referat avian influenza

34
BAB I PENDAHULUAN Flu Burung (Avian Influenza/ AI) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kerugian ekonomis dan juga dapat berdampak terhadap kehilangan nyawa pada manusia, sehingga penyakit flu burung dikelompokkan pada penyakit kategori I, yaitu penyakit strategis. Penyakit Avian Influenza adalah penyakit yang sudah lama terkenal di seluruh dunia, penyakit ini dapat menyebabkan banyak kematian unggas di suatu daerah sehingga dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi peternak. Selain itu Avian Influenza merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ( zoonosis ) sehingga pencegahan dan penganggulangan terjadinya penyakit ini perlu mendapat perhatian dan tindakan yang tepat. Suatu jenis influenza unggas baru, yang dikenal sebagai influenza A H5N1, pertama kali diperhatikan di Hong Kong pada tahun 1997 mengakibatkan 18 orang positif terinfeksi dengan 6 orang meninggal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Braunwald, dkk; 2003). Burung-burung yang bermigrasi merupakan hospes reservoir utama dalam penyebaran H5N1 keseluruh dunia. Burung-burung tersebut akan singgah pada sebuah daerah dan menginfeksi unggas- unggas domestik di daerah tersebut. Beberapa unggas tidak menununjukkan gejala terinfeksi H5N1 walaupun dia sebenarnya telah terinfeksi. Bebek domestik merupakan salah satu contoh unggas yang tidak menunjukkan gejala meskipun ia telah terinfeksi 1

Upload: rainrainychan

Post on 08-Dec-2015

67 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Flu burung atau avian influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus H5N1 yang merupakan subtipe dari virus influenza (flu) tipe A. Avian influenza sendiri sebenarnya bisa dibagi lagi ke dalam beberapa subtipe, misalnya subtipe yang paling patogen adalah H5N1, H7N3, H7N7, dan H9N2, namun virus flu burung yang umumnya dikenal dan yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan karena infeksinya yang menyebar luas hampir ke seluruh dunia adalah H5N1. Virus H5N1 merupakan jenis virus dengan struktur genetik RNA. Virus H5N1 telah banyak melakukan mutasi genetik yang menghasilkan belasan virus patogenik tinggi. Namun, kesemuanya itu termasuk ke dalam genotif Z virus avian influenza termasuk pada virus H5N1 yang menyerang manusia

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Avian Influenza

BAB I

PENDAHULUAN

Flu Burung (Avian Influenza/ AI) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan

kerugian ekonomis dan juga dapat berdampak terhadap kehilangan nyawa pada manusia,

sehingga penyakit flu burung dikelompokkan pada penyakit kategori I, yaitu penyakit strategis.

Penyakit Avian Influenza adalah penyakit yang sudah lama terkenal di seluruh dunia,

penyakit ini dapat menyebabkan banyak kematian unggas di suatu daerah sehingga dapat

mengakibatkan kerugian yang besar bagi peternak. Selain itu Avian Influenza merupakan

penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ( zoonosis ) sehingga pencegahan dan

penganggulangan terjadinya penyakit ini perlu mendapat perhatian dan tindakan yang tepat.

Suatu jenis influenza unggas baru, yang dikenal sebagai influenza A H5N1, pertama kali

diperhatikan di Hong Kong pada tahun 1997 mengakibatkan 18 orang positif terinfeksi dengan 6

orang meninggal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Braunwald, dkk;

2003).

Burung-burung yang bermigrasi merupakan hospes reservoir utama dalam penyebaran

H5N1 keseluruh dunia. Burung-burung tersebut akan singgah pada sebuah daerah dan

menginfeksi unggas-unggas domestik di daerah tersebut. Beberapa unggas tidak menununjukkan

gejala terinfeksi H5N1 walaupun dia sebenarnya telah terinfeksi. Bebek domestik merupakan

salah satu contoh unggas yang tidak menunjukkan gejala meskipun ia telah terinfeksi H5N1. Hal

ini semakin menambah tingginya risiko manusia untuk terjangkit H5N1, (WHO, 2005).

WHO pada bulan November 2004 menyatakan bahwa pada serbuan pertama pandemi

wabah H5N1 ini sebagian besar negara berkembang tidak bisa mengakses vaksin sehingga

pandemi diperkirakan akan menyebar dan meluas dengan cepat. Pandemi adalah sebuah kejadian

luar biasa yang efeknya mampu berpengaruh pada semua sektor kehidupan termasuk sektor

sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, sebuah langkah penanganan dan pencegahan yang tepat

sangat diperlukan terkait ancaman pandemi virus mematikan H5N1 yang terjadi saat ini, (WHO,

2005.1

1

Page 2: Referat Avian Influenza

BAB II

PEMBAHASAN

ETIOLOGI

Flu burung atau avian influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus

H5N1 yang merupakan subtipe dari virus influenza (flu) tipe A. Avian influenza sendiri

sebenarnya bisa dibagi lagi ke dalam beberapa subtipe, misalnya subtipe yang paling patogen

adalah H5N1, H7N3, H7N7, dan H9N2, namun virus flu burung yang umumnya dikenal dan

yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan karena infeksinya yang menyebar luas hampir

ke seluruh dunia adalah H5N1. Virus H5N1 merupakan jenis virus dengan struktur genetik RNA.

