alternatif kebijakan dan strategi:...

24
0 ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: PENGENDALIAN WABAH AI PADA USAHA PETERNAKAN AYAM SKALA KECIL DI INDONESIA KERJASAMA PENELITIAN PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN (PSEKP) DAN INTERNATIONAL DEVELOPMENT FOR RESEARCH CENTER (IDRC) 2008 Alternatif Kebijakan dan Strategi

Upload: nguyendien

Post on 03-Mar-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

0

ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI:PENGENDALIAN WABAH AIPADA USAHA PETERNAKAN AYAM SKALA KECIL DI INDONESIA

KERJASAMA PENELITIANPUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN (PSEKP)DANINTERNATIONAL DEVELOPMENT FOR RESEARCH CENTER (IDRC)2008

Alternatif Kebijakan dan Strategi

Page 2: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

1

PENGENDALIAN WABAH AI PADA USAHA PETERNAKAN AYAM SKALA KECIL DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia memberikan perhatian yang besar terhadap wabah AI (Flu Burung)

terhadap beberapa negara di Asia antara lain Indonesia, China, Thailand dan

Kambodja. Saat ini, adalah tahun ke enam setelah wabah AI meledak pertama kali di

China, keempat negara tersebut masih sedang mengalami wabah AI walaupun pada

lokasi-lokasi tertentu. Dunia mengkhawatirkan perkembangan wabah AI di Asia

mengingat penularan AI kepada manusia dan antara manusia dengan manusia yang

pada akhirnya dapat berjangkit ke seluruh dunia. Indonesia, saat ini, menjadi pusat

perhatian dunia karena korban manusia yang meninggal akibat AI menduduki

peringkat tertinggi di dunia.

Indonesia harus mempertimbangkan banyak hal dalam kemampuan

mengendalikan wabah AI secara integratif, efektif dan adil, karena industri

perunggasan menjadi tumpuan hidup masyarakat banyak seperti penyediaan

lapangan kerja, sumber pendapatan serta industri dan perdagangan bahan pangan.

Indonesia yang saat ini mempunyai masalah penyediaan lapangan kerja bagi jutaan

penduduk menganggur dan miskin, maka pembangunan industri peternakan unggas

merupakan pilihan jawaban yang sangat baik saat ini.

Oleh karena itu, walaupun wabah AI sangat berbahaya bagi manusia, namun

pemerintah diharapkan bersiakp bijaksana dalam berbagai tindakan pengendalian AI

untuk tidak mengabaikan dampaknya terhadap faktor sosial ekonomi peternak.

WHO/FAO/OIE merekomendasikan perlunya dikembangkan One Health System

dalam pembangunan industri peternakan unggas, yang mempunyai pengertian

menekankan azas kesehatan manusia dan hewan1.

Wabah AI yang terjadi di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2006, secara

nyata mempunyai dampak sosial ekonomi yang luas terhadap industri unggas

khususnya peternak kecil dan pengusaha rumah potong ayam skala kecil dan para

pedagang pada semua level. Dalam masa wabah tersebut sekitar 11 juta ekor ayam

1

Krisnamurthi, B. 2008. Mencari Jawaban Yang Lebih Baik Untuk Menangani Flu Burung. Makalah Yang Disampaikan Dalam Seminar Tanggal 4 September 2008. KOMNAS FLU BURUNG. Jakarta.

Page 3: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

2

telah dimusnahkan, sekitar 60 persen peternak ayam menghentikan usahanya pada

tahun 2005. Dampak AI baik secara langsung maupun tidak langsung telah

menyebabkan produksi ayam turun sampai 60 persen. Indonesia yang mentargetkan

bebas AI tahun 2009 tidak dapat terealisasi karena sampai Februari 2009 masih

terjadi wabah flu burung diberbagai tempat.

Tujuan penulisan ini adalah membuat disain kebijakan pengendalian AI dan

bagaimana implementasinya (networking antar sektor pemerintahan dan swasta)

untuk mengurangi kerugian sosial ekonomi akibat wabah dan pengendalian AI.

Bahan-bahan, data dan informasi yang digunakan adalah seluruhnya berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh PSEKP2dan 3 dan 4 .

Rumusan Tentang Usaha Unggas Skala Kecil

FAO membagi industri peternakan unggas atas 4 sektor yakni5: (a) Sektor 1,

adalah Perunggasan Terintegrasi yang menerapkan biosekuriti secara sangat ketat

(high level bioscurity), (b) Sektor 2 adalah Peternakan Komersial yang melakukan

pemeliharaan dalam ruangan tertutup dan menerapkan biosekuriti secara moderat, (c).

Sektor 3 adalah Peternakan Rakyat (Small farmers), melaksanakan biosekuriti secara

terbatas, karena masalah biaya sedangkan perkandangan terbuka, sehingga terjadi

hubungan dengan unggas liar dan (d) Sektor 4, yakni Peternak Tradisional (back

yard), yakni pemelihartaan ternak tanpa menggunakan kandang dan manajemen

intensif dan biosekuriti tidak ada sama sekali. Wabah AI terutama menyerang sektor

3 dan 4 dan khusus pada tahun 2006 dan 2007, wabah AI pada umumnya hanya

terjadi pada sektor 4.

Fokus penelitian ini adalah Usaha Unggas Skala Kecil. Secara praktis tidak

mudah menentukan apa yang dimaksud dengan peternak kecil. Berdasarkan

klasifikasi FAO, peternak kecil masuk dalam sektor 3 sedangkan peternak halaman

rumah (back yard) berada dalam sektor 4. Di Indonesia sulit membedakan antara

peternak kecil dan halaman rumah berdasarkan kriteria FAO tersebut. Peternak skala

kecil banyak dilakukan di halaman rumah dan ternak yang dipelihara relatif

2

PSEKP. 2008. Socio-economic Impacts of HPAI Outbreaks and Control Measures on Small-scale and Backyard Poultry Producers in Asia. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor

3PSEKP. 2004. Evaluasi Program Penggendalian dan Pemberantasan serta Dampak Ekonomi Wabah Penyakit

Avian Influenza. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.4PSEKP. 2005. Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production System in

Indonesia, with Particular Focus on Independent Smallholders5 FAO. 2005. Lembaran FAO. Bangkok.

Page 4: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

3

mempunyai manajemen yang lebih baik dibandingkan pemeliharaan ayam halaman

rumah yang dimaksud oleh klasifikasi FAO. Demikian juga dengan peternak peternak

sektor 2 dan 3 sering sulit dibedakan karena kriteria FAO tidak mempersoalkan skala

usaha tetapi lebih pada sistem biosecurity yang diterapkan.

Untuk menghindarkan kesulitan itu, maka kita perlu membangun suatu

struktur peternakan unggas berdasarkan Manajemen dan Skala Usaha ke dalam 5

sektor yakni A, B, C, D dan E. Struktur berdasarkan manajemen dan skala usaha ini

disebut versi PSEKP (Tabel 1). Posisi sektor 1, 2, 3 dan 4 versi FAO juga telah

dimasukan ke dalam Tabel 1 tersebut sehingga dapat dilihat perbedaaan dan

kesamaan antara kedua versi tersebut. Kita dapat menggunakan salah dari kedua

metoda itu sesuai dengan kebutuhan, tetapi akan lebih ideal jika menggunakan

keduanya. Tujuan tulisan ini adalah mendisain suatu konsep dan strategi kebijakan

pengendalian wabah AI khusus untuk menyelamatkan peternak kecil pada sektor 3

versi FAO atau sektor C dan D versi PSEKP. Rancangan kebijakan ini diharapkan

menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Disain Kebijakan Pengendalian

Wabah AI Tingkat Nasional.

