makalah d2 2

14
Kejang Akibat Eklampsia pada Ibu Hamil Fakultas Kedokteran Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Hipertensi dipicu kehamilan ( pregnancy-induced hypertension, PIH) adalah gangguan etiologi ang tidak diketahui ang khusus pada !anita hamil" Bentuk sindrom ang le (preeklampsia) ditandai oleh hipertensi, edema meneluruh dan proteinuria ang ter$ minggu ke%&0 kehamilan (#iasana pada trimester terakhir atau masa ni'as a!al)" da dari tiga tanda ini sudah dapat menegakkan diagnosis" atu%satuna pengecualian ons minggu ke &0 adalah PIH ang disertai penakit tro'o#lastik" *klampsia, dera$at PIH ang paling #er#ahaa ditandai oleh ke$ang atau koma, tanda dan ge$ala preeklampsia" Preeklampsia ang tidak terkendali dapat #erkem#ang eklampsia dengan aki#at kecacatan menetap atau kematian" Hipertensi kronik (+H) sen diper#erat dengan preeklampsia ( IP*) harus di#edakan dengan PIH" Kira%kira - dari semua !anita hamil di merika erikat mengalami p .amun, ada /ariasi insiden ang #esar menurut geogra'is" Kira%kira 5- da #erkem#ang men$adi eklampsia dan sekitar 5- !anita dengan eklampsia meninggal kare atau komplikasina" Pene#a# preeklampsia%eklampsia tetap #elum diketahui dan spekulasina #egitu sehingga kelainan ini dise#ut penyakit teori. 1 Anamnesis

Upload: khairunnisa-esam

Post on 02-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

eklampsia pbl obgyn 25

TRANSCRIPT

Kejang Akibat Eklampsia pada Ibu HamilFakultas Kedokteran Jakarta Barat 11510PendahuluanHipertensi dipicu kehamilan (pregnancy-induced hypertension, PIH) adalah gangguan dengan etiologi yang tidak diketahui yang khusus pada wanita hamil. Bentuk sindrom yang lebih ringan (preeklampsia) ditandai oleh hipertensi, edema menyeluruh dan proteinuria yang terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan (biasanya pada trimester terakhir atau masa nifas awal). Adanya dua dari tiga tanda ini sudah dapat menegakkan diagnosis. Satu-satunya pengecualian onset sebelum minggu ke 20 adalah PIH yang disertai penyakit trofoblastik.Eklampsia, derajat PIH yang paling berbahaya ditandai oleh kejang atau koma, selain tanda dan gejala preeklampsia. Preeklampsia yang tidak terkendali dapat berkembang menjadi eklampsia dengan akibat kecacatan menetap atau kematian. Hipertensi kronik (CH) sendiri atau diperberat dengan preeklampsia (SIPE) harus dibedakan dengan PIH. Kira-kira 8% dari semua wanita hamil di Amerika Serikat mengalami preeklampsia. Namun, ada variasi insiden yang besar menurut geografis. Kira-kira 5% dari kasus-kasus ini berkembang menjadi eklampsia dan sekitar 5% wanita dengan eklampsia meninggal karenanya atau komplikasinya.Penyebab preeklampsia-eklampsia tetap belum diketahui dan spekulasinya begitu banyak sehingga kelainan ini disebut penyakit teori.1

