makalah fisio - avian influenza

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Usaha perunggasan, khususnya ayam (broiler maupun layer) mempunyai arti ekonomis yang sangat penting dibandingkan dengan jenis usaha peternakan lainnya. Alasan yang pertama, teknik beternak ayam relatif lebih mudah sehingga dapat dilakukan oleh banyak orang. Kedua, harga produknya murah dan nilai gizinya tinggi. Ketiga, produk utama dan sampingannya dapat dimanfaatkan (Tabbu, 1996). Kembangan usaha tersebut cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari populasinya yang tinggi. Namun, usaha peternakan ayam ini merupakan suatu usaha yang mempunyai risiko tinggi, karena sewaktu-waktu dapa terjadi wabah penyakit menular. Oleh sebab itu pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien dan professional. 1

Upload: shin-ji-ae

Post on 15-Dec-2014

124 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Fisio - Avian Influenza

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Usaha perunggasan, khususnya ayam (broiler maupun layer) mempunyai

arti ekonomis yang sangat penting dibandingkan dengan jenis usaha peternakan

lainnya. Alasan yang pertama, teknik beternak ayam relatif lebih mudah sehingga

dapat dilakukan oleh banyak orang. Kedua, harga produknya murah dan nilai

gizinya tinggi. Ketiga, produk utama dan sampingannya dapat dimanfaatkan

(Tabbu, 1996). Kembangan usaha tersebut cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari

populasinya yang tinggi. Namun, usaha peternakan ayam ini merupakan suatu

usaha yang mempunyai risiko tinggi, karena sewaktu-waktu dapa terjadi wabah

penyakit menular. Oleh sebab itu pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien

dan professional.

Tabbu (1996) mengelompokkan penyakit unggas berdasarkan target

primernya, yaitu penyakit pernafasan, penyakit pencernaan, penyakit yang

mengganggu sistem kekebalan, penyakit yang mengganggu produksi telur,

penyakit yang menyebabkan tumor dan penyakit lainnya. Sedangkan yang

termasuk penyakit pernafasan adalah: Newcastle Disease (ND), Avian Influenza

(Al), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Laryngo-tracheitis (ILT), Chronic

Respiratory Disease (CRD) atau CR Komplek (CRDK), Infectious Coryza (Snot)

1

Page 2: Makalah Fisio - Avian Influenza

dan Aspergillosis (Shane,1998), kolera unggas, Swolle Head Syndrome (SHS)

(Tabbu, 1996) dan Koliseptisemia (Charlton et al., 2000).

Munculnya berbagai macam penyakit pada peternakan ayam dapat

menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Wabah penyakit menular

yang sangat ganas merupakan risiko terbesar yang harus dihadapi peternak,

seperti penyakit flu burung (Avian Influenza/AI) yang sekarang mewabah di

Indonesia.

Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah

suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan

ditularkan oleh unggas. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan

transportasi unggas yang terinfeksi.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Sesuai dengan judul makalah ini “AVIAN INFLUENZA” terkait dengan mata

kuliah Fisiologi. Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang

dibahas dibatasi pada masalah :

a. Etiologi avian influenza

b. Hospes avian influenza

c. Patogenesitas avian influenza

d. Cara penularan avian influenza

e. Gejala klinis avian influenza

f. Perubahan Patologik

2

Page 3: Makalah Fisio - Avian Influenza

g. Diagnosis avian influenza

h. Penanggulangan avian influenza

1.3 BATASAN MASALAH

Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas

dibatasi pada masalah :

1. Pembahasan mengenai Etiologi avian influenza.

2. Pembahasan mengenai Hospes avian influenza.

3. Pembahasan mengenai Patogenesitas avian influenza.

4. Pembahasan mengenai Cara penularan avian influenza.

5. Pembahasan mengenai Gejala klinis avian influenza.

6. Pembahasan mengenai Perubahan Patologik.

7. Pembahasan mengenai Diagnosis avian influenza.

8. Pembahasan mengenai Penanggulangan avian influenza.

1.4 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah

yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana deskripsi mengenai Etiologi avian influenza?