Tabel 1. Pembagian Sektor Menurut Bentuk Usaha dan Sistem Produksi Industri Unggas Versi PSEKP

USAHA

PEMBIBITAN USAHA PEMELIHARAAN

Sektor A Sektor B Sektor C Sektor D Sektor E

PEMBIBITAN KOMERSIAL KOMERSIL

MENENGAH

KOMERSIAL SKALA KECIL BACKYARD (NON PROFIT)

MANDIRIBERMITR

A

POSISI VERSI FAOSektor I Sektor I dan II

Sektor II dan

III

Sektor III

dan IVSektor III Sektor IV

SKALA USAHAIndustri, komersil,

Inti >100 000 ekor >30 000 <30 000 <30 000 1-100 ekor

Komponen Agribisnis Terintegrasi

Penuh

Terintegrasi

SebagianTidak Tidak Tidak Tidak

a. Modal Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Kerjasama tidak adab. Pakan Sendiri Sendiri Beli Beli Kerjasama tidak adac. DOC Sendiri Sendiri/Beli Beli Beli Kerjasama sendiri/belid. Pemasaran Hasil Sendiri Sendiri Pedagang Sendiri Kerjasama Sendiri

SISTEM PEMELIHARANa. Intensif Ya Ya Ya ya ya -b. Semi Intensif - - - - - ya c. Ekstensif - - - - - ya

PRODUKSIa. DOC PS dan FS Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidakb. DOC Komersil Ya tidak/ya Tidak Tidak Tidak Tidakc. Grower Layer Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya

c. Ternak Hidup Tidak Tidak Ya Ya Ya Yad. Karkas Ya Ya ya Tidak Tidak Tidake. Telur Konsumsi Ya Ya Ya Ya Ya Ya

f. Telur Tetas Ya Tidak Tidak tidak/ya Tidak Tidak

Page 5: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

4

II. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN GAGASAN RESTRUKTURISASI

Peranan pemerintah sangat menentukan dalam keberhasilan pengendalian

wabah AI, karena wabah AI tidak saja menyangkut usaha peternakan tetapi juga

menyangkut industri perunggasan, kesehatan lingkungan dan jaminan hasil unggas

yang ASUH. Peranan pemerintah sangat diperlukan karena menyangkut kebijakan

publik, menyangkut kepentingan keseluruhan masyarakat. Jadi, konsep dan kebijakan

serta program pengendalian wabah AI yang seperti apapun canggihnya, tidak akan

bermanfaat jika hal itu semua hanya sekedar wacana. Kita telah mempunyai

pengalaman ketika pertama kali AI menyerang ternak unggas pada medio tahun 2003,

namun pemerintah tidak melakukan kebijakan apapun, akibatnya wabah AI dalam

waktu singkat menyebar menjangkau sebagian besar wilayah Indonesia. Kerugian

yang terjadi sangat besar. Sampai sekarang, masih belum diketahui peternakan mana

yang pertama kali6 terserang tersebut. Kita memang seharusnya mengetahui,

perusahaan macam apa yang pertama mengalami serangan flu burung supaya dapat

diketahui bagaimana cara terjadinya penularan itu.

Struktur dan Kebijakan Industri Peternakan Unggas

Indonesia melalui kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1976

telah berhasil mengembangkan semua kelengkapan industri perunggasan terutama

ayam ras antara lain perusahaan pembibitan, perusahaan pabrik pakan, perusahan

obat-obatan ternak dan perusahaan pengolahan hasil ternak. Indutri pembibitan pada

awalnya terbatas pada pemeliharaan induk ayam Parent Stock (PS) dalam bentuk

skala komersil untuk menghasilkan doc final stock (FS) kemudian dalam waktu

dalam waktu 10 tahun berkembang dengan memelihara ayam induk Grand Parent

Stock (GPS). Sampai saat ini Indonesia belum mampu menghasilkan breed sendiri,

karena itu perkembangan industri peternakan di Indonesia sangat tergantung pada

import bibit.

Tahun 2003 jumlah ayam petelur mencapai 85 juta dan ayam broiler sekitar

250 juta ekor yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia terutama pulau. Jawa dan

Sumatera masing-masing 45 persen dan 30 persen dari total populasi. Produksi telur

6 Diwyanto, K. 2007. Flu Burung: Jangan Bohong, Jangan Berlebihan. Makalah Yang Diedarkan Dalam Workshop

Restrukturisasi Sistem Peternakan, Januari 2007 di Bogor. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandami Influenza. Komnas FBPI Regional Bogor.

Page 6: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

5

mencapai 701.203 ton (701 ribu ton) pertahun dan produksi broiler mencapai 819 juta

ton. Produksi telur dan broiler diperkirakan telah memenuhi permintaan efektif

dalam negeri. Pertumbuhan populasi ayam petelur dan broiler relatif mulai melambat

karena pertumbuhan pendapatan yang relatif lambat dan kesulitan pengembangan

perekonomian dalam negeri.

Pertumbuhan pabrik pakan dan pembibitan menurut Statistik Peternakan

(2003), BPS (1990) dan data Forum Masterindo (1998) dan Asosiasi Obat Hewan

Indonesia yakni Asohi (1998) sebagai berikut: Pertumbuhan produksi pakan

mengalami penurunan sekitar 55 persen pada tahun 1998 sebagai akibat dampak

krisis ekonomi tahun 1997. Industri pabrik pakan kembali pulih pada tahun 2000 dan

mencapai produksi normal kembali pada tahun 2002. Pada saat ini terdapat sebanyak

59 buah pabrik pakan dengan kapasitas ijin 4.2 juta ton per tahun, beberapa di

antaranya merupakan modal PMA. Sekitar 80 persen produksi pakan merupakan

kontribusi 8 perusahaan pabrik pakan di Indonesia7. Dari sisi finansial, beberapa

perusahaan pabrik pakan merupakan usaha terintegrasi dengan perusahaan

pembibitan, perusahaan produksi peternakan dan pengolahan hasil. Dalam

operasinya, perusahaan perusahaan ini tidak mempunyai hubungan yang terintegrasi

satu sama lain dalam alokasi input dan output peternakan, namun mereka mempunyai

kaitan erat dalam menguasai pasar input dan output. Sistem industri peternakan ayam

ras yang berkembang seperti itu diduga menjadi penyebab mengapa biaya produksi

unggas dalam negeri relatif tinggi.

Peran Perusahaan Komersil Skala Kecil

Sebagaimana umumnya perkembangan komoditas pertanian yang memiliki

sifat permintaan yang elastis selalu dimulai dari skala rakyat sehingga menjadi usaha

komersil sejalan dengan perkembangan ekonomi. Perkembangan industri

perunggasan di Indonesia yang dimulai tahun 1967 di arahkan untuk membangun

struktur budidaya atau produksi dalam bentuk usaha rakyat. Menurut UU Peternakan

1967, peternakan merupakan usaha rakyat, artinya skala komersil tidak

diperkenankan masuk. Tujuan utama pengembangan perusahaan peternakan di

Indonesia adalah meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan para

peternak komersil skala kecil. Hal ini sangat penting karena Indonesia menghadapi

masalah tingkat penggangguran dan kemiskinan yang relatif tinggi.

7Yusdja dan Pasandaran, 2000.