AnamnesisKarena pasien datang dengan keadaan kejang, maka anamnesis dilakukan melalui alloanamnesis, yaitu menanyakan kepada orang-orang terdekat pasien dan mengetahui tentang keadaan pasien contohnya seperti suami. Antara hal yang dapat ditanyakan adalah seperti:1. Identitas pasien.2. Menanyakan tentang riwayat kejang pasien. Kapan mulainya, berapa lama, apakah pernah mengalami sebelum ini.3. Menanyakan hari pertama haid terakhir pasien.4. Pasien sudah berapa kali hamil, apakah ada komplikasi pada kehamilan sebelumnya.5. Menanyakan apakah pasien pernah menerima antenatal care. Antenatal care penting untuk mendeteksi hipertensi pada kehamilan.6. Menanyakan apakah ada riwayat penyakit lainnya, seperti hipertensi, epilepsy, hipoglikemi dsb.7. Menanyakan apakah pasien pernah timbul keluhan lainnya.8. Menanyakan apakah ada riwayat trauma, pengambilan obat-obatan dsb.2,3Pemeriksaan FisikPemeriksaan keadaan umum meliputi kesan umum tentang keadaan gizi (anemia, ikterus) dan pernapasan (sianosis, dispnea). Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra, hiperpigmentasi, dan areola mammae.Pemeriksaan umum meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan berat badan; pemeriksaan paru dan jantung; pemeriksaan refleks lutut.Pemeriksaan khusus obstetri. Pemeriksaan ini meliputi inspeksi abdomen (tinggi fundus uteri, pigmentasi dinding abdomen, dan penampakkan gerak janin), palpasi menurut Leopold I-IV, Kneble, Buddin, Ahfeld, kontraksi Braxton Hicks dan tanda cairan bebas; perkusi tidak begitu banyak artinya, kecuali jika ada suatu indikasi; auskultasi menggunakan stetoskop monoaural (stetoskop obstetrik) untuk mengetahui denyut jantung janin pada bulan ke 4-5, bising tali pusat, gerakan dan tendangan janin, dapat juga didengarkan pada ibu yaitu bising rahim (uterine souffle), bising aorta dan peristaltik usus.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratoriumDiagnosis preeklamsia/eklamsia terutama ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium, contohnya seperti:i. Pemeriksaan urinalisis.a. Proteinuria (>300mg/24jam atau Dipstick >1+) adalah antara manifestasi klinis yang sering pada pasien eklamsia. Pada pemeriksaan konvensional biasanya dilakukan urin yang dikumpul secara berkala dalam 24 jam, tetapi dapat juga dilakukan dalam 12 jam.b. Oliguria/anuria.c. Kadangkala terdapat juga peningkatan asam urat ringan.

ii. Pemeriksaan darah lengkapa. Terdapat anemia, karena hemolisa mikroangiopatik atau hemodilusi yang fisiologis pada kehamilan.b. Trombositopeni (600 IU/L)e. Peningkatan kreatinin serum karena penurunan volume darah intravascular atau penurunan glomerular filtration rate (GFR). Creatinine clearance (CrCl) mungkin kurang dari 90 mL/min/1.73 m2.

iii. Tes fungsi hepara. Peningkatan SGOT >72 IU/Lb. Peningkatan bilirubin (>1,2mg/dL).3

Pemeriksaan radiologiA. CT ScanCT Scan kepala dengan atau tanpa kontras, dapat menyingkirkan kemungkinan thrombosis vena serebral, perdarahan intracranial, dan lesi pada CNS, yang dapat terjadi pada kehamilan dan menimbulkan gejala kejang.Pertimbangkan CT Scan pada pasien yang pernah mengalami trauma, tidak berespon terhadap terapi Magnesium Sulfat, atau menunjukkan gejala atipikal seperti kejang setelah 24 jam post partumB. Transabdominal UltrasonographyTransabdominal ultrasonography dilakukan untuk menentukan usia kehamilan. Dapat juga digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan rupture plasenta.

Diagnosis KerjaPada kasus ini, dengan adanya pasien yang tidak pernah memeriksakan diri ke dokter maupun bidan kemungkinan buat terkena eklamsia sangat besar jika pasien tidak ada penyakit lain yang mendasari kejang yang dialaminya. Dengan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hipertensi, pemeriksaan penunjang didapatkan proteinuria serta keluhan utama pasien yang datang dengan kejang-kejang mengarahkan kita kepada penyakit eklamsia.Eklamsia merupakan kasus akut pada penderita preeklamsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklamsia, eklamsia dapat timbul pada ante, intra dan postpartum. Eklamsia postpartum umumnya hanya terjadi pada waktu 24 jam pertama setelah persalinan.Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eklamsia karena tidak terditeksi adanya preeklamsia sebelumnya.4