Virus H5N1 telah banyak melakukan mutasi genetik yang menghasilkan belasan virus patogenik

tinggi. Namun, kesemuanya itu termasuk ke dalam genotif Z virus avian influenza termasuk pada

virus H5N1 yang menyerang manusia.2

H5N1 berarti subtipe dari permukaan antigen yang tampak pada virus, yaitu

hemagglutinin tipe 5 dan neuraminidase tipe 1. Genotif Z merupakan genotif yang dominan pada

H5N1. Genotif Z endemik pada burung-burung di wilayah asia tenggara dan menunjukkan

ancaman pandemik yang berkepanjangan. Virus influenza tipe A memiliki 10 gen dengan 8

pembagian molekul RNA yaitu:2

a. PB 2 (polimerase basic 1)

b. PB1 (polimerase basic 2)

c. PA (polimerase acidic)

d. HA (hemagglutin)

e. NP (nukcleoprotein)

f. NA (neuraminidase)

g. M1 dan M2 (matrix)

h. NS1 dan NS2 (non-structural)

RNA yang terpenting ada 2, yaitu HA dan PB1. HA memproduksi antigen pada

permukaan yang berperan pada proses transmisi virus. Sementara iru, PB1 memproduksi

molekul viral polimerase yang merupakan penentu derajat virulensi virus.

Molekul RNA HA berisi gen HA bertugas mengkode hemagglutinin. Hemagglutinin

adalah antigenik glikoprotein yang ditemukan pada pemukaan virus influenza. Hemagglutinin

juga merupakan molekul yang akan mengikat virus pada sel ketika virus menginfeksi sel dengan

2

Page 3: Referat Avian Influenza

cara mengaitkan diri. PB1 betugas untuk mengkode PB1 protein dan PB1-F2. PB1 protein sangat

dibutuhkan pada viral polimerase. Sementara itu, PB-F2 berkontribusi dalam penetuan derajat

petogenik virus karena ia mengkode jalan alternatif untuk membuka bingkai PB RNA dan akan

berinteraksi dengan 2 komponen pada pori-pori membran permiabilitas mitokondria.

EPIDEMIOLOGI

Suatu jenis influenza unggas baru, yang dikenal sebagai influenza A H5N1, pertama kali

diperhatikan di Hong Kong pada tahun 1997 mengakibatkan 18 orang positif terinfeksi dengan 6

orang meninggal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Braunwald, dkk;

2003).

Burung-burung yang bermigrasi merupakan hospes reservoir utama dalam penyebaran

H5N1 keseluruh dunia. Burung-burung tersebut akan singgah pada sebuah daerah dan

menginfeksi unggas-unggas domestik di daerah tersebut. Beberapa unggas tidak menununjukkan

gejala terinfeksi H5N1 walaupun dia sebenarnya telah terinfeksi. Bebek domestik merupakan

salah satu contoh unggas yang tidak menunjukkan gejala meskipun ia telah terinfeksi H5N1. Hal

ini semakin menambah tingginya risiko manusia untuk terjangkit H5N1, (WHO, 2005).1

WHO pada bulan November 2004 menyatakan bahwa pada serbuan pertama pandemi

wabah H5N1 ini sebagian besar negara berkembang tidak bisa mengakses vaksin sehingga

pandemi diperkirakan akan menyebar dan meluas dengan cepat

Sampai dengan saat ini jarang sekali ditemukan kasus infeksi H5N1 dari manusia ke

manusia.Sampai dengan tahun 2006 WHO memperkirakan hanya 2 sampai 3 kasus infeksi H5N1

dari manusia ke manusia. Manusia yang terinfeksi H5N1 umumnya karena ia melakukan kontak

langsung secara ekstensif dengan unggas yang terinfeksi.

Kasus infeksi H5N1 dari manusia ke manusia pernah terjadi di Sumatra yang dilaporkan

pada bulan Juni 2006. Kasus tersebut terjadi pada satu keluarga yang salah satu anggota

keluarnya terjangkit H5N1 kemudian setelah itu anggota keluarga lain dilaporkan terjangkit pula.

Namun, kasus tersebut sangat jarang terjadi dan belum bisa dipastikan bahwa H5N1 tersebut

menyebar dari manusia ke manusia.1

Virus H5N1, seperti virus flu pada umumnya, sangatlah mudah bermutasi atau

berevolusi. Jika virus H5N1 menginfeksi manusia, maka kemungkinan terjadinya pertukaran

genetik antara gen virus dengan gen manusia selama co infeksi sangatlah mungkin terjadi dan

secara berangsur-angsur akan terjadi mutasi adaptif dari virus sehingga membentuk cluster kecil

3

Page 4: Referat Avian Influenza

virus jenis ini. Hal ini akan sangat berbahaya sebab kemungkinan terjadinya infeksi dari manusia

ke manusia akan semakin besar kemungkinanya untuk terjadi.

PATOFISIOLOGI

Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat pathogen virus AI, yaitu :

1. Protein hemaglutinin (HA), yang terdapat pada permukaan virus. Adanya “cleavage

site” pada protein HA akan meningkatkan sifat pathogen virus AI. Protein HA juga

berperan dalam proses infeksi virus ke dalam sel dengan cara berinteraksi secara

langsung dengan reseptor di permukaan sel hospes. Selain itu protein HA juga

berfungsi dalam perpindahan virus dari satu sel ke sel lain. Melalui cara akumulasi

mutasi pada HA, maka virus AI bisa meningkat daya penularannya.