Page 7: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

6

Tahun 1980 berdasarkan pusat data Persatuan Peternakan Unggas Indonesia

(PPUI) tercatat sekitar 80.000 peternak ayam petelur dengan skala usaha yang pada

umumnya di bawah 2500 ekor ayam petelur8. Namun pada tahun 1990, peran usaha

rakyat semakin susut 55 persen dan usaha komersil menjadi 45 persen. Ternyata

desakan permintaan yang sangat cepat telah mendorong pertumbuhan perusahaan

komersil yang terintegrasi dalam skala besar yang sebenarnya dilarang oleh

pemerintah. Pertumbuhan perusahaan komersil terintegrasi ini sulit untuk dicegah,

maka pada tahun 1990, pemerintah mencabut Keppres 50/1981 dan menerbitkan

kebijakan baru yakni Keppres 22/90 yang pada dasarnya mengizinkan usaha komersil

dalam budidaya ternak ayam ras dengan catatan harus melakukan kontrak farm

dengan peternak rakyat dan 60 persen dari produksi ditujukan untuk ekspor. Dengan

strategi ini, pemerintah berharap usaha rakyat tetap dapat dipelihara dan

dikembangkan, sementara kebutuhan konsumsi telur dan daging ayam dapat

dipenuhi.

Namun pada akhir tahun 2003 terjadi krisis outbreak AI yang sangat

merugikan perusahaan peternakan. Sebagian besar perusahaan komersil yang

diserang wabah AI adalah perusahan komersil mandiri, karena mereka yang pada

umumnya memliki kemampuan finansial yang rendah dalam melaksanakan

bioskuriti. Kriris AI memberikan dampak sangat buruk kepada sebagian besar

perusahan komersil. Tidak tersedia data, berapa jumlah dan posisi usaha rakyat yang

mandiri tersebut, namun dapat dipastikan bahwa jumlah peternakan mandiri terus

menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, diperkirakan usaha rakyat hanya

sekitar 30 persen dan usaha komersil meningkat menjadi 70 persen9.

Peran Sumbangan Produksi dan Lapangan Kerja

Tinjauan peternakan unggas di atas memperlihatkan bahwa usaha peternakan

rakyat perlu didukung karena mempunyai peran besar dalam pemecahan masalah

kesempatan kerja dan sumber pendapatan. Dalam perkembangan awal, permintaan

akan hasil unggas mengalami pertumbuhan sangat cepat, sehingga produksi harus

didorong tinggi pula sehingga mendorong penanaman investasi skala besar dalam

bentuk usaha-usaha komersil. Tahun 1980 industri rakyat berperan sebesar 65 persen

dari total produksi unggas sedangkan tahun 1995 telah menurun menjadi 35 persen, 8 (Poultry Indonesia, 1980)9 Pinsar (2006). Makalah yang disampaikan dalam pertermuan dengan PSE KP.

Page 8: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

7

pada saat ini tahun 2009 berdasarkan data statistik peranan industri rakyat

diperkirakan tinggal sebesar 25 persen. Usaha unggas skala kecil diperkirakan sekitar

20 ribu rumah tangga yang menjadikan usahanya sebagai usaha utama. Sebagian

besar mereka tidak lagi mendapat perlindungan oleh pemerintah seperti pada masa

lalu. Menurut data Direktorat Peternakan10 diperkirakan jumlah orang yang hidup

dalam perusahaan komersil sekitar 385 ribu orang. Jumlah ternak yang dipelihara

oleh kelompok ini adalah 19.9 juta ekor layer (44 persen) dari populasi nasional dan

38.3 juta ekor broiler (15 persen dari total populasi nasional).

Pada umumnya, 90 persen pasar untuk Jakarta dikuasai usaha komersil. Usaha

komersil tidak saja menguasai pasar tetapi juga menguasai jalur distribusinya

sehingga pendatang baru akan sulit memasuki jaringan pasar yang sudah tertutup itu.

Perdagangan broiler tampaknya telah diatur oleh para pedagang besar yang

jumlahnya hanya beberapa orang. Mereka mengatur tingkat harga broiler sedemikian

rupa supaya tetap stabil pada tingkat yang tinggi. Ada kecenderungan telah terjadi

bentuk pasar monopsoni bagi pemasukan broiler ke Jakarta. Sekarang harga ayam

pada tingkat peternak hanya 30 persen dari harga akhir. Sedangkan pada daerah yang

terpencil yang jauh dari pusat konsumsi, terdapat dua bentuk penguasaan pasar.

Pertama penguasaan oleh para pedagang besar dan kedua adalah peternak mandiri.

Review Kebijakan Restrukturisasi

Restrukturisasi Alami

Sebenarnya, setelah terjadi wabah AI tahun 2003, wabah AI telah memberikan

dampak yang luas terhadap industri ayam ras terutama sektor 3 (sektor 4 untuk ayam

ras hampir tidak ada) dan selain itu juga memberikan dampak terhadap terjadi

perubahan-perubahan (restrukturisasi) industri perunggasan secara alamiah. Beberapa

indikator perubahan itu adalah:

1. Sebagian peternak pada sektor 3 telah punah karena tidak mampu

melakukan pemulihan dan digantikan oleh peningkatan produksi oleh

sektor 2.

10

Statistik Peternakan (1990-2000). Statistical Book on Livestock 2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta

Page 9: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

8

2. Terjadi pengurangan usaha mandiri pada sektor 3 dan beralih menjadi

bentuk kemitraan.

3. Struktur produksi telah bergeser dari padat karya menjadi padat modal. Terjadi

pergeseran wilayah produsen dari Jawa Barat ke wilayah Timur seperti

Jawa Timur. Beberapa wilayah, yang sejak awal sebagai wilayah

konsumsi kini berubah menjadi wilayah produsen seperti Sulawesi

Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara.

4. Terjadi perubahan produksi makanan dari karkas menjadi makanan olahan

seperti nuget dan sebagainya.

Perubahan struktur secara alami dinilai positip. Hanya perubahan ini belum

menjawab apakah arah pengembangan industri ayam ras sesuai dengan keamanaan

dan penggendalian penyakit.

Gagasan Arah dan Sterategi Restrukturisasi

Kita perlu mereview pendapat para ahi perunggasan dan non perunggasan

tentang restrukturisasi. Sudah banyak diungkapkan tentang restrukturisasi industri

perunggasan dalam 3 tahun terakhir, namun belum ada kata sepakat kemana arah

restrukturisasi tersebut. Penelitian restrukturisasi11 pernah dilakukan pada tahun

2000, yaitu 3 tahun sebelum wabah AI meledak. Laporan penelitian itu menyarankan,

supaya usaha rakyat harus berada pada skala usaha minimal 30 ribu ekor, sedangkan

skala usaha di bawah itu ditiadakan. Dengan skala usaha semacam itu, cukup efisien

setiap peternak memiliki pengadaan pakan dan prosesssing sendiri. Puslitbangnak12

dalam laporannya membahas masalah retrukturisasi dalam kaitannya dengan

lemahnya keterkaitan budidaya dengan sumberdaya alam yang tersedia. Keeratan

hubungan ini menjadi arah restrukturisasi. Sementara itu digambarkan pula bahwa

arah restrukturisasi haruslah sesuai dengan struktur industri perunggasan yang

diharapkan13.

11

Yusdja. Y., R. Sayuti, B. Winarso., I/ Sodikin (2000).. Restrukturisasi Industri Perunggasan. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. PSE-KP. Bogor.

12 C. Talib., I. Inounu dan A. Bamualim. (2007). Restruktrisasi Peternakan di Indonesia. Makalah Disampaikan Dalam Seminar Komnas Fluburung, Januari. 2007. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

13 T. Sudaryanto dan Y. Yusmichad. 2007. Perspektif Sosial Ekonomi, Menuju Sistem Peternakan Yang Diharapkan. Disampaikan dalam Seminar Komnas FBI, Januari 2007. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. PSE/KP. Bogor.