Diagnosis BandingEpilepsiEpilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi.Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Serangan proksimal khas berulang 2 kali atau lebih tanpa penyebab.Pemeriksaan klinis cara yang paling penting untuk membedakan dari satu bangkitan umum biasa adalah dengan memeriksa aktivitas susunan saraf simpatis. Menetapnya takikardi, hipertensi, berkeringat dan hipersalivasi merupakan gambaran umumnya.EtiologiEtiologi pasti preeklampsia/eklampsia masih belum diketahui. Beberapa teori antara lain memperkirakan faktor-faktor:1. Peran Prostasiklin dan TromboksanPada penderita preeklampsia-eklampsia (PE-E), didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal ianya akan meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Imunologis Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE - E: a. Beberapa wanita dengan preeklampsia-eklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklampsia-eklampsia diikuti dengan proteinuri.Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE - E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE - E. 3. Peran Faktor Genetik/familialBeberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE - E antara lain: a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE - E. c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE - E dan bukan pada ipar mereka. d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) .1

EpidemiologiKarena dalam batas waktu tertentu dapat dicegah melalui asuhan antenatal yang adekuat, insiden eklamsia telah menurun selama beberapa tahun terakhir. Di negara maju, insiden eklamsia mungkin sekitar 1 : 2000 kelahiran. Pada salah satu studi diawal, Mattar dan Sibai (2000) menggambarkan hasil akhir pada 399 perempuan berturut-turut yang mengalami eklamsia dari tahun 1977 hingga 1998. Komplikasi utama pada ibu mencakup solusio plasenta 10%, deficit neurologis 7%, pneumonia aspirasi 7%, udema paru 5%, henti jantung 4% dan gagal ginjal akut 4%. Bahkan 1% diantaranya meninggal.6Insidensi eklamsia di negara berkembang berkisar antara 0,3% sampai dengan0,7%.PatofisiologiSaat ini hipotesis utama yang dapat diterima dalam menjelaskan terjadinya eklampsia adalah iskemia pada plasenta, preeklamsia sebagai manifestasi reaksi keracunan, maladaptasi imunologi, gangguan genetik. Inadekuatnya invasi trofoblas terhadap miometrium menyebabkan gangguan pada proses vasodilatasi fisiologis dari arteri spiralis maternal. Sindrom preeklampsia maternal juga berhubungan dengan faktor tambahan invasi trofoblas yang inadekuat juga disertai dengan gangguan pertumbuhan janin tanpa penyakit maternal. Diketahui secara jelas bahwa gangguan aliran darah intervillus menyebabkan perfusi yang inadekuat dan iskemia pada trimester kedua kehamilan. Hal ini yang mungkin menyebabkan diproduksinya oksigen reaktif. Akibat antioksidan endogen normal tidak dapat mengkompensasi keadaan tersebut, akan muncul kondisi stres oksidatif. Hal Inilah yang mungkin mendasari gejala klinis pada sindrom preeklampsia. Stres oksidatif atau zat vasoaktif yang dikeluarkan dari plasenta, menyebabkan terjadinya aktivasi dari sel endotel vaskular. Pembuluh darah endotel dikenal memasok semua sistem organ. Terjadi gangguan pada profil lipid, seperti kadar trigliserida dan asam lemak bebas yang meningkat sekitar dua kali lipat. Adanya peningkatan peroksidasi lipid baik secara sistemik maupun dalam plasenta menunjukkan bahwa stres oksidatif mendasari kerusakan pada sel endotel. Sel endotel preeklampsia menghasilkan lebih sedikit prostasiklin, vasodilator yang kuat pada sel endotel normal dan menghambat agrregasi platelet. Endotel yang cedera akan merangsang agregasi platelet, dan melepas tromboksan A2 (TXA2), suatu vasokonstriktor kuat dan