2. Gen Nonstruktural Protein (gen NS). Keberadaan gen NS akan menciptakan virus

yang kebal terhadap dua faktor yang berkaitan dengan sistem imun tubuh, yaitu

interferon (IFN) dan “tumor necrosis factor alpha (TNF-α), yang memiliki peran anti

virus. Hasil uji coba menunjukkan bahwa bahwa virus rekombinan yang memiliki NS

yang berasal dari virus pathogen, seperti H1N1 berhasil menghambat ekspresi gen

yang diregulasi oleh interferon.

Virus AI dikeluarkan oleh unggas penderita lewat cairan hidung, mata dan feses. Unggas

peka akan tertular bisa secara kontak langsung dengan ungga s penderita maupun secara tidak

langsung melalui udara yang tercemar oleh droplet yang dikeluarkan hidung dan mata atau

muntahan penderita. Tinja yang mongering dan hancur menjadi serbuk yang mencemari udara

yang terhirup oleh manusia atau hewan lain,kemungkinan juga merupakan cara penularan yang

efektif. Tinja, dan muntahan penderita yang mengandung virus seringkali mencemari pakan, air

minum, kandang dan peralatan kandang akan menularkan penyakit dari unggas penderita ke

unggas pekadalam satu flok kandang.

Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di mana

virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung

memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa

akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor

spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus

berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha

2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel di mana didapatkan residu asam sialat yang 4

Page 5: Referat Avian Influenza

dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan

dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan

pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI

tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung

reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan

dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat

memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas

untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam

sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi virus

18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel

yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis.

Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan

inklusi.3

GEJALA KLINIS

Tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti terkena

flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas. Dalam

perkembangannya kondisi tubuh dengan sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera

ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi.4

Masa inkubasi penyakit, dimana saat mulai terpapar virus hingga mulai timbul gejala

sekitar 3 hari dengan rentang 2 hingga 5 hari. Sebagian besar penderita mengalami produksi

dahak yang meningkat, 30% diantaranya dahaknya bercampur darah. Diare dialami oleh 70%

penderita. Semua penderita menunjukkan limfopenia dan sebagian besar penderita mengalami

trombositopenia.4

Dalam penegakan diagnosis, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang digunakan sesuai

dengan temuan klinis yang didapatkan pada penderita pada tahapan dan waktu tertentu, yaitu:

a. Kasus observasi :

Panas > 380C dan > 1 gejala berikut :

- Batuk

- Radang tenggorokan

- Sesak napas yang pemeriksaan klinis dan laboratoriumnya sedang berlangsung3

5

Page 6: Referat Avian Influenza

b. Kasus suspect (kasus tersangka) :

Demam > 380C dan > 1 gejala berikut :

- Batuk

- Nyeri tenggorokan

- Sesak napas3

dan salah satu di bawah ini :

- Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtype-nya,

- kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang confirmed,

- kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit,

- bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel dari

orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza

- hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi

spesifik pada 1 spesimen serum3

c. Kasus probable :

Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

o Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan

pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda

o Hasil laboratorium terbatas untuk Influensa H5 menggunakan neutralisasi tes

o Dalam waktu singkat menjadi penumonia berat/gagal napas/meninggal dan terbukti tidak

ada penyebab lain.3

d. Kasus confirmed (kasus pasti) :

● Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1), atau,

● hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5, atau,

● peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4 kali

● hasil dengan IFA positif untuk antigen H5.3

Kelompok Risiko Tinggi

Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah :

o Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Perternakan)

6

Page 7: Referat Avian Influenza

o Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit

o Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir)

o Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum

diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir.

o Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.3

Kriteria Rawat

● Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) sesak napas dengan frekuensi napas ≥

30 kali/menit, 2) Nadi ≥ 100 kali/menit. ada gangguan kesadaran, 3) kondisi umum lemah

● Suspek dengan leukopeni

● Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni

● Kasus probable dan confirm.3

Kematian dan komplikasi biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan. Komplikasi

yang didapatkan pada penderita influenza A H5N1 adalah sindroma Reye (1 penderita),

gangguan fungsi hepar pada pemeriksaan biokimia darah (6 penderita), pansitopenia (2

penderita), gagal ginjal (3 penderita), hemoragi pulmonal (1 penderita), kegagalan pernafasan

akut (6 penderita), dan syok septik (1 penderita). Tidak dijumpai adanya infeksi sekunder oleh

bakteri patogen (Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau Staphylococcus

aureus) diketahui dari biakan sekresi saluran nafas, cairan pleura, dan darah. Dari 12 kasus ini, 5

penderita meninggal dengan gangguan multiorgan kendati sudah diberikan perawatan intensif.