Page 10: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

9

Laporan penelitian terakhir tahun 200714 menggambarkan kembali struktur

industri broiler secara vertikal mulai dari peternak hingga konsumen. Laporan ini

tidak menggambarkan secara hubungan horizontal khususnya usaha rakyat yang

selalu eksis dalam jumlah yang banyak dalam satu desa. Peternak rakyat yang

berkumpul dalam satu desa membentuk plotting usaha rakyat. Jika dipetakan akan

terlihat sebaran plotting usaha rakyat, dan ternyata sebaran plotting usaha rakyat itu

menjadi penyebab bentuk struktur vertikal. Oleh karena itu, dengan sederhana dapat

dikatakan untuk mengubah struktur industri broiler adalah dengan mengatur kembali

sebaran plotting ketempat yang lebih layak.

Dalam kerangka menentukan arah restrukturisasi Industri Perunggasan yang

akan dilakukan tentulah berdasarkan pada bingkai Usaha Penggendalian Penyebaran

Penyakit AI (baik dikalangan unggas itu sendiri atau pada manusia). Pilihan

kebijakan adalah: Apakah kita fokus pada penggendalian penularan AI pada manusia?

Jika ya maka jawabannya sederhana, musnahkan seluruh unggas yang ada seperti apa

yang akan dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Kebijakan seperti ini akan

memberikan dampak sangat luas terhadap industri perunggasan dan akan

menimbulkan banyak masalah dan karena itu akan banyak para pelaku bisnis unggas

menolak kebijakan ini.

Kita kembali pada masalah baru apakah kita harus fokus pada penggendalian

penularan AI pada hewan dan manusia? Kebijakan semacam ini merupakan dasar

restrukturisasi sebelum melakukan atau merancang kegiatan pengendalian yang lebih

teknis. Bagaimanapun pengendalian wabah AI dengan dasar di atas itu memberi dua

keuntungan yakni penggendalaian penyebaran penyakit AI manusia dan antara hewan

dan tetapi tetap mendukung perkembangan industri peternakan.

Bagaimana restrukturisasi itu hendak dilakukan? Apakah kita disain dulu

suatu industri ideal (dalam kerangka penggendalian penyakit dan perekonomian)

setelah itu baru dilakukan strukturisasi industri yang ada sekarang menuju keadaan

yang ideal? Atau apakah kita perbaiki bagian-bagian tertentu saja dari sistem dan

bentuk-bentuk industri yang diperkirakan menyimpang? Keduanya mempunyaai

konsekuensi, tetapi yang pertama, akan mendapat perlawanan luas dari publik dan

cara kedua mungkin hanya terjadi perlawanan sebagian kecil publik.

14 Muladno, S. Sjaf., A. Y. Arifin dan Iswandari (2008). Struktur Usaha Broiler di Indonesia. Permata Wacana Lestari.

Jakarta.

Page 11: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

10

Dalam halaman Matrik Restrukturisasi Perunggasan Indonesia15 menyangkut

3 aspek utama yang harus direstrukturisasi yakni Aspek Kesadaran Publik, Aspek

Budidaya dan Aspek Lalu Lintas. Dalam aspek budidaya tercakup tataruang,

biosekuriti dan vaksinasi. Dalam item tataruang, penulis menyarankan perlu

dilakukan pewilayahan kawasan unggas (KUNAK) bagi sektor 3 dan 4, melarang

mixed farming practise dan peraturan pelarangan usaha budidaya komersil dalam satu

kawasan dengan industri pembibitan. Gagasan restrukturisasi budidaya untuk

disampaikan tahun 2006, namun sampai tahun 2009 tidak ada tanda-tanda pemerintah

akan mengikutinya. Semuanya berjalan seperti biasa. Namun demikian, kalau kita

simak dengan baik, sebenarnya tidak jelas apa yang disarankan oleh restrukturisasi

budidaya dalam matriks tersebut, karena usaha budidaya sektor 3 dan 4 tidak

mendapat perbaikan, kecuali pengaturan tataruang.

Unpad16 menyampaikan tiga langkah aktivitas supaya manusia aman hidup

bersama flu burung sebagai berikut melakukan proteksi dalam kerangka melindugi

peternak unggas terserang flu burung dengan memperkenalkan GFP(Good Farming

Practices) berdasarkan Kepmentan No. 420/2001; kemudian melakukan pembinaan

lingkungan peternakan itu sendiri dalam arti yang luas dan terakhir adalah melakukan

perlindungan kepada manusia, terutama yang telah tertular virus flu burung. Langkah

pertama dan kedua, implementasinya belum menggigit dalam arti kata pemerintah

hanya sebatas pada menerbitkan Buku Pedoman. Sementara langkah ketiga, peran

pemerintah sangat cepat, terbukti Pemerintah DKI Jakarta menerbitkan Keputusan

yang secara umum dapat diartikan pemusnahan ternak unggas dari wilayah Jakarta

untuk melindungi manusia. Menurut Unpad, seharusnya pemerintah melindungi

ternak untuk melindungi masyarakat.

Fakultas Peternakan IPB17 mengawali gagasan perubahan industri

perunggasan dengan pernyataan ”unggas bukanlah musuh manusia”. Atas dasar itu

perlu dibangun suatu industri perunggasan dimana manusia dapat hidup

berdampingan dengan indvidu unggas dengan komunitas (backyard farming) dan

hidup yang aman berdampingan dengan unggas komersial skala kecil dan besar serta

15 Inounu. I., A. Proyanti., E. Martindah., I. S. Nurhayati dan R. A. Saptati. 2006. Restrukturisasi Sistem Produksi

Perunggasan di Indonesia16 R. Tawaf. 2007). Lindungi Unggas Untuk Melindungi Masyarakat. Makalah Yang Diedarkan Dalam Workshop

Restrukturisasi Sistem Peternakan, Januari 2007 di Bogor. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandami Influenza. Komnas FBPI Regional Bogor.

17 Tim Fakultas Peternakan IPB. 2007. Penataan Manajemen Peternakan Unggas di Pemukiman Dalam Upaya Pencegahan flu Burung dan Pelestatian Plasma Nutfah Sumber Pangan terjangkau. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiap Siagaan Mengadapi Pandemi Influenza Kelompok Kerja. Bogor.

Page 12: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

11

bagaimana mengangkut unggas hidup dan hasilnya dari kawasan peternakan ke

tempat lain. Dalam gagasan ini tidak disinggung keadaan yang ada sekarang, tetapi

memberikan saran-saran perlu pengaturan tataruang, tataletak kandang, sertifikasi dan

vaksinasi. Arah restrukturisasi industri perunggasan adalah membangun peternakan

ayam yang aman dan sehat bagi masyarakat peternak dan konsumen.

Komnas Flu Burung, menggariskan perlunya restrukturisasi industri

peternakan baik peternakan dalam arti umum, maupun industri perunggasan dalam

arti khusus. Kebijakan restrukturisasi itu menurut Komnas Flu Burng mencakup

usaha peternakan dan kelembagaan penunjang termasuk sistem kelembagaan

kesehehatan veteriner. Restrukturisasi Peternakan Unggas, menurut Komnas Flu

Burung18 untuk jangka pendek (1 tahun), mencakup pemetaan sistem distribusi

ternak dan produk ternak, pengawasan lalu lintas ternak dan produk ternak, penataaan

sistem angkutan ternak, pemantauan priodik dan kontinyu pada pasar ternak,

termasuk tes keberadaan virus; pelarangan pemotongan ayam selain di TPA dan RPA,

pelarangan penjualan eceran ayam hidup dan peningkatan biosecurity disertai dengan

sertiifikasi bagi peternakan komersial; penataan peternakan di daerah pemukiman

mencakup 4 hal yakni semua ternak harus dikandangkan, meningkatkan pemahaman

warga disekitarnya, pelarangan unggas non komersial di daerah pemukiman dan

pelarangan peternakan di daerah pemukiman.

Semua gagasan-gagasan yang dibahas di atas masih dalam bentuk wacana.

