10 hari setelah

kontak, meskipun masa inkubasi bervariasi antara 5-21 hari. Penyakit ini terbagi dalam

3 stadium.

27

Page 33: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Stadium prodromal (kataral) berlangsung selama 1-2 minggu. Selama stadium

ini, penderita hanya menunjukkan gejala-gejala infeksi saluran pernafasan

bagian atas yang ringan seerti bersin, keluarnya cairan dari hidung, batuk dan

kadang-kadang konjungtivitis. Pemeriksaan fisik tidak memberikan hasil yang

menentukan. Masa ini merupakan masa perkebmangbiakan kuman di dalam

epitel pernafasan.

Stadium kedua biasanya berlangsung selama 1-6 minggu dan ditandai dengan

peningkatan batuk paroksismal. Suatu batuk paroksismal yang khas adalah

dimana dalam jangka waktu 15-20 detik terjadi 5-20 batuk beruntun biasanya

diakhiri dengan keluarnya lender/muntah serta tidak ada kesempatan untuk

bernafas diantara batuk-batuk tersebut. Tarikan nafas setelah batuk biasanya

menimbulkan bunyi yang keras.

Stadium ketiga berupa stadium konvalessen. Batuk dapat berlangsung sampai

beberapa bulan setelah permulaans akit. Beratnya penyakit bervariasi.

Sindrom respiratorik ringan yang disebabkan oleh Bordetella pertussis tidak

mungkin dikenal atas dasar klinik saja. Kurang lebih 20% infeksi pertusis diperkirakan

sebagai penyakit-penyakit atipik dan penderita-penderita ini berbahaya bagi orang lain.

Komplikasi yg dapat mengikuti keadaan ini adalah pneumonia, encephalitis, hipertensi

pada paru, dan infeksi bakterial yg mengikuti.

Diagnosis laboratorium

Diagnosis yang pasti tergantung pada diasingkannya Bordetella pertussis dari

penderita. Hasil isolasi tertinggi diperoleh pada stadium kataral, dan kuman pertusis

biasanya tidak dapat ditemukan lagi setelah 4 minggu pertama sakit. Bahan

pemeriksaan berupa usapan nasofaring penderita atau dengan menampung batuk secara

langsung pada perbenihan. Isolasi Bordetella pertussis dari bahan klinik sangat

bergantung pada transportasi dan pengolahan bahan tersbeut.

Bila diperlukan lebih dari 2 jam sebelum bahan tersebut sampai di

laboratorium, sebaiknya bahan pemeriksaan tadi ditanam pada perbenihan Stuart

(dimodifikasikan). Penambahan penicillin 0,25-0,5 unit/ml di dalam perbenihan kedua

28

Page 34: Makalah Mikrobiologi Kel.8

adalah berguna untuk menghambat pertumbuhan kuman positif gram saluran

pernafasan, tanpa mengurangi pertumbuhan kuman pertusis.

Selain reaksi-reaksi biokimiawi, identifikasi Bordetella pertussis secara

serologic akan memastikan isolasi tersebut. Pewarnaan antibody fluoresensi (AF) telah

dipakai untuk mengidentifikasi Bordetella pertussis pada preparat langsung hapusan

nasofaring dan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang tumbuh pada perbenihan

Bordet-gengou. Cara AF ini tidak dapat menggantikan isolasi kuman, namun dapat

mengidentifikasi kuman secara lebih cepat.

Pengobatan dan pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan cara mencegah kontak langsung dengan

penderita dan dengan imunisasi. Dilakukan vaksinasi aktif pada bayi. Setiap bayi

sebaiknya menerima 3 suntikan dari vaksin pertusis selama 1 tahun pertama diikuti

serum tambahan sampai jumlah keseluruhan.

Pada saat ini, eritromisin merupakan obat pilihan. Pemberian antibiotika ini

akan menyingkirkan kuman-kuman tersebut dari nasofaring dan karenanya dapat

mempersingkat masa penularan/penyebaran kuman.

Selain eritromisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan ampisilin juga bermanfaat.