Komplikasi berat tampaknya dijumpai pada penderita dengan usia lebih tua, sudah lama

bergejala sebelum dirawat di rumah sakit, dengan pneumonia, leukopenia, dan limfopenia.5,6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran Radiologi

Foto Toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral, dapat ditemukan gambaran infiltrat

di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Paling banyak ditemukan

konsolidasi multifokal; efusi dan limfadenopati dapat selalu dilihat, begitu pula dengan

perubahan cystic. Penampakan penyakit pada radiologi lebih awal memberikan prediksi

7

Page 8: Referat Avian Influenza

yang bagus dari mortalitas, termasuk penemuan konsisten dengan acute respiratory

distress syndrom (ARDS), seperti difus, ground glass appearance bilateral.3,7

Pada foto toraks, semua penumonia memperlihatkan tanda-tanda radiologis yang

positif. Gambaran penumonia pada foto toraks sama seperti gambaran konsolidasi

radang. Jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru

tersebut akan tampak putih pada foto Roentgen. Kelainan ini dapat melibatkan sebagian

atau seluruh lobus (pneumonia lobaris) atau berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli

secara tersebar (bronkopneumonia). Gambaran radiologisnya memperlihatkan bayangan

homogen berdensitas tinggi pada satu segmen, lobus paru atau pada sekumpulan segmen

lobus yang berdekatan, berbatas tegas.8

Studi yang dilakukan investigator dari Universitas Oxford, U.K., mengemukakan

bahwa konsolidasi pulmonar yang cukup buruk pada foto X-ray adalah prediktor survival

yang baik. Pada radiografi dada dapat menunjukkan satu atau banyak infiltrat.9,10

Foto X-ray dada tidak patognomonik untuk flu burung tetapi dapat

memperlihatkan adanya infeksi secara umum. Riwayat kontak dengan burung dan

penyakit yang bertambah buruk, memberikan tanda-tanda radiografi dari penyebaran

infeksi pada paru adalah kunci dari mengidentifikasi penyakit.9

Pada studi foto X-ray yang dipelajari sebelumnya oleh ahli radiologi independen

dari Vietnam dan U.K. Ahli radiologis ini memisahkan paru pada masing-masing

radiografi menjadi 3 zona, masing-masing adalah ketiga panjang bagian craniocaudal dari

paru. Mereka kemudian memisahkan masing-masing zona paru pada 3 segmen dan

memberi tingkatan skor konsolidasi dari 0 – 18. Skor 0 diberikan pada jaringan paru yang

menunjukkan tidak ada tanda konsolidasi. Skor 18 diberikan pada saat keadaan abnormal

terjadi bilateral dan difus. Paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan tes flu

burung yang positif adalah konsolidasi multifocal.9

Gambaran foto X-ray dada memperlihatkan banyak konsolidasi pada paru pada 9

pasien yang meninggal karena terinfeksi dengan flu burung, pada studi yang

dipresentasikan di pertemuan RSNA 2005. Penemuan-penemuan ini lalu dibandingkan

dengan penemuan foto X-ray dada pada lima pasien yang bertahan setelah terkena

penyakit ini. Di antara yang meninggal, skor konsolidasi paru meningkat 10 dengan

sedikitnya 4 area yang terlibat di paru pada masing-masing pasien.

8

Page 9: Referat Avian Influenza

Gambaran pneumonia progresif meningkat dengan tingkat mortalitas tinggi telah

diobservasi khususnya pada laporan kasus yang terlambat. Kebanyakan gambaran

radiologi yang abnormal adalah infiltrasi pneumonik yang banyak dengan segmental dan

distribusi multifokal, paling banyak terlokalisasi di bagian bawah dari paru-paru.11

Pemeriksaan Ultrasonografi

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi dan mengukur efusi pleura dan

konsolidasi di paru. Konsolidasi paru pada USG tampak seperti struktur jaringan

hiperechoic dan dengan wedge-shaped. Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa

ultrasound paru memiliki tampilan yang tinggi untuk mendiagnosis konsolidasi alveolar

dan berguna untuk menuntun biopsi paru perkutaneus.12

Pemeriksaan CT-Scan

Gambaran menyebar atau bercak pada ground-glass ditambah dengan konsolidasi

adalah gambaran umum pada CT-scan. Nodul sentrilobuler kecil menunjukkan

perdarahan alveolar mungkin terlibat. Jarang terjadi efusi pleura. Pada sebuah studi,

gambaran CT-scan menunjukkan konsolidasi ruang udara atau ground-glass dengan

distribusi lobuler.13

Gambaran Histopatologi

Paru-paru secara tipikal menunjukkan kerusakan alveolar yang difus. Pada kasus dengan

waktu penyakit yang pendek (< 10 sampai 12 hari), menunjukkan fase inflamasi eksudatif dari

kerusakan alveolar difus (edema, eksudat fibrosa, pembentukan membran hialin) adalah

predominan. Pada kasus dengan pemanjangan waktu penyakit, merubah konsistensi dengan fase

proliferatif fibrosa (mengatur kerusakan alveolar yang difus) dan tingkat fibrosis akhir (fibrosis

interstitial) telah diperlihatkan.14

Pemeriksaan Laboratorium

Untuk uji konfirmasi dilakukan ;

- Kultur dan identifikasi virus H5N1.

- Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.

- Uji serologi, yang meliputi:

1).Immunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan

menggunakan antibodi monoklonal influenza H5N1

2).Uji netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1

sebanyak 4 kali dalam serum

9

Page 10: Referat Avian Influenza

3) Uji penapisan:

a). Rapid test untuk mendeteksi influenza A

b). HI Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1

c). Enzyme immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.

Selain itu dilakukan pemeriksaan :

- Hematologi : hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. Umumnya

ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif, dan trombositopeni.

- Kimia : Albumin/globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase, analisa gas darah.

Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan

kreatinin, peningkatan kreatinin kinase, sedangkan analisa gas darah dapat normal atau

abnormal.3

DIAGNOSIS BANDING

Severe Acute Respiratory Syndrome

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran

napas yang disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan gejala klinis yang berat.

SARS secara klinis lebih banyak melibatkan saluran napas bagian bawah, dibandingkan

dengan saluran napas bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah

sasaran yang lebih banyak terkena daripada trakea ataupun bronkus.3

Manifestasi utama SARS adalah gejala penyakit paru seperti batuk-batuk kering

disertai sesak yang semakin lama semakin berat. Sering pula ditemukan ronchi pada basal

paru saat pemeriksaan fisis.14

Gambaran radiologis yang paling banyak ditemukan adalah ground glass

opacification yang tidak menutupi gambaran pembuluh darah dibawahnya, yang dapat

muncul unilateral atau bilateral. Konsolidasi paling sering terjadi pada lapangan paru

perifer serta bagian basal dan bagian tengah paru, namun konsolidasi dapat berlanjut ke

daerah sentral paru. Konsolidasi yang didapatkan dengan air bronchograms sign

ditemukan pada beberapa pasien tetapi konsolidasi lobaris tidak ditemukan. Tidak

ditemukan pula efusi pleura atau pembesaran hilar.15

Pneumonia Bakterial

10

Page 11: Referat Avian Influenza

Pneumonia bakterial disebabkan oleh infeksi patogen pada paru-paru dan dapat

timbul sebagai proses penyakit primer atau proses akhir penyakit dari seseorang yang

telah lemah. Pneumonia lebih jauh lagi dikategorikan sebagai community-acquired

pneumonia (CAP) atau hospitalized atau institutional-acquired pneumonia (HAP atau

IAP).16

Air bronchograms dapat dievaluasi saat terinfeksi S. pneumoniae. Konsolidasi

terbuka dan air bronchograms sign saling berhubungan dengan insidens tinggi dari

bakteriemia. Legionella memiliki predileksi di lapangan bawah paru, sedangkan

klebsiella memiliki tendensi untuk muncul pada lapangan atas paru.16

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah : istirahat, peningkatan daya tahan tubuh,

pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi,

immunomodulator.3 Antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama.

Adapun pilihan obat :

1. Penghambat M2 :

a. Amantadin (symadine)

b. Rimantidin (flu-madine), dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5

hari

2. Penghambatan neuramidase (WHO) :

a. Zanamivir (relenza)

b. Oseltamivir (tami-flu), dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu.3

Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :

● Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg 5 hari, simptomatik dan

antibiotik jika ada indikasi.

● Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari, antibiotik

spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus

pneumonia berat, ARDS, respiratory care di ICU sesuai indikasi.3

Sumber lain menyebutkan bahwa penderita flu burung perlu rawat inap di bangsal isolasi atau

ICU tergantung beratnya kasus. Bangsal isolasi khusus ditata untuk penyakit menular kasus berat

11

Page 12: Referat Avian Influenza

seperti flu burung. Terdapat pintu masuk khusus, ruang ganti pakaian, ruang perawatan serta

pintu keluar yang berbeda dengan pintu masuk. Tersedia pakaian khusus, masker, kaca mata

pelindung, sarung tangan dan pelindung kaki. Petugas perawat telah melakukan standard

universal precaution.

Semua penderita yang telah memenuhi kriteria flu burung dan telah diseleksi di triage IGD

untuk dirawat paling sedikit 1 minggu, karena ditakutkan ada transmisi lewat udara.7

1. Tindakan di bangsal isolasi

• Oksigenasi, pertahankan saturasi O2 > 90%

• Hidrasi, pemberian cairan parenteral (infus)

• Terapi simptomatis untuk gejala flu seperti analgetika/antipiretika, dekongestan dan antitusif

• Amantadine/ Rimantadine (obat penghambat haemaglutinin) diberikan awal infeksi 5

mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Namun ini tidak dianjurkan lagi karena resistensi virus H5N1

yang cepat terjadi terhadap obat ini.

• Oseltamivir/ Zanamivir (obat penghambat neurominidase) 75 mg 2 kali sehari. Pemberian

selama 5 hari.

2. Perawatan di Ruang Rawat Intensif (ICU)

Indikasi untuk dikirim ke ICU bila didapatkan tanda :

• Frekuensi napas > 30x/menit

• Sesak napas yang berat

• Rasio PaO2 < 250

• Foto thoraks terjadi penambahan infiltrat > 50%

• Sistolik < 90 mmHg, diastolik < 60 mmHg

• Membutuhkan ventilator mekanik (gagal napas)

• Membutuhkan vasopressor (dopamin/dobutamin) > 4 jam

• Syok septik

• Fungsi ginjal memburuk (kreatinin > 4 mg/dl).7

12

Page 13: Referat Avian Influenza

Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan

dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).3

PENCEGAHAN, PENGENDALIAN, DAN PEMBERANTASAN\

Prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan

Avian influenza atau flu burung ini, adalah:

- Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI

- Menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular (menghilangkan virus AI dengan

dekontaminasi/disinfeksi)

- Meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi

- Menghilangkan sumber penularan virus, dan

- Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)

- Menjauhkan unggas dari pemukiman manusia untuk mengurangi kontak penyebaran

virus

- Segera memusnahkan unggas yang mati mendadak dan unggas yang jatuh sakit utnuk

memutus rantai penularan flu burung, dan jangan lupa untuk mencuci tangan setelahnya.

