bag. isi avian influenza

Upload: melz-melz-mutz

Post on 18-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

45

BAB 1. PENDAHULIAN1.1 Latar Belakang

Flu burung atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah avian flu atau avian Influenza (AI). Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus tersebut termasuk dalam famili Orthomyxoviridae (Soejono dan Handharyani, 2006). Dahulu flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, dan ayam. Penyakit binatang ini telah ditemukan sejak 100 tahun lalu di Italia, tepatnya tahun 1878, dan pada tahun 1924-1925 wabah ini merebak di Amerika Serikat (Aditama, 2004).

Virus Flu burung dengan virulensi tinggi adalah tipe H5N1 yang ganas, menyerang dan menimbulkan penyakit bahkan kematian pada unggas dalam jumlah besar, serta dapat menular ke manusia terutama mereka yang mengadakan kontak (terekspos) secara erat dengan unggas, dalam literatur disebut High Pathogen Avian Influenza (HPAI) (Tamher dan Noorkasiani, 2008). Avian influenza dapat bermutasi menjadi bentuk baru yang menyebabkan transmisi dari manusia ke manusia, dan sejauh ini telah membunuh lebih dari 200 orang di seluruh dunia sejak tahun 2003 (Watanabe, 2006)

Wabah penyakit flu burung yang melanda dunia, khususnya kawasan Asia, memang sangat menjadi perhatian, baik masyarakat luas maupun badan kesehatan dunia seperti WHO. Hal ini disebabkan oleh flu burung yang dapat menular pada manusia dan berakibat fatal karena dapat membawa kematian. World Health Organization (WHO, 2006) mengkhawatirkan virus flu burung akan menjadi ancaman serius di kawasan Asia melebihi tsunami yang pernah terjadi pada akhir 2004 di Aceh, Thailand, Bangladesh, Sri langka, dan India. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun ikut memperingatkan bahwa flu burung lebih berbahaya dari penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), karena virus flu burung mampu menekan sistem imunitas tubuh manusia (Yudhastuti dan Sudarmaji, 2006).

Sejak Februari 2003, jutaan unggas telah terinfeksi dan telah tercatat lebih dari 360 kasus pada manusia, dengan lebih dari 230 kematian di 12 negara di Afrika, Asia and Eropa (WHO, 2008).Hingga akhir bulan Januari 2004 sebelas negara di Asia melaporkan infeksi HPAI. Diantaranya adalah Kamboja, Cina, Hongkong, Indonesia, Jepang, Laos, Korea Selatan, Thailand dan Vietnam telah menyatakan bahwa infeksi AI tersebut disebabkan oleh HPAI subtipe H5N1 (Rahardjo, 2004).

Di Indonesia Flu burung pada manusia pertama kali dikonfirmasi secara laboratorium pada awal bulan Juli 2005 dari Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten dengan jumlah penderita konfirmasi H5N1 2 orang dan 1 probabel, semuanya meninggal dunia. Awal sakit (onset) kasus tersebut pada akhir Juni 2005, dan merupakan klaster pertama di Indonesia. Indonesia memiliki angka konfirmasi infeksi H5N1 pada manusia yang tertinggi di dunia (163 kasus hingga bulan Februari 2010) dengan tingkat kematian yang tinggi (135 kasus), sehingga secara khusus Indonesia rawan terhadap ancaman wabah penyakit tersebut disertai tingginya kemungkinan munculnya suatu galur pandemi baru karena tingginya populasi manusia dan unggas, dan adanya kontak yang secara tradisional dekat antara manusia dan unggas.Sampai akhir Desember 2007 penderita flu burung telah tersebar di 12 provinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali) yang meliputi 44 kabupaten/kota (Depkes R.I, 2009).

Di jawa timur sendiri pada tahun 2012 jumlah kasus 9 kasus dan meninggal 6 orang (Kemenkes, RI 2012). Sedangkan pada tahun 2013 di jawa timur jumlah kejadian flu burung sebanyak 1 kejadian dengan jumlah kasus 5 orang (Dinkes Jawa Timur, 2013). Untuk di kabupaten Jember sendiri tidak ditemukan data bahwa flu burung ini menyerang pada manusia namun ada laporan bahwa unggas yang tersebar di 11 kecamatan dari 31 kecamatan di Kabupaten Jember, Jawa Timur, dinyatakan positif flu burung pada bulan Februari dan Maret 2009, yakni Kecamatan Kalisat, Panti, Jenggawah, Ajung, Pakusari, Sumbersari, Tempurejo, Mumbulsari, Sukorambi, Patrang, dan Ambulu. Dalam kasus ini, petugas sudah menyemprot desinfektan ke sejumlah kandang ayam yang berada di sekitar lokasi unggas yang positif flu burung. Sedangkan ayam yang tertular virus flu burung dikubur dan dimusnahkan. Dinas peternakan berkoordinasi dengan dinas kesehatan terkait dengan ditemukannya unggas yang positif flu burung. Dan menghimbau kepada warga untuk segera mencuci tangan dengan sabun setelah memegang ayam atau unggas lain serta membersihkan kandang dengan air limbah cucian atau air detergent. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi resiko terkena flu burung (Kompas, 2009). Untuk menghindari pandemi flu burung maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza pada pasal 1 yang berisi tentang Untuk percepatan pengendalian flu burung (avian influenza) dan peningkatan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza secara komprehensif dan terpadu, dibentuk Komite Nasional pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut Komnas FBPI.

Sedangkan di Jawa Timur kebijakan dan strategi upaya penanggulangan flu burung adalah

A. Kebijakan 1. Pengendalian Flu Burung dan antisipasi pandemi dilakukan dalam kerangka desentralisasi.

2. Pelaksanaan pengendalian Flu Burung merupakan langkah terintegrasi, lintas sektor, lintas program dan terpadu secara vertikal maupun horizontal.

3. Pengembangan jejaring pengendalian flu dan kesiapsiagaan pandemi influenza dilakukan pada setiap tingkat unit operasional, baik nasional, regional dan internasional.

B. Strategi

1. Pengendalian penyakit pada hewan

2. Penatalaksanaan kasus manusia.

3. Perlindungan kelompok risiko tinggi.

4. Surveilans epidemiologi pada hewan dan manusia.

5. Restrukturisasi sistem perunggasan.

6. KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi).

7. Penguatan dukungan peraturan (Law Inforcement).

8. Peningkatan kapasitas (Capacity building).

9. Research and Development.

10. Monitor dan Evaluasi.

Dari sepuluh strategi yang ada, penulis ingin mengimplementasikan strategi nomor tiga dan enam yaitu perlindungan kelompok resiko tinggi dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) terhadap masyarakat. Strategi tersebut akan dilaksanakan dengan memanfaatkan peran kearifan lokal yang ada di kabupaten Jember.