Belum ada tanda-tanda apakah gagasan-gagasan itu akan dilaksanakan. Sementara

kejadian infeksi flu burung masih terus berlangsung di Indonesia. Terakhir, bulan

Februari 2009 terjadi di peternakan ayam di Tanggerang.

III. PEMAHAMAN DARI APA YANG KITA HADAPI DI LAPANG

Tujuan kegiatan penulisan ini adalah menyusun pokok-pokok disain kebijakan

pengendalian wabah AI khususnya untuk melindungi dan mengembangan usaha

ternak unggas skala kecil. Pokok-pokok disain ini tidak dimaksudkan untuk membuat

rancangan Kebijakan Pengendalian Wabah AI secara keseluruhan, tetapi terbatas

pada menyusun kebijakan pengendalian wabah AI secara parsial untuk mengisi

Kebijakan Pengendalian Wabah AI19 secara nasional yang disusun oleh Bappenas,

18 Krisnamurti, B. 2007. Restrukturisasi Peternakan Unggas (Sebagai Awal Restrukturisasi Peternakan Indonesia

Secara Keseluruhan).19 Rencana Sterategis Nasional Penggendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Avian

Influenza. 2003-2008. Bappenas. Jakarta.

Page 13: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

12

Komnas Flu Burung, Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian. Sehingga,

kebijakan pengendalian wabah AI untuk peternak kecil ini tidak terlepas dari

kebijakan nasional namun juga tidak mengabaikan kepentingan peternak kecil dan

kepentingan pemerintah dalam hal menyediakan kesempatan berusaha.

Situasi Struktur Penyebaran Peternakan Unggas Skala Kecil

Peternakan ayam skala kecil telah berkembang pada desa-desa tertentu di

Indonesia terutama pulau Jawa. Para peternak skala kecil ini berkumpul dalam satu

desa, sehingga kumpulan desa-desa peternakan ayam skala kecil ini ini jika dipetakan

secara geografis akan membentuk plotting usaha ternak ayam rakyat. Kejadian

wabah AI di Indonesia pada umumnya menyerang usaha rakyat dengan mengikuti

pola plotting usaha rakyat itu sendiri. Plotting usaha ternak ayam mengikuti pola

komunitas penduduk. Sebaran plotting umum terdapat dalam satu wilayah kabupaten,

berkembang di antara pemukiman para penduduk. Untuk wilayah pulau Jawa dimana

kepadatan penduduk perluas desa sangat tinggi, maka kumpulan peternak dalam

plotting ini tidak dapat dibedakan antara lokasi rumah dan kandang. Baik sebelum

maupun sesudah wabah, masyarakat pedesaan tidak menolak situasi semacam ini,

karena usaha peternakan merupakan sumber matapencaharian bagi masyarakat

pedesaan.

Suatu wilayah plotting usaha ternak skala kecil di dalam suatu desa yang bisa

mencapai kapasitas 500.000 ekor maka desa ini sebenarnya menyamai sebuah

perusahaan skala komersil di mana masyarakat desa menyediakan lapangan

pekerjaan. Usaha peternakan dalam plotting itu pula membangkitkan kesempatan

kerja baru yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat desa. Dengan

demikian, masyarakat pedesaan yang mempunyai plotting usaha ternak skala kecil

tersebut merupakan suatu kesatuan sebagaimana layaknya sebuah perusahaan

komersil. Plotting usaha ternak ayam yang cukup lama dalam suatu pedesaaan telah

membangun suatu kekayaan sosial baru dalam berbagai bidang ekonomi antara lain

hubungan antara masyarakat, jaringan kerja dan sebagainya.

Ciri-Ciri Wilayah Terserang Ringan Sedang dan Berat

Penelitian ini telah mengambil 12 desa plotting sebagai contoh penelitian, yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Page 14: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

13

1. Terserang wabah AI pada tingkat terberat dalam wilayah penelitian.

Sehingga sekalipun, wilayah penelitian itu termasuk katagori serangan

wabah ringan, namun desa yang dipilih adalah desa yang mengalami

serangan wabah AI terberat

2. Berada di daerah pedesaan. Ke 12 desa itu berada di daerah suburban dan

urban. Kita mengetahui bahwa wabah AI menyerang tanpa membedakan

lokasi. Semua lokasi mempunai peluang yang sama terkena wabah AI. Hal

ini dapat berbeda jika peternak melakukan antisipasi. Perbedaan budaya

dan sosial ekonomi peternak akan membedakan bagaimana mereka

melakukan antisipasi.

3. Ukuran skala usaha sama-sama skala kecil dan halaman rumah. Dengan

demikian, mereka mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap input

dari luar. Skala usaha yang sama memungkinkan tingkat pemeliharaan

yang sama, kebutuhan tenaga kerja yang sama dan jangkauan phisik

pengawasan yang sama.

Di antara kesamaan tersebut terdapat beberapa hal yang membedakan.

Perbedaan yang ekstrim terdapat dari perbedaaan wilayah serangan ringan dan

wilayah serangan berat. Ciri-ciri wilayah mempengaruhi karakter masyarakat dan

usaha yang dilakukannya. Penelitian ini telah memilih 3 lokasi penelitian berdasarkan

katagori terserang wabah AI ringan, sedang dan berat. Diskusi berikut ingin

mengetahui apakah ciri-ciri wilayah penelitian mempunyai perbedaan, sehingga

mengalami serangan wabah AI yang berbeda.

a. Jika dirinci menurut lokasi usaha yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat

serangan yaitu ringan, sedang dan berat fenomena wabah menunjukkan hal

yang sama. Hanya besaran perubahan yang berbeda. Makin berat tingkat

serangan maka jumlah unggas yang dipelihara semakin banyak berkurang.

Beberapa faktor penyebab antara lain kepadatan teknis dan kepadatan

ekonomis, kemampuan peternak mengendalikan penyakit, pembinaan dari

petugas teknis, dan lain lain. Faktor-faktor ini menjadi bahan pertimbangan

utama dalam kebijakan pengendalian dan restrukturisasi.

b. Relatif pada lokasi tingkat serangan ringan kandang broiler banyak

berlokasi di luar halaman rumah, dibandingkan lokasi tingkat serangan

berat. Demikian juga usaha layer di daerah tingkat serangan ringan lebih

banyak dilakukan di luar halaman rumah dibandingkan di lokasi sedang

Page 15: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

14

dan berat. Dari temuan ini dapat dikatakan bahwa lokasi kandang

berpengaruh pada tingkat serangan. Di daerah tingkat serangan ringan,

pemilikan lahan peternak relatif masih luas. Rumah mereka merupakan

kapling-kapling yang luas. Harga tanah relatif masih murah. Dengan

demikian lokasi kandang banyak dilakukan di luar halaman rumah.

Kalaupun di halaman rumah, lokasi kandang cukup jauh dari rumah.

c. Kepadatan penduduk relatif lebih tinggi pada wilayah serangan berat

dibandingkan wilayah serangan ringan. Hasil penelitian telah

memperlihatkan bahwa recovery usaha peternakan lebih cepat terjadi di

wilayah terserang ringan dibandingkan wilayah terserang berat yang

bahkan sulit melakukan recovery. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan,

pendapatan dan ekonomi rumah tangga seperti pemilikan asset di wilayah

serangan berat lebih rendah dibandingkan wilayah ringan. Mobilitas input

dan output sangat tinggi terjadi wi layah serangan berat, sehingga wabah

dapat menular sangat cepat.

Dampak Ekonomi, Sosial dan Respon Peternak

1. Wabah AI telah menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif besar bagi

peternak skala kecil baik di wilayah kontrol maupun wilayah terserang berat,

baik peternakan yang terkena wabah maupun yang tidak terkena wabah.