- Laporkan kejadian flu burung ke Pos Komando Pengendalian Flu Burung di nomor 021-

4257125 atau dinas peternakan-perikanan dan dinas kesehatan daerah tempat tinggal

anda.

Dalam pelaksanaannya, dapat dilakukan melalui 9 tindakan yang merupakan satu kesatuan

satu sama lainnya yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:

- Peningkatan biosekuriti

- Vaksinasi

- Depopulasi (pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular

13

Page 14: Referat Avian Influenza

- Pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas

- Surveillans dan penelusuran (tracking back)

- Pengisian kandang kembali (restocking)

- Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru

- Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)

- Monitoring dan evaluasi

Yang harus dilakukan untuk melindungi peternakan pada saat tidak terjadi wabah AI :

Menjaga agar ternak unggas dalam kondisi baik, antara lain, mempunyai akses ke air

bersih dan makanan yang memadai, kandang yang memadai, menerima produk-produk

yang bebas cacing dan sudah divaksinasi

Menjaga ternak agar selalu berada di lingkungan yang terlindung

Memeriksa barang-barang yang masuk ke dalam peternakan

Melaksanakan biosecurity yang baik dan tepat

Yang harus dilakukan untuk melindungi peternakan pada saat terjadi wabah AI :

Memelihara ternak di tempat yang terlindungi

Tidak membeli atau menerima hewan baru ke dalam peternakan

Membatasi dan mengendalikan orang yang masuk ke peternakan

Membersihkan pekarangan, membersihkan kandang, peralatan, sepeda motor (alat

transportasi) secara berkala

Manajemen litter/kotoran ayam yang baik.

Diperlukan kontrol yang ketat dan tindakan pencegahan penyakit untuk menekan kejadian

penyakit AI dan penularan AI ke manusia. Kontrol dan tindakan pencegahan yang penting

dilakukan secara rinci dijelaskan di bawah ini.

14

Page 15: Referat Avian Influenza

1. Sanitasi

Menghindari kontak dengan ternak penderita dan bahan-bahan yang terkontaminasi tinja

dan sekret unggas serta reservoir virus, dengan beberapa langkah, yaitu alat-alat yang digunakan

dalam peternakan dibersihkan, dicuci dengan deterjen dan didesinfeksi. Di lingkungan kandang

peternakan, desinfektan yang bisa digunakan berupa campuran Kalium Permanganat (KMnO4),

dengan formalin. Hal ini dilakukan pada kandang yang tertutup rapat, dengan cara mencampur 7

gram KMnO4 dengan 14 ml formalin untuk tiap 1 meter kubik kandang. Pada saat desinfeksi,

suhu ruangan harus tidak lebih dari 15 derajat Celcius, kelembaban relative 60 sampai dengan 80

persen. Bejana diisi lebih dahulu dengan KMnO4, ditambah larutan formalin, pintu dan ventilasi

ditutup rapat selama 7 jam, sehingga desinfeksi akan sempurna. Setelah selesai, pintu dan

ventilasi kembali dibuka agar udara segar masuk dan menghilangkan bau tak sedap. Kaporit 5%

juga sering digunakan untuk menyemprot kandang dan kerangka sarang, tempat pakan dan

kendaraaan. Untuk sterilisasi alat-alat dan meja kerja di pabrik pakan, RPH dan pengolahan

daging sering digunakan sodium hipoklorida (NaOCl) yang dengan cepat membunuh virus dan

tidak menimbulkan residu atau bau tidak sedap. Cairan soda kostik 94% yang dicampur air dan

dipanaskan menjadi larutan 1% sampai 2% digunakan untuk mencuci hamakan lantai, dinding

kandang, RPA, pabrik pengolahan pakan, kendaraan. Setelah 6 -12 jam obat disemprotkan,

dibersihkan dengan air bersih. Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan

dsn setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran pencernaan unggas

harus menggunakan pelindung berupa masker dan kacamata renang. Mengkonsumsi daging dan

telur yang dimasak sampai matang sempurna. Virus AI peka terhadap panas, pada suhu 70

derajat Celsius mati selama 2 sampai dengan 10 menit. Tidak perlu panik, daging unggas, telur

dan produk olahan yang sudah matang serta dijual dipasar boleh dikonsumsi. Melaksanakan

15

Page 16: Referat Avian Influenza

kebersihan lingkungan dan kebersihan diri dengan cara mandi setelah bekerja bagi kelompok

rawan.

Pembatasan import ayam dari negara-negara wabah, seperti Thailand, Hongkong dan

Vietnam dan dilakukan pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi. Meningkatkan pemantauan

epidemik terhadap burung migran guna menemukan sumber asal wabah flu burung, seperti

beberapa pulau : Pulau Rakit Utara, Gosong dan rakit Selatan atau Pulau Biawak yang menjadi

tempat persinggahan burung dari Australia dan Eropa. Di pulaupulau tersebut jutaan ekor burung

tinggal dalam waktu cukup lama, 2 – 2,5 bulan, kawin dan berproduksi, menetaskan telur.