menstimulasi agregasi platelet. Penurunan produksi prostasiklin oleh sel endotel yang disfungsional dan meningkat pelepasan TXA2 oleh trombosit yang diaktifkan dan trofoblas bertanggung jawab terhadap terbaliknya rasio normal prostasiklin dan TXA2 pada preeklampsia. Dominasi TXA2 dapat berkontribusi pada vasokonstriksi dan merupakan gambaran utama dari hipertensi. Berkurangnya jumlah prostasiklin memungkinkan sensitivitas vaskular yang lebih besar terhadap angiotensin II, sehingga menyebabkan vasospasme dan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. 1Manifestasi KlinisPasien biasanya tidak mengalami aura dan mungkin mengalami satu sampai beberapa serangan kejang dengan interval tidak sadar yang bervariasi. Kejang yang terjadi mempunyai tipe tonik-klonik dan ditandai oleh apnea. Hiperventilasi (untuk mengkompensasi asidosis respiratorik dan asidosis laktat) umum terjadi setelah kejang. Demam merupakan tanda prognostik buruk. Lidah tergigit sering terjadi dan juga berbagai komplikasi lainnya meliputi aspirasi, trauma kepala, patah tulang dan lepasnya retina.1Sebelum kejang, kondisi ini didahului dengan gejala subjektif, yaitu nyeri kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, penglihatan semakin kabur dan terdapat mual muntah. Serangan eklamsia dibagi ke dalam empat tingkatan, antara lain: Stadium invasi (tingkat awal atau aura)Berlangsung 30 35 detik, tangan dan kelopak mata bergetar. Mata terpaku dan terbuka dengan pandangan kosong serta kepala diputar ke kanan dan kiri.(seri kebinan) Stadium kejang tonikTanda-tanda kejang klonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul dengan kontraksi otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku.Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distrosi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot dalam tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 30 detik.4 Stadium kejang klonikKejang tonik segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.4Pada waktu timbul kejang diafragma terfiksir sehingga pernapasan tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih satu menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak serta akhirnya penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanandarah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan serebral.4 Stadium komaKoma yang berlangsung setelah kejang sangat bervariasi dan bila tidak segera diberi obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hiperkapdia atau hipoksia. Pada beberapa kasus dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.4Gejala-gejala lain. Selama kehamilan trimester kedua akhir atau trimester ketiga, gejala-gejala yang berikut dapat meramalkan suatu kejang eklampsia: kenaikkan berat badan mendadak akibat retensi cairan, pembengkakan muka dan tangan, sakit kepala, gangguan visual, nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas dengan atau tanpa nausea dan vomitus, dan keluaran urin yang berkurang.5PenatalaksanaanPenatalaksanaan Darurat.A. Segera pastikan kesejahteraan ibu.-Masukkan alat jalan napas melalui mulut atau penekan lidah yang dibalut untuk memperkecil terjadinya lidah tergigit dan untuk memastikan jalan napas yang paten.-Mulai penghisapan orofaring begitu dapat dipastikan pasien tidak akan menggigit kateter penghisap.-Kendalikan pasien dengan lembut untuk mencegah trauma tulang atau jaringan lunak.-Berikan oksigen.1B. Kendalikan kejang.-Magnesium sulfat biasanya diberikan dengan dosis muatan (loading dose) 4-6 g IV diikuti oleh infus IV 1,5-2 g/jam, untuk mencapai kadar terapeutik 4,8-8,4 mg/dl. Jika diberikan magnesium sulfat, biasanya diperlukan kateter urin untuk memastikan adanya pengeluaran urin yang memadai. Magnesium sulfat terutama dikeluarkan melalui ginjal dan obat ini dapat mencapai kadar yang membahayakan jika pengeluaran urin terganggu.