2. Bagaimana deskripsi mengenai Hospes avian influenza?

3. Bagaimana deskripsi mengenai Patogenesitas avian influenza?

4. Bagaimana deskripsi mengenai Cara penularan avian influenza?

5. Bagaimana deskripsi mengenai Gejala klinis avian influenza?

3

Page 4: Makalah Fisio - Avian Influenza

6. Bagaimana deskripsi mengenai Perubahan Patologik?

7. Bagaimana deskripsi mengenai Diagnosis avian influenza?

8. Bagaimana deskripsi mengenai Penanggulangan avian influenza?

1.5 TUJUAN

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang penyakit

pernafasan pada ayam khususnya penyakit menular flu burung (Avian

Influenza/AI) yang dijumpai di lapangan dan mengenalinya secara etiologi,

patogenesis, cara penularan, gejala klinis, perubahan patologik, cara diagnosa

dan diagnosa bandingnya, serta penanggulangannya.

4

Page 5: Makalah Fisio - Avian Influenza

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiologi

Flu Burung adalah influenza pada

unggas yang disebabkan oleh virus

Avian Influenza (AI) dari famili

Orthomy xoviridae. Virus AI terdiri atas

3 tipe antigenic yang berbeda, yaitu A, B

dan C, juga mempunyai subtype yang

dibagi berdasarkan permukaan Haengglusimin (HA) dan Neoraminedae (NA)

ada 15 sub type II A dan 9 jenis NA.

Virion menciri dari virus influenza A adalah membulat dan berdiameter

100nm tetapi lebih sering ditemukan bentuk yang lebih besar dan tidak beraturan.

5

Page 6: Makalah Fisio - Avian Influenza

Terdapat 8 protein virion, lima darinya merupakan protein structural dan 3

berkaitan dengan polimerase RNA. Terdapat 2 jenis peplomer, molekul

hemaglutinin (H) bentuk batang, yang merupakan trimer dan molekul

neuramidase (N) bentuk jamur yang merupakan tetramer. Kedua molekul H dan

N itu merupakan lipoprotein dan membawa epitop khusus-subtipe.

Sifat Virus avian influenza adalah dapat menghemaglutinasi sel darah

merah unggas, virus influenza ini dapat bertahan hidup pada di air sampai 4 hari

pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00C. Di dalam tinja unggas dan

dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama (Sianipar, 2006),

namun Virus ini sensitif terhadap panas pada suhu 560C selama 3 jam atau 600C

selama 30 menit, suasana asam pada pH 3.

2.2 Hospes

Virus influenza H5N1 pada awalnya diperkirakan menyebar melalui

burung-burung liar yang secara periodik melakukan migrasi pada setiap

perubahan musim. Virus kemudian menular ke peternakan unggas. Pada awalnya

virus itu hanya mampu menginfeksi dan menyebabkan kematian dalam waktu

singkat pada sejumlah besar unggas (soeroso, 2007) Penyebaran virus AI

semakin melebar ke berbagai spesies unggas di luar ayam. Spesies Unggas yang

Positif HPAI H5NI di Indonesia menurut hasil Surveilans adalah Ayam petelur,

6

Page 7: Makalah Fisio - Avian Influenza

Ayam pedaging, Ayam kampung, Itik, Entok, Angsa, Kalkun, Burung unta,

Burung puyuh, Burung merpati, Burung merak putih, Burung perkutut.

2.3 Patogenesitas

Patogenesitas merupakan suatu interaksi antara hospes dan virus, maka

suatu virus influenza yang bersifat patogenik terhadap satu spesies unggas belum

tentu bersifat patogenik untuk spesies yang lainnya. Target jaringan atau organ

suatu virus mungkin mempengaruhi tingkat patogenesitasnyaVirus AI dapat

diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu bentuk akut yang disebut dengan

Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan yang bentuk ringan disebut Low

Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Virus pada unggas yang mempunyai subtipe

H5 atau H7 telah diketahuimempunyai hubungan yang erat dengan penyakit yang

bersifat patogenik, sebaliknya banyak juga virus influenza A subtipe H5 atau H7

yang bersifat tidak patogen (Tabu, 2000).