Wabah AI menyebabkan kerugian yang merata diseluruh wilayah. Dampak

wabah AI dalam suatu wilayah tidak menyebabkan kerusakan kekayaan sosial

yang sudah ada namun terindikasi bahwa semakin padat populasi ayam dan

peternak dalam sebuah desa maka semakin berat dampak ekonomi yang

ditimbulkannya. Sebaliknya di wilayah kontrol, letak peternakan berjauh, dan

dalam desa relatif jarang, kejadian wabah AI sangat jarang. Bahkan recovery

usahaternak skala kecil lebih cepat terjadi pada wilayah kontrol.

2. Wabah AI tidak merusak apapun keadaan social pedesaan tetapi sangat

merusak pada sendi perekonomian pedesan yakni teradinya kerusakan sistem

ekonomi yang telah eksis, meningkatkan pengangguran, peningkatan migrasi

dan sebagainya. Kerusakan sendi perekonomian menurunkan kekayaan sosial

masyarakat karena terjadi kerusakan-kerusakan struktur bisnis unggas dalam

desa yang telah berjalan baik. Keadaan sosial yang tidak berubah tersebut

tidak menjadi jaminan bagi tidak terjadinya wabah AI pada masa mendatang.

Page 16: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

15

Karena ini berarti masyarakat memiliki kepekaan yang rendah terhadap wabah

AI. Hal ini disebabkan lemahnya sosialisasi pemerintah, tingkat pendidikan

masyarakat yang rendah, rasa setiakawan yang tinggi dan tidak ada pilihan

usaha lain.

3. Peternak baik diwilayah konrol maupun wilayah terserang berat, tidak begitu

respon dengan program pengendalian wabah AI yang dilansir oleh

pemerintah. Sebagian besar peternak tidak mengetahui dengan baik terhadap

program pengendalian wabah AI. Tetapi peternak bersedia melakukan suatu

program jika program tidak menimbulkan kerugian dan tambahan biaya bagi

peternak. Program vaksinasi adalah program yang banyak diterima oleh

peternak karena program ini merupakan bantuan cuma-cuma dari pemerintah.

Dalam hal pemusnahan ayam terserang, peternak hanya mau melakukan jika

ada petugas pemerintah. Jika tidak ada, maka peternak akan menjual ayam

sakit tersebut.

4. Sebaran peternak kecil dalam sebuah desa antara 50 sampai 100 peternak

telah menyebabkan mobilitas kendaraan angkut input dan output peternakan

yang tinggi dalam desa tersebut. Semakin banyak jumlah peternak dan jumlah

unggas yang dipelihara semakin tinggi mobilitas angkutan. Keadaan ini

menyebabkan mobilitas penularan penyakit antara satu peternak dengan

peternak lain sangat tinggi. Pada saat wabah AI terjadi, diduga mobiltas

angkutan ini menjadi faktor utama penularan AI dalam sebuah desa sehingga

besar peternak dalam desa tersebut koleps. Hal ini tidak terjadi pada wilayah

kontrol, dimana peternak jarang bertumpuk dalam sebuah desa yang

mempunyai luas beberapa kali dibandingkan luas desa yang terkena wabah

berat.

Page 17: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

16

DESA, SERAN GAN AI RIN GAN IN DIK AT OR DESA SERANGAN AI BERAT

1. Pendidikan dan AssetRendah (31.7%) a. Buta Huruf Tinggi (45,8%)Rendah (1,3%) b. Pendidikan >12 Tahun Tidak Ada (0 %)Ada (1.03 Ha) c. Asset Lahan Rendah (0.26 Ha)Relatif Lebih Tinggi d. Pendapatan RT Rendah Mendekati Miskin

2. Pola BudidayaUmumnya Jauh Dari Rumah a. Letak Kandang Umumnya Dihalaman rumahTerbuka, Kontak Burung Liar b. Sistem Kandang Terbuka, Kontak Burung LiarRendah d. Mobilitas Input Tinggi

Tinggi e. Vaksinasi Rendah

3. Kerapatan PendudukRelatif Jarang a. Terhadap Luas Desa Relatif PadatJarang b. Terhadap Luas Pertanian Padat< 30 Peternak c. Jumlah Peternak > 50 peternakTinggi d. Kesempatan Kerja Pertanian Rendah

Rendah e. Kesempatan Kerja Non Pertanian Rendah, Berburuh

4. Wabah AIRelatif lambat, 2 tahun a. Sifat Serangan Sangat cepat, beberapa bulanRendah (3 orang) b. Penularan Ke Manusia Tinggi (33 orang)

Sedang c. Kematian Unggas Sangat Tinggi5. Biosecurity

Tinggi (91%) a. Melakukan Vaksinasi Rendah (28%)Rendah (3.8%) b. Pemusnahan Rendah (7.2%)

6. Dampak EkonomiMenurun sampai Tetap a. Bisnis Peternakan Sangat MenurunTurun b. Pendapatan TurunTurun, 11 % c. Keberlanjutan Usaha Turun, sekitar 69%

Sebagian Recovery c. Recovery Tidak Sanggup7. Dampak Sosial

Tidak berubah a. Kapital Sosial Tidak berubahTidak terganggu b. Jaringan Sosial Sebagian kecil tergangguTetap c. Jaringan Bisnis Rusak parah

Disain Umum Pengendalian Wabah AI

Dasar Pertimbangan Rancangan

Hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas merupakan dasar pertimbangan

pokok dalam perumusan kebijakan Pengendalian Wabah AI untuk peternak skala

kesil. Ada hal menjadi dasar pertimbangan bagi Kebijakan Restruktisasi usahaternak

unggas skala kecil yakni:

1. Pertimbangan lingkungan yang sehat termasuk memproduksi hasil

peternakan yang ASUH

2. Pertimbangan penularan penyakit unggas kepada manusia. Dalam hal ini

kita fokus pada wabah AI.

3. Pertimbangan Kebijakan Restrukturisasi berikutnya adalah mempertahankan

dan mengembangkan Usaha Ternak Unggas Skala kecil.

Ketiga pertimbangan tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa:

Page 18: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

17

1. Wabah fluburung dapat terjadi pada setiap lokasi peternakan di mana saja

selama virus AI belum bisa dikendalikan. Selama masa itu pula, wabah AI

merupakan ancamanan bagi keselamatan manusia. Sumber utama virus AI

adalah unggas baik yang dipelihara manusia maupun unggas liar. Selain itu,

diduga material yang bersentuhan dengan usaha peternakan ayam juga dapat

menjadi sumber wabah AI.

2. Produksi unggas merupakan bahan makanan yang sangat penting bagi

segala lapisan sosial manusia. Kebutuhan konsumsi ini mendorong usaha

peternakan tumbuh dan berkembang menyebar luas baik dalam negara,

provinsi dan kabupaten. Industri ternak unggas mencakup scope lapangan

kerja yang sangat luas mulai dari buruh di peternakan hingga penjualan baso

untuk konsumsi. Industri unggas juga merupakan pendorong produksi hasil

pertanian terutama butir-butiran dan hijauan makanan ternak.

3. Manusia, karena untuk meningkatkan produksi, telah membangun industri

perunggasan, mulai dari usaha rakyat sampai usaha padat modal, sehingga

kehidupan bersama unggas semakin erat. Sejak masa lalu, manusia hidup

sangat dekat dengan unggas. Pada zaman milineum sekarang keadaan itu

tidak berubah. Kedekatan hubungan ini telah berkembang menjadi usaha

ekonomi yang dilaksanakan dekat rumah (Usaha skala kecil).