Cara pencegahan terbaik terhadap pertusis adalah dengan imunisasi dan dengan

mencegah kontak langsung dengan penderita. Proteksi bayi terhadap pertusis dengan

vaksinasi aktif adalah penting karena komplikasi-komplikasi berat serta morbiditas

tertinggi terdapat pada usian ini.

Antibodi yang masuk melalui plasenta tidak cukup memberikan proteksi.

Vaksin yang dipergunakan biasanya merupakan kombinasi toksoid difteri dan tetanus

dengan vaksin pertusis (vaksin DPT). Imunitas yang diperoleh baik karena infeksi

alamiah maupun karena imunisasi aktif, tidak berlangsung untuk seumur hidup.

Jika penyakit berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka

ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan bisa

merangsang serangan batuk. Bisa pula dilakukan pengisapan lender dari tenggorokan.

Pada kondisi yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang

dimasukkan ke trakea. Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah, dan

29

Page 35: Makalah Mikrobiologi Kel.8

bayi biasanya tidak dapat makan karena batuk, maka diberikan cairan melalui infus.

Gizi yang baik sangat penting dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil

namun sering.

Prognosis

Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung

lambat. Sekitar 1-2% anak yang berusia dibawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi

karena berkurangnya oksigen ke otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia.

II. 8. Legionella pneumophila

Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma proteobacteria

Ordo : Legionellales

Famili : Legionellaceae

Genus : Legionella

Spesies : Legionella pneumophila

30

Page 36: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Legionella adalah bakteri tipis, pleomorfik, berflagel dan merupakan bakteri

gram negative. Bakteri yang berasal dari genus legionella ini merupakan bakteri yang

menyebabkan penyakit legionellosis. Legionellosis adalah suatu penyakit infeksi

bakteri akut yang bersifat new emerging disease. Secara keseluruhan baru dikenal 20

spesies.

Bakteri ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976, namun kasus-kasus

sebelumnya telah dikonfirmasikan sejak tahun 1947. Pertama kali wabah legionellosis

ini terjadi di Philadelphia, AS pada tahun 1976 dengan jumlah kasus mencapai 182 dan

dengan jumlah kematian mencapai 29 orang. Di Indonesia sendiri kasus ini ada di

sejumlah tempat antara lain seperti di Bali (1996), di Karawaci, Tangerang (1999) dan

di sejumlah kota lainnya.

Karakteristik

Legionella termasuk bakteri gram negative batang yang tidak meragi D-

glukosa, dan juga tidak meragi nitrat menjadi nitrit. Koloni bakteri ini hidup subur

menempel di pipa-pipa karet dan plastic yang berlumut dan tahan kaporit dengan

konsentrasi klorin 26 mg/l. legionella dapat hidup pada suhu antara 5,7oC – 63oC dan

tumbuh subur pada suhu 30oC – 45oC.

Bakteri ini termasuk bakteri aerobic dan tidak mampu menghidrolisis gelatin

ataupun memproduksi urease. Bakteri ini juga termausk bakteri yang nonfermentatif.

Bakteri ini juga tidak berpigmen dan tidak berautofluoresensi. Selain itu bakteri ini juga

merupakan enzim yang mengkatalis proses redoks atau bisa juga disebut sebagai

katalase positif dan menghasilkan beta-laktamase.

Epidemiologi

Bakteri ini ditemukan secara alami di alam, biasanya di air. Bakteri ini tumbuh

subur di air hangat, seperti di kolam air panas, menara pendingin, atau bagian dari

system pendingin bangunan besar. Bakteri ini ditemukan di sungai dan juga kolam,

keran air panas dan dingin, tangki air panas, dan juga tanah di lokasi penggalian.

Patogenesis

Legionellosis yang disebabkan oleh Legionella pneumophila bisa menjadi

penyakit pernafasan ringan atau dapat cukup parah untuk dapat menyebabkan

31

Page 37: Makalah Mikrobiologi Kel.8

kematian. Penyakit ini bisa menjadi sangat serius dan menyebabkan kematian dari 5%-

30% kasus yang ada. Dari 10%-40% orang dewasa yang sehat memiliki antibody

menunjukkan paparan sebelumnya terhadap organism, namun hanya sebagian kecil

yang memiliki riwayat pneumonia sebelumnya.