Office Intenational des Epizootic (OIE) mengadopsi kriteria untuk

mengklasifikasi suatu virus sebagai HPAI : Virus avian influenza yang

menyebabkan kematian 6, 7 atau 8 dari 8 ekor ayam umur 4-8 minggu yang peka

dalam waktu 10 hari setelah pemberian intra vena 0,2 ml pengenceran 1 : 10

cairan alantois infektif yang bebas bakteri.

7

Page 8: Makalah Fisio - Avian Influenza

a. Virus avian influenza meskipun bukan subtipe H5 atau H7, yang dapat

mematikan 1-5 ekor ayam dari 8 ekor ayam dan dapat tumbuh dalam kultur

sel tanpa adanya tripsin.

b. Untuk semua virus avian influenza subtipe H5 dan H7 yang patogenesitasnya

rendah dan untuk virus influenza yang lain, jika pertumbuhan teramati pada

kultur sel tanpa tripsin dan memiliki deretan asam amino pada gen

“hemaglutinin cleavage site” yang cocok dengan virus HPAI, maka isolat

yang diuji dianggap sebagai Highly Pathogenic.

2.4 Cara penularan

Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah unggas

air antara lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang ada dan

dapat bersembunyi pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan

menyebar ke unggas lain melalui inhalasi. Penyebaran flu burung dapat melalui

induk semang, virus dapat menginfeksi segala jenis unggas, sumber penularan

terutama pada waktu unggas air yang bermigrasi dan tingkat patogennya

tergantung dari subtipe virus, spesies unggas dan faktor lingkungan.

Penularan avian influenza dapat terjadi melalui kontak langsung antara

ayam sakit dengan ayam yang peka. Ayam yang terinfeksi mengeluarkan virus

dari saluran pernapasan konjungtiva dan feses.

8

Page 9: Makalah Fisio - Avian Influenza

Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui

udara yang tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza,

makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan,

peti telur, nampan telur, burung dan mamalia yang tercemar virus influenza Lalat

juga mempunyai peranan dalam menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung

virus avian influenza dalam 1 gram dapat menginfeksi ayam sebanyak satu juta

ekor.

Agen infeksi lain, faktor lingkungan/stress dapat berpengaruh pada

berat/ringannya dari suatu penyakit. Unggas yang sembuh menjadi carier,

sebagai pembawa sifat (Ambar, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi

penularan flu burung yaitu kepadatan penduduk dan kepadatan unggas, virus

yang bersirkulasi (H5N1), biosekuriti yang menurun, kerentanan daya tahan

tubuh manusia dan hewan.

Ekologi Avian Influenza

9

Page 10: Makalah Fisio - Avian Influenza

2.5 Gejala klinis

Masa inkubasi virus avian influenza bervariasi antara 1-3 hari, masa

inkubasi tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas

yang diserang. Gejala penyakit sangat bervariasi dan tergantung pada spesies

unggas terinfeksi, subtipe virus dan faktor lingkungan.

Gejala yang terlihat dapat berbentuk gangguan pada saluran pernapasan,

pencernaan, reproduksi dan sistem saraf (Rahardjo, 2004). Gejala awal yang

dilaporkan adalah penurunan nafsu makan, emasiasi, penurunan produksi telur,

gejala pernapasan seperti batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi, bulu

kusam, pembengkakan (oedema) muka dan kaki, sianosis pada daerah kulit yang

tidak berbulu, gangguan saraf dan diare. Gejala tersebut dapat berdiri sendiri atau

dalam bentuk kombinasi (easterday et al., 1997).

Secara rinci gejala klinis pada unggas menujukkan jengger, pial, kaki dan

daerah yang tidak ditumbuhi bulu berwarna ungu kebiruan atau berdarah, bulu-

bulu berguguran, diare, menggigil dan keluar cairan dari mata dan hidung,

pembengkakan di bagian muka, kelopak mata dan kepala. Pendarahan di kulit

pada area yang tidak ditumbuhi bulu, terutama pada kaki. Pendarahan bintik pada

daerah dada, kaki, dan telapak kaki. Batuk, bersin, dan terdengar suara ngorok.

Kesulitan bernafas. Lemas (tidak berenergi) dan kehilangan selera. Kepala

tertunduk menyatu dengan badan, gelisah. kematian tinggi dalam populasi.