Disain ini secara umum mempertimbangankan wacana restrukturisasi yang sudah

berkembang seperti dibahas di atas, terutama arah-arah restruturisasi yang tersirat dari

kata-kata kunci sebagai berikut:

1. Ternak unggas bukan musuh manusia. Hal ini sangat penting, karena

mendiskridit usaha unggas dapat mendatangkan malapetaka yang lebih

besar dari pada wabah Flu Burung

2. Lindungi ternak unggas untuk melindungi masyarakat. Tidak banyak

berbeda dengan pernyataan pertama, ada pesan bahwa melindungi

masyarakat melalui perlindungan terhadap ternak unggas, bukan

menyingkirkannya dari kehidupan manusia

3. Amankan fungsi unggas skala kecil sebagai lapangan kerja, sumber

pendapatan masyarakat banyak khususnya di Indonesia. Negara ini

membutuhkan lebih lapangan kerja untuk rakyatnya.

4. Menghasilkan makanan yang ASUH yakni Aman, Sehat, Utuh dan Halal.

Ini berarti, mendukung kata kunci nomor 2.

Page 19: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

18

Kesimpulan Hasil Penelitian

1. Wabah AI telah menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif besar bagi

peternak skala kecil baik di wilayah kontrol maupun wilayah terserang berat,

baik peternakan yang terkena wabah maupun yang tidak terkena wabah.

Wabah AI menyebabkan kerugian yang merata di seluruh wilayah. Kerugian

utama disebabkan karena kematian unggas yang tinggi, penurunan produksi,

permintaan akan hasil ternak menurun yang menyebabkan harga-harga turun.

Penyebab lain adalah peternak skala kecil tidak mempunyai tingkat

pendidikan yang cukup dan tidak mungkin melakukan biosecurity yang

membutuhkan biaya yang akan mengurangi keuntungannya secara nyata.

Pilihannya adalah tidak beternak atau melaksanakan biosecurity. Mereka

memilih beternak.

2. Dampak wabah AI dalam suatu wilayah tidak menyebabkan kerusakan

kekayaan sosial yang sudah ada namun terindikasi bahwa semakin padat

populasi ayam dan peternak dalam sebuah desa maka semakin berat wabah AI

yang terjadi yang dicirikan oleh banyak usahaternak yang bagkrut dan

kematian ayam yang tinggi. Sebaliknya di wilayah kontrol, letak peternakan

berjauhan, dan dalam desa relatif jarang, kejadian wabah AI sangat jarang.

Bahkan recovery usahaternak skala kecil lebih cepat terjadi pada wilayah

kontrol. Implikasi dari keadaan ini adalah perlunya usaha peternakan sektor 4

dipindahkan ke desa-desa yang kerapatannya kurang baik penduduk maupun

ternaknya.

3. Wabah AI tidak merusak apapun keadaan social pedesaan tetapi sangat

merusak pada sendi perekonomian pedesan yakni terjadinya kerusakan sistem

ekonomi yang telah eksis, meningkatkan pengangguran, peningkatan migrasi

dan sebagainya. Kerusakan sendi perekonomian menurunkan kekayaan sosial

masyarakat karena terjadi kerusakan-kerusakan struktur bisnis unggas dalam

desa yang telah berjalan baik. Keadaan sosial yang tidak berubah tersebut

tidak menjadi jaminan bagi tidak terjadinya wabah AI pada masa mendatang.

Karena ini berarti masyarakat memiliki kepekaan yang rendah terhadap wabah

AI. Hal ini disebabkan lemahnya sosialisasi pemerintah, tingkat pendidikan

masyarakat yang rendah, rasa setiakawan yang tinggi dan tidak ada pilihan

usaha lain.

Page 20: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

19

4. Sebuah desa seperti desa lokasi penelitian telah berubah menjadi sebuah

Peternakan Skala Besar dengan cakupan seluruh desa. Semua anggota

masyarakat dalam desa tidak luput dari kehidupan usaha skala besar. Mulai

dari kegiatan menjadi tenaga kerja, pemasaran, membuat bahan makanan.

Sehingga sebuah desa peternakan semacam itu telah mempunyai organisasi

dan hubungan sosial dan hubungan kerja antara masyarakat. Setelah wabah

AI, hubungan-hubungan ini rusak. Hubungan ini hanya dapat dipulihkan

kembali jika peternak skala kecil melakukan recovery. Recovery tidak

berlangsung dengan cepat di wilayah terserang berat, karena sebagian bsar

peternak adalah masyarakat yang hanya tergantung pada usaha unggas.

Kebangkrutan usaha unggas berarti kebangkrutan ekonomi rumah tangga.

5. Peternak baik di wilayah konrol maupun wilayah terserang berat, tidak begitu

respon dengan program pengendalian wabah AI yang dilansir oleh

pemerintah. Sebagian besar peternak tidak mengetahui dengan baik terhadap

program pengendalian wabah AI. Tetapi peternak bersedia melakukan suatu

program jika program itu tidak menimbulkan kerugian dan tambahan biaya

bagi peternak. Program vaksinasi adalah program yang banyak diterima secara

relatif oleh peternak karena program ini merupakan bantuan cuma-cuma dari

pemerintah. Dalam hal pemusnahan ayam terserang, peternak hanya mau

melakukan jika ada petugas pemerintah. Jika tidak ada, maka peternak akan

menjual ayam sakit tersebut.

6. Sebaran peternak kecil dalam sebuah desa antara 100 sampai 200 peternak

telah menyebabkan mobilitas kendaraan angkut input dan output peternakan

yang tinggi dalam desa tersebut. Semakin banyak jumlah peternak dan jumlah

unggas yang dipelihara semakin tinggi mobilitas angkutan. Keadaan ini

menyebabkan mobilitas penularan penyakit antara satu peternak dengan

peternak lain sangat tinggi. Pada saat wabah AI terjadi, diduga mobiltas

angkutan ini menjadi faktor utama penularan AI dalam sebuah desa sehingga

sebagian besar peternak dalam desa tersebut koleps. Hal ini tidak terjadi pada

wilayah kontrol, dimana peternak jarang bertumpuk dalam sebuah desa yang

mempunyai luas beberapa kali dibandingkan luas desa yang terkena wabah

berat.

Page 21: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

20

Kebijakan Strukturisasi Industri Perunggasan

Hasil penelitian ini telah mendorong untuk dilakukan suatu restrukturisasi

unggas. Resrukturisasi adalah usaha membangun kembali struktur perunggasan

hingga memenuhi tujuan antara lain pengamanan penyebaran penyakit menular.

Bagaimana restrukturisasi itu hendak dilakukan? Apakah kita disain dulu suatu

industri ideal (dalam kerangka penggendalian penyakit dan perekonomian) setelah itu

baru dilakukan strukturisasi industri yang ada sekarang menuju keadaan yang ideal?

Atau apakah kita perbaiki bagian-bagian tertentu (perbaikan simpul-simpul industri)

saja dari sistem dan bentuk-bentuk industri yang diperkirakan menyimpang?

Keduanya mempunyaai konsekuensi, tetapi yang pertama, akan mendapat perlawanan

luas dari publik dan cara kedua mungkin hanya terjadi perlawanan sebagian kecil

publik. Kita akan memilih cara kedua, karena hanya membenahi apa yang ada

sehingga resiko kegagalan dapat dikurangi.