-Jika kejang terjadi lagi >20 menit setelah dosis muatan dan kadar terapeutik sudah dipastikan, pertimbangkan pemberian diazepam 5-10 mg IV atau amobarbital sampai 250 mg (hati-hati efeknya terhadap janin dan neonatus).C. Kendalikan hipertensi (biasanya dimulai hanya untuk diastolik >110 dan dengan target diastolik 90-100). Labetolol dapat diberikan setiap 10 menit: dosis pertama 20 mg, dosis kedua 40 mg, dosis berikutnya 80 mg (sampai maksimum 300 mg atau sampai tekanan darah terkendali). Diaxozid, natrium nitroprusid, trimetafan dan nitrogliserin juga dapat digunakan pada keadaan akut untuk menurunkan tekanan darah. Namun, setiap obat ini mempunyai efek samping yang harus dipertimbangkan secara cermat.1Tindakan-tindakan UmumA. Rawat pasien di rumah sakit dalam ruangan tersendiri, gelap, tenang, tirah baring mutlak dengan pagar pada ranjang untuk perlindungan selama kejang. Sediakan perawat khusus sepanjang waktu dan tidak boleh ada pengunjung.B. Jangan ganggu pasien untuk tindakan yang tidak perlu (misal, mandi). Biarkan manset pengukur tekanan darah terpasang pada lengan pasien. Baringkan pasien miring untuk mencegah sindrom vena cava inferior atau aspirasi muntahan. Selalu siap dengan alat pengganjal lidah (tongue spatel) yang dibalut untuk diletakkan diantara gigi pasien selama kejang, syringe bola karet dan kateter atau mesin penghisap untuk mengaspirasi mukus atau muntahan dari mulut, glotis atau trakea serta sungkup oksigen (masker dan kateter nasal menimbulkan stimulasi berlebihan).C. Sediakan whole blood dengan golongan darah yang sesuai dan sudah dilakukan pencocokan silang untuk pemberian segera karena pasien eklampsia sering mengalami pelepasan plasenta prematur dan perdarahan. Mereka juga rentan terhadap syok.D. Pemeriksaan laboratorium-Pasanglah kateter menetap untuk mengukur jumlah urin yang dikeluarkan secara akurat (diharapkan 50-100 ml/jam).-Tentukan kadar protein secara kuantitatif dalam setiap spesimen urin 24 jam hingga 4-5 hari post partum.-Uji klirens kreatinin dapat menunjukkan adanya ancaman gagal jantung. Retensi sulfabromoftalein dan peningkatan hebat kadar enzim hati dapat menandai gagal hati. Pemeriksaan koagulasi dapat mengarah ke DIC.E. Pemeriksaan fisik-Periksalah tekanan darah setiap jam selama fase akut dan setiap 2-4 jam setelahnya. Nilailah denyut jantung janin setiap kali memeriksa tekanan darah ibu.-Lakukan pemeriksaan oftalmospok setiap hari. Periksalah adanya edema pada wajah, ekstremitas dan terutama sakrum (yang menjadi menggantung ketika pasien berbaring).F. Pasien yang menjalani stabilisasi untuk proses persalinan harus tetap tidak mendapat asupan per oral.G. Ukur dan catatlah asupan dan pengeluaran cairan setiap 24 jam. Jika pengeluaran urin melebihi 700 ml/hari, gantikan cairan yang keluar ini beserta IWL kehilangan cairan yang tidak terlihat (kira-kira 500 ml/hari) dengan cairan bebas garam (termasuk cairan parenteral). Berikan 200-300 ml dekstrosa 20% dalam air 2-3 kali sehari selama fase akut untuk melindungi hati, menggantikan cairan dan untuk menambah nutrisi. Jangan berikan glukosa 50% karena akan membuat vena mengeras. Gunakan cairan yang tidak mengandung natrium (misal, larutan salin fisiologis, larutan Ringer).H. Pelahiran merupakan keharusan jika ibu hamil sudah stabil. lahirkan bayi dengan cara yang paling aman, paling cepat. Seksio sesarea lebih baik untuk primigravida, tetapi metode induksi dengan memecahkan selaput ketuban serta pelahiran per vaginam mungkin lebih sesuai untuk sebagian multipara. Perhatikan jika terdapat mekonium dalam cairan amnion. Metode persalinan harus ditentukan secara perorangan. Indikasi seksio sesarea