2. Vaksinasi

Vaksin unggas yang dibuat harus cocok dengan virus yang akan mewabah, karena vaksin

untuk infeksi sub tipe virus tertentu tidak efektif digunakan sebagai vaksin untuk infeksi sub tipe

virus lain. Oleh karena virus influenza mudah berubah sifat, maka sangat penting upaya bisa

memprediksi virus yang akan mewabah guna pembuatan vaksin. Hal ini tentunya diperlukan

tenaga ahli di bidang epidemiologi dan juga peralatan laboratorium yang memadai. Unggas yang

sehat yang berada sekitar 5 kilometer sekitar daerah wabah harus divaksinasi darurat. Pada

manusia, orang yang beresiko mendapat flu burung harus mendapatkan pencegahan dengan

oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 1 minggu. Meskipun vaksinasi yang digunakan tidak

efektif terhadap virus H5N1, namun akan mengurangi resiko penyusunan ulang nateri genetik

dari virus influenza manusia dan burung di tubuh manusia, dengan kata lain akan mencegah

pembentukan tipe baru virus influenza yang lebih ganas.

Kelompok individu yang dianjurkan vaksinasi menurut WHO adalah :

16

Page 17: Referat Avian Influenza

a) Semua orang yang kontak dengan ternak atau peternakan yang dicurigai atau diketahui terkena

virus AI (H5N1), khususnya orang yang melakukan kontak dengan hewan/ternak yang

terjangkit/mati akibat AI, orang-orang yang tinggal dan bekerja pada peternakan dimana

dilaporkan atau dicurigai terkena AI atau di tempat pemusnahan ternak penderita.

b) Para pekerja kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien yang diketahui atau

dicurigai menderita H5N1 (c) jika jumlah vaksin memadai, maka para pekerja kesehatan dalam

unit gawat darurat di area terjangkit H5N1 pada unggas bisa diberikan.

3. Eliminasi

Eliminasi penyakit dilakukan dengan upaya karantina, pemotongan dan pemusnahan,

dekontaminasi, desinfeksi, yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di Tiongkok,

semua unggas dalam radius 3 kilometer di sekitar daerah wabah harus dimusnahkan guna

memberantas flu burung yang berbahaya.

4. Isolasi

Tindakan isolasi dilakukan dengan mencegah penularan dari flok unggas yang terinfeksi

ke flok lain, membatasi lalu lintas orang dan barang dari dan ke peternakan yang terinfeksi guna

mencegah penularan penyakit ke peternakan dan wilayah lain.

5. Biosekuritas

Biosekuritas merupakan hal yang utama dalam kontrol dan pencegahan penyakit AI.

Pencegahan penularan virus H5N1 dari unggas ke manusia dibagi dalam 2 kelompok :

1. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang):

Menggunakan pelindung (Masker, kacamata renang, sarung tangan) setiap berhubungan

dnegan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas

17

Page 18: Referat Avian Influenza

Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.

Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung

Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).

Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.

Membersihkan kotoran unggas setiap hari.

Imunisasi.

3. Masyarakat umum:

Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.

Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :

a) Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)

b) Memasak daging ayam sampai dengan suhu 80 °C selama 1 menit dan pada telur

sampai dengan suhu ?64°C selama 4,5 menit.

Basuh tangan sesering mungkin, peternak sebaiknya juga melakukan disinfeksi tangan

(dapat dengan alcohol 70%, atau larutan pemutih / khlorin 0,5% untuk alat2 / instrumen)

Melakukan pengamatan pasif terhadap kesehatan mereka yang terpajan dan keluarganya.

Memperhatikan keluhan-keluhan seperti Flu, radang mata, keluhan pernafasan.1,4,18

PROGNOSIS

Berdasarkan jurnal“Avian Influenza A (H5N1) Infection in Humans”, prognosis dari

infeksi H5N1 tergolong buruk. Berdasarkan data yang di dapat, angka kematian di Thailand

sebesar 89% dan banyak terjadi pada anak-anak yang berumur dibawah 15 tahun. Kematian rata-

rata terjadi anatara 9-10 hari setelah penyakit muncul (rentan 6-30 hari) dan kebanyakan pasien

meninggal karena kegagalan sistem pernafasan.18

Sumber lain juga mengatakan prognosis dari kasus infeksi H5N1 tergolong buruk, sebab

dari kasus yang telah terjadi pada tahun 2008, angka kematian akibat infeksi H5N1 adalah 18

Page 19: Referat Avian Influenza

sebesar 63,27%. Angka kematian yang cukup tinggi untuk sebuah penyakit infeksi. Sampai

sekarangpun perkiraan case mortality rate menurut WHO untuk kasus ini masih tinggi, yaitu

sebesar 60%.18

BAB III

KESIMPULAN

19

Page 20: Referat Avian Influenza

Flu burung atau avian influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus

H5N1 yang merupakan subtipe dari virus influenza (flu) tipe A. Kasus infeksi H5N1 pada

manusia pertama kali terjadi di Hong Kong, China pada tahun 1997 mengakibatkan 18 orang

positif terinfeksi dengan 6 orang meninggal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk

Indonesia. Burung-burung yang bermigrasi merupakan hospes reservoir utama dalam penyebaran

H5N1 keseluruh dunia. sehingga Pandemi diperkirakan akan menyebar dan meluas dengan

cepat.