Menentukan Simpul Restrukturisasi

Simpul restrukturisasi adalah kunci-kunci peneyelesaian benang kusut. Suatu

tumpuk benang kusut akan dapat diuraikan kembali melalui pusat-pusat kusut

tersebut. Kebijakan melalui simpul restrukturisasi adalah suatu penyelesaian yang

dilakukan pada sub sistem strategis yang mengakibatkan subsistem lain dengan

otomatis akan turut menyesuaikan diri. Simpul restrktursasi itu adalah penyebaran

usaha ternak skala kecil, budidaya dan pola kemitraan, sistem penanganan pasca

panen, pengaturan jumlah peternak dan populasi ternak unggas dan partisipasi dan

kontrol masyarakat pedesaan khusus pada lokasi usaha unggas. Disain umum

restrukturisasi adalah sebagai berikut:

Budidaya dan Pola Kemitraan

1. Usaha peternakan tidak dapat diperkenankan dilakukan di desa pemukiman

padat, atau desa dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Peternakan

dibolehkan dalam desa jika kerapatan jarang, dan harus ditentukan ukuran

kejarangan tersebut. Pengaturan berdasarkan kerapatan penduduk akan

membuka peluang bagi desa-desa jarang penduduk untuk beternak ayam.

Hal ini berbeda, jika kebijakan itu hanya mengatakan usahaternak ayam,

dilarang di daerah pemukimam maka tidak ada desa yang mempunyai

peluang.

Page 22: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

21

2. Peternakan ayam petelur harus sedikitnya 10 ribu ekor. Kurang dari itu,

dilarang. Hal ini memungkinkan pembatasan penyebaran usaha ternak

dalam skala yang tidak ekonomis. Dalam satu desa, harus ada petimbangan

antara kepadatan wilayah dengan kepadatan unggas per penduduk.

Peternakan tersebut harus mempunyai sistem pembuangan yang baik, tidak

mencemari lingkungan. Desa tersebut harus jarang penduduk.

3. Peternakan sektor 3 dan 4 atau Sektor D harus bermitra, dan dalam

kemitraan itu harus jelas hubungan antara inti dan mitra terutama input

output, dimana peternak mitra tidak diizinkan mendapatkan input dan

menjual output di luar hubungan tersebut. Perusahaan inti haruslah sebuah

peternakan skala besar (sektor B) atau pembibit (Sektor A), tidak diperkenan

bermitra dengan perusahaan dagang yang hanya memproduksi jasa

pemasaran. Sehingga dengan demikian arus dan mobiltas input dan output

dapat dikontrol.

4. Pelarangan peternakan ayam di wilayah rapat penduduk sekaligus

menghilangan ketentuan jarak kandang dari rumah. Peternak ayam yang

yang dilarang di desa padat dapat menganti usahanya (melalui konpensasi

oleh pemerintah) dengan kambing atau domba. Kebijakan restrukturisasi itu

diperlukan sehubungan dengan rendahnya pengetahuan dan partisipasi

masyarakat terhadap pengendalian wabah AI.

5. Mengembangkan usaha ternak unggas skala kecil pada wilayah sentra

produksi jagung merupakan pilihan yang efisien terutama dari kontrol

mobiltas input. Peternak dapat memanfaatkan butiran-butiran dan hasil

pertanian lainnya yang di wilayah sekitarnya dan megolah sendiri pakan

ternak.

Kegiatan Pasca Panen

1. Peternak broiler mitra dilarang menjual ayam hidup kecuali kepada inti

mitra. Inti mitra harus menjamin membeli semua ayam hidup yang

dihasilkan peternak mitra. Para peternak dilarang menjual ternak pada

pedagang yang tidak terkait dengan perusahaan peternakan manapun.

Pedagang semacam ini menyebabkan munculnya penampungan ayam

dipasar-pasar, menyebabkan peredaran unggas lebih sibuk dan sebagainya.

2. Jika peternak mitra mempunyai skala usaha yang relatif cukup, maka

peternakan ini diwajibkan memiliki peralatan pemotongan ayam, sehingga

Page 23: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

22

tidak lagi menjual ayam hidup, tetapi menjual karkas. Jika usaha peternakan

itu bermitra dan jika inti tidak mampu menjamin angkutan yang sehat maka

peternak harus melengkapi diri sendiri dengan mesin alat pemotongan ayam.

Harus ditentukan pada saat bagaimana sebuah peternakan broiler harus

mempunyai alat pemotongan sendiri. Pada dasarnya, baik peternak petelur

maupun broiler tidak diperkenankan menjual ayam hidup.

3. Peternakan rakyat yang bersifat mandiri khususnya untuk ayam broiler (baik

sektor 3 maupun sektor 4) sudah waktunya ditiadakan. Karena peternakan

ayam broiler mandiri menyebabkan munculnya perdagangan input dan

output peternakan yang rumit dan kompleks dan pegendalian penyebaran

penyakit turut menjadi rumit.

Langkah Lanjutan

1. Di Indonesia perkambangan sektor D pada umumnya menumpuk pada

wilayah-wilayah tertentu. Jika seseorang berhasil dalam satu desa, maka

tidak lama kemudian desa itu penuh dengan usaha ternak ayam. Satu dua

desa terutama di Jawa mungkin terdapat sekumpulan ternak dengan total

ayam 100-300 ribu ekor. Desa ini dapat kita sebut sebuah plotting usaha

unggas skala kecil. Diperkirakan terdapat 75 buah plotting area usaha

unggas di Indonesia, karena itu, kebijakan pemerintah adalah mendalami

terlebih dahulu karakterisasi ke 75 plotting tersebut. Kebijakan yang

diharapkan adalah bagaimana mempertahankan dan mengembangkan

plotting area tersebut ataukah ditiadakan?.

2. Wabah AI besar telah berlalu 3 tahun yang lalu, dan semenjak tahun 2006

boleh dikatakan kejadian wabah AI hanya terjadi pada satu dua peternakan

rakyat. Pelaksanaan bioscurity relatif tinggi oleh perusahan-perusahan

sektor A, B, C sementara itu sebagaian sektor D tidak lagi berperan dalam

proses produksi, karena bangkrut. Sektor D yang masih ada pada umumnya

berbentuk kemitraan dalam bentuk nucleus system. Sementara sektor E

masih tetap merupakan sektor ancaman karena pelaksanaan biosecurity yang

sangat rendah, sementara jumlah ternak ini menyamai jumlah ayam ras.

Saatnya sekarang kita menyatakan bahwa usaha ternak sektor D tidak

diperbolehkan lagi dalam bentuk mandiri, harus dalam bentuk kemitraan

dengan sistem nucleus. Sistem ini menjamin lalu lintas input dan output

Page 24: ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI: …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Semnas_250209_6.pdf · Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production

23

yang aman dan termonitor. Pada sisi lain penempatan usaha sektor D harus

terpisah dari sektor usaha Sektor E. Ini berarti, usaha sektor D keluar dari

pemukiman pedesaan yang padat. Karena itu perlu dirumuskan berapa

kepadatan jumlah penduduk terhadap total areal dan berapa jumlah ternak

sektor E yang ada di wilayah itu.

3. Lalu lintas input peternakan semakin semrawut jika usaha sektor D semakin

banyak dan semakin menyebar. Lalu lintas pakan, bahan baku, ternak ayam

dan sebagainya semakin tinggi. Hal ini merupakan pertimbangan mengapa

sektor D harus keluar dari wilayah pemukiman untuk menghindari

pencemaran lingkungan. Untuk mengurangi kesemrawutan arus lintas input

maka perlu pengaturan pengemasan dan sistem alat angkut yang digunakan

supaya aman. Hal lain adalah peternak sektor D dilarang menjual ayam

hidup, tetapi hanya diizinkan menjual karkas. Dengan setiap peternak sektor

D harus menyediakan sebuah peralatan potong ayam, atau bermitra.

Peternak sektor D hanya dapat menjual ternak hidup kepada mitra, dan

kewajiban mita untuk menyediakan sarana angkutannya.

IV. PENUTUP

Makalah ini telah menyampaikan wacana tentang restrukturisasi industri

perunggasan berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pendapat para ahli. Wacana ini

akan tetap menjadi wacana jika tidak dibahas lebih jauh dan dijadikan program

pemerintah dalam pengendalian wabah AI di Indonesia.