1.2 Tujuan

a. Tujuan UmumMenjalin kemitraan dengan masyarakat Kelurahan A dengan mengoptimalkan kearifan lokal.

b. Tujuan Khusus

1. Melakukan pelatihan Toga dan Toma dan Kader sebagai sumber kearifan lokal sehingga masyarakat dapat mengenali tanda-tanda flu burung dan penularannya. 2. Mengaplikasikan mata kuliah global dalam masyarakat.3. Mengurangi angka morbiditas dan mortalitas penyakit Avian Influenza di masyarakat

4. Membentuk Masyarakat Bebas Avian Influenza.5. Menyusun masalah program manajemen pelayanan kesehatan dengan menggunakan analisis masalah Fish Bone dan menentukan prioritas masalah.

6. Menyusun perencanaan program manajemen pelayanan kesehatan.7. Menyusun implementasi yang akan dilakukan dalam program manajemen pelayanan kesehatan dengan membuat pilot project.8. Melakukan pelatihan Toga dan Toma dan Kader sebagai sumber kearifan local sehingga masyarakat dapat mengenali tanda-tanda flu burung dan penularannya. 9. Melakukan evaluasi terhadap proses pencapaian program manajemen pelayanan kesehatan yang dibuat1.3 Manfaata. Untuk Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengaplikasikan kompetensi dalam menganilisi manajemen layanan kesehatan khususnya flu burung.

b. Untuk masyarakat

1. Masayarakat dapat menciptakan derajat kesehatan komunitas yang baik dan sehat2. masyarakat dapat untuk memanfaatkan kearifan lokal di wilayah setempat dalam program manajemen pelayanan kesehatan

c. Untuk pemerintah

1. Membantu pemerintah melakukan strategi pencegahan flu burung di masayarakat serta pemberdayaan masyarakat dalam mencegah flu burung2. Membantu pemerintah untuk melakukan deteksi, pencatatan, dan pelaporan kasus dan penanganan kasus flu burung.BAB 2. PENGKAJIAN2.1 Gambaran umum dan perilaku penduduk

1. Keadaan penduduk

Jember berpenduduk 2.334.40 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 1.192.791 jiwa dan perempuan 1.141.649 jiwa (Data Agregat Kependudukan Jatim, 2012). Kepadatan penduduk Kabupaten Jember pada tahun 2000 adalah 664 jiwa/km2. Kemudian meningkat menjadi 707 jiwa/km pada tahun 2010. Kepadatan penduduk Kabupaten Jember melebihi garis normatif, namun pola distribusinya tidak berubah dari tahun ke tahun. Kecamatan dengan jumlah penduduk terjarang adalah Kecamatan Jelbuk dengan 28.197 jiwa dan kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Sumbersari yaitu mencapai yaitu 125.832 jiwa. Range yang sangat jauh ini menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan persebaran penduduk antar kecamatan di Kabupaten Jember. Kepadatan penduduk berada di 3 kecamatan kota yaitu Kecamatan Bangsalsari, kecamatan kaliwates dan Kecamatan Sumbersari, karena di Kecamatan tersebut banyak pengembangan areal perumahan dan dekat dengan kampus Universitas Jember (Unej) sehingga banyak penduduk pendatang yang indekost. Adapun Kecamatan yang masih jarang penduduknya di kecamatan Jelbuk disusul Kecamatan Arjasa dan kecamatan Sukorambi (Data Agregat Kependudukan Jatim, 2012). Kabupaten Jember merupakan daerah yang tidak memiliki akar budaya daerah asli karena penduduk Kabupaten Jember adalah pendatang yang mayoritas berasal dari suku Jawa dan Madura. Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah Bahasa Jawa dan Madura. Masyarakat Madura lebih banyak menetap di bagian utara daerah Jember, sedangkan masyarakat Jawa lebih banyak menetap di bagian selatan daerah Jember. Kebudayaan yang berkembang di Kabupaten Jember merupakan perpaduan budaya Jawa dan Madura.Agama yang dianut mayoritas Islam, yang ditandai dengan berkembangnya pusat-pusat keagamaan khususnya pesantren. Kehidupan beragama pada sebagian masyarakat baru mencapai tataran simbol-simbol keagamaan dan belum sepenuhnya bersifat substansial. Dengan demikian, keterlibatan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat khususnya pesantren menjadi sangat penting dalam upaya mengatasi permasalahan dalam masyarakat.2. Keadaan ekonomi

Karakteristik potensi ekonomi Kabupaten Jember terletak di sektor pertanian, maka pengembangan industri di Kabupaten Jember juga harus mendorong produktivitas pertanian. Apabila model industrialisasi tersebut dijalankan, maka akan diperoleh keuntungan ganda, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai dan jumlah tenaga kerja yang dapat terlibat dalam proses industrialisasi sangat banyak. (Yustika, 2000).

Pengembangan agroindustri di Kabupaten Jember sesuai dengan arahan pengembangan sistem kegiatan pada cluster Jember Bondowoso Situbondo dalam SWP Jember dan sekitarnya bahwa Kabupaten Jember merupakan daerah potensi pertanian tinggi, oleh karena itu peningkatan produksi pertanian, perlu didorong dan dikembangkan dengan peningkatan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian (industri pengolahan) dan industri kecil/kerajinan. (RTRW Jawa Timur, 2020) .

Sektor pertanian dari tahun ke tahun memberi kontribusi sangat besar dalam PDRB Kabupaten Jember, dimana pada tahun 2007 sektor pertanian mencapai 7.257.038,34 (dalam jutaan rupiah) atau 44,50% dari keseluruhan total nilai PDRB pada tahun 2007 sebesar 16.306.131,96 (dalan jutaan rupiah). Sub sektor tanaman pangan memberikan sumbangan terbesar di atas sub sektor yang lain yaitu pada tahun 2005 sebesar 2.735.647,17 (dalam jutaan rupiah), pada tahun 2006 meningkat sebesar 3.106.492,19 (dalam jutaan rupiah), dan pada tahun 2007 meningkat lagi sebesar 3.521.941,20 (dalam jutaan rupiah).

Potensi pertanian di Kabupaten Jember lainnya dapat dilihat dari dominasi pemanfaatan lahan di Kabupaten Jember tahun 2008, yaitu sebesar 30,1 % untuk pertanian kemudian perkebunan, 16,22 % dan kawasan lindung 13,34 %. Banyaknya penduduk Kabupaten Jember yang bermata pencaharian di sektor agraris, juga merupakan potensi sumber daya manusia yang tersedia. Penduduk yang bekerja di sektor agraris adalah sebesar 59 % dari total jumlah penduduk di Kabupaten Jember. (Jember Dalam Angka 2010).Dari data-data yang ada, produksi pertanian pangan Kabupaten Jember tahun 2009 sendiri adalah 13.776.940 kg dan hasil tersebut meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. 13.127.190 kg pada tahun 2008. 12.427.940 kg pada tahun 2007. (Jember Dalam Angka 2008-2010). Dengan jumlah produksi tanaman pangan tersebut, komoditas padi merupakan komoditi unggulan dengan jumlah produksi yang terus meningkat dan mendominasi produksi tanaman pangan (Jember Dalam Angka 2008-2010). Namun Hasil pendataan program perlindungan sosial yang dilaksanakan September 2008 dan data survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Maret 2009 mencatat, Kabupaten Jember memiliki penduduk miskin terbanyak di Jawa Timur. Kategori masyarakat miskin yang digunakan acuan diantaranya rumah warga yang tidak berdinding tembok, lantainya dari tanah dan aset yang dimiliki warga tersebut.3. Keadaan pendidikan