Pada manusia, legionella pneumophila menyerang dan replikasi di dalam

bentuk makrofag. Internalisasi dari bakteri dapat ditingkatkan dengan adanya antibody

dan system komplemen namun tidak mutlak diperlukan. Terdapat sebuah pseudopod

koil di sekitar bakteri dalam bentuk fagositosis yang unik. Begitu diinternalisasi,

bakteri mengelilingi diri dalam membrane vakuola yang terikat yang tidak

bereaksidengan lisosom yang akan menurunkan bakteri. Dalam kompartemen yang

terlindungi ini, bakteri akan berkembang biak. Bakteri menggunakan system sekresi

tipe IV B yang dikenal sebagai ICM/Dot untuk menyuntikkan protein efektor ke dalam

host. Efektor ini terlihat dalam meningkatkan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup

dalam sel inang. Tingkat bertahan hidup ditingkatkan oleh protein efektor (Ank

protein) karena mereka mengganggu fusi dari legionella yang mengandung vakuola

dengan degradasi inang endosom

Penularan

Penyakit ini tampaknya menyebar melalui udara dari tanah atau sumber air.

Semua penelitian hingga saat ini telah menunjukkan bahwa penularan dari orang ke

orang tidak terjadi. Orang dari segala usia dapat terkena penyakit ini. Namun yang

biasanya terkena adalah orang-orang dengan usia lanjut ( diatas 65 tahun) ataupun

orang-orang dengan system imun yang lemah terhadap penyakit. Terkadang perokok,

orang-orang yang mengalami penyakit paru yang kronis (misal emfisema), dan orang-

orang yang menggunakan obat penekan system kekebalan (misal setelah operasi

transplantasi) juga mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit ini. Penyakit ini

jarang terjadi pada orang yang sehat.

Wabah ini terjadi ketika dua atau lebih orang menjadi sakit di tempat yang

sama pada waktu yang sama, seperti pasien di rumah sakit terkena penyakit ini.

Bangunan Rumah Sakit memiliki sistem air yang kompleks, dan banyak orang di

rumah sakit telah memiliki penyakit yang meningkatkan resiko mereka untuk infeksi

32

Page 38: Makalah Mikrobiologi Kel.8

legionella.

Penularan pada manusia antara lain melalui aerosol di udara, atau minum air

yang mengandung Legionella. Selain itu dapat pula terjadi melalui aspirasi air yang

terkontaminasi, inokulasi langsung melalui peralatan pernafasan atau melalui

pengompresan luka dengan air yang terkontaminasi. Contoh lain adalah dengan

menghirup uap dari sauna di spa atau hotel yang tidak dibersihkan secara seksama

dengan desinfektan.

Gejala

Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 1 sampai 10 hari, namun biasanya

berkisar antara 5 sampai 6 hari. Penyakit ini dapat memiliki gejala seperti bentuk lain

dari pneumonia sehingga sulit untuk mendiagnosis pada awalnya. Tanda-tanda

penyakit ini bisa mencakup demam tinggi, menggigil dan batuk. Bahkan pada beberapa

orang ada yang menderita nyeri otot dan sakit kepala.

Infeksi ringan yang disebabkan oleh sejenis bakteri legionella disebut Pontiac

Fever. Gejala Demam Pontiac biasanya berlangsung selama 2 sampai 5 hari dan bisa

juga menyertakan demam, sakit kepala, dan nyeri otot, namun tidak ada pneumonia.

Gejala pergi sendiri tanpa pengobatan dan tanpa menyebabkan masalah lebih lanjut.

Diagnosis

Legionellosis sering menyebabkan gejala yang mirip dengan yang disebabkan

oleh organisme lain, termasuk jenis virus influenza dan bakteri pneumonia lainnya.