sudah dibebaskan untuk masing-masing dokter, tetapi seksio sesarea mungkin membahayakn untuk pasien dengan kejang berkelanjutan atau koma. Kejang dan insensibilitas tidak boleh terjadi dalam kurun waktu kira-kira 4 jam sebelum dilakukan seksio sesarea atas indikasi ibu.I. Untuk seksio sesarea, harus dilakukan anastesi epidural atau kaudal yang terkendali baik. Anastesi spinal merupakan pilihan buruk karena dapat menyebabkan hipotensi mendadak dan berat. Setelah melahirkan, berikan anastesi tiopental selama penutupan abdomen. Jika tidak ada ahli anastesi, dapat digunakan prokain 0,5 atau 1% (atau yang setara) untuk infiltrasi lokal dinding abdomen. Untuk persalinan per vaginam, blok pudendus lebih disukai.J. Lanjutkan pemberian magnesium sulfat postpartum selama paling sedikit 24-48 jam. Fenobarbital (120 mg/hari) dapat digunakan untuk pasien-pasien dengan hipertensi menetap dan tidak ada diuresis spontan post partum. Jika tekanan darah diastolik tetap >100, pertimbangkan pemberian diuretika tiazid dan metidopa atau anti hipertensi lainnya.1KomplikasiEdema ParuKejang eklampsia dapat menyababkan edema paru. Terdapat paling tidak dua sumber: (1) Dapat terjadi pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika kejang disertai oleh muntah. (2) Kombinasi hipertensi berat dan pemberian cairan intravena dalam jumlah besar dapat menyebabkan gagal jantung.Wanita preeklamsia berat eklamsia yang mengalami edema paru biasanya mengalaminya pada masa pascapartum. Aspirasi isi lambung, akibat kejang atau mungkin dari anestesi, atau sedasi berlebihan, harus disingkirkan; namun, sebagian besar wanita ini mengalami gagal jantung. Beberapa perubahan yang normal terjadi pada kehamilan mengalami penguatan oleh preeklamsia-eklamsia dan hal ini memudahkan terjadinya edema paru. Hal ini penting, tekanan onkotik plasma berkurang bermakna pada kehamilan aterm normal karena berkurangnya albumin serum, dan pada preeklamsia tekanan onkotik ini turun semakin jauh.Pemberian cairan intravaskular dalam jumlah sedang dan pencegahan ekspansi volume dapat membatasi timbulnya komplikasi ini.6KebutaanPada sekitar 10 persen wanita, kejang eklamsia sedikit banyak diikuti oleh kebutaan. Kebutaan juga dapat timbul secara spontan pada preeklamsia. Terdapat paling sedikit dua penyebab: (1) ablasio retina dengan derajat bervariasi; dan (2) iskemia, infark, atau edema lobus oksipitalis. Meski penyebabnya adalah patologi otak atau retina, prognosis pulihnya penglihatan baik dan biasanya berseling-seling dalam seminggu. Sekitar 5 persen pasien akan mengalami perubahan kesadaran yang substansial, termasuk koma menetap, setelah kejang. Hal ini disebabkan oleh edema otak yang luas, sedangkan herniasi unkus transtentorium dapat menyebabkan kematian pada pasien ini.6KematianPada sebagian kasus eklamsia, pasien meninggal mendadak bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya, akibat perdarahan otak yang luas. Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar kemungkinan terjadi pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronis. Meskipun jarang, perdarahan dapat juga disebabkan oleh ruptur aneurisma berry atau malformasi arteriovena.6PrognosisUntuk ibuPrognosis pasien-pasien preeklampsia baik jika tidak terjadi eklampsia. Kematian karena preeklampsia kurang dari 0,1%. Jika terjadi kejang eklamtik, 5%-7% pasien akan meninggal. Penyebab kematian meliputi perdarahan intrakranial, syok, gagal ginjal, pelepasan prematur plasenta dan pneumonia aspirasi. Lebih lanjut, hipertensi kronik dapat merupakan sekuele eklampsia.7Untuk bayiKematian perinatal sebesar 20%. Sebagian besar bayi-bayi ini kurang bulan. Namun dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, kematian ini mungkin dapat dikurangi hingga