10

Page 11: Makalah Fisio - Avian Influenza

Burung puyuh yang mati menunjukkan gejala klinis, seperti kotoran putih

kehijauan, tidak nafsu makan, dan lemas. Proses kematian tidak terlalu mendadak

seperti gejala AI sebelumnya. Pada kasus AI terakhir di Klaten awal tahun 2006,

diketahui ada perubahan gejala klinis dari kasus-kasus sebelumnya seperti telur

unggas yang terkena AI biasanya lunak, namun sekarang tidak lagi dan pada

kasus sebelumnya, unggas yang terkena AI apabila dibedah organ dalamnya

rusak, namun sekarang tidak rusak.

Morbiditas dan mortalitas bervariasi dan tergantung pada spesies unggas,

virus, umur, lingkungan (kadar amoniak, ventilasi) dan adanya infeksi sekunder.

Morbiditas dapat sangat tinggi, tetapi sebaliknya mortalitas rendah. Pada avian

influenza yang disebabkan oleh virus yang sangat patogen, maka mortalitas dan

morbiditas dapat mencapai 100%. Mortalitas biasanya meningkat antara 10-50

kali dari hari sebelumnya dan mencapai puncaknya pada hari ke-6 sampai ke-7

setelah timbulnya gejala (Tabbu, 2000).

Faktor predisposisi seperti lingkungan yang jelek, penggunaan vaksin

virus hidup dan infeksi sekunder oleh virus, bakteri serta mikoplasma dapat

memperparah gejala klinis. (Fenner et al.,1993).

11

Page 12: Makalah Fisio - Avian Influenza

2.6 Perubahan Patologik

1. Perubahan Makroskopik

Perubahan Makroskopik yang ditemukan pada unggas sangat

bervariasi menurut lokasi tempat lesi itu ditemukan, derajat keparahan, spesies

unggas, dan patogenesitas dari virus.

a. Bentuk ringan (Low Pathogenic Avian Influenza)

Pada sinus mungkin ditemukan adanya salah satu atau campuran eksudat

kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Edema disertai

eksudat dari serous sampai kaseus pada trakhea. Kantong udara menebal

mengandung eksudat fibrinus atau kaseus. Pada peritoneum tampak adanya

peritonitis fibrinus dan egg peritonitis. Pada sekum dan usus ditemukan

adanya enteritis kataralis sampai fibrinous.

b. Bentuk akut (Highly Pathogenic Avian Influenza)

Apabila unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak

ditemukan adanya perubahan mikroskopik tertentu oleh karena lesi pada

jaringan belum sempat berkembang Pada sejumlah kasus dapat ditemukan

kongesti, hemoragi, transudasi dan nekrosis. Jika penyakit ini melanjut,

maka kerap kali akan ditemukan adanya foki neurotik pada hati, limpa,

ginjal dan paru.

12

Page 13: Makalah Fisio - Avian Influenza

2. Perubahan mikroskopik

Lesi yang ditimbulkan oleh fowl plaque ditandai adanya edema,

hyperemia, hemoragik dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada

miokardium, limpa, paru, otak, balung dan dengan frekuensi yang lebih

rendah pada hati dan ginjal. Perubahan degenerasi dan nekrosis pada hati,

limpa dan ginjal. Lesi pada otak adanya foci nekrosis, perivascular cuffing sel

limfoid, gliosis, proliferasi pembuluh darah dan nekrosis neuron. Beberapa

virus avian influenza A yang bersifat sangat patogenik kerapkali

menimbulkan nekrosis miokardium dan miokarditis (Tabbu, 2000).

2.7 Diagnosis

Koleksi sampel diambil dari saluran pernapasan (trakea, paru, kantong

udara, eksudat sinus) dan saluran pencernaan (beard, 1989). Infeksi sistemik

yang disebabkan oleh virus highly pathogenic dimana terjadi viremia, setiap

organ dapat digunakan untuk isolasi virus. Hewan laboratorium yang sering

digunakan untuk penelitian adalah ayam, kalkun, dan itik. Virus ini juga

bereplikasi pada musang, kucing, hamster, tikus, kera dan babi.