Fasilitas pendidikan di Kota Jember meliputi TK, SD, SMP, SMA dan PT/Akademi. Fasilitas-fasilitas pendidikan ini telah tersebar secara merata di wilayah Kota Jember. Dan jumlah fasilitas ini semakin mengecil sejalan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan (www.ciptakarya.pu.go.id, tanpa tahun). Sebagai pusat perdagangan di kawasan timur Jawa Timur, pada Perkembangannya Jember menjadi Kota Pelajar karena didukung dengan tumbuh suburnya lembaga-lembaga pendidikan dari PAUD hingga Perguruan Tinggi, baik Negeri maupun Swasta. Universitas Jember yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri terbesar setelah Universitas Airlangga di Surabaya dan Universitas Brawijaya di Malang juga diminati banyak calon mahasiswa dari berbagai daerah di tanah air, didukung dengan tersedianya kampus yg megah di kawasan Tegalboto. Untuk itulah Pemerintah Kabupaten Jember memasukkan bidang pendidikan sebagai salah satu prioritas kebijakan pembangunan, disamping kesehatan dan pertanian. Sebagai program prioritas, pembangunan bidang pendidikan diarahkan pada upaya peningkatan program efisiensi pengelolaan, agar secara efektif dapat memacu pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan secara berkelanjutan.Disamping itu, misi pembangunan bidang pendidikan diarahkan pada upaya pengembangan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis, partisipatif dan berkualitas, serta peningkatan efektivitas, efesiensi dan produktivitas lembaga pendidikan yang ada untuk mencapai output yang dibutuhkan.Namun, pendidikan kabupaten jember masih menyisakan 22.827 orang buta huruf dari kelompok usia produktif umur 15 44 tahun. 15,83% dari total siswa setingkat Sekolah Dasar tidak melanjutkan sekolah karena berbagai alasan, utamanya alasan ekonomi. Ketuntasan wajib belajar 9 tahun hanya mencapai 69,82%, artinya masih 30,18% dari seluruh penduduk, berpendidikan kurang dari kesetaraan Tingkat Lanjutan Pertama (Suwito, 2010).4. Keadaan kesehatan lingkungan

Kawasan lindung di Kabupaten Jember terdiri atas a. Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya yang berada di bagian timur; b. Kawasan perlindungan setempat yang berada di sempadan pantai selatan Jember (100 m), sempadan sungai/kali di seluruh Jember, kawasan sekitar waduk, dan kawasan sekitar mata air; c. Kawasan suaka alam berada di Wisata Pantai Watu Ulo, Gunung Watangan, Taman Nasional Meru Betiri dan Pegunungan Hyang; d. Kawasan cagar budaya di Kecamatan Arjasa; e. Kawasan rawan bencana alam karena erosi tinggi berada di Kecamatan Arjasa, Patrang, Sumberjambe, Mumbulsari, Kencong dan Wuluhan, dan kawasan rawan bencana alam karena hutan rusak berada di Kecamatan Silo dan Mumbulsari.Kawasan budidaya terdiri dari: a. Pertanian Tanaman Pangan berada di seluruh kawasan kecuali pusat kota; b. Perkebunan berada di lereng Gunung Argopuro dengan komoditi teh, kopi, kakao, karet; lereng Gunung Raung dengan komoditi kopi dan tembakau; kawasan tengah hingga selatan dengan komoditi tembakau, tebu dan kelapa;c. Perikanan laut terdapat di Kecamatan Gumukmas, Puger, Ambulu, Wuluhan dan Kencong; perikanan darat terdapat di Kecamatan Rambipuji, Kalisat dan Bangsalsari; d. Pertambangan/Galian C berada di Kecamatan Puger, Pakusari, Sumbersari, Kalisat, Wuluhan, Arjasa, Ledokombo dan Rambipuji; e. Hutan Produksi berada di kawasan perbatasan dengan Bondowoso dan Banyuwangi; f. Industri kecil tersebar di setiap kecamatan, industri manufaktur berada di Kecamatan Rambipuji, Panti, Balung, Jenggawah, Sumbersari dan Arjasa; g. Permukiman berada di Kawasan Pusat Kota dan setiap ibukota kecamatan.Sednagkan untuk Pengelolaan sumber air bersih di Kota Jember dilakukan oleh PDAM Kabupaten Jember. Sumber yang digunakan adalah sungai, mata air, sumur dalam dan sumber air permukaan dengan kapasitas 239 lt/dt dengan kondisi baik. Debit sumber air baku mengalami penurunan karena penebangan pohon-pohon di daerah resapan air. Pemenuhan kebutuhan air bersih di kota Jember masih sangat kurang karena air bersih yang tersedia dan air bersih yang dibutuhkan tidak seimbang. Untuk masalah pengelolaan sampah, Sampah di kota Jember dikelola oleh DKP Kabupaten Jember, dan kemudian diolah di TPA Kertosari dengan sistem controlled landfill. Dengan asumsi timbulan sampah untuk kota sedang sebesar 3 liter/orang/hari, maka diasumsikan jumlah sampah yang perlu dikelola di kota Jember adalah sebesar 733,02 m3/hari. Pengelolaan air limbah/air buangan di kota Jember dilakukan secara on-site, yaitu secara individual pada masing-masing rumah tangga dan komunal dengan memanfaatkan fasilitas umum seperti jamban umum, MCK dengan tangki septik dan cubluk serta saluran lainnya seperti sungai dan kolam. Perkiraan produksi limbah di Kota Jember adalah 48.868 lt/org/hr. Jumlah truk tinja di Kota Jember adalah 2 buah dengan keadaan yang baik.5. Keadaan perilaku masyarakat

Perilaku masyarakat terhadap kesehatan merupakan suatu respon masyarakat terhadap keadaan sakit dan penyakit. Masyarakat di Kabupaten Jember masih memiliki kebiasaan buruk yang berkaitan dengan kesehatan contohnya pemberian makanan anak yang kurang akan protein, sedangkan di masa dewasa warga cenderung makan-makanan yang berlemak dan berprotein tinggi hal ini menyebabkan timbulnya masalah kesehatan pada penduduk dewasa.

Pengaruh budaya yang masih turun menurun di wilayah Jember membuat para ibu baru yang memiliki balita cenderung terus-menerus mewarisi tradisi memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) kepada bayi yang baru lahir masih berusia 2 hari. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI masih ditemui, kebiasaan BAB, mencuci dan mandi disungai masih ditemui di daerah Jember hal ini menyebabkan persebaran penyakit semakin mudah.

Berdasarkan hasil penemuan kasus yang diberitakan TEMPO Interaktif (15 Maret 2014), virus avian influenza ditemukan menjangkiti unggas di tiga kecamatan wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Tiga kecamatan itu meliputi Jenggawah, Balung, dan Puger. Berdasarkan berita tersebut dimungkinkan perilaku kebersihan lingkungan yang masih rendah contohnya pemilikan bangunan kandang yang tidak sesuai standart mempermudah penularan virus ke hewan ternak.

2.2 Situasi derajat kesehatan

1. MortalitasAngka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso masih tergolong tinggi dibandingkan daerah lainnya di Jawa Timur. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012, dari delapan daerah dengan tingkat AKI dan AKB yang tinggi, Kabupaten Jember 56, 45 persen, dan Kabupaten Bondowoso 54,35 persen. Sebenarnya angka ini sudah menurun dibandingkan tahun lalu, tapi tidak signifikan (Dinkes jember, 2012). Selama tahun 2012 tercatat 34 ibu yang meninggal saat melahirkan, dan 339 bayi yang meninggal ketika proses persalinan. Sedangkan tahun 2011 tercatat 56 ibu meninggal dunia saat melahirkan dan 456 bayi meninggal dunia.Program jaminan persalinan (Jampersal) belum efektif menekan kematian ibu bersalin dan bayi yang dilahirkan. Penyebab utama adalah pendarahan saat melahirkan, mengalami eklamsia atau kejang-kejang, serangan jantung dan infeksi. Bahkan, masih banyak ibu hamil yang meninggal akibat kesalahan penanganan persalinan oleh bidan maupun dukun beranak. Sekitar 17 persen ibu hamil di Jember masih menggunakan jasa dukun beranak karena faktor menikah muda, peran orang tua dan mertua.Sedangkan penyebab terbanyak AKI karena berat bayi saat dilahirkan sangat rendah. Selain itu akibat trauma yang dialami ibu saat melahirkan, mengalami infeksi, pernafasan tersumbat (asfixia), faktor kelainan bawaan, dan faktor lainnya, seperti kekurangan asupan gizi dan imunisasi (Tempo.co).Angka kematian ibu (AKI) tertinggi di Jember terjadi di sepuluh kecamatan (Sumbersari, Kaliwates, Ajung, Silo, Bangsalsari, Panti, Mayang, Puger, Kencong, dan Wuluhan). Dari 10 kecamatan di atas, Kecamatan Kaliwates merupakan penyumbang AKI tertinggi pada tahun 2012. Dari sepuluh kecamatan tersebut, pada tahun 2013, yakni Januari-April, ranking tertinggi AKI terjadi di wilayah Kecamatan Kaliwates. Tercatat sudah terjadi tiga ibu meninggal dunia.

Sementara faktor penyebabnya adalah beragam, antara lain pendarahan, explanasi, dan komplikasi jantung. Sementara itu, harapan dari penyelenggaraan acara Serasehan Pemberdayaan Masyarakat dalam Menekan AKI, AKB (Angka Kematian Bayi), dan AKBAL (Angka Kematian Balita) ini adalah agar semua elemen masyarakat, terutama Kader Posyandu sebagai penggerak Dinas Kesehatan yang memiliki data akurat mengenai ibu hamil (Bumil) sehingga dapat memberikan pendampingan terhadap para Bumil (Beritanusa.com).

2. Morbiditas

Jumlah warga yang sakit di Jember cukup tinggi. Data di RS Daerah dr. Soebandi membenarkan pernyataan tersebut. Sepanjang tahun 2011, ada 152.172 orang pasien yang berobat di rumah sakit terbesar di kawasan timur Jawa Timur itu. Ini berarti setiap bulan, RS dr. Soebandi menerima 12.681 orang pasien. Kalau dirata-rata lagi, maka ada 422 orang pasien setiap hari di RSD dr. Soebandi, namun untuk pasien angka kesakitan akibat flu burung sendiri di RSD dr. Soebandi belum ada yang positif.3. Dampak kesehatan akibat penyakit

Dengan semakin meningkatnya angka kejadian flu burung pada unggas di kabupaten jember. Maka hal tersebut beresiko untuk menularkan kepada manusia sehingga nantinya dapat menyebabkan angka kualitas kesehatan menurun pada masyarakat Jember. 2.3 Situasi upaya kesehatan

1. Pelayanan kesehatan dasarPelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya peningkatan promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar. Puskesmas yang terdapat di kabupaten Jember yaitu sekitar 49 buah, Puskesmas Pembantu (Pustu) 133 buah, Puskesmas Keliling 28 buah, dan didukung oleh keberadaan Laboratorium 6 buah, Posyandu 2.755 buah. Tahun 2011, cakupan pasien rawat jalan di puskesmas sekitar 20,2 persen dari jumlah penduduk, yakni 474.246 orang. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan tahun 2010, di mana cakupan pasien rawat jalan mencapai 63,43 persen dari jumlah penduduk, yakni 1,519 juta orang. Sementara itu cakupan pelayanan rawat inap di puskesmas lebih kecil lagi, dan mengalami penurunan. Tahun 2010, cakupan pelayanan rawat inap sekitar 4 persen dari jumlah warga Jember atau sekitar 95.843 orang. Tahun 2011 terjadi penurunan tinggal 1,6 persen, atau sekitar 39.323 orang.2. Pelayanan kesehatan rujukanKabupaten Jember memiliki sejumlah rumah sakit rujukan namun salah satu rumah sakit yang digunakan sebagai rumah sakit rujukan adalah RSUD Dr. Soebandi Kabupaten Jember yang merupakan rumah sakit kelas B Non Pendidikan yang ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1162/Menkes/SK/IX/1992. RSUD ini adalah Unit Pelaksana Teknis Kabupaten sehingga merupakan milik Pemerintah Kabupaten Jember. Sejak tahun 1998 Rumah Sakit ini telah menjadi Rumah Sakit Swadana Daerah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 445.35 1140 tahun 1998.RSUD Dr. Soebandi ditetapkan menjadi rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah bagian timur Propinsi Jawa Timur meliputi empat Kabupaten sekitar Jember yaitu Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Lumajang dengan cakupan seluruh penduduknya sekitar 8 juta jiwa. Sebagai rumah sakit rujukan dengan letak RSUD Dr. Soebandi yang berada di tengah kota Jember cukup strategis karena berada pada titik sentral dari 4 (empat) Kabupaten diatas.Dengan demikian peranan rumah sakit ini cukuplah penting, karena lokasinya yang cukup jauh 200 km dari rumah sakit pusat rujukan Propinsi Jawa Timur yaitu RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Di kawasan timur daerah Jawa Timur merupakan kawasan yang rawan terjadi bencana alam misalnya: banjir, gelombang Tsunami, gunung berapi, serta jalur transportasi darat yang padat antara Surabaya dan Bali.Peningkatan status menjadi rumah sakit kelas B Pendidikan sudah sangat mendesak karena pada saat ini Universitas Jember telah mendirikan Program Studi Pendidikan Dokter. Adanya ikatan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Jember dengan Universitas Jember, bahwa RSUD Dr. Soebandi akan dijadikan rumah sakit pendidikan utama dan membangun jaringan dengan rumah sakit sekitar Kabupaten Jember sebagai rumah sakit pendukung, rencana kunjungan visitasi oleh DEPKES RI direncanakan pada akhir bulan Juni 2002. Sejak tahun 1992 RSUD Dr. Soebandi telah digunakan sebagai lahan praktek pendidikan dokter mudah dari Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya hingga sekarang ini.3. Pelayanan jaminan kesehatan masyarakatPemerintah indonesia melalui PERPRES No 12 tahun 2013 dalam Hertanto (2013) mengeluarkan jamian kesehatan yaitu jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperolaeh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada bulan januari 2014 jaminan kesehatan tersebut disahkan menjadi jaminan kesehatan nasional yang dikenal dengan istilah JKN. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat (PERMENKES No. 178 Th. 2013). Jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama pada JKN ini adalah puskesmas, rumah sakit pratama/klinik pratama/dokter praktek dan dokter gigi praktek.Namun adanya JKN ini menimbulkan banyak permasalahan diantaranya ternyata peredaran kartu semacam ini masih banyak yang belum sampai di tangan masyarakat. Sehingga, proses berobat untuk penerimanya masih harus menggunakan kartu lama, seperti Kartu Jamkesmas, Jamsostek maupun Askes Sosial.4. Pencegahan dan pemberantasan penyakitDalam hal pencegahan dan pemberantasan penyakit, kabupaten Jember telah berupaya dengan sangat keras untuk meminimalkan persebaran penyakit, terutama penyakit flu burung. Salah satunya yaitu dinas kesehatan dengan bekerjasama dengan dinas peternakan dan pertanian dalam mencegah dan mendeteksi dini penyakit flu burung. 2.4 Situasi sumber daya kesehatan