Selain itu tes laboratorium khusus diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis tidak

selalu diminta. Diagnosis tergantung pada tes laboratorium yang sangat khusus yang

melibatkan dahak pasien atau mendeteksi organism dalam urin. Tes laboratorium rutin

tidak akan mengidentifikasi bakteri Legionella.

Sedangkan sera (serum) telah digunakan baik untuk studi aglutinasi serta

untuk mendeteksi langsung dari bakteri dalam jaringan dengan menggunakan antibody

fluorescent-labelled. Antibody spesifik pada pasien juga dapat ditentukan dengan uji

antibody fluoresen tidak langsung. ELISA dan ter mikroaglutinasi juga telah berhasil

ditetapkan.

Pencegahan dan Pengobatan

33

Page 39: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Pengobatan legionellosis dengan menggunakan antibiotic seperti eritromisin,

levaquin atau azitromisin bisa dikatakan cukup efektif dalam menangani penyakit ini.

Sedangkan makrolid (azitromisin) atau fluoroquinolones (moxifloxacin) merupakan

pengobatan standar untuk pneumonia legionella pada manusia

Pencegahan perkembangan bakteri legionella bisa dilakukan dengan cara

minimal seminggu sekali dilakukan pemeriksaan penampungan air terhadap kerusakan

fisik, bau dan zat organic serta keberadaan serbuk-serbuk yang mengandung legionella.

BAB III

PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

Singkatnya, materi pembelajaran pada bakteri yang memasuki tubuh melalui

saluran pernafasan ini merupakan materi dasar yang wajib untuk dipelajari dan

dipahami secara mendalam. Materi yang secara umum mencakup Streptococcus,

Haemophilus influenza, Mycobacterium tuberculosis, Bardetela pertussis,

Streptococcus pneumoniae, Corynebacterium dipththeriae, Mycoplasma pneumonia,

Legionella pneumophila merupakan bakteri yang dpaat menyebabkan penyakit pada

saluran pernafasan. Materi-materi dasar dalam pelajaran mikrobiologi ini berguna

untuk mempelajari materi selanjutnya yang tentu saja lebih rumit. Dalam makalah ini

materi duraikan secara singkat agar para pembaca lebih mudah memahaminya.

34

Page 40: Makalah Mikrobiologi Kel.8

III.2. SARAN

Dengan adanya makalah sederhana ini, penyusun mengharapkan agar para

pembaca dapat memahami materi bakteri yang memasuki tubuh melalui saluran

pernafasan ini dengan mudah. Saran dari penyusun agar para pembaca dapat menguasai

materi singkat dalam makalah ini dengan baik, kemudian pembaca dapat mengetahui

cara pencegahan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang memasuki saluran

pernafasan dan mengetahui cara mengobatinya.

DAFTAR PUSTAKA

Lay, Bibiana. W, dan Hastowo Sugoyo 1992. MIKROBIOLOGI. Jakarta : CV Rajawali.

Wheller dan Volk. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : P.T.

Gelora Aksara Pratama

http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/12/bordetella-pertussis-batuk-rejan/

http://www.health.state.ny.us/diseases/communicable/legionellosis/fact_sheet.htm

http://www.cdc.gov/legionella/patient_facts.htm

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/148_16PemeriksaanSpesimenSerumDarah.pdf/

148_16PemeriksaanSpesimenSerumDarah.html

http://www,wikipedia.org

35

Page 41: Makalah Mikrobiologi Kel.8

Staf pengajar FK UI. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Binarupa Aksara. 1994.

http://www.bmb.leeds.ac.uk/mbiology/ug/ugteach/icu8/introduction/bacteria.html

http://www.who.int/immunization/REH_47_8_pages.pdf

http://emedicine.medscape.com/article/218271-overview

http://www.healthsystem.virginia.edu/UVaHealth/peds_infectious/hii.cfm

Staf pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara: Jakarta

Ryan KJ; Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology. McGraw Hill

Staf pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara: Jakarta

http://www.cdc.gov/ncidod/aip/research/spn.html

http://en.wikipedia.org/wiki/Corynebacterium_diphtheriae

http://textbookofbacteriology.net/diphtheria_2.html

36