Isolasi virus dapat dilakukan pada telur ayam berembrio yang SPF

(Specific Pathogen Free) umur 10-11 hari, menggunakan jaringan trachea, paru-

paru, limpa, otak, dan atau usapan kloaka ayam sakit atau mati karena virus

13

Page 14: Makalah Fisio - Avian Influenza

bereplikasi di dalam saluran respirasi dan atau saluran pencernaan, hingga

embrio mati dalam 42-72 jam (Tabbu, 2000; Rahardjo, 2004).

Pemeriksaan serologis dapat digunakan untuk mengetahui adanya

pembentukan antibodi terhadap virus avian influenza A, yang dapat diamati pada

hari ke-7 sampai ke-10 pasca infeksi. Uji serologi yang sering digunakan adalah

uji hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap

hemaglutinin (H) dan agar gel presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya

antibodi terhadap neuramidase (N). Uji lain untuk mengetahui adanya

pembentukan antibodi adalah netralisasi virus (VN), neuraminidase-inhibition

(NI), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi monoklonal, dan

hibridisasi in situ. Pada kasus-kasus di lapangan sering menggunakan teknik

immunoflourescence untuk mengetahui adanya virus influenza dengan cepat

(Tabbu, 2000).

2.8 Penanggulangan

Avian influenza tidak dapat diobati, pemberian antibiotik/antibakteri

hanya untuk mengobati infeksi sekunder oleh bakteri atau mycoplasma.

Pengobatan sportif dengan multivitamin perlu juga dilakukan untuk proses

rehabilitasi jaringan yang rusak (Tabbu, 2000).

Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah mencegah kontak

antara unggas dengan burung liar atau unggas liar, depopulasi atau pemusnahan

14

Page 15: Makalah Fisio - Avian Influenza

terbatas di daerah tertular, pengendalian limbah peternakan unggas, surveilans

dan penelusuran, pengisian kandang kembali atau peremajaan, penerapan

kebersihan kandang, penempatan satu umur dalam peternakan, manajemen flock

all-in all-out, penyemprotan dengan desinfektan terhadap kandang sebelum

pemasukan unggas atau ayam baru, penerapan stamping out atau pemusnahan

menyeluruh di daerah tertular baru dalam menangani wabah HPAI untuk

menghindari resiko terjadinya penularan kepada manusia, karena bersifat

zoonosis, peningkatan kesadaran masyarakat, serta monitoring dan evaluasi

(Rahardjo, 2004). Pencegahan yang lain adalah mencuci tangan dengan sabun

cair pada air yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan,

Tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna

unggas harus menggunakan pelindung (masker, kacamata khusus),

Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak dengan suhu 800 C selama satu

menit, telur unggas dipanaskan dengan suhu 640 C selama lima menit (Patu.

2006).

15

Page 16: Makalah Fisio - Avian Influenza

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

o Flu Burung adalah influenza pada unggas yang disebabkan oleh virus Avian

Influenza (AI) dari famili Orthomy xoviridae

o Virus influenza H5N1 pada awalnya diperkirakan menyebar melalui burung-

burung liar, kemudian menular ke peternakan unggas, spesies unggas lain dan

mamalia.

o patogenesitasnyaVirus AI dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu

bentuk akut yang disebut dengan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)

dan yang bentuk ringan disebut Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI).

o Cara penularan AI melalui kontak langsung maupun tidak langsung.

o Gejala yang terlihat dapat berbentuk nafsu makan, emasiasi, penurunan

produksi telur, gejala pernapasan seperti batuk, bersin, menjulurkan leher,

hiperlakrimasi, bulu kusam, pembengkakan (oedema) muka dan kaki, sianosis

pada daerah kulit yang tidak berbulu, gangguan saraf dan diare.

o Diagnosis dilakukan dengan uji serologi seperti, ELISA (Enzym Link Assay /

ELA), HI ( Haemaglutinin Inhibition Test), CFT (Compliment Fixation Test),

(AGP) Agar Gel Presipitasi, (VN) Netralisasi Virus, (NI) Neuraminidase-

inhibition.

o Penanggulangan dapat dilakukan demgan peningkatan biosecurity, manajemen

sanitasi lingkungan dan peningkatan kekebalan dengan jalan vaksinasi.

16