1. Sarana kesehatanAda langkah berani yang diambil oleh Pemkab Jember sejak 1 Januari 2006 lalu yakni menggratiskan rawat jalan bagi masyarakat di puskesmas, kebijakan tersebut mungkin baru ada di Kabupaten Jember dan hal tersebut belum pernah ada. Berobat gratis di puskesmas tersebut bukan hanya untuk masyarakat miskin tapi juga untuk semua kalangan, sehingga tidak alasan bagi masyarakat untuk tidak ada alasan untuk berobat ke puskesmas. Kebijakan rawat jalan gratis tersebut juga ditunjang dengan peningkatan dan pemeliharaan mutu lembaga pelayanan kesehatan, baik melalui pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) secara berkelanjutan dan pemeliharaan sarana medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.Hal ini menunjukan Program kesehatan yang dilakukan oleh Pemkab Jember cukup berhasil, seiring dengan tingginya kesadaran masyarakat untuk berprilaku hidup sehat baik masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan. Angka kunjungan masyakat ke puskesmas dengan adanya kebijakan rawat jalan gratis tersebut sangat tinggi, hampir setiap hari puskesmas disibukkan dengan banyaknya anggota masyarakat yang datang untuk mendapatkan pelayanan rawat jalan gratis.Selain menggratiskan rawat jalan di puskesmas, pada tahun 2006 lalu Pemkab Jember juga telah merintis keberadaan desa siaga dan hal tersebut sudah dilaksanakan di 116 desa pada tahun 2009. Masyarakat di pedesaan saat ini tidak lagi memanfaatkan sungai sebagai sarana mandi, cuci dan kakus (MCK), hal ini seiring dengan diluncurkannya program jambanisasi sehingga masyarakat saat ini lebih terbiasa dengan perlaku hidup sehat.2. Tenaga kesehatanTercatat Kabupaten Jember, Jawa Timur, hingga kini masih kekurangan pegawai negeri sipil (PNS) tenaga medis sebanyak 1.442 orang. penambahan jumlah tenaga medis karena kebutuhan bidan dan perawat di sejumlah pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) masih kurang untuk itu perlu ditambahkan.Setiap tahun, selalu mengusulkan penambahan ratusan tenaga medis yang dibutuhkan Pemkab Jember ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), namun kuota yang diberikan sangat terbatas.Data di BKD Jember tercatat jumlah pegawai negeri sipil (PNS) tenaga medis di Kabupaten Jember sebanyak 1.703 orang, di antaranya bidan sebanyak 357 orang, perawat sebanyak 1.018 orang, dan dokter umum sebanyak 89 orang.Kabupaten Jember belum memiliki PNS dokter spesialis gigi dan spesialis forensik. Kabupaten jember juga masih memerlukan sebanyak 234 bidan dan 602 perawat untuk ditempatkan di puskesmas.kebutuhan tenaga medis seperti bidan cukup banyak untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak karena banyak warga di pelosok desa yang menggunakan jasa dukun untuk melahirkan. 3. Pembiayaan kesehatanKesadaran masyarakat untuk mendapatkan jaminan kesehatan sepertinya cukup baik. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang mendaftar sebagai anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kantor cabang Jember. Tampak masyarakat Jember banyak yang mengantri di halaman kantor. BPJS, pihak BPJS membuatkan tenda untuk melayani masyarakat. Baik yang hendak mendaftar atau hanya untuk mendapatkan informasi. Hal ini menandakan antusiasme masyarakat untuk mendapatkan jaminan kesehatan.2.5 Perbandingan Indonesia dengan negara anggota ASEAN dan SEAROASEAN (Association of Southeast Asian Nations) merupakan sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggota, serta memajukan perdamaian di tingkat regional. Anggota ASEAN ada 10 negara yaitu Brunei Darussalam, Filipina (Philippines), Indonesia, Kamboja (Cambodia), Laos (Lao People's Democratic Republic), Malaysia, Myanmar, Singapura (Singapore), Thailand, dan Vietnam.

Berdasarkan pengelompokan negara menurut WHO, Indonesia termasuk dalam negara SEARO (South East Asia Region) bersama 10 negara lainnya, yaitu

Bangladesh, Bhutan, Korea Utara (Democratic People's Republic of Korea), India, Maladewa (Maldives), Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste. Perbandingan data/indikator kesehatan/yang terkait antar negara, baik dengan negara-negara ASEAN maupun SEARO, dilakukan untuk melihat posisi Indonesia terhadap negara-negara lain dalam kawasan yang sama.

1. KependudukanMenurut World Populations Data Sheet 2011, pada pertengahan tahun 2011,

Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak di antara 10 negara anggota ASEAN dengan jumlah penduduk 238,2 juta jiwa (data Estimasi Penduduk Sasaran Program Kesehatan 2011-2014 menyatakan estimasi penduduk Indonesia tahun 2011 berjumlah 241,18 juta jiwa). Dengan wilayah negara terluas, di antara negara ASEAN Indonesia selalu menempati peringkat satu negara dengan jumlah penduduk tertinggi. Sedangkan Brunei Darussalam memiliki jumlah penduduk paling rendah yaitu sekitar 0,4 juta jiwa (Kemenkes, 2011). Jika di kawasan ASEAN, Indonesia menempati peringkat pertama dengan jumlah penduduk terbesar, di kawasan SEARO Indonesia menempati peringkat kedua setelah India (dengan jumlah penduduk 1.241,3 juta jiwa). Selain Bangladesh yang berpenduduk 150,7 juta jiwa, 8 negara lainnya berpenduduk kurang dari 70 juta jiwa, bahkan terdapat 2 negara dengan jumlah penduduk kurang dari 1 juta, yaitu Bhutan (0,7 juta), dan Maladewa (0,3 juta). Dengan kepadatan penduduk sebesar 125 jiwa per km2, Indonesia di kawasan ASEAN berada pada peringkat ke-5 terpadat. Sedangkan di kawasan SEARO, Indonesia menempati peringkat ke-8 terpadat, atau peringkat ke-4 untuk negara dengan kepadatan paling rendah di antara 11 negara. Secara nasional, kepadatan penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk tahun 2010 adalah 124 jiwa per km2. Perkiraan laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 0,8%. Di kawasan ASEAN, Singapura dan Indonesia memiliki angka yang sama dan menduduki peringkat ke-4 dan ke-5 terendah untuk perkiraan laju pertumbuhan penduduk. Sedangkan bila dilihat dari kawasan SEARO, Indonesia menduduki peringkat ke-5 terendah dari 11 negara. Indonesia memiliki Angka Beban Tanggungan sebesar 52%. Ini berarti setiap 100 penduduk usia produktif di Indonesia menanggung 52 penduduk yang belum produktif dan yang dianggap tidak produktif lagi. Pada tahun 2011, di antara 11 negara SEARO, hanya Thailand dan Korea Utara termasuk negara dengan Angka Fertilitas Total berkategori rendah. Delapan negara: Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Bangladesh, Maladewa, Bhutan, India, dan Nepal termasuk dalam kategori sedang.2. Derajat kesehatanTahun 2010, lima negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Vietnam termasuk negara dengan Angka Kematian Bayi rendah. Empat negara, yaitu Filipina, Indonesia, Laos dan Kamboja termasuk kelompok sedang, sementara Myanmar masuk dalam kelompok negara yang memiliki Angka Kematian Bayi tinggi. Dari 10 negara anggota ASEAN, tidak ada yang masuk dalam kelompok angka kematian bayi sangat tinggi (>100 per 1.000 kelahiran hidup).Di antara negara-negara anggota ASEAN, pada tahun 2011 Myanmar, Laos dan Kamboja memiliki Angka Kematian Kasar tertinggi, yakni sebesar 8 per 1.000 penduduk, dan Brunei Darussalam memiliki Angka Kematian Kasar terendah, yakni 3 per 1.000 penduduk. Angka Kematian Kasar di negara-negara kawasan SEARO tidak terlalu berbeda dengan di ASEAN. Timor Leste dengan 10 kematian per 1.000 penduduk merupakan negara dengan Angka Kematian Kasar tertinggi, sementara terendah adalah Maladewa dengan 4 kematian per 1.000 penduduk. Pada tahun 2011, di Indonesia terdapat 6 kematian per 1.000 penduduk. Di kawasan ASEAN, Indonesia dan Filipina menduduki peringkat ke-4 terendah Angka Kematian Kasar; sedangkan di kawasan SEARO, Indonesia bersama-sama Sri Lanka, Nepal, dan Bangladesh menduduki peringkat ke-2 terendah. Di kawasan ASEAN, Indonesia dengan Angka Harapan Hidup waktu lahir 71 tahun menempati peringkat ke-6 tertinggi, sedangkan di kawasan SEARO menempati peringkat ke-4 tertinggi. 3. Upaya kesehatanKemunculan strain virus influenza yang baru pada manusia (strain H5N1) pertama kali terdeteksi di Hongkong. Akibatnya sebanyak 18 orang harus dirawat di rumah sakit, dan 6 di antaranya meninggal dunia. Ditemukan fakta pertama kali bahwa virus Avian Influenza dapat menular langsung dari unggas ke manusia. Sebelum tahun 1997, ilmuwan meyakini penularan virus influenza dari unggas ke manusia tidak terjadi secara langsung.Avian Influenza pertama kali masuk ke wilayah ASEAN pada tahun 2003 melalui Vietnam, 3 orang dinyatakan menderita penyakit tersebut dan seluruhnya meninggal. Sampai dengan akhir tahun 2011, 6 negara di wilayah ASEAN telah terinfeksi Avian Influenza yaitu Vietnam, Thailand, Indonesia, Laos, Myanmar dan Kamboja. Kasus pertama kali menyerang Vietnam dengan 3 korban yang keseluruhannya berakhir pada kematian. Tahun 2004 jumlah kasus meningkat menjadi 46 dengan 32 kematian. Pada tahun tersebut selain Vietnam, Thailand pun telah terinfeksi virus H5N1 ini. Akhir tahun 2005 jumlah penderita dan negara yang terinfeksi Avian Influenza terus bertambah, 90 orang menjadi korban. Namun kali ini jumlah kematian bisa ditekan, jika sebelumnya hampir 100% berakhir pada kematian, tahun 2005 dari 90 penderita 38 meninggal (CFR = 42,22%). Semenjak itu jumlah kasus Avian Influenza terus menurun, namun tidak demikian dengan angka kematiannya (CFR). Pada tahun 2009 terdapat 27 kasus dari 3 negara di ASEAN dengan 24 kematian (CFR = 88,89%). Tahun 2010, terjadi penurunan CFR menjadi 58,82% (17 kasus dengan 10 kematian), namun meningkat kembali pada tahun 2011 dengan CFR sebesar 90% (20 kasus dengan 18 kematian). Penyakit flu burung mulai menyerang manusia di kawasan SEARO pada tahun 2004, yaitu di Thailand. Negara-negara di SEARO yang terjangkit flu burung sejak 2005 adalah negara-negara yang juga tergabung dalam ASEAN. Negara-negara tersebut adalah Thailand dan Indonesia, serta Myanmar pada tahun 2007 dengan 1kasus. Selain negara SEARO yang juga negara ASEAN tersebut (Indonesia, Myanmar, dan Thailand), Bangladesh merupakan satu Negara SEARO yang memiliki kasus Avian Influenza. Sejak munculnya kasus Avian Influenza tahun 2003, Bangladesh tercatat 2 kali terinfeksi, yaitu 1 kasus pada tahun 2008 dan 2 kasus pada tahun 2011. Selama 2 tahun tersebut, tidak ada kematian akibat Avian Influenza di Bangladesh.Upaya kesehatan yang dilakukan adalah a. Imunisasi dan vaksinasiImunisasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian pada bayi dengan memberikan vaksin.

b. Sumber sanitasi dan air bersihPada tahun 2008, di antara 9 negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam tidak ada data), penduduk yang menggunakan sumber air bersih yang telah mencapai 80% atau lebih sebanyak 6 negara. Hanya Kamboja, Laos dan Myanmar dengan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air bersih kurang dari 80%. Persentase tertinggi dicapai Malaysia dan Singapura yaitu 100% dan terendah Laos dengan 57%. Pada tahun yang sama, di antara negara-negara di kawasan SEARO hampirseluruh negara dengan penduduk yang menggunakan sumber air bersih 80% atau lebih, kecuali Timor Leste dengan persentase sebesar 69%. Negara dengan persentase tertinggi adalah Korea Utara yaitu 100%. Dibandingkan persentase penduduk yang menggunakan sumber air bersih, maka persentase penduduk yang menggunakan sarana sanitasi sehat relatif rendah, masih terdapat 10 negara di kawasan ini dengan penduduk yang menggunakan sarana sanitasi sehat di bawah 80%.2.6 Analisis situasi

1. PerencanaanPemerintah dalam pengendalian avian influenza dan kesiapsiagaan mengahadapi pandemi influenza mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza pasal 1 berisi tentang Untuk percepatan pengendalian flu burung (avian influenza) dan peningkatan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza secara komprehensif dan terpadu, dibentuk Komite Nasional pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut Komnas FBPI. rencana strategis nasional pengendalian flu burung (avian influenza) dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza 2006-2008 adalah Penanganan flu burung virus at source adalah kunci keberhasilan dalam mengendalikan, mencegah timbulnya berbagai penyakit hewan/ternak terutama yang dapat menular kepada manusia (zoonosis). Selanjutnya, strategi yang perlu ditempuh adalah:

a. Pengendalian flu burung (AI Control);

b. Persiapan diri atau kesiapsiagaan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya pandemi influenza.

Pengendalian flu burung perlu dilakukan sesuai dengan standar internasional. Kepatuhan terhadap ketentuan/standar internasional ini sangat penting sehingga dampak terhadap kesehatan hewan, kemungkinan penularannya pada manusia dan penyebarannya ke daerah, wilayah dan negara lain dapat dihindari (eksternalities/transboundary). Dengan demikian langkah ini merupakan pertanggungjawaban bangsa dan negara Indonesia sebagai bagian dari Asia dan dunia internasional. Berkaitan dengan ini, maka langkah pengendalian flu burung ini merupakan upaya bersama dan perlu ditangani secara terpadu yang tertuang dalam program suatu negara, suatu wilayah, dan dunia yang terkait satu sama lain. Keadaan yang terjadi di Jember bahwa maslaah yang masih terjadi yaitu ketidakmampuan masyarakat dalam mengantisipasi kejadian flu burung. Hal ini dibuktikan dengan adanya 11 kecamatan di kabupaten jember yang positif flu burung pada unggas. Dengan adanya kasus tersebut maka masyarakat jember beresiko terhadap penyakit flu burung yang ditularkan oleh unggas kepada manusia.. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya kemitraan yang dibangun dengan masyarakat lokal. Program yang selama ini disusun masih belum berorientasi pada pemberdayaan masyarakat.2. Pengorganisasian

Sebagaimana sifatnya, flu burung adalah penyakit yang dapat melintas batas negara, dan akan lebih mudah melintas batas pulau apalagi batas wilayah dalam satu daratan/pulau. Untuk itu, maka seluruh stakeholders di bidang peternakan dan kesehatan perlu: a. pemerintah daerah menerapkan transparansi tentang kejadian di wilayahnya masing-masing;

b. segera melakukan tindakan yang diperlukan sesuai Rencana Strategis Nasional, dengan menggalang semua unsur di wilayahnya dan mencari dukungan dari sumber lain. Ketidak-terbukaan suatu daerah untuk dimonitor dan dilakukan surveilans tidak akan dapat mencegah penyebaran flu burung, dan bahkan akan mengakibatkan perkembangan yang tidak dapat dikendalikan yang dapat menimbulkan korban finansial dan sosial ekonomi bahkan korban manusia yang lebih besar. Dengan demikian, upaya bersama seluruh stakeholders di daerah dalam koordinasi pemerintah daerah adalah suatu keharusan.

Sehubungan dengan itu, dengan momentum penanganan flu burung ini, sistem kesehatan hewan (veterinary services) dan sistem kesehatan manusia harus direvitalisasi dan diperkuat secara menyeluruh dan terpadu. Dalam kaitan ini Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan bertanggungjawab secara teknis dalam pengaturan dan pelaksanaannya, dan secara bersama-sama dengan Kepala Daerah memfungsikan kedua sistem ini di setiap wilayah Republik Indonesia. Dengan berfungsinya kedua sistem ini maka monitoring keadaan di masyarakat dapat dilakukan deteksi dan respon dini. Selanjutnya, dengan dukungan berbagai instansi dan pihak-pihak terkait sebagaimana diuraikan secara rinci dalam strategi-strategi yang sudah disusun penanganan masalah flu burung dapat dilaksanakan.

Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Rencana Strategis Nasional dalam era desentralisasi ini adalah bahwa peran Pimpinan Daerah dalam wilayah otonomnya sangat besar untuk dapat menerapkan Rencana Strategis ini setiap daerahnya. Tanggung jawab dan kebersamaan dalam pelaksanaan di setiap daerah dan wilayah merupakan kunci sukses pencapaian tujuan Rencana Srategis ini. Untuk itu, Pimpinan Daerah merupakan penanggungjawab utama pelaksanaan Rencana Strategis di daerah dan wilayahnya masing-masing. Dalam keadaan mendesak khususnya pada saat urgent dan emergency yaitu apabila pandemi influenza sudah dapat diperkirakan waktu terjadinya, maka diperlukan jalur koordinasi/komando yang jelas. Sistem komando seperti ini sudah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah dan PP No. 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Di setiap tingkat kewilayahan diatur sistem komando di tingkat Gubernur dan Bupati.

Mekanisme koordinasi/ komando yang disarankan (Gambar 4) adalah dalam setiap wilayah pemerintahan terdapat satu Tim Koordinasi AI-PI baik di tingkat kabupaten/kota maupun di propinsi, masing-masing beranggotakan wakil-wakil dari seluruh stakeholders, baik dari instansi teknis, perguruan tinggi, pelaku usaha dan masyarakat. Tim ini diketuai oleh Pimpinan Daerah. Di tingkat Pusat, Tim Koordinasi diketuai oleh Menko Kesra dengan anggota dari seluruh pihak terkait yang bertanggungjawab untuk memonitor perkembangan dan melaporkan respon cepat yang diperlukan kepada Presiden sehingga keputusan dapat secara cepat diambil dan dilaksanakan. Tanggung-jawab berbagai instansi terkait dilakukan mengikuti matriks yang disusun untuk setiap strategi. Dengan demikian seluruh strategi yang sudah disusun untuk pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan pandemi influenza akan berhasil dilaksanakan.

Selain itu, Komnas FBPI yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden bertugas untuk:a. Menetapkan kebijakan dan rencana strategis nasional serta pedoman umum pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung (avian influenza) serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza;

b. Menetapkan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung (avian influenza) serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza;

c. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung (avian influenza) pada hewan dan manusia serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza;

d. Mengendalikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan strategi nasional pengendalian flu burung (avian influenza) dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza, serta menetapkan langkahlangkah penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam kegiatan pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung (avian influenza) serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza;

e. Mengkoordinasikan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan masalah flu burung (avian influenza) pada hewan dan manusia;

f. Memberikan arahan kepada Komite Provinsi dan Komite Kabupaten/Kota dalam rangka pencegahan, pengendalian dan penanggulangan flu burung (avian influenza) serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza.

Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Komnas FBPI, Gubernur dan Bupati/Walikota membentuk Komite Provinsi dan Komite Kabupaten/Kota Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. Komite Provinsi dan Komite Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Gubernur untuk Komite Provinsi dan Bupati/Walikota untuk Komite Kabupaten/Kota. Komite Provinsi dan Komite Kabupaten/Kota merumuskan kebijakan, strategi dan langkahlangkah yang diperlukan dalam rangka pencegahan, pengendalian dan penanggulangan flu burung (avian influenza) serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza di wilayahnya sesuai kebijakan, strategi dan pedoman serta arahan yang ditetapkan oleh Komnas FBPI. Komite Provinsi dan Komite Kabupaten/Kota melaporkan secara berkala pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Komnas FBPI.

Di kabupaten Jember, program yang dibangun kurang menjalin kemitraan dengan pihak terkait baik itu Toga atau Toma atau lintas sektor seperti sektor pertanian dan peteernakan. Peran Toga dan Toma dapat menjadi jembatan bagi dinas keseahatan, dinas peternakan dan peternakan. Disini peran Toma dan Toga penting karena banyak masyarakat lebih mempercayai Toma dan Toga. Selain itu pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat jember dilakukan jika sudah terjadi banyak kejadian unggas yang mati mendadak. Serta tidak ada pengawasan dari Dinkes dan dinas peternakan dalam mengawasi penyakit yang bersifat zoonosis.3. Pengarahan

Pengendalian Flu Burung dan antisipasi pandemi dilakukan dalam kerangka desentralisasi. Pelaksanaan pengendalian Flu Burung merupakan langkah terintegrasi, lintas sektor, lintas program dan terpadu secara vertikal maupun horizontal. Pengembangan jejaring pengendalian flu dan kesiapsiagaan pandemi influenza dilakukan pada setiap tingkat unit operasional, baik nasional, regional dan internasional.

Upaya penanggulangan Flu Burung di Jawa timur didasarkan pada SK tim penggulangan Flu Burung dan SK pembentukan Komda Flu Burung Jawa Timur dan Pergub tentang penanganan Flu Burung. Kegiatan yang dilakukan untuk penanggulangan Flu Buung di Jawa Timur yaitu dengan berkoordinasi dengan dinas peternakan pada saat kematian unggas melalui telpon dan surat, sosialisasi , pelatihan penanggulangan Flu Burung, penatalaksanaan kasus, baik seseorang dalam investigasi maupun suspek dan surveilans Epidemiologi.

Pada tahun 2008, Dinas Kesehatan Kabupaten Jember telah melatih perwakilan dari PMI sebanyak 25 orang, dari PP Muhammadiyah sebanyak 136 orang untuk dijadikan sebagai relawan dan sudah tersebar di 17 kecamatan guna mengamati kematian unggas (Radarinvestigasi, 2008). Tahun 2011, di Dusun Karang Baru, Desa Silo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember terjadi kematian ayam mendadak akibat terjangkit flu burung atau virus H5N1. Menurut Kasi Pengamatan Penyakit Hewan Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jember, Siti Nurul Hayati, awalnya petugas menemukan sebanyak 71 ekor ayam yang mati mendadak, kemudian bertambah menjadi 76 ekor dan terakhir tercatat sebanyak 89 ekor ayam yang dinyatakan positif terjangkit flu burung. Pada tahun 2014 virus avian influenza ditemukan menjangkiti unggas di tiga kecamatan wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Tiga kecamatan itu meliputi Jenggawah, Balung, dan Puger. Kecurigaan munculnya virus H5N1 ini berawal dari laporan matinya ayam peliharaan Mujidin, warga Desa Wonojati, Jenggawah. Dalam sepekan terakhir beberapa ayamnya mati secara tiba-tiba. Menurut Daddy Kusdriana, Kepala Dinas Peternakan Jember, bangkai ayam Mujidin positif terjangkit virus Flu Burung setelah dilakukan rapid test. Kasus serupa juga ditemukan di Desa Tutul Balung dan Bagon, Kecamatan Puger. Sejumlah unggas ditemukan positif mengidap H5N1. Tindakan yang dilakukan Dinas Peternakan yaitu dengan pemusnahan unggas dan melakukan penyemprotan disinfektan dengan tujuan antisipasi penyebaran virus flu burung. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa pembentukan relawan atau kader penyakit Avian Influenza dikatakan belum optimal kinerjanya dalam upaya pencegahan dan pengendalian Avian Influenza di daerah Jember. Selain itu tidak adanya program pelatihan petugas teknis lapangan dalam pengendalian penyakit Avian Influenza oleh pemerintah, hal ini terlihat dengan adanya perilaku masyarakat yang belum melakukan perawatan terhadap kandang hewan dan melakukan desinfeksi secara maksimal, dan tindakan tersebut hanya dilakukan bila sudah terjangkit virus Avian Influenza. Sistem peringatan dini secara terpadu dalam proses pemberian bimbingan dan arahan pada masyarakat belum terlaksana dengan baik oleh tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan peternakan. Penyelidikan epidemiologik dan pelaksanaan surveilans oleh tenaga kesehatan yang belum optimal dan pelaksanaan penyelidikan epidemiologik maupun surveilans, baru dilaksanakan ketika kasus Flu Burung ditemukan. Hal ini mengakibatkan peran aktif masyarakat dalam program pencegahan dan pengendalian Avian Influenza masih dikatakan rendah sehingga menyebabkan masyarakat khawatir dengan penyebaran virus Avian Influenza.

4. Pengawasan

Pengawasan merupakan apliksai dari tindakan keperawatan. Aktivitas yang terjadi selama pengawasan adalah proses pengevaluasian sejauhmana implementasi rencana kegiatan yang telah dilakukan, pemberian masukan dan pembuatan prinsip-prinsip organisasi melalui pembuatan standar, perbandingan kinerja dengan standar, dan memperbaiki kekurangan. Hal tersebut dilakukan dengan cara monitoring dan evaluasi mengenai

a. Laporan kasus Flu Burung