Gejala khusus yang muncul yaitu demam tinggi (temperatur permukaan mencapai lebih

dari 38° C). Diare, vomiting, sakit perut, sakit pada pleura dan perdarahan pada hidung dan gusi

juga beberapa kali dilaporkan terjadi pada pasien dengan infeksi tahap awal.infeksi virus H5N1

pada beberapa kasus juga menimbulkan gejala seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, pegal-

pegal pada otot, conjungtivitis, kedinginan, muntah, sakit kepala, keluhan saat bernapas dan

pneumonia.

Metode yang bisa digunakan untuk mendiagnosis keberadaan H5N1 dalam tubuh adalah

dengan mendeteksi RNA virus dengan means conventional atau reaksi sewaktu transkip rantai

polymerase dan tes serologi. Spesimen yang bisa digunakan untuk melakukan uji diagnosis

adalah sputum, darah, faces, dan ingus

Sampai saat ini belum ada treatment atau pengobatan yang memliki efektifitas tinggi

untuk kasus infeksi H5N1. Oseltamivir (dengan nama dagang tamiflu) dan Relenza (zanamivir)

hanya dapat digunakan untuk menghambat penyebaran virus H5N1.

Prognosis dari infeksi H5N1 tergolong buruk, terbukti angka kematian di Thailand

sebesar 89%, dan angka kematian di dunia menurut WHO mencapai 60%.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Referat Avian Influenza

1. Bombang H, Wahyudin B. Flu burung (avian influenza). Jurnal medikal nusantara.

[online]. 2005. [cited 20 September 2015]. Volume 26. No.3. 216-21. Available from

URL: http://med.unhas.ac.id/Datajurnal/tahun2005vol26/vol26No.30k.

2. Ghafar A, dkk. Update on Influenza A (H5N1) Virus Infection in Humans. The New

England Journal of Medicine; N Engl Med 2008;358:261-73. Diakses tanggal 20

September 2015.

3. Nainggolan L, Rumende CM, Pohan HT. Influenza burung (avian influenza). Dalam:

Sudoyo A,eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Volume 3. Edisi 4. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

h.1719-26.

4. Judarwanto, W. Penatalaksanaan flu burung pada manusia. Dalam: Jurnal kedokteran

dan F\farmasi dexa media. No 4. Volume 18. Jakarta; 2005. h.171-3.

5. Sapoetra A. Infeksi virus influenza A H5N1. Dalam: Ebers papyrus jurnal kedokteran

dan kesehatan fakultas kedokteran Universitas Tarumanegara. Volume 10 No 2. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara; 2004. h.117-21.

6. Radji M. Avian influenza A (H5N1): patogenesis, pencegahan dan penyebaran pada

manusia. Dalam: Majalah ilmu kefarmasian. Volume III. No 2. Jakarta; 2006. h.55-65.

7. Bennet NJ. Avian influenza. [online]. 2008 January 6th. [cited 2015 September 20].

Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/238049.

8. Budjang N. Radang paru yang tidak spesifik. Dalam: Ekayuda I,eds. Radiologi

diagnostik. Edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru; 2005. h.100-7.

9. Sandrick K. X-rays Can predict survival after exposure to avian flu. [online]. 2006.

[cited 2015 September 20]. Available from URL: http://www.diagnosticimaging.com.

10. Anonim. Avian influenza. In: Lopez FA. Slaven EM. Stone SC,eds. Infectious diseases

emergency department diagnosis and management. 1st ed. USA: The McGraw-Hill

Companies, Inc; 2007. p.404-5.

11. Baya A, Etlikb B, Onera AF, et al. Radiological and clinical course of pneumonia in

patients with avian influenza H5N1. In: European journal of radiology. [online]. 2007.

[cited 2015 September 20]. Volume 61. 245-50. Available from URL:

http://ejr.com/volume61issue2.

21

Page 22: Referat Avian Influenza

12. Bouhemad B, Mao Zhang, Qiu Lu, Jean. Clinical review : bedside lung ultrasound in

critical care practice. [online]. 2007. [cited 2015 September 21]. Available from URL:

http://ccforum.com/content/11/1/205.

13. Kim, AE.Lee, KS.L, Steven. Viral pneumonia in adults: radiologic and pathologic

findings. Radiographic journal. [online]. 2002. [cited 2015 September 21]. Volume 22.

137-49. Available from URL:

http://radiographics.rsnajnls.org/cgi/content/full/22/suppl_1/S137.

14. Korteweg C, Jiang Gu. Pathology, moleculer biology, and pathogenesis of avian

influenza A (H5N1) infection in humans. The american journal of pathology. [online].

2007, December 18. [cited 2015 September 21]. Volume 172. 1155-70. Available from :

http://www.ajp.amjpathol.org/cgi.

15. Chen K, Rumende CM. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Dalam: Sudoyo

A et.al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006;

h.1722-5

16. Cheung CW, Yiu MWC, Leong LLY, Chan FL. Clinical and radiological features of

SARS in Hongkong. [online]. 2005. [cited 2015 September 21]. Available from URL:

http://www.diagnosticimaging.com

17. Stephen, JM. Pneumonia bacterial. [online]. 2008. [cited 2015 September 21].

Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/807707.

18. WHO. 2005. Responding to The Avian Influenza Pandemic Threat; Recomended

Strategic Action. WHO/CDS/CSR/GIP/2005.8. Diakses tanggal 7 